Anda di halaman 1dari 75

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN LENGKAP GOLONGAN


ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF

OLEH :
GOLONGAN SENIN

KOOR GOLONGAN : ALFRED YUSUF

MAKASSAR
2012

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki wilayah

laut sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut, Indonesia memiliki
sumber daya alam hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam
tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang
merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi
beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup
lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis
moluska, krustasea, sponge, alga, lamun dan biota lainnya.
Beberapa tahun terakhir ini peneliti kimia memperlihatkan perhatian
pada spons, karena keberadaan senyawa bahan alam yang dikandungnya.
Senyawa bahan alam ini banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan
harganya sangat mahal dalam katalog hasil laboratorium. Ekstrak metabolit
dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat
aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor, antivirus, anti HIV dan antiinflamasi,
antifungi, antileukimia, serta penghambat aktivitas enzim.
Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin meningkat,
terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa
bioaktif tertentu. Pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada

umumnya diambil secara langsung dari alam dan belum ada dari hasil
budidaya. Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan
dapat mengakibatkan penurunan populasi secara signifikan karena terjadi
tangkap lebih (overfishing), terutama pada jenis-jenis tertentu yang senyawa
bioaktifnya sudah diketahui aktifitas farmakologiknya dan sulit dibuat
sintesisnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemanfaatan yang
berkesinambungan,

kelestarian

sumber

daya

ini

perlu

dijaga

dan

dipertahankan. Hal-hal yang dapat merusak dan mengancam kelestariannya


harus dicegah dan dikendalikan.
Untuk itu, perlu adanya pemanfaatan kekayaan laut Indonesia dalam
bidang medis dan pengobatan. Mengingat prospek yang besar dari sumbersumber hayati di laut sebagai bahan-bahan obat-obatan itu, laboratorium
fitokimia memanfaatkan biota laut, salah satunya dengan isolasi senyawa
bioaktif, yang sebelumnya diawali dengan pemisahan dengan Kromatografi
Kolom (KK) atau Kromatografi Cair Vakum (KCV).
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang
masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan
partisi berdasarkan gaya gravitasi.
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan yang
paling kuat di laboratorium. Kromatografi kolom isap (vakum) adalah salah

satu jenis kromatografi cair yang digunakan untuk memisahkan komponen


kimia dalam jumlah banyak.
Pada bagian selanjutnya akan dibahas mengenai beberapa metode
isolasi serta penggunaan kromatografi kolom baik kolom konvensional
maupun kolom vakum.
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling
kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya
yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif.
Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua
cuplikan, dan kromatografi preparatif hanya dilakukan juka diperlukan fraksi
murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara
mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama
yang terlibat ialah : (1) Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan
(kelarutan), (2) Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan
serbuk halus (adsorpsi, penjerapan), dan (3) Kecenderungan molekul untuk
menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian). (1)
Salah satu pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah
dan memakai peralatan paling dasar adalah kromatografi lapis tipis
preparatif. Proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap
dan daya partisi serta kelarutan dari komponen- komponen kimia yang akan
bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben

terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan


kecepatan yang berbeda sehingga menyebabkan pemisahan. (2)
Oleh karena itu dalam praktikum isolasi senyawa bioaktif terhadap
sampel laut berupa spons ini perlu dilakukan metode kromatografi lapis tipis
dua dimensi dan multi eluen dalam rangka memperoleh senyawa tunggal dari
sampel dimana kedua metode ini merupakan metode yang umumnya
digunakan dalam uji kemurnian isolat yang memiliki prinsip yang hampir
sama yakni adsorbsi dan partisi. (3)
Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan diikuti proses
invasi ke jaringan sekitar serta penyebarannya (metastasis) ke bagian tubuh
yang lain. Sifat utama sel kanker ditandai dengan hilangnya kontrol
pertumbuhan dan perkembangan sel kanker tersebut.
Setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta
orang, dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Data Departemen Kesehatan
menunjukkan jumlah penderita kanker di Indonesia mencapai 6 persen dari
populasi.
Obat antikanker yang ideal akan membasmi sel kanker tanpa
merugikan jaringan normal. Sampai sekarang ini belum banyak obat yang
memenuhi kriteria tersebut. Usaha untuk mengobati penyakit kanker dengan
obat tradisional semakin banyak dilakukan karena alasan biaya yang lebih

murah, lebih mudah didapat, efek samping yang relatif kecil, dan dapat
diramu sendiri.
Penelitian untuk mendapatkan obat anti kanker antara lain dilakukan
dengan menggali senyawa-senyawa alam yang berasal dari tumbuhtumbuhan. Hal tersebut dikarenakan kecenderungan masyarakat untuk
kembali ke alam (back to nature) semakin tinggi dengan lebih memilih
menggunakan obat-obatan tradisional. Keanekaragaman hayati Indonesia
sangat berpotensi dalam penemuan senyawa baru yang berkhasiat sebagai
antikanker.
Kebanyakan kandungan kimia utama yang diisolasi dari tumbuhan
akhir-akhir ini aktifitas biologisnya belum terungkap karena belum diteliti.
Potensi ini perlu untuk didayagunakan untuk kemanusiaan dan juga untuk
menjaga kelestarian tumbuhan tersebut dengan menggali potensi bahan
alam untuk bahan obat, untuk mengontrol hama tumbuhan dan lain-lain.
Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami efek
toksik dan tingkat keamanan Ekstrak Sponge dengan spesies A. Ingens
sebagai obat antikanker dengan menggunakan hewan uji Bulu babi
(Tripneustes gratilla Linn).

I.2

Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1

Maksud Percobaan

1. Mengetahui dan memahami cara penyiapan sampel biota laut


Acanthostrongylophora ingens .
2. Mengetahui dan memahami prinsip dasar isolasi dengan metode
kromatografi kolom konvensional dan vakum
3.

Mengetahui

dan

memahami

cara

isolasi

dari

sampel

spons

Acanthostrongylophora ingens dengan metode KLTP


4.

Mengetahui dan memahami teknik untuk menguji kemurnian hasil


isolasi komponen kimia dari suatu sampel bahan alam, yaitu sampel
laut dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dua dimensi.

5. Mengetahui dan memahami cara pemurnian hasil isolasi sampel


Acanthostrongylophora ingens
6. Mengetahui prinsip dasar pengujian ekstrak bahan alam pada spons
Acanthostrongylophora ingens sebagai obat antikanker terhadap
pembelahan sel pada bulu babi.

I.2.2
1.

Tujuan Percobaan
Mengetahui

dan

memahami

Acanthostrongylophora ingens
kemudian diekstraksi.

cara

penyiapan

sampel

spons

dan pengolahan sampel laut untuk

2. Mengetahui prinsip dasar isolasi dan melakukan isolasi komponen


kimia

dari

bahan

alam

dengan

metode

kromatografi

kolom

konvensional dan vakum.


3. Melakukan

isolasi

komponen

kimia

dari

sampel

spons

Acanthostrongylophora ingens dengan metode KLTP.


4. Melakukan teknik pengujian kemurnian hasil isolasi komponen kimia
dari

sampel

laut

Acanthostrongylophora

ingens

ndengan

menggunakan metode kromatografi lapis tipis dua dimensi.


5. Melakukan pemurnian hasil isolasi Acanthostrongylophora ingens
dengan menggunkan metode rekristalisasi.
6. Menentukan IC50 dari Ekstrak sponge dengan metode penghambatan
mitosis sel telur bulu babi (Tripneustes gratilla Linn).

I.3

Prinsip Percobaan

I.3.1 Penyiapan Sampel


Melakukan penyiapan sampel pada sampel laut Aapthos sp. berupa
pengambilan sampel, sortasi basah, pencucian dengan hati-hati, perajangan
dengan ukuran tertentu, serta sortasi kering.
I.3.2 Kromatografi Kolom dan Kromatografi Cair Vakum
1. Melakukan pemisahan komponen kimia pada kromatografi kolom
konvensional yang menggunakan prinsip dasar adsorpsi dan partisi
berdasarkan gaya gravitasi.

2. Melakukan pemisahan komponen kimia yang menggunakan prinsip


dasar adsorpsi dan partisi pada kromatografi kolom vakum yang
dipercepat dengan adanya pompa vakum.
I.3.3 Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan komponen kimia senyawa-senyawa dari fraksi 1 heksan
sampel Acanthostrongylophora ingens

berdasarkan perbedaan daya

serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen- komponen kimia
yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap
adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen
bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga menyebabkan
pemisahan menggunakan lempeng kromatografi lapis tipis preparatif
berukuran 20x20 cm dengan ketebalan 0,5-2 mm dan sampel ditotolkan
berupa garis lurus pada salah satu sisi lempeng.
I.3.4 KLT 2 Dimensi
Pemisahan

komponen

kimia

atau

senyawa

dari

spons

Acanthostrongylophora ingens berdasarkan prinsip adsorpsi dan partisi


dengan menggunakan lempeng GF 254 sebagai fase diam, dimana
lempeng setelah terelusi dielusi lagi dengan putaran 90 0 pada profil KLT,
dimana ini akan memperpanjang lintasan noda (Rf) untuk menunjukkan
senyawa tunggal.

