Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A.Tinjauan teori
1. Pengertian
Onikomiosis didefiniskan sebagai infeksi kuku oleh golongan
dermatofit, bagian nondermatofita atau ragi. Bakteri ini berpengaruh pada
30% dari mikotik kulit infeksi (Kauretal. 2008& Roberts 1992) dan semua
gangguan kuku (Mugge et al.2006).
Onikomikosis adalah predisposisi ulkus, infeksi bakteri sekunder dan
selulitis. Secara klinis ditandai dengan perubahan warna kuku (kuningkecoklatan sampai hitam) hiperkeratosis subungual dan onychomycolysis
(Fitzpatrick et al.2005).
Onikomikosis adalah istilah umum untuk kelainan kuku akibat infeksi
jamur. Semula, secara tradisional istilah onikomikosis hanya digunakan
untuk infeksi nondermatofita. Tinea unguium adalah kelainan kuku akibat
infeksi dermatofita.(Imam Budi Putra.2008).
2. Etiologi
a. Dermatofita telah dilaporkan sebagai penyebab onikomikosis.
1)

Genera trychopyton
a) T. rubrum(seluruh dunia)
b) T. mentagrophytes(Eropa dan Amerika)

c) T. violaceum(Eropa, Afrika dan Timur Dekat)


d) .T. schoenieinii(Eropa Timur, Afrika Utara, Timur Dekat)
e) T. tonsuras(seluruh dunia)
f) T. magninii(Portugal dan Spanyol)
g) T. concentricum(sangat jaring)
h) T. samdamemse( sangat jarang, Afrika)
i) T. gaurivilli(sangat jarang, Afrika)
2.

Generaepidermophyton
a. E. floccosum(seluruh dunia)

3.

Genera microsporum
a. M. audouini(sangat jarang, Afrika, Amerika Utara)
b. M. cains(seluruh dunia)

b. Kandida walaupun banyak ditemukan tumbuh sebagai safrofit pada


kulit dan kuku, tetapi yang dianggap agen penyebab adalah 3 spesies.
1. Candida albicans
2. Candidaparapsilosis
3. Candida guilermondi
c. Selanjutnya banyak penyelidik dapat mengisolasi berbagai spesies dari
moulds ini kuku yang menderita kelainan.
1) l. A. plavus
2) A. furnigatus
3) A. glaucus
4) A. nidulans

5) A. sydowii
6) A. terreus
7) A. ustus
8) A. versicolor
9) Cephalosporium spesies
10) Fusarium oxysporum
11) Il. Pseudorotium ovalis
12) Hendersonula toruloidea
13) Syctalidium hylinum
14) Svctatidiumbrevicaulis (Imam Budi Putra. 2008).
3. Patogenesis dan morbiditas
a. Onikomikosis oleh karena dermatofita
Jamur jenis dermatofita langsung menyerang keratin yang normal.
RIPPON (1976) melaporkan beberapa strain T. mentagrophystes
mempunyai

kemampuan

bisamenghancurkan

enzim

lempeng

proteolitik

kuku.

Faktor

in

vivo,

yang

predisposisi

yang

mempengaruhi infeksi oleh dermatofita ini adalah keadaan basah dan


lembab, yang memudahkan terjadinya kontaminasi, misalnya jalan
dengan kaki telanjang, di tempat-tempat permandian umum, sauna
showerdi asrama-asrama. Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa,
lesi terutama pada kaki 80%, jari-jari tangan 20%.
b. Onikomikosis karena kandida

Penyakit ini terutama menyerang orang dewasa, wanita 2 sampai 3


kali lebih banyak daripada laki-laki. Yang terutama diserang adalah
jari-jari tangan +70% dalam bentuk paranokial.
Faktor- faktor predisposisi pada penyakit ini.
1) Faktor lokal
Adapun faktor lokal yang mempengaruhi terjadinya
oikomikosis antaralain kuku yang rusak akibat gosokan, atau
bahan kimia, selama manicure, pekerjaan di air asin, maserasi
dan penutupan kuku, pekerjaan pencuci piring, tukang masak
dan bertani.
2) Faktor sistemik
Diabetes

melitus,hipoparatiroidisme,malnutrisi,

tumor

ganas dapt mempengaruhi terjadinya onikomikosis.


