Anda di halaman 1dari 47

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Menstruasi
Menstruasi merupakan pengeluaran, secara berkala dan fisiologis, darah dan jaringan
mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Proses ini dibawah kendali hormon
secara normal berulang, biasanya dengan intervalsekitar empat minggu, jika tidak terjadi
kehamilan selama masa subur periodeproduktif (pubertas sampai menopause), pada wanita
dan beberapa speciesprimata. Proses ini merupakan puncak siklus haid.
2. Fisiologi Menstruasi
Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal,merupakan peristiwa pengeluaran
darah, lendir dan sisa - sisa sel secara berkala yang berasal dari mukosa uterus dan terjadi
relatif teratur mulai dari menarche sampai menopause, kecuali pada masa hamil dan laktasi.
Lama perdarahan pada menstruasi bervariasi, pada umumnya 4 - 6 hari, tapi 2 - 9 hari masih
dianggap fisiologis (Ganong, 2003).
Sistem reproduksi wanita menjalani serangkaian perubahan siklik teratur yang dikenal
sebagai siklus haid. Yang paling mencolok dari perubahan-perubahan ini adalah perdarahan
vagina berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus.
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid
berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya
haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak
dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan 1 hari. Panjang siklus haid yang
normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup
luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Selang waktu
antara ovulasi dan hingga awitan perdarahan menstruasi relative spontan dengan rata-rata 14
2 hari pada kebanyakan wanita. Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah
25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Jadi,
sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai. Dari pengamatan Hartman
pada kera ternyata bahwa hanya 20% saja panjang siklus haid 28 hari.

Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit
kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama haid itu tetap.
Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 16 cc. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah
yang keluar lebih banyak. Pada wanita dengan anemi defisiensi besi jumlah darah haidnya
juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah haid tidak
membeku; ini mungkin disebabkan fibrinolisin.
Kebanyakan wanita tidak merasakan gejala-gejala pada waktu haid, tetapi sebagian kecil
merasa berat di panggul atau merasa nyeri (dismenorea). Usia gadis remaja pada waktu
pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi lebar, yaitu antara 10 - 16 tahun, tetapi
rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor
keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum.
3. Hormonal Sikus Menstruasi
Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerja sama antara korteks serebri,
hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula suprarenalis, dan kelenjarkelenjar endrokrin lainnya. Yang memegang peranan penting dalam proses tersebut adalah
hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarian axis),
Menurut teori neurohumoral yang dianut sekarang, hipotalamus mengawasi sekresi hormon
gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke sel-sel
adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus menghasilkan faktor yang
telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin Releasing Hormone (Gn RH) karena dapat
merangsang pelepasan Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH)
dari hipofisis.
Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan 1 saat,
yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Perubahan-perubahan kadar hormon
sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon
steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH,
sedangkan terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah,
dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik terhadap hormon
gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.

Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikuler dini, beberapa folikel berkembang oleh
pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus
luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi
estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi
dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu
ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan
estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir ketika FSH
mulai menurun, menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu bertambah peka terhadap
FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas meninggi.
Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai
puncak-nya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan
LH (LH-surge) pada pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang
meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Mekanisme turunnya
LH tersebut belum jelas. Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan
mungkin inilah yang menyebabkan LH itu menurun. Menurunnya estrogen mungkin
disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin pula menurunnya LH itu
disebabkan oleh umpan balik negatif yang pendek dari LH terhadap hipotalamus. Lonjakan
LH yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi; folikel hendaknya pada tingkat yang
matang, agar ia dapat dirangsang untuk berovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16 - 24 jam
setelah lonjakan LH. Pada manusia biasanya hanya satu folikel yang matang. Mekanisme
terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya tekanan dalam folikel, tetapi
oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen pada dinding folikel, sehingga ia menjadi
tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memegang peranan dalam peristiwa itu.
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulosa membesar, membentuk vakuola dan
bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam
lapisan granulosa juga bertambah dan mencapai puncaknya pada 8-9 hari setelah ovulasi.
Luteinized granulosa cells dalam korpus luteum itu membuat progesterone banyak, dan
luteinized theca cells membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu
meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10-12 hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami
regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapilar-kapilar dan diikuti oleh
menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak
bergantung pada hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri (autonom).

Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum, diperlukan sedikit LH
terus-menerus. Steroidegenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa LH. Mekanisme
degenerasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui. Empat belas hari
sesudah ovulasi, terjadi haid. Pada siklus haid normal umumnya terjadi variasi dalam
panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam fase folikuler.

GAMBAR

Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari Human
Chorionic Gonadotrophin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai
pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pascaovulasi), waktu yang tepat untuk
mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus luteum
hingga 9 - 10 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus haid tergantung dari perubahan-perubahan
kadar estrogen. Pada permulaan siklus haid meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya
estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya
atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi
terjadi oleh cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan
lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar minimum LH yang terus
menerus. Jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen,
yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan
yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus
reproduksi yang normal.
4. Siklus Ovarium dan Siklus Uterus
Sikuls menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium (indung telur)
dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu siklus

(pertumbuhan) dan masa sekresi.

Siklus Ovarium
Ovarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk, dan posisinya sejak bayi
dilahirkan hingga masa tua seorang wanita. Pada masa pubertas ovarium berukuran 2,5-5 cm
panjang, 1,5-3 cm lebar, dan 0,6 -1,5 tebal. Pada salah satu pinggirnya terdapat hilus, tempat
keluar-masuknya

pembuluh-pembuluh

darah

dan

serabut-serabut

saraf.

Ovarium

dihubungkan oleh mesovarium dengan ligamentum latum, dan oleh ligamentum ovarii
proprium dengan uterus. Permukaan ovarium ditutupi oleh satu lapis sel kubik yang disebut
germinal epitelium. Di bawahnya terdapat tunika albugenia yang kebanyakan terdiri dari
serabut-serabut jaringan ikat.
Pada garis besarnya ovarium terbagi atas dua bagian, yaitu korteks dan medulla. Korteks
terdiri atas stroma yang padat, di mana terdapat folikel-folikel dengan sel telurnya. Folikel
dapat dijumpai dalam berbagai tingkat perkembangan, yaitu folikel primer, sekunder, dan
folikel yang masak (Folikel de Graaf). Juga ada folikel yang telah mengalami degenerasi

yang disebut atresia folikel. Dalam korteks juga dapat dijumpai korpus rubrum, korpus
luteum, dan korpus albicans.
Makin muda usia wanita makin banyak folikel dijumpai. Pada bayi baru lahir terdapat
400.000 folikel pada kedua ovarium, Rata-rata hanya 300-400 ovum yang dilepaskan selama
masa reproduksi. Pada masa pascamenopause sangat jarang dijumpai folikel karena
kebanyakan telah mengalami atresia. Dalam medulla ovarium terdapat pembuluh-pembuluh
darah, serabut-serabut saraf, dan jaringan ikat elastis.
Pada masa kanak-kanak ovarium boleh dikatakan masih beristirahat dan baru pada masa
pubertas mulai menunaikan faalnya. Perubahan-perubahan yang terdapat pada ovarium pada
siklus haid ialah sebagai berikut. Di bawah pengaruh FSH beberapa folikel mulai
berkembang; akan tetapi, hanya satu yang tumbuh terus sampai menjadi matang. Pada folikel
ini mula-mula sel-sel sekeliling ovum berlipat ganda dan kemudian di antara sel-sel itu
timbul suatu rongga yang berisi cairan yang disebut likuor folikuli. Ovum sendiri terdesak ke
pinggir, dan terdapat di tengah tumpukan sel yang menonjol ke dalam rongga folikel.
Tumpukan sel dengan ovum di dalamnya itu disebut kumulus ooforus.
Antara ovum dan sel-sel sekitarnya terdapat zona pellusida. Sel-sel lainnya yang membatasi
ruangan folikel disebut membrana granulosa. Dengan tumbuhnya folikel, jaringan ovarium
sekitar folikel tersebut terdesak ke luar dan membentuk dua lapisan, yaitu teka interna yang
banyak mengandung pembuluh darah dan teka eksterna terdiri dari jaringan ikat yang padat.
Dengan bertambah matang folikel hingga akhirnya matang benar, dan oleh karena
pembentukan cairan folikel makin bertambah, maka folikel makin terdesak ke permukaan
ovarium, malahan menonjol ke luar. Sel-sel pada permukaan ovarium menjadi tipis, dan pada
suatu waktu oleh mekanisme yang belum jelas betul, folikel pecah dan keluarlah cairan dari
folikel bersama-sama ovum yang dikelilingi sel-sel kumulus ooforus.

Peristiwa ini disebut ovulasi. Sel-sel granulosa yang mengelilingi ovum yang telah
bebas itu disebut korona radiata.
Sel-sel dari membrana granulosa dan teka interna yang tinggal pada ovarium
membentuk korpus rubrum yang berwarna merah oleh karena perdarahan waktu ovulasi, dan
yang kemudian menjadi korpus luteum. Korpus luteum berwarna kuning karena mengandung
zat kuning yang disebut lutein; ia mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen. Jika tidak
terjadi pembuahan (konsepsi), setelah 8 hari korpus luteum mulai berdegenerasi dan setelah
14 hari mengalami atrofi menjadi korpus albikans (jaringan parut). Korpus luteum tadi
disebut korpus luteum menstruasionis. Jika terjadi konsepsi, korpus luteum sinsisiotrofoblas
dari korion. Ini dinamakan korpus luteum graviditatis dan berlangsung hingga 9-10 minggu.

