SKRIPSI
Diajukan
Diajukan untuk
untuk melengkapi
melengkapi tugas
tugas dan
dan memenuhi
memenuhi syarat
syarat mencapai
mencapai gelar
gelar Sarjana
Sarjana Sains
Sains
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
Disetujui di
Medan, Juni 2013
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Puji beserta syukur Penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada kedua orang-tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Ir. Saut Tambunan
dan Ibunda Dra. Anna Juniar M.Si yang telah membesarkan dengankasih sayang dan
mendidik Penulis agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi agama, bangsa, negara
serta bermanfaat bagi orang lain. Dan terimakasih juga kepada adikku Debby Masteriana
yang selalu memberi semangat serta doanya kepada Penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh kakak dan abang stambuk
2006-2008, seluruh asisten dan staf Laboratorium Kimia Organik, Laboratorium Kimia
Analitik, Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU.
Juga kepada teman-teman terdekatku yang selalu memberi dukungan moril : Parry,
Oktaviani (Gisaenk), Despita, Naomi, Rimenda, Egi, Mawar, Juliana (Sen), Reh Malem,
Destaria, Emilia, Royman, Putri Natya, Risma, Lois, Bertha, Iwan, Septian dan banyak
lagi yang tak tersebutkan satu persatu namanya. Juga tidak lupa kepada kak Ayu selaku
laboran laboratorium Kimia Dasar LIDA USU atas bantuan serta fasilitas yang disediakan
untuk Penulis.
Penulis
Telah dilakukan penelitian tentang studi pengaruh pH dan kandungan mineral Fe, Ca, Mg
dan Cl terhadap pertumbuhan ikan mas koi (Cyprinus carpio) pada akuarium yang diisi
dengan air sungai Tuntungan Medan. Budidaya ikan mas koi dilakukan dalam akuarium
dengan air sungai Tuntungan dalam berbagai variasi pH antara 5-10. Untuk menurunkan
pH digunakan garam NaH2PO4 dan untuk menaikkan pH digunakan garam NaHCO3.
Sebelum ikan dimasukkan, dianalisa terlebih dahulu kandungan mineral Fe, Mg, Ca, dan
Cl pada air akuarium setelah dibuat pengaturan terhadap pH. Ikan yang akan dimasukkan
ke masing-masing akuarium terlebih dahulu ditimbang bobot awalnya. Setelah 10 hari,
ikan ditimbang dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl ditentukan dengan metode titrasi,
sedangkan penentuan mineral Fe dilakukan dengan metode Spektrofotometri Visibel. Hal
yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50. Hasil penelitian menunjukkan
pertumbuhan ikan maksimal sebesar 120,50% pada akuarium air sungai pH = 8,5 dengan
kadar besi (Fe) yang berfluktuasi antara 0,4343 mg/L – 0,6020 mg/L, kadar kalsium (Ca)
yang berfluktuasi antara 7,76 mg/L – 15,52 mg/L, kadar magnesium (Mg) yang
berfluktuasi antara 120,28 mg/L – 157,14 mg/L, dan kadar klorida (Cl) yang berfluktuasi
antara 27,99 mg/L – 32,48 mg/L. Pertumbuhan ikan minimal sebesar 88,02% didapatkan
pada akuarium air sungai pH = 5,5 dengan dengan kadar besi (Fe) yang berfluktuasi
antara 0,2246 mg/L – 0,5610 mg/L, kadar kalsium (Ca) yang berfluktuasi antara 7,76
mg/L – 27,93 mg/L, kadar magnesium (Mg) yang berfluktuasi antara 80,71 mg/L –
108,64 mg/L, dan kadar klorida (Cl) yang berfluktuasi antara 17,99 mg/L – 39,98 mg/L.
Air dengan pH = 9,5 tidak cocok sebagai medium budidaya ikan mas koi.
ABSTRACT
The study of the effect of pH and mineral content of Fe, Ca, Mg and Cl on the growth of
koi fish (Cyprinus carpio) in aquarium with sources water of the river Tuntungan Medan
has been studied. Cultivation of koi fish in aquarium with water of river Tuntungan in a
variety of pH between 5-10. NaH2PO4 used to reduce pH level and NaHCO3 used to
elevate pH level. Before the fish placed, the mineral content of Fe, Mg, Ca, and Cl in the
water of aquarium after pH arrangement analyzed. Initial weight of the fish that will be
incorporated into each aquarium were weighed. After 10 days, the fish were weighed and
mineral content of Ca, Mg, and Cl determined by titration method, whereas Fe mineral
determined using Visible Spectrophotometry method. The same thing is done on day 20,
30, 40, and 50. The results showed maximum growth at 120.50% of fish in the river water
aquarium pH = 8.5 with high levels of iron (Fe) which fluctuated between 0.4343 mg / L -
0.6020 mg / L, the level of calcium (Ca) which fluctuated between 7.76 mg / L - 15.52
mg / L, the levels of magnesium (Mg) which fluctuated between 120.28 mg / L - 157.14
mg / L, and levels of chloride (Cl) which fluctuated between 27.99 mg / L - 32.48 mg / L.
Minimum growth in amount of 88.02% found in the river water aquarium pH = 5.5 with
the levels of iron (Fe) which fluctuated between 0.2246 mg / L - 0.5610 mg / L, the level
of calcium (Ca) which fluctuate between 7.76 mg / L - 27.93 mg / L, the levels of
magnesium (Mg) which fluctuated between 80.71 mg / L - 108.64 mg / L, and levels of
chloride (Cl) which fluctuated between 17.99 mg / L - 39.98 mg / L. Water with pH = 9.5
is not suitable as a medium for the cultivation of koi carp.
Halaman
Judul i
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstact vi
Daftar Isi vii
Daftar Gambar ix
Daftar Tabel x
Daftar Lampiran xi
BAB 1 Pendahuluan 1
aaaai,,,1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Lokasi Penelitian 4
1.7. Metodologi Penelitian 4
BAB 2 Tinjauan Pustaka 5
aaaaaa.2.1. Air 5
2.2. Ikan Mas Koi 9
2.3. Pakan Buatan (Pelet) 10
2.4. Akuarium 11
2.5. Mineral 13
2.5.1. Besi 15
2.5.2. Klorin 16
2.5.3. Kalsium 17
2.5.4. Magnesium 18
2.6. Spektroskopi Ultraviolet dan Tampak (Visible) 18
2.7. Titrimetri 20
2.7.1. Titrasi Asidi-Alkalimetri 21
2.7.2. Titrasi Argentometri 21
2.7.3. Titrasi Kompleksometri 23
BAB 3 Metode Penelitian 26
3.1. Alat dan Bahan 26
3.1.1. Alat 26
3.1.2. Bahan 27
3.2. Prosedur Penelitian 28
Halaman
Gambar 2.1. Ikan Mas Koi 8
Gambar 2.2. Salah Satu Kontes Ikan Koi di Jakarta 9
Gambar 2.3. Bagan Alat Spektrofotometer UV-VIS 19
Gambar 2.4. EDTA 23
Gambar 2.5. Mureksida 23
Gambar 2.5. Eriokrom Black T 24
Gambar 4.1. Grafik Pertambahan Berat Ikan Mas Koi 40
Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Fe 43
Halaman
Tabel 2.1. Nilai Kesetaraan Kadar CaCO3 dengan Derajat Kekerasan 6
Tabel 2.2. Kandungan Nutrisi Pakan Pelet 10
Tabel 2.3. Jumlah Pakan yang Dibutuhkan Koi 11
Tabel 2.4. Ukuran Akuarium dan Daya Tampungnya 12
Tabel 2.5. Fungsi Mineral dan Kebutuhan Untuk Ikan 14
Tabel 4.1 Data Hasil Pertambahan Berat Ikan Mas Koi 39
Tabel 4.2 Data Persen Pertambahan Berat Ikan Mas Koi 40
Tabel 4.3 Data Pengukuran % Transmitansi Larutan Seri Standar Besi 41
Tabel 4.4 Data Perhitungan Garis Regresi Untuk Larutan Seri Standar Besi 41
Tabel 4.5 Data Kandungan Fe Total Air Sungai Selama 50 Hari 44
Tabel 4.6 Data Kandungan Kesadahan Total Air Sungai Selama 50 Hari 45
Tabel 4.7 Data Kandungan Kalsium (Ca) Air Sungai Selama 50 Hari 46
Tabel 4.8 Data Kandungan Magnesium (Mg) Air Sungai Selama 50 Hari 47
Tabel 4.9 Data Kandungan Klorida (Cl) Air Sungai Selama 50 Hari 48
Tabel 4.10 Data Hasil Pengukuran Suhu Air Sungai Selama 50 Hari 48
Tabel 4.11 Data Hasil Pengukuran pH Air Sungai Tanpa ……………………….
