Anda di halaman 1dari 85

STUDI PENGARUH pH DAN KANDUNGAN MINERAL Fe, Ca, Mg, DAN Cl

TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS KOI (Cyprinus carpio) PADA


AKUARIUM AIR SUNGAI TUNTUNGAN MEDAN

SKRIPSI
Diajukan
Diajukan untuk
untuk melengkapi
melengkapi tugas
tugas dan
dan memenuhi
memenuhi syarat
syarat mencapai
mencapai gelar
gelar Sarjana
Sarjana Sains
Sains

PRAVIL MISTRYANTO TAMBUNAN


090802024

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara


PERSETUJUAN

Judul : STUDI PENGARUH pH DAN KANDUNGAN


MINERAL Fe, Ca, Mg, DAN Cl TERHADAP
PERTUMBUHAN IKAN MAS KOI (Cyprinus
carpio) PADA AKUARIUM AIR SUNGAI
TUNTUNGAN MEDAN
Kategori : SKRIPSI
Nama : PRAVIL MISTRYANTO TAMBUNAN
Nomor Induk Mahasiswa : 090802024
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di
Medan, Juni 2013
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1

Jamahir Gultom, Ph.D Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc


NIP. 1952 0925 1977 031001 NIP. 1956 0624 1983 031002

Diketahui / Disetujui oleh


Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst., MS


NIP. 1954 0830 1985 032001

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

STUDI PENGARUH pH DAN KANDUNGAN MINERAL Fe, Ca, Mg, DAN Cl


TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS KOI
(Cyprinus carpio) PADA AKUARIUM AIR
SUNGAI TUNTUNGAN MEDAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2013

PRAVIL MISTRYANTO TAMBUNAN


090802024

Universitas Sumatera Utara


PENGHARGAAN

Puji beserta syukur Penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada kedua orang-tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Ir. Saut Tambunan
dan Ibunda Dra. Anna Juniar M.Si yang telah membesarkan dengankasih sayang dan
mendidik Penulis agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi agama, bangsa, negara
serta bermanfaat bagi orang lain. Dan terimakasih juga kepada adikku Debby Masteriana
yang selalu memberi semangat serta doanya kepada Penulis.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Hamonangan


Nainggolan, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Jamahir Gultom, Ph.D selaku
Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dukungan penuh
kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada Ibu
Dr. Rumondang Bulan, M.S dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan
Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU yang telah mensahkan skripsi ini. Dan juga
terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Drs. Darwis Surbakti, M.S selaku dosen wali
yang telah memberikan banyak dukungan moril kepada Penulis selama masa studi untuk
Program Sarjana (S1) di FMIPA USU, dan juga kepada seluruh Dosen Departemen
Kimia FMIPA USU yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi
Penulis.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh kakak dan abang stambuk
2006-2008, seluruh asisten dan staf Laboratorium Kimia Organik, Laboratorium Kimia
Analitik, Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU.
Juga kepada teman-teman terdekatku yang selalu memberi dukungan moril : Parry,
Oktaviani (Gisaenk), Despita, Naomi, Rimenda, Egi, Mawar, Juliana (Sen), Reh Malem,
Destaria, Emilia, Royman, Putri Natya, Risma, Lois, Bertha, Iwan, Septian dan banyak
lagi yang tak tersebutkan satu persatu namanya. Juga tidak lupa kepada kak Ayu selaku
laboran laboratorium Kimia Dasar LIDA USU atas bantuan serta fasilitas yang disediakan
untuk Penulis.

Penulis

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang studi pengaruh pH dan kandungan mineral Fe, Ca, Mg
dan Cl terhadap pertumbuhan ikan mas koi (Cyprinus carpio) pada akuarium yang diisi
dengan air sungai Tuntungan Medan. Budidaya ikan mas koi dilakukan dalam akuarium
dengan air sungai Tuntungan dalam berbagai variasi pH antara 5-10. Untuk menurunkan
pH digunakan garam NaH2PO4 dan untuk menaikkan pH digunakan garam NaHCO3.
Sebelum ikan dimasukkan, dianalisa terlebih dahulu kandungan mineral Fe, Mg, Ca, dan
Cl pada air akuarium setelah dibuat pengaturan terhadap pH. Ikan yang akan dimasukkan
ke masing-masing akuarium terlebih dahulu ditimbang bobot awalnya. Setelah 10 hari,
ikan ditimbang dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl ditentukan dengan metode titrasi,
sedangkan penentuan mineral Fe dilakukan dengan metode Spektrofotometri Visibel. Hal
yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50. Hasil penelitian menunjukkan
pertumbuhan ikan maksimal sebesar 120,50% pada akuarium air sungai pH = 8,5 dengan
kadar besi (Fe) yang berfluktuasi antara 0,4343 mg/L – 0,6020 mg/L, kadar kalsium (Ca)
yang berfluktuasi antara 7,76 mg/L – 15,52 mg/L, kadar magnesium (Mg) yang
berfluktuasi antara 120,28 mg/L – 157,14 mg/L, dan kadar klorida (Cl) yang berfluktuasi
antara 27,99 mg/L – 32,48 mg/L. Pertumbuhan ikan minimal sebesar 88,02% didapatkan
pada akuarium air sungai pH = 5,5 dengan dengan kadar besi (Fe) yang berfluktuasi
antara 0,2246 mg/L – 0,5610 mg/L, kadar kalsium (Ca) yang berfluktuasi antara 7,76
mg/L – 27,93 mg/L, kadar magnesium (Mg) yang berfluktuasi antara 80,71 mg/L –
108,64 mg/L, dan kadar klorida (Cl) yang berfluktuasi antara 17,99 mg/L – 39,98 mg/L.
Air dengan pH = 9,5 tidak cocok sebagai medium budidaya ikan mas koi.