Pada manusia, ovulasi biasanya terjadi hanya dari satu ovarium, walaupun kadangkadang lebih dari satu folikel dapat pecah pada satu waktu yang dapat menghasilkan
kehamilan kembar dizigotik. Ovum yang dilepaskan berukuran kira-kira 150 u dan cepat
mengalami degenerasi kecuali jika terjadi fertilisasi.

Fertilisasi biasanya terjadi dalam tuba dekat dengan fimbrium-fimbrium. Perjalanan


ovum di tuba memakan waktu selama 3 hari, dan implantasi blastokist pada uterus biasanya
terjadi 6-7 hari setelah fertilisasi.
Perubahan Siklik pada Saluran Reproduksi Wanita
Sebagai konsekuensi dari laju sekresi estrogen dan progesteron yang berubah-ubah sepanjang
siklus haid, maka saluran reproduksi wanita mengalai serangkaian perubahan siklik secara
teratur. Perubahan-perubahan ini dapat dikenali dari pemeriksaan histologi endometrium,
komposisi dan tampilan lendir serviks, dan ciri-ciri sitologik epitel vagina. Akhir dari setiap
siklus ditandai oleh perdarahan uterus yang berlangsung 3-7 hari.
Histologi Endometrium Sepanjang Siklus Haid
Endometrium terdiri dari dua lapisan atau zona berbeda baik dari tampilan histologis maupun
kepekaan fungsional terhadap rangsang hormonal, yaitu: lapisan basal dan lapisan fungsional.
Lapisan basal menempel langsung pada miometrium dan hanya mengalami sedikit perubahan

selama siklus haid. Lapisan fungsional mulai dari lapisan basal dan akhirnya menyelubungi
seluruh lumen rongga uterus . Lapisan fungsional selanjutnya dapat dibedakan lebih lanjut
menjadi dua komponen: lapisan kompak yang tipis dan terletak di permukaan, dan lapisan
spongiosa yang terletak lebih dalam yang terutama menyusun uterus sekretorik atau yang
telah berkembang penuh. Suplai darah endometrium berasal merupakan suatu jaringan
pembuluh arteria dan vena yang sangat khusus. Arteri-arteri spiralis merupakan cabangcabang arteri uterine dalam miometrium, yang akan berjalan menembus lapisan basal
endometrium dan meluas ke dalam zona fungsional. Bagian proksimal dari arteri spiralis,
yaitu vasa rekta menghantarkan darah untuk jaringan-jaringan lapisan basal dan tidak
dipengaruhi oleh perubahan sekresi estrogen dan progesteron. Tidak demikian halnya dengan
arteri spiralis yang mengalami regenerasi dan degenerasi siklik sepanjang siklus menstruasi
sebagai respon terhadap perubahan hormonal.
Siklus endometrium dapat dibedakan menjadi tiga fase utama: fase proliferasi, sekresi, dan
menstruasi. Siklus menstruasi mempunyai hipotesis berlangsung selama 28 hari, dan fase
folikuler dan luteal kira-kira 14 hari lamanya.
SIKLUS UTERUS
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus mengalami
perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium terhadap produksi
berulang dari estrogen dan progesterone. Pada siklus uterus terdiri dari 3 fase, yaitu:
1. Fase proliferasi
2. Fase sekretori
3. Fase menstruasi
Fase Proliferasi
Bila perdarahan menstruasi berhenti.maka akan tersisa suatu lapisan tipis jaringan
endometrium basal. Jaringan yang terdiri dari sisa-sisa kelenjar dan stroma kemudian akan
bertumbuh cepat. Sel-sel epitel dari kelenjar akan berproliferasi dan menutup permukaan
stroma dengan suatu lapisan epitel toraks sederhana. Pada awal fase proliferasi, kelenjarkelenjar umurrmya masih lurus, pendek dan sempit. Epitel kelenjar memperlihatkan
peningkatan aktivitas mitotik. Epitel dan komponen-komponen stroma terus bertumbuh cepat
sepanjang fase proliferasi. Dan pada akhir fase proliferasi ini, permukaan endometrium
menjadi agak bergelombang. Kelenjar-kelenjar menjadi berkelok-kelok dan dilapisi oleh sel-

sel toraks yang tinggi dengan inti basal. Pseudostratifikasi nuklei terlihat jelas. Stroma pada
saat ini menjadi agak padat dengan banyak unsur-unsur mitotik.
Fase Sekresi
Selama fase sekresi terjadi perubahan-perubahan histologik yang berlangsung sangat cepat.
Pada paruh pertama fase ini, tampilan epitel kelenjar paling berguna dalam menentukan
"hari" endometrium, sementara menentukan "hari" secara akurat pada paruh kedua sangat
bergantung pada sifat-sifat stroma. Pada hari ke-16 dari siklus (hari kedua pasca ovulasi),
vakuola-vakuola kaya glikogen subnuklear menjadi nyata pada epitel kelenjar. Vakuolavakuola akan mendesak nuklei sel-sel epitel ke posisi sentral di dalam sel. Menjelang hari ke19 (hari kelima pasca ovulasi) hanya ada sedikit vakuola yang tertinggal dalam sel. Bahanbahan sekresi asidofilik intraluminal kelenjar paling jelas terlihat pada hari ke-21. Edema
stroma yang bervariasi pada fase proliferasi, juga menjadi nyata pada saat ini dan mencapai
puncaknya pada hari ke-22. Menjelang hari ke-24, perubahan pseudodesidua atau pradesidua
mulai terlihat pada stroma. Perubahan-perubahan ini mulanya paling jelas terlihat di sekitar
arteria Spiralis dan akhirnya menyebar ke daerah-daerah stroma yang luas. Infiltrasi limfosit
pada stroma meningkat nyata bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan
pseudodesidua, dan menjelang hari ke-26 sudah terlihat pula invasi PMN.
Jika implantasi blastokis berhasil, maka kadar hCG serum dan progesteron (seknder dari
hCG) akan mulai meningkat 7-10 hari sesudah ovulasi (yaitu hari ke-21-24dari siklus
menstruasi). Peningkatan kadar progesteron menimbulkan perubahan pada endometrium
yang dikenal sebagai desidualisasi. Desidua kehamilan terutama terdiri dari sel-sel stroma
eosinofilik yang sembab, yang memiliki tampilan mirip jalan setapak. Pada tahap awal
kehamilan, sel-sel epitel kelenjar menjadi teregang dengan sitoplasma jenih dan dapat disertai
nucleus yang membesar dan hiperkromatik, suatu gambaran yang dikenal sebagai fenomena
Arias'Stella. Kelenjar-kelenjar selanjutnya akan mengalami atrofi bertahap dengan
berlanjutnya kehamilan.
Fase Menstruasi
Bila tidak terjadi kehamilan, maka akan diamati perubahan-perubahan endometrium sekunder
dari penurunan produksi hormon oleh korpus luteum pada hari ke-24. Lapisan fungsional dari
stroma akan mulai menciut, dan kelenjar-kelenjar endometrium menjadi lebih berkelok-kelok
dan tampak bergerigi. Konstriksi intermiten dari arteria spiralis menyebabkan stasis kapiler-

kapiler lapisan fungsional, iskemia jaringan, dan ekstravasasi darah ke dalam stroma dan
pembentukan hematom-hematom kecil. Akhirnya terjadi deskuamasi dan pengelupasan
seluruh lapisan endometrium fungsional.
Di masa lalu biopsi endoraetrium telah banyak dipakai untuk menilai sekresi progesteron
pada wanita dengan gangguan fungsi menstruasi dan infertilitas. Namun kini dengan semakin
mudah dan dapat diandalkannya peneraan radioimun dalam mengukur kadar progesteron
serum, maka kebutuhan akan biopsy endometrium menjadi terbatas; teknik ini kini terutama
digunakan untuk menilai respon endometrium terhadap rangsang hormonal. Biopsi
endometrium akan sangat informatif jika dilakukan beberapa hari sebelum menstruasi.
Kendatipun biopsi yang dilakukan pada akhir fase luteal berpotensi mengganggu kehamilan
bila telah terjadi konsepsi, namun risiko ini adalah minimal.

GANGGUAN LAMA DAN JUMLAH DARAH HAID


HIPERMENORE
Definisi
Perdarahan menstruasi yang jumlah darahnya lebih banyak dari normal, yakni lebih dari 80ml
per siklus dan secara klinis didefinisikan dengan ganti pembalut lebih dari 6 kali sehari.
MENORRAGHIA
Definisi
Perdarahan menstruasi yang lebih lama dari normal, yakni lebih dari 7 hari (Durasi
memanjang).
Epidemiologi
WHO melaporkan 18 juta perempuan usia 30-35 tahun mengalami haid yang berlebih dan
dari jumlah tersebut 10% termasuk dalam kategori menoragia.

Etiopatofisiologi
emostasis di endometrium pada siklus haid berhubungan erat
dengan platelet dan fibrin. Pada keadaan defisiensi faktor koagulan tersebut terjadi gangguan
hemostasis sehingga perdarahan pada menstruasi terjadi lebih lama.
umor pada endometrium (ex: mioma, polip) terjadi
ganguan kontraktilitas uterus dan permukaan endomterium menjadi lebih luas sehingga dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan gangguan hemostasis normal
dan akhirnya perdarahan terjadi lebih lama.