………………Perlakuan Terhadap pH Selama 50 Hari 49
Halaman
Lampiran A. Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) Air Sungai Selama
…. 50 Hari 57
Lampiran A.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH 57
Lampiran A.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 5,5 57
Lampiran A.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 6,5 58
Lampiran A.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 7,5 58
Lampiran A.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 8,5 59
Lampiran A.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 9,5 59
Lampiran B. Data Penentuan Kesadahan Total (Ca + Mg) Air Sungai Selama
…. 50 Hari 60
Lampiran B.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH 60
Lampiran B.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 5,5 60
Lampiran B.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 6,5 61
Lampiran B.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 7,5 61
Lampiran B.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 8,5 62
Lampiran B.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 9,5 62
Lampiran C. Data Penentuan Kandungan Besi Kalsium (Ca) Air Sungai
…. Selama 50 Hari 63
Lampiran C.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH 63
Lampiran C.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 5,5 63
Lampiran C.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 6,5 64
Lampiran C.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 7,5 64
PENDAHULUAN
Ikan hias air tawar merupakan komoditas perikanan air tawar yang saat ini banyak
menghasilkan devisa. Nilai ekspornya sangat besar dan cenderung meningkat dari tahun
ke tahun. Setiap bulannya ada sekitar puluhan juta ekor ikan hias tawar diekspor ke
mancanegara. Saat ini ada ratusan jenis ikan hias air tawar dari berbagai pelosok dunia
keluar masuk Indonesia dan hampir 90%-nya merupakan ikan tropis. Ikan-ikan tersebut
merupakan ikan lokal maupun introduksi. Indonesia memang sangat beruntung karena
memiliki iklim tropis sehingga ada banyak jenis ikan hias yang dapat dibudidayakan.
Sumber daya alamnya pun mendukung, yaitu lahan yang masih luas, sumber air
melimpah, dan pakan alami masih cukup banyak. Demikian pula dengan banyaknya
penduduk Indonesia masih memungkinkan masuknya banyak tenaga kerja dalam sektor
ini. Pembudidayaan tentu tidak terlalu sulit karena didukung oleh iklim Indonesia yang
sesuai. Agar dapat berhasil dalam membudidayakan ikan hias, diperlukan pengetahuan
tentang tingkah laku ikan, pakan, serta beberapa faktor lain (Lesmana, D.S.,2001).
Menurut Zaldi (2010), sudah lama sungai dijadikan media budidaya ikan oleh
masyarakat yang hidup di pinggir sungai. Sungai menyediakan cadangan air tanpa pernah
surut walaupun musim kemarau. Tersedianya air sepanjang tahun dan belum
dimanfaatkannya sungai secara maksimal oleh masyarakat setempat, sehingga diperlukan
suatu usaha agar sungai dapat memberikan kontribusi lebih. Pemeliharaan ikan atau
dikenal dengan budidaya merupakan suatu usaha yang menjanjikan untuk
mengoptimalkan fungsi dari sungai yang ada. (Zaldi.,2010).
Sungai Tuntungan merupakan salah satu sungai di kota Medan yang melewati
kecamatan Medan Tuntungan. Air sungai tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
Ikan hidup dalam lingkungan air dan melakukan interaksi aktif antara keduanya.
Ikan dan air boleh dikatakan sebagai suatu sistem terbuka, dimana terjadi pertukaran
materi dan energi, seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2), garam, dan bahan
buangan. Kehadiran bahan-bahan tertentu dalam jumlah tertentu akan mengganggu
mekanisme kerja di dalam air sehingga pada akhirnya ikan akan terganggu, lalu mati
(Redaksi PS.,2008).
Koi bukan ikan hias baru di Indonesia. Koi (Cyprinus carpio) dan maskoki
(Carassius auratus) masih satu kerabat, keduanya termasuk family Cyprindae. Bedanya,
koi berkumis pada mulutnya, sedangkan maskoki tidak berkumis. Koi merupakan hewan
yang hidup di daerah beriklim sedang dan hidup pada perairan tawar. Mereka bisa hidup
pada temperatur 80C-300C. Oleh karenanya koi bisa dipelihara di seluruh wilayah
Indonesia, mulai dari pantai hingga daerah pegunungan. Koi asli merupakan ikan air
tawar, tapi masih bertahan hidup pada air yang agak asin. Sekian 10 permil kandungan
garam dalam air masih bisa untuk hidup koi. (Susanto, H. 2001).
1.2. Permasalahan
Bagaimanakah pengaruh pH dan kandungan mineral terhadap pertumbuhan ikan mas koi,
dengan menggunakan air Sungai Tuntungan Medan sebagai medium budidaya di dalam
akuarium
a. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas koi (Cyprinus carpio)
dengan umur 2 bulan dan berat awal rata-rata 4,0 g.
b. Sumber air yang digunakan adalah air dari sungai Tuntungan yang telah divariasikan
pH-nya antara 5,5 – 9,5 di dalam akuarium
c. Makanan ikan yang dipakai adalah jenis pelet buatan merek Asahi
d. Parameter yang ditentukan adalah pH dan kandungan mineral Fe, Ca, Mg, dan Cl dan
bobot ikan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH dan kandungan mineral Fe, Ca,
Mg dan Cl di dalam air terhadap perkembangan ikan mas koi yang dibudidayakan
b. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk memonitor pencemaran air di sungai
Tuntungan.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar USU Medan, Laboratorium Kimia
Analitik FMIPA-USU Medan dan Laboratorium Kimia Organik FMIPA-USU Medan.
1.7. Metodologi
b. Budidaya ikan mas koi dilakukan di dalam akuarium yang diisi dengan air Sungai
Tuntungan Medan sebanyak 25 L
e. Sebelum ikan dimasukkan, ditentukan terlebih dahulu bobot awal ikan dan kandungan
mineral Fe, Mg, Ca, dan Cl pada air akuarium
f. Setelah 10 hari, bobot ikan ditimbang dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl
ditentukan dengan titrasi, sedangkan penentuan kandungan Fe dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Visibel. Hal yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan. Kualitasnya
menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan, bahkan kualitas seperti warna ikan.
