FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
OLEH :
GOLONGAN SENIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki wilayah
laut sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut, Indonesia memiliki
sumber daya alam hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam
tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang
merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi
beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup
lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis
moluska, krustasea, sponge, alga, lamun dan biota lainnya.
Beberapa tahun terakhir ini peneliti kimia memperlihatkan perhatian
pada spons, karena keberadaan senyawa bahan alam yang dikandungnya.
Senyawa bahan alam ini banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan
harganya sangat mahal dalam katalog hasil laboratorium. Ekstrak metabolit
dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat
aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor, antivirus, anti HIV dan antiinflamasi,
antifungi, antileukimia, serta penghambat aktivitas enzim.
Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin meningkat,
terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa
bioaktif tertentu. Pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada
umumnya diambil secara langsung dari alam dan belum ada dari hasil
budidaya. Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan
dapat mengakibatkan penurunan populasi secara signifikan karena terjadi
tangkap lebih (overfishing), terutama pada jenis-jenis tertentu yang senyawa
bioaktifnya sudah diketahui aktifitas farmakologiknya dan sulit dibuat
sintesisnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemanfaatan yang
berkesinambungan,
kelestarian
sumber
daya
ini
perlu
dijaga
dan
murah, lebih mudah didapat, efek samping yang relatif kecil, dan dapat
diramu sendiri.
Penelitian untuk mendapatkan obat anti kanker antara lain dilakukan
dengan menggali senyawa-senyawa alam yang berasal dari tumbuhtumbuhan. Hal tersebut dikarenakan kecenderungan masyarakat untuk
kembali ke alam (back to nature) semakin tinggi dengan lebih memilih
menggunakan obat-obatan tradisional. Keanekaragaman hayati Indonesia
sangat berpotensi dalam penemuan senyawa baru yang berkhasiat sebagai
antikanker.
Kebanyakan kandungan kimia utama yang diisolasi dari tumbuhan
akhir-akhir ini aktifitas biologisnya belum terungkap karena belum diteliti.
Potensi ini perlu untuk didayagunakan untuk kemanusiaan dan juga untuk
menjaga kelestarian tumbuhan tersebut dengan menggali potensi bahan
alam untuk bahan obat, untuk mengontrol hama tumbuhan dan lain-lain.
Percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami efek
toksik dan tingkat keamanan Ekstrak Sponge dengan spesies A. Ingens
sebagai obat antikanker dengan menggunakan hewan uji Bulu babi
(Tripneustes gratilla Linn).
I.2
I.2.1
Maksud Percobaan
Mengetahui
dan
memahami
cara
isolasi
dari
sampel
spons
I.2.2
1.
Tujuan Percobaan
Mengetahui
dan
memahami
Acanthostrongylophora ingens
kemudian diekstraksi.
cara
penyiapan
sampel
spons
dari
bahan
alam
dengan
metode
kromatografi
kolom
isolasi
komponen
kimia
dari
sampel
spons
sampel
laut
Acanthostrongylophora
ingens
ndengan
I.3
Prinsip Percobaan
serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen- komponen kimia
yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap
adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen
bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga menyebabkan
pemisahan menggunakan lempeng kromatografi lapis tipis preparatif
berukuran 20x20 cm dengan ketebalan 0,5-2 mm dan sampel ditotolkan
berupa garis lurus pada salah satu sisi lempeng.
I.3.4 KLT 2 Dimensi
Pemisahan
komponen
kimia
atau
senyawa
dari
spons
I.3.5 Pemurnian
Pemurnian hasil isolasi sampel Acanthostrongylophora ingens dengan
menggunakan metode rekristalisasi, dimana sampel ditambahkan solven
yang mampu melarutkan pengotor dan tidak dapat melarutkan sampel
dan dipanaskan, sampel akan mengkristal sedangkan pengotor akan
larut dan untuk memisahkannya dilakukan penyaringan.