Universitas Sumatera Utara


THE STUDY OF THE EFFECT OF pH AND MINERAL CONTENT OF Fe, Ca,
Mg AND Cl ON THE GROWTH OF KOI FISH (Cyprinus carpio) IN
AQUARIUM WITH WATER OF THE RIVER
TUNTUNGAN MEDAN

ABSTRACT

The study of the effect of pH and mineral content of Fe, Ca, Mg and Cl on the growth of
koi fish (Cyprinus carpio) in aquarium with sources water of the river Tuntungan Medan
has been studied. Cultivation of koi fish in aquarium with water of river Tuntungan in a
variety of pH between 5-10. NaH2PO4 used to reduce pH level and NaHCO3 used to
elevate pH level. Before the fish placed, the mineral content of Fe, Mg, Ca, and Cl in the
water of aquarium after pH arrangement analyzed. Initial weight of the fish that will be
incorporated into each aquarium were weighed. After 10 days, the fish were weighed and
mineral content of Ca, Mg, and Cl determined by titration method, whereas Fe mineral
determined using Visible Spectrophotometry method. The same thing is done on day 20,
30, 40, and 50. The results showed maximum growth at 120.50% of fish in the river water
aquarium pH = 8.5 with high levels of iron (Fe) which fluctuated between 0.4343 mg / L -
0.6020 mg / L, the level of calcium (Ca) which fluctuated between 7.76 mg / L - 15.52
mg / L, the levels of magnesium (Mg) which fluctuated between 120.28 mg / L - 157.14
mg / L, and levels of chloride (Cl) which fluctuated between 27.99 mg / L - 32.48 mg / L.
Minimum growth in amount of 88.02% found in the river water aquarium pH = 5.5 with
the levels of iron (Fe) which fluctuated between 0.2246 mg / L - 0.5610 mg / L, the level
of calcium (Ca) which fluctuate between 7.76 mg / L - 27.93 mg / L, the levels of
magnesium (Mg) which fluctuated between 80.71 mg / L - 108.64 mg / L, and levels of
chloride (Cl) which fluctuated between 17.99 mg / L - 39.98 mg / L. Water with pH = 9.5
is not suitable as a medium for the cultivation of koi carp.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
Judul i
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstact vi
Daftar Isi vii
Daftar Gambar ix
Daftar Tabel x
Daftar Lampiran xi
BAB 1 Pendahuluan 1
aaaai,,,1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Lokasi Penelitian 4
1.7. Metodologi Penelitian 4
BAB 2 Tinjauan Pustaka 5
aaaaaa.2.1. Air 5
2.2. Ikan Mas Koi 9
2.3. Pakan Buatan (Pelet) 10
2.4. Akuarium 11
2.5. Mineral 13
2.5.1. Besi 15
2.5.2. Klorin 16
2.5.3. Kalsium 17
2.5.4. Magnesium 18
2.6. Spektroskopi Ultraviolet dan Tampak (Visible) 18
2.7. Titrimetri 20
2.7.1. Titrasi Asidi-Alkalimetri 21
2.7.2. Titrasi Argentometri 21
2.7.3. Titrasi Kompleksometri 23
BAB 3 Metode Penelitian 26
3.1. Alat dan Bahan 26
3.1.1. Alat 26
3.1.2. Bahan 27
3.2. Prosedur Penelitian 28

Universitas Sumatera Utara


3.2.1. Penyediaan Reagent 28
3.2.2. Penyiapan Akuarium 31
3.3. Bagan Penelitian 34
..3.3.1. Penentuan Besi (Fe2+) dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS 34
3.3.1.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi 34
3.3.1.2. .Penentuan Fe dalam air masing-masing akuarium 35
.3.3.2. Penentuan Ca dan Mg 36
3.3.2.1. Penentuan Ca-Mg 36
3.3.2.2. .Penentuan Ca 37
.3.3.3. Penentuan Klorida 38
BAB 4 Hasil Dan Pembahasan 39
4.1. Hasil Penelitian 39
4.2. Pengolahan Data 39
4.2.1. Persen Pertambahan Berat Ikan 39
4.2.2. Penentuan Kandungan Besi (Fe) dalam Sampel 41
………………….4.2.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 41
………………….4.2.2.2. Perhitungan Koefisien Korelasi 42
………………….4.2.2.3. Perhitungan Konsentrasi Fe Total pada Sampel…………….
……………………………Air Sungai Tuntungan 43
………………….4.2.2.4. Penentuan Konsentrasi Fe Total Pada ………… …
……………………………Air Sungai Tuntungan Tanpa Perlakuan Terhadap…………
……………………………pH dan Dengan Variasi pH 44
…………..4.2.3. Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) 45
………………….4.2.3.1. Penentuan Kesadahan Total (Ca + Mg) 45
………………….4.2.3.2. Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) 45
………………….4.2.3.3. Penentuan Kandungan Magnesium (Mg) 46
…………..4.2.4. Penentuan Kandungan Klorida (Cl) 47
…………..4.2.5. Pengukuran Suhu 48
…………..4.2.6. Pengukuran pH Air Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH 49
…… 4.3. Pembahasan 49
BAB 5 Kesimpulan dan Saran 53
5.1. Kesimpulan 53
5.2. Saran 53
Daftar Pustaka 54
Lampiran 56

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Ikan Mas Koi 8
Gambar 2.2. Salah Satu Kontes Ikan Koi di Jakarta 9
Gambar 2.3. Bagan Alat Spektrofotometer UV-VIS 19
Gambar 2.4. EDTA 23
Gambar 2.5. Mureksida 23
Gambar 2.5. Eriokrom Black T 24
Gambar 4.1. Grafik Pertambahan Berat Ikan Mas Koi 40
Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Fe 43

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Nilai Kesetaraan Kadar CaCO3 dengan Derajat Kekerasan 6
Tabel 2.2. Kandungan Nutrisi Pakan Pelet 10
Tabel 2.3. Jumlah Pakan yang Dibutuhkan Koi 11
Tabel 2.4. Ukuran Akuarium dan Daya Tampungnya 12
Tabel 2.5. Fungsi Mineral dan Kebutuhan Untuk Ikan 14
Tabel 4.1 Data Hasil Pertambahan Berat Ikan Mas Koi 39
Tabel 4.2 Data Persen Pertambahan Berat Ikan Mas Koi 40
Tabel 4.3 Data Pengukuran % Transmitansi Larutan Seri Standar Besi 41
Tabel 4.4 Data Perhitungan Garis Regresi Untuk Larutan Seri Standar Besi 41
Tabel 4.5 Data Kandungan Fe Total Air Sungai Selama 50 Hari 44
Tabel 4.6 Data Kandungan Kesadahan Total Air Sungai Selama 50 Hari 45
Tabel 4.7 Data Kandungan Kalsium (Ca) Air Sungai Selama 50 Hari 46
Tabel 4.8 Data Kandungan Magnesium (Mg) Air Sungai Selama 50 Hari 47
Tabel 4.9 Data Kandungan Klorida (Cl) Air Sungai Selama 50 Hari 48
Tabel 4.10 Data Hasil Pengukuran Suhu Air Sungai Selama 50 Hari 48
Tabel 4.11 Data Hasil Pengukuran pH Air Sungai Tanpa ……………………….
………………Perlakuan Terhadap pH Selama 50 Hari 49