Secara alami, air merupakan pelarut yang sangat baik sehingga hampir semua material
dapat larut di dalamnya. Adapun berbagai material terlarut dalam air adalah
1) berbagai gas seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2), ammonia (NH3), nitrit
(NO2), nitrat (NO3), sulfide (H2S), dan methan,
2) berbagai mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), Natrium (Na), Kalium
(K), besi (Fe), seng (Zn), serta mineral bentuk ion atau molekul organik maupun
anorganik,
3) material organik terlarut seperti gula, lemak, asam, dan vitamin
4) material anorganik seperti lumpur dan tanah liat, serta
5) material biologis seperti bakteri, jamur, virus, zooplankton, dan fitoplankton.
(Lesmana, D.S.,2001)
Keasaman atau pH air (pondus Hydrogenii) adalah indikasi dari bobot hidrogen
yang berada di dalam air. Derajat keasaman diukur dengan skala 1-14. Angka tujuh pada
derajat keasaman menandakan keasaman air bersifat netral. Sementara itu, angka satu
menunjukkan air bersifat sangat asam. Sebaliknya, angka 14 menunjukkan air bersifat
sangat basa atau alkalis. Ikan hias biasanya hidup optimal di dalam air pada kisaran pH
6,5 – 8. Umumnya air di daerah tropis memiliki pH antara 5 – 6,8 atau tergolong sedikit
asam. Menaikkan pH air agar sesuai dengan ketentuan pemeliharaan ikan dapat
menggunakan kapur bordo sebanyak 2 cc per liter air. Sebaliknya air ber-pH terlalu basa
atau skala meternya menunjukkan angka di atas 7 perlu dinetralkan dengan
Kekerasan (hardness) air yang juga disebut kesadahan disebabkan oleh banyaknya
mineral dalam air seperti kalsium atau kapur (Ca), magnesium (Mg), seng (Zn), dan
mangan (Mn). Namun, mineral yang dijadikan standar pengukuran kekerasan air adalah
kadar Ca++ dalam bentuk CaCO3. Biasanya kekerasan air ini dinyatakan dalam derajat
kekerasan (0 dH). Kisaran kesetaraan antara derajat kekerasan dengan kadar CaCO3 dapat
dilihat pada Tabel 1.
0
Kekerasan Air Kadar CaCO3 (mg/L) dH
Lunak 0-75 0-4
Sedang 75-150 4-8
Keras 150-300 8-16
Sangat Keras Lebih dari 300 Lebih dari 16
Ikan-ikan tertentu membutuhkan kadar kekerasan air tertentu pula. Umumnya ikan akan
lebih mudah beradaptasi dari air yang lunak ke keras disbanding dari keras ke lunak.
Memang belum diketahui dengan pasti pengaruh langsung kekerasan air ini terhadap
ikan. Namun, biasanya kekerasan berpengaruh pada perubahan pH. Walaupun demikian,
Kondisi temperatur harus dijaga agar tetap konstan. Temperatur yang berubah-
ubah dapat menyebabkan stress pada ikan. Pada temperature yang terlalu tinggi, ikan
akan mengalami kekurangan oksigen dan sistem enzim yang membantu metabolisme
tubuh tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada kondisi seperti ini, penyakit dapat
menyerang dengan cepat. Meningkatnya temperatur air akan menurunkan kemampuan air
untuk menyerap oksigen sehingga tingkat kejenuhan oksigen di dalam air juga menurun.
(Sitanggang, M.,2002).
Sumber air untuk pemeliharaan ikan hias air tawar dapat berasal dari sumur,
sungai atau rawa, dan air PAM. Masing-masing sumber air tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan. Air sumur atau air tanah biasanya lebih bersih serta hanya mengandung
gas dan mineral. Namun demikian, air sumur kemungkinan masih mengandung material
organik walaupun sedikit. Sementara kandungan material anorganik dan bakteri
tergantung dari dalam dangkalnya sumur. Makin dalam sumur maka makin sedikit
kandungan material anorganiknya dan makin berkurang kandungan bakterinya. Sebelum
digunakan sebaiknya air sumur diinapkan atau ditampung terlebih dahulu. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada air sumur berhubungan dengan udara
sehingga oksigen dari udara bias terlarut ke dalam air serta menguapkan gas berbahya dan
tidak diperlukan ikan (Lesmana, D.S.,2001).
Nenek moyang ikan koi diyakini bermula dari ikan mas atau karper (Cyprinus Carpio)
yang berasal dari wilayah Asia Timur. Ikan karper tersebut berimigrasi ke China melalui
salah satu dari dua kemungkinan, melalui perdagangan atau secara alamiah melalui jalur
air (terusan). Dalam legenda Cina diceritakan bahwa koi pertama kali muncul 2500 tahun
yang lalu atau sekitar tahun 551-419 SM. Kata “Koi” sendiri berasal dari bahasa Cina,
Klasifikasi ilmiah Koi dalam kerajaan hewan secara lengkap diuraikan sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Cordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypiriniformes
Subordo : Cypirinoidea
Famili : Cypirinidae
Sub Famili : Cypirininae
Genus : Cypirinus
Spesies : Cypirinus carpio
Koi merupakan ikan hias air tawar terbesar dan merupakan ikan bergengsi.
Kepalanya besar dan dihiasi sepasang kumis. Masa hidup koi umumnya sampai sekitar 70
tahun. Namun ada beberapa yang hidup bisa mencapai umur 200 tahun. Salah satu sebab
mengapa koi mudah dipelihara adalah karena koi mudah menerima pakan apa saja. Koi
Kualitas air sangat menentukan bagus tidaknya warna koi. Menurut The Latest
Manual of Nisikigoi, 70% warna koi ditentukan oleh mutu genetik ikan itu sendiri, 20%
oleh air, dan 10% faktor-faktor lainnya.
Koi yang memenangkan kontes di Jepang bisa terjual dengan harga lebih dari 10
juta yen atau sekitar Rp. 120 juta. Pada umumnya orang beranggapan bahwa koi sebagai
ikan hias yang harganya mahal. Kendati demikian, seekor koi yang baru menetas hanya
dijual sekitar 5 atau 6 yen (Rp. 80 / 1 yen), sedangkan yang lebih besar bisa seratus
hingga seribu yen. (Susanto, H.,2001).
Kecenderungan hobiis koi semakin meluas dan pada tahun 1996 di Surabaya
diadakan kontes koi bertajuk ”1st All Indonesian Champion”. Peserta yang ikut belum
begitu banyak, karena saat itu hobiis masih terbatas di kalangan atas. Krisis ekonomi
1996-1999 tidak menyurutkan para hobiis koi untuk tetap menggemari koi. Bahkan koi
menjadi tempat pelarian para hobiis baru, terutama para pengusaha yang usahanya
berhenti atau tersendat. Klub-klub koi pun bermunculan, tidak hanya di Jakarta, tapi juga
di Yogyakarta dan Semarang. Pada tahun 1999 diselenggarakan kontes koi dengan tema
Pakan sebaiknya diberikan dalam jumlah sedikit, tetapi sering. Maklum, koi tidak
dapat menyimpan cadangan kelebihan makanan dalam bentuk lemak. Pakan dapat
diberikan 2 – 4 kali sehari. Sementara waktu pemberian tidak terlalu mengikat. Pakan
bisa diberikan pada pagi, siang, sore, atau bahkan malam hari. Habisnya pakan dalam
waktu singkat merupakan pertanda bagus. Sebaiknya pakan yang diberikan pada koi
harus habis pada waktu 5 menit. Jika dalam kurun 10 menit belum habis, tandanya koi
sudah kenyang dan sisa pakan yang terapung hanya mengotori air kolam saja. Jumlah
pakan yang diberikan pada koi sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhannya.
(Redaksi, PS.,2009).