I.3.6 Anti Mitosis
Uji toksisitas sampel ekstrak sponge Acanthostrongylophora ingens
dengan menggunakan metode antimitosis untuk mengetahui IC 50 dari
sampel yang mampu menghambat pembelahan sel telur bulu babi
(Tripneustes gratilla Linn).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Teori Umum
Bioprospeksi didefinisikan sebagai pengambilan biota laut yang akan
Spons pada umumnya berwarna putih atau abu-abu, dan ada pula
yang berwarna kuning, jingga, merah, atau hijau. Spons yang berwarna hijau
biasanya disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut sebagai
spons
tersebut
sebagian
dipengaruhi
oleh
fotosintesis
terdapat kanal yang berfungsi sebagai tempat keluarnya air yang disebut
osculum dengan jumlah yang lebih sedikit daripada ostia. (1)
Kelas Demospongiae adalah kelompok spons yang paling dominan di
antara Porifera masa kini. Jenis ini tersebar luas di alam, serta jumlah jenis
maupun organismenya sangat banyak. Umumnya berbentuk masif dan
berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan
kamar-kamar yang mengandung cambuk kecil yang berbentuk bundar.
Spikulanya ada yang terdiri dari silikat dan ada beberapa spikulanya hanya
terdiri dari serat spongin, serat kolagen atau tanpa spikula yaitu terdapat
dalam famili Dictyoceratida, Dendroceratida, dan Verongida. (1)
Walaupun terlihat tidak memiliki pertahanan, spesies-spesies ini jarang
dimakan oleh beberapa jenis ikan dan kepiting. Kenyataan inilah yang
dijadikan
acuan
bahwa
spesies-spesies
tersebut
memiliki
semacam
mekanisme pertahanan diri (Castro & Huber 2007). Sebagian besar spons
laut yang bersifat sessile mengandung sistem imun yang primitif dan
menghasilkan senyawa kimia yang bersifat toksik sebagai bentuk pertahanan
dirinya. Beberapa senyawa ini memiliki aktivitas farmakologi karena interaksi
mereka dengan reseptor dan enzim yang spesifik.(1)
Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik
langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat
ialah : (1) Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan),
(2)Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus
basah dan cara kering. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam
kolom yang telah diberi kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
Sedangkan, cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan
cairan pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam
kolom melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga
masuk semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel
mampat, Setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas
adsorben kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terlebih
dahulu dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik.
Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding
kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur
tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar
ditampung sebagai fraksi-fraksi. (2)
Kromatografi Kolom Isap :
a. Suction Colomn
Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang banyak, berdasarkan
absorpsi dan partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan
dengan suatu pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen
kimia yang selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi.(2)
b. Rapid-Sigel
Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang sedikit berdasarkan
absorpsi dan partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan
dengan suatu pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen
kimia yang selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi.(2)
c. Press Colomn
Kromatografi kolom sederhana di mana fase gerak bergerak dengan
cepat karena penggunaan tekanan positif dari tabung nitrogren. Udara yang
ditekan mengandung O2 dan uap air yang dapat menyebabkan peruraian
produk dari ekstrak dan berubah saat pemisahan kromatografi.(2)
Kombinasi antara kromatografi kolom kering dan kromatografi cair
vakum memiliki kelebihan dimana laju pengelusian lebih tinggi dan
memperpendek waktu kontak linarut dengan penjerap. (4)
Adapun, Keterbatasan kromatografi kolom konvensional ialah sebagai
berikut : (4)
1. Pemisahan lambat
2. Penjerapan linarut yang tidak bolak-balik
3. Tidak dapat dipakai jika partikel terlalu kecil.
Kromatografi kolom vakum mempunyai keuntungan yang utama
dibandingkan dengan kolom konvensional yaitu : (2)
1.
Konsumsi fase gerak kromatografi kolom vakum hanya 80% atau lebih
kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom
mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100l/menit)
2.
Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih
ideal jika digabung dengan spektrometer massa.
3.
2.
Penelusuran pustaka
Manfaat penelusuran ini bergantung pada historikal senyawa yang
mungkin saja pernah dikromatografi.
2.
3.
Landaian bartahap
Sistem landaian bertahap mengikuti sistem deret eluotropi.
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan
fase geraknya mengalir karena kerja kapiler. Perbedaannya dalam sifat dan
fungsi fase diam (7)
2.
Kromatografi Kolom
Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran
yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita,
senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah
dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom.(7)
3.
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa
dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan
fase diam. Fase diam berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu
menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya
pada kisaran 50-350C) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan
menguap dan karenanya akan cepat terelusi.(8)
4.
digunakan
secara
berurutan
sehingga
memungkinkan
untuk
3. Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang
akan dimurnikan.
Evaporasi Adiabatis
Metode
ini
digunakan
dalam
ruang
vakum,
larutan
dipanaskan,
dimasukkan dalam tempat vakumyang mana tekanan total lebih rendah dari
tekanan uap solvennya. Pada suhu saat larutan dimasukkan ke ruang vakum
solven akan menguap dengan cepat dan penguaapan itu akan menyebabkan
pendinginan secara adiabatis.
d. Salting Out
Prinsipnya adalah menambah suatu zat untuk mengurangi zat yang akan
dikristalkan. Pengeluaran garam dari larutan dengan zat baru ke dalam
pertumbuhan
tumor,
penghancuran
jaringan
tempat
tumor
b. Virus, contohnya adalah pada golongan virus DNA seperti virus hepatitis B
yang menyebabkan kanker hati.
c. Radiasi, terutama radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 290-370 nm
berkaitan dengan terjadinya kanker kulit.
d. Agen biologis, antara lain hormon estrogen yang membantu pembentukan
kanker payudara dan kanker rahim.
a.
Pada fase G1 ( gap 1), sel secara metabolit sangat aktif. Semua komponen
disintesis dan sel tumbuh dengan cepat. Dalam nukleus, setiap kromosom
merupakan dobel heliks DNA tunggal protein belum tereplikasi yang terikat
dengan histon dan protein kromosom lain. Sel yang tidak membelah pada
umumnya tetap berada dalam fase G1 disepanjang rentang kehidupan.
b.
Pada fase S ( Sintesis ). Sintesis protein berlanjut dan DNA serta protein
kromosom ( histon ) direplikasi. Setiap kromosom kemudian berisi dua dobel
heliks DNA identik yang disebut kromatid yang menyatu pada sentromer.
c.
2.
Mitosis
terdiri dari penebalan kromosom serta sitokinesis, pembelahan aktual
sitoplasma untuk membentuk dua sel anak. Meskipun pembelahan
merupakan proses yang berkelanjutan, pembelahan dibagi menjadi empat
subfase : profase, metafase, anafase, dan telofase.
a.
Profase
1. Kromosom menebal menjadi pilinan yang kuat dan besar, serta menjadi
terlihat. Setiap kromosom berisi dua kromatid yang disatukan oleh sentromer.
Kromatid akan menjadi kromosom dalam generasi sel berikutnya.
2. Pasangan sentriol berpisah dan mulai bergerak kesisi nukleus yang
berlawanan, digerakkan dengan perpanjangan mikotubulus yang terbentuk
diantara sentriol. Setelah sampai disisi nukleus, sentriol membentuk benang
spidel mitosis polar.
3. Nukleolus melebur dan membran nuklear menghilang. Sehingga
memungkinkan spindel memasuki nukleus. Mikrotubulus pendek yang
muncul
dari
kinetochore,
struktur
pada
sentromer,
sekarang
dapat
Metafase
1. Kromosom ( pasangan kromatid ) berbaris pada bidang metafase atau
bidang ekuator sel, disebut demikian karena posisinya bersilangan dari satu
sisi kesisi lainnya pada spindel.