Diagnosis

Tanyakan pada pasien kapan terjadinya menarche, kebiasaan siklus menstruasi, durasi
menstruasi biasanya, sejak kapan sudah merasakan bahwa durasi menstruasinya memanjang,
apakah pasien dalam keadaan hamil, tanda dan gejala lain yang timbul (nyeri haid, mual,
muntah, mulas), Riwayat penyakit dahulu, riwayat pengobatan, pengguanaan kontrasepsi.
Singkirkan penyebab iatrogenic dan adanya penyakit sistemik

Antropometri dan status gizi, Vital Sign, Pemeriksaan ginekologi (bimanual) untuk
menyingkirkan adanya kelainan organic yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pada
uterus abnormal, misalnya mioma uteri, polip, trauma, ulkus, erosi, atau keganasan.
Pemeriksaan penunjang:
anemia, gangguan fungsi hepar,
gangguan tiroid, dan gangguan pembekuan darah

h terjadi kehamilan

Tatalaksana
Penanganan pertama adalah stabilisasi hemodinamik pasien. Karena perdarahan yang banyak
tidak jarang pasien mengalami hipovolemik sehingga perlu dinilai keadaan hemodinamiknya.
Bila keadaan hemodinamik tidak stabil maka segera masuk rumah sakit untuk diberi terapi
cairan dan perbaikan keadaan umum pasien. Bila hemodinamik stabil maka masuk ke
penanganan kedua.
Penanganan kedua adalah dengan memberikan medikamentosa hormonal yakni:
(1) kombinasi esterogen dan progestin: Perdarahan akut dan banyak biasanya membaik bila
diobati dengan kombinasi esterogen dan progesterone dalam bentuk pil kontrasepsi. Dosis
dimulai dengan 2x1 tablet selama 5-7 hari dan dilanjutkan dengan 1x1 tablet selama 3-6
siklus. Dapat diberikan dengan dosis tapering 4x1 tablet selama 4 hari diturunkan menjadi
3x1 tablet selama 3 hari, 2x1 tablet selama 2 hari dan 1x1 tablet selama 3 minggu kemudian
berhenti tanpa obat selama 1 minggu. Pemberian pil kontrasepsi kombinasi akan mengurangi
jumlah darah haid sampai 60% dan patofisiologi terjadinya kondisi anovulasi akan terkoreksi
sehingga perdarahan akut dan banyak akan disembuhkan.
(2) terapi esterogen, dapat diberikan dalam 2 bentuk yakni intra vena atau oral, tetapi sediaan
intravena sulit didapatkan. Pemberian esterogen oral dosis tinggi cukup efektif untuk
mengatasi perdarahan uterus abnormal, yaitu esterogen konjugasi dengan dosis 1,25 mg atau
17 estradiol 2mg setiap 6 jam selama 24 jam. Setelah perdarahan berhenti dilanjutkan
dengan pil kontrasepsi kombinasi.

(3) progestin diberikan hanya diberikan apabila terdapat kontraindikasi pemakaian esterogen.
Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat selama 14 hari diulang
selama 3 bulan. Saat ini tersedia beberapa sediaan progestin oral yang bisa digunakan yaitu
Medroksi progesterone Asetat (MPA) dengan dosis 2x10 mg dan normegesterol asetat dosis 2
x 5 mg. Progestin merupakan anti esterogen yang akan menstimulasi aktivitas enzim 17
hidroksisteroid dehidrogenase dan sulfotransferase

sehingga mengonversi estradiol menjadi estron. Progestin akan mencegah terjadinya


endometrium hyperplasia.
Jika dengan terapi hormonal tidak terdapat perbaikan maka diberikan terapi dengan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Teradapat 5 kelompok OAINS berdasarkan susunan
kimianya yakni: (1) salisilat (Aspirin), (2) Analog asam indoleasetik (Indometasin), (3)
Derivat asam aril proponik (Ibuprofen), (4) fenamat (Asam mefenamat), (5) Coxibs
(Celecoxib). Empat kelompok pertama menghambat COX1 dan kelompok ke 5 menghambat
COX-2.
Asam mefenamat diberikan dengan dosis 250-500mg 2-4 kali sehari. Ibuprofen diberikan
dengan disus 600-1.200 mg perhari. OAINS dapat memperbaiki hemostasis endometrium dan
mampu menurunkan jumlah darah haid 20-50%.
Terapi bedah dengan cara histerektomi hanya dilakukan apabila terapi gagal dilakukan secara
medikamentosa. Histerektomi memiliki angka keberhasilan 100%. Namun komplikasi tetap
dapat terjadi yakni berupa infeksi, perdarahan, dan masalah dalam penyembuhan luka.
Prognosis
Prognosis hipermenore dan menoragia baik apabila penyebab dari hipermenore dan
menoragia dideteksi dan ditangani secara dini.
HIPOMENORRHEA
Merupakan gangguan haid dimana jumlah darah selama 1 siklus kurang dari 5 ml serta durasi
yang pendek. Etiologi dari hipomenorrhea antara lain gangguan endokrin , gangguan organik
seperti post-operasi, asherman syndrome serta penyakit kronik atau penyakit sistemik seperti
hipotiroid. Siklus anovulatorik sering menyebabkan terjadinya hipomenorrhea. Hal tersebut
dikarenakan pada siklus ini tidak terdapat progesteron sehingga endometrium yang meluruh
adalah endometrium yang tidak tervaskularisasi dengan baik. Beberapa penyebab siklus
anovulatorik yaitu :
Stress
Stress akan menyebabkan peningkatan kadar CRH. CRH yang dikeluarkan oleh
hypothalamus dapat menurunkan sekresi LH oleh hipofisis anterior beberapa saat menjelang
fase ovulasi. Akibat tidak adanya LH, maka tidak akan ada peningkatan progesterone dan
sekresi cairan folikular oleh sel granulose juga akan menurun.

Penurunan sekresi cairan folikular akan menyebabkan folikel de graaf yang telah matang
tidak akan membentuk stigma atau penonjolan sehingga akhirnya folikel tidak akan pecah
dan terjadilah siklus anovulatorik.
Ketika tidak ada folikel yang pecah, maka tidak akan terbentuk corpus luteum sehingga tidak
akan progesterone untuk memvaskularisasi endometrium yang telah menebal atau
berproliferasi oleh rangsangan estrogen yang tinggi selama fase folikular. Akhirnya, haid
yang terjadi merupakan peluruhan endometrium yang avaskularisasi sehingga jumlah darah
haid akan sedikit dan durasinya pun akan lebih cepat. Terkadang darah yang keluar hanya
berupa bercak-bercak saja.
Prolaktinemia
Hiperprolaktinemia akan menurunkan sekresi GnRH oleh hypothalamus sehingga akhirnya
sekresi hormone-hormon gonadotropik oleh hipofisis anterior juga akan menurun, terutama
sekresi LH.
PCOS
PCOS atau Policystic Ovarian Syndrome merupakan keadaan dimana ovarium mampu
menghasilkan androgen. Hormon androgen pada wanita dengan PCOS akan meningkat
karena androgen tidak hanya dihasilkan oleh kelenjar adrenal saja seperti wanita normal
lainnya tetapi juga oleh ovarium. Hormon androgen yang tinggi akan menurunkan aktivitas
estrogen sehingga estrogen tidak akan mampu mengirimkan feedback positif ke hipofisis
anterior untuk mensekresikan lebih banyak LH menjelang fase ovulasi. Sekresi LH yang
rendah menjelang ovulasi akan menyebabkan terjadinya siklus anovulatorik.
Diagnosis hipomenorrhea dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hormonal seperti
pemeriksaan kadar hormone prolaktin apabila mencurigai adanya hiperprolaktinemia ataupun
pemeriksaan kadar hormone androgen apabila mencurigai danya PCOS. Dapat juga
dilakukan USG untuk melihat bagaimana keadaan uterus apakah terdapat penurunan
ketebalan endometrium, apakah terdapat fibrosis/adhesi endometrium. Pemeriksaan
Hysteroscopy dapat digunakan apabila terdapat kecurigaan adanya sindrom ashermann.
Terapi dari hipomenorrhea dilakukan berdasarkan etiologi yang ada. Apabila memang
terdapat hipotiroid maka dapat diberikan pengganti hormon tiroid. Namun, penyebab dari
hipomenorrhea yang tersering adalah gangguan hormonal seperti pada stress tanpa adanya
penyebab organik sehingga biasanya tidak diterapi atau dapat pula diberikan substitusi
hormon estrogen maupun progesteron.

Komplikasi Gangguan Haid


Komplikasi gangguan haid antara lain :

Apabila terjadi gangguan hormonal yang menyebabkan kadar LH rendah menjelang fase
ovulasi, maka tidak akan ada ovum yang dikeluarkan karena tidak ada folikel yang pecah.
Akibatnya tidak dapat terjadi konsepsi sehingga wanita tersebut dapat mengalami infertilitas.
Keadaan infertilitas ini dapat dijumpai pada gangguan haid seperti amenorrhea,
hipomenorrhea, dan oligomenorrhea.

