KONSENTRASI LOGAM BERAT PB, CD, Cu, ZN Dan POLA SEBARANNYA DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG PDF
KONSENTRASI LOGAM BERAT PB, CD, Cu, ZN Dan POLA SEBARANNYA DI MUARA BANJIR KANAL BARAT, SEMARANG PDF
LILIK MASLUKAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Konsentrasi Logam
Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat,
Semarang adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Ju li 2006
Lilik Maslukah
NIM C651030011
ABSTRAK
LILIK MASLUKAH. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola
Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang. Dibimbing oleh TRI
PRARTONO dan I WAYAN NURJAYA.
Estuari merupakan daerah pertemuan air tawar dan air laut, yang
mempunyai sifat fisik dan kimia berbeda. Tingkat percampuran air tawar dan air
laut ini sangat dipengaruhi oleh keadaan pasut dan debit sungai. Logam berat
yang masuk ke estuari akan mengalami proses pengenceran; adsorpsi oleh partikel
yang diikuti proses flokulasi; desorbsi; dan proses pengendapan. Proses adsorpsi
terjadi karena kereaktifan logam terhadap bahan organik terlarut dan oleh adanya
ikatan permukaan pada partikel. Bahan organik terlarut tersebut terikat oleh
partikel. Dengan bertambahnya nilai salinitas, kekuatan tarik menarik antar
partikel semakin kuat dan terbentuk agregat yang lebih besar (floc). Pada saat arus
lemah, agregat ini akan mengendap di dasar. Adanya proses adsorpsi di estuari
mengakibatkan logam terlarut mengalami proses removal dan menambah
konsentrasi logam dalam sedimen.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi logam terlarut,
logam dalam seston dan logam dalam sedimen di sepanjang muara sungai;
menentukan pola sebaran logam terlarut ditinjau dari nilai sebaran salinitas serta
hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam terlarut. Analisis pola sebaran
logam berat terlarut dengan nilai salinitas menggunakan mixing graph.
Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa logam terlarut Pb berkisar
antara 1.10 -3 4.10-3 ppm, Cd tidak terdeteksi atau konsentrasinya < 0,001 ppm,
Cu berkisar antara 1.10 -3 4.10 -3 ppm, dan Zn berkisar antara 2.10-3 1.10 -3
ppm; logam Pb dalam sedimen berkisar antara 4,14 13,93 ppm, logam Cd
berkisar antara 0,006 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 55,09 ppm
dan logam Zn berkisar antara 94,11 183,39 ppm; logam dalam seston untuk Pb
berkisar antara 10,56 30,56 ppm, Cd berkisar antara 4,21 20,62 ppm, Cu
berkisar antara 13,33 97,83 ppm, dan Zn berkisar antara 48,33 226,27 ppm.
Hasil analisis menunjukkan bahwa logam Pb terlarut mengalami kenaikan
dengan bertambahnya nilai salinitas , sedangkan Cu dan Zn mengalami penurunan
dengan bertambahnya nilai salinitas. Logam Pb, Cu dan Zn terlarut di Estuari
Banjir Kanal Barat, mengalami removal pada salinitas antara 5 15 0/00. Padatan
tersuspensi mempengaruhi konsentrasi logam Pb, Cu, dan Zn terlarut dalam
perairan.
OLEH
LILIK MASLUKAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul Tesis
Nama
: Lilik Maslukah
NRP
Disetujui
Komisi Pembimbing
Anggota
Diketahui
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa buat Allah SWT atas
segala limpahan karunia, rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Tesis yang berjudul Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, Zn dan
Pola Sebarannya di Muara Banjir Kanal Barat, Semarang ini merupakan
karya kecil yang kehadirannya diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
ilmu pengetahuan.
Pada kesempatan kali ini, terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya
ingin penulis sampaikan kepada mereka yang telah berperan serta:
1. Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan dengan
sabar memberikan bimbingan, arahan serta saran selama penyusunan tesis.
Bapak Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc, selaku dosen penguji luar komisi atas
saran dan masukannya.
2. Orang-orang terkasih dalam hidup ini: Suamiku, Nasiruddin dan Anakku
(Zuba dan Rafif), trimakasih untuk kehangatan cinta, dukungan, pengorbanan
dan doa tiada henti. Keluarga di Pati (Bapak, Ibu, dan adik ).
3. Bapak Razak, Ibu Endang, mba Teri, serta mas Budi, yang telah membantu
penulis selama di lapangan dan analisa di Lab oratorium P3O-LIPI, Jakarta.
4. Rekan-rekan IKL (Bahar, Wieke, Era, kak Rosa, Nana, mas Karyo, dan rekan
lainnya), terimakasih atas persahabatan dan kerjasamanya selama ini.
Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya kritik dan saran sangat
diharapkan demi kesempurnaan di masa datang. Semoga tesis ini bermanfaat.
Lilik Maslukah
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
ix
DAFTAR TABEL......................................................................................
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................
Perumusan Masalah...........................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian..........................................................
1
2
4
TINJAUAN PUSTAKA
Hidrodinamika Perairan Estuari.........................................................
Sedimen Estuari.................................................................................
Logam Berat di Estuari......................................................................
Tingkah Laku Logam Pb, Cd, Cu dan Zn ..........................................
Material Padatan Tersuspensi di Estuari............................................
Proses-proses yang Terjadi di Estuari................................................
Nasib Logam Berat setelah Memasuki Perairan................................
Kualitas Perairan Estuari....................................................................
Salinitas....................................................................................
Derajat Keasaman....................................................................
Oksigen Terlarut......................................................................
Bahan Organik.........................................................................
6
9
10
11
14
14
16
16
16
16
18
18
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian.............................................................
Alat dan Bahan Penelitian..................................................................
Teknik Pengumpulan Data................................................................
Analisis Data....................................................................................
19
19
20
28
29
33
35
38
41
41
43
46
47
Halaman
Kualitas Air.................................................................................................
Total Padatan Tersuspensi.......................................................
Oksigen Terlarut .....................................................................
Bahan Organik Total .............................................................
Derajat Keasaman .................................................................
Kualitas Sedimen...............................................................................
Fraksi Sedimen ......................................................................
Bahan Organik Sedimen.........................................................
Laju Sedimentasi ..............................................................................
Debit Sungai.......................................................................................
Keadaan Cuaca Bulan September......................................................
Konsentrasi Logam Berat yang Masuk Ke Laut................................
Pembahasan .......................................................................................
Pola Sebaran Logam Pb Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ..........
Pola Sebaran Logam Cu Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ..........
Pola Sebaran Logam Zn Terlarut terhadap Salinitas dan TSS ..........
48
48
49
50
50
51
51
53
54
55
55
55
56
57
60
63
KESIMPULAN
Simpulan............................................................................................
Saran..................................................................................................
65
65
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
66
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
10
2. Kadar normal dan kadar maksimum logam b erat dalam air laut.............
10
19
21
22
41
52
8. Laju sedimentasi.....................................................................................
54
55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
4
1. Perumusan masalah.................................................................................
2. Karakter salinitas tiap profil kedalaman.................................................
12
13
15
17
23
25
27
29
30
32
33
35
36
37
37
38
39
40
40
38
42
43
43
44
45
46
46
47
48
49
50
51
52
53
58
59
61
62
63
64
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Rekapitulasi hasil analisis kualitas air di Perairan Banjir Kanal
Barat, Semarang..................................................................................
69
2.
Kualitas sedimen.................................................................................
70
3.
71
4.
5.
74
6.
Analisa logam berat terlarut dalam air Laut, dalam seston dan dalam
sedimen...
76
7.
78
8.
1.
73
79
80
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi
yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10 -5 10 -3 ppm.
Pada tingkat kadar yang rendah ini, beberapa logam berat umumnya dibutuhkan
oleh organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Namun
sebaliknya bila kadarnya meningkat, logam berat berubah sifat menjadi racun
(Philips 1980). Peningkatan kadar logam berat dalam air laut terjadi karena
masuknya limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan laut. Limbah
yang banyak mengandung logam berat biasanya berasal dari kegiatan industri,
pertambangan, pemukiman dan pertanian. Pada umumnya sebelum ke laut limbah
tersebut masuk ke estuari melalui aliran air sungai.
Estuari dicirikan dengan daerah yang mempunyai kekeruhan cukup tinggi.
Kekeruhan yang terjadi di daerah estuari dipengaruhi oleh masukan massa air
sungai dan adanya resuspensi sedimen. Kekeruhan itu juga disebabkan oleh
adanya percampuran air tawar dan air laut di dalam estuari, yang menyebabkan
bertambahnya nilai salinitas, sehingga kekuatan ionik semakin bertambah
(Chester 1990). Bertambahnya kekuatan ionik menyebabkan gaya tarik menarik
antar partikel menjadi lebih kuat dan mengakibatkan terkumpulnya suatu materi
yang sering disebut dengan floc (gumpalan). Apabila resultante gaya tarik
menarik besar maka ukuran floc ini akan semakin besar. Selain itu, partikelpartikel yang ada di estuari mempunyai kemampuan mengadsorpsi logam berat,
sehingga kadar logam terlarut di kolom air menjadi berkurang, kemudian logam
ini diendapkan dalam sedimen. Estuari bertindak sebagai filter bahan-bahan
kimia, termasuk logam berat yang terbawa oleh aliran sungai. Filter ini bekerja
terutama melalui perubahan dari fase terlarut menjadi fase partikel. Pengaruh filter
dapat bervariasi dari satu estuari ke estuari lainnya.