2. Sentromer pada semua kromosom daling berikatan.
3.Kinetochore memisah dan kromatid bergerak menjauh.
c.
Anafase
1. Akibat perubahan panjang mikrotubulus di tempat perlekatannya,
pasangan kromatid ( sekarang dianggap sebagai satu kromosom ) bergerak
dari bidang ekuator kesetiap kutub.
2. Akhir anafase ditandai dengan adanya dua set kromosom lengkap yang
berkumpul pada kutub sel. Organel sitoplasma, yang sebelumnya telah
bereplikasi, juga tersebar merata dikedua kutub.
d.
Telofase
1. Dua nuklei kembali terbentuk disekitar kromosom. Kromosom kemudian
terurai dan melebur. Membran nuklear dan nukleolus terbentuk kembali.
2. Sitokinesis adalah pembelahan sitoplasma. Alur pembelahan yang berada
tepat dipertengahan antara kedua masa kromosom, mulai membelah
sitoplasma, berlanjut disekitar sel dan membelah sel tersebut menjadi dua sel
yang terpisah.
Mitosis hanya merupakan satu bagian dari siklus sel. Sebenarnya fase
mitotik (M), yang mencakup mitosis dan sitokinesis, biasanya merupakan
bagian tersingkat dari siklus sel tersebut. Pembelahan sel miotik yang
berurutan bergantian interfase yang jauh lebih lama, yang seringkali meliputi
90% dari siklus ini. Selama interfase inilah sel tumbuh dan menyalin
kromosom dalam persiapan untuk pembelahan sel. Interfase dapat dibagi
menjadi subfase : fase G1 (gap pertama), fase S, dan fase G2 (gap kedua).
Selama ketiga subfase ini sel tumbuh dengan menghasilkan protein dan
organel
(S singkatan untuk sintesa DNA). Dengan demikian, suatu sel tumbuh (G 1),
terus tumbuh begitu sel tersebut sudah menyalin kromosomnya (S), dan
tumbuh lagi sampai sel tersebut menyelesaikan persiapannya untuk
pembelahan sel (G2), dan membelah (M). Sel anak kemudian dapat
mengulangi siklus ini (16).
Dalam beberapa hal, sel kanker mirip sel embrio misalnya dari proses
pembelahan sel. Pada pembelahan mitosis sama sama memulai pada
periode tumbuh (G1), kemudian fase S ( sintesa DNA) lalu ke fase tumbuh
kedua (G2) sebelum terjadi mitosis berikutnya. Hal ini, bahwa sel kanker
sebagaimana sel dideferesnsiasi ialah sel kanker sering memperlihatkan
protein yang khas juga terdapat pada perkembangan sel normal alfa
fetoprotein (AFP) dan antigen karsinoembrio (CFA) (16).
Mekanisme kerja obat antikanker berdasarkan penggolongannya (16):
a.
Antimetabolit
Antimetabolit adalah persenyawaan yang mempunyai struktur hampir
sama dengan substrat suatu enzim, sehingga antimetabolit itu dapat bereaksi
dengan enzim tersebut. Kompleks enzim-antimetabolit itu menyebabkan
enzim tidak menjalankan fungsinya yang normal. Antimetabolit itu disebut
juga sebagai antagonis metabolik. Antimetabolit yang dipakai sebagai obat
kanker adalah antimetabolit yang menghambat pekerjaan enzim-enzim yang
mempunyai peranan dalam pembentukan (biosintesa) DNA dan RNA.