Pada amenorrhea terjadi penurunan kadar estrogen yang akan menyebabkan peningkatan
aktivitas osteoklastik. Peningkatan aktivitas osteoklastik akan menyebabkan peningkatan
resorpsi kalsium di tulang sehingga akan terjadi penurunan kepadatan tulang.

Anemia dapat terjadi pada gangguan haid yang berlangsung terus menerus dan atau disertai
dengan jumlah darah haid yang terlalu banyak seperti pada hipermenorrhea, menoragia, dan
polimenorrhea.
GANGGUAN SIKLUS HAID
POLIMENOREA
Definisi
Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, dengan lama keluarnya darah haid
berlangsung selama 2-8 hari. Tidak semua wanita mengalami siklus menstruasi yang teratur
setiap bulannya. Kelainan pada siklus menstruasi dapat berupa polimenorea, oligomenorea
ataupun amenorea.
Ketika seorang wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih sering (siklus menstruasi
yang lebih singkat dari 21 hari), hal ini dikenal dengan istilah polimenorea. Wanita dengan
polimenorea akan mengalami menstruasi hingga dua kali atau lebih dalam sebulan, dengan
pola yang teratur dan jumlah perdarahan yang relatif sama atau lebih banyak dari biasanya.
Polimenorea harus dapat dibedakan dari metroragia. Metroragia merupakan suatu perdarahan
iregular yang terjadi di anatara dua waktu menstruasi. Pada metroragia menstruasi terjadi
dalam waktu yang lebih singkat dengan darah yang dikeluarkan lebih sedikit.
Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan
ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain ialah kongesti (pertumbuhan/ jumlah

darah air lendir yang berlebih di suatu organ tubuh) ovarium karena peradangan
endometriosis. Siklus yang terjadi normal menjadi pendek, gejala umum biasanya disebabkan
pemendekan stadium sekresi (stadium sekresi = endometrium sudah tertimbun glikogen dan
kadar yang dipersiapkan sebagai makin untuk telur yang telah dibuahi) karena carpus luteum
mati, sering terjadi karena disfungsi ovarium pada climacterium (masa peralihan menjelang
akhir keaktifan reproduksi pada wanita), pubertas, penyakit TBC. Kalau siklus pendek tapi
teratur ada kemungkinan :
-5 haid sampai hari
ke-14 haid.
ebelumnya karena
kehilangan cairan.
-progesteron.

Etiologi
Timbulnya haid yang lebih sering ini tentunya akan menimbulkan kekhawatiran pada wanita
yang mengalaminya. Polimenorea dapat terjadi akibat adanya ketidakseimbangan sistem
hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Ketidakseimbangan hormon tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada proses ovulasi
(pelepasan sel telur) atau memendeknya waktu yang dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu
siklus haid normal sehingga didapatkan haid yang lebih sering. Gangguan keseimbangan
hormon dapat terjadi pada:
-5 tahun pertama setelah haid pertama

ien dengan gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia)

-obatan tertentu, seperti antikoagulan, aspirin, NSAID, dll

Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan sendirinya.
Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea berlangsung terus
menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan

hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus menerus. Disamping itu, polimenorea
dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan kesuburan karena gangguan
hormonal pada polimenorea mengakibatkan gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur).
Wanita dengan gangguan ovulasi seringkali mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.
Patofisiologi
Ketidakteraturan siklus haid disebabkan karena gangguan hormon dalam tubuh. Atau bisa
juga terjadi karena penyakit di dalam organ reproduksi, contohnya tumor rahim, tumor di
indung telur. Selain itu gangguan haid disebabkan juga karena faktor lainnya seperti stres,
kelelahan, gangguan gizi dan penggunaan kontrasepsi, siklus haid yang tidak teratur
kebanyakan terjadi akibat faktor hormonal. Seorang wanita yang memiliki hormon estrogen
dan progesteron secara berlebihan memungkinkan terjadinya haid dalam waktu yang lebih
cepat. Jika gangguan haid dikarenakan oleh karena faktor hormonal, maka dapat dipastikan
wanita tersebut mengalami gangguan kesuburan, dan dapat diatasi dengan suntikan untuk
mempercepat pematangan sel telur.
Manifestasi klinis

Pengobatan
Tujuan terapi pada penderita polimenorea adalah mengontrol perdarahan, mencegah
perdarahan berulang, mencegah komplikasi, mengembalikan kekurangan zat besi dalam
tubuh, dan menjaga kesuburan. Untuk polimenorea yang berlangsung dalam jangka waktu
lama, terapi yang diberikan tergantung dari status ovulasi pasien, usia, risiko kesehatan, dan
pilihan kontrasepsi. Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan untuk terapinya. Pasien
yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan setelah terapi diberikan, dan
kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.
OLIGOMENOREA
Definisi
Oligomenorea merupakan suatu kondisi dimana siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari
(nomal: 25-35 hari). Apabila panjangnya siklus lebih dari tiga bulan, hal itu sudah dinamakan
amenorea. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.

Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi memanjang lebih dari 35
hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama. Wanita yang mengalami oligomenorea akan
mengalami menstruasi yang lebih jarang daripada biasanya. Namun, jika berhentinya siklus
menstruasi ini berlangsung selama lebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal sebagai
amenorea sekunder. Oligomenorea biasanya terjadi akibat adanya gangguan gangguan
keseimbangan pada aksis hipotalamus-hpofisis-ovarium. Gangguan hormon tersebut
menyebabkan lamanya siklus menstruasi normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi
menjadi lebih jarang terjadi. Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah haid
pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause. Oligomenorea yang terjadi
pada masa-masa itu merupakan variasi normal yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi
antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan
menjelang terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan keseimbaangan hormon dalam
tubuh. Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama, perbedaannya
terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak
terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulatoar dengan masa
proliferasi lebih panjang dari biasanya Oligomenore yang terjadi pada remaja, seringkali
disebabkan karena kurangnya sinkronisasi antara hipotalamus, kelenjar pituari & indung
telur. Hipotalamus merupakan bagian otak yang mengatur suhu tubuh, metabolisme sel &
fungsi dasar seperti makan, tidur & reproduksi. Hipotalamus mengatur pengeluaran hormon
yang mengatur kelenjar pituari. Kemudian kelenjar pituari akan merangsang produksi
hormon yang mempengaruhi pertumbuhan & reproduksi. Pada awal & akhir masa reproduksi
wanita, beberapa hormon tersebut dapat menjadi kurang tersinkronisasi, sehingga akan
menyebabkan terjadinya haid yang tidak teratur. Pada PCOS (polycystic ovary syndrome),
oligomenore dapat disebabkan oleh kadar hormon wanita & hormon pria yang tidak sesuai.
Hormon pria diproduksi dalam jumlah yang kecil oleh setiap wanita, tetapi pada wanita yang
mengalami PCOS, kadar hormon pria tersebut (androgen) lebih tinggi dibandingkan pada
wanita lain. Pada atlet wanita, model, aktris, penari ataupun yang mengalami anorexia
nervosa, oligomenore terjadi karena rasio antara lemak tubuh dengan berat badan turun
sangat jauh.
Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama, perbedaannya terletak
dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan
fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulatoar dengan masa proliferasi lebih
panjang dari biasanya.

Oligomenore yang terjadi pada remaja, seringkali disebabkan karena kurangnya sinkronisasi
antara hipotalamus, kelenjar pituari & indung telur. Hipotalamus merupakan bagian otak
yang mengatur suhu tubuh,

metabolisme sel & fungsi dasar seperti makan, tidur &

reproduksi. Hipotalamus mengatur pengeluaran hormon yang mengatur kelenjar pituari.


Kemudian kelenjar pituari akan merangsang produksi hormon yang mempengaruhi
pertumbuhan & reproduksi. Pada awal & akhir masa reproduksi wanita, beberapa hormon
tersebut dapat menjadi kurang tersinkronisasi, sehingga akan menyebabkan terjadinya haid
yang tidak teratur.
Pada PCOS (polycystic ovary syndrome), oligomenore dapat disebabkan oleh kadar hormon
wanita & hormon pria yang tidak sesuai. Hormon pria diproduksi dalam jumlah yang kecil
oleh setiap wanita, tetapi pada wanita yang mengalami PCOS, kadar hormon pria tersebut
(androgen) lebih tinggi dibandingkan pada wanita lain. Pada atlet wanita, model, aktris,
penari ataupun yang mengalami anorexia nervosa, oligomenore terjadi karena rasio antara
lemak tubuh dengan berat badan turun sangat jauh.
Etiologi
Oligomenore biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga disebabkan kelainan
endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-hipotalamus, dan menopouse atau sebab
sistemik seperti kehilangan berat badan berlebih. Oligomenore sering terdapat pada wanita
astenis. Dapat juga terjadi pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana pada
keadaan ini dihasilkan androgen yang lebih tinggi dari kadara pada wanita normal.
Oligomenore dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit kronis, tumor yang
mensekresikan estrogen dan nutrisi buruk. Oligomenorrhe dapat juga disebabkan
ketidakseimbangan hormonal seperti pada awal pubertas.
Oligomenore yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan stadium folikular,
perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang kedua stadium tersebut. Bila siklus tiba-tiba
memanjang maka dapat disebabkan oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit.
Disamping itu, oligomenorea dapat juga terjadi pada :Gangguan indung telur, misal :
Sindrome Polikistik Ovarium (PCOS) Stress dan depresi, Sakit kronik Pasien dengan
gangguan makan (seperti anorexia nervosa, bulimia), Penurunan berat badan berlebihan,
Olahraga berlebihan, Adanya tumor yang melepaskan estrogen ,Adanya kelainan pada
struktur rahim atau serviks yang menghambat pengeluaran darah menstruasi, Penggunaan 22

obat-obatan tertentu dsb. Umumnya oligomenorea tidak menyebabkan masalah, namun pada
beberapa kasus oligomenorea dapat menyebabkan gangguan kesuburan.
Gejala Klinis
-9
periode dalam 1 tahun.

mengalami oligomenore terkadang juga mengalami kesulitan untuk hamil.