I.3.5 Pemurnian
Pemurnian hasil isolasi sampel Acanthostrongylophora ingens dengan
menggunakan metode rekristalisasi, dimana sampel ditambahkan solven
yang mampu melarutkan pengotor dan tidak dapat melarutkan sampel
dan dipanaskan, sampel akan mengkristal sedangkan pengotor akan
larut dan untuk memisahkannya dilakukan penyaringan.
I.3.6 Anti Mitosis
Uji toksisitas sampel ekstrak sponge Acanthostrongylophora ingens
dengan menggunakan metode antimitosis untuk mengetahui IC 50 dari
sampel yang mampu menghambat pembelahan sel telur bulu babi
(Tripneustes gratilla Linn).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Teori Umum
Bioprospeksi didefinisikan sebagai pengambilan biota laut yang akan

digunakan untuk proses penemuan, pengembangan dan jika memungkinkan,


penyediaan bahan obat secara komersial. Kajian bioprospeksi merupakan
bagian dari penelitian penemuan dan pengembangan obat dari bahan alami
laut dan bioprospeksi merupakan tahap awal dalam proses penemuan
tersebut. (1)
Bioprospeksi melibatkan pengambilan ribuan biota laut telah dikoleksi
dari habitatnya untuk memenuhi harapan dapat menemukan substansi
bioaktif baru dan mengembangkannya menjadi obat. Pengambilan awal
biasanya bersifat luas dan spekulatif untuk memaksimalkan kemungkinan
ditemukannya substansi bioaktif atau metabolit sekunder. (1)
Hingga saat ini, sebagian besar sumber substansi bioaktif adalah
metabolit sekunder yang berasal dari avertebrata laut yang bertubuh lunak
dan menempel pada substrat (sessile), seperti Porifera (spons), Cnidaria
(ubur ubur, karang batu, karang lunak, anemon laut), dan Urochordata
(ascidian). Hal ini disebabkan karena biota-biota tersebut relatif lebih mudah
dikoleksi hanya dengan menggunakan tangan pada saat penyelaman dari

habitat dengan keanekaragaman yang tinggi, dangkal dan perairan yang


hangat seperti terumbu karang (1)
Menurut Pechenik (2005), spons diklasifikasikan ke dalam kingdom
Animalia atau hewan, subkingdom Metazoa, dan filum Porifera. Spons
dimasukkan ke dalam filum Porifera dikarenakan seluruh tubuhnya yang
berpori dimana dalam bahasa Latin Porifera berarti memiliki pori. Spons
memiliki 3 pembagian dasar struktur tubuh, yaitu asconoid, syconoid dan
leuconoid. Sebagian besar spesies spons memiliki struktur tubuh leuconoid.
Berdasarkan komposisi kimia dan morfologinya filum Porifera terbagi atas
tiga kelas, yaitu, Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida. Namun saat
ini telah diketahui kelas ke-4 dari filum ini, yaitu: Sclerospongia terdiri atas 16
spesies yang memiliki struktur leuconoid dan hanya terdapat di bagian guagua dan celah-celah terumbu karang yang gelap. (1)

Spons pada umumnya berwarna putih atau abu-abu, dan ada pula
yang berwarna kuning, jingga, merah, atau hijau. Spons yang berwarna hijau
biasanya disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut sebagai

zoochlorellae yang terdapat didalamnya (Romimohtarto & Juwana 1999).


Warna

spons

tersebut

sebagian

dipengaruhi

oleh

fotosintesis

mikrosimbionnya. Mikrosimbion spons pada umumnya adalah cyanophyta


(sianobakteria dan eukariot alga seperti dinoflagellata atau zooxanthellae).
Beberapa spons memiliki warna yang berbeda walaupun termasuk dalam
jenis yang sama. Beberapa spons juga memiliki warna dalam tubuh yang
berbeda dengan pigmentasi luar tubuhnya. Spons yang hidup di lingkungan
yang gelap akan berbeda warnanya dengan spons sejenis yang hidup pada
lingkungan yang cerah (1).
Spons termasuk hewan filter feeder yang menyaring air yang
memasuki tubuhnya melalui pori-pori kecil yang disebut sebagai ostia
sebagai tempat masuknya air laut untuk bersirkulasi melalui sejumlah kanal
dimana partikel-partikel plankton dan organik akan dimakan dan disaring
keluar kembali. Pori-pori dan sistem kanal tersebut berfungsi untuk
menyaring air setiap 5 detik. Kanal tersebut adalah choanocytes yang
merupakan lapisan sel yang terdapat pada bagian dalam mesohyl, sejajar
dengan spongocoel. Sel ini memiliki struktur yang menyerupai protozoa
choanoflagelata. Choanocyte berbentuk bulat, dengan satu ujungnya
terhubung ke mesohyl. Partikel-partikel plankton dan organik tersebut di
pompa masuk menuju ruang makan yang lebih besar yang disebut sebagai
spongocoel. Sel choanocyte berperan dalam pergerakan air dalam tubuh
spons dan untuk menyediakan makanan. Pada bagian atas tubuhnya

terdapat kanal yang berfungsi sebagai tempat keluarnya air yang disebut
osculum dengan jumlah yang lebih sedikit daripada ostia. (1)
Kelas Demospongiae adalah kelompok spons yang paling dominan di
antara Porifera masa kini. Jenis ini tersebar luas di alam, serta jumlah jenis
maupun organismenya sangat banyak. Umumnya berbentuk masif dan
berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan
kamar-kamar yang mengandung cambuk kecil yang berbentuk bundar.
Spikulanya ada yang terdiri dari silikat dan ada beberapa spikulanya hanya
terdiri dari serat spongin, serat kolagen atau tanpa spikula yaitu terdapat
dalam famili Dictyoceratida, Dendroceratida, dan Verongida. (1)
Walaupun terlihat tidak memiliki pertahanan, spesies-spesies ini jarang
dimakan oleh beberapa jenis ikan dan kepiting. Kenyataan inilah yang
dijadikan

acuan

bahwa

spesies-spesies

tersebut

memiliki

semacam

mekanisme pertahanan diri (Castro & Huber 2007). Sebagian besar spons
laut yang bersifat sessile mengandung sistem imun yang primitif dan
menghasilkan senyawa kimia yang bersifat toksik sebagai bentuk pertahanan
dirinya. Beberapa senyawa ini memiliki aktivitas farmakologi karena interaksi
mereka dengan reseptor dan enzim yang spesifik.(1)
Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik
langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat
ialah : (1) Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan),
(2)Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus

(adsorpsi, penjerapan), dan (3) Kecenderungan molekul untuk menguap atau


berubah ke keadaan uap (keatsirian).(2)
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang
masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan
partisi. Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena karena gaya
tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari
kaca yang dilengkapi dengan keran jenis tertentu pada bagian bawahnya
untuk mengatur aliran pelarut. (3)
Sifat, derajat, atau tingkat keaktifan penjerap, dan ukuran partikelnya
sangat penting dalam pengembangan sistem kromatografi. Penjerap dapat
diubah dan diperlakukan sedemikian untuk mengubah sifat dan kapasitasnya,
usaha yang terpenting adalah tata kerja tingkat keaktifan Brockmann (sifat
penjerap tergantung pada pH dan tingkat keaktifannya).(3)
Ukuran penjerap untuk kolom biasanya lebih besar daripada untuk
KLT. Kemasan kolom biasanya 63-250m, untuk kolom yang dijalankan
dengan gaya tarik bumi. Kolom yang dijalankan dengan gaya tarik bumi,
kolom yang dijalankan dengan tekanan, apakah menggunakan udara atau
pompa, biasanya mengandung partikel 40-63m atau lebih halus.(2)
Kemasan adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60,
kieselgur, Al2O3, dan Diaion. Cara pembuatannya ada dua macam, yaitu cara

basah dan cara kering. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam
kolom yang telah diberi kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
Sedangkan, cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan
cairan pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam
kolom melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga
masuk semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel
mampat, Setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas
adsorben kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terlebih
dahulu dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik.
Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding
kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur
tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar
ditampung sebagai fraksi-fraksi. (2)
Kromatografi Kolom Isap :
a. Suction Colomn
Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang banyak, berdasarkan
absorpsi dan partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan
dengan suatu pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen
kimia yang selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi.(2)
b. Rapid-Sigel
Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang sedikit berdasarkan
absorpsi dan partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan

dengan suatu pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen
kimia yang selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi.(2)
c. Press Colomn
Kromatografi kolom sederhana di mana fase gerak bergerak dengan
cepat karena penggunaan tekanan positif dari tabung nitrogren. Udara yang
ditekan mengandung O2 dan uap air yang dapat menyebabkan peruraian
produk dari ekstrak dan berubah saat pemisahan kromatografi.(2)
Kombinasi antara kromatografi kolom kering dan kromatografi cair
vakum memiliki kelebihan dimana laju pengelusian lebih tinggi dan
memperpendek waktu kontak linarut dengan penjerap. (4)
Adapun, Keterbatasan kromatografi kolom konvensional ialah sebagai
berikut : (4)
1. Pemisahan lambat
2. Penjerapan linarut yang tidak bolak-balik
3. Tidak dapat dipakai jika partikel terlalu kecil.
Kromatografi kolom vakum mempunyai keuntungan yang utama
dibandingkan dengan kolom konvensional yaitu : (2)
1.

Konsumsi fase gerak kromatografi kolom vakum hanya 80% atau lebih
kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom
mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100l/menit)

2.

Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih
ideal jika digabung dengan spektrometer massa.

3.

Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat


karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel
terbatas misal sampel klinis

Adapun kerugian dari kromatografi kolom vakum adalah: (2)


1.

Membutuhkan waktu yang cukup lama

2.

Sampel yang dapat digunakan terbatas

Gambar kromatografi kolom vakum : (5)

Sedangkan untuk kromatografi kolom konvensional :(2)

Untuk memilih pelarut pengelusi, digunakan tiga tahap pendekatan,


antara lain : (3)
1.

Penelusuran pustaka
Manfaat penelusuran ini bergantung pada historikal senyawa yang
mungkin saja pernah dikromatografi.

2.

Hubungan dengan KLT


Sistem KLT dapat diterapkan langsung pada sistem kolom. Karena kita
dapat melakukan sejumlah percobaan KLT dalam waktu singkat
dengan pemakaian pelarut yang sesedikit mungkin, maka kita dapat
dengan mudah dalam menentukan kondisi untuk pemisahan memakai
kolom.

3.

Landaian bartahap
Sistem landaian bertahap mengikuti sistem deret eluotropi.
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan

dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau


gabungan teknik tersebut. Keempat teknik kromatografi itu antara lain,
Kromatografi Kertas (KKt), Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas
Cair (KGC) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).(6)
1.

Kromatografi Kertas (KKt) dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kedua cara ini serupa dalam hal fase diamnya berupa lapisan tipis dan

fase geraknya mengalir karena kerja kapiler. Perbedaannya dalam sifat dan
fungsi fase diam (7)

2.

Kromatografi Kolom
Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran

yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita,
senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah
dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom.(7)
3.