Dengan demikian sel itu tidak dapat berkembang biak dan berfungsi normal,
sehingga sel-sel itu akhirnya mati. Diantara antimetabolit yang dipakai
adalah:
6-mercaptopurine,
6-thioguanine,
metrotraxate,
5-fluorouracil,
Antibiotika
Antibiotika ialah persenyawaan yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme atau sel. Caranya ialah dengan mengikat kepada DNA,
sehingga DNA itu tidak dapatberfungsi untuk membuat RNA. Tanpa produksi
RNA, maka sintesa protein/enzim tidak dapat terjadi. Antibiotika yang dipakai
sebagai
obat
kanker
diantaranya
ialah:
adriamycin,
dactinomycin,
Persenyawaan steroid
Pemberian
hormon
steroid
dalam
dosis
yang
tidak
fisiologis
ini
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
sel-sel
kanker.
dalam
(hydroxyprogesteron
caproate,
6-methylhydroxyprogesteron),
persenyawaan
adrenal
cortex
(cortisone
acetate,
prednisone,
(Mustargen),
Chlorambucil
(Leukeran),
Melphalan
(Alkeran),
Inhibitor Mikrotubulus
Gelendong mitotik merupakan bagian tulang rangka intraseluler yang
lebih besar (sitoskeleton) yang perlu untuk gerakan internal dalam sitoplasma
sel-sel eukariotik. Gelendong ini terdiri dari kromatin dan suatu sistim
mikrotubulus dari tubulin protein. Gelendong mitotik perlu untuk pembelahan
DNA menjadi dua sel anak yang dibentuk ketika sel eukariotik membelah.
Uji sitotoksik adalah uji toksisitas secara in vitro menggunakan kultur
sel yang digunakan untuk mendeteksi adanya aktivitas antineoplastik dari
suatu senyawa. Penggunaan uji sitotoksisitas pada kultur sel merupakan
II.2
Uraian Bahan
1.
: Aqua Destillata
Sinonim
RM/BM
: H2O/18,02
Pemerian
Kegunaan
2.
: Pelarut
: Etil asetat
RM
: CH3CO.O.C2H5
Pemerian
Kelarutan
Metanol (18)
Nama Resmi : Metanol
Nama Lain
: Metanol
RM
: CH3OH
Pemerian
Kelarutan
: Acidum sulfuricum
Sinonim
: Asam sulfat
RM/BM
: H2SO4 /98,07
Pemerian
Kegunaan
Heksan (18)
Nama resmi
: Heksana
RM
: C6H14
Pemerian
: Cairan
tidak
berwarna,
jernih,
stabil,
mudah
terbakar.
Kelarutan
Penyimpanan
Kegunaan
6. Kloroform (18)
Nama Resmi
: Chloroformum
RM
: CHCl3
Pemerian
Kelarutan
Penyimpanan
BAB III
METODE KERJA
III.1
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah pisau, talenan,
toples, dan timbangan kasar, kolom konvensional, gelas masir, pompa
vakum, botol coklat, vial, mangkok, statif, klem, erlenmeyer vakum, corong,
dan pipet tetes. batang pengaduk, cawan porselin, erlenmeyer, penangas air,
tabung reaksi, termometer, vial, waterbath. chamber, labu erlenmeyer, lampu
UV 254nm dan 366nm, oven, pelat kaca ukuran 20x20 cm, pipa kapiler, pipet
skala, pipet tetes, serta vial. aerator, lampu pijar, mikropipet dan wadah
penetas.
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah sampel
Acanthostrongylophora ingens air mengalir, dan metanol heksan, etil asetat,
kertas saring, ekstrak tidak larut etil asetat, kapas, silika kasar, dan silika
halus. air suling, alumunium foil, heksan, metanol p.a, kloroform p.a, sampel
Acanthostrongylophora ingens fraksi 1 ekstrak larut heksan, serta silika gel
PF254. aluminium foil, isolat A.ingens, kertas saring, metanol p.a. air laut,
aquadest, kloroform, , dan ekstrak metanol A.ingens, tip , kertas saring,
antibakteri.
III.2
Cara Kerja
seperti pada kromatografi kolom. Diberi kertas saring yang telah disesuaikan
ukurannya dengan gelas masir diatas sampel, Dimasukkan eluen heksan:etil
asetat = 10:1, dan tunggu hingga semua terbasahi, dan dinyalakan pompa
vakum. Dimasukkan eluen atau campuran eluen berikutnya dari yang kurang
polar hingga yang polar. Ditampung hasilnya pada mangkok.