Bila kadar estrogen yang menjadi penyebab, wanita tersebut mungkin mengalami
osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut juga memiliki resiko besar untuk
mengalami kanker uterus.
Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertilitas dan stress emosional pada
penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan
buruk bila oligomenore mengarah pada infertilitas atau tanda dari keganasan.
AMENORRHEA
Definisi
Amenorrhea secara harafiah didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi. Dibagi 2
macam,yaitu amenorrhea primer dan sekunder :
Amenorrhea primer secara klinis didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi pada usia 13
tahun tanpa disertai pertumbuhan normal atau perkembangan seksual sekunder, atau tidak
adanya menstruasi pada usia 15 tahun yang disertai pertumbuhan yang normal dan
perkembangan seksual sekunder.
Amenorrhea sekunder secara klinis didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi selama
interval lebih dari 3 siklus, atau 6 bulan berturut-turut pada wanita yang telah mengalami
menstruasi sebelumnya.

Walaupun secara klasik terdapat pembagian amenorrhea primer maupun sekunder, perbedaan
ini seringkali menghasilkan kesalahan diagnostik, sehingga pembagian ini harus dihindari.
Epidemiologi
Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada wanita usia 16 tahun.
Amenorea primer terjadi pada 0.1 2.5% wanita usia reproduksibiasanya disebabkan oleh
gangguan hormon atau masalah pertumbuhan dapat juga disebabkan oleh rendahnya hormon
pelepas gonadotropin (pengatur siklus haid), stres, anoreksia, penurunan berat badan yang
ekstrem, gangguan tiroid, olahraga berat, pil KB, dan kista ovarium
Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 siklus (pada kasus
oligomenorea <jumlah darah menstruasi sedikit>), atau 6 siklus setelah sebelumnya
mendapatkan siklus menstruasi biasa. Angka kejadian berkisar antara 1 5%.
Etiologi dan Patofisiologi
Kehamilan adalah penyebab utama terbanyak pada amenorrhea,dan harus dipikirkan apabila
kita mengevaluasi pasien dengan amenorrhea. Amenorrhea sendiri adalah hal yang normal
kita temui pada perempuan sebelum pubertas, pada saat kehamilan, laktasi, dan setelah
menopause.
Kelainan Anatomis
1. Diturunkan (inherited)
Ini adalah penyebab tersering amenorrhea pada dewasa muda, dan anatomi pelvis abnormal
kurang lebih pada 15% perempuan dengan amenorrhea primer.
outflow tract obstruction)
Amenorrhea dapat ditemukan pada himen imperforata (1 dari 2000 perempuan), septum
vagina tranversal (1 dari 70000 perempuan), atau atresia dari vagina / serviks. Pasien-pasien
ini memiliki kariotipe 46XX,dengan karakteristik seksual perempuan dan fungsi ovarium
yang normal. Jumlah perdarahan uterus normal, tetapi jalan keluarnya yang tidak ada atau
terjadi obstruksi. Pasien ini biasanya mengeluh gejala seperti nyeri payudara,food
craving,dan perubahan mood, dimana terkait dengan peningkatan level progesteron.
Akumulasi darah dibalik lokasi obstruksi sering menyebabkan nyeri abdomen atau massa
abdominal yang siklik. Menstruasi yang retrograd ini dapat berkembang menjadi
endometriosis.

(Mllerian Defects)
Duktus mulleri pada saat embrionik berkembang menjadi vagina atas,serviks,korpus uteri,
dan tuba fallopi. Agenesis mulleri dapat parsial maupun komplit.Pada yang komplit ( MayerRokitansky-Kster-Hauser syndrome), pasien gagal mengembangkan semua struktur
mulleri,sehingga pada pemeriksaan hanya ditemukan vaginal dimple.Kasus ini terjadi 1 dari
5000 bayi perempuan baru lahir.

2. Didapat (acquired)
Abnormalitas lain pada uterus yang dapat menyebabkan amenorrhea termasuk stenosis
serviks, dapat terjadi karena conization, electrosurgery, atau cryosurgery untuk terapi
displasia serviks.
Amenorrhea juga terjadi pada parut intrauteri yang luas. Adanya jaringan parut ini disebut
juga sinekia uteri, atau asherman syndrome. Destruksi dari endometrium basalis,mencegah
penebalan endometrium sebagai respon hormon ovarium.Tidak ada jaringan yang diproduksi
dan kemudian akan terlewatkan setelah level hormon steroid turun pada akhir fase luteal.
Kerusakan ini dapat terjadi mengikuti kuretase yang kasar, pembedahan uterus (metroplasty,
miomektomi, sectio cesar, atau infeksi dari Intra-uterine Device (IUD). Tuberkulosis
endometritis juga penyebab relatif sindrom asherman yang cukup sering pada negara
berkembang.
Kelainan Endokrin
1. Hipergonadotropik Hipogonadism (Premature Ovarian Failure)
Hal ini merujuk pada semua proses dimana fungsi ovarium menurun atau hilang
(hipogonadism). Karena feedback negatif yang kurang,maka terjadi peningkatan LH dan FSH
(hipergonadotropik). Kelainan ini biasanya disebabkan disfungsi ovari dibanding kelainan
hipotalamus / pituitari. Hal ini sering disebut premature menopause or premature ovarian
failure (POF), disebabkan oleh kehilangan oosit sebelum usia 40 tahun, didiagnosis
berdasarkan serum FSH 40 mIU/mL yang didapat kurang dari 1 bulan setelahnya (angka
kejadian 1 dari 1000 perempuan < 30 tahun, dan 1 dari 100 perempuan < 40 tahun).

Kelainan Herediter
1. Defek kromosom
Disgenesis gonad adalah penyebab tersering POF. Pada kelainan ini, oosit menjalani
percepatan atresia dan ovarium diganti oleh jaringan fibrotic.

2. Abnormal kariotip
Delesi materi genetik dari kromosom X merupakan 2/3 penyebab disgenesis gonad. Pasien
ini disebut sebagai sindroma turner , kariotip 45X ditemukan pada setengah dari pasienpasien ini, dimana sebagian besar memiliki defek somatik termasuk perawakan pendek,
webbed neck, low hairline, shield-shaped chest, dan defek kardiovaskular. Kurang lebih 90%
individu dengan disgenesis gonad karena kehilangan materi genetik X tidak pernah
mengalami menstruasi, 10% sisanya memiliki folikel residu yang dapat menghasilkan
menstruasi,dan jarang mendapat kehamilan.
Pada kasus agenesis gonad,mozaik kromosom dapat ada keberadaan kromosom Y, seperti 45
X / 46 XY. Analisis kromosom harus dilakukan pada semua kasus amenorrhea yang terkait
POF,terutama yang berusia <30thn. Karena kehadiran kromosom Y tidak dapat ditentukan
secara klinis,hanya sebagian kecil pasien yang menunjukkan gejala kelebihan androgen. 25%
dari pasien-pasien ini akan berkembang menjadi germ-cell.
Tanda dan Gejala
Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun, dengan atau
tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara, perkembangan rambut
pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak mendapatkan menstruasi padahal
sebelumnya sudah pernah mendapatkan menstruasi. Gejala lainnya tergantung dari apa yang
menyebabkan terjadinya amenorea.
Gejala bervariasi, tergantung kepada penyebabnya. Jika gejala yang ada, adalah kegagalan
mengalami pubertas , maka tidak akan ditemukan tanda - tanda pubertas seperti pembesaran
payudara, pertumbuhan rambut kemaluan, rambut ketiak, serta perubahan bentuk tubuh. Jika
penyebabnya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan pembesaran perut.
Jika penyebabnya kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung
yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab. Gejala lain yang biasa ditemukan
adalah :
1. Pernah mengalami haid.
2. Tidak mengalami haid selama 6 bulan atau lebih.
3. Sakitkepala.
4. Galaktore.
5. Peningkatan atau penurunan berat badan.
6. Vagina kering.
7. Hirsutisme.