Kromatografi Gas Cair (KGC)

Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa
dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan
fase diam. Fase diam berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu
menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya
pada kisaran 50-350C) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan
menguap dan karenanya akan cepat terelusi.(8)
4.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


KCKT dapat disamakan dengan KGC dalam hal kepekaan dan

kemampuan menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif dengan sekali kerja


saja. Perbedaannya adalah fase diam yang terikat pada polimer berpori
terdapat pada kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil dan fase
gerak cair mengalir akibat tekanan yang besar.(6)
Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan suatu proses isolasi yang
terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan
dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran
eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak

sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga


hal inilah yang menyebabkan pemisahan. (2)
Pemisahan komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis
preparatif pada dasarnya sama dengan kromatografi lapis tipis biasa, namun
perbedaan yang nyata ialah pada KLT preparatif menggunakan lempeng
besar (ukuran 20x20 cm dan 20x40 cm) dengan ketebalan 0,5- 2 mm dan
sampel ditotolkan berupa garis lurus pada salah satu sisi lempeng. (3)
Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai
untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun hidrofil. Dilakukan
pencuplikan dengan cara melarutkan cuplikan dengan sedikit pelarut
sebelum ditotolkan pada pelat KLTP. Cuplikan yang ditotol harus sesempit
mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita, penotolan dapat
dilakukan dengan pipa kapiler akan tetapi lebih baik jika menggunakan
penotol otomatis. (3)
Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator flourosensi ynag
membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa
yang dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indikator
menimbulkan masalah yaitu bereaksi dengan asam kadang-kadang bahkan
dengan asam asetat. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada
beberapa pilihan yaitu, menyemprot dengan air (misalnya saponin),
menggunakan chamber iodin, menutup pelat dengan sepotong kaca

menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot, dan dengan


menambahkan senyawa pembanding.(3)
Lempeng yang sudah ditotolkan dikembangkan pada chamber yang
jenuh dengan cairan pengembang yang cocok secara tegak lurus, sehingga
komponen kimia akan terpisah membentuk pita yang berupa garis horizontal
yang tampak di bawah sinar UV. (3)
Pada KLTP terdapat banyak peubah tetapi sebagai petunjuk umum,
cuplikan 10-100mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau alumunium
oksida 20x20 cm yang tebalnya 1 mm. Jika tebalnya diduakalikan, maka
banyaknya cuplikan yang dapat dipisah bertambah 50%. (3)
Fase gerak biner ialah (dalam berbagai perbandingan) sangat sering
dipakai dalam pemisahan secara KLTP yaitu n.heksana-etil asetat,
n.heksana-aseton, kloroform-metanol. Penambahan sedikit asam asetat atau
dietilamina berguna untuk memisahkan, berturut-turut, senyawa asam dan
senyawa basa. (3)
Cara yang paling kurang dihargai tetapi penting untuk memperbaiki
pemisahan ialah pengembangan berganda. Pada metode ini, pelat
dikembangkan satu kali, diangkat dari bejana, dikeringkan dan dikembangkan
lagi di dalam eluen yang sama. Pada kenyataan ini meniru jarak
pengembangan yang diperpanjang dua kali pengembangan. Cara ini sangat
menghemat waktu kereana lsju pengembangan

menurun dengan cepat

ketika pelarut bergerak ke atas lapisan, dan pengembangan kedua biasanya


lebih cepat daripada pengembangan pertama. ( 3 )
KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi
sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia
yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam
asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda
dapat

digunakan

secara

berurutan

sehingga

memungkinkan

untuk

melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang


berbeda. ( 8 )
Sampel ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan dengan satu
system fase gerak sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar
dengan salah satu sisi. Lempeng diangkat, dikeringkan dan diputar 90, dan
diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak kedua, sehingga
bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak dibagian bawah
sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi. ( 8 )
Penggunaan multi eluan dan KLT 2 dimensi digunakan untuk
pemisahan beberapa senyawa dengan karakteristik kimia dengan nilai Rf
yang hampir sama dengan pemisahan analit berdasarkan perbedaan
polaritasnya masing-masing. (8)
KLT dua dimensi dan multieluen memiliki prinsip yang sama yaitu
adsorbs dan partisi tetapu yang membedakan pada KLT 2 dimensi
didasarkan pada proses elusi yang bertujuan unutk memperpanjang jarak

lintasan noda untuk memperoleh senyawa tunggal sedangkan pada multi


eluen jumlah totolannya yang berbeda yaitu berupa cuplikan yang ditotolkan
pada lempeng yang berbeda dengan eluen yang berbeda pula. ( 9 )
Bila terdapat senyawa tunggal, kristal dapat dimurnikan dengan
pengkristalan kembali, dengan demikian bahan tersedia untuk dianalisis lebih
lanjut. Dalam teknik ini, produk yang kotor mula-mula dilarutkandalam
sejumlah kecil pelarut panas (umumnya digunakan solven dimana produk
tersebut kurang larut dibandingkan dengan kotorannya). Jika larutan panas
tersebut dibiarkan mendingin produk yang murni memisah dari campuran,
meniggalkan kotoran dalam larutannya. Akhirnya kristal-kristal dari produk
disaring dari larutannya yang sidah dingin dan dikeringkan. Jumlah produk
murni dapat diperoleh dengan cara ini tergantung dari kadar kotoran-kotoran
dari kelarutannya. (10)
Senyawa organik yang padat pada suhu kamar umumnya dapat
dimurnikan dengan cara kristalisasi. Secara umum teknik yang dilakukan
ialah dengan melarutkan zat yang akan dikristalkan dalam pelarut yang
panas (campuran pelarut) dan dinginkan larutan tersebut secara perlahanlahan, zat yang terdapat dalam larutan akan berkurang kelarutannya pada
suhu rendah dan akan mengendap pada pendinginan. (10)

Hal-hal yang harus diperhatikan atau dihindari meliputi : (10)


1. Pendinginan larutan yang terlalu cepat.
2. Penambahan tiba-tiba pelarut lain yang tidak tercampur ke dalam larutan
semula.
Metode kristalisasi dapat dilakukan dengan cara : (10)
1. Melarutkan zat padat.
2. Penyaringan
Larutan panas disaring jika terdapat zat yang tidak larut. Cara
penyaringan panas dilakukan dengan bantuan waterbath, bila kristal
mulai terbentuk pada waktu penyaringan, cairan dipanaskan kembali
untuk melarutkan kristal yang terbentuk tersebut
3. Kristalisasi
Bila pelarut setelah didinginkan tidak terbentuk kristal, dapat dibantu
dengan cara :
1. Diaduk-aduk dengan pengadukan di dinding labu.
2. Dinginkan pelarut dalam lemari pendingin.
3. Tambahkan sedikit kristal murni untuk memancing terbentuknya kristal.
Kristalisasi merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan
pelarut dan dilanjutkan dengan pengendapan. Dalam kristalisasi senyawa
organik dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut
dibawa oleh zat terlarut yang membentuk padatan dan tergantung dalam
struktur kristal kristal zat terlarut tersebut. (3)

Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari


larutan atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi
hanyalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi. Apabila kristalisasi (dalam hal
ini hasil kristalisasi) memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila
digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu
yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos
kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni. (11)
Langkah langkah rekristalisasi yaitu : (11)
1. Melarutkan zat pada pelarut.
2. Melakukan filtrasi gravity.
3. Mengambil kristal zat terlarut
4. Mengumpulkan kristal dengan filtrasi vacum.
5. Mengeringkan kristal.
Cara memilih pelarut yang cocok untuk proses rekristalisasi adalah : (11)
1. Pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat zat yang akan
dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut
dalam pelarut tersebut.
2. Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar
dapat

mempermudah pengeringan kristal.

3. Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang
akan dimurnikan.

Adapun proses kristalisasi yaitu : (8)


a Pendinginan
Larutan yang akan dikristalkan didinginkan sampai terbentuk kristal pada
larutan tersebut. Metode ini digunakan untuk zat yang kelarutan mengecil bila
suhu diturunkan. Pendinginan dilakukan 2x yaitu pendinginan larutan panas
sebelum penyaringan dan pendinginan sesudah penguapan.
b. Penguapan Solvent
Larutan yang dikristalkan merupakan senyawa campuran antara solven
dan solut. Setelah dipanaskan maka solven menguap dan yang tertinggal
hanya kristal. Metode ini digunakan bila penurunan suhu tidak begitu
mempengaruhi kelarutan zat pada pelarutnya. Penguapan bertujuan untuk
menghilangkan atau meminimalizir solvent atau zat pelarut sisa yang
terdapat pada filtrat.
c.

Evaporasi Adiabatis
Metode

ini

digunakan

dalam

ruang

vakum,

larutan

dipanaskan,

dimasukkan dalam tempat vakumyang mana tekanan total lebih rendah dari
tekanan uap solvennya. Pada suhu saat larutan dimasukkan ke ruang vakum
solven akan menguap dengan cepat dan penguaapan itu akan menyebabkan
pendinginan secara adiabatis.
d. Salting Out
Prinsipnya adalah menambah suatu zat untuk mengurangi zat yang akan
dikristalkan. Pengeluaran garam dari larutan dengan zat baru ke dalam

larutan bertujuan menurunkan daya larut solven terhadap suhu pada


pengatur tersebut. Peningkatan harga k, jika kedalam suatu larutan ditambah
dengan zat elektrolit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kristal yaitu : (12)
1. Laju pembentukan inti (nukleous)
Laju pembentukan inti dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk
dalamsatuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, maka banyak sekali
kristal yang terbentuk, tetapi tak satupun akan tumbuh menjadi besar, jadi
yang terbentuk berupa partikel-partikel koloid.
2. Laju pertumbuhan kristal
Merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk
selama pengendapan berlangsung. Jika laju tinggi kristal yang besar akan
terbentuk, laju pertumbuhan kristal juga dipengaruhi derajat lewat jenuh.
Adapun faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Pembentukan Kristal
adalah : (12):
1. Derajat lewat jenuh.
2. Jumlah inti yang ada, atau luas permukaan total dari kristal yang ada.
3. Pergerakan antara larutan dan kristal.
4. Viskositas larutan.
5. Jenis serta banyaknya pengotor.

Cara pemurnian yang lain selai kristalisasi yaitu dengan : (12)


1. Pengendapan
Pengendapan bisa dilakukan untuk pemisahan , untuk melakukan
pemisahan ini suatu reagansia yang sesuai ditambahkan, yang membentuk
endapan dengan hanya satu atau beerapa ion yang ada dalam larutan,
kemudian endapan dapat disaring dan dicuci, tergantung sebagian besar
pada struktur morfologi endapan

yaitu bentuk dan ukuran kristal. Bentuk

kristal struktur yang sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum.


Sangat menguntungkan karena mudah dicuci setelah disaring.
2. Kelarutan Endapan
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat
keluar dari larutan endapan berupa kristal atau koloid dan dapat dikeluarkan
dari larutan dengan penyaring atau sentrifug. Endapan terbentuk jika larutan
menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu
endapan menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan
jenuhnya. Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi seperti suhu, tekanan,
konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan itu, dan komposisi pelarut.
3. Larutan Jenuh
Spesifikasi larutan jenuh adalah larutan yang titik bekunya tidak
mengganggu. Kejenuhan membuat kristalisasi sangat efektif dengan
penyaringan dan pemisahan.