Sungai Banjir Kanal Barat merupakan salah satu sungai besar yang
mengalir di daerah Semarang. Di daerah hulu sungai ini terdapat beberapa
industri, antara lain industri pelapisan logam dan industri textil. Aliran air sungai
ini juga melewati daerah pertanian serta kawasan perumahan penduduk yang
cukup padat. Melalui aliran sungai ini, berbagai bahan terangkut, termasuk logam
berat dan terbawa ke estuari yang pada akhirnya ke laut.
Beberapa peneliti yang pernah melakukan kajian mengenai pola sebaran
logam berat di estuari, antara lain (1) Boyle et al. (1985), diacu dalam Chester
(1993) mengenai pola sebaran konsentrasi cadmium (Cd) di Estuari Amazon dan
Changjiang, dimana konsentrasi cadmium terlarut mengalami desorpsi pada
salinitas rendah (2) Windom et al. (1983), diacu dalam chester (1993) di Sungai
Savannah (USA), dimana konsentrasi tembaga terlarut di muara lebih rendah
daripada di sungai dan laut (3) Apte and Day (1998), diacu dalam Marine
Pollution Bulletin (1998) di Selat Torres dan Teluk Papua, dimana konsentrasi Cu
terlarut mengalami variabilitas pada salinitas < 27 0/00.
Perbedaan waktu dan lokasi penelitian diperkirakan akan memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap karakteristik dan perubahan konsentrasi dari
logam Pb, Cd, Cu dan Zn. Informasi mengenai karakteristik dan pola sebaran
logam berat terlarut di estuari di Indonesia masih sangat terbatas, khususnya di
Muara Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Oleh karena itu diperlukan adanya
suatu penelitian terkait dengan hal tersebut diatas.
Perumusan Masalah
Sungai sebagai sumber utama logam baik dalam bentuk partikel maupun
terlarut. Logam berat yang dibawa oleh air sungai masuk ke laut melalui estuari.
Konsentrasi logam berat terlarut akan mengalami perubahan selama berada di
estuari. Perubahan konsentrasi logam terlarut ini di pengaruhi oleh berbagai
proses yang ada di estuari seperti proses pengenceran, flokulasi, adsorpsi dan
desorpsi oleh partikel.
Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena
adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut (Sanusi 2006). Butir
lanau, lempung dan kolloid asam humus yang tersuspensi dan terangkut
memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai mempunyai kecenderungan
bermuatan listrik negatif (Libes 1992; Wibisono 2005; Sanusi 2006; dan Brown et
al. 1989). Dengan peningkatan salinitas, interaksi dengan kation bebas di perairan
PROSES
INPUT
Logam berat
OUT PUT
Estuari:
* Hidrodinamika
perairan
* Adsorpsi, dan
desorpsi
* Pengendapan
Sungai
Perubahan
Konsentrasi
Penelitian
Air
- Kandungan logam berat terlarut
- Kandungan logam berat tersuspensi
- Total padatan tersuspensi
- Total organik matter
- Salinitas
- pH
- Oksigen terlarut
Sedimen
- Kandungan logam berat
- Bahan organik
- Fraksi sedimen
- Laju sedimentasi
- Arus
- Debit sungai
- Pasut
Gambar 1. Perumusan masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menentukan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, dan Zn terlarut,
tersuspensi, dan dalam sedimen di Estuari Banjir Kanal Barat, Semarang
2. Untuk menentukan distribusi dan pola sebaran konsentrasi logam berat Pb,
Cd, Cu, dan Zn terlarut ditinjau dari sebaran salinitas.
3. Untuk menentukan pola hubungan antara TSS dengan konsentrasi logam
berat dalam seston.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pasang surut air laut. Pasang surut merupakan suatu gaya eksternal utama
yang membangkitkan pergerakan massa air (arus) serta perilaku perubahan
tinggi muka air secara periodik pada daerah estuari. Ketika pasang surut
terjadi, seluruh massa air di estuari bergerak ke belakang (hulu) dan ke laut,
dalam periode tertentu (Dyer 1979). Adanya arus pasut menyebabkan
terjadinya gesekan antara massa air dengan dasar estuari yang menghasilkan
pergolakan. Pergolakan ini memiliki kecenderungan untuk mencampur kolom
air dengan lebih efektif.
2. Perubahan debit air sungai. Menurut Nybakken (1988) secara musiman debit
air sungai akan berubah antara maksimal dan minimal. Perubahan debit air
sungai tersebut menjadi penentu derajat percampuran antara air laut dan air
tawar.
3. Arus dan gelombang. Arus air pada perairan estuari berasal dari arus air
sungai akibat perbedaan topografi dan arus air laut yang di pengaruhi oleh
pasang surut, angin dan gelombang.
Stomel (1951), diacu dalam Pickard dan Emery (1970) mengklasifikasikan
sirkulasi air dan pola stratifikasi di estuari ke dalam 4 tipe (Gambar 2) yaitu :
A. Estuari yang tercampur secara vertikal atau sempurna (vertically mixed
estuary, Gambar 2A), biasanya dangkal dan airnya bercampur secara vertikal
sehingga massa airnya menjadi homogen dari permukaan sampai ke dasar
sepanjang estuari. Salinitas meningkat dengan jarak sepanjang estuaria dari
hulu sampai ke mulut atau hilir. Pada tipe estuari tercampur sempurna, energi
pasut lebih besar daripada debit sungai dan mengakibatkan suatu proses
pengadukan dan percampuran yang sangat efektif. Airnya bercampur secara
vertikal (Chester 1990; Brown et al. 1989).
B. Estuari stratifikasi sebagian (partially stratified estuary, Gambar 2B). Terjadi
pada suatu wilayah yang mempunyai debit sungai lebih kecil atau setara
dengan energi pasut (Rilley and Skirrow 1975; Brown et al. 1989; Chester
1990). Energi pasang akan menstimulir terjadinya pengadukan dan
percampuran kedua massa air sungai dan laut di estuari. Tipe estuari
tercampur sebagian mempunyai sifat antara lain : salinitas meningkat dari
kepala sampai ke mulut pada semua kedalaman, massa air masing-masing
berada pada 2 lapisan, dimana lapisan atas salinitasnya sedikit lebih rendah
dibandingkan yang lebih dalam, tidak terbentuk gradien densitas (Duxbury
and Duxbury 1993). Pada tipe ini ada jaringan yang menuju ke laut atau
outlet mengalir di lapisan atas dan jaringan masuk mengalir di lapisan yang
lebih dalam.
D
C
Gambar 2 Karakter salinitas tiap profil kedalaman (bawah) dan penampang
melintang salinitas (atas) di estuari (Tomczak 1998)
C. Estuaria stratifikasi tinggi (highly stratified estuary, Gambar 2C), lapisan atas
salinitas meningkat dari dekat nol pada sungai sampai mendekati laut diluar
mulut perairan yang lebih dalam. Pada estuari ini ada haloclin diantara
perairan atas dan bawah khususnya dibagian kepala estuari.
D. Estuari baji garam (salt wedge, Gambar 2D), air bersalinitas tinggi menyusup
dari laut seperti baji dibawah air sungai. Estuari baji garam mempunyai
penampakan yang hampir sama dengan estuari stratifikasi sedang dan tinggi.
Ada gradien horisontal dari salinitas di dasar seperti pada partially stratified
estuary dan sebuah gradien salinitas vertikal yang tegas seperti pada high
stratified estuary. Tipe estuari baji garam umumnya terjadi di wilayah yang
mempunyai aliran air sungai lebih dominan daripada energi pasut, sehingga
sirkulasi massa air didominasi oleh energi massa air yang masuk dari sungai
Sedimen Estuari
Karena estuari merupakan tempat bertemunya arus air sungai yang mengalir
ke laut dengan arus pasang surut air laut yang keluar masuk ke sungai, maka aktivitas
ini menyebabkan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya sedimentasi, baik yang
berasal dari sungai maupun dari laut atau sedimen yang tercuci dari daratan di
sekitarnya.
Pengendapan sedimen atau sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi dan
diameter sedimen itu sendiri (Posma 1976, diacu dalam Supriharyono 2000).
Sedimen dengan diameter 104 m akan tererosi oleh arus dengan kecepatan 150
cm/det, dan terbawa arus pada kecepatan antara 90-150 cm/det, selanjutnya
mengendap pada kecepatan < 90 cm/det. Hal yang sama untuk sedimen yang halus,
dengan diameter 102 m, sedimen ini tererosi pada kecepatan arus > 30 cm/det, dan
terdeposisi pada kecepatan < 15 cm/det.