III.2.3 Kromatograpi Lapis Tipis (KLTP)
a.
1.
3. Isolat ditotolkan pada salah satu sisi lempeng dengan ukuran 10x10
cm
4. Lempeng kemudian dimasukkan ke dalam chamber dibiarkan terelusi
sempurna, kemudian diangkat dan dikeringkan.
5. Lempeng diputar 900C kemudian dimasukkan kembali kedalam
chamber yang berisi eluen Chloroform : Etil asetat (3:1)
6. Lempeng dibiarkan terelusi sempurna kemudian diangkat dan
dikeringkan kembali
7. Noda yang terbentuk diamati pada UV 254nm dan 366nm kemudian
disemprot dengan H2SO4
III.2.5 Pemurnian
Dibuat
rangkaian
kolom
yang
akan
digunakan.Kemudian
silika
yang
ada.Ditampung
hasilnya
pada
vial
yang
telah
ditarer
dan sel telur yang berwarna kuning keemasan ditampung pada gelas kimia
yang berbeda. Setelah itu dimasukkan kedalam lemari pendingin. Fertilisasi
dilakukan dengan cara 1 ml sperma dan 4 ml sel telur diletakkan dalam gelas
kimia yang berisi 10 ml air laut bebas protozoa.
III.2.6.2 Pelaksanaan Uji
Masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg kemudian disuspensikan
dengan air sebanyak 10 ml sehingga diperoleh konsentrasi 1000 g/ml
sebagai stok. Kemudian dari stok dipipet 1, 10, 100 l kedalam tabung
efendrof yang masing-masing telah berisi air laut bebas protozoa lalu
ditambahkan zigot yang diperoleh selama 110 menit, terjadinya filtrasi selama
100 l untuk mendapatkan konsentrasi 1, 10 dan 100 g/ml. Kontrol negative
yaitu kontrol menggunakan metanol : kloroform ( 1 : 1) konsentrasi 100 g/ml.
Selanjutnya disimpan pada suhu 15-20oC dengan diselingi pengocokan.
Pengamatan sel yang membelah dilakukan setelah 2 jam inkubasi dengan
menghitung jumlah sel yang terhambat pembelahannya dan akan dihitung
sebagai IC50.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.I Data Pengamatan
IV.1.1 Penyiapan Sampel
1. Data Pengamatan
No
Nama Sampel
Bobot Basah
Pelarut
Sponges A.
500 g
Metanol 2
ingens
Ekstrak yang
di peroleh
5 gram
Liter
2. Gambar
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Perajangan sampel
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Penimbangan Sampel
Maserasi
Eluen
Jumlah (ml)
Heksan 100%
50
hexan:etil asetat=20:1
50
heksan:etil asetat=10:1
50
50
50
50
50
50
Metanol 100%
50
b. Gambar Percobaan
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Heksan 100%
Heksan:eti (20:1)
Heksan:etil (10:1)
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Heksan:etil (1:1)
Heksan:etil (1:10)
Heksan:etil (1:20)
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Etil:metanol= 1:1
Metanol 100%
Pita
UV 254nm
UV 366nm
H2SO4
1 (lempeng 1)
2 (lempeng 1)
b. Gambar percobaan
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
254 nm pita
Keterangan: 1UV: Noda/
Eluen Heksan: Etil (1:4)
Keterangan : 1. Pita
2 Lempeng
UV 366 nm
Eluen Heksan: Etil (1:4)
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
3
2
H2SO4
Eluen Heksan: Etil (1:4)
Daerah Pengerukan
Eluen Heksan: Etil (1:4)
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
UV 254 nm
Eluen Heksan: Etil (1:4) & Chloroform :