Pengaruh Penurunan Suhu pada Proses Terjadinya Kristal : (12)


a. Bila penurunan suhu berjalan dengan cepat maka kecepatan tumbuh inti
kristal lebih cepat daripada kecepatan pertumbuhan kristal sehingga
kristal yang diperoleh kecil, rapuh, dan banyak.
b. Bila penurunan suhu dilakukan secara perlahan, maka kecepatan
pertumbuhan kristal lebih cepat daripada kecepatan pertumbuhan inti
kristal sehingga kristal yang dibebaskan besar-besar, liat, dan elastis
Ko-Presipitasi yaitu bila suatu endapan memisah dari lariutan,
keadaanya tidak selalu sempurna murni, dapat mengandung bermacammacam zat pencemar, tergantung dari sifat-sifat endapan dan kondisi
pengendapan. Pencemaran endapan oleh zat-zat yang secara normal larut
dalam larutan induk,dinamakan pengendapan ikut (Ko-Presipitasi). Ada dua
yang penting yang menyebabkan terjadinya ko-presipitasi yaitu adsorbsi
partikel-partikel asing pada permukaan kristal yang sedang tumbuh dan
okulasi partikel-partikel asing sewaktu proses pertumbuhan kristal. (12)
PostPresipitasi yaitu beberapa endapan diendapkan dengan perlahanlahan dan larutan berada dalam keadaaan lewat jenuh untuk waktu yang
sangat lama. Ketika kalsium oksalat diendapkan ditengah-tengah ion
magnesium dalam jumlah yang lebih banyak, endpan pada mulanya praktis
murni, tetapi jika dibiarkan tetap bersentuhan dengan larutan, magnesium
oksalat pelan-pelan terbentuk (dan adanya endapan kalsium oksalat

cenderung mempercepat proses ini). Jadi, endapan kalsium oksalat menjadi


tercemar karena post-presipitasi magnesium oksalat. (12)
Toksisitas ialah efek berbahaya dari suatu bahan obat pada organ
target. Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan dan
keberbahayaan zat yang akan diuji. Adapun sumber zat toksik dapat berasal
dari bahan alam maupun sintetik.Toksisitas diukur dengan mengamati
kematian hewan percobaan. Kematian dari hewan percobaan dianggap
sebagai respon dari pengaruh senyawa yang diuji, sehingga hubungan dari
respon dengan menggunakan kematian sebagai jawaban toksis adalah titik
awal untuk mempelajari toksisitas. Kanker adalah segolongan penyakit yang
ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan selsel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan
pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) maupun
dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang
tidak terkendali tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA dan menyebabkan
mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel pada jaringan dan organ
(13).
Sel kanker timbul dari sel tubuh yang normal, tetapi mengalami
transformasi atau perubahan menjadi ganas oleh bahan-bahan yang bersifat
karsinogen (agen penyebab kanker) ataupun karena mutasi spontan.
Transformasi sejumlah gen menjadi gen mutan disebut neoplasma atau
tumor. Neoplasma merupakan jaringan abnormal yang terbentuk akibat

aktivitas proliferasi yang tidak terkontrol (neoplasia). Sel neoplasma


mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus pertumbuhan, yang pada
akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi antarsel. (13)
Sel kanker mengganggu sel induk karena menyebabkan desakan
akibat

pertumbuhan

tumor,

penghancuran

jaringan

tempat

tumor

berkembang atau bermetastasis, dan gangguan sistemik lain sebagai akibat


sekunder dari pertumbuhan sel kanker (14).
Agen penyebab kanker disebut karsinogen. Penyebab tunggal untuk
terjadinya kanker hingga saat ini belum diketahui. Namun demikian,
berdasarkan laporan berbagai penelitian dapat diketahui bahwa karsinogen
digolongkan ke dalam 4 golongan yaitu :
a.

Bahan kimia, karsinogen bahan kimia melalui metabolisme membentuk


gugus elektrofilik yang kurang muatan elektron, sebagai hasil antara, yang
kemudian dapat berikatan dengan pusat-pusat nukleofilik pada protein, RNA
dan DNA.

b. Virus, contohnya adalah pada golongan virus DNA seperti virus hepatitis B
yang menyebabkan kanker hati.
c. Radiasi, terutama radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 290-370 nm
berkaitan dengan terjadinya kanker kulit.
d. Agen biologis, antara lain hormon estrogen yang membantu pembentukan
kanker payudara dan kanker rahim.

Adapun siklus pembelahan sel terdiri atas (15):


1.

Interfase, dari fase G1, fase S, dan fase G2

a.

Pada fase G1 ( gap 1), sel secara metabolit sangat aktif. Semua komponen
disintesis dan sel tumbuh dengan cepat. Dalam nukleus, setiap kromosom
merupakan dobel heliks DNA tunggal protein belum tereplikasi yang terikat
dengan histon dan protein kromosom lain. Sel yang tidak membelah pada
umumnya tetap berada dalam fase G1 disepanjang rentang kehidupan.

b.

Pada fase S ( Sintesis ). Sintesis protein berlanjut dan DNA serta protein
kromosom ( histon ) direplikasi. Setiap kromosom kemudian berisi dua dobel
heliks DNA identik yang disebut kromatid yang menyatu pada sentromer.

c.

Fase G2 (gap 2) merupakan periode penting dalam metabolisme dan


pertumbuhan sel sebelum mitosis.

Kromosom belum menebal dan masih dalam bentuk benang panjang.

Sentriol membelah, dan spidel mitosis, dihasilkan dari serat mikrotobulus


sel, mulai terbetuk untuk persiapan pembelahan nuklear selanjutnya.

2.

Mitosis
terdiri dari penebalan kromosom serta sitokinesis, pembelahan aktual
sitoplasma untuk membentuk dua sel anak. Meskipun pembelahan
merupakan proses yang berkelanjutan, pembelahan dibagi menjadi empat
subfase : profase, metafase, anafase, dan telofase.

a.

Profase
1. Kromosom menebal menjadi pilinan yang kuat dan besar, serta menjadi
terlihat. Setiap kromosom berisi dua kromatid yang disatukan oleh sentromer.
Kromatid akan menjadi kromosom dalam generasi sel berikutnya.
2. Pasangan sentriol berpisah dan mulai bergerak kesisi nukleus yang
berlawanan, digerakkan dengan perpanjangan mikotubulus yang terbentuk
diantara sentriol. Setelah sampai disisi nukleus, sentriol membentuk benang
spidel mitosis polar.
3. Nukleolus melebur dan membran nuklear menghilang. Sehingga
memungkinkan spindel memasuki nukleus. Mikrotubulus pendek yang
muncul

dari

kinetochore,

struktur

pada

sentromer,

sekarang

dapat

berinteraksi dengan benangspindel polar, menyebabkan kromosom bergerak


dengan cepat.
4. Mikrotubulus lain menyebar keluar sentriol untuk membentuk aster.
b.

Metafase
1. Kromosom ( pasangan kromatid ) berbaris pada bidang metafase atau
bidang ekuator sel, disebut demikian karena posisinya bersilangan dari satu
sisi kesisi lainnya pada spindel.
2. Sentromer pada semua kromosom daling berikatan.
3.Kinetochore memisah dan kromatid bergerak menjauh.

c.

Anafase
1. Akibat perubahan panjang mikrotubulus di tempat perlekatannya,
pasangan kromatid ( sekarang dianggap sebagai satu kromosom ) bergerak
dari bidang ekuator kesetiap kutub.
2. Akhir anafase ditandai dengan adanya dua set kromosom lengkap yang
berkumpul pada kutub sel. Organel sitoplasma, yang sebelumnya telah
bereplikasi, juga tersebar merata dikedua kutub.

d.

Telofase
1. Dua nuklei kembali terbentuk disekitar kromosom. Kromosom kemudian
terurai dan melebur. Membran nuklear dan nukleolus terbentuk kembali.
2. Sitokinesis adalah pembelahan sitoplasma. Alur pembelahan yang berada
tepat dipertengahan antara kedua masa kromosom, mulai membelah
sitoplasma, berlanjut disekitar sel dan membelah sel tersebut menjadi dua sel
yang terpisah.
Mitosis hanya merupakan satu bagian dari siklus sel. Sebenarnya fase
mitotik (M), yang mencakup mitosis dan sitokinesis, biasanya merupakan
bagian tersingkat dari siklus sel tersebut. Pembelahan sel miotik yang
berurutan bergantian interfase yang jauh lebih lama, yang seringkali meliputi
90% dari siklus ini. Selama interfase inilah sel tumbuh dan menyalin
kromosom dalam persiapan untuk pembelahan sel. Interfase dapat dibagi
menjadi subfase : fase G1 (gap pertama), fase S, dan fase G2 (gap kedua).
Selama ketiga subfase ini sel tumbuh dengan menghasilkan protein dan

organel

dalam sitoplasma. Kromosom

diduplikasi hanya selama fase S

(S singkatan untuk sintesa DNA). Dengan demikian, suatu sel tumbuh (G 1),
terus tumbuh begitu sel tersebut sudah menyalin kromosomnya (S), dan
tumbuh lagi sampai sel tersebut menyelesaikan persiapannya untuk
pembelahan sel (G2), dan membelah (M). Sel anak kemudian dapat
mengulangi siklus ini (16).
Dalam beberapa hal, sel kanker mirip sel embrio misalnya dari proses
pembelahan sel. Pada pembelahan mitosis sama sama memulai pada
periode tumbuh (G1), kemudian fase S ( sintesa DNA) lalu ke fase tumbuh
kedua (G2) sebelum terjadi mitosis berikutnya. Hal ini, bahwa sel kanker
sebagaimana sel dideferesnsiasi ialah sel kanker sering memperlihatkan
protein yang khas juga terdapat pada perkembangan sel normal alfa
fetoprotein (AFP) dan antigen karsinoembrio (CFA) (16).
Mekanisme kerja obat antikanker berdasarkan penggolongannya (16):
a.

Antimetabolit
Antimetabolit adalah persenyawaan yang mempunyai struktur hampir
sama dengan substrat suatu enzim, sehingga antimetabolit itu dapat bereaksi
dengan enzim tersebut. Kompleks enzim-antimetabolit itu menyebabkan
enzim tidak menjalankan fungsinya yang normal. Antimetabolit itu disebut
juga sebagai antagonis metabolik. Antimetabolit yang dipakai sebagai obat
kanker adalah antimetabolit yang menghambat pekerjaan enzim-enzim yang
mempunyai peranan dalam pembentukan (biosintesa) DNA dan RNA.