Konsekuensi dari hal ini, bahwa daerah estuari yang arus sungainya dan arus
pasutnya sangat kuat, maka seluruh ukuran partikel-partikel sedimen kemungkinan
akan tererosi dan terbawa arus (MCLusky 1981, diacu dalam Supriharyono 2000).
Begitu agak melemah, sedimen yang berukuran besar seperti pasir, akan mengendap
dulu, sedangkan sedimen yang berukuran halus, seperti silt dan Clay, masih terbawa
arus. Partikel-partikel ini akan mengendap ketika arus sudah cukup lemah, yaitu di
daerah tengah estuaria, dimana arus sungai dan laut bertemu.
Laju sedimentasi atau kecepatan endapan sedimen tergantung pada ukuran
partikel. Kebanyakan sedimen yang terbawa ke daerah estuari berada dalam bentuk
suspensi dan berukuran kecil. Partikel-partikel tersebut umumnya berdiameter < 2
m, dan merupakan komposisi dari clay mineral, yaitu illite, kaolinite, dan
montmorilonite, yang dibawa oleh air sungai. Semakin kecil diameter sedimen
semakin sulit mengendap. King (1976) mendapatkan bahwa pasir dan pasir kasar
10
Diameter (m)
Pasir halus
Pasir sangat halus
Silt
Clay
250 125
125 62
31,2 3,9
1.95 0.12
1.2037
0.3484
0.0870 0.0014
3.47 x 10-4 1.16 x 10-6
Kadar (ppm)
*
Normal
Maksimum**
0.00011
0.002
0.00003
0.002
0.01
0.05
0.05
0.1
Keterangan :
*
: Waldichuk (1974)
**
: Environmental Protection Agency (1976)
11
Parameter kimia dan fisika yang turut mempengaruhi kandungan logam berat
dalam perairan adalah arus, suhu, salinitas, padatan tersuspensi total, dan derajat
keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam
penyebaran bahan cemaran adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan
bathimetri. Arus di perairan estuari dipengaruhi oleh lingkungan yang khas seperti
pengaruh masukan air sungai, pasang surut, gelombang laut, angin di permukaan laut
serta pergerakan dan pencampuran massa air.
Perilaku logam berat di perairan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara fase
larutan dan padatan, khususnya perairan itu sendiri dan sedimen. Konsentrasi logam
terlarut secara cepat hilang dari larutan pada saat berhubungan dengan permukaan
materi partikulat melalui beberapa fenomena ikatan permukaan yang berbeda (ikatan
koloid, adsorpsi, dan presipitasi). Pembentukan partikulat logam berat menyebabkan
dekomposisi
dan
penambahan
konsentrasinya
di
dalam
sedimen
(proses
sedimentasi).
Setelah proses pengendapan atau sedimentasi, unsur-unsur logam berat
tersebut akan mengalami proses diagenesis, melibatkan peningkatan bobot molekul
dan hilangnya gugus fungsi. Sebagai akibatnya terbentuknya cadangan logam berat
pada sedimen perairan yang relatif stabil dan kurang reaktif.
Namun demikian
karena adanya berbagai proses fisika, kimia, dan biologi di estuari, komponen
tersebut dapat kembali ke kolom air.
12
(proses percampuran antara air sungai dan laut), konsentrasi akan linier terhadap
salinitas. Arah kemiringan (slope) akan ditentukan oleh kelimpahan relatif logam
dalam air sungai dan air laut (Libes 1992). Slope yang berupa garis lurus ini sering
disebut theoritical dilution line (TDL). Apabila sumber elemen logam terlarut relatif
melimpah di sungai (air tawar, salinitas 00/00) daripada di air laut maka bentuk TDL
ini menurun sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 ii ) dan sebaliknya apabila logam
terlarut relatif melimpah di air laut daripada air tawar, maka TDL ini akan naik
sepanjang gradien salinitas (Gambar 3 i).
Jika logam terlarut bersifat non konservatif, logam ini akan mengalami
removal atau addition oleh adanya proses-proses kimia di estuari. Logam mengalami
removal apabila konsentrasinya berada di bawah TDL dan kebalikannya mengalami
addition, apabila konsentrasinya berada di atas TDL (Gambar 3).
(ii)
Pada umumnya logam berat (trace metal) di estuari mempunyai sifat non
konservatif, konsentrasinya di estuari mengalami perubahan. Tetapi hal ini tidak
berlaku universal di semua estuari, yang dalam hal ini tergantung dari tipe estuari.
Danielsson et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) menyatakan bahwa proses
removal logam Pb, Cd, Cu dan Zn terlarut tidak bekerja efektif di Estuari Gota
(Sweden), dimana tipe estuarinya baji garam (Salt Wedge), yang relatif tidak
13
terpolusi. Sementara beberapa peneliti yang lain menemukan adanya sifat non
konservatif terhadap logam tersebut di estuari yang berbeda (tidak disebutkan tipe
estuari), antara lain : (1) Duinker dan Notling (1978), diacu dalam Chester (1990) di
Estuari Rhine, yang relatif kecil tetapi terpolusi berat, logam Cu, Zn dan Cd, proses
removal terjadi seperti pada estuari yang kebanyakan tidak terpolusi (2) Boyle et al.
(1992), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Amazon, yang mempunyai bahan
organik rendah dan partikel tinggi, Cu bersifat tidak reaktif, sementara Cd
mengalami desorpsi pada salinitas rendah (3) Edmond et al. (1985), diacu dalam
Chester (1990), di Estuari Changjiang, Cu bersifat konservatif dan Cd mengalami
desorpsi pada salinitas rendah (4) Windom et al. (1983), diacu dalam Chester (1990)
di Savannah dan Ogeechee (USA), Cu bersifat non konservatif dengan proses
addition pada salinitas < 5 0/00 dan > 20 0/ 00, serta bersifat removal pada salinitas
intermediet (5 20 0/00). Melalui hasil eksperimennya disimpulkan bahwa adanya
penambahan Cu pada salinitas < 5 0/00 disebabkan karena adanya pelepasan dari
material tersuspensi yang dibawa oleh air sungai dan adanya penambahan pada
salinitas > 20 0/00 sebagai hasil dari resuspensi sedimen (5) Li et al. (1984), diacu
dalam Chester (1990) melalui eksperimennya menemukan bahwa Cd dan Zn akan
terdesorpsi
14
15
16
17
besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam suatu
larutan.
Derajat keasaman ini dalam sistem perairan, merupakan suatu peubah yang
sangat penting. Ia juga memepengaruhi konsentrasi logam berat diperairan. Pada
perairan estuaria kandungan logam berat lebih tinggi dibandingkan pada perairan
lainnya, hal ini disebabkan oleh kelarutan logam berat lebih tinggi pada pH rendah
(Chester 1990).
Zat Pencemar
Diencerkan dan
Disebarkan
Adukan
Turbulensi
Masuk ke Ekosistem
Laut
Arus laut
Dibawa oleh
Biota yang
Beruaya
Arus Laut
Dipekatkan oleh
Proses Biologis
Absorbsi oleh
Ikan
Absorpsi oleh
Rumput Laut dan
Tumbuhan
Adsorpsi
Pertukaran
Ion
Lainnya
Absorbsi oleh
Plankton Nabati
Avertebrata
Plankton Hewani
Pengendapan
Pengendapan di Dasar
Ikan
Gambar 6 Proses yang dialami bahan cemaran di lingkungan laut (Mandelli 1976,
diacu dalam Hutagalung 1991)
18
METODE PENELITIAN
Unit
m/det
derajat
m
gr/minggu
cm
detik
0
/ 00
-
20
Tabel 3 (lanjutan)
No Alat dan bahan
16. Botol BOD
17.
Kotak pendingin
B
1.
2.
Bahan di lapangan
Aquades
MnCl2, NAOH/KI, H2SO4,
Na2S2O3
Peralatan laboratorium
Pompa hisap
C
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Timbangan analitik
Sieve shaker (2; 0.8; 0.4;
0,15; 0,063 mm)
Gelas Ukur
Pipet 20 ml
Corong Pisah
7.
8.
D
1.
2.
3.
4.
Kegunaan
Tempat sampel air untuk
oksigen terlarut
Tempat sampel air dan
sedimen
Unit
-
Mencuci alat
Titrasi Oksigen
ml
ml
-
gr
-
ppm
ml
21
1.
2.
3.