8. Penglihatan kabur atau kehilangan penglihatan (disebabkan oleh tumor pituitari).

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosa amenorrhea, penting untuk menentukkan organ mana yang
mengalami ganguan kemudian baru dapat ditentukan secara tepat penyebab dari amenorrhea
ini. Diagnosa banding untuk amenorrhea cukup luas, mulai dari karena kelainan genetik
sampai gangguan endokrin, gangguan fisiologi, lingkungan dan struktural. Untuk
memfasilitasi penegakkan suatu diagnosa kerja yang cepat dan akurat, maka penting untuk
dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang detail. Semua pasien dengan amenorrhea
yang tidak dilakukan histerektomi sebaiknya dilakukan pemeriksaan kehamilan, kadar serum
thyroid-stimulating hormone (TSH) dan prolaktin. Untuk menegakkan diagnosis pada kasus
amenorrhea primer dan sekunder, langkah yang terpenting dalam mendiagnosa adalah
dengan menyingkirkan kemungkinan bahwa pasien tersebut sedang hamil.
Dalam menegakkan diagnosa amenorrhea, hal pertama yang harus kita pikirkan adalah
adanya kehamilan. Setelah kehamilan disingkirkan, dengan mengikuti alogaritma yang ada
maka kita semakin dekat pada diagnosa yang sebenarnya. Sering terjadi overlapping antara
penyebab amenorrhea primer dan sekunder. Untuk itu memastikan perkembangan seksual
pasien merupakan kunci utama untuk membedakan kedua hal ini.
Anamnesa
Anamnesa yang lengkap meliputi riwayat perkembangan masa kanak kanak dan area
perkembangan lainnya termasuk grafik tinggi badan dan berat badan terhadap usia pada
thelarche dan menarche. Memastikan usia saat menarche pada ibu serta saudara perempuan
pasien disarankan karena usia saat menarche di dalam anggota keluarga dapat terjadi dalam
usia yang hampir sama antar anggota keluarga satu sama lain. Durasi dan lamanya
menstruasi, berapa hari dalam 1 siklusnya, HPHT ( hari terakhir haid terakhir ), ada tidaknya
molimina ( nyeri pada payudara dan perubahan mood yang mendadak sebelum menstruasi )
adalah informasi penting yang harus ditanyakan ke pasien. Riwayat penyakit kronis, trauma,
operasi sebelumnya, dan pemakian obat obatan juga penting. Riwayat melakukan hubungan
seksual sebaiknya ditanyakan dengan menjaga kerahasiaan pasien. Sebaiknya juga
ditanyakan tentang pemakaian obat obatan, latian fisik, situasi rumah dan sekolah serta
keadaan psikososialnya. Gejala klinik yang sering dijumpai meliputi gejala vasomotor, hot
flashes, perubahan virilizing, galaktorea, sakit kepala, lesu, palpitasi, cemas, kehilangan
pendengaran, dan gangguan penglihatan.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pmeriksaan tanda tanda vital, termasuk tinggi badan dan
berat badan, serta rasio maturitas seksual. Yang ditemukan pada pemeriksaan fisik antara
lain:
1) Keadaan Umum
Anorexia : cachexia, bradikardi, hipotensi, hipotermia, yellow skin ( karotenemia ), BMI <
18.
cranial nerve
signs.
acne, acanthosis nigricans, hirsuitisme, BMI > 30
Inflammatory Bowel Disease : fisura, skin tags, darah samar pada pemeriksaan rektal (RT)
webbed neck, pembesaran carrying
angle, tidak adanya pembesaran payudara dan postur yang pendek.
2) Payudara

Delayed pubertas : belum berkembang dan rambut pubis jarang.


Gonadal dysgenesis ( misal : Sindroma Turner ) : belum berkembang dengan pertumbuhan
rambut pubis yang normal.
3) Rambut Pubis dan Genitalia Eksternal

Androgen Insensitivity syndrome : rambut pubis dan axilla tidak ada atau tipis dengan
payudara yang berkembang ( gejala dan keparahan tergantung pada defek reseptor androgen )
Delayed pubertas : tanpa payudara yang berkembang
virilization
Pelvic Fullness : kehamilan, massa di ovarium, kelainan genitalia
4) Vagina
Syndrome Rokitansky Hauser ) : pemendekan vagina dengan uterus yang
rudimenter atau tidak adanya uterus, rambut pubis normal
Androgen insensitivity syndrome - pemendekan vagina tanpa uterus, rambut pubis tidak
ada
5) Uterus : jika uterus membesar maka kehamilan harus disingkirkan
6) Cervix :

nya produksi E2 oleh ovarium (tidak diimbangi oleh


produksi progesteron)
anovulasi
menunjukkan tidak diproduksinya
E2
Berikut adalah alogaritma dalam mengakkan diagnosis pada amenorrhea primer:

Berikut adalah alogaritma dalam mengakkan diagnosis pada amenorrhea sekunder:

Penatalaksanaan
Selain kehamilan, anovulasi dan penyakit kronis, kelainan yang dapat menyebabkan keadaan
amenorrhea membutuhkan keahlian subspesialis untuk tatalaksana. Kebanyakan metode yang
dibutuhkan untuk tatalaksana berupa bedah dan terapi spesifik. Untuk pasien remaja dengan
constitutional delay atau anovulasi, tujuan dari tatalaksana adalah restorasi dari siklus
ovulasi.
Tatalaksana pada wanita dengan amenorrhea, harus mengingat keadaan apa yang paling
mungkin menyebabkannya, hal ini akan sangat membantu. Walaupun diagnosis banding
untuk Amenorrhea cukup bervariatif, pasien dengan amenorhea primer dan sekunder
biasanya karena 1 diantara 5 keadaan berikut : sindrom PCO, Amenorrhea failure dan
disfungsi tiroid.
sindrom PCO
Sindrom PCO dengan gejala oligomenorrhea atau amenorrhea, hormon androgen yang
berlebih dan gambaran polikistik ovarium melalui USG . BMI yang tinggi dan resistensi
insulin juga memegang peranan yang penting dalam patogenesis sindrom PCO. Pasien
dengan sindrom PCO memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya Diabetes Mellitus,
hipertensi, gangguan profil lipid, hipotiroid dan kanker endometrium.

Jika kehamilan bukanlah tujuan, induksi withdrawal bleeding tiap bulannya dapat dilakukan.
Cyclic progesteron dan kontrasepsi oral dapat menyebabkan withdrawal bleeding tiap
bulannya . Kontrasepsi oral menurunkan sekresi LH, sehingga produksi androgen menurun
,perbaikan pada acne dan hirsutisme. Kontrasepsi oral menyebabkan atrofi pada lining
endometrium sehingga menurunkan insidensi hiperplasia endometrium dan kanker
endometrium.
Metformin sekarang ini digunakan untuk memperbaiki siklus ovulasi. Penelitian lebih lanjut
dibutuhkan untuk menentukan apakah metformin harus digunakan untuk pencegahan dari
perkembangan Diabetes Mellitus, gangguan kardiovaskular dan gangguan profil lipid. Pasien
harus dihimbau untuk mempertahankan ratio BB-TB sesuai dengan referensi yang sesuai dan
melakukan aktivitas seperti olahraga karena keduanya merupakan terapi utama untuk
mengontrol sindrom PCO.
Hipothalamik amenorrhea
Hipotalamik Amenorrhea adalah penyebab tersering pada pasien dengan ganguan makan,
restriksi kalori, olahraga yang berlebihan dan stress psikogenik. Hypotalamik amenorrhea
paling baik diterapi dengan modifikasi tingkah laku , secara multidisipliner, tergantung dari
apa penyebabnya. Secara multidisipliner yang meliputi ahli gizi, counsellor, dokter dan
anggota keluarga. Setelah adanya perbaikan dari tingkah laku yang menyebabkan terjadinya
hipotalamik amenorrhea, kebanyakan wanita dapat kembali ke dalam siklus menstruasinya
secara normal.
Wanita dengan anoreksia nervosa yang parah, mungkin tidak dapat kembali ke siklus
menstruasinya secara normal setelah kenaikan berat badan. BMI < 15 membutuhkan
intervensi dari ahli gizi yang terkait. Perawatan dalam rumah sakit mungkin diindikasikan
pada pasien ini. Pada kelompok ini memerlukan terapi sulih hormon estrogen dan monitoring
massa tulang. Peningkatan berat badan merupakan faktor penting untuk perbaikan massa
tulang. Terapi dengan menggunakan gonadotropin mungkin dibutuhkan untuk konsepsi.
Pasien dengan hipotalamik amenorrhea yang disebabkan olahraga berlebih seringkali
menolak untuk mengubh pola tingkah laku mereka. Hal ini terutama berlaku pada atlet.
Walaupun hal ini kontroversial, pertimbangan untuk meningkatkan E2 dengan kontrasepsi
oral. Kebanyakan atlet bahkan menggunakan kontrasepsi oral untuk membatasi atau
menghindari menstruasi.
Hipotalamik amenorrhea fungsional yang disebabkan stress merupakan diagnosis eksklusi.
Gangguan makan dan pembatasan kalori harus sudah dieksklusikan sebagai faktor penyebab.