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran A. Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) Air Sungai Selama
…. 50 Hari 57
Lampiran A.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH 57
Lampiran A.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 5,5 57
Lampiran A.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 6,5 58
Lampiran A.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 7,5 58
Lampiran A.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 8,5 59
Lampiran A.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada
aaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 9,5 59
Lampiran B. Data Penentuan Kesadahan Total (Ca + Mg) Air Sungai Selama
…. 50 Hari 60
Lampiran B.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH 60
Lampiran B.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 5,5 60
Lampiran B.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 6,5 61
Lampiran B.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 7,5 61
Lampiran B.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 8,5 62
Lampiran B.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
aaaaaaaaaaaaaaaa pada Air Sungai pH = 9,5 62
Lampiran C. Data Penentuan Kandungan Besi Kalsium (Ca) Air Sungai
…. Selama 50 Hari 63
Lampiran C.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH 63
Lampiran C.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 5,5 63
Lampiran C.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 6,5 64
Lampiran C.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 7,5 64

Universitas Sumatera Utara


Lampiran C.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 8,5 65
Lampiran C.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 9,5 65
Lampiran D. Data Penentuan Kandungan Besi Klorida (Cl) Air Sungai
…. Selama 50 Hari 66
Lampiran D.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH 66
Lampiran D.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 5,5 66
Lampiran D.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 6,5 67
Lampiran D.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 7,5 67
Lampiran D.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 8,5 68
Lampiran D.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada
aaaaaaaaaaaaaaaa Air Sungai pH = 9,5 68
Lampiran E. Tabel Komposisi Makanan Ikan (Pelet) yang Digunakan 69
Lampiran F. Gambar Alat dan Bahan Dalam Penelitian 70
Lampiran F.1. Gambar Akuarium Penelitian yang Digunakan 70
Lampiran F.2. Reagensia yang Digunakan 70
Lampiran F.3. Penimbangan Ikan 71
….

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan hias air tawar merupakan komoditas perikanan air tawar yang saat ini banyak
menghasilkan devisa. Nilai ekspornya sangat besar dan cenderung meningkat dari tahun
ke tahun. Setiap bulannya ada sekitar puluhan juta ekor ikan hias tawar diekspor ke
mancanegara. Saat ini ada ratusan jenis ikan hias air tawar dari berbagai pelosok dunia
keluar masuk Indonesia dan hampir 90%-nya merupakan ikan tropis. Ikan-ikan tersebut
merupakan ikan lokal maupun introduksi. Indonesia memang sangat beruntung karena
memiliki iklim tropis sehingga ada banyak jenis ikan hias yang dapat dibudidayakan.
Sumber daya alamnya pun mendukung, yaitu lahan yang masih luas, sumber air
melimpah, dan pakan alami masih cukup banyak. Demikian pula dengan banyaknya
penduduk Indonesia masih memungkinkan masuknya banyak tenaga kerja dalam sektor
ini. Pembudidayaan tentu tidak terlalu sulit karena didukung oleh iklim Indonesia yang
sesuai. Agar dapat berhasil dalam membudidayakan ikan hias, diperlukan pengetahuan
tentang tingkah laku ikan, pakan, serta beberapa faktor lain (Lesmana, D.S.,2001).

Menurut Zaldi (2010), sudah lama sungai dijadikan media budidaya ikan oleh
masyarakat yang hidup di pinggir sungai. Sungai menyediakan cadangan air tanpa pernah
surut walaupun musim kemarau. Tersedianya air sepanjang tahun dan belum
dimanfaatkannya sungai secara maksimal oleh masyarakat setempat, sehingga diperlukan
suatu usaha agar sungai dapat memberikan kontribusi lebih. Pemeliharaan ikan atau
dikenal dengan budidaya merupakan suatu usaha yang menjanjikan untuk
mengoptimalkan fungsi dari sungai yang ada. (Zaldi.,2010).

Sungai Tuntungan merupakan salah satu sungai di kota Medan yang melewati
kecamatan Medan Tuntungan. Air sungai tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar

Universitas Sumatera Utara


untuk mandi, mencuci, atau diambil untuk keperluan sehari-hari. Air sungai tersebut
masih relatif bersih dibandingkan dengan sungai-sungai lain di kota Medan, dimana
terdapat sejumlah pemandian umum di sepanjang tepi sungai tersebut. Pemeliharaan ikan
menggunakan air sungai Tuntungan sebagai medianya telah dilakukan oleh balai
perikanan setempat, dimana hal ini turut mengoptimalkan fungsi lain dari sungai tersebut.
Air sungai tersebut diduga memiliki kandungan mineral besi, magnesium, kalsium, dan
klorida yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan mas koi bilamana air tersebut
digunakan sebagai media budidayanya.

Ikan hidup dalam lingkungan air dan melakukan interaksi aktif antara keduanya.
Ikan dan air boleh dikatakan sebagai suatu sistem terbuka, dimana terjadi pertukaran
materi dan energi, seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2), garam, dan bahan
buangan. Kehadiran bahan-bahan tertentu dalam jumlah tertentu akan mengganggu
mekanisme kerja di dalam air sehingga pada akhirnya ikan akan terganggu, lalu mati
(Redaksi PS.,2008).

Koi bukan ikan hias baru di Indonesia. Koi (Cyprinus carpio) dan maskoki
(Carassius auratus) masih satu kerabat, keduanya termasuk family Cyprindae. Bedanya,
koi berkumis pada mulutnya, sedangkan maskoki tidak berkumis. Koi merupakan hewan
yang hidup di daerah beriklim sedang dan hidup pada perairan tawar. Mereka bisa hidup
pada temperatur 80C-300C. Oleh karenanya koi bisa dipelihara di seluruh wilayah
Indonesia, mulai dari pantai hingga daerah pegunungan. Koi asli merupakan ikan air
tawar, tapi masih bertahan hidup pada air yang agak asin. Sekian 10 permil kandungan
garam dalam air masih bisa untuk hidup koi. (Susanto, H. 2001).