4
Kimia Sedimen
Bahan Organik Total
Logam Pb, Cd, Cu dan Zn
Kimia Air
Logam berat Pb, Cd, Cu
dan Zn terlarut dan
tersuspensi
pH
Salinitas
Oksigen terlarut
Total Organik Matter
Fisika Air
Total Padatan Tersuspensi
(TSS)
Hidrodinamika Perairan
Pasang surut
Kedalaman air
Arus
Laju Sedimentasi
Debit sungai
1.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
Satuan
Alat
Keterangan
(%)
Saringan
bertingkat
Laboratorium
%
mg/kg
Pengabuan, Oven
AAS
Laboratorium
Laboratorium
ppm
AAS
Laboratorium
/ 00
mg/l
mg/l
pH meter
Refraktometer
Titrasi, Winkler
Titrasi
In situ
In situ
In situ
Laboratorium
mg/l
Gravimetri
Laboratorium
Tongkat berskala
Current drouge
Paralon
Data sekunder
In situ
In situ
In situ
m
m
m/det
gr/m3 /min
ggu
m3/dt
22
Lintang Selatan
06 57 36
06 57 6.1
06 57 0.7
06 56 51
06 56 46
06 56 46
06 56 30
Bujur Timur
110 23 24
110 23 46
110 23 44
110 23 41.3
110 23 25.6
110 23 43
110 23 23.5
mempunyai kapasitas 2 liter, yang diambil dari permukaan. Kemudian contoh air
disimpan dalam botol polyethylen dan disimpan dalam kotak es (ice box) untuk
dianalisis lebih lanjut di laboratorium. Sebelum digunakan water sampler dan
botol polyethylene telah dibersihkan dengan cara direndam dalam HCL 2 N
selama 24 jam dan dibilas dengan air suling bebas ion 3 kali.
Di laboratorium, air untuk analisa logam berat kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring Nucleopore, dengan ukuran pori 0,45 m, yang telah
direndam dalam HCl 6N selama seminggu dan dibilas dengan aquadest. Setelah
di saring air contoh diawetkan deng an menambahkan HNO 3 (pH<2) (Hutagalung
et al. 1997). Kertas saring yang telah digunakan dikeringkan dalam oven,
kemudian di gunakan untuk menghitung total padatan tersuspensi dan kandungan
logam berat dalam seston. Pengukuran logam berat menggunakan AAS (Atomic
Absorption Spectrofotometry), yang mempunyai ketelitian 0,001 dan batas deteksi
minimal 0,001 ppm. Dalam pengukuran dengan AAS ini, masing-masing
dilakukan ulangan sebanyak 3 kali.
23
24
3. Pengukuran Arus
Pengukuran arus dilakukan dengan metode lagrangian . Bola duga
dipasang dengan tali sepanjang 5 m kemudian dilepaskan dan dicatat waktu yang
digunakan untuk memanjangkan tali tersebut, dilakukan perulangan sampai 3 kali.
Kecepatan arus ditentukan dengan membagi jarak tempuh dengan waktu. Arah
arus ditentukan dengan kompas.
4. Kedalaman
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan tongkat berskala,
pengukuran dilakukan pada tiap -tiap stasiun.
6. Pengukuran Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan secara vertikal (menegak) di setiap stasiun
dengan interval setiap 30 cm (0, 30, 60 dan 90). Hal ini sangat diperlukan dalam
penentuan tipe estuari. Tipe estuari perlu diketahui sebagai langkah awal
mengetahui bagaimana proses percampuran atau mixing di daerah tersebut.
Duxbury and Duxbury (1993) menyatakan bahwa untuk mengetahui tipe estuari,
dapat dilakukan dengan menganalisis sebaran vertikal salinitas, dimana
pengukurannya dilakukan di semua stasiun pada lapisan kedalaman yang berbeda
dan dilakukan pada waktu pasang dan waktu surut.
25
c + 2d + e
4
Keterangan :
Qd
: debit sungai
Fd
Vd
26
27
28
-3
Konsentrasi Logam Pb
Stasiun
I
II
30
logam Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pada pengambilan II. Pada
pengambilan II, perairan dalam kondisi surut.
Secara umum kandungan logam berat Pb terlarut di lokasi penelitian telah
melampui kisaran alami, yaitu 0,01 - 0,035 ppb (Laws 1993), tetapi mas ih di
bawah kisaran maksimum (0,05 ppm) yang dikeluarkan oleh EPA (1976).
Logam Cd Terlarut
Konsentrasi logam Cd terlarut selama penelitian tidak dapat terdeteksi
(konsentrasinya <1 ppb). Hal ini berkaitan dengan sumber Cd di lokasi penelitian
yang sangat kecil sehingga konsentrasinya tidak dapat terdeteksi. Menurut
Miettinen (1977), diacu dalam Sanusi (1983) pada umumnya perairan
mengandung kadar Cd lebih kurang 1 ppb.
Logam Cu Terlarut
Menurut Bryan (1976) Cu yang terdapat dalam perairan berasal dari
buangan limbah (dumping), sungai, dan jaringan pipa serta polusi udara.
Kandungan logam Cu terlarut di lokasi pengambilan sampel disajikan pada
-3
Konsentrasi Logam Cu
Gambar 11.
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1
Stasiun
I
II
kemudian mengalami
penurunan dengan nilai yang sama di semua stasiun. Pada pengambilan II,
31
konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 2.10-3 4.10 -3 ppm,
dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (4.10 -3 ppm) dan menjadi menurun di semua
stasiun (2.10 -3 ppm), kecuali stasiun 5 (3.10-3 ppm) yang mengalami penambahan.
Tingginya nila i konsentrasi Cu di stasiun 1 ini berkaitan dengan sumbernya yang
berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di
daerah estuari. Clark (1986) menyatakan bahwa sumber alami utama Cu berasal
dari erosi berbagai batuan mineral yang umumnya terjadi di sungai, kemudian
karena adanya faktor pengenceran oleh air laut, nilai ini menurun.
Sedangkan tingginya konsentrasi Cu terlarut di stasiun 5 pada
pengambilan II, disebabkan adanya pengadukan dasar akibat arus yang cukup
tinggi, yang men imbulkan gesekan dengan dasar perairan. Kedalaman perairan di
stasiun ini, yang relatif cukup dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29) sangat
menunjang proses gesekan dasar tersebut. Kemudian adanya proses desorpsi oleh
partikel menambah konsentrasi terlarut Cu di stasiun tersebut.
Secara keseluruan nilai konsentrasi Cu terlarut pada pengambilan II, lebih
tinggi daripada pengambilan I. Hal ini disebabkan kondisi pengambilan sampel air
yang berbeda kondisinya. Pada pengambilan II, kondisi perairan dalam keadaan
surut (Gambar 24), sehingga massa air sungai yang mengalir ke estuari lebih
dominan dan logam Cu yang terukur sedikit lebih tinggi. Sedangkan pada
pengambilan I, dimana perairan dalam kondisi pasang (meskipun pasang kecil),
menyebabkan pengenceran massa air di estuari oleh air laut, sehingga logam Cu
yang terukur sedikit lebih rendah. Selain faktor pasang dan surut, adanya hujan
lebat di lokasi penelitian, pada pengambilan II, menyebabkan air sungai sebagai
sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam
Cu terlarut dari daerah daratan dan logam Cu terlarut yang terukur pada
pengambilan II sedikit lebih tinggi. Curah hujan ini menyebabkan debit air sungai
sedikit mengalami kenaikan (lihat Lampiran 3 dan Cuaca Bulan September 2005).
Konsentrasi Cu dalam perairan yang terukur selama penelitian di Sungai
Banjir Kanal Barat masih berada dalam kisaran maksimum dari konsentrasi yang
ditentukan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 23 ppb atau 23.10 -3 ppm.
32
Logam Zn Terlarut
Seng paling melimpah di alam sebagai batuan sulfida Sphalerite, ZnS.
Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi
udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi batuan
yang mengandung Zn di sungai (Bryan 1976). Kandungan logam Zn terlarut
selama penelitian disajikan pada Gambar 12.
ppm)
-3
Terlarut (10
Konsentrasi Logam Zn
12
10
8
6
4
2
0
1
Stasiun
I
II
33
pada pengambilan II, di stasiun ini kedalamannya relatif lebih dangkal yaitu 0,65
m (Gambar 29).
Secara umum konsentrasi Zn yang terukur selama penelitian di Sungai
Banjir Kanal Barat, masih di bawah kriteria kualitas air yang keluarkan oleh EPA
(1976) yaitu sebesar 170 ppb atau 170.10 -3 ppm.
Pb
Cu
Zn
Stasiun
(a)
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
1
Stasiun
(b)
Gambar 13 Konsentrasi logam dalam sedimen (a) Pb, Cu dan Zn (b) Cd
34
35
Konsentrasi Logam Pb
dalam Seston (ppm)
35
30
25
20
15
10
5
0
1
Stasiun
I
II
36
Konsentrasi Logam Cd
dalam Seston (ppm)
25
20
15
10
5
0
1
Stasiun
I
II
37
120
100
80
60
40
20
0
1
Stasiun
I
II
Stasiun
I
II
38
Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen.
Pola Sebaran Logam Pb dalam Seston dan S edimen
Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar
18.