Dengan demikian sel itu tidak dapat berkembang biak dan berfungsi normal,
sehingga sel-sel itu akhirnya mati. Diantara antimetabolit yang dipakai
adalah:

6-mercaptopurine,

6-thioguanine,

metrotraxate,

5-fluorouracil,

hydroxyurea dan arabinosylcytosine.


b.

Antibiotika
Antibiotika ialah persenyawaan yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme atau sel. Caranya ialah dengan mengikat kepada DNA,
sehingga DNA itu tidak dapatberfungsi untuk membuat RNA. Tanpa produksi
RNA, maka sintesa protein/enzim tidak dapat terjadi. Antibiotika yang dipakai
sebagai

obat

kanker

diantaranya

ialah:

adriamycin,

dactinomycin,

daunorubicin, mythramycin dan bleomycin.


c.

Persenyawaan steroid
Pemberian

hormon

steroid

dalam

dosis

yang

tidak

fisiologis

menimbulkan ketidak-seimbangan hormonhormon didalam badan. Ternyata


hal

ini

dapat

mempengaruhi

pertumbuhan

sel-sel

kanker.

dalam

jaringanjaringan yang peka kepada hormon. Mekanisme kerja hormon itu


uniuk mempengaruhi pertumbuhan selsel belumlah jelas . Ada yang
berpendapat bahwa pengaruh hormon itu pada membran sel yang
mempunyai receptor-receptor untuk stimulasi pertumbuhan. Hormon-hormon
yang dipakai dalam pengobatan kanker ialah: androgen (testosteron
propionat, fluoxymesterone), estrogen (diethylstilbestrol, ethynil estradiol),
progestin

(hydroxyprogesteron

caproate,

6-methylhydroxyprogesteron),

persenyawaan

adrenal

cortex

(cortisone

acetate,

prednisone,

dexamethasone, methylprednisolone, hydrocortisone).


d.

Zat Pengalkil (alkylating agents)


Zat pengalkil mempunyai gugus alkil yang dapat menggantikan tempat
atom H pada suatu molekul atau gugus alkil itu dapat ditambahkan kepada
suatu atom dalam keadaan valensi rendah misalnya amine tertiair dengan
gugus alkil menjadi amine quartenair. Bila zat pengalkil itu bereaksi dengan
DNA, maka struktur DNA itu akan berubah, sehingga fungsinya akan
terganggu. lnilah dasar kerja biokimia dari zat-zat pengalkil yang dipakai
sebagai obat kanker. Diantaranya adalah: Methylbis ( chlorethyl) Amine
HCI

(Mustargen),

Chlorambucil

(Leukeran),

Melphalan

(Alkeran),

Cyclophosphamide (Endoxan, Cytoxan), Triethylenethiophosphamide (TSPA,


Thio-TEPA) dan Bussulfan (Myleran).
e.

Inhibitor Mikrotubulus
Gelendong mitotik merupakan bagian tulang rangka intraseluler yang
lebih besar (sitoskeleton) yang perlu untuk gerakan internal dalam sitoplasma
sel-sel eukariotik. Gelendong ini terdiri dari kromatin dan suatu sistim
mikrotubulus dari tubulin protein. Gelendong mitotik perlu untuk pembelahan
DNA menjadi dua sel anak yang dibentuk ketika sel eukariotik membelah.
Uji sitotoksik adalah uji toksisitas secara in vitro menggunakan kultur
sel yang digunakan untuk mendeteksi adanya aktivitas antineoplastik dari
suatu senyawa. Penggunaan uji sitotoksisitas pada kultur sel merupakan

salah satu cara penetapan in vitro untuk mendapatkan obat-obat sitotoksik.


Sistem ini merupakan uji kuantitatif dengan cara menetepkan kematian sel
(17).
Parameter yang digunakan untuk uji sitotoksik yaitu nilai IC50. Nilai IC50
menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel
sebesar 50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap
sel. Nilai ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika
sel. Nilai IC50 dapat menunjukkan potensi suatu senyawa sebagai sitotoksik.
Semakin besar harga IC50 maka senyawa tersebut semakin tidak toksik. Akhir
dari uji sitotoksisitas pada organ target memberikan informasi langsung
tentang perubahan yang terjadi pada fungsi sel secara spesifik (17).
Dua metode umum yang digunakan untuk uji sitotoksik adalah metode
perhitungan langsung (direct counting) dengan menggunakan biru tripan
(trypan blue) dan metode MTT assay. Uji MTT assay merupakan salah satu
metode yang digunakan dalam uji sitotoksik. Metode ini merupakan metode
kolorimetrik, dimana pereaksi MTT ini merupakan garam tetrazolium yang
dapat dipecah menjadi kristal formazan oleh sistem suksinat tetrazolium
reduktase yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria yang aktif
pada sel yang masih hidup. Kristal formazan ini memberi warna ungu yang
dapat dibaca absorbansinya dengan menggunakan ELISA reader (17)
Uji sitotoksik digunakan untuk menentukan parameter nilai IC50. Nilai
IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan penghambatan

proliferasi sel sebesar 50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu


senyawa terhadap sel. Nilai ini merupakan patokan untuk melakukan uji
pengamatan kinetika sel (17).
Echinodea atau bulu babi tubuhnya dipenuhi duri tajam durk yang
tersusun oleh zat kapur. Jenis hewan ini biasanya hidup di selah-selah pasir
atau bebatuan, sekitar pantai/ didasar laut. Tubuhnya tanpa lengan,hampir
bulat atau gepeng. Bulu babi merupakan salah satu jenis komoditas perairan
yang gonadnya dimanfaatkan sumber pangan potensial. Buluu babi termasuk
fiul Echidermata, bentuk dasar tubuh segi lima, mempunyai lima pasang garis
tabung dan duri ranjang yang dapat digerakkan. Cangkang luarnya tipis dan
tersusun dari lempeng-lempeng satu sama lain.

II.2

Uraian Bahan

1.

Air suling (18)


Nama resmi

: Aqua Destillata

Sinonim

: Air suling, Aquadest

RM/BM

: H2O/18,02

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak


mempunyai bau.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan
2.

: Pelarut

Etil asetat ( 18)


Nama Lain

: Etil asetat

RM

: CH3CO.O.C2H5

Pemerian

: Cairan, tidak berwarna, bau khas

Kelarutan

: Larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur dengan


etanol (95%)P dan dengan eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


Kegunaan
3.

: Sebagai eluen dan larutan partisi

Metanol (18)
Nama Resmi : Metanol
Nama Lain

: Metanol

RM

: CH3OH

Pemerian

: Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas

Kelarutan

: Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan


jernih tidak berwarna

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


Kegunaan
4.

: Sebagai larutan penyari

Asam Sulfat (18)


Nama resmi

: Acidum sulfuricum

Sinonim

: Asam sulfat

RM/BM

: H2SO4 /98,07

Pemerian

: Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna,


jika ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas.

Kegunaan

: Sebagai reagen semprot

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


5.

Heksan (18)
Nama resmi

: Heksana

RM

: C6H14

Pemerian

: Cairan

tidak

berwarna,

jernih,

stabil,

mudah

terbakar.
Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air dan etanol 95% P, sukar


larut dalam eter P.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan

: Sebagai pelarut atau eluen.

6. Kloroform (18)
Nama Resmi

: Chloroformum

RM

: CHCl3

Pemerian

: Cair, mudah menguap, tidak berwarna, bau khas,


rasa manis dan membakar.

Kelarutan

: Larut dalam kurang lebih 200 bagian air, mudah


larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam
sebagian besar pelarut organik, dalam minyak
atsirih dan dalam minyak lemak.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca,


terlindung dari cahaya.

BAB III
METODE KERJA

III.1

Alat dan Bahan

III.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah pisau, talenan,
toples, dan timbangan kasar, kolom konvensional, gelas masir, pompa
vakum, botol coklat, vial, mangkok, statif, klem, erlenmeyer vakum, corong,
dan pipet tetes. batang pengaduk, cawan porselin, erlenmeyer, penangas air,
tabung reaksi, termometer, vial, waterbath. chamber, labu erlenmeyer, lampu
UV 254nm dan 366nm, oven, pelat kaca ukuran 20x20 cm, pipa kapiler, pipet
skala, pipet tetes, serta vial. aerator, lampu pijar, mikropipet dan wadah
penetas.
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah sampel
Acanthostrongylophora ingens air mengalir, dan metanol heksan, etil asetat,
kertas saring, ekstrak tidak larut etil asetat, kapas, silika kasar, dan silika
halus. air suling, alumunium foil, heksan, metanol p.a, kloroform p.a, sampel
Acanthostrongylophora ingens fraksi 1 ekstrak larut heksan, serta silika gel
PF254. aluminium foil, isolat A.ingens, kertas saring, metanol p.a. air laut,
aquadest, kloroform, , dan ekstrak metanol A.ingens, tip , kertas saring,
antibakteri.

III.2

Cara Kerja

III.2.1 Penyiapan Sampel


Disiapkan alat dan bahan. Dilakukan sortasi basah pada sampel
Aaptos sp, kemudian sampel tersebut dicuci dengan air mengalir hingga 2-3
kali pencucian. Dirajang sampel Aaptos sp dengan ukuran tertentu dan
dibersihkan lagi kotoran yang masih menempel, kemudian ditimbang dan
sampel siap di maserasi
III.2.2 Kromatografi Kolom dan Kromatografi cair vakum
1. Kromatografi Kolom Konvensional
Disiapkan alat dan bahan. Disiapkan statif dan klem dan dipasangkan
pipa kolom pada statif dan klem. Dimasukkan silika yang telah
disuspensikan, dengan cara 10 gram silica dicampurkan dengan heksan
100 %. Dimasukkan ekstrak Aapthos sp. sebanyak 1,18 g yang telah
diserbukkan dengan cara digerus dengan silika halus sedikit demi sedikit
hingga menjadi serbuk dan homogen, kemudian diatasnya dimasukkan
kertas saring yang telah disesuaikan ukurannya dengan ukuran kolom.
Dimasukkan eluen atau campuran eluen dari yang kurang polar hingga
yang polar. Dibuka kerannya dan ditampung hasilnya.
2. Kromatografi Kolom Vakum
Disiapkan alat dan bahan. Ditimbang silika halus sebanyak 20 gram untuk 2
gram sampel. Dimasukkan silika halus ke gelas masir, kemudian diratakan dan
dimampatkan, dan diatasnya dimasukkan ekstrak yang telah diserbukkan

seperti pada kromatografi kolom. Diberi kertas saring yang telah disesuaikan
ukurannya dengan gelas masir diatas sampel, Dimasukkan eluen heksan:etil
asetat = 10:1, dan tunggu hingga semua terbasahi, dan dinyalakan pompa
vakum. Dimasukkan eluen atau campuran eluen berikutnya dari yang kurang
polar hingga yang polar. Ditampung hasilnya pada mangkok.
III.2.3 Kromatograpi Lapis Tipis (KLTP)
a.