Berdasarkan penelitian tentang pengaruh pH terhadap ikan pelangi biru, di


dapatkan pertumbuhan berat yang optimal pada pH = 7-8, serta warna ikan paling
cemerlang pada pH = 4-5 (Mayasari., N. 2010). Sedangkan pada penelitian tentang studi
pengaruh mineral dalam air terhadap pertumbuhan ikan nila dalam tiga macam media
yaitu dalam : air tawar, air tawar dan air laut 1:1, air tawar dan air laut 2:1, didapatkan
pertumbuhan maksimum pada akuarium air tawar dengan pertambahan berat 329,50%,
serta ditemukan bintik-bintik hitam pada ikan yang hidup dalam akuarium campuran air

Universitas Sumatera Utara


tawar dan air laut (Tampubolon, L., 2011). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
meneliti pada pada kisaran pH dan kandungan mineral berapakah air sungai Tuntungan
dapat digunakan untuk membudidayakan ikan mas koi secara optimal.

1.2. Permasalahan

Bagaimanakah pengaruh pH dan kandungan mineral terhadap pertumbuhan ikan mas koi,
dengan menggunakan air Sungai Tuntungan Medan sebagai medium budidaya di dalam
akuarium

1.3. Pembatasan Masalah

a. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas koi (Cyprinus carpio)
dengan umur 2 bulan dan berat awal rata-rata 4,0 g.

b. Sumber air yang digunakan adalah air dari sungai Tuntungan yang telah divariasikan
pH-nya antara 5,5 – 9,5 di dalam akuarium

c. Makanan ikan yang dipakai adalah jenis pelet buatan merek Asahi

d. Parameter yang ditentukan adalah pH dan kandungan mineral Fe, Ca, Mg, dan Cl dan
bobot ikan

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH dan kandungan mineral Fe, Ca,
Mg dan Cl di dalam air terhadap perkembangan ikan mas koi yang dibudidayakan

Universitas Sumatera Utara


1.5. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat


khususnya kepada penggemar ikan mas koi dan peternak budidaya.

b. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk memonitor pencemaran air di sungai
Tuntungan.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar USU Medan, Laboratorium Kimia
Analitik FMIPA-USU Medan dan Laboratorium Kimia Organik FMIPA-USU Medan.

1.7. Metodologi

a. Penelitian ini adalah merupakan eksperimen laboratorium

b. Budidaya ikan mas koi dilakukan di dalam akuarium yang diisi dengan air Sungai
Tuntungan Medan sebanyak 25 L

c. pH air divariasikan antara 5,5 – 9,5

d. Pengaturan pH dilakukan dengan menggunakan larutan garam NaH2PO4 dan NaHCO3.

e. Sebelum ikan dimasukkan, ditentukan terlebih dahulu bobot awal ikan dan kandungan
mineral Fe, Mg, Ca, dan Cl pada air akuarium

f. Setelah 10 hari, bobot ikan ditimbang dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl
ditentukan dengan titrasi, sedangkan penentuan kandungan Fe dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Visibel. Hal yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan. Kualitasnya
menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan, bahkan kualitas seperti warna ikan.
Secara alami, air merupakan pelarut yang sangat baik sehingga hampir semua material
dapat larut di dalamnya. Adapun berbagai material terlarut dalam air adalah

1) berbagai gas seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2), ammonia (NH3), nitrit
(NO2), nitrat (NO3), sulfide (H2S), dan methan,
2) berbagai mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), Natrium (Na), Kalium
(K), besi (Fe), seng (Zn), serta mineral bentuk ion atau molekul organik maupun
anorganik,
3) material organik terlarut seperti gula, lemak, asam, dan vitamin
4) material anorganik seperti lumpur dan tanah liat, serta
5) material biologis seperti bakteri, jamur, virus, zooplankton, dan fitoplankton.
(Lesmana, D.S.,2001)

Keasaman atau pH air (pondus Hydrogenii) adalah indikasi dari bobot hidrogen
yang berada di dalam air. Derajat keasaman diukur dengan skala 1-14. Angka tujuh pada
derajat keasaman menandakan keasaman air bersifat netral. Sementara itu, angka satu
menunjukkan air bersifat sangat asam. Sebaliknya, angka 14 menunjukkan air bersifat
sangat basa atau alkalis. Ikan hias biasanya hidup optimal di dalam air pada kisaran pH
6,5 – 8. Umumnya air di daerah tropis memiliki pH antara 5 – 6,8 atau tergolong sedikit
asam. Menaikkan pH air agar sesuai dengan ketentuan pemeliharaan ikan dapat
menggunakan kapur bordo sebanyak 2 cc per liter air. Sebaliknya air ber-pH terlalu basa
atau skala meternya menunjukkan angka di atas 7 perlu dinetralkan dengan

Universitas Sumatera Utara


menambahkan berbagai daun-daunan yang telah direndam ke dalam air selama 2-3 hari.
Untuk menetralkan pH air di dalam akuarium, cukup masukkan 2-3 lembar daun
ketapang ke dalamnya. Besar kecilnya angka pH sangat dipengaruhi oleh kandungan
karbondioksida (CO2) di dalam air. Karbondioksida adalah hasil dari respirasi atau
pernapasan ikan yang menghasilkan kandungan CO2 berbeda di siang dan malam hari.
Ketika malam hari, kadar CO2 meningkat sehingga pH akan juga naik. Ketika pagi dan
siang hari, kadar CO2 akan turun sehingga pH air pun ikut turun. Faktor lain yang
mempengaruhi pH air adalah sisa pakan dan kotoran ikan. Jika air jarang diganti, bekas
pakan dan kotoran ikan akan semakin menumpuk. Akibatnya, pH air akan semakin
rendah (Sitanggang, M., 2002).