Konsentrasi Logam Pb
(ppm)
Stasiun
Seston I
Sedimen
Seston II
39
Konsentrasi Logam Cd
(ppm)
Stasiun
Seston I
Seston II
Sedimen
40
Konsentrasi Logam Cu
(ppm)
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1
Stasiun
Seston I
Seston II
Sedimen
Konsentrasi Logam Zn
(ppm)
250
200
150
100
50
0
1
Stasiun
Seston I
Seston II
Sedimen
41
Zn
99.91
42
120
105
90
75
60
45
30
15
0
1
73
145
217
289
361
433
505
577
649
Jam
105
90
75
60
45
30
15
0
1
10
11 12
13
14
15
16
17
18
19
2 0 21
22
23
24
Jam
43
120
105
90
75
60
45
30
15
0
1
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Jam
Tipe Estuaria
Perairan estuari pada umumnya dipengaruhi oleh pasang surut, dimana
pengaruh pasang akan meningkatkan salinitas akibat masuknya air laut ke dalam
estuari tersebut. Pada saat surut salinitas akan menjadi rendah karena pengaruh air
tawar akan lebih dominan. Untuk mengetahui tipe estuari ini dapat dilakukan
dengan melihat sebaran salinitas di estuari tersebut. Hasil pengukuran sebaran
salinitas pada empat lapisan kedalaman di setiap stasiun pada saat pasang dan
pada saat surut disajikan pada Gambar 25 dan 26.
Salinitas (0/00)
0
10
20
30
40
Kedalaman (cm)
St.1
St.2
20
St.3
40
St.4
St.5
60
St.6
St.7
80
100
44
Surut
Salinitas (ppt)
Kedalaman (cm)
10
20
30
40
St.1
20
St.2
St.3
40
St.4
60
St.5
80
St.6
100
St.7
45
(a)
(b)
Gambar 27 Sebaran menegak salinitas (a) pasang dan (b) surut
Pola penyebaran salinitas seperti ini menunjukkan bahwa muara Banjir
Kanal Barat tergolong pada estuari tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary).
Duxbury and Duxbury (1993) mengemukakan bahwa karakteristik estuari
tercampur sebagian adalah adanya variasi salinitas secara vertikal dan horizontal,
stratifikasi densitas sedang, air laut digerakkan menuju sungai dengan arus dari
laut yang cukup kuat pada kedalaman percampuran horizontal, terdapat stratifikasi
densitas yang kuat dekat permukaan ketika air tawar masuk dalam jumlah banyak
serta terjadi pertukaran yang baik antara air tawar dan air laut (Gambar 28).
46
Kedalaman
Hasil
pengukuran
kedalaman
di
lokasi
penelitian
hampir
tidak
menunjukkan adanya perbedaan dengan nilai kisaran antara 0,65 3 m. Hal ini
disebabkan ketinggian muka laut yang hampir sama saat pengambilan sampel.
Adanya sedikit perbedaan pada stasiun 1 disebabkan karena adanya debit air yang
sedikit lebih tinggi pada pengambilan II, dimana lokasi penelitian telah turun
hujan yang cukup lebat. Perbedaan nilai kedalaman antar stasiun disebabkan
karena adanya proses sedimentasi di beberapa stasiun. Di stasiun 4, laju
sedimentasi cukup tinggi, sehingga kedalamannya relatif cukup dangkal.. Untuk
selengkapnya nilai kedalaman dari semua stasiun dapat dilihat pada Gambar 29.
3.5
Kedalaman (m)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1
Stasiun
I
II
47
48
Kualitas Air
Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Padatan tersuspensi adalah partikel-partikel yang melayang di dalam air
yang terdiri dari komponen hidup (phytoplankton, jamur, bakteri) dan komponen
mati (detritus, partikel-partikel baik organik maupun organik).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TSS berkisar antara 19,7
79 mg/l pada pengambilan I dan 38,9 95,8 mg/l pada pengambilan II. Pada
pengambilan I, nilai terendah terdapat pada stasiun 1 (19,7 mg/l) dan tertinggi
pada stasiun 6 (79 mg/l). Selanjutnya pada pengambilan II, nilai terendah terdapat
pada stasiun 7 (38,9 mg/l) dan tertinggi di stasiun 6 (95,8 mg/l). Data
selengkapnya tersaji pada Gambar 31.
120
TSS (mg/l)
100
80
60
40
20
0
1
Stasiun
I
II
49
pada malam harinya, sehingga air sungai lebih banyak membawa material
tersuspensi (lihat cuaca Bulan September 2005, Lampiran 3 tentang debit air
sungai). Kondisi pasang dan surut ikut menentukan nilai TSS. Pada pengambilan
I, kondisi perairan dalam keadaan pasang (Gambar 23) dan menyebabkan massa
air sungai yang masuk ke estuari diencerkan oleh air laut, sehingga konsentrasi
TSS yang terukur lebih kecil. Sedangkan pada saat surut, massa air sungai lebih
dominan dan menyebabkan nilai TSS lebih tnggi.
Penambahan nilai TSS di stasiun 5 disebabkan adanya pelepasan sedimen
di dasar, oleh adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan. Faktor
kedalaman ikut mempengaruhi proses resuspensi. Di stasiun 5 kedalamannya
relatif lebih dangkal (Gambar 29)
Oksigen Terlarut
Nilai konsentrasi oksigen terlarut (DO) disajikan pada Gambar 32.
6
5
4
3
2
1
0
1
Stasiun
I
II
50
Stasiun
I
II
Gambar 33 Sebaran nilai bahan organik total (T OM) pada pengambilan I dan II
Gambar 33 menunjukkan sebaran nilai TOM pada pengambilan I berkisar
antara 10,54 35,41 mg/l, dengan nilai tertinggi di stasiun 6 dan terendah di
stasiun 7. Pada pengambilan II, berkisar antara 15,14 50,61 mg/l dengan nilai
tertinggi terdapat di stasiun 4 dan terendah di stasiun 7. Tingginya nilai TOM di
stasiun 2, 3, 4, 5 dan 6 berkaitan dengan nilai TSS yang cukup tinggi pula di
stasiun tersebut (Gambar 31).
Derajat Keasaman atau pH
Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion
hidrogen dalam air yang di gunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat
asam dan basa. Nilai pH berkisar antara 1 14 dimana nilai pH 7 adalah netral
51
yang merupakan batas tengah antara asam dan basa makin tinggi pH suatu larutan
makin besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam
pH
suatu larutan. Nilai pengukuran pH selama penelitian di sajikan pada Gambar 34.
8.2
8
7.8
7.6
7.4
7.2
7
6.8
6.6
6.4
1
Stasiun
I
II
Kualitas Sedimen
Fraksi Sedimen
Tekstur substrat terdiri atas campuran pasir, lumpur dan liat. Tidak ada
substrat yang terdiri atas satu fraksi saja, sehingga semua tipe substrat terdiri atas
ketiga fraksi tersebut. Tekstur atau tipe sedimen dapat ditentukan dengan
mengukur komposisi dari fraksi-fraksi pembentuknya, yaitu kandungan lumpur
52
(debu), pasir dan liat. Sebaran nilai fraksi sedimen pada setiap stasiun penelitian
disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 35.
Tabel 7 Nilai persentase tekstur sedimen dan jenis sedimen
Stasiun
Jenis Sedimen
Fraksi Sedimen
Sand
83.04
1.04
0.92
76.88
65.32
10.84
6.24
1
2
3
4
5
6
7
Silt
16
98
98
22
34
88
88
Clay
0.96
0.96
1.08
1.12
0.68
1.16
5.76
Loamy sand
Silt
Silt
Loamy sand
Sandy loam
Silt
Silt
120
100
80
Pasir
60
Silt
Clay
40
20
0
1
Stasiun
53
laut yang dapat menyebabkan kondisi arus lemah. Adanya arus yang lemah ini
memberi kesempatan partikel-partikel yang lebih halus mengendap. Untuk stasiun
4 dan 5, fraksi pasir cukup mendominasi. Hal ini disebabkan pada stasiun ini ada
pengaruh gelombang yang tentunya daerah ini mempunyai arus yang cukup besar.
Daerah yang mempunyai arus besar, maka material yang berukuran yang lebih
besar (pasir) yang dapat mengendap di daerah ini.
Bahan Organik Sedimen
Kandungan bahan organik erat kaitannya dengan jenis sedimen. Jenis
sedimen perairan yang berbeda akan mempunyai kandungan bahan organik yang
berbeda pula. Semakin halus sedimen, kemampuan dalam mengakumulasi bahan
organik semakin besar. Kandungan bahan organik pada umumnya akan tinggi
pada sedimen Lumpur. Bahan organik ini berkaitan erat dengan unsur hara. Bahan
organik tinggi, berarti unsur hara tinggi juga. Wood (1987) mengatakan bahwa
sedimen berpasir umumnya miskin zat hara dan begitu sebaliknya substrat yang
lebih halus kaya akan unsur hara. Bahan organik yang terukur saat penelitian
80
70
60
50
40
30
20
10
0
1
Stasiun
54
berukuran lebih halus) mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi pula.
Hal ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3.
Laju Sedimentasi
Pengukuran laju sedimentasi di Muara Banjir Kanal Barat dalam
penelitian hanya dilakukan di tiga stasiun yaitu stasiun 2 dan 3 dan 4. Dari hasil
pengukuran didapatkan nilai yang bervariasi. Laju sedimentasi tertinggi terdapat
di stasiun 4 dengan rerata 75,258 kg/m 2/minggu dan terendah di stasiun 2 dengan
nilai rerata 2,164 kg/m 2/minggu. Data selengkapnya disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Laju sedimentasi Muara Banjir Kanal Barat
Stasiun
2
3
4
Rerata
2.16
57.25
77.57
55
Debit Sungai
Dari hasil perhitungan debit sungai yang dilakukan pada tanggal 6 dan 19
September 2005, didapat rerata debit sungai Banjir Kanal Barat, sebesar 13,62
m3/det. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.