2.4. Akuarium
Koi termasuk keluarga Cyprinidae, masih sekerabat dengan ikan mas (Cyprinus carpio)
atau maskoki (Cyprinus auratus). Hal ini bisa dibuktikan dari sosoknya yang memang
mirip, yaitu pipih. Hanya saja penampilan koi lebih cantik karena ditunjang oleh beragam
warna yang sangat menawan. Karena pada umumnya mas koi dipelihara di kolam, maka
untuk penelitian terhadap ikan ini digunakan akuarium dengan spesifikasi yang sama
dengan kerabatnya yaitu ikan mas koki.
Wadah paling umum untuk memelihara maskoki ialah akuarium kaca. Satu hal
dalam membuat atau membeli akuarium, sebaiknya dipilih akuarium yang permukaannya
lebar. Dengan akuarium itu sirkulasi udara bebas yang mengandung oksigen lebih mudah
berdifusi dengan air. Kandungan oksigen terlarut yang cukup di dalam air diperlukan
semua ikan, termasuk maskoki. Ikan mengkonsumsi oksigen terlarut lewat insang. Jika
oksigen terlarut kurang karena permukaan akuarium sempit, dan akuarium terletak di
ruang tertutup yang sirkulasi udaranya kurang, bias terjadi gangguan kesehatan yang tak
dikehendaki. Misalnya nafsu makan mas koki kurang, kondisi kesehatan turun sehingga
mudah terkena penyakit, dan akhirnya ikan bisa mati.
Sehubungan dengan itu, dalam membeli atau merakit akuarium dikenal adanya
ukuran minimum. Ukuran minimum ini lahir dari hasil perhitungan luas ruang ideal yang
dibutuhkan setiap sentimeter tubuh ikan dipandang dari segi estetika dan kemudahan
mendekor. Menurut perhitungan para ahli, setiap 1 cm panjang maskoki membutuhkan
Ukuran
Kapasitas Berat Air Total Panjang Ikan
PxLxT
(Liter) (Kg) (cm)
(cm)
60 x 30 x 30 54 54 30
60 x 30 x 38 68,4 68,4 30
90 x 30 x 38 102,6 102,6 30
120 x 30 x 38 136,8 136,8 60
Kepadatan ikan sangat penting untuk kenyamanan hidup. Ikan yang terlalu padat
dapat menimbulkan stress karena kualitas air cepat menjadi jelek. Bahkan, oksigen
terlarut cepat habis. Selain itu, pada ikan tertentu dapat terjadi gesekan antar ikan
sehingga menimbulkan luka. Akibatnya, penampilan ikan menjadi jelek atau bahkan
menimbulkan kematian (Lesmana, D.S.,2001).
Mineral merupakan elemen anorganik yang dibutuhkan oleh ikan dalam pembentukan
jaringan dan berbagai fungsi metabolism dan osmoregulasi. Ikan juga menggunakan
elemen anorganik tersebut untuk mempertahankan keseimbangan osmosis antara cairan
tubuh dan cairan di sekitarnya. Mineral dibutuhkan dalam jumlah relative kecil, namun
berperan sangat penting dalam menjaga kelangsungan hidup, mengingat beberapa proses
yang berlangsung di dalam tubuh ikan membutuhkan mineral.
a. Mengatur keseimbangan asam basa dan proses osmosis antara cairan tubuh dan
lingkungannya (terutama Na, K, Ca, dan Cl)
b. Berperan dalam proses pembekuan darah dan pembentukan hemoglobin (terutama
Fe, Cu, dan Co).
c. Berperan penting dalam proses metabolisme (terutama Cl, Mg, dan P)
d. Mengatur fungsi sel (Cu dan Zn), membentuk fospolipid dan bahan inti sel (S dan
P), mematangkan kelenjar kelamin (Br), dan membentuk hormone tiroid (I)
(Afrianto, A.,1989).
Gejala Kebutuhan /
Mineral Kegiatan Metabolik
Defisiensi kg kering
Pembentukan tulang dan tulang
Tidak
Kalsium rawan, pembekuan darah, 5g
didefinisikan
kontraksi otot
Pembentukan tulang, ester
Lordosis
Fosfor fosfat energi tinggi, senyawa 7g
pertumbuhan
organofosfor yang lain
Kehilangan
Enzim yang merupakan faktor
selera,
pembantu yang luas terlibat
Magnesium pertumbuhan 500 mg
dalam metabolism lemak,
yang miskin,
karbohidrat dan protein.
tetani
Kation primer monovalensi
dari cairan intraseluler, terlibat
Natrium Tidak jelas 1-3 gram
dalam keseimbangan asam-
basa dan osmoregulasi
Kation primer monovalensi
dari cairan intraseluler, terlibat
Kalium Tidak jelas 1-3 gram
dalam gerakan urat saraf dan
osmoregulasi
Bagian integral dari asam
amino sulfur dan kolagen,
Sulfur Tidak jelas 3-5 gram
terlibat dalam detoksifikasi
senyawa aromatik
Anion monovalen utama dalam
cairan seluler, komponen
Klorin Tidak jelas 1-5 g
pencernaan (HCl), dan
keseimbangan asam basa
Fungsi struktural adalah fungsi mineral untuk pembentukan struktur tubuh seperti
tulang, gigi, dan sisik ikan. Mineral yang banyak berperan dalam fungsi ini adalah Ca, P,
F, dan Mg. Yang membantu pernapasan adalah Fe, Cu dan Co. Sedangkan mineral yang
membantu proses metabolism adalah semua mineral esensial, baik makro maupun mikro.
Termasuk yang berperan dalam metabolisme adalah pembentukan enzim, mengatur
keseimbangan cairan tubuh, dan beberapa fungsi penting lainnya. Umumnya kekurangan
mineral akan berpengaruh pada pertumbuhan (Ghufran, M.,2004)
2.5.1. Besi
Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan
dalam bentuk kation ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7
dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi
menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini ini terjadi pelepasan electron. Sebaliknya, pada
reduksi ferri menjadi ferro terjadi penangkapan electron. Proses oksidasi dan reduksi besi
tidak melibatkan oksigen dan hidrogen. Reaksi oksidasi ion ferro menjadi ion ferri
ditunjukkan dalam persamaan
Fe++ Fe+++ + e-
Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2,
Fe(HCO3), dan Fe(SO4). Pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestic,
pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak mandi,
pipa air dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH.
Sumber besi di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4),
limonit [FeO(OH)], goethite (HFeO2), dan ochre (Fe(OH)3). Senyawa besi pada
Air tanah dalam biasanya memiliki karbondioksida dengan jumlah yang relatif
banyak, dicirikan dengan rendahnya pH, dan biasanya disertai dengan kadar oksigen
terlarut yang rendah atau bahkan terbentuk suasana anaerob. Pada kondisi ini, sejumlah
ferri karbonat akan larut sehingga terjadi peningkatan kadar besi ferro (Fe2+) di perairan.
Pelarutan ferri karbonat ditunjukkan dalam persamaan reaksi
Kadar besi pada perairan yang mendapat cukup aerasi (aerob) hampir tidak pernah
lebih dari 0,3 mg/liter. Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05-0,2 mg/liter.
Pada air tanah dengan kadar oksigen yang rendah, kadar besi dapat mencapai 10-100
mg/liter, sedangkan pada perairan laut sekitar 0,01 mg/liter. Air hujan mengandung besi
sekitar 0,05 mg/liter. Nilai LC50 besi terhadap ikan berkisar antara 0,3 – 10 mg/liter
(Effendi, H. 2003).