Pembuatan Lempeng KLTP

1.

Alat dan bahan disiapkan.

2. Silika gel ditimbang sebanyak 25 g dan masukkan pada erlenmeyer


bersumbat kaca.
3. Aquadest ditambahkan 70 ml (dua kali bobot silika) kemudian kocok
kuat- kuat.
4. Dibebas lemakkan pelat kaca 20x20 dengan menggunakan metanol.
5. Dituangkan suspensi silika ke pelat KLTP dan ratakan silika yang
tertuang hingga terbentuk pelat KLTP yang baik.
6. Pelat KLTP yang sudah jadi tadi dikeringkan pada permukaan yang
datar.
7. Pelat KLTP diaktifkan pada oven 105 -1100C selama 2-3 jam.
b. Isolasi Sampel
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Sampel dilarutkan dengan methanol hingga diperoleh kepekatan yang
sesuai.

3. Sampel ditotolkan pada pelat KLTP dengan menggunakan pipa kapiler


secara kontinyu hingga membentuk pita.
4. Hasil totolan dikeringkan.
5. Eluen etil asetat : Heksan (4:1) dimasukkan ke dalam chamber
sebanyak 20 ml dimana etil asetat sebanyak 16 ml dan heksan
sebanyak 4 ml lalu jenuhkan chamber.
6. Pelat KLTP dielusi hingga terelusi sempurna kemudian angkat dan
keringkan.
7. Pada lampu UV 366 nm dan 254 nm diamati.
8. Pita-pita pemisahan yang muncul pada UV 254nm dan 366nm
ditandai.
9. H2SO4 disemprotkan lalu panaskan pada oven.
10. Daerah positif oleh reaksi H2SO4 ditandai dan kerok pitanya
menggunakan sendok besi.
11. Serbuk hasil kerukan lempeng pelat KLTP yang positif dikeruk.
12. Dilarutkan dengan Metanol p.a : Kloroform p.a (1:1)
13. Sampel yang telah dilarutkan selanjutnya disentrifuge dan diambil
filtratnya.
III.2.4 KLT 2 DIMENSI
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Chamber dijenuhkan dengan menggunakan eluen pertama yaitu
heksan : etil (1:4)

3. Isolat ditotolkan pada salah satu sisi lempeng dengan ukuran 10x10
cm
4. Lempeng kemudian dimasukkan ke dalam chamber dibiarkan terelusi
sempurna, kemudian diangkat dan dikeringkan.
5. Lempeng diputar 900C kemudian dimasukkan kembali kedalam
chamber yang berisi eluen Chloroform : Etil asetat (3:1)
6. Lempeng dibiarkan terelusi sempurna kemudian diangkat dan
dikeringkan kembali
7. Noda yang terbentuk diamati pada UV 254nm dan 366nm kemudian
disemprot dengan H2SO4
III.2.5 Pemurnian
Dibuat

rangkaian

kolom

yang

akan

digunakan.Kemudian

silika

dimasukkan ke dalam rangkaian kolom tersebut sedikit demi sedikit,setelah


itu diikuti dengan penambahan kloroform dan dilakukan pemampatan
terhadap silika di dalam kolom dengan cara mengetuk dinding kolom.Setelah
silika benar-benar mampat,suspensi isolat dimasukkan ke dalam kolom
sedikit demi sedikit dan diiringi dengan penambahan kloroform sampai tanda
batas

yang

ada.Ditampung

hasilnya

pada

vial

yang

telah

ditarer

sebelumnya,perlakuan dilakukan secara berkesinambungan hingga semua


isolat terencerkan oleh kloroform.Kemudian hasilnya diuapkan dan dilakukan
penghitungan kadar.

III.2.6 Uji Antimitosis


III.2.6.1 Penyiapan sel telur & sperma bulu babi
Bulu babi jantan dan bulu babi betina diinduksi dengan menyuntikkan
1 ml KCl 10 % ke

dalam bagian gonad. Sperma yang berwarna putih susu

dan sel telur yang berwarna kuning keemasan ditampung pada gelas kimia
yang berbeda. Setelah itu dimasukkan kedalam lemari pendingin. Fertilisasi
dilakukan dengan cara 1 ml sperma dan 4 ml sel telur diletakkan dalam gelas
kimia yang berisi 10 ml air laut bebas protozoa.
III.2.6.2 Pelaksanaan Uji
Masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg kemudian disuspensikan
dengan air sebanyak 10 ml sehingga diperoleh konsentrasi 1000 g/ml
sebagai stok. Kemudian dari stok dipipet 1, 10, 100 l kedalam tabung
efendrof yang masing-masing telah berisi air laut bebas protozoa lalu
ditambahkan zigot yang diperoleh selama 110 menit, terjadinya filtrasi selama
100 l untuk mendapatkan konsentrasi 1, 10 dan 100 g/ml. Kontrol negative
yaitu kontrol menggunakan metanol : kloroform ( 1 : 1) konsentrasi 100 g/ml.
Selanjutnya disimpan pada suhu 15-20oC dengan diselingi pengocokan.
Pengamatan sel yang membelah dilakukan setelah 2 jam inkubasi dengan
menghitung jumlah sel yang terhambat pembelahannya dan akan dihitung
sebagai IC50.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.I Data Pengamatan
IV.1.1 Penyiapan Sampel
1. Data Pengamatan
No

Nama Sampel

Bobot Basah

Pelarut

Sponges A.

500 g

Metanol 2

ingens

Ekstrak yang
di peroleh

5 gram

Liter

2. Gambar

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Sampel Acanthostrongylopora ingens

Perajangan sampel

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Penimbangan Sampel

Maserasi

IV.1.2 Kromatografi Cair Vakum (KCV)


a. Data Pengamatan
No

Eluen

Jumlah (ml)

Heksan 100%

50

hexan:etil asetat=20:1

50

heksan:etil asetat=10:1

50

heksan:etil asetat = 1:1

50

heksan:etil asetat = 1:10

50

heksan:etil asetat = 1:20

50

etil asetat 100%

50

Etil asetat:metanol= 1:1

50

Metanol 100%

50

b. Gambar Percobaan
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Heksan 100%

Heksan:eti (20:1)

Heksan:etil (10:1)

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Heksan:etil (1:1)

Heksan:etil (1:10)

Heksan:etil (1:20)

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

etil asetat 100%

Etil:metanol= 1:1

Metanol 100%

IV.1.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)


a. Data Percobaan

Pita

UV 254nm

UV 366nm

H2SO4

1 (lempeng 1)

2 (lempeng 1)

b. Gambar percobaan
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

254 nm pita
Keterangan: 1UV: Noda/
Eluen Heksan: Etil (1:4)

Keterangan : 1. Pita
2 Lempeng

UV 366 nm
Eluen Heksan: Etil (1:4)

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

3
2
H2SO4
Eluen Heksan: Etil (1:4)

Daerah Pengerukan
Eluen Heksan: Etil (1:4)

Keterangan: 1 : Noda/ Pita, 2 : Lempeng, 3 : Daerah Pengerukan


IV.1.4 KLT 2 Dimensi
a. Gambar Percobaan
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

UV 254 nm
Eluen Heksan: Etil (1:4) & Chloroform :
Etil asetat (3:1)

UV 366 nm
Eluen Heksan: Etil (1:4) & Chloroform :
Etil asetat (3:1)

LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

H2SO4
Eluen Heksan: Etil (1:4) & Chloroform :
Etil asetat (3:1)

IV.1.5 Uji Antimitosis


a. TabelPengamatan
Konsentrasi
(ppm )

10

100

1000

Log

Jumlah sel yang

Total Sel

tidak membelah

Total

17

121

18

148

11

156

23

72

14

79

15

74

51

57

43

50

101

113

% Probit

Nilai
probit

10,82

3,761

23,10

4,263

88,64

6,212

Data kontrol negatif menggunakan kloroform : metanol pa ( 1 : 1 )

Jumlah sel yang tidak


Konsentrasi

Jumlah sel total


membelah

( ppm )
10

110

100

76

1000

54

b. Perhitungan
% Probit 1 =
=
= 10,82%
% Probit 2 =
=
= 23,10 %
% Probit 3 =
=
= 88,64 %
)

Nilai Probit 10,82 =


=
=

= 3,761
)

Nilai Probit 23,10 =


)

=
=
= 4,263

Nilai Probit 88,64 =


)

=
=
= 6,212
Nilai a = 2,294 , b = 1,2255
Persamaan linear y = a + bx

y = 2,294 + 1,2255 x
5 = 2,294 + 1,2255 x
X = 2,208
IC50 = 161,46

c. Gambar Percobaan
LABORATORIUM

LABORATORIUM

FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

Penampakan bagian atas dari bulu

Proses penampungan sel ovum setelah

babi

dilakukan proses penyuntikkan

LABORATORIUM

LABORATORIUM

FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

Proses penampungan sel sperma dari

Proses Penampungan sel telur dari bulu babi

bulu babi jantan

betina pada wadah yang berisi air laut bebas


protozoa

BAB V
PEMBAHASAN
Spons laut sebagai salah satu sumber senyawa- senyawa baru yang
telah

diketahui menghasilkan

produk-

produk

biosintesis

lebih

luas

dibandingkan invertebrata laut lainnya. Berbagai penelitian spons telah


menghasilkan senyawa- senyawa baru dengan struktur unik dan memiliki
aktivitas farmakologis. Maka pada percobaan penyiapan sampel kali ini,
digunakan sampel berupa bahan dari laut yaitu spons.
Mula-mula dilakukan pengambilan sampel spons yang diperoleh dari
perairan

Sulawesi

Selatan.