Pada Tabel 9 disajikan debit Sungai Banjir Kanal Barat (th 1997 2001)
hasil perhitungan Dinas Pengairan PU Jawa Tengah.
Tabel 9 Nilai debit sungai Banjir Kanal Barat tahun 1997 2001
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Debit
(m3/det)
1997
1998
1999
2000
Januari
16.87
5.89
6.91
9.73
Febuari
10.07
8.83
13.22
14.67
Maret
11.39
12.69
10.67
17.38
April
17.20
7.53
10.28
12.50
Mei
12.79
5.94
4.73
13.02
Juni
6.34
7.53
19.24
10.19
Juli
6.65
10.24
5.49
Agustus
7.75
3.53
3.55
September
15.51
12.44
3.11
Oktober
1.95
8.05
8.65
4.06
November
31.23
3.99
6.45
12.10
Desember
16.95
4.41
14.26
6.19
Rerata
10.40
8.06
10.05
7.30
Sumber : Dinas Pengairan PU Jawa Tengah
Bulan
2001
8.94
12.03
8.98
17.36
17.43
16.20
4.20
2.93
16.76
9.65
8.50
5.70
10.67
56
Dari hasil perhitungan didapat nilai konsentrasi logam berat yang masuk
ke muara untuk logam Pb sebesar 0,021 gr/det, logam Cd sebesar 0,012 gr/det,
logam Cu sebesar 0,096 gr/det dan logam Zn sebesar 0,268 gr/det. Perhitungan
lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pembahasan
Estuari merupakan tempat bertemunya air tawar dari sungai dan air asin
yang berasal dari laut. Air tawar yang berasal dari sungai mempunyai densitas
lebih kecil daripada air laut, sehingga air tawar akan mengambang diatas air laut.
Karakter atau sifat dari estuari tidak bersifat uniform, dimana perbedaan ini
terutama disebabkan oleh adanya variasi pasut dan masukan air sungai, yang
kemudian mempengaruhi proses percampuran. Pada estuari tercampur sebagian,
adanya arus pasang surut menyebabkan gesekan dan menimbulkan pergolakan,
kemudian menyebabkan percampuran yang lebih efektif dalam kolom air. Air laut
akan tercampur keatas dan air tawar akan tercampur ke bawah.
Proses percampuran massa air sungai dan massa air laut di estuari secara
umum akan memberikan pengaruh terhadap perubahan konsentrasi logam berat
terlarut. Hal ini disebabkan adanya proses pengenceran, flokulasi yang disertai
adanya proses adsorpsi dan desorpsi. Adanya proses pengenceran menyebabkan
konsentrasi logam berat berubah jadi naik atau menurun di sepanjang daerah
estuari, tergantung dari sumber utama logam yang bersangkutan. Apabila sumber
utama berasal dari sungai, adanya proses pengenceran oleh air laut menyebabkan
konsentrasi logam akan menurun sepanjang perubahan nilai salinitas dan
sebaliknya apabila sumber utama berasal dari laut, konsentrasi logam berat
menjadi naik dengan bertambahnya nilai salinitas (Chester 1990).
Menurunya konsentrasi logam berat terlarut di estuari juga disebabkan
karena adanya proses adsorpsi logam berat yang diikuti oleh adanya proses
flokulasi. Proses adsorpsi adalah proses dimana atom, partikel atau molekul suatu
zat terikat pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik menarik dari atom
atau molekul pada lapisan bagian luar atau permukaan zat padat (Tan, 1982).
Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya
muatan listrik pada permukaan partikel. Flokulasi terjadi akibat adanya gaya tarik
57
menarik antara elemen -elemen yang berasal dari sungai dan laut yang berbeda
muatannya (Chester 1990). Butir lanau, lempung dan kolloid asam humus yang
tersuspensi dan terangkut memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai
mempunyai kecenderungan bermuatan listrik negatif. Dengan peningkatan
salinitas, kekuatan tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat
partikel bertabrakan akan membentuk gumpalan (floc). Terbentuknya gumpalan
ini memungkinkan terjadinya pengendapan di dasar perairan estuari. Logam yang
terdapat dalam kolom air lebih cepat diendapkan pada kondisi salinitas antara 0
18 0/ 00 (Chester 1990).
Penurunan konsentrasi logam berat di estuari sebelum logam tersebut
dibawa ke laut, menjadikan estuari berperan sebagai filter bahan-bahan kimia
yang bawa oleh air sungai. Filter ini bekerja terutama melalui perubahan dari fase
terlarut menjadi fase partikel. Sistim filter estuari bekerja secara selektif terhadap
masing-masing individu. Apabila keberadaan elemen (logam) selama di estuari
hanya dipengaruhi oleh proses fisik atau proses percampuran, elemen ini akan
mengalami pengenceran, sehingga di perairan lo gam ini bersifat konservatif.
Sedangkan adanya reaksi kimia seperti adanya perubahan dari fase terlarut
menjadi partikel atau sebaliknya mengakibatkan penambahan atau pengurangan
konsentrasi logam berat sehingga di perairan logam tersebut bersifat non
konservatif.
Untuk melihat proses ini dapat dilakukan dengan pendekatan mixing
graph dimana konsentrasi logam terlarut diplotkan dengan nilai yang sifatnya
conservatif, yang dalam hal ini adalah salinitas (Chester 1990).
Pembahasan ini menekankan kepada pola kecenderungan logam berat
terlarut terkait dengan perubahan salinitas dan TSS sebagai indikator adanya
perubahan komposisi ion dan materi di perairan. Selain itu juga dimaksudkan
untuk menunjukkan apakah terdapat kemiripan pola sebaran logam berat terlarut
Pb, Cu dan Zn terlarut di estuari Banjir Kanal Barat dengan pola sebaran logam
Pb, Cu dan Zn terlarut pada wilayah lainnya.
Pola Sebaran Logam Pb Terlarut terhadap Salinitas dan TSS
Pola kecenderungan sebaran Pb terlarut menurut salinitas di Sungai Banjir
Kanal Barat disajikan pada Gambar 37. Gambar 37 menunjukkan bahwa
58
pengambilan I dan II, logam Pb terlarut mempunyai pola yang hampir sama yaitu
konsentrasinya lebih tinggi di air laut daripada air tawar (Gambar 3). Hal ini
mengindikasikan bahwa sumber Pb terlarut di lokasi penelitian berasal dari laut.
Pola logam Pb terlarut ini sama dengan pola dari parameter pH, dimana untuk air
-3
Konsentrasi Logam Pb
laut nilai pH > air tawar. Begitu juga untuk oksigen terlarut (DO).
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
10
15
20
25
30
35
Salinitas ( / 00)
2.5
-3
Konsentrasi Logam Pb
(a)
2
1.5
1
0.5
0
0
10
15
20
25
30
35
Salinitas ( /00)
(b)
Gambar 37 Pola Hubungan antara Pb terlaru t dengan salinitas pada pengambilan
I (a) dan II (b)
Gambar 37 memperlihatkan bahwa logam Pb terlarut mengalami removal
pada pada salinitas 5 - 15 0/00 dan pada salinitas > 20 0/00 mengalami addition.
Boyle et al. (1982), diacu dalam Chester (1990) di Sungai Amazon, menemukan
bahwa elemen mengalami penurunan secara tajam pada daerah awal terjadinya
mixing (salinitas sampai mencapai 15 0 /00). Tingginya alkalinitas menyebabkan
proses flocculation atau adsorpsi elemen dari fase terlarut.Hal ini berarti bahwa
59
R2 = 0.0334
0.15
0.1
0.05
0
-
R2 = 0.1818
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
TSS (mg/l)
Pengambilan I
Pengambilan II
60
2.5
Terlarut (10 -3ppm)
Konsentrasi Logam Cu
61
2
1.5
1
0.5
0
0
10
15
20
25
30
35
Salinitas (0/00)
-3
Konsentrasi Logam Cu
(a)
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
10
15
20
25
30
35
(b)
Gambar 39 Pola hubungan antara Cu terlarut dengan salinitas pada pengambilan
(a) I dan (b) II
Pada pengambilan I, logam Cu terlarut mengalami proses removal dan
pada pengambilan II, selain proses removal, logam Cu terlarut mengalami
addition pada nilai salinitas >20 0/ 00. Perubahan nilai konsentrasi di estuari ini
berhubungan dengan proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian terjadi
pengendapan materi serta adanya proses desorpsi oleh partikel. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Windom et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) di
Estuari Savannah dan Ogeeche (USA), dimana logam Cu bersifat non konservatif
dengan adanya proses addition di salinitas > 20 0 /00 dan pada salinitas menengah
(5 20 0/00) mengalami removal (Gambar 4). Dalam eksperimen selanjutnya
disimpulkan bahwa adanya penambahan Cu pada salinitas > 20 0 /00 disebabkan
adanya pelepasan dari material tersuspensi sebagai hasil resuspensi sedimen.
62
R = 0.327
20.00
40.00
R = 0.238
60.00
80.00
100.00
120.00
TSS (mg/l)
Pengambilan I
Pengambilan II
63
12
-3
Konsentrasi Logam Zn
terlarut.
10
8
6
4
2
0
0
10
15
20
25
30
35
Salinitas ( /00)
10.0
Terlarut (10 -3ppm)
Konsentrasi Logam Zn
(a)
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
0
10
15
20
25
30
35
Salinitas (0 /00)
(b)
Gambar 41 Pola hubungan antara Zn terlarut dengan salinitas pada
pengambilan I (a) dan II (b)
Pada pengambilan I, logam Zn terlarut lebih mengalami proses addition.
Pada pengambilan II, mengalami removal pada salinitas 5 15 0/ 00. dan addition
pada salinitas > 20 0/ 00. Boyle et al. (1982), diacu dalam Chester (1990) di Sungai
Amazon, menemukan bahwa elemen mengalami penurunan secara tajam pada
daerah awal terjadinya mixing (salinitas sampai mencapai 15 0/ 00). Tingginya
alkalinitas menyebabkan proses flocculation atau adsorpsi elemen dari fase
terlarut. Adanya proses addition pada pengambilan I, terjadi pada salinitas >20 0/00
dan dari hasil analisa logam Zn dalam seston pada salinitas ini, yang pada
64
0.06
0.05
0.04
R2 = 0.1206
0.03
0.02
R = 0.5195
0.01
0
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
TSS (mg/l)
Pengambilan I
Pengambilan II
65
KESIMPULAN
Simpulan
1. Dari hasil analisa logam berat didapatkan bahwa konsentrasi logam berat
dalam sedimen ditemukan paling tinggi dibandingkan dalam air (logam
terlarut dan logam dalam seston). Logam Zn menempati urutan pertama
dan secara berurutan diikuti oleh logam Cu, Pb dan Cd.
2. Dilihat dari pola sebaran logam terlarut terhadap nilai salinitas, logam Pb
mengalami kenaikan dengan bertambahnya nilai salinitas, sedangkan
logam Cu dan Zn mengalami pen urunan dengan bertambahnya nilai
salinitas.
3. TSS sedikit mempengaruhi konsentrasi logam berat terlarut dan proses
removal terjadi pada salinitas antara 5 15 0/00.
Saran
Penelitian ini hanya dilakukan dalam waktu yang terbatas (Bulan
September dan hanya dua kali dalam pengambilan sampel) sehingga belum bisa
menggambarkan tingkah laku logam secara menyeluruh berkaitan dengan kondisi
pengambilan sampel yang berbeda. Perlu dilakukan penelitian sepanjang tahun
(time series) baik pada saat pasang maupun surut sehingga semua kondisi yang
sebenarnya terwakili dengan metode analisa yang lebih sensitif (mampu membaca
konsentrasi yang lebih kecil (ppb). Selain itu perlu penambahan parameter
pendukung yang mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan seperti nilai
redox, kelimpahan fitoplankton, kandungan bahan organik terlarut dan termasuk
mempelajari spesiasi kimia masing-masing logam.
DAFTAR PUSTAKA
Anna S. 1999. Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi Teluk Jakarta.
(tesis). Bogor. Program Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor.
Apte SC, Day GM. 1998. Dissolved metal concentration in the Torres Strait and
Gulf of Papua. In Marine Pollution Bulletin . Vol 36, No.4 : 298 304
BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika). 2005. Evaluasi Cuaca Bulan
September 2005 dan Prospek Cuaca Bulan Oktober 2005 Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang. Semarang.
Brower JE, Zar JH. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology.
Dubuque : Wm.c. Brown Publishers.
Brown J et al. 1989. Waves,Tides, and Shallower Water Processes. Pergamon
Press
Bryan GW 1976. Heavy metals contamination in The Sea. In Johnston (Ed):
Marine Pollution. New York.
Chester R. 1990. Marine Geochemistry. London : Unwin Hyman Ltd
Clark RB. 1986. Marine Pollution . London : Clarendon Press.
Dinas PU Pengairan. 2002. Project Completion Report, West Semarang Irigation
Project Office. PU Pengairan Jawa Tengah
DISHIDROS (Dinas Hidro Oceanografi). 2005. Daftar Pasang Surut. Jakarta
Duxbury AB, Duxbury AC. 1993. Fundamental of Oceanography. Dubuque
Iowa: Wm.C Brown Publishers
Dyer KR. 1979. Estuaries : A Physical Introduction. London: John Willey&So ns .
Elliot DJ, James A. 1984. An Introduction to Water Quality Modelling.
Department of Civil Engineering. UK: University Upon Tyne.
EPA
(Environmental Protecy
http//:www.epa.gov/ost.
Agency).
1976.
Water
quality
criteria.
Golman CR, Horne AJ. 1983. Lim nology. Tokyo : McGraw Hill International
Book Company.
Hutagalung HP. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam Status
Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya.
67
Hutagalung HP, Setiapermana D, Riyono SH. 1997. Metode Analisis Air Laut,
Sedimen dan Biota. Buku 2. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
King CM. 1976. Introduction to Marine Geology dan Geomorphology. Arnold,
London.
Laws EA. 1993. Aquatic Pollution : An Introductory Text. New York : John
Wiley and Sons, Inc.
Libes SM. 1992. An Introduction to Marine Biogeochemestry. Toronto: John
Wiley & Sons Inc.
Metcalf and Eddy Inc. 1991. Wastewater Engineering: Collection, Treatment,
Disposal. New Delhi: McGraw Hill Inc.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT.
Gramedia.
Philips JDH. 1980. Proposal for monitoring studies on the contamination of the
east seas by trace metal and organochlorine. South China Sea Fisheries
Development and Coordinating Programe. FAO-UNEP, Manila.
Pickard G L, Emery WJ. 1970. Descriptive Physical Oceanography. New York :
Pergamon Press.
Pinet PR. 2000. Invitation to Oceanography. Second Edition. Massachussetts:
Jones and Bartlett Publisher.
Ramlal PS 1987. Mercury Methylation Dimethylation Studies at Southern India
Lake. Canada : Minister of supply and serveces.
Razak H. 1980. Pengaruh logam berat terhadap lingkungan. Pewarta Oseana : 2.
Jakarta : LON- LIPI.
Riley JP, Skirrow G. 1975. Chemical Oceanography. London : Academic Press.
Sanusi HS. 1985. Akumulasi logam berat Hg dan Cd pada tubuh ikan bandeng
(Chanos chanos forskal). (desertasi). Program Pascasarjana, Intitut
Pertanian Bogor.
Sanusi HS. 2006. Kimia Laut : Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
68
Siwi WER. 2002. Dinamika sedimentasi di tinjau dari pengaruh debit sungai dan
kondisi oseanografi fisika di perairan Muara Sungai Ban jir Kanal Barat
Kota Semarang Jawa Tengah. (skripsi). Jurusan Ilmu Kelautan, UNDIP,
Semarang.
Sosrodarsono S, Takeda K. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta : PT.
Pradnya Paramita.
Sunoko HR, Sumantri I, Budiono. 1993. Kadar logam berat di perairan Mu ara
Banjirkanal Timur, Kodya Semarang. In Makalah Penunjang Seminar
Pemantauan Pencemaran Laut. Jakarta : P3O LIPI.
Supriharyono 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Tan KH. 1982. Kimia Tanah. Jakarta : Pradnya Paramita
Tomczak M.1998. Estuaries. www.es.flinderedu.au
69
Lampiran 1 Rekapitulasi hasil analisis kualitas air di Perairan Banjir Kanal Barat,
Semarang.
Parameter
Salinitas
Permukaan
(0/00)
pH
Kecepatan Arus
(m/det)
Kedala man
(m)
DO
(mg/l)
TSS
TOM
Logam Terlarut
Pb
Cd
Cu
Zn
Logam dalam
Seston
Pb
Cd
Cu
Zn
Waktu
Pengambilan
Stasiun
4
Pengambilan I
Pengambilan II
Pengambilan I
Pengambilan II
Pengambilan I
Pengambilan II
Pengambilan I
Pengambilan II
Pengambilan I
Pengambilan II
0
0
7,01
7,01
0,138
0,150
1,05
1,15
5,16
4,20
10
5
7,34
7,21
0,071
0,078
1,95
1,9
5,14
4,25
14
10
7,51
7,45
0,058
0,061
1,55
1,55
5,20
4,25
26
15
7,74
7,65
0,077
0,077
0,9
0,9
5,40
4,35
28
20
7,81
7,75
0,083
0,100
0,75
0,70
5,41
4,22
28
28
7,85
7,71
0,069
0,074
1
1
5,30
4,25
Pengambilan I
Pengambilan II
Pengambilan I
Pengambilan II
19,71
81,5
35,41
37,50
30,96
63,4
25,20
35,80
43,69
65,2
25,15
29,28
42,00
84,2
25,10
30,61
79,00
95,8
12,60
37,50
34,83 20,00
75,3
38,9
15,25 10,54
16,96 15,14
4
1
4
2
Pengambilan I
1
1
Pengambilan II
1
1
Pengambilan I <0,001 <0,001 <0,001
Pengambilan II <0,001 <0,001 <0,001
Pengambilan I
2
1
Pengambilan II
4
2
Pengambilan I
10
7
Pengambilan II
9
6
2
1
30
30
7,94
7,90
0,063
0,069
3
3
5,57
4,42
4
2
4
2
<0,001 <0,001 <0,001 <0,001
<0,001 <0,001 <0,001 <0,001
1
1
1
1
1
2
2
3
2
2
6
5
3
3
2
5
5
5
3
3
70
1
sedimen
4,14
0,006
30,54
183,39
29,01
2
(mg/kg)
13,91
0,103
54,59
138,15
72,56
13,93
0,117
55,09
138,38
61,74
Stasiun
4
8,32
0,013
35,40
94,11
34,44
8,55
0,025
42,98
124,92
60,96
11,26
0,064
47,30
122,62
56,42
12,47
0,065
46,11
104,57
41,45
71
Qd = Fd x Vd
Fd = 2 X b x
c + 2d + e
4
Penampang I
Dimana b = 10, c = 0, d = 1.90, e = 1.67 sehingga didapat nilai Fd = 27.5 m2
Vd = 0.25 m/det
Qd = 27.35 m2 x 0.25 m/det = 6.84 m3/det
Penampang II
Dimana b = 10, c = 1.90, d =1.67, e =1.92 sehingga didapat nilai Fd = 35.8 m 2
Vd = 0.32 m/det
Qd2 = 35.8 m2 x 0.32 m/det =11.456 m3/det
Penampang III
Dimana b = 10, c = 1.67, d =1.92, e =1.85 sehingga didapat nilai Fd = 36.8 m 2
Vd = 0.35 m/det
Qd3 = 36.8 m2 x 0.35 m/det = 1.64 m3/det
Penampang IV
Dimana b = 10, c = 1.92, d =1.85, e =0 sehingga didapat nilai Fd = 28.1 m2
Vd = 0.28 m/det
Qd4 = 36.8 m2 x 0.28 m/det = 7.868 m3/det
Q total Minggu II = 3.3 + 6.5 + 6.03 + 3.69 = 12.88 m3/det
72
Lanjutan
Minggu IV (22 September 2005)
Penampang I
Dimana b = 10, c = 0, d =2,0, e = 2,20 sehingga didapat nilai Fd = 21 m2
Vd = 0.08 m/det
Qd1 = 21 m2 x 0,18 m/det = 3,78 m3/det
Penampang II
Dimana b = 10, c = 2,0, d =2,20, e =2,4 sehingga didapat nilai Fd = 33 m2
Vd = 0.18 m/det
Qd2 = 35.8 m2 x 0.32 m/det = 6.27 m3/det
Penampang III
Dimana b = 10, c = 2,20, d =2.40, e =2,35 sehingga didapat nilai Fd = 34,75 m2
Vd = 0.15 m/det
Qd3 = 36.8 m2 x 0.35 m/det = 6,95 m3/det
Penampang IV
Dimana b = 10, c = 2,40 d =2,35, e =0 sehingga didapat nilai Fd = 23,75 m2
Vd = 0.09 m/det
Qd4 = 36.8 m2 x 0.35 m/det = 4,28 m3/det
Q total Minggu IV = 3.78 + 6.27 + 6.95 + 4.28
= 14.97 m3/det
Debit Sungai Bulan September = Q total Minggu II + Q total Minggu IV
2
= 13.62 m3/det
= 13.62 x 10 3 dm3/det
73
Lampiran 4 Perhitungan konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang masuk
ke laut
Besarnya logam berat yang masuk ke laut dihitung berdasarkan debit sungai dan
konsentrasi logam berat yang di dapatkan di dalam sungai dengan persamaan
berikut :
BP = Q x Ci
Keterangan :
BP : Beban pencemar logam (kg/det)
Q : debit sungai (m 3 /det)
Ci : konsentrasi logam ke-i (gr/l)
Dimana nilai konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn yang di pakai dalam
perhitungan Pb (1,55. 10 -6 gr/l), Cd (0,9. 10-6 gr/l), Cu (7,05.10 -6 gr/l) dan Zn
(19,65. 10-6 gr/l).Sedangkan debit sungai (Q) sebesar 13,62 m3/det.
Logam Pb = 13.62 x 10 3 dm3/det x 1,55 x 10-6 gr/l
= 0,021 gr/det
Logam Cd = 13.62 x 103 dm3/det x 0,9 x 10-6 gr/l
= 0,012 gr/det
Logam Cu = 13.62 x 103 dm3/det x 7,05 x 10 -6 gr/l
= 0,096 gr/det
Logam Zn = 13.62 x 10 3 dm3/det x 19,65 x 10-6 gr/
= 0,268 gr/det
74
16
y = 0,2074x - 0,1982
R2 = 0,8735
14
12
10
8
6
4
2
0
0
20
40
60
80
Logam Cd
0,14
y = 0,0025x - 0,0715
R2 = 0,8597
0,12
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
0
20
40
60
80
60
80
Logam Cu
60
y = 0,5393x + 17,1
R2 = 0,8984
50
40
30
20
10
0
0
20
40
Bahan Organik (%)
75
Lanjutan
Logam Zn
200
150
100
y = -0,3062x + 145,05
R2 = 0,0292
50
0
0
20
40
Bahan Organik (%)
60
80
76
Lampiran 6 Analisa logam berat terlarut dalam air laut, dalam seston dan dalam
sedimen (Hutagalung, 1997)
Penentuan Pb Cd, Cu dan Zn terlarut dalam air laut :
1. Diambil sampel air laut sebanyak 250 ml (contoh air laut telah di saring
dengan kertas saring (ukuran pori 0,45 m))
2. pH contoh disesuaikan menjadi 3
3. Sampel ditambahkan larutan APDC (2%) sebanyak 5 ml, lalu dikocok
selama 10 menit.
4. Kemudian di tambah 10 ml MIBK
5. Sampel dikocok lagi dan dibiarkan sampai terbentuk 2 fase
6. Fase an organik (lapisan bawah) di buang dan diambil fasa organiknya
(lapisan atas)
7. Fasa organik ini di tambahkan HNO 3 sebanyak 1 ml dan dikocok kembali
8. Kemudian di tambah 9 ml aquabidest dan dikocok
9. Sampel dibiarkan sampai terbentuk dua fasa.
10. Diambil fasa an organiknya (lapisan bawah) dan siap diukur dengan AAS
Analisis logam berat dalam sedimen
1. Sampel sedimen dimasukkan dalam beker teflon atau plastik.
2. Dikeringkan dalam oven pad a suhu 105 0C selama 24 jam.
3. Didinginkan dalam desikator.
4. Diambil 10 20 gr, dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambah
500 ml air suling bebas ion dan diaduk. Disentrifuse selama 30 menit
dengan kecepatan 2000 rpm.
5. Fase air dibuang dan dikeringkan kembali dalam oven dengan suhu 1050C
selama 24 jam.
6. Diambil 1 gr dan dimasukkan dalam teflon Bomb.
7. Ditambah aqua regia sebanyak 5 ml dan secara perlahan -lahan ditambah 6
ml HF.
8. Dipanaskan pada suhu 130 0C sampai semua sedimen larut dan larutan
hampir kering.
9. Didinginkan pada suhu ruang.
77
Lanjutan
10. Ditambahkan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan dan ditambah 9 ml
air suling bebas ion.
11. Diukur dengan AAS menggunakan nyala udara asetilen.
axb
c
Keterangan :
a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS
b = Volume akhir larutan contoh (10 ml)
c = Berat contoh sedimen (1 gr)
axb
cd
Keterangan :
a = Kadar hasil pengukuran dengan AAS
b = Volume akhir larutan contoh (25 ml)
c = Berat kertas saring dengan seston (gr)
d = Berat kertas saring tanpa seston (gr)
78
VxNx8 x1000
v
Dimana :
V= volume Na2S2O3 (ml);
N= konsentrasi Na2S2O3 (0.025N)
v = volume sampel yang dititrasi
79
TOM (mg/l) =
( X _ Y ) x31.6 x0.01x1000
mlcontohair
80
0 cm
0
10
14
26
28
28
31
Kedalaman
30 cm
60 cm
2
5
17
25
26
30
30
30
30
30
30
30
31
31
90 cm
10
30
30
30
31
Nilai salinitas (0/ 00) pada kedalaman 0, 30, 60 dan 90 cm pada saat surut
Stasiun
St.1
St.2
St.3
St.4
St.5
St.6
St.7
0 cm
0
5
10
15
20
28
31
Kedalaman
30 cm
60 cm
0
0
5
15
10
20
20
25
25
30
30
30
31
31
90 cm
0
20
25
30
31