Etil asetat (3:1)
UV 366 nm
Eluen Heksan: Etil (1:4) & Chloroform :
Etil asetat (3:1)
LAB.FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
H2SO4
Eluen Heksan: Etil (1:4) & Chloroform :
Etil asetat (3:1)
10
100
1000
Log
Total Sel
tidak membelah
Total
17
121
18
148
11
156
23
72
14
79
15
74
51
57
43
50
101
113
% Probit
Nilai
probit
10,82
3,761
23,10
4,263
88,64
6,212
( ppm )
10
110
100
76
1000
54
b. Perhitungan
% Probit 1 =
=
= 10,82%
% Probit 2 =
=
= 23,10 %
% Probit 3 =
=
= 88,64 %
)
= 3,761
)
=
=
= 4,263
=
=
= 6,212
Nilai a = 2,294 , b = 1,2255
Persamaan linear y = a + bx
y = 2,294 + 1,2255 x
5 = 2,294 + 1,2255 x
X = 2,208
IC50 = 161,46
c. Gambar Percobaan
LABORATORIUM
LABORATORIUM
FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
babi
LABORATORIUM
LABORATORIUM
FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
BAB V
PEMBAHASAN
Spons laut sebagai salah satu sumber senyawa- senyawa baru yang
telah
diketahui menghasilkan
produk-
produk
biosintesis
lebih
luas
Sulawesi
Selatan.
Kemudian
sampel
Acanthostrongylophora
ingensdisortasi basah dengan tujuan menghilangkan kotoran atau bahanbahan asing. Lalu dilakukan pencucian dengan air mengalir untuk
meghilangkan kotoran yang melekat pada sampel dan air mengalir agar
kotoran- kotoran yang melekat benar- benar hilang.Selanjutnya sampel
dirajang dengan ukuran tertentu. Setelah itu dilakukan sortasi kering sampel
dengan memisahkan adanya bahan pengotor yang mungkin masih tertinggal.
Hal yang harus diperhatikan dalam mengerjakan sampel laut yaitu
sampel laut tidak boleh terlalu lama dalam lingkungan kering karena akan
terjadi pembusukan. Jika belum akan dikerjakan sebaiknya sampel laut
dimasukkan ke dalam toolbox yang berisi es batu atau dalam lemari
pendingin.
b)
c)
Penyaringan garam
Protesase
adalah
enzim
yang
menghindrolisis
ikatan
peptida
sedangkan
peptidase
mengkatalisis
hidrolisis
fragmen
dan
Northrop
(1936)
pertama
kali
mengisolasi
dan
dan
hanya
diketahui
beberapa
bakteri
saja
yang
cyclothonamida
(C36H45N9O81)
serta
cyclotheonamida
laut
menghasilkan
ekstrak
kasar
dan
fraksi
yang
seperti:
Auletta
spp,
Callyspongia
sp,
Callyspongia
bobot silika) dan kocok kuat- kuat. Kemudian, dibebas lemakkan pelat KLTP
20x20 dengan menggunakan methanol, karena lemak dapat larut dengan
methanol dan agar tidak adanya kotoran yang bisa saja mengganggu saat
proses pengelusian dilakukan. Selanjutnya, dituangkan suspensi silika tadi ke
pelat KLTP. Lalu, diratakan silika yang tertuang dengan menggunakan
batang pengaduk hingga terbentuk pelat KLTP yang baik. Dikeringkan pelat
KLTP yang sudah jadi tadi pada permukaan yang datar. Setelah itu diaktifkan
pelat KLTP di oven 1050-1100C selama 2-3 jam.
Setelah pelat KLTP telah siap maka dilarutkan sampel dengan
metanol. Lalu, ditotolkan sampel pada pelat KLTP dengan menggunakan
pipa kapiler secara kontinyu hingga membentuk pita. Selanjutnya, dibuat
eluen etil : heksan (4:1) lalu dijenuhkan chamber dengan eluen tersebut.