Modifikasi tingkah laku atau pola hidupmerupakan terapi yang utama. Selain itu juga dapat
digunakan kontrasepsi oral untuk memperbaiki kadar E2 yang rendah
Hiperprolactinemia
Hiperprolaktinemia dengan kadar TSH normal membutuhkan pencitraan MRI untuk
menentukan keberadaan tumor, microadenoma atau macroadenoma serta lesi sistem saraf
pusat yang lain. Microadenoma dan prolaktinoma , dengan diameter , 1cm merupakan tumor
yang tumbuh lambat dan paling sering ditemukan pada wanita pre-menopause. Tatalaksana
yang perlu dipikirkan pada pasien ini adalah untukmemperbaiki tingkat kesuburan, meng
eliminasi galaktorrhea dan mengurangi gejala- gejala hypoestrogenemia. .
Hiperprolaktinemia simptomatis karena adanya gangguan dari hipofisis harus diobati pada
awalnya dengan menggunakan agonis dopamin seperti bromokriptin dan cabergolin.
Macroadenoma juga dapat diobati dengan menggunakan agonis dopamin sebagai awalan.
Seringkali, lesi yang lebih besar gagal untuk merespon terhadap terapi medis terutama pada
pasien yang telah mengalami gangguan akut penglihatan. Hal ini merupakan indikasi untuk
dilakukan pembedahan atau radiasi.
Hypergonadotropic hypogonadism
Pada pasien yang gagal memasuki masa pubertas, hipergonadotropik hypogonadism
seringkali diassosiasikan dengan sindrom turner dan gangguan dysgenesis gonadal yang lain
seperti sindrom Swyer. Delesi dari kromosom X ( sindrom turner), delesi parsial dan
translokasi merupakan diagnosis yang paling sering ditemukan. Kariotip genetik diperlukan
untuk mendeteksi adanya Y- containing chromatin.
Pasien yang memiliki kromosom Y memiliki kemungkinan 25% untuk terjadinya tumor
gonad. Gonad harus secepatnya dibuang, karena memang tidak berfungsi dengan
semestinya.Terapi sulih hormon mungkin diperlukan untuk terjadinya proses pubertas dan
juga harus dipikirkan perkembangan yang maksimal dari massa tulang. Sindroma turner
berkaitan dengan gangguan pada telinga, ginjal, evaluasi pada organ tersebut diperlukan
secara seksama.
Premature ovarian failure setelah pubertas terjadi pada 1% pada wanita dewasa. Pengobatan
harus ditentukan berdasarkan keadaan masing- masing individu. Beberapa pasien
membutuhkan Terapi sulih Estrogen untuk hot flashes dan simptom lainnya yang
berhubungan

dengan

keadaan

menopause,

misalnya

osteoporosis,

bukan

menyembuhkan dari penyebab itu sendiri.


Disfungsi tiroid
Pasien dengan hipotiroid dan hipertiroid harus menjalani tatalaksana yang sesuai.

untuk

Komplikasi dan prognosis


Banyaknya perdarahan ditentukan oleh lebarnya pembukuh darah, banyaknya pembuluh
darah yang terbuka, dan tekanan intravaskular. Lamanya pedarahan ditentukan oleh daya
penyembuhan luka atau daya regenerasi. Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu infeksi,
mioma, polip dan karsinoma.

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL


Definisi
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang didalam
maupun diluar siklus haid, yang semata-mata disebabkan gangguan fungsional mekanisme
kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik alat reproduksi.
PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan perimenopause.
Batasan Perdarahan Uterus Abnormal
BATASAN

POLA ABNORMALITAS PERDARAHAN

Oligomenorea

Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan


disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.

Polimenorea

Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval < 21 hari dan

Menoragia

Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal ( 21


35 hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari.

Menometroragia

Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan


dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan
durasi yang panjang ( > 7 hari).

Amenorea

Tidak terjadi haid selama 6 bulan berturut-turut pada wanita


yang belum masuk usia menopause.

Metroragia atau perdarahan Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir
antar haid

dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis,


polip, mioma submukosa, hiperplasia endometrium, dan
keganasan.

Bercak intermenstruasi

Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang


umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.

Perdarahan pasca menopouse

Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang


sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12

bulan.
Perdarahan uterus abnormal Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang
sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis

akut

(hipotensi , takikardia atau renjatan).


Perdarahan uterus disfungsi

Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir


yang

tidak

berkaitan

dengan

kehamilan,

pengobatan,

penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan


atau gangguan kondisi sistemik.

Epidemiologi
Perdarahan uterus disfungsional tidak memiliki kegemaran untuk ras, namun dari segi umur
yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi wanita, baik di awal atau
mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup reproduksinya.
Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja putri terjadi selama 2
tahun pertama setelah onset menstruasi, ketika sumbu dewasa mereka hipotalamus-hipofisis
mungkin gagal untuk merespon estrogen dan progesteron.
Etiologi
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan
menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai pada masa permulaan dan pada mssa
akhir fungsi ovarium. Pada usia perimenars, penyebab paling mungkin adalah faktor
pembekuan darah dan gangguan psikis.
Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan
atau terlambat proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatanreleasing
factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa premenopasuse
proses terhentinya proses ovarium tidak selalu berjalan lancar
Perdarahan Uterus Disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi
dan penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang
dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain :
tas)

trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), Kencing Manis


(diabetus mellitus), dan lain-lain

ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain-lain.


Patogenesis
Patologi PUD bervariasi. Gambaran penting salah satunya yaitu gangguan pada hipotalamus
pituitari ovarium sehingga menimbulkan siklus anovulatorik. Kurangnya progesteron
meningkatkan stimulasi esterogen terhadap endometrium. Endometrium yang tebal
berlebihan tanpa pengaruh progestogen, tidak stabil dan terjadi pelepasan irreguler. Secara
umum, semakin lama anovulasi maka semakin besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini
adalah bentuk DUB yang paling sering ditemukan pada gadis remaja.Sekitar 90% perdarahan
uterus difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi
dalam siklus ovulasi.
1. Pada siklus ovulasi
Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan
waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen, sementara
hormon progesteron tetap terbentuk.
Ovulasi abnormal ( DUB ovulatori ) terjadi pada 15 20 % pasien DUB dan mereka
memiliki endometrium sekretori yang menunjukkan adanya ovulasi setidaknya intermitten
jika tidak reguler. Pasien ovulatori dengan perdarahan abnormal lebih sering memiliki
patologi organik yang mendasari, dengan demikian mereka bukan pasien DUB sejati menurut
definisi tersebut. Secara umum, DUB ovulatori sulit untuk diobati secara medis.

2. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)


Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal ini
karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan hormon
progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan
berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang
memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang
rapuh.
Patofisiologi

Pasien dengan perdarahan uterus disfungsional telah kehilangan siklus endometrialnya yang
disebabkan oleh gangguan pada siklus ovulasinya. Sebagai hasilnya pasien mendapatkan
siklus estrogen yang tidak teratur yang dapat menstimulasi pertumbuhan endometrium,
berproliferasi terus menerus sehingga perdarahan yang periodik tidak terjadi.
gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi
folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum.
Akibatnya, terjadilah hiperplasi endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan
terus-menerus. Penelitian lain menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat
ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yaitu endometrium atrofik,
hiperplastik, proliferatif dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi merupakan
bagian terbesar. Pembagian endometrium menjadi endomettrium sekresi dan non sekresi
penting artinya, karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan ovulatoar dari yang
anovulatoar. Klasifikasi ini memiliki nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional
ini memiliki dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada
perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor
neuromuskular, hematologi dan vasomotorik, yang mekanismenya belum seberapa
dimengerti, sedang perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan
endokrin.
Gambaran Klinik
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan
bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada siklus ovulasi biasanya
perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa diramalkan serta seringkali disertai rasa
tidak nyaman sedangkan pada anovulasi merupakan kebalikannya. Selain itu gejala yang
yang dapat timbul diantaranya seperti mood ayunan, kekeringan atau kelembutan Vagina
serta juga dapat menimbulkan rasa lelah yang berlebih.
1. Pada siklus ovulasi
Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau
perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan
disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk
menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena
perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadangkadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa
perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka harus
dipikirkan sebagai etiologi :

-kadang bersamaan
dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur.
yebabkan premenstrual spotting, menoragia atau
polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH
releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak
cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang
bersangkutan.

dalam uterus.

pembekuan darah.

2. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)


Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh
lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan.
Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus
pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan
ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang
lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu
badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai
etiologiya :
1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan
dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena
riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak persamaan
antara keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium
tidak teratur (irregular shedding). Diagnosa irregular shedding dibuat dengan kerokan yang
tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada
waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau
polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH
releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak

cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang
bersangkutan.
3. Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah
dalam uterus.
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah.

Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya
kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat
siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu
fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan
kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh
terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat
hiperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan,
dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan
menstrual seorang wanita, tapi paling sering pada masa pubertas dan masa premenopause.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat
laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa
terutama dalam masa premenopasue dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan
kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.

Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit


metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor
ovarium dan sebagainya. Disamping itu stress dan pemberian obat penenang juga dapat
menyebabkan perdarahan anovulatoar yang bisanya bersifat sementara.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan umum dinilai adanya hipo/hipertiroid dan gangguan homeostasis seperti
ptekie, selain itu perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk kearah kemungkinan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain.
Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang
menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah biopsi endometrium (pada wanita yang
sudah menikah), laboratorium darah dan hemostasis, USG, serta radio immuno assay
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan pasien.
Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka
penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus
diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat
badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen ) lebih
cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak
teratur setelah mengalami amenore berbulan bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/
ml ) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang
dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin
dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan
yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi.
Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau
wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani
sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan
bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain
yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita

yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase
dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba
terapeutik.