Kekerasan (hardness) air yang juga disebut kesadahan disebabkan oleh banyaknya
mineral dalam air seperti kalsium atau kapur (Ca), magnesium (Mg), seng (Zn), dan
mangan (Mn). Namun, mineral yang dijadikan standar pengukuran kekerasan air adalah
kadar Ca++ dalam bentuk CaCO3. Biasanya kekerasan air ini dinyatakan dalam derajat
kekerasan (0 dH). Kisaran kesetaraan antara derajat kekerasan dengan kadar CaCO3 dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2.1. Nilai Kesetaraan Kadar CaCO3 Dengan Derajat Kekerasan

0
Kekerasan Air Kadar CaCO3 (mg/L) dH
Lunak 0-75 0-4
Sedang 75-150 4-8
Keras 150-300 8-16
Sangat Keras Lebih dari 300 Lebih dari 16

Ikan-ikan tertentu membutuhkan kadar kekerasan air tertentu pula. Umumnya ikan akan
lebih mudah beradaptasi dari air yang lunak ke keras disbanding dari keras ke lunak.
Memang belum diketahui dengan pasti pengaruh langsung kekerasan air ini terhadap
ikan. Namun, biasanya kekerasan berpengaruh pada perubahan pH. Walaupun demikian,

Universitas Sumatera Utara


kebanyakan ikan hias akan tumbuh baik pada kekerasan 3-100 dH, tergantung jenis
(Lesmana, D.S.,2001)

Kondisi temperatur harus dijaga agar tetap konstan. Temperatur yang berubah-
ubah dapat menyebabkan stress pada ikan. Pada temperature yang terlalu tinggi, ikan
akan mengalami kekurangan oksigen dan sistem enzim yang membantu metabolisme
tubuh tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada kondisi seperti ini, penyakit dapat
menyerang dengan cepat. Meningkatnya temperatur air akan menurunkan kemampuan air
untuk menyerap oksigen sehingga tingkat kejenuhan oksigen di dalam air juga menurun.
(Sitanggang, M.,2002).

Sumber air untuk pemeliharaan ikan hias air tawar dapat berasal dari sumur,
sungai atau rawa, dan air PAM. Masing-masing sumber air tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan. Air sumur atau air tanah biasanya lebih bersih serta hanya mengandung
gas dan mineral. Namun demikian, air sumur kemungkinan masih mengandung material
organik walaupun sedikit. Sementara kandungan material anorganik dan bakteri
tergantung dari dalam dangkalnya sumur. Makin dalam sumur maka makin sedikit
kandungan material anorganiknya dan makin berkurang kandungan bakterinya. Sebelum
digunakan sebaiknya air sumur diinapkan atau ditampung terlebih dahulu. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada air sumur berhubungan dengan udara
sehingga oksigen dari udara bias terlarut ke dalam air serta menguapkan gas berbahya dan
tidak diperlukan ikan (Lesmana, D.S.,2001).

2.2. Ikan Mas Koi

Nenek moyang ikan koi diyakini bermula dari ikan mas atau karper (Cyprinus Carpio)
yang berasal dari wilayah Asia Timur. Ikan karper tersebut berimigrasi ke China melalui
salah satu dari dua kemungkinan, melalui perdagangan atau secara alamiah melalui jalur
air (terusan). Dalam legenda Cina diceritakan bahwa koi pertama kali muncul 2500 tahun
yang lalu atau sekitar tahun 551-419 SM. Kata “Koi” sendiri berasal dari bahasa Cina,

Universitas Sumatera Utara


karena menurut sejarah, orang Cinalah yang pertama kali menternakkan ikan ini sekitar
tahun 1300-an (Wijoyo, M.,2012).

Klasifikasi ilmiah Koi dalam kerajaan hewan secara lengkap diuraikan sebagai
berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Cordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypiriniformes
Subordo : Cypirinoidea
Famili : Cypirinidae
Sub Famili : Cypirininae
Genus : Cypirinus
Spesies : Cypirinus carpio

(Redaksi PS., 2009).

Gambar 2.1. Ikan Mas Koi

Koi merupakan ikan hias air tawar terbesar dan merupakan ikan bergengsi.
Kepalanya besar dan dihiasi sepasang kumis. Masa hidup koi umumnya sampai sekitar 70
tahun. Namun ada beberapa yang hidup bisa mencapai umur 200 tahun. Salah satu sebab
mengapa koi mudah dipelihara adalah karena koi mudah menerima pakan apa saja. Koi

Universitas Sumatera Utara


mau menerima berbagai jenis makanan baik berasal dari hewan ataupun bahan nabati
(tumbuh-tumbuhan). Koi mau menerima daging, ikan, sayur-sayuran, bahkan roti. Koi
gampang menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Ikan ini bisa menempati hampir
semua tempat.

Kualitas air sangat menentukan bagus tidaknya warna koi. Menurut The Latest
Manual of Nisikigoi, 70% warna koi ditentukan oleh mutu genetik ikan itu sendiri, 20%
oleh air, dan 10% faktor-faktor lainnya.

Koi yang memenangkan kontes di Jepang bisa terjual dengan harga lebih dari 10
juta yen atau sekitar Rp. 120 juta. Pada umumnya orang beranggapan bahwa koi sebagai
ikan hias yang harganya mahal. Kendati demikian, seekor koi yang baru menetas hanya
dijual sekitar 5 atau 6 yen (Rp. 80 / 1 yen), sedangkan yang lebih besar bisa seratus
hingga seribu yen. (Susanto, H.,2001).

Gambar 2.2. Salah Satu Kontes Ikan Koi di Jakarta

Kecenderungan hobiis koi semakin meluas dan pada tahun 1996 di Surabaya
diadakan kontes koi bertajuk ”1st All Indonesian Champion”. Peserta yang ikut belum
begitu banyak, karena saat itu hobiis masih terbatas di kalangan atas. Krisis ekonomi
1996-1999 tidak menyurutkan para hobiis koi untuk tetap menggemari koi. Bahkan koi
menjadi tempat pelarian para hobiis baru, terutama para pengusaha yang usahanya
berhenti atau tersendat. Klub-klub koi pun bermunculan, tidak hanya di Jakarta, tapi juga
di Yogyakarta dan Semarang. Pada tahun 1999 diselenggarakan kontes koi dengan tema

Universitas Sumatera Utara


“1st Indonesian Chapter Koi Show” di Surabaya. Kontes itu telah menjadi tonggak
perkembangan koi di Indonesia. Oleh karena itu, dibentuklah Zen Nippon Arinkai (ZNA)
di Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Kemudian beberapa klub koi mulai didirikan di
beberapa daerah, seperti Blitar Koi Club dan Ikatan Pecinta Koi di Yogyakarta. Koi
semakin popular, acara kontes semakin sering digelar, di Jakarta, Bandung, Surabaya,
Medan, dan Makassar. Event ”1st ZNA Jakarta Koi Show” semakin semarak dengan
diikuti oleh 600 peserta dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Sukabumi,
Yogyakarta, dan Blitar. (Wijoyo, M.,2012)