2.5.2. Klorin
Ion klorida adalah salah satu anion anorganik utama yang ditemukan di perairan alami
dalam jumlah lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat
dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida
(CaCl2). Selain dalam bentuk larutan, klorida dalam bentuk padatan ditemukan pada
batuan mineral sodalite [Na8(AlSiO4)6]. Pelapukan batuan dan tanah melepaskan klorida
ke perairan. Sebagian besar klorida bersifat mudah larut.
Kadar klorida bervariasi menurut iklim. Pada perairan di wilayah beriklim basah
(humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/liter, sedangkan pada perairan di
wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida mencapai ratusan mg/liter. Keberadaan
klorida pada perairan alami berkisar antara 2-20 mg/liter. Air yang berasal dari daerah
pertambangan mengandung klorida sekitar 1700 ppm. Kadar klorida 250 mg/liter dapat
2.5.3. Kalsium
Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan tanah. Kalsium pada batuan terdapat
dalam bentuk mineral batu kapur (limestone), pyroxene, amphiboles, calcite, dolomite,
gypsum, dan apatite [Ca5(PO4)3, (F,Cl,OH)]. Kadar kalsium pada perairan tawar biasanya
kurang dari 15 mg/liter, pada perairan yang berada di sekitar batuan karbonat antara 30 –
100 mg/liter; pada perairan laut sekitar 400 mg/liter, sedangkan pada brine dapat
mencapai 75.000 mg/liter.
Kalsium termasuk unsur yang esensial bagi semua makhluk hidup. Unsur ini
berperan dalam pembentukan tulang dan pengaturan permeabilitas dinding sel. Kalsium
juga berperan dalam pembangunan struktur sel serta perbaikan struktur tanah. Kadar
kalsium yang tinggi di perairan relatif tidak berbahaya, bahkan dapat menurunkan
toksisitas beberapa senyawa kimia.
Cole (1988) mengemukakan bahwa perairan yang miskin akan kalsium biasanya
juga miskin akan kandungan ion-ion lain yang sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik.
Tumbuhan atau hewan akuatik yang membutuhkan kalsium dalam pertumbuhannya
disebut Calciphiles. Tumbuhan atau hewan akuatik yang tidak menyukai keberadaan
kalsium disebut Calciphobes (Effendi, H. 2003).
2.5.4. Magnesium
Magnesium (Mg) adalah logam alkali tanah yang cukup berlimpah pada perairan alami.
Bersama dengan kalsium, magnesium merupakan penyusun utama kesadahan. Garam-
garam magnesium bersifat mudah larut dan cenderung bertahan sebagai larutan,
meskipun garam-garam kalsium telah mengalami presipitasi.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-
benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.
Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram.
Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV.
Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada
berbagai panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan
transformator. Moknokramator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang
monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar
monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah.
Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat
digunakan, tetapi untuk pengukuran daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa
karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya, tebal kuvetnya adalah 10
Secara umum untuk mempelajari secara kuantitatif berkas radiasi yang dikenakan
pada cuplikan, maka caranya adalah dengan membandingkan intensitas sinar mula-mula
(I0) dengan sinar yang dilewatkan dari cuplikan (It). Ada tiga kemungkinan fenomena
yang terjadi yaitu :
Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tetap, yang
diperlukan untuk bereaksi secara kuantitaif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan.
Larutan dengan konsentrasi yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat
yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume larutan standar yang digunakan dan
hukum-hukum stoikiometri yang diketahui.
Titrasi asam-basa merupakan cara yang cepat dan mudah untuk menentukan jumlah
senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organic dan
anorganik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu, terutama
senyawa organic tidak larut dalam air. Namun demikian, umumnya senyawa organic
Untuk menentukan basa digunakan larutan baku asam kuat (misalnya HCl),
sedangkan untuk menentukan asam digunakan larutan baku basa kuat (misalnya NaOH).
Titik akhir titasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan warna indikator asam-
basa yang sesuai atau dengan bantuan peralatan (misalnya potensiometer,
spektrofotometer, konduktometer).
Bila titrasi dilakukan dalam pelarut air, maka perpindahan proton selalu
dinyatakan melalui molekul air. Akibatnya, persamaan umum untuk titrasi asam-basa
dalam pelarut air ditulis sebagai persamaan reaksi antara ion hidronium dan ion
hidroksida, yakni lawan reaksi autoprotolisis air :
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang
cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran; tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar,
S.M.,2008).
Pada metode Mohr, natrium kromat dapat digunakan sebagai indicator dalam
penentuan ion klorida, bromide, dan sianida dengan bereaksi terhadap ion perak
membentuk endapan merah bata (Ag2CrO4) pada daerah titik ekivalen. Konsentrasi ion
perak pada kesetimbangan kimia pada titrasi penentuan klorida dengan ion perak
diberikan oleh persamaan
Titrasi dengan cara Mohr harus dilakukan pada range pH antara 7 hingga 10
karena ion kromat merupakan basa konjugat dari asam kromat yang adalah asam lemah.
Sebagai akibatnya, pada larutan yang lebih asam, konsentrasi ion kromat terlalu rendah
untuk menghasilkan endapan pada titik ekivalen. Pada umumnya, pH yang cocok
didapatkan dengan menjenuhkan larutan analit dengan natrium hydrogen karbonat
(Skoog, D.A., 1994).
Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut mengandung baik donor electron
dari atom oksigen maupun donor dari atom nitrogen sehingga dapat menghasilkan khelat
bercincin sampai dengan enam secara serempak.
EDTA stabil, mudah larut dan menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu.
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, missal Mg, Cr, Ca dan Ba
dapat dititrasi pada pH = 11; Mn2+, Fe, Co, Ni, Zn, Cd, Al, Pb, Cu, Ti dan V dapat
dititrasi pada pH 4,0 – 7,0. EDTA sebagai garam natrium, Na2H2Y sendiri merupakan
standar primer sehingga tidak perlu standarisasi lebih lanjut.
Penentuan Ca dan Mg dalam air sudah dilakukan dengan titrasi EDTA. pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indicator eriochrom black T. Pada pH lebih tinggi, 12, Mg(OH)2
akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indicator
murexid. Adanya gangguan Cu bebas dari pipa-pipa saluran air dapat di masking dengan
H2S. Mureksida adalah garam ammonium dari asam purpurat, dan anionnya mempunyai
struktur sebagai berikut :
Menarik adalah bahwa zat ini mungkin merupakan indicator ion logam pertama yang
digunakan dalam titrasi EDTA. Larutan-larutan mureksida berwarna violet-kemerahan
sampai pH = 9, violet dari pH = 9 sampai pH = 11, dan violet-biru (atau biru) diatas pH =
11. Mureksida membentuk kompleks-kompleks dengan banyak ion logam : hanya
kompleks dengan Cu, Ni, Co, Ca dan lantanoid cukup stabil untuk digunakan dalam
analisis (Khopkar, S.M.,2008).
Perubahan warna ini dapat diamati dengan ion-ion Mg, Mn, Zn, Cd, Hg, Pb, Cu,
Al, Fe, Ti, Co, Ni, dan logam Pt. Untuk menjaga pH konstan (kira-kira 10), suatu
campuran buffer ditambahkan.
Penopengan (masking) dapat didefinisikan sebagai proses dalam mana suatu zat,
tanpa pemisahan zat itu atau produk-produk reaksinya secara fisik, diubah sedemikian
sehingga ia tak ikut ambil bagian dalam suatu larutan reaksi tertentu. Dengan
menggunakan zat-zat penopeng beberapa kation dalam suatu campuran sering dapat
ditutupi sehingga tak dapat lagi bereaksi dengan EDTA atau dengan indikator. Satu zat
penopeng yang efektif adalah ion sianida; ion ini membentuk kompleks-kompleks sianida
yang stabil dengan kation Cd, Zn, Hg(II), Cu, Co, Ni, Ag, dan logam-logam platinum,
tetapi tidak dengan alkali-alkali tanah, mangan, dan timbel :
Karena itu adalah mungkin untuk menetapkan kation seperti Ca2+, Mg2+, Pb2+ dan Mn2+
dengan adanya logam-logam yang disebut di atas, dengan menutupnya dengan kalium
atau natrium sianida berlebih (Vogel, 1994).