3) Faktor iatrogenik
Penggunaan kortikosteroid, antibiotik, dan antimitotik
merupakan faktor yang memmpengaruhi timbulnya onikomikosis
4) Kandidiasis mokokutan kronik
Penyakit infeksi oleh kandida pada kuku, mukosa, kulit
yang sifatnya kronik terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa
muda. Pada penderita ini ditemukan gangguan sistem imun
selular : fungsi sel T terganggu, limfositopenia, terganggunya
transformasi limfosit,kemotaksis netrofil terganggu.
c. Onikomikosis karena moulds

Moulds

merupakan

organisme

vegetatif,

berbeda

dengan

dermatofita karena organisme ini tidak sensitif terhadap griseofulvin


dan tidak membentuk hifa udara. Sebagian besar jamur jenis moulds ini
patogen terhadap manusia. BERESTON dan KEIL (1941) untuk
pertama

kali

mengisolasi

sertamendemonstrasikan

dengan

Asperqillus
sediaan

dari

kuku,

langsung.WALSHE

ENGLISH (1966) walaupun banyak penyelidikan menemukan moulds


ini tumbuh sebagai safrofit pada kuku, akan tetapi moulds ini dapat
dideteksi langsung dengan mikroskop dalam bentuk filamen. Jamur
jenis moulds ini biasanya didapatkan di tanah, menyerang kuku pada
ibu jari, dan penderita tua berumur di atas 60 tahun. Faktor predisposisi
pada penyakit ini adalah : faktor lingkungan, gangguan peredaran darah
perifer (vena, arteri, limfe) dan juga faktor anatomis (jari-jari yang
tumpang tindih).Onikomikosis karena moulds bisa juga menyerang
kuku jari-jari tangan, apabila terkontaminasi oleh jamur ini yang ada
pada tumbuh tumbuhan di taman atau kebun. (Imam Budi Putra.2008).
4. Gambaran klinis
Tinea unguinum atau onikomikosis adalah kelainan kuku yang
disebabkan oleh jamur dermatofita.ZAIAS membaginya dalam 3 bentuk
klinis (Unandar Budimulja 1999).
a. Bentuk subungual distalis
Bentuk ini mulai dri tepi distal atau distolateral kuku. Proses
ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku

10

yang rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka permukaan kuku


bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku raouh yang
menyerupai kapur.
b. Leuonikia trikofita (JESSNER, 1922) atau leukonikia mikotika
(ROST, 1926)
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau
keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan
adanya elemen jamur, oleh RAVANT dan REBEAU (1921)
kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton mentagrophytes
seagai penyebabnya.
c. Bentuk subungual proksimalis
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku dan membentuk gambaran
klinis yang khas, yaitu terlihat kuku di bagian distal masih utuh,
sedangkan bagian proksimal rusak. Biasanya penderita tinea
unguinum mempunyai dermatofitosis di tempat lain yang sudah
sembuh atau belum (Unandar Budimulja 1999).
Adapun menurut Imam Budi Putra di dalam jurnalnya dikenal 4
tipe onikomikosis yang dibedakan berdasar gambaran klinis dan juga
menandai rute invasi jamur:
a. Onikomikosis subungual distal (OSD) : Jamur menyerang bantalan
kuku di Bawah lempeng kuku melalui hiponikium dan bergerak ke
arah proksimal. Kulit telapak kaki dan tangan merupakan lokasi
infeksi primer. Invasi juga dapat dari lateral (onikomikosis

11

subungual distal dan lateral atau OSDL). Gambaran klinis ditandai


oleh hiperkeratosis subungual dan onikolisis, selain wama kuku
kekuningan,bentuk ini umumnya disebabkan T.rubrum, selain oleh
T.mentagrophytes var.inte rdigitale.
b. Onikomikosis subungual proksimal (OSP): Infeksi dimulai dari
lipat kuku proksimal, melalui kutikula dan masuk ke kuku yang
baru terbentuk, selanjutnya bergerak ke arah distal. Kelainan berupa
hiperkeratosis dan onikolis proksimal, serta destruksi lempeng kuku
proksimal. Bentuk ini merupakan bentuk paling jarang dijumpai,
tetapi umum ditemukan pada penderita AIDS. Penyebab biasanya
T. rubrum.
c. Onikomikosis superfisial putih (OSPT) : Kelainan ini juga jarang
ditemui; terjadi bila jamur menginvasi langsung lapisan superfisial
lempeng kuku. Klinis ditandai bercak-bercak putih keruh berbatas
tegas yang dapat berkonfluensi. Kuku menjadi kasar, lunak, dan
rapuh. Penyebab tersering adalah T. mentagrophytes, meskipun
kadang beberapa kapang nondermatofita antara lain Aspergillus,
Acremonium, dan Fusarium dapat ditemukan.
d. Onikomikosis kandida (OK) : Infeksi dapat dibedakan dalam 3
kategori, yakni (1) dimulai sebagai paronikia yang kemudian
menginvasi matriks sehingga memberikan gambaran klinis depresi
transversal kuku, sehingga kuku menjadi cekung, kasar, dan
akhirnya distrofi. (2). Pada kandidosis kronik mukokutan, kandida

12

langsung menginvasi lempeng kuku sehingga baru pada stadium


lanjut tampak sebagai pembengkakan lipat kuku proksimal dan
lateral yang membentuk gambaran pseudoclubbing alau chicken
drumstick. (3). Invasi pada kuku yang telah onikolisis, terutama
terjadi pada tangan, tampak sebagai hiperkeratosis subungual
dengan massa abu-abu kekuningan dibawahnya, mirip OSD. (Imam
Budi Putra.2008)
5. Penatalaksanaan
Sebagaimana pada penatalaksanaan penyakit jamur superfisial
lainnya,

maka

prinsip

penatalaksanaan

onikomikosis

adalah

menghilangkan faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya penyakit,


serta terapi dengan obat anti jamur yang sesuai dengan penyebab dan
keadaan patologi kuku. Perlu ditelusuri pula sumber penularan.
Dalam upaya mendapatkan pengobatan

yang optimal dan

memuaskan, ada beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan jika dilihat


secara holistik, terutama dari segi obat dan kemampuan penderita, yaitu
sarana yang tersedia,harga, dapat tidaknya obat diterima oleh penderita,
efeksamping, dan kemudahan penggunaan.
Pengobatan onikomikosis ada dua cara yaitu secara sistemik dengan
menggunakan obat antifungsi oral dan secara lokal yaitu dengan
menggunakan obat antifungsi topikal. Pada keadaan tertentu keduacara ini
digunakan secara bersama-sama.
a. Obat topikal

13

pengobatan onikomikosis dengan antifungitopikal yang telah ada


mengalami hambatan pada formulasi obat baik bentuk bubuk, krim,
larutan dan gel karena dirancang untuk pengobatan mikosis
superfasialis (kulit) tanpa mempertimbangkan struktur anatomi
kuku yang sangat sulit ditembus air. Pada onikomikosis organisme
penyebab infeksi berada di bawah lempengan kuku, sehingga
komponen aktif obat anti fungi tidak dapat menjangkau organisme
penyebab. Obat anti mikosis topikal yang baik haruslah memenuhi
syarat sebagai berikut :
1) Melekat erat pada lempeng kuku
2) Pelepasan zat aktif obat dari pembawa baik
3) Penetrasi obat ke dalam lempeng kuku cepat dan optimal
4) Konsentrasi pada tempat infeksi mencapai kadar fungisida,
resiko efek samping minimal
5) Pemakaian yang mudah dan jarang
Obat topikal formulasi khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke
dalam kuku, yakni :
1. Bifonazol-urea : kombinasi derivat azol, yakniS.bifonazol 1%
dengan urea 40% dalam bentuk salap. Urea untuk melisiskan
kuku yang rusak sehingga penetrasi obat antijamur meningkat.
Kesulitan yang ditimbulkanadalahdapat terjadi iritasi kulit
sekitar kuku oleh urea.

14

2. Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat tunggal


fungisidal. Digunakan dalam bentuk cat kuku konsentrasi 5%
3. Siklopiroksolamin : suatu derivat piridon dengan spektrum
antijamur luas, juga digunakan dalam bentuk cat kuku.2
Diperlukan ketekunan karena umumnya masa pengobatan
panjang.

Meskipun

penggunaan

obat

topikal

mempunyai

keterbatasan,n amun masih mempunyai tempat untuk pengobatan


onikomikosis karena tidak adanya resiko sistemik, relatif lebih
murah, dan dapat sebagai kombinasi dengan obat oral untuk
memperpendek masa pengobatan, selain itu bentuk cat kuku
mudah digunakan.
b. Obat sistemik
Griseofulvin

karena

sifat

farmakokinetik

dan

farmakodinamiknya tidak merupakan obat yang efektif untuk


onikomikosis.

Untuk

tinea

unguium,

didapatkan

angka

kesembuhan rendah dan kekambuhan tinggi.


1. Obat sistemik generasi baru yang dapat digunakan untuk
pengobatan onikomikosis adalah flukanazol, itrakonazol,
danterbinafin.Berbagai

penelitian

telah

dilakukan

untuk

menilai kelebihan dan kekurangan masing-masing obat.


Derivat

azol

bersifat

spektrumantijamur

luas,

fungistatik

tetapi

mempunyai

sedangkan

terbinafin

bersifat

fungisidal tetapi efektivitas terutama terhadap dermatofita.

15

2. Flukonazol. Penelitian tentang penggunaan pada onikomikosis


masih jarang, baik penggunaan dosis kontinyu 100 mg per hari
atau dosis mingguan150 mg, dengan hasil bervariasi. Dosis
mingguan

tampaknya

mengharuskan

penggunaan

berkesinambungan sampai resolusi lengkap (6-12 bulan).


Penggunaan jangka panjang untuk infeksi Candidapada
penderita AIDS dikhawatirkan menyebabkan peningkatan
resistensi pada Candida.
3. Itrakonazol. Berbagai laporan telah menunjukkan bahwa obat
ini memberi hasil baik untuk onikomikosis dengan dosis
kontinyu 200 mg/hari selama 3 bulan atau dengan dosis denyut
400 mg per hari selama seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan,
baik untuk penyebab dermotifita maupun Candida.
4. Terbinafin. Obat ini sangat efektif terhadap dermatofit, tetapi
kurang efektif terhadap Candida, kecuali C. parapsilosis. Dosis
250 mg/hari secara kontinyu 3 bulan pada tinea unguium
memberi hasil baik. Obat ini tidak digunakan untuk dosis
denyut.
c. Terapi bedah
Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain
menyebabkan nyeri juga dapat memberi gejala sisa distrofi kuku.
Tindakan bedah dapat dipertimbangkan bila kelainan hanya 1-2
kuku, bila ada kontraindikasi terhadap obat sistemik, dan pada

16

keadaan patogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap


harus dengan kombinasi obat antijamur topikal atau sistemik.
Sebagai alternatiflain adalah pengangkatan (avulsi) kuku dengan
bedah kimia menggunakan formulasi urea 20- 40%. Umumnya
bentuk salap dalam bebat oklusi pada lempeng kuku dengan
melindungi kulit sekitar kuku.(Imam Budi Putra.2008).
6. Prognosis
Meskipun dengan obat-obat barudan dosis optimal, 1 diantara 5
kasus onikomikosis ternyata tidak memberi respons baik. Penyebab
kegagalan diduga adalah diagnosis tidak akurat, salah identifikasi
penyebab, adanya penyakit kedqa, misalnya psoriasis. Pada beberapa
kasus, karakteristik kuku tertentu, yakni pertumbuhan lambat serta sangat
tebal juga merupakan penyulit, selain faktor predisposisi terutama keadaan
imunokopromais. Menghindari sumber penularanmisalnya sepatu lama
atau kaos kaki yang mengandung spora jamur, perlu diperhatikan untuk
mencegah kekambuhan.(Imam Budi Putra.2008).
7. Dampak sosial
Ketika kuku mengalami onikomikosis, maka fungsi rangsangan
takil dakan hilang atau terganggu dan pasien juga akan mengalami
perasaan nyeri atau tidak nyaman. Distrofi kuku jari kaki akan
mengganggu aktifitas sehari-hari seperti berjalan, berdiri, olahraga dan
kenyamanan dalam memakai sepatu. Sementara itu distrofi kuku jari

17

tangan akan mengganggu aktivitas sehari-hari seperti mengetik, menulis,


bermain musik dan kegiatan sosial lainnya.( Imam Budi Putra.2008)
8. Dampak psikologis
Onikomikosis juga dapat menimbulkan efek psikosologis yang
negatif terhadap pasien akibat rasa malu, rendah diri dan dapat berujung
pada penurunan kualitas hudup pasien secara umum.(Imam Budi
Putra.2008)
B. Kerangka teori
1. Gambaran klinis
Tinea unguinum atau onikomikosis adalah kelainan kuku yang
disebabkan oleh jamur dermatofita.ZAIAS membaginya dalam 3 bentuk
klinis (Unandar Budimulja 1999).
a. Bentuk subungual distalis
Bentuk ini mulai dri tepi distal atau distolateral kuku. Proses
ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku
yang rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka permukaan kuku
bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku raouh yang
menyerupai kapur.
b. Leuonikia trikofita (JESSNER, 1922) atau leukonikia mikotika
(ROST, 1926)
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau
keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan
adanya elemen jamur, oleh RAVANT dan REBEAU (1921)

18

kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton mentagrophytes


seagai penyebabnya.
c. Bentuk subungual proksimalis
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku dan membentuk gambaran
klinis yang khas, yaitu terlihat kuku di bagian distal masih utuh,
sedangkan bagian proksimal rusak. Biasanya penderita tinea
unguinum mempunyai dermatofitosis di tempat lain yang sudah
sembuh atau belum (Unandar Budimulja 1999).
2. Dampak sosial
Ketika kuku mengalami onikomikosis, maka fungsi rangsangan
takil dakan hilang atau terganggu dan pasien juga akan mengalami
perasaan nyeri atau tidak nyaman. Distrofi kuku jari kaki akan
mengganggu aktifitas sehari-hari seperti berjalan, berdiri, olahraga dan
kenyamanan dalam memakai sepatu. Sementara itu distrofi kuku jari
tangan akan mengganggu aktivitas sehari-hari seperti mengetik, menulis,
bermain musik dan kegiatan sosial lainnya.( Imam Budi Putra.2008)
3. Dampak psikologis
Onikomikosis dapat menimbulkan efek psikologis yang negatif
terhadap pasien akibat rasa malu, rendah diri dan dapat berujung pada
penurunan kualitas hudup pasien secara umum.( Imam Budi Putra.2008)

19

C. Kerangka konsep

Onikomikosis

Gambaran fisik

Dampak psikologis

Dampak sosial

Keterangan:

yang diteliti

Tidak diteliti

20

Anda mungkin juga menyukai