2.3. Pakan Buatan (Pelet)

Istilah pelet digunakan untuk menyatakan bentuk makanan berupa potongan-potongan


kecil berbentuk pipa, jadi bukan berbentuk butiran atau tepung. Pelet mempunyai ukuran
diameter tertentu dan biasanya diberikan pada ikan yang sudah cukup besar. Jumlah
makanan (dosis) yang diberikan pada ikan dapat mempengaruhi jumlah makanan yang
diserap oleh tubuh. Demikian pula halnya dengan waktu pemberian makanan. Dosis
makanan yang diberikan pada ikan jangan terlalu berlebihan agar tidak menciptakan
kondisi buruk di dalam air, terutama jika memberikan makanan buatan. Pemberian
makanan yang berlebihan – terutama makanan buatan – dapat menimulkan masalah baru,
sebab sisa makanan yang mengendap akan mengalami proses pembusukan. Akibatnya,
kandungan oksigen di kolam akan menurun dan timbul gas-gas beracun yang dapat
membahayakan kehidupan ikan. Dosis makanan yang umum diberikan dalam satu hari
berkisar antara 3-5 persen dari berat total ikan yang dipelihara. Makanan ini tidak
diberikan sekaligus, tetapi diberikan secara bertahap. Jumlah makanan yang diberikan
pada setiap waktu makan tergantung dari frekuensi pemberian. Artinya, jika frekuensi
pemberian makanan dilakukan empat kali sehari, maka jumlah yang diberikan pada
ssetiap waktu adalah ¼ dari dosis yang telah ditentukan. Untuk menghindari pemberian
makanan secara berlebihan, maka pemberian makanan harus dihentikan apabila 25% dari
jumlah ikan yang dipelihara telah meninggalkan tempat makannya (Liviawaty, E.,1994).

Universitas Sumatera Utara


Pakan yang banyak digunakan pada koi yaitu pakan pelet. Selain praktis,
kandungan nutrisi pada pakan pelet juga telah disesuaikan dengan kebutuhan dan umur
koi. Beragam merek pakan ini dijual di toko ikan hias atau swalayan. Hal yang perlu
diperhatikan yaitu keseimbangan komponen pakan yang sesuai dengan kebutuhan koi.

Tabel 2.2. Kandungan Nutrisi Pakan Pelet

No. Komposisi Jumlah (%)


1. Protein 28 - 30
2. Lemak 3-5
3. Serat 4-6
4. Abu 5-8
5. Kadar air 11 - 13

Pakan sebaiknya diberikan dalam jumlah sedikit, tetapi sering. Maklum, koi tidak
dapat menyimpan cadangan kelebihan makanan dalam bentuk lemak. Pakan dapat
diberikan 2 – 4 kali sehari. Sementara waktu pemberian tidak terlalu mengikat. Pakan
bisa diberikan pada pagi, siang, sore, atau bahkan malam hari. Habisnya pakan dalam
waktu singkat merupakan pertanda bagus. Sebaiknya pakan yang diberikan pada koi
harus habis pada waktu 5 menit. Jika dalam kurun 10 menit belum habis, tandanya koi
sudah kenyang dan sisa pakan yang terapung hanya mengotori air kolam saja. Jumlah
pakan yang diberikan pada koi sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhannya.

Tabel 2.3. Jumlah Pakan Yang Dibutuhkan Koi

Jumlah Pakan per Hari


Ukuran Ikan
(% Bobot Badan)
Panjang kurang dari 2 cm 15 – 20 %
Berat 3 g, panjang 2 – 4 cm 10 – 15 %
Berat 10 g, panjang sekitar 5 cm 5%
Berat 100 g, panjang tubuh sekitar 12 cm 2%

(Redaksi, PS.,2009).

Universitas Sumatera Utara


Sebenarnya dengan kadar dan frekuensi pemberian pakan buatan yang seimbang
akan memberikan hasil yang baik. Ini disebabkan kandungan gizi pakan buatan biasanya
sudah disesuaikan dengan kebutuhan ikan karena sudah ditambahkan vitamin.
Penggunaan pakan buatan sangat praktis dan dapat disimpan lama. Namun, pemantauan
kualitas air sangat perlu. Pemberian pakan buatan sebaiknya terbatas, cukup untuk
kebutuhan ikan. Lebih baik sering memberikan pakan buatan dengan jumlah sedikit
disbanding jumlah banyak sekaligus tanpa dihabiskan ikan (Lesmana, D.S.,2001)

2.4. Akuarium

Koi termasuk keluarga Cyprinidae, masih sekerabat dengan ikan mas (Cyprinus carpio)
atau maskoki (Cyprinus auratus). Hal ini bisa dibuktikan dari sosoknya yang memang
mirip, yaitu pipih. Hanya saja penampilan koi lebih cantik karena ditunjang oleh beragam
warna yang sangat menawan. Karena pada umumnya mas koi dipelihara di kolam, maka
untuk penelitian terhadap ikan ini digunakan akuarium dengan spesifikasi yang sama
dengan kerabatnya yaitu ikan mas koki.

Wadah paling umum untuk memelihara maskoki ialah akuarium kaca. Satu hal
dalam membuat atau membeli akuarium, sebaiknya dipilih akuarium yang permukaannya
lebar. Dengan akuarium itu sirkulasi udara bebas yang mengandung oksigen lebih mudah
berdifusi dengan air. Kandungan oksigen terlarut yang cukup di dalam air diperlukan
semua ikan, termasuk maskoki. Ikan mengkonsumsi oksigen terlarut lewat insang. Jika
oksigen terlarut kurang karena permukaan akuarium sempit, dan akuarium terletak di
ruang tertutup yang sirkulasi udaranya kurang, bias terjadi gangguan kesehatan yang tak
dikehendaki. Misalnya nafsu makan mas koki kurang, kondisi kesehatan turun sehingga
mudah terkena penyakit, dan akhirnya ikan bisa mati.

Sehubungan dengan itu, dalam membeli atau merakit akuarium dikenal adanya
ukuran minimum. Ukuran minimum ini lahir dari hasil perhitungan luas ruang ideal yang
dibutuhkan setiap sentimeter tubuh ikan dipandang dari segi estetika dan kemudahan
mendekor. Menurut perhitungan para ahli, setiap 1 cm panjang maskoki membutuhkan

Universitas Sumatera Utara


ruang seluas 60 centimeter persegi. Panjang maskoki terhitung mulai dari bibir sampai
pangkal ekor (tidak termasuk sirip ekor). Untuk jelasnya, ukuran dan daya tamping
maskoki bisa dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.4. Ukuran Akuarium dan Daya Tampungnya.