Dielusi pelat KLTP tadi hingga terelusi sempurna kemudian angkat dan
keringkan. dan diamati pada lampu UV 366nm dan UV 254 nm dan tandai
pita-pita pemisahan yang muncul. Selanjutnya disemprot dengan H2SO4,lalu
dipanaskan. Ditandai daerah yang positif dan kerok pitanya menggunakan
sendok besi. Hasil kerukan tadi ditampung dalam suatu wadah.
Selanjutnya dilakukan proses pemisahan dengan bantuan sentrifuge,
dimana silika yang telah dikerok dilarutkan terlebih dahulu dengan methanol
dan chloroforom (1:1). Lalu diambil filtratnya kemudian di tampung di vial,
selanjutnya ditotolkan di lempeng KLT 2 dimensi.
rpm kemudian diambil supernatannya dan diuapkan atau bisa juga langsung
ditotolkan pada lempeng berukuran 7,5 cm dan 7,5 cm. Dielusi dengan eluen
pertama dari pencampuran etil asetat : metanol ( 2 : 1 ), lalu dielusi.
Kemudian diangkat dan dikeringkan dan dilihat penampakannya
dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Dimasukkan lagi ke eluen ke-2 yakni
heksan dengan diputar 90o C dari posisi awal dan dielusi sampai batas atas
dan diangkat lalu dikeringkan.Setelah itu diamati lagi dibawah sinar UV 254
nm dan 366 nm.
Digunakan kedua eluen yang perbedaan tingkat kepolarannya
berbeda sedikit ini aggar bisa dilihat pergerakan noda atau hasil
elusinya,apakah noda yang ingin dibuktikan tunggal atau bisa dilihat
kenaikannya sedikit demi sedikit sehingga jelas hasilnya karena dipilih eluen
yang bersifat polar ke nonpolar.Eluen yang dipilih tidak boleh memiliki
perbedaan tingkat kepolaran yang jauh apalagi jika eluen kedua melebihi
kepolaran dari eluen yang digunakan pada KLTP.
Keuntungan dari KLT 2 dimensi yakni, murah dan sering digunakan
dapat memisahkan analit dengan polaritas yang berbeda. Namun,disamping
itu memiliki kekurangan
isolat yang diperoleh merupakan isolat yang benar-benar murni bebas dari
cemaran sehingga alat dan bahan yang digunakan harus bersih dan murni.
Dalam pengerjaan yang kami lakukan di laboratorium sampel isolat
yang berasal dari hasil KLTP yang sudah diuapkan diencerkan dengan
kloroform.Dalam percobaan kali ini digunakan silika gel 60 ( 0,040 0,063 )
dan pipet yang panjang sebagai alat kolomnya.
Setelah dirangkaikan alat kolom konvensionalnya maka dilakukan
proses pemurnian dimana fase geraknya terlebih dahulu dialirkan ke dalam
alat kolom lalu diikuti dengan memasukkan sampel isolat yang sudah
disuspensikan dengan kloroform PA sedikit demi sedikit lalu dimasukkan lagi
pelarutnya
sampai
batas
tertentu.Dilakukan
perlakuan
yang
BAB VI
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
1. Penyiapan
sampel
dilakukan
dengan
tahapan
sortasi
basah,
DAFTAR PUSTAKA
11. Waksmundzka,Monika
et
al.2008.Thin
Layer
Crhomatography
in
Cell
Biology,
th
ed.New
York:
WHFreeman
14. Nafrialdi,S gan.2007. Farmakologi dan Terapi edisi ke-5.Jakarta:Gaya
Baru
15. Sloane, ethel.2004.Anatomi dan Fisiologi. EGC: Jakarta
16. Mycek,
Mary
J.2001.Farmakologi
Ulasan
Bergambar.Wydia
Medika:Jakarta
17. Fresshney,R.I.1987.Animal cell Culture, A Practical approach. Ed. 1
st.IRL Press: Washington DC
18. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DepKes RI: Jakarta.