Kemudian

sampel

Acanthostrongylophora

ingensdisortasi basah dengan tujuan menghilangkan kotoran atau bahanbahan asing. Lalu dilakukan pencucian dengan air mengalir untuk
meghilangkan kotoran yang melekat pada sampel dan air mengalir agar
kotoran- kotoran yang melekat benar- benar hilang.Selanjutnya sampel
dirajang dengan ukuran tertentu. Setelah itu dilakukan sortasi kering sampel
dengan memisahkan adanya bahan pengotor yang mungkin masih tertinggal.
Hal yang harus diperhatikan dalam mengerjakan sampel laut yaitu
sampel laut tidak boleh terlalu lama dalam lingkungan kering karena akan
terjadi pembusukan. Jika belum akan dikerjakan sebaiknya sampel laut
dimasukkan ke dalam toolbox yang berisi es batu atau dalam lemari
pendingin.

Metode penghilangan garam yang dapat dilakukan antara lain :


a)

Pencucian dengan air

b)

Pengendapan garam dengan metanol

c)

Penyaringan garam

Spons adalah salah satu biota laut yang menghasilkan senyawa


bioaktif.Senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh spons laut telah banyak
diketahui manfaatnya. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai
antibakteri, antijamur, antitumor, antivirus, antifouling dan menghambat
aktivitas enzim.
Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis: Discodermia
kiiensis, Cliona celata, lanthella basta, lanlhellcr ardis, Psammaplysila
purpurea, .4gelas sceptrum, Phakelia .flabellata. Senyawa antijamur telah
diisolasi darispons laut jenis: Jaspis sp, Jaspis johnstoni, Geodia sp.
Senyawa anti tumor/antikanker telah diisolasi dari spons laut jenis: Aplysina
fistularis, A. Aerophoba.Senyawa antivirus telah diisolasi dari spons laut jenis:
Cryptotethya crypta, Ircinia variabilis. Senyawa sitotoksik diisolasi dari spons
laut jenis: Axinella cannabina, Epipolasis kuslumotoensis, Spongia officinalis,
Igernella notabilis, Tedania ignis, Axinella verrucosa, Ircinia sp. Senyawa
antienzim tertentu telah diisolasi darispons laut jenis: Psammaplysilla purea
(Ireland et.al.,1989; Munro et.al. (1989).

Protesase

adalah

enzim

yang

menghindrolisis

ikatan

peptida

padaprotein. Sering kali protease dibedakan menjadi proteinase dan


peptidase.
Proteinase mengkatalisis hidrolisis molekul protein menjadi fragmenfragmenbesar,

sedangkan

peptidase

mengkatalisis

hidrolisis

fragmen

polipeptida menjadi asam amino. Protease memegang peranan utama di


dalam banyak fungsi hayati, mulai dari tingkat sel, organ, sampai organisme,
yaitu dalam melangsung reaksi metabolisme, fungsi regulasi dan reaksireaksi yang menghasilkan sistem berantai untuk menjaga keadaan normal
homeostatis, maupun kondisi patofisiologis abnormal, serta proses kematian
secara terencana.
Kunitz

dan

Northrop

(1936)

pertama

kali

mengisolasi

dan

mengkristalisasiinhibitor kallikrein- tripsin. Sejak saat itu, berbagai penelitian


menunjukkan bahwa inhibitor protease tersebar luas di alam, dan terdapat
dalam berbagai bentuk pada sejumlah binatang dan sel tumbuhan, fungi,
actiniomycetes,

dan

hanya

diketahui

beberapa

bakteri

saja

yang

memproduksi inhibitor. Aktivitas biologis dari komponen bioaktif sponde


sangat beragam-, seperti cytotoxic, antibiotik, anti tumor, antifungal, antiviral
dan inhibitor enzim merupakan komponen yang paling umum ditemukan.
Kimura et al. (1998) mengisolasi garam 1 Methyherbipoline
dariHalisulfate- 1 dan Suvanin sebagai inhibitor protease serin dari sponge
jenis Coscinoderma mathewsi. Komponen bioaktif alami yang merupakan

peptida makrosiklik berhasil diisolasi dari spons jenis Theonella swinhoei


yang berasal dari perairan Jepang. Komponen ini dikenal denagn nama
Cyclotheonamida A dabn B yang menunjukkan aktivitas penghambatan
terhadap serin protease seperti thrombin dan mempunyai dua bentuk utama
yaitu

cyclothonamida

(C36H45N9O81)

serta

cyclotheonamida

(C34H47N9O8) yang mengandung vinylogous tyrosine (V-Tyr) dan alpa


ketoarginin residu yang merupakan jenis asam amino yang belum diketahui
secara pasti di alam. OKeefe et al. (1998) berhasil mengisolasi Adociavirin
dari sponge Adocia sp, ekstrak yang dilarutkan dalam air destilasi potensial
sebagai antisitopatik dalam sel CEM-SS yang terinfeksi oleh HIV-1.
Pemurnian protein aktif yang diberi nama adociavirin menggunkan isoelectric
focusing, asam amino analisis, Maldi-Tof mass spectrometry dan N- terminal
sequencing. Sponge Adocia spyang disolasi komponen adociavirin berasal
dari perairan Bay, New Zealand.Matsunaga (1998) yang berasal dari jepang
berhasil mengisolasi senyawa 1- asam carboxymethylnicotinic dari sponge
Antosigmella raromicroscera yang dipergunakan sebagai sistein inhibitor
protease.
Spons

laut

menghasilkan

ekstrak

kasar

dan

fraksi

yang

bersifatantibakteri, antijamur, antibiofouling dan ichtyotoksik. Bioaktifitas


antibakteri ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa jenis, seperti:
Halichondriasp, Callyspongia pseudoreticulata, Callyspongia sp dan Auletta
sp (Suryati et, al.,1996). Beberapa spons yang belum diketahui jenisnya,

yang aktif terhadap bakteri Staphylococcus aures, Bacillussubtilis dan Vibrio


cholerae Eltor (Rachmaniar, 1996).
Bioaktifitas antijamur ekstrak kasar spons laut terdapat pada beberapa
jenis, seperti: Auletta spp., yang aktif terhadap jamur Aspergillus fumigatus,
Clathria spp., yang aktif terhadap Aspergillus spp., Aspergillus fumigatus dan
Fusarium spp., Theonella cylindrica, yang aktif terhadap Aspergillus spp.,
Aspergillus fumigatus dan Fusarium spp dan Fusarium solani (Muliani et, all.,
1998)
Bioaktifitas antibiofouling ekstrak kasar spons laut terdapat pada
beberapa jenis, seperti: Asterospus sarasinorum, Callyspongia sp., Clathria
sp., Clathria jaspis, yang keaktifannya tinggi terhadap teritip (Balanus
amphirit) ;Echynodicum sp., Gelliodes sp., Pericarax sp., Xestopongia sp.,
yangkeaktifannya rendah terhadap teritip (Balanus amphirit) (Suryati et, all.,
1999).
Bioaktivitas ichtyotoksik ekstrak kasar spons laut terdapat pada
beberapajenis,

seperti:

Auletta

spp,

Callyspongia

sp,

Callyspongia

pseudoreticulata, yangtoksik terhadap nener bandeng (Chanos chanos)


(Parenrengi et, al., 1999).
Pada kromatografi vakum cair, dilakukan pemisahan komponen
senyawa dengan menggunakan kromatografi kolom vakum. Mula-mula
disiapkan alat dan bahan. Ditimbang silika halus dengan perbandingan
silika:sampel 10:1, jadi digunakan sebanyak 11,8 gram untuk 1,18 gram

sampel. Dimasukkan silika halus ke gelas masir, kemudian diratakan dan


dimampatkan untuk mencegah terjadinya silika yang retak, dan diatasnya
dimasukkan ekstrak yang telah diserbukkan dengan silika halus. Diberi kertas
saring yang telah disesuaikan ukurannya dengan gelas masir diatas sampel
agar sampel tidak tercecer pada saat dielusi, Dimasukkan eluen yang paling
non polar, dan tunggu hingga semua terbasahi, dan dinyalakan pompa
vakum. Dimasukkan eluen atau campuran eluen berikutnya dari yang kurang
polar hingga yang polar. Ditampung hasilnya pada mangkok.
Eluen yang dipakai adalah heksan 100%, hexan:etil asetat = 20:1,
hexan:etil asetat= 10:1, hexan:etil asetat= 1:1, hexan:etil asetat= 1:10,
hexan:etil asetat= 1:20, etil asetat 100%, etil asetat:metanoil= 1:1, Metanol
100%. masing-masing sebanyak 50 ml. Hasil partisi yang tertampung adalah
9 mangkok dengan berbagai variasi warna yaitu bening, kehijauan, kuning,
dan jingga.
Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan yang paling murah dan memakai peralatan yang paling dasar.
Proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya
partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang bergerak
mengikuti kepolaran eluen.
Mula-mula dibuat pelat KLTP dengan cara disiapkan alat dan bahan.
Kemudian silika gel ditimbang 25 g dan masukkan pada labu erlenmeyer
bersumbat kaca. Lalu ditambahkan aquadest sebanyak 70 ml (dua kali

bobot silika) dan kocok kuat- kuat. Kemudian, dibebas lemakkan pelat KLTP
20x20 dengan menggunakan methanol, karena lemak dapat larut dengan
methanol dan agar tidak adanya kotoran yang bisa saja mengganggu saat
proses pengelusian dilakukan. Selanjutnya, dituangkan suspensi silika tadi ke
pelat KLTP. Lalu, diratakan silika yang tertuang dengan menggunakan
batang pengaduk hingga terbentuk pelat KLTP yang baik. Dikeringkan pelat
KLTP yang sudah jadi tadi pada permukaan yang datar. Setelah itu diaktifkan
pelat KLTP di oven 1050-1100C selama 2-3 jam.
Setelah pelat KLTP telah siap maka dilarutkan sampel dengan
metanol. Lalu, ditotolkan sampel pada pelat KLTP dengan menggunakan
pipa kapiler secara kontinyu hingga membentuk pita. Selanjutnya, dibuat
eluen etil : heksan (4:1) lalu dijenuhkan chamber dengan eluen tersebut.
Dielusi pelat KLTP tadi hingga terelusi sempurna kemudian angkat dan
keringkan. dan diamati pada lampu UV 366nm dan UV 254 nm dan tandai
pita-pita pemisahan yang muncul. Selanjutnya disemprot dengan H2SO4,lalu
dipanaskan. Ditandai daerah yang positif dan kerok pitanya menggunakan
sendok besi. Hasil kerukan tadi ditampung dalam suatu wadah.
Selanjutnya dilakukan proses pemisahan dengan bantuan sentrifuge,
dimana silika yang telah dikerok dilarutkan terlebih dahulu dengan methanol
dan chloroforom (1:1). Lalu diambil filtratnya kemudian di tampung di vial,
selanjutnya ditotolkan di lempeng KLT 2 dimensi.