Ukuran
Kapasitas Berat Air Total Panjang Ikan
PxLxT
(Liter) (Kg) (cm)
(cm)
60 x 30 x 30 54 54 30
60 x 30 x 38 68,4 68,4 30
90 x 30 x 38 102,6 102,6 30
120 x 30 x 38 136,8 136,8 60

Menurut pengalaman para hobiis, akuarium berukuran 90 cm x 30 cm x 38 cm


sangat ideal untuk memelihara maskoki. Akuarium ini bisa dipakai untuk memelihara
maskoki berbagai ukuran. Selain itu, kondisi dan suhu airnya juga lebih stabil disbanding
yang terdapat pada akuarium ukuran lain (Budhiman, A.A.,2001).

Seperti halnya kolam, kebersihan akuarium pun sangat dianjurkan. Membersihkan


akuarium cukup dengan menyedot atau menyifon air dalam akuarium hingga habis.
Selanjutnya dinding dan dasarnya dilap atau digosok dengan spons sampai bersih. Setelah
itu, cuci sekali lagi dengan air bersih sebelum digunakan.

Kepadatan ikan sangat penting untuk kenyamanan hidup. Ikan yang terlalu padat
dapat menimbulkan stress karena kualitas air cepat menjadi jelek. Bahkan, oksigen
terlarut cepat habis. Selain itu, pada ikan tertentu dapat terjadi gesekan antar ikan
sehingga menimbulkan luka. Akibatnya, penampilan ikan menjadi jelek atau bahkan
menimbulkan kematian (Lesmana, D.S.,2001).

Universitas Sumatera Utara


2.5. Mineral

Mineral merupakan elemen anorganik yang dibutuhkan oleh ikan dalam pembentukan
jaringan dan berbagai fungsi metabolism dan osmoregulasi. Ikan juga menggunakan
elemen anorganik tersebut untuk mempertahankan keseimbangan osmosis antara cairan
tubuh dan cairan di sekitarnya. Mineral dibutuhkan dalam jumlah relative kecil, namun
berperan sangat penting dalam menjaga kelangsungan hidup, mengingat beberapa proses
yang berlangsung di dalam tubuh ikan membutuhkan mineral.

Berdasarkan kebutuhannya, mineral dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu


mineral esensial dan mineral non-esensial. Mineral esensial harus selalu tersedia di dalam
tubuh ikan dan harus disuplai dari pakan karena tubuh ikan tidak mampu memproduksi
mineral ini. Sementara, mineral nonesensial yaitu mineral yang sebaiknya tersedia di
dalam tubuh ikan.

Berdasarkan jumlah kebutuhannya, mineral dapat dibagi menjadi dua kelompok,


yaitu makromineral dan mikromineral. Makromineral yaitu mineral yang dibutuhkan oleh
tubuh ikan dalam jumlah relatif besar, seperti kalsium (Ca), fosfor (P), belerang (S),
natrium (Na), klorida (Cl), magnesium (Mg), dan kalium (K). Sebaliknya, mikromineral
adalah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam jumlah relative kecil, yaitu kobalt
(Co), selenium (Se), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), krom (Cr), fluor (F), iodium
(I), besi (Fe), dan molybdenum (Mo). Mikromineral sering pula disebut sebagai trace
mineral. Beberapa fungsi lain dari mineral antara lain sebagai berikut.

a. Mengatur keseimbangan asam basa dan proses osmosis antara cairan tubuh dan
lingkungannya (terutama Na, K, Ca, dan Cl)
b. Berperan dalam proses pembekuan darah dan pembentukan hemoglobin (terutama
Fe, Cu, dan Co).
c. Berperan penting dalam proses metabolisme (terutama Cl, Mg, dan P)
d. Mengatur fungsi sel (Cu dan Zn), membentuk fospolipid dan bahan inti sel (S dan
P), mematangkan kelenjar kelamin (Br), dan membentuk hormone tiroid (I)
(Afrianto, A.,1989).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.5. Fungsi Mineral dan Kebutuhan Untuk Ikan

Gejala Kebutuhan /
Mineral Kegiatan Metabolik
Defisiensi kg kering
Pembentukan tulang dan tulang
Tidak
Kalsium rawan, pembekuan darah, 5g
didefinisikan
kontraksi otot
Pembentukan tulang, ester
Lordosis
Fosfor fosfat energi tinggi, senyawa 7g
pertumbuhan
organofosfor yang lain
Kehilangan
Enzim yang merupakan faktor
selera,
pembantu yang luas terlibat
Magnesium pertumbuhan 500 mg
dalam metabolism lemak,
yang miskin,
karbohidrat dan protein.
tetani
Kation primer monovalensi
dari cairan intraseluler, terlibat
Natrium Tidak jelas 1-3 gram
dalam keseimbangan asam-
basa dan osmoregulasi
Kation primer monovalensi
dari cairan intraseluler, terlibat
Kalium Tidak jelas 1-3 gram
dalam gerakan urat saraf dan
osmoregulasi
Bagian integral dari asam
amino sulfur dan kolagen,
Sulfur Tidak jelas 3-5 gram
terlibat dalam detoksifikasi
senyawa aromatik
Anion monovalen utama dalam
cairan seluler, komponen
Klorin Tidak jelas 1-5 g
pencernaan (HCl), dan
keseimbangan asam basa

Universitas Sumatera Utara


Penting dalam konstituen dari Mikrositik
Besi heme dalam hemoglobin, anemia, 50-100 mg
sitokrom, dan peroksidase homochronic

Fungsi struktural adalah fungsi mineral untuk pembentukan struktur tubuh seperti
tulang, gigi, dan sisik ikan. Mineral yang banyak berperan dalam fungsi ini adalah Ca, P,
F, dan Mg. Yang membantu pernapasan adalah Fe, Cu dan Co. Sedangkan mineral yang
membantu proses metabolism adalah semua mineral esensial, baik makro maupun mikro.
Termasuk yang berperan dalam metabolisme adalah pembentukan enzim, mengatur
keseimbangan cairan tubuh, dan beberapa fungsi penting lainnya. Umumnya kekurangan
mineral akan berpengaruh pada pertumbuhan (Ghufran, M.,2004)

2.5.1. Besi

Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan
dalam bentuk kation ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7
dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi
menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini ini terjadi pelepasan electron. Sebaliknya, pada
reduksi ferri menjadi ferro terjadi penangkapan electron. Proses oksidasi dan reduksi besi
tidak melibatkan oksigen dan hidrogen. Reaksi oksidasi ion ferro menjadi ion ferri
ditunjukkan dalam persamaan

Fe++ Fe+++ + e-

Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2,
Fe(HCO3), dan Fe(SO4). Pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestic,
pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak mandi,
pipa air dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH.