METODE PENELITIAN
3.1.1. Alat
Akuarium kaca 60 x 40 x 40 cm
Aerator
Gelas Beaker 250 mL PYREX
Gelas Beaker 1L PYREX
Gelas Erlenmeyer 250 mL PYREX
Neraca Analitis Presisi ±0,001 g Mettler PM 400
Gelas Ukur 100 mL PYREX
Buret 25 mL PYREX
Labu takar 100 mL PYREX
Spatula
Termometer
Batang Pengaduk Kaca
Alu dan Lumpang
Pipet tetes
Karet penghisap Fischer Brand
Pipet Volume 10 mL Fischer Brand
Botol Reagen Coklat
Kuvet
Statif dan Klem
Botol Akuades
Spektrofotometer Spektronik 20 Milton Roy
Indikator Universal
Sebanyak 3,723 g Na2EDTA dihidrat dilarutkan dengan akuadest dan diencerkan dengan
akuadest dalam labu ukur 1 L sampai garis tanda kemudian dihomogenkan. Larutan
selanjutnya disimpan di dalam botol reagen berwarna coklat.
c. Indikator Mureksid
Ditimbang sebanyak 100 mg EBT dan 50 g kristal NaCl. Dihaluskan campuran keduanya
dengan alu dan lumpang. Selanjutnya disimpan dalam botol yang tertutup rapat.
e. Buffer pH 10 ± 1
Dilarutkan 1,179 g Na2EDTA dihidrat dan 780 mg MgSO4.7H2O dalam 50 mL air suling.
Setelah larut, ditambahkan larutan tersebut ke dalam campuran 16,9 g NH4Cl dan 143 mL
NH4OH pekat sambil diaduk. Setelah itu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu
g. Larutan NaOH 1 N
Sebanyak 40 g NaOH dilarutkan dengan akuadest dan diencerkan dengan akuadest dalam
labu ukur 1 L sampai garis tanda kemudian dihomogenkan. Larutan ini disimpan dalam
botol plastic.
Dikeringkan secukupnya serbuk NaCl dalam oven pada suhu 1400C selama 2 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator. Ditimbang sebanyak 824 mg, kemudian
dilarutkan dengan air suling bebas klorida di dalam labu ukur 1 L. Ditepatkan hingga
tanda tera dan dihomogenkan. Selanjutnya disimpan di dalam botol reagen. Larutan ini
digunakan untuk pembakuan AgNO3.
Dilarutkan sebanyak 2,395 g AgNO3 dengan air suling bebas klorida dalam labu takar 1 L
dan ditepatkan sampai tanda tera. Dilakukan pembakuan dengan larutan NaCl 0,0141 N.
Selanjutnya disimpan di dalam botol reagen berwarna coklat..
j. Indikator K2CrO4 5 %
Dilarutkan sebanyak 5 g K2CrO4 dengan sedikit air suling bebas klorida. Ditambahkan
larutan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah kecoklatan yang jelas. Dibiarkan selama
12 jam, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diencerkan dengan air suling bebas klorida
hingga volume 100 mL.
Sebanyak 10 g NH2OH.HCl dilarutkan dengan akuadest dan diencerkan dalam labu ukur
100 mL sampai garis tanda kemudian dihomogenkan.
Sebanyak 0,1 g 1,10 – fenantrolin monohidrat dilarutkan dalam 100 mL akuadest yang
telah ditambahkan 2 tetes HCl(p).
Sebanyak 10 mL larutan induk Fe3+ 1000 mg/L dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.
Sebanyak 5 mL larutan induk Fe3+ 100 mg/L dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL
kemudian diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.
q. Larutan Seri Standar Fe2+ 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mg/LSebanyak 2, 4, 6, 8, dan 10
mL larutan standar 10 mg/L dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan akuadest sampai tanda batas dan dihomogenkan.
ditambahkan 3 mL hidroksilamin-HCl 5 %
didinginkan
Hasil
50 mL air akuarium
ditambahkan 3 mL hidroksilamin-HCl 5 %
didinginkan
Hasil
25 mL air akuarium
dihomogenkan
dipipet sebanyak 10 mL
Hasil
NB. Dilakukan hal yang sama pada hari ke-10, 20, 30, 40, dan 50
25 mL air akuarium
dihomogenkan
dipipet sebanyak 10 mL
Hasil
NB. Dilakukan hal yang sama pada hari ke-10, 20, 30, 40, dan 50
10 mL air akuarium
Hasil
NB. Dilakukan hal yang sama pada hari ke-10, 20, 30, 40, dan 50
Hasil penelitian pada budidaya ikan mas koi (Cyprinus carpio) dari hari ke-0 hingga hari
ke-50 pada akuarium dengan media air sungai Tuntungan Medan dengan berbagai variasi
pH.
- Persen pertambahan berat hari ke 0-10 pada akuarium tanpa perlakuan terhadap pH :
5,506 𝑔𝑔 − 3,950 𝑔𝑔
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = × 100%
3,950 𝑔𝑔
Dengan cara yang sama diperoleh data persen pertambahan berat ikan mas koi yang dapat
dilihat pada tabel berikut :
9.000
8.000
No pH
7.000 pH 5,5
Berat Ikan (g)
pH 6,5
6.000 pH 7,5
pH 8,5
5.000 pH 9,5
4.000
3.000
10 2
10 3
20 4
30 5
40 6
50
Hari
Hasil pengukuran persen transmitasi dari suatu larutan seri standar besi dapat dilihat pada
tabel berikut.
%TRANSMITANSI
No. SPESI
%T1 %T2 %T3 %T
1 0,0 mg/L 100 100 100 100
2 0,2 mg/L 93 93 93 93
3 0,4 mg/L 86 87 87 86,6667
4 0,6 mg/L 80 79 80 79,6667
5 0,8 mg/L 72 71 71 71,3333
6 1,0 mg/L 66 67 67 66,6667
7 Sampel* 77 77 77 77
Keterangan : * = sampel dengan derajat pengenceran 5 kali
A = 2 - log%T
(Underwood, A.L.,1980)
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi diturunkan dengan menggunakan metode
least square sebagai berikut :
Tabel 4.4. Data Perhitungan Garis Regresi Untuk Larutan Seri Standar Besi
Xi
No. Yi(A) (Xi - x̄) (Yi - ȳ) (Xi - x̄)2 (Yi - ȳ)2 (Xi -x̄)(Yi - ȳ)
(ppm)
1 0 0 -0,5 -0,0858 0,25 0,0073 0,0429
2 0,2 0,0315 -0,3 -0,0543 0,09 0,0029 0,0163
3 0,4 0,0621 -0,1 -0,0237 0,01 0,0005 0,0023
4 0,6 0,0987 0,1 0,01286 0,01 0,0001 0,0012
Σ Xi 3,0
x̄ = = = 0,5
n 6
Σ Yi 0,515
ȳ= n
= 6
= 0,0858
Y = aX + b
Dimana :
a = Slope
b = Intersept
Σ (Xi − x̄ )(Yi − ȳ) 0.12622
𝑎𝑎 = Σ (Xi − x̄ )2
= 0,7
= 0,1803
b = ȳ − ax̄
= 0,0858 – (0,01803)(0,5)
= - 0,0043
Y = 0,1803 X - 0,0043
𝛴𝛴(Xi − x̄ )(Yi − ȳ)
𝑟𝑟 = 1
2
[𝛴𝛴(Xi – x̄ )2 (𝛴𝛴(Yi − ȳ)2 )]
𝑟𝑟 = 0,9992
0,2
0,18
A 0,16
b
s 0,14
o Y = 0,1803 X - 0,0043
0,12
r
b 0,1
a
0,08
n
si 0,06
0,04
0,02
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Konsentrasi (mg/L)
A = 2 – log%T
A1 = 2 – log 77 = 0,1135
A2 = 2 – log 77 = 0,1135
A3 = 2 – log 77 = 0,1135
Nilai absorbansi (nilai Y) yang diperoleh disubtitusikan ke dalam persamaan garis regresi
:
Y = 0,1803 X - 0,0043
Dengan derajat pengenceran = 5, maka diperoleh konsentrasi Fe total awal pada air
sungai Tuntungan Medan yaitu :
X1 = 3,2667 mg/L
X2 = 3,2667 mg/L
X3 = 3,2667 mg/L
𝜮𝜮 𝑿𝑿𝑿𝑿
x̄ = 𝒏𝒏
= 3,2667 mg/L
A = 2 – log%T
Y = 0,1803 X - 0,0043
Sehingga didapatkan kandungan Fe akaurium dari hari ke-0 hingga hari ke-50 yaitu :
Penentuan kandungan kesadahan total (Ca + Mg) dalam sampel dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
1000
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 (𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶3 /𝐿𝐿) = × 𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 × 𝑀𝑀𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 × 100 × 𝑃𝑃
𝑉𝑉 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
Keterangan :
(SNI 06-6989.12-2004)
Sehingga didapatkan kandungan kesadahan total dari hari ke-0 hingga hari ke-50 sebagai
berikut:
Penentuan kandungan kalsium (Ca) dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
1000
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 (𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐶𝐶𝐶𝐶/𝐿𝐿) = × 𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 × 𝑀𝑀𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 × 40 × 𝑃𝑃
𝑉𝑉 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠
Keterangan :
(SNI 06-6989.12-2004)
Sehingga didapatkan kandungan kalsium (Ca) dari hari ke-0 hingga hari ke-50 sebagai
berikut:
Keterangan :
(SNI 06-6989.12-2004)
Sehingga didapatkan kandungan Magnesium (Mg) dari hari ke-0 hingga hari ke-50
sebagai berikut:
Penentuan kandungan Klorida (Cl) dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
(SNI 06-6989.19-2004)
Sehingga didapatkan kandungan Klorida (Cl) dari hari ke-0 hingga hari ke-50 sebagai
berikut:
Hasil yang diperoleh dari pengukuran suhu air akuarium dari hari ke-0 hingga hari ke-50
sebagai berikut:
Tabel 4.10. Data Hasil Pengukuran Suhu Air Sungai Selama 50 Hari
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa selama 50 hari terjadi perubahan
pH pada akuarium air sungai tanpa perlakuan terhadap pH. Adapun hasilnya sebagai
berikut:
Hari ke pH
0 6,03
10 6,57
20 6,90
30 7,31
40 7,58
50 8,04
4.3. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk melihat perkembangan bobot ikan mas koi yang
dibudidayakan dalam akuarium dengan air sungai Tuntungan Medan sebagai medianya.
Lingkungan hidup ikan dibuat pada berbagai variasi pH antara 5,5 hingga 9,5 dan tanpa
perlakuan terhadap pH. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pertumbuhan bibit ikan mas
koi yang maksimum selama 50 hari terjadi pada akuarium air sungai pada pH = 8,5 yaitu
mencapai bobot 8,71 g (120,50% dari bobot awal). Sedangkan pertumbuhan bibit ikan
mas koi yang paling minimum selama 50 hari terjadi pada akuarium air sungai pada pH =
5,5 (88,02% dari bobot awal). Dan pada hari ke-16 terjadi kematian populasi ikan pada
akuarium air sungai pada pH = 9,5 yang hanya mencapai bobot 4,70 g (hanya 15,47%
dari bobot awal).
Baik kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) merupakan makromineral yaitu mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam jumlah yang relatif besar. Mineral kalsium (Ca)
memiliki fungsi struktural yaitu fungsi mineral untuk pembentukan struktur seperti
tulang, gigi dan sisik ikan serta berperan dalam kontraksi otot ikan. Magnesium (Mg)
merupakan kofaktor kerja enzim dalam metabolism lemak, karbohidrat dan protein. Oleh
karena itu, magnesium berpengaruh pada nafsu makan ikan serta pertumbuhannya
(Ghufran,M.,2004). Namun untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal, jumlah
atau kadarnya harus sesuai. Kekurangan magnesium (Mg) memang akan mengurangi
nafsu makan, namun menurut buku Mineral Tolerance of Animal (2005), kelebihan
magnesium (Mg) dari yang dibutuhkan akan menyebabkan ikan tidak mampu
mengeksresikan magnesium (Mg) yang terserap secara normal. Hal tersebut akan
mengakibatkan hipermagnesemia dan ikan menjadi lesu.
Baik kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) merupakan mineral penyebab kesadahan.
Tidak semua ikan dapat hidup pada nilai kesadahan yang sama. Dengan kata lain, setiap
jenis ikan memerlukan prasyarat nilai kesadahan pada selang tertentu yang tepat untuk
hidupnya (www.o-fish.com/parameter_air.htm). Hasil penelitian menunjukkan
pertumbuhan maksimal 120,50% pada akuarium air sungai pH = 8,5 yang memiliki
kesadahan total antara 106,70 mg/L – 116,40 mg/L, dimana kandungan magnesium (Mg)
antara 80,71 mg/L – 108,64 mg/L dan kandungan kalsium (Ca) antara 7,76 mg/L – 27,93
mg/L. Akuarium air sungai pH = 8,5 tersebut memiliki kriteria kesadahan sedang
Mineral besi (Fe) sendiri memegang peranan yang penting dalam tubuh ikan.
Unsur ini sangat penting dalam pigmen darah (hemoglobin dan myoglobin) dan terlibat
dalam pengangkutan oksigen dalam darah dan urat daging (otot) serta
pemindahan/transfer electron. Ikan dapat menyerap zat besi terlarut dari air melalui
insang, sirip dan kulit. Kekurangan mineral ini dapat menyebabkan anemia pada ikan,
konversi pakan kurang, nafsu makan menurun dan abnormalitas. Namun menurut buku
Mineral Tolerance of Animal (2005), kelebihan mineral ini menyebabkan gastrointestinal
distress (penyakit saluran pencernaan) pada ikan sehingga mengganggu pertumbuhan.
Penyerapan berlebih dapat terjadi pada lingkungan hidup yang memiliki pH rendah. Hasil
penelitian selama 50 hari menunjukkan bahwa pada akuarium air sungai pH = 5,5 dengan
Pada ikan air tawar, pengambilan klorin terjadi pada kondisi medium yang
hipotonik, dengan cara memompa NaCl melalui insangnya dan pengeluaran klorin
dilakukan dalam bentuk urin. Dalam kondisi normal klorin dikeluarkan dalam bentuk urin
dalam jumlah yang sedikit, namun pada kondisi stress ikan banyak mengeluarkan urin
sehingga kehilangan NaCl cukup besar. Klorin keluar dari tubuh melalui urin dan sedikit
melalui feses (http://pelajaranilmu.blogspot.com/2012/06/mineral-dalam-pakan-
ikan.html). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akuarium air sungai pH = 9,5
didapatkan kandungan klorida (Cl) yang sangat tinggi pada hari ke-10 yaitu sebesar 46,48
mg/L. Hal ini menandakan bahwa ikan berada dalam kondisi stress. Dan pada hari ke-16,
populasi ikan di akuarium tersebut mengalami kematian.
Air sungai sebagai medium budidaya dengan pH = 9,5 tidak cocok bagi ikan mas
koi. Hal inilah yang menyebabkan ikan menjadi stress. Gejalanya-gejalanya seperti sering
bediam di dasar akuarium dengan sirip dada terbuka, insang tampak berwarna putih atau
hitam, suka menyendiri, serta tidak memiliki nafsu makan (Redaksi, P.S.,2009). Karena
kurang nafsu makan, banyak pelet yang tidak dimakan. Pembusukan pelet mengandung
protein sebesar 30% menghasilkan amonia. Dengan adanya aerasi (oksigen) dan pH yang
tinggi, perilaku oksidasi dari amonia berbeda dengan akuarium yang lain, dimana
terbentuk nitrit (NO2-). Kandungan nitrit diatas 0,2 ppm dapat membunuh ikan mas koi
(http://pubser.com/2013/01/cara-beternak-ikan-koi/). Hal ini yang menyebabkan kematian
ikan pada akuarium pH = 9,5.
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dengan media air sungai Tuntungan Medan, diperoleh
pertumbuhan ikan optimal sebesar 120,50% pada akuarium air sungai pH = 8,5 dengan
kadar besi (Fe) yang berfluktuasi dalam selang waktu 50 hari dan kuantitas logam sebesar
antara 0,4343 mg/L – 0,6020 mg/L, kandungan kalsium (Ca) yang berfluktuasi antara
7,76 mg/L – 15,52 mg/L, kandungan magnesium (Mg) yang berfluktuasi antara 120,28
mg/L – 157,14 mg/L, dan kandungan klorida (Cl) yang berfluktuasi antara 27,99 mg/L –
32,48 mg/L. Pertumbuhan ikan minimal sebesar 88,02% didapatkan pada akuarium air
sungai pH = 5,5 dengan dengan kandungan besi (Fe) yang berfluktuasi antara 0,2246
mg/L – 0,5610 mg/L, kandungan kalsium (Ca) yang berfluktuasi antara 7,76 mg/L –
27,93 mg/L, kandungan magnesium (Mg) yang berfluktuasi antara 80,71 mg/L – 108,64
mg/L, dan kandungan klorida (Cl) yang berfluktuasi antara 17,99 mg/L – 39,98 mg/L. Air
sungai sebagai medium budidaya dengan pH = 9,5 dengan media air sungai Tuntungan
Medan tidak cocok untuk ikan mas koi.
5.2. Saran
Afrianto, E. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Cetakan Kelima. Jakarta : Penerbit
Kanisius
Anonim. 2005. Mineral Tolerance of Animal : Second Revised Edition. United States of
America : National Academy of Sciences.
Ghufran, M. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar di Kolam Terpal.
Yogyakarta : Lily Publisher.
http://pelajaranilmu.blogspot.com/2012/06/mineral-dalam-pakan-ikan.html
http://pubser.com/2013/01/cara-beternak-ikan-koi/
http://www.o-fish.com/parameter_air.htm
http://www.payayat.com/2011/10/mengatasi-zat-besi-fe-dan-mangan-mn.html
Kenkel, J. 1994. Analytical Chemistry for Technicians. USA : CRC Press Inc.
Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Penerbit UI-Press
Lesmana, D.S. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : PT. Penebar
Swadaya
Redaksi, P.S. 2009. Koi – Panduan Pemeliharaan, Galeri Foto, dan Tips Tampil Cantik.
Cetakan Pertama. Jakarta : Penebar Swadaya
Sitanggang, M. 2002. Mengatasi Penyakit dan Hama Pada Ikan Hias. Cetakan Pertama.
Jakarta : PT. Agro Media Pustaka
Skoog, D.A. 1994. Analytical Chemistry for Technicians. USA : Saunders College
Publishing
SNI 06-6989.12-2004. Cara Uji Kesadahan Total Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)
dengan Metode Titrimetri.
SNI 06-6989.19-2004. Cara Uji Klorida (Cl-) dengan Metode Argentometri (Mohr)
Susanto, H. 2001. Koi – Edisi revisi. Cetakan Kesebelas. Jakarta : PT. Penebar Swadaya
Tampubolon, L. 2011. Studi Pengaruh Mineral Fe, Na, Ca, Mg, dan Cl Terhadap
Pertumbuhan Bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Akuarium Air Tawar
Dan Campuran Air Tawar Dengan Air Laut. Thesis. Medan, Indonesia :
Universitas Sumatera Utara
Vogel. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Cetakan Pertama.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wijoyo, M. 2012. Rahasia Sukses Mencegah Kematian Koi. Cetakan Pertama. Jakarta :
Pustaka Agro Indonesia
Zaldi. 2010. Pemanfaatan Aliran Sungai Untuk Usaha Budidaya Ikan Nila Gesit Dalam
Keramba Jaring Tancap di Desa Semperiuk Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten
Samba. M.IT Thesis. Pontianak, Indonesia : Universitas Muhamadiyah Pontianak.
Lampiran A.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada Air
…………aaa....iii,,Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH
%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 81 80 80 80,33 1 0,5310
20 84 84 85 84,33 1 0,4430
30 86 87 87 86,66 1 0,3870
40 89 88 89 88,66 1 0,3137
50 90 90 90 90 1 0,2776
%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 79 78 79 78,66 1 0,6020
20 80 81 80 80,33 1 0,5510
30 83 83 83 83 1 0,4720
40 84 84 84 84 1 0,4438
50 84 85 84 84,33 1 0,4343
%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 80 81 81 80,66 1 0,5610
20 82 83 83 82,66 1 0,4343
30 84 85 84 84,33 1 0,3500
40 88 87 88 87,66 1 0,2956
50 88 88 88 88 1 0,2867
Lampiran A.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada Air
…………aaa........,.Sungai pH = 7,5
%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 80 80 80 80 1 0,5610
20 84 85 84 84,33 1 0,4343
30 87 88 87 87,33 1 0,3500
40 90 89 89 89,33 1 0,2956
50 90 90 89 89,66 1 0,2867
%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 80 80 80 80 1 0,5610
20 90 91 90 90,33 1 0,2770
30 90 90 90 90 1 0,2687
40 91 91 91 91 1 0,2510
50 92 92 92 92 1 0,2246
Lampiran A.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada Air
…………aaa.........Sungai pH = 9,5
%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 90 91 90 90,33 1 0,2688
Lampiran B.1. Tabel Data Penentuan Kesadahan Total (Ca + Mg) pada Air
…………aaa......Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH
Lampiran B.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca+ Mg)
…………aaa.....pada Air Sungai pH = 5,5
Lampiran B.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
…………aaa..... Air Sungai pH = 7,5
Lampiran .6. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
…………aaa...... pada Air Sungai pH = 9,5
Lampiran C.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Air Sungai
…………aaa....Tanpa Perlakuan Terhadap pH
Lampiran C.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Air Sungai
…………aaa....pH = 5,5
Lampiran C.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Air Sungai
…………aaa....pH = 7,5
Lampiran A.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Akuarium
Air …………aaa...Sungai pH = 9,5
Lampiran D.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....Tanpa Perlakuan Terhadap pH
Lampiran D.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....pH = 5,5
Lampiran D.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....pH = 7,5
Lampiran D.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....pH = 9,5