Untuk memastikan noda yang nampak adalah noda tunggal, maka


sebaiknya dilakukan penotolan terlebih dahulu terhadap masing-masing pita
pada lempeng KLT biasa kemudian dilakukan kembali pendeteksian noda di
UV 254nm, UV 366nm dan H2SO4. Apabila masih terdapat noda yang
terpisah, maka sebaiknya noda yang terpisah tersebut di KLTP ulang
kemudian dikerok lalu ditotol kembali di lempeng KLT biasa. Jika masih
terdapat noda yang terpisah, maka dilakukan kembali KLTP dan seterusnya
hingga didapatkan noda tunggal.
Hasil pita yang bergelombang disebabkan bisa saja karena penotolan
yang kurang baik, dimana totolan yang bergelombang atau tidak lurus akan
menyebabkan hasil pita yang tidak rata juga. Selain itu mungkin saja
disebabkan oleh lempeng yang tidak rata atau pelat KLTP yang berlubang.
proses lanjutan dari rangkaian isolat senyawa bioaktif dari sampel laut
Sponge untuk menguji kemurnian dari hasil isolat yang diperoleh dari KLTP.
Untuk mendapatkan isolat dari hasil KLTP,hasil penampungan pita
yang sudah dikerok harus disentrifuge dengan menggunakan metanol PA
dan kloroform PA. Alasan digunakan metanol dan kloroform pro analys
karena yang akan diisolasi merupakan senyawa murni yang mengharuskan
digunakan pelarut yang murni tanpa campuran dan bahan pengotor maupun
dengan pengenceran dengan bahan lain.
Lalu smapel yang sudah dicampurkan dengan pelarut metanol PA dan
kloroform PA ( 1 : 1 ) disentrifuge selama 15 menit dengan kecepata 3000

rpm kemudian diambil supernatannya dan diuapkan atau bisa juga langsung
ditotolkan pada lempeng berukuran 7,5 cm dan 7,5 cm. Dielusi dengan eluen
pertama dari pencampuran etil asetat : metanol ( 2 : 1 ), lalu dielusi.
Kemudian diangkat dan dikeringkan dan dilihat penampakannya
dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Dimasukkan lagi ke eluen ke-2 yakni
heksan dengan diputar 90o C dari posisi awal dan dielusi sampai batas atas
dan diangkat lalu dikeringkan.Setelah itu diamati lagi dibawah sinar UV 254
nm dan 366 nm.
Digunakan kedua eluen yang perbedaan tingkat kepolarannya
berbeda sedikit ini aggar bisa dilihat pergerakan noda atau hasil
elusinya,apakah noda yang ingin dibuktikan tunggal atau bisa dilihat
kenaikannya sedikit demi sedikit sehingga jelas hasilnya karena dipilih eluen
yang bersifat polar ke nonpolar.Eluen yang dipilih tidak boleh memiliki
perbedaan tingkat kepolaran yang jauh apalagi jika eluen kedua melebihi
kepolaran dari eluen yang digunakan pada KLTP.
Keuntungan dari KLT 2 dimensi yakni, murah dan sering digunakan
dapat memisahkan analit dengan polaritas yang berbeda. Namun,disamping
itu memiliki kekurangan

yaitu dalam sekali pengerjaannya hanya dapat

dilakukan untuk satu kali senyawa tunggal.


selanjutnya dilakukan proses lanjutan dari isolasi senyawa murni yaitu
dengan pemurnian dari hasil isolat dari KLTP. Pemurnian ini dilakukan agar

isolat yang diperoleh merupakan isolat yang benar-benar murni bebas dari
cemaran sehingga alat dan bahan yang digunakan harus bersih dan murni.
Dalam pengerjaan yang kami lakukan di laboratorium sampel isolat
yang berasal dari hasil KLTP yang sudah diuapkan diencerkan dengan
kloroform.Dalam percobaan kali ini digunakan silika gel 60 ( 0,040 0,063 )
dan pipet yang panjang sebagai alat kolomnya.
Setelah dirangkaikan alat kolom konvensionalnya maka dilakukan
proses pemurnian dimana fase geraknya terlebih dahulu dialirkan ke dalam
alat kolom lalu diikuti dengan memasukkan sampel isolat yang sudah
disuspensikan dengan kloroform PA sedikit demi sedikit lalu dimasukkan lagi
pelarutnya

sampai

batas

tertentu.Dilakukan

perlakuan

yang

berkesinambungan sampai ekstrak isolat diperkirakan habis.Hasil yang


diperoleh ditampung pada vial yang sebelumnya telah ditarer dan diuapkan
pada tempat dingin.
Dari hasil penguapan diperoleh bobot pemurnian seberat 0,02999
gram dengan persentase rendamen 0,67 %.Hasil yang diperoleh ini tidak
wajar karena seharusnya bobot yang diperoleh lebih kecil dari 0,02999
gram.Hal ini disebabkan karena kemungkinan silika ikut dalam proses
pemurniannya, sehingga bobot yang diperoleh tidak sesuai.

Dalam pengerjaan proses pemurnian ini terjadi kesalahan yang sangat


fatal karena pelarut yang digunakan bukan pelarut pro- analys melainkan
kloroform biasa yang memiliki banyak pengotor sehingga hasil pemurnian
yang didapatkan tidak sesuai dengan semestinya.
Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan
pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk
menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di
jaringan yang bersebelahan (invasi) maupun dengan migrasi sel ke tempat
yang jauh (metastasis).
Uji sitotoksik digunakan untuk menentukan parameter IC 50. Nilai IC50
menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliperasi sel
50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai
ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika sel. Nilai
IC50 yang menunjukkan potensi suatu senyawa sebagai sitostatik. Semakin
besar harga IC50 maka senyawa tersebut semakin tidak toksik dan semakin
toksik suatu senyawa, akan semakin berpotensi sebagai antimitosis terhadap
sel kanker.
Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah bulu babi dari
jenis Tripneustes gratilla linn yang dewasa dan diameter 7-9 cm. bulu babi
dipelihara dalam aquarium yang berisi air laut bersih yang dilengkapi dengan
aerator dan diadaptasi 24 jam.

Dalam percobaan kali ini digunakan tiga variasi konsentrasi yang


berbeda masing-masing konsentrasi 1g/ml, g/ml, dan 100 g/ml untuk
mengetahui uji sitotoksik dengan metode penghambatan mitosis sel telur bulu
babi (Tripeneustes gratilla Linn) yang ditimbulkan masing-masing konsentrasi
tersebut. Setelah itu, untuk melihat pada konsentrasi berapakah bulu babi
mengalami IC50.
Adapun faktor kesalahan dalam praktikum kali ini yaitu waktu pengambilan
bulu babi yang tidak tepat sehingga ovum atau sel telur yang diperoleh masih
belum matang.Selain itu,pada proses penginduksian KCl 10 % dilakukan
pada bagian bawah dari tubuh bulu babi sehingga selaput yang terdapat
pada bagian tersebut rusak dan terjadi perdarahan..

BAB VI
PENUTUP

V.1

Kesimpulan

1. Penyiapan

sampel

dilakukan

dengan

tahapan

sortasi

basah,

pencucian sampel, dan perajangan,.


2. Rendamen yang diperoleh dari ekstraksi dengan metode maserasi
adalah 1,51 %
3. Dari hasil kromatografi cair vakum yang dilakukan diperoleh 9 fraksi.
4. untuk sampel spons Acanthostrongylophora ingens fraksi 2 ekstrak
larut heksan dan etil asetat memiliki 2 pita hasil KLTP yang mana pita
1 berwarna pink dan pita 2 berwarna kuning.
5. Eluen yang digunakan pada KLT 2 dimensi yang pertama adalah etil
asetat : heksan ( 4 : 1 ) dan eluen kedua adalah etil asetat : kloroform
(1:3)
6. Setelah proses elusi dengan menggunakan 2 macam eluen diperoleh
penampakan noda berupa pita pada UV 254 nm dan 366 nm masingmasing sebanyak satu pita
7. Kristal yang diperoleh belum bisa dikatakan suatu senyawa murni
karena pada prosesnya terjadi kesalahan yakni menggunakan pelarut
kloroform biasa.

8. Pengujian aktifitas biologis senyawa hasil isolasi terhadap larva bulu


babi menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi termasuk senyawa
bioaktif dengan nilai IC50 adalah 161,46 g/ml.
V.2 Saran
Sebaiknya asisten selalu mendampingi praktikan pada setiap kegiatan
praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Penyusun.2011. jurnal Ilmiah Institut Pertanian Bogor (IPB). Live


journal.1-10
2. Meronda, G.Rahmah. 2008. Kromatografi, Makalah. Makassar : FFUH.
Dikutip dari Kromatografi Makalah journal.
3. Alam, Gemini, dkk. 2011. Penuntun Praktikum Isolasi Senyawa Bioaktif.
Makassar : FFUH
4. K.Hostettmann, M.Hostettman,dkk.1995.Cara Kromatografi Preparatif.
Bandung:ITB Press
5. Wiryawan,Adam.2010. Penentuan Kalium Secara Gravimetri:http://chemis-try.org/up-wented/uploads/2010/04/gambar-10
diakses 12 September 2011.
6. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : ITB Press
7. Roy J, Gritter,dkk.1991.Pengantar Kromatografi.Bandung:ITB Press
8. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
9. http://www.scribd.com/doc/23648388/24/III-6KLT-Dua-Dimensi-dan-MultiEluen. diakses tangga 18l , November, 2012.
10. Mondello,Luigi dkk.2002.KromatografiMulti Dimensi.England:John Wiley
dan Sons Ltd

11. Waksmundzka,Monika

et

al.2008.Thin

Layer

Crhomatography

in

Phytocemistry LLC:Taylor dan Francis Group.


12. Hartati, Indah.2010.Isolasi Alkaloid dari tepung Gadung dengan teknik
ekstraksi Berbentuk Gelombang Mikro. Semarang: Undip
13. Lodish.H.,dkk.2004.Moleculer

Cell

Biology,

th

ed.New

York:

WHFreeman
14. Nafrialdi,S gan.2007. Farmakologi dan Terapi edisi ke-5.Jakarta:Gaya
Baru
15. Sloane, ethel.2004.Anatomi dan Fisiologi. EGC: Jakarta
16. Mycek,

Mary

J.2001.Farmakologi

Ulasan

Bergambar.Wydia

Medika:Jakarta
17. Fresshney,R.I.1987.Animal cell Culture, A Practical approach. Ed. 1
st.IRL Press: Washington DC
18. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DepKes RI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai