TAKSONOMI TUMBUHAN
Sejarah Perkembangan Taksonomi Tumbuhan
Perbedaan dasar yang digunakan dalam klasifikasi tumbuhan akan memberikan hasil klasifikasi yang
berbeda beda sehingga terbentuklah sistem klasifikasi yang berlainan. Berdasarkan tingkat
peradababnnya, manusia yang pertama-tama melakukan kegiatan di bidang taksonomi tumbuhan
khususnya klasifikasi pasti memilah-milah dan mengelompokkan tumbuhan berdasarkan atas kesaman
ciri-ciri yang berkaitan langsung dengan kehidupan manusia. Misalnya dihasilkan kelompok tumbuhan
penghasil bahan pangan, penghasil bahan sandang, penghasil bahan obat dan lain-lain. Selain itu jug a
dapat berdasarkan ciri-ciri yang mudah dilihat dengan mata telanjang seperti perawakan tumbuhan.
Berdasarkan perawakan tumbuhan (habitus), tumbuhan dikelompokkan menjadi empat yaitu, pohon
(arbor), yang tumbuh tinggi dan besar serta berumur panjang, perdu, semak, dan terna (herba).
Seiring dengan kemajuan teknologi dan peradaban ciri-ciri tumbuhan yang pada mulanya tidak dapat
diamati dapat dipertimbangkan untuk dijadikan dasar dalam pengklasifikasian. Karena teknologi yang
lebih maju telah dapat mengamati bagian tersebut misalnya ciri-ciri anatomi, kandungan zat-zat kimia dan
lain-lain.
Dalam dunia taksonomi tumbuhan dikenal berbagai sistem klasifikasi yang masing-masing diberi nama
berdasarkan tujuan yang ingin dicapai atau dasar yang digunakan dalam pengklasifikasian. Sistem
klasifikasi yang bertujuan pada penyederhanan objek studi dalam bentuk suatu ikhtisar lengkap seluruh
tumbuhan disebut sistem buatan atau sistem artifisial. Dengan keterlibatan ilmu-ilmu lain dalam
taksonomi tumbuhan muncul sistem klasifikasi lain yang tidak hanya bertujuan menyederhanakan objek
sistem klasifikasinya disebut sistem alam.
Setelah lahirnya teori evolusi muncul sistem filogenentik yang mencita-citakan tercerminnya jauh
dekatnya hubungan kekerabatan antara golongan tumbuhan yang satu dengan golongan tumbuhan yang
lain serta urutannya dalam sejarah perkembangan filogenetik tumbuhan.
Kemajuan dalam ilmu kimia dapat mengungkap zat-zat apa saja yang ada dalam tumbuh-tumbuhan yang
menyebabkan timbulnya saran agar pengklasifikasian tumbuhan juga didasarkan pada kesamaan atau
kekerabatan zat-zat kimia yang terkandung di dalamnya. Sehingga terbentuk suatu aliran atau cabang
dalam taksonom tumbuhan yang disebut kemotaksonomi.
Keberdaan teknologi canggih, salah satunya komputer maka berkembang suatu aliran yang dikenal
sebagai taksimetri atau taksonometri yang berusaha untuk menentukan jauh dekatnya hubungan
kekerabatan antara dua takson tumbuhan melalui sistem pemberian nilai untuk kemiringan yang terdapat
pada organ yang sama pada dua kelompok tumbuhan yang berbeda dan kemudian dengan penerapan
analisis kelompok (CLUSTER analisis) dibentuk kelompok-klompok untuk menggambarkan jauh
dekatnya hubungan kekerabatan diantara anggota kelompok
berdasarkan bentuk dan tekstur. Selain golongan-golongan pohon, perdu, semak seperti yang disebut di
atas, ia juga mengadakan pengelompokan menurut umur dan membedakan tumbuhan berumur pendek
(annual), tumbuhan berumur 2 tahun (biennial), serta tumbuhan berumur panjang (perennial).
Theophrastes juga telah dapat membedakan bunga majemuk yang berbatas (centrifugal) dan yang tidak
berbatas (centripetal), juga telah dapat membedakan bunga dengan daun mahkota yang bebas (polipetal
atau dialipetal) dan yang berlekatan (gamopetal atau simpetal) bahkan ia telah dapat mengenali
perbedaan letak bakal daun yang tenggelam dan yang menumpang. Adapun yang telah dilakukan oleh
theoprastes hasil klasifikasi tumbuhan yang telah diciptakan masih dianggap nyata-nyata merupakan
suatu sistem artifisial.
Selama periode system habitus yang cukup panjang ini dapat dikemukakan tokoh-tokoh lain yang
memainkan peran yang cukup penting dan dianggap telah memberikan saham yang cukup besar dalam
perkembangan taksonomi tumbuhan antara lain:
a. DISCORIDES (50-?)
Tokoh ini adalah seorang berkebangsaan Romawi dan hidup dalam zaman pemerintahan Kaisar Nero
dalam abad pertama sebelum masehi. Discorides yang rupa-rupanya tidak mengenal karya Theoprastes
menyatakan pentingnya pemberian Chandra atau deskripsi orang akan dapat menggambarkan tumbuhan
yang dimaksud dan menggunakannya untuk pengenalan tumbuhan. System klasifikasi ini diciptakan
Dioscorides didasarkan atas manfaat dan sifat-sifat morfologi tumbuhan.
b. PLINIUS (23-79)
Hanya menghasilkan karya-karya yang merupakan kompilasi saja dari karya-karya yang telah terbit
sebelumnya dan ditambahkan dengan bahan-bahan dari dongeng, takhayul, dan kepercayaankepercayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan ke kalangan rakyat. Ia berpendapat
bahwa semua tumbuhan di bumi ini diciptakan tuhan untuk kepentingan manusia. System klasifikasi yang
diikuti Plinius adalah sistemnya Dioscorides yang telah membedakan pohon-pohonan, sayuran, tanaman
obat-obatan, dan seterusnya.
Menjelang abad ke-16, bangkit lagi perhatian terhadap ilmu tumbuhan yang akan membawa
perkembangan taksonomi kearah yang lain. Gambar-gambar tumbuhan yang dibuat semakin bermutu,
lebih lengkap namun masih bercampur dengan data-data mengenai penggunaannya.
Dari sederetan nama-nama tokoh terkemuka dalam bidang taksonomi tumbuhan dari masa itu dapat kita
sebut antara lain :
c. O. BRUNFELS (1464-1534)
Yang tergolong dalam kaum herbalis, telah menghasilkan karya tentang terna yang dihiasi gambar, yang
sebagian besar merupakan bahan-bahan kompilasi dari karya-karya Theoprastes , Dioscorides, dan
Plinius. Sayang , buku itu memuat banyak konsep-konsep yang keliru serta kekisruhan akibat
dimasukkannya berbagai informasi yang bersumber dari cerita rakyat dan takhayul (Gugon Tuhon).
Kaum herbalis terutama dianggap berjasa karena karya-karyanya yang dapat dikualifikasikan sebagai
Taksonomi Deskriptif. Dalam golongan mereka ini nama-nama yang patut diketengahkan adalah:
d. J. BOCK (1489-1554) (HIERONYMUS TRAGUS)
Adalah seorang herbalis yang pernah menjadi guru, pendeta dan kemudian dokter yang mempunyai hobi
ilmu tumbuhan. Ia masih menggolongkan tumbuhan menjadi terna, semak dan pohon, tetapi ia mengaku
telah berupaya untuk menempatkan tumbuhan yang menurut anggotanya sekerabat dalam katagori yang
sama.
e. L. FUCHS (1501-1566)
Kelahiran Bavaria (Jerman Barat), adalah seorang guru besar dalam ilmu kedokteran di Tubingen
Jerman Barat. Dia terkenal dengan karya-karyanya dalam bidang ilmu tumbuhan yang benar pada
masaanya.
f. R. DODONEUS (1516-1518)
Seorang dokter kelahiran Mechelen, Belgia. Dia pernah menjelajahi Prancis, Jerman dan Italia serta
menjadi dokter di kota kelahirannya. Dia adalah penulis Het Cruyde Boek yang pada masanya sangat
mashur.
g. M. de LOBEL(1545-1612)
Berkebangsaan Inggris dan pernah mengadakan mengadakan perjalanan di Denmark dan Rusia. Dia
memiliki sebuah kebun botani di London dan penulis sebuah karya besar tentang ilmu tumbuhan. Dan
masih banyak tokoh-tokoh lainnya dengan karya-karyanya yang tidak kalah menariknya tentang
Taksonomi Deskriptif.
2. Periode sistem numerik
Periode ini terjadi pada permulaan abad ke 18, yang ditandai dengan sifat sistem yang murni artifisial,
yang sengaja dibuat sebagai sarana pembantu dalam identifikas tumbuhan. Sistem ini tidak
menggunakan bentuk dan tekstur tumbuhan sebagai dasar utama pengklasifikasian. Tetapi pengambilan
kesimpulan mengenai kekerabatan antara tumbuhan.
Dalam periode ini tokoh yang paling menonjol adalah Karl Linne (Carolus Linneaus)
Dibawah bimbingan Dr. Rudbeck ia menerbitkan karyanya yang pertama kali mengenai seksualitas
tumbuhan. Setelah menjadi dosen ia menerbitkan karyanya yang berjudul Hortus Uplandikus yang
memuat nama-nama semua tumbuhan yang terdapat dikebunraya di Upsala, yang susunannya mengikuti
sistem de Tournefort. karena jumlah tumbuhan dikebun raya tadi makin besr jumlahnya maka linneaus
menerbitkaan Hortus Uplandikus edisi baru yang disusun menurut ciptaannya sendiri yang dikenal
sebagai Sistema Sexsuale atau sistem seksual. Doktor Gronovius seorang dokter dan naturalis, begitu oleh
Linneaus, dan Lawson menawarkan kepada Linneaus untuk membiayai penerbitan naskahnya
yaitu Sistema Naturae yang memuat dasar-dasar pengklasifikasian tumbuhan hewan dan mineral. Selama
tahun 1737 sewaktu dinegeri Belanda karya Linneaus yang diterbitkan berjudul Genera
Plantarum dan Flora Lavonica sambil menunggu pencetakan naskah-naskah itu Linneaus diberi
kesempatan oleh Clifford untuk berkunjung ke Inggris, dan sekembalinya dari Inggris selama sembilan
bulan ia menyiapkan naskah Hortus Cliffortianus yang berisi jenis-jenis tumbuhan yang dipelihara dalam
kebunnya Clifford selama tiga tahun di Belanda dari tahun 1737 sampai 1739 merupakan masa yang
paling produktif bagi Linneaus. Kurang lebih ada 14 judul tulisannya terbit waktu itu, yang sebagian besar
telah dipersiapkan ketika ia masih di Swedia.
Setelah kembali lagi ke Swedia tidak lagi terbit karyanya yang berarti dari linneaus selain spesies
plantarum yang terbit 1 mei 1753. Pada tahun 1775 ia mengundurkan diri sebagai guru besar dan tiga
tahun kemudian meninggal dunia setelah menderita sakit selama kurang lebih 2 tahun (10 januari 1778).
Sistem klasifikasi tumbuhan yang diciptakan oleh Linnaeus masih dikategorikan sebagai sistem artivisial.
Nama Sistema Sexsuale untuk sistem yang diciptakan sebenarnya tidak begitu tepat karena pada dasarnya
sistem ini tidak ditekankan pada masalah jenis kelamin, tetapi pada kesamaan jumlah alat-alat kelamin
seperti jumlah benangsari. Nama-nama golongan tumbuhan yang diciptakan oleh linnaeus seperti
monandria (berbenang sari tunggal), diandria (berbenangsari dua), triandria berbenangsari tiga dan
seterusnya. Itulah sebabnya sistem klasifikasi tumbuhan ciptaan Linnaeus dikenal pula sebagai sistem
numerik.
Ciptaan Linnaeus ini meupakan sistem yang dinilai revolusioner untuk masa itu, dan memberikan
pengaruh yang lebih besar dari pada sumbangan linnaeus yang lain,dan sistem ini sengaja dirancang
sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi tumbuhan dan ia juga dianggap sebagai pencipta sistem
tatanama ganda yang ia terapkan dalam bukunya Species plantarum yang diterbitkan pada tanggal 1 mei
1753 yang menjadi pangkal tolak berlakunya tatanama tumbuhan yang diakui.
Sesungguhnya linnaeus dianggap tidak tepat bila ia sebagai pencipta tatanama ganda. Sebelum
linnaeus, sistem tatanama ganda telah dirintis oleh caspar bauhin, yang dalam tahun 1623 dalam
bukunya pinax theatri botanici telah menerapkan sistem tatanama ganda pada tumbuhan. Karena besar
jasa-jasa yang diberikan oleh linnaeus bagi perkembangan taksonomi umumnya dan taksonomi tumbuha
n khususnya bagi dunia ilmu hayat linnaeus mendapatkan gelar sebagai bapak taksonomi baik hewan
maupun tumbuhan dan juga mendapat pengakuan dari negara yang diberikan oleh raja swedia yang
mengangkat linnaeus ke jenjang bangsawan, sehingga nama karl linne diubah menjadi karl von linne.
Linneaus juga berperan penting dalam taksonomi tumbuhan yang membangkitkan minat dan semangat
siswa yang kemudian beberapa diantaranya menjadi tokoh seperti gurunya.
a. Peter Kalm ( 1716 1779)
Yaitu salah seorang murid linnaeus yang berkebangsaan swedia yaitu sebagai kolektor dan penjelajah
dengan ekspedisinya ke finlandia dan rusia.
b. F. Hasselquist ( 1722 1752 )
Yaitu salah satu murid favrite linnaeus yang selama 2 tahun mengadakan koleksi di timur tengah. Ia
mengkoleksi tumbuhan asli dari Palestina, Arab, Mesir, Suriah dan Smyrna.
Dalam periode ini tokoh-tokoh yang dikemukakan dalam periode ini adalah
a. M.Adanson ( 1727- 1806)
Yaitu seorang ahli tumbuhan berkebangsaan Perancis dan seorang anggota akademi ilmu pengetahuan
di Universitasa Sorbonne,Paris. Yaitu ia menolak semua sistem artifisial, menggantikan dengan sistem
alam, ia termasuk orang yang pertama-tama mengadakan eksplorasi tumbuhandidaerah tropika yang
dalam bukunya families des plantes ia telah membedakan dan mendeskripsi unit unit pada waktu
sekarang setar dengan yang kita kenal sebgai bangsa (ordo) dan suku ( familia).
b. G.C. Oeders (1728- 1791)
Seorang ahi tumbuhan berkebangsaan denmark yang antara lain telah menulis flora Sleeswijk Holstein
dan Denmark.
c. J.R. de Lamarck (1744-1829)
Seorang ahli ilmu hayat berkebangsaan Perancis,yang bagi para ahli taksonomi tumbuhan dikenal
sebagai penulis flora francoise yang ditulis berupa kunci untuk pengidentifiasian tumbuh-tumbuhan
diperncis, dan Lamarck juga dikenal sebgai penulis fhilosophie zoologique dan echele animale dan dianggap
sebagai slaha seorang perintis lahirnya teori evolusi. Teorinya dikenal dengan nama lamarckisme, yang
menyatakan perubahan lingkungan yang dapat mengubah struktur organisme, menimbulkan yang
herediter sering menjadi bahan ejekan dikalangan ahli ilmu hayat.
d. De Jussieu bersaudara Antoine de jussie ( 1686- 1758)
Benard de jussie (1699-1776), joseph de jussieu (1704-1779). Tiga saudara de jussie yang merupakan
putera-puteri seorang apoteker di Lyon. Perancis. Yang ketiga-tiganya kemudian menjadi ahli taksonomi
tumbuhan yang bernama Antoine dan Benard adalah murid Pierre Magnol (1638-1715) yang menjadi
guru besar dan direktur kebun raya di mompellier. Perancis. Benard menyusun kembali klasifikasi
menurut sistem ciptaannya sendiri,tetapi banyak kemiripannya dengan sistem linnaeus yang ditetapkan
dalam karyanya yang berjudul fragmenta methodi naturalis dan sistem ray dalam bukunyamethodue
plantarum benard membagi tumbuhan bangsa dalam tumbuhan biji tunggal dan tumbuhan biji belah, dan
diadakan pembagian lebih lanjut mengenai kedudukan bakal buah, ada atau tidaknya mahkota
bunga,dan ada tidaknya pelekatan daun-daun mahkota bunga.
e. Joseph (1709-1779)
Yang termuda dari ketiga De jussieu bersaudara ini tinggal bertahun-tahun di Amerika Selatan untuk
studi dan pembuatan koleksi.
f. All de Jussieu (1748-1836)
Telah mempublikasikan karyanya yang pertama yang memuat suatu sistem klasifikasi tumbuhan yang
baru. Saran klasifikasi tumbuhan dari De jussie adalah sebagai berikut:
i. Acotyledoneae terdiri atas satu kelas dengan 6 suku fungi, algae, hepaticae, musci, filices, njades.
ii. Monocotyledoneae terdiri atas 3 kelas dengan 16 suku .
iii. Dicotyledoeae yang terbagi dalam
Monoclinae yang dibag lagi dalam 3 golongan
a. apetalae terdiri atas 3 kelas dengan 11 suku
b. monopetalae terdiri atas 4 kelas dengan 25 suku
c. polypetalae terdiri atas 3 kelas dengan 57 suku
Diclinae terdiri atas 1 kelas dengan 5 suku
All. de jussie menjadi guru besar yang dikenal sebagai DE CANDOLLE, nama ini merupakan nama
keluarga yang tiga generasi berturut-turut menghasilkan tokoh-tokok yang sangat mashur dalam dunia
ilmu tumbuhan, khususnya taksonomi. Mereka itu adalah :
a. Augustin Pyramus De Candolle (1778-1841)
Yang adalah murid R.L Desfontaines (1752-1833 yang bertahun-tahun menjabat Guru Besar ilmu
tumbuhan di Paris dan direktur Kebun Raya di sana, penulis Flora Atlantica dan berbagai publikasi
lainnya. DE CANDOLLE sendiri kemudian menjadi Guru Besar di Montpellier (Prancis) dan akhirnya di
Geneva (swiss). Ia menjadi sangat mashur sebagai pemrakarsa dan penulis sepuluh jilid pertama sebuah
karya monumental yang berjudul Prodromus SystematisNatural Regni Vegetabilis, previsi edisi ke-III
karya Lamarck Flora Francoise, dan pencipta system klasifikasi tumbuhan disebut menurut namanya
(system de Candolle), yang banyak hal mirip sistemnya de Jussieu, tetapi jauh lebih luas. Ia juga
berpendapat, bahwa sifat-sifat anatomi dapat dijadikan dasar klasifikasi yang lebih kuat dari pada sifataifat fisiologi. Garis besar system klasifikasi de Candolle adalah sebagai berikut :
I. Kelas Dicotyledoneae (exogenae)
1. Anak kelas thalamiflorae, yang terdiri atas 4 kohor dan 51 marga
2. Anak kelas Calicyflorae, yang terdiri atads 64 marga
3. Anak kelas Corolliflorae dengan 23 marga
4. Anak kelas Monochlamydeae dengan 20 bangsa
II. Kelas Monocotyledonea (Endogenae)
Adalah Guru Besar ilmu Tumbuhan dan anggota Akademik Ilmu Pengetahuan di Paris dan merupakan
seorang ahli paleobotani dan taksonomi. Sebagai penulis sejumlah besar karya-karya dalam ilmu
tumbuhan, ia antara lain mengusulkan suatu system klasifikasi tumbuhan sebagai berikut :
I. Cryptogamae
1. Amphigenes (Algae, fungie, lichenes)
2. Aerogenes (Musci, Cryptogamae beberkas angkutan dan characeae)
II. {Phanerogamae)
1. Monocotyledonae
b. Perispermae
c. Aperispermae
2. Dicotyledonae
A. Angiospermae
a) Gamopetalae
b) Dialypetalae
B. Gymnospermae
Letak kelemahan system Brongniart ini adalah penempatan angiospermae dan gymospermaedalam
lingkungan Dicotyledonae
g. St. L. Endlicher (1804-1849)
Adalah Guru besar Ilmu Tumbuhan, Direktur Kebun Raya dan Museum Botani di Wina. Dari sekian
banyak publikasinya, ia tercatat sebagau salah seorang penganjur system alam yang termuat dalam
bukunya Genera Plantarum yang memuat 8835 marga yang 6235di antaranya adalah dari tumbuhan
berberkas angkutan. System klasifikasinya yang termuat dalam General Plantarum itu terbit kira-kira
pada masa yang bersamaan dengan terbitnya system bronkniart, dan dianggap sebagai salah satu
sumbangan yang besar dalam sejarah klasifikasi tumbuhan. Endlicher mengklasifikasikan tumbuhsn
sebagai berikut :
Region I Thallophyta
Sectio 1. Protophyta (Algaedan Lichenes)
SEctio 2. HYsterophita (fungi)
Regiopn II Cormophyta
SEctio 3. Acrobrya
Kohor 1. Acrybrya anophyta (Hepaticae dan Musci) Kohor 2. Acrybrya protophyta (calamariae, felices,
hidropterides)
Kohor 3. Acrobrya Hysterophyta (Rhizantheae)
Sectio 4. Ampibrya (Monocotiledonae)
Sectio 5. Acramphibrya
Kohor 1. Gymnospermae
Kohor 2. Apetalae
Kohor 3. Gamepetalae
Kohor 4. Dialypetalae
h. G. Benmtham (1800-1884) dan J. D Hooker (1817-1911)
George Bentham pada mulanya adalah seorang amatir, tetapi setelah mencapai usia separuh baya telah
memberikan sepenuh perhatiannya kepada Ilmu taksonomi tumbuhan. Ia menjadi ahli taksonomi yang
sangat mashur, disamping itu juga ahli bahasa dan menguasai bahasa latin dengan baik, dan penulis
berbagai karya dalam bidang taksonomi tumbuhan, antara lain Flora of Australia, hongkong, dan
nomografi-monografi dunia untuknsejumlah suku seperti Polygonaceae, labiatae, dll.SS
5. Periode Sistem Filogenetik dari Pertengahan abad ke 19 hingga sekarang
Teori evolusi, teori desendensd atau teori keturunan seperti yang diciptakan oleh darwin merupakan
suatru teori hingga sekarang oleh sebagian orang terutama tokoh agama masih dianggap kontroversial
dan tetap ditentang kendati ajaran itu tetap diterima dan cepat tersebar luas dikalangan kaum ilmuan
yang begitu fanatik terhadap teori ini sampai ada yang menyatakan, bahwa evolusi bukannya teori lagi,
tetapi adalah suatu aksioma yang tidak perlu diragukan kebenarannya, dan oleh krenanya tidak perlu
diperdebatkan lagi .
Sistem klasifikasi dalam periode ini berupaya untuk mengadakan penggolongan tumbuhan yang
sekaligus mencerminkan urutan urutan golongan itu dalam sejarah perkembangan filogenetiknya dan
demikian juga menunjukan jauh dekatnya hubungan kekerabatan yang satu dengan yang lain. Jadi
dalam klasifikasi ini dasar yang digunakan adalah filogeni dan dari sini lahirlah nama sistem filogenetik
kenyataanya, bahwa kemudian muncul sistem klasifikasi yang berbeda, membuktikan bahwa persepsi
dan interpretasi para ahli biologi mengenai yang disebut filogeni itu masih berbeda beda.
Contoh tokoh tokoh ahli taksonomi tumbuhan sebagai berikut :
a. Alexander Braun (1805 1877)
Merupakan seorang ahli tumbuhan yang dikenal sebagai pakar morfologi dan pengenal baik Flora Eropa
Tengah. Sebagai pelopor sistem filogenetik ia membedakan tumbuhan seperti dibawah ini :
I. Tingkat Briophyta
1. Kelas Thallodae (Algae, Lichenes, Fungi)
2. Kelas Thallophyllodae (Chorinae, Muscinae)
II. Tingkat Cormophyta (Felices)
III. Tingkat Anthophyta
a. Bagian besar Gymnospermae
b. Bagian besar Angiospermae
1. Kelas Monocotyledonae
2. Kelas Dicotiledonae
1e. Apetalae
2e. Sympetalae
3e. Eleutheropetalae
Pengolahan data secara elektronik (EDPElektronic Data Processing), juga sudah diterapkan untuk
berbagai prosedur dalam penilitian taksonomi antara lain dalam penyimpanan dan pengambilan laporanlaporan atau informasi.
Taksonomi numerik didefinisikan sebagai metode evaluasi kuantitatif mengenai kesamaan atau
kemiripan sifat antar golongan organisme dan penataan golongan-golongan itu melalui suatu
analisisyang dikenal sebagaianalisis kelompok (cluster annalysis) kedalam katagori takson yang lebih
tinggi atas dasar kesamaan-kesamaan tersebut. Peranan komputer adalah unutk mengerjakan
perbandingan kuantitatif antara organisme mengenai sejumlah besar ciri-ciri secara simultan.
Taksonomi numerik didasarkan atas bukti-bukti fenetik, artinya didasarkan atas kemiripan yang
diperlihatkan objek studi yang diamati dan di catat, dan bukan atas dasar kemungkinan-kemungkinan
perkembangan filogenetiknya. Kegiatan-kegiatan dalam taksonomi numerik bersifat empirik oprasional,
dan data serta kesimpulannya selalu dapat diuji kembali melalui obsevarsi dan eksperimen. Langkahlangkah yang perlu diambil dalam melaksanakan kegiatannya, meliputi berturut-turut :
1.
Pemilihan objek studi, yang dapat berupa individu, galur, varietas, jenis, dst. Yang penting diperhatikan
ialah unit-unit yang dijadikan objek-objrk studi harus benar mewakili golongan organisme yang sedang di
garap.
2. Pemilihan ciri-ciri yang akan diberi angka (score). Jumlah ciri yang dipilih untuk pemberian angka harus
cukup banyak. Sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) ciri, yang masinhg-masing diberi kode dan selanjutnya
disusun dalam bentuk tabel atayu matriks.
3. Penguksran kemiripan. Kemiripan ditentukan dengan membandingkan tiap ciri pada masing unit taksonomi
operasional. Banyaknya atau besanya kesamaan diberi angka yang dinyatakan dalam %.
4. Analisis kelompok (cluster analysis). Matriks kemiripan kemudian didata kembali sehingga unit-unit
taksonomi operasional yang mempunyai kemiripam bersama yang paling tinggi dapat dikumpulkan
menjadi satu. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yang memungkinkan penentuan takson atau
kelompok yang sekerabat. Kelompok-kelompok itu disebut fenon dan ditata secara hirerki dalam suatu
diagram yang disebut dendogram.
Diskriminasi. Metode yang diterapkan dalam taksonometri itu dalah metode morfologi komparatif yang
secara konfesional telah lazim digunakan, dengan perbedaan dalam taksonomi numerik dimanfaatkan
bantuan peralatan yang canggih tyaitu komputer dan alat yang digunakan untuk menghitung lainnya.
Takson dan Kategori
Dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) Bagian II Peraturan dan Saran-Saran Bab I
Tingkat Takson dan Istilah untuk Menyebutnya Pasal 1, secara eksplisit, bahwa yang dimaksud Takson
adalah setiap golongan (unit) taksonomi tingkat yang mana pun. Artinya takson-takson itu dibedakan
dalam tingkat yang berbeda-beda, yang berarti pula bahwa takson-takson itu dapat ditata menurut uruturutan tingkatnya. Pasal berikutnya dalam KITT menyebutkan bahwa ada 7 tingkat takson yang utama,
yang diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil, seperti pada tabel berikut (Perbandingan dengan
takson hewan) :
Istilah jenis, marga, suku, dan seterusnya merupakan istilah untuk menunjukkan takson menurut
tingkatnya, yang dalam taksonomi disebut pula dengan istilah kategori. Namun istilah kategori lazim
digunakan dalam taksonomi hewan, dan jarang kita jumpai dalam taksonomi tumbuhan.
Takson (unit) dasar dalam taksonomi tumbuhan. Pada masa lampau yang dijadikan unit dasar dalam
klasifikasi tidak sama dengan unit dasar yang dipakai sekarang. Dari karya pakar masa lampau dapat
disimpulkan, bahwa unit dasar yang mereka pakai adalah marga (genus), yang terbukti dari judul karya
mereka yang semua hampir sama, yaitu Genera Plantarum (marga-marga tumbuhan), seperti karyakarya Linnaeus, Endlicher, Bentham & Hooker, semuanya berjudul Genera Plantarum. Pada waktu
sekarang keadaannya telah berubah, KITT Bagian II, Bab I Pasal 2 menyebutkan seara eksplisit, bahwa
takson jenis (species) adalah yang merupakan unit dasar. Sebagai contoh klasifikasi pada Oryza sativa
(padi):
Regnum (dunia) : Tumbuhan
Divisio (divisi) : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class (kelas) : Monocotyledoneae
Ordo (bangsa) : Poales (Glumiflorae)
Familia (suku) : Gramineae
Genus (marga) : Oryza
Species (jenis) : Oryza sativa
Identifikasi dan Sistem Identifikasi
Indentifikasi atau pengenalan merupakan kegiatan untuk menetapkan identitas (jati diri) suatu
tumbuhan, yang dalam hal ini tidak lain daripada menentukan namanya yang benar dan tempatnya yang
tepat dalam sistem klasifikasi. Istilah identifikasi sering juga digunakan istilah determinasi. Setiap orang
yang akan mengidentifikasi suatu tumbuhan selalu dihadapkan pada dua kemungkinan, yaitu :
1. tumbuhan yang akan ia identifikasi itu belum dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, jadi belum ada
nama ilmiah-nya, juga belum ditentukan tumbuhan itu berturut-turut dimasukkan dalam kategori yang
mana.
2. tumbuhan yang akan ia identifikasi itu sudah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, sudah ditentukan
nama dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi.
Identifikasi tumbuhan yang belum dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan harus tidak boleh menyimpang
dari ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti dimuat dalam KITT. Nama takson baru itu selanjutnya
harus dipublikasikan melalui cara-cara yang diatur pula oleh KITT. Prosedur identifikasi tumbuhan yang
untuk pertama kali akan diperkenalkan oleh dan ke dunia ilmiah itu memerlukan bekal yang lazimnya
hanya dimiliki oleh mereka yang berpendidikan ilmu hayat, khususnya taksonomi tumbuhan. Oleh karena
itu pekerjaan identifikasi yang pertama kali itu hanya dilakukan oleh ahli-ahli yang bekerja dalam lembaga
penelitian taksonomi tumbuhan (herbarium), jarang sekali oleh pihak-pihak lain di luar mereka.
Untuk identifikasi tumbuhan yang tidak kita kenal tetapi telah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, dapat
dilakukan dengan cara :
1. Menanyakan identitas tumbuhan tersebut kepada seseorang yang kita anggap ahli dan kita perkirakan
mampu memberikan jawaban atas pertanyaan kita.
2. Mencocokkan dengan spesimen herbarium yang telah diidentifikasikan.
3. Mencocokkan dengan candra dan gambar-gambar yang ada dalam buku-buku flora atau monografi.
4. Menggunakan kunci identifikasi dalam identifikasi tumbuhan.
5. Menggunakan Lembar Identufikasi Jenis (Species Identification Sheet).
Tatanama Tumbuhan
Nama biasa dan nama ilmiah
Pada mulanya nama yang diberikan kapada tumbuhan itu adalah dalam bahasa induk orang yang
memberi nama. Dengan demikian satu jenis tumbuhan dapat mempunyai nama yang berbeda-beda
sesuai dengan bahasa orang yang memberikannya. Misalnya pisang dalam bahasa Indonesia oleh orang
Inggris atau Belanda dinamakan banana, orang Jawa Tengah menyebutnya gedang, sedang orang Jawa
Barat oleh orang-orang Sunda pisang dinamakan cauk. Nama demikian itu, yang berbeda-beda menurut
bahasa yang memberikan nama tadi, dalam taksonomi tumbuhan disebut nama biasa, nama daerah,
atau nama lokal atau common name. dengan semakin berkembangnya ilmu taksonomi tumbuhan
kemudian dikenal yang disebut nama ilmiah (scientific name).
Lahirnya nama ilmiah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Beranekaragamnya nama biasa, berarti tidak adanya kemungkinan nama biasa itu diberlakukan
secara umum untuk dunia internasional, mengingat adanya perbedaan dalam setiap bahasa yang
digunakan, sehingga tidak mungkin dimengerti oleh semua bangsa.
2. Beranekaragamnya nama dalam arti ada yang pendek, ada yang panjang, bahkan ada yang panjang
sekali, misalnya nama Sambucus, Sambucus nigra (sambucus hitam), Sambucus fructu in umbello nigro
(Sambucus dengan buah berwarna hitam yang tersusun dalam rangkaian seperti payung), atau
Sambucus caule ramoso floribus umbellatus (Sambucus dengan batang berkayuyang bercabang-cabang
dan bunga yang tersusun sebagai payung). Nama-nama itu diberikan kepada tumbuhan tanpa adanya
indikasi nama-nama tadi dimaksud sebagai nama jenis, nama marga, atau nama kategori takson yang
lain lagi.
3. Banyaknya sinonima (dua nama atau lebih) untuk satu macam tumbuhan, seperti misalnya namanama dalam bahasa Jawa: tela pohong, tela kaspa, tela jendral, menyok, untuk katela pohon,dan juga
banyak homonima, seperti misalnya dalam bahasa Indonesia lidah buaya yang digunakan untuk marga
Aloe dan Opuntia.
4. Sukarnya diterima oleh dunia internasional, bila salah satu bahasa bangsa-bangsa yang sekarang
masih dipakai sehari-hari dipilih sebagai bahasa untuk nama-nama ilmiah.
Bila kedua macam nama yaitu nama biasa dan nama ilmiah tersebut kita bandingkan, akan kita temukan
perbedaan-perbedaan seperti pada tabel berikut :
Suatu takson dengan sirkum-skripsi, posisi, dan tingkat tertentu hanya mempunyai satu nama yang
benar, kecuali dalam hal-hal yang dinyatakan secara khusus.
Kaitan Taksonomi dengan Cabang-Cabang Ilmu Lain
Berdasarkan bentuk kaitan antara cabang-cabang ilmu lain dengan taksonomi tumbuhan, dapat
dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Ilmu atau cabang-cabang ilmu yang merupakan syarat mutlak sebagai bekal untuk dapat mendalami
taksonomi tumbuhan. Ilmu atau cabang-cabang ilmu demikian itu disebut prasyarat (prerequisite) yang
harus dikuasai dulu oleh seseorang sebelum memulai dengan mempelajari ilmu yang lain. Cabangcabang ilmu yang dapat dianggap merupakan prasyarat untuk mempelajari taksonomi tumbuhan yaitu
Tatanama Tumbuhan, Morfologi-Terminalogi, dan Bahasa Latin.
2. Ilmu atau cabang-cabang ilmu yang oleh seseorang diperlukan agar ia dapat lebih memahami
berbagai aspek ilmu yang sedang dipelajari itu dengan lebih baik. Ilmu atau cabang-cabang ilmu
demikian itu lazim disebut sebagai penunjang, yang sama halnya dengan ilmu yang merupakan prasyarat
seyogyanya dikuasai lebih dulu sebelum melangkah untuk mempelajari suatu bidang ilmu tertentu. Ilmu
atau cabang-cabang ilmu yang diperlukan sebagai penunjang untuk mendalami taksonomi tumbuhan
yaitu Filogeni (mempelajari sejarah evolusioner suatu takson yang berupaya untuk menerangkan asal
dan perkembangan takson) dan Evolusi, Ekologi (Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungnya) dengan dan Fitogeografi (ilmu yang mempelajari hubungan
keruangan antara takson tumbuhan di muka bumi atau dikatakan juga ilmu yang mempelajari tentang
distribusi tumbuhan di muka bumi), dan Genetika.
3. Ilmu atau cabang-cabang ilmu yang bila dimiliki oleh seseorang dalam mempelajari suatu bidang ilmu
tertentu akan dapat menambah atau lebih mendalam wawasannya, yaitu Geologi, Ilmu Tanah, dan Iklim,
Matematika, Statistika, dan Komputer.
Daftar Pustaka
1. R.D. Vidyarthi and S.C. Tripathi. 2002. A Texbook of Botany. S. Chand & Company Ltd. Ram Nagar,
New Delhi. India.
2. Gembong Tjitrosoepomo. 2005. Taksonomi Umum (Dasar-dasar taksonomi tumbuhan). Cetakan
ketiga. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
3. Supraptono Djajadirana. 2000. Kamus Dasar Agronomi. Cetakan pertama. PT. RajaGrafindo Persada.
Jakarta.