Diagnosa Banding Perdarahan Uterus Abnormal


Kehamilan dan komplikasi Penyakit sistemik :
kehamilan :

Hiperplasi

Solusio plasenta

penyakit Cushing

Kehamilan ektopik

Blood Dyscrasia (leukemia - Neoplasia

Abortus

dan trombositopenia)

- Kelainan anatomi jinak:

Plasenta previa

Koagulopatia

(adenomiosis, mioma uteri,

Penyakit trofoblas

Penyakit hepar

polip servik)

Medikasi

&

adrenal

Patologi traktus genitalis :


dan -

Infeksi

(servisitis,

miometritis, endometritis)

penyebab Supresi hipotalamik (stress, - Lesi pra-ganas (displasia

iatrogenik:

penurunan

berat

Antikoagulan

berlebihan,

Antipsikotik

berlebihan)

- Lesi ganas : (karsinoma

Kortikosteroid

- Sindroma ovaripolikistik

servik

Suplemen herbal

- Penyakit ginjal

adenokarsinoma

Terapi sulih hormon

- Penyakit tiroid

endometrium, tumor ovarium

olah

badan servik,

hiperplasia

raga endometrium)

AKDR

penghasil

Pil kontrasepsi

ovarium

Tamoxifen

penghasil

sel

skuamosa,

estrogen,

tumor

testosteron,

leiomiosarkom)
-

Trauma,

abrasi,

benda

asing,

kekerasan

atau

penyimpangan seksual
Perdarahan
disfungsi

uterus
(diagnosa

eksklusionum)

Evaluasi Perdarahan Uterus Abnormal

per

Penatalaksaaan
Tujuan penanganan perdarahan uterus disfungsional adalah untuk mengontrol perdarahan
yang keluar, mencegah komplikasi, memperbaiki keadaan umum pasien, memelihara
fertilitas dan menginduksi ovulasi bagi pasien yang menginginkan anak.
Terkadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak. Sehingga
penderita harus bed rest dan diberi transfusi darah. Pada usia premenars, pengobatan
hormonal perlu bila tidak dijumpai kelainan organik maupun kelainan darah, gangguan
terjadi selama 6 bulan atau 2 tahun setelah menarche belum dijumpai siklus haid yang
berovulasi, perdarahan yang terjadi sampai mebuat keadaan umum memburuk.

Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan
tidak ada abortus inkomplitus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan
hormon steroid. Dapat diberikan :
1. Estrogen dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti.
Dapat diberikan estradiol dipropionat 2,5mg atau estradiol benzoat 1,5mg secara
intramuskular. Kekurangan terapi ini adalah setelah suntikan dihentikan, perdarah timbul
lagi.
2. Progesteron, dengan pertimbangan bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat
anovulatoar, sehingga pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap
endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron 125mg, secara intamuskular atau
dapat diberikan peroral sehari norethindrone 15mg atau medroksi-progesteron asetat
(provera) 10mg, yang dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita masa puberas.

Androgen berefek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia endomentirum.


Terapi ini tidak boleh diberikan terlalu lama, karena bahaya virilisasi. Dapat diberikan
testosteron propionat 50 mg intramuskular yang dapat diulangi 6 jam kemudian. Pemberian
metiltestosteron peroral kurang dapat efeknya. Androgen berguna pada perdarahan
disfungsional berulang, dapat diberikan metil testosteron 5 mg sehari. Erapi oral lebih baik
dari pada suntikan, dengan pedoman pemberian dosis sekecil-kecilnya dan sependek
mungkin.
Kecuali pada masa pubertas, terapi paling baik adalah dilatase kuretae. Tindakan ini penting
untuk diagnosis dan terapi, agar perdarahan tidak berulang. Bila ada penyakit lain maka harus
ditangani pula.
Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat diusahakan
terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar
perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrenisme. Pemberian progesteron saja
berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan hal-hal tersebut
diatas, pemberian estrogen dan progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan, untuk
keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. ini dpat dilakukan mulai hari ke-5
perdrahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke21 siklus haid.
Pil kontrasepsi dapat menekan pertumbuhan endometrium, mengontrol sifat perdarahan,
menurunkan perdarahan terus-menerus dan menurunkan resiko anemia defesiensi besi.

Bila setelah dialakukan kerokan masih timbul perdarahan disfungsional, dapat diberikan
terapi hormonal. Pemberian kombinasi estrogen dan progestron, seperti pemberian pil
kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke 5 perdarahan sampai
21 hari. Dapat diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke 21 siklus haid.,
Sebagai tindakan terakhir pada wanita dengan peredarahan disfungsional terus-menerus
(meski telah kuretase) adala histerektomi.
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan
organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal
3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

1. Perdarahan Uterus Disfungsi Yang Anovulatoir


Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada penderita
dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo ovulasi), pemberian pil
kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan stimulasi estrogen berkepanjangan
terhadap endometrium yang tidak diimbangi dengan progesteron (unopposed estrogen
stimulation of the endometrium). Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan
perdarahan anovulatoir pada penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi
pemberian pil kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan
terapi dengan progestin secara siklis selama 5 12 hari setiap bulan sebagai alternatif.
2. Perdarahan Uterus Disfungsi Ovulatoir
Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID (asam mefenamat)
dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen,
danazol terhadap menoragia adalah setara.
Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis) membatasi
penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat digunakan dalam jangka
pendek untuk menipiskan endometrium sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium.
Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini jarang
digunakan

dengan

tromboemboli).

alasan

yang

menyangkut

keamanan

potensi

menyebabkan

Penatalaksanaan Medikamentosa PUD anovulatoir

Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi pembedahan.
Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah histerektomi, tindakan ini juga
dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia.

Penatalaksanaan pembedahan pada perdarahan uterus abnormal

Prognosis
Terapi hormon biasanya mengurangi gejala. Selama tidak ada masalah dengan
anemia(jumlah darah rendah),pengobatan dini menunjang prognosis yang baik.

Komplikasi

h anemia dari perdarahan haid berkepanjangan atau berat

perkembangan kanker endometrium)

DAFTAR PUSTAKA
Brewer JI, Decosta EJ. Textbook of Gynecology. 4th edition. Baltimore: Williams &
Wilkins, 1967: 101-136
Norwitz, Errol R.; Schorge, Jhon O. 2001. Obstetrics And Gynecology At A Glance.
Blackwell Science : Oxford London.
Scherzer WJ, McClamrock H. Amenorrhea. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks
gynecology. 12th edition. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 820-832
Schorge, John O,. 2008, Williams Gynecology, Ed. 1, McGraw-Hills : USA
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999: 203-223

Anda mungkin juga menyukai

  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen25 halaman
    Presentasi Kasus
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Dub
    Dub
    Dokumen34 halaman
    Dub
    Susasti Hasanah
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Demam Berdarah Dengue
    Laporan Kasus Demam Berdarah Dengue
    Dokumen29 halaman
    Laporan Kasus Demam Berdarah Dengue
    Aisyah Khumairah
    86% (7)
  • Lapkas DBD
    Lapkas DBD
    Dokumen32 halaman
    Lapkas DBD
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Laporan Jaga Bangsal 2 Feb 2016
    Laporan Jaga Bangsal 2 Feb 2016
    Dokumen32 halaman
    Laporan Jaga Bangsal 2 Feb 2016
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Talak
    Talak
    Dokumen8 halaman
    Talak
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Referat Aki
    Referat Aki
    Dokumen21 halaman
    Referat Aki
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • CML Final
    CML Final
    Dokumen25 halaman
    CML Final
    Bobby Mucil
    100% (3)
  • Referat
    Referat
    Dokumen13 halaman
    Referat
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Referat Osteomielitis
    Referat Osteomielitis
    Dokumen57 halaman
    Referat Osteomielitis
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Makalah Posyandu
    Makalah Posyandu
    Dokumen27 halaman
    Makalah Posyandu
    Aisyah Khumairah
    100% (1)
  • EPISKLERITIS
    EPISKLERITIS
    Dokumen10 halaman
    EPISKLERITIS
    aisyahkhumairah
    Belum ada peringkat
  • CML Final
    CML Final
    Dokumen25 halaman
    CML Final
    Bobby Mucil
    100% (3)
  • VCT
    VCT
    Dokumen35 halaman
    VCT
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Presus Mata
    Presus Mata
    Dokumen20 halaman
    Presus Mata
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Presus Uk
    Presus Uk
    Dokumen24 halaman
    Presus Uk
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen43 halaman
    Presentasi Kasus
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • VCT
    VCT
    Dokumen35 halaman
    VCT
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen41 halaman
    Bab I
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Refrat Forensik
    Refrat Forensik
    Dokumen27 halaman
    Refrat Forensik
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen4 halaman
    Presentasi Kasus
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen6 halaman
    Lembar Pengesahan
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Referat Zat Intoksikasi
    Referat Zat Intoksikasi
    Dokumen24 halaman
    Referat Zat Intoksikasi
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • KDK
    KDK
    Dokumen47 halaman
    KDK
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Anak Lita
    Tugas Anak Lita
    Dokumen30 halaman
    Tugas Anak Lita
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kelompok
    Tugas Kelompok
    Dokumen51 halaman
    Tugas Kelompok
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Bab III Data Desa Madyocondro II
    Bab III Data Desa Madyocondro II
    Dokumen30 halaman
    Bab III Data Desa Madyocondro II
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kelompok
    Tugas Kelompok
    Dokumen51 halaman
    Tugas Kelompok
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Bronko Pneumon I
    Bronko Pneumon I
    Dokumen15 halaman
    Bronko Pneumon I
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat
  • TUGAS
    TUGAS
    Dokumen12 halaman
    TUGAS
    Aisyah Khumairah
    Belum ada peringkat