Sumber besi di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4),
limonit [FeO(OH)], goethite (HFeO2), dan ochre (Fe(OH)3). Senyawa besi pada

Universitas Sumatera Utara


umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang
besi juga terdapat sebagai senyawa siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air.

Air tanah dalam biasanya memiliki karbondioksida dengan jumlah yang relatif
banyak, dicirikan dengan rendahnya pH, dan biasanya disertai dengan kadar oksigen
terlarut yang rendah atau bahkan terbentuk suasana anaerob. Pada kondisi ini, sejumlah
ferri karbonat akan larut sehingga terjadi peningkatan kadar besi ferro (Fe2+) di perairan.
Pelarutan ferri karbonat ditunjukkan dalam persamaan reaksi

FeCO3 + CO2 + H2O Fe2+ + 2HCO3-

Kadar besi pada perairan yang mendapat cukup aerasi (aerob) hampir tidak pernah
lebih dari 0,3 mg/liter. Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05-0,2 mg/liter.
Pada air tanah dengan kadar oksigen yang rendah, kadar besi dapat mencapai 10-100
mg/liter, sedangkan pada perairan laut sekitar 0,01 mg/liter. Air hujan mengandung besi
sekitar 0,05 mg/liter. Nilai LC50 besi terhadap ikan berkisar antara 0,3 – 10 mg/liter
(Effendi, H. 2003).

2.5.2. Klorin

Ion klorida adalah salah satu anion anorganik utama yang ditemukan di perairan alami
dalam jumlah lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat
dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida
(CaCl2). Selain dalam bentuk larutan, klorida dalam bentuk padatan ditemukan pada
batuan mineral sodalite [Na8(AlSiO4)6]. Pelapukan batuan dan tanah melepaskan klorida
ke perairan. Sebagian besar klorida bersifat mudah larut.

Kadar klorida bervariasi menurut iklim. Pada perairan di wilayah beriklim basah
(humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/liter, sedangkan pada perairan di
wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida mencapai ratusan mg/liter. Keberadaan
klorida pada perairan alami berkisar antara 2-20 mg/liter. Air yang berasal dari daerah
pertambangan mengandung klorida sekitar 1700 ppm. Kadar klorida 250 mg/liter dapat

Universitas Sumatera Utara


mengakibatkan air menjadi asin. Klorida berperan dalam pengaturan tekanan osmotic sel
bagi makhluk hidup. (Effendi, H. 2003).

2.5.3. Kalsium

Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan tanah. Kalsium pada batuan terdapat
dalam bentuk mineral batu kapur (limestone), pyroxene, amphiboles, calcite, dolomite,
gypsum, dan apatite [Ca5(PO4)3, (F,Cl,OH)]. Kadar kalsium pada perairan tawar biasanya
kurang dari 15 mg/liter, pada perairan yang berada di sekitar batuan karbonat antara 30 –
100 mg/liter; pada perairan laut sekitar 400 mg/liter, sedangkan pada brine dapat
mencapai 75.000 mg/liter.

Kalsium termasuk unsur yang esensial bagi semua makhluk hidup. Unsur ini
berperan dalam pembentukan tulang dan pengaturan permeabilitas dinding sel. Kalsium
juga berperan dalam pembangunan struktur sel serta perbaikan struktur tanah. Kadar
kalsium yang tinggi di perairan relatif tidak berbahaya, bahkan dapat menurunkan
toksisitas beberapa senyawa kimia.

Cole (1988) mengemukakan bahwa perairan yang miskin akan kalsium biasanya
juga miskin akan kandungan ion-ion lain yang sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik.
Tumbuhan atau hewan akuatik yang membutuhkan kalsium dalam pertumbuhannya
disebut Calciphiles. Tumbuhan atau hewan akuatik yang tidak menyukai keberadaan
kalsium disebut Calciphobes (Effendi, H. 2003).

2.5.4. Magnesium

Magnesium (Mg) adalah logam alkali tanah yang cukup berlimpah pada perairan alami.
Bersama dengan kalsium, magnesium merupakan penyusun utama kesadahan. Garam-
garam magnesium bersifat mudah larut dan cenderung bertahan sebagai larutan,
meskipun garam-garam kalsium telah mengalami presipitasi.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa jenis batuan, misalnya dolomitic [CaMg(CO3)2], forsterite (Mg2SiO4),
serpentine (H4Mg3Si2O6), olivine, dan magnesite banyak mengandung magnesium. Akan
tetapi sumber utama magnesium di perairan adalah ferro magnesium dan magnesium
karbonat yang terdapat pada batuan.

Magnesium bersifat lebih mudah larut daripada kalsium sehingga jarang


mengalami presipitasi. Magnesium karbonat dan magnesium hidroksida mengalami
presipitasi pada pH > 10. Magnesium sulfat dan magnesium klorida bersifat sangat
mudah larut, sehingga perairan yang mengalami kontak dengan kedua senyawa tersebut
akan mengandung banyak magnesium (Effendi, H. 2003).

2.6. Spektroskopi Ultraviolet dan Tampak (Visible)

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-
benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.

Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram.
Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV.
Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada
berbagai panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan
transformator. Moknokramator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang
monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar
monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah.

Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat
digunakan, tetapi untuk pengukuran daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa
karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya, tebal kuvetnya adalah 10

Universitas Sumatera Utara


mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Peranan detector
penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang
(Khopkar, S.M.,2008).

Gambar 2.3. Bagan alat Spektrofotometer UV-VIS (Kenkel, J.1994).

Secara umum untuk mempelajari secara kuantitatif berkas radiasi yang dikenakan
pada cuplikan, maka caranya adalah dengan membandingkan intensitas sinar mula-mula
(I0) dengan sinar yang dilewatkan dari cuplikan (It). Ada tiga kemungkinan fenomena
yang terjadi yaitu :

1. I0 = It , artinya tidak ada sinar yang diserap atau semua ditransmisikan


(dilewatkan)
2. It = 0 , artinya semua sinar diserap.
3. It > I0 , artinya sebagian sinar diserap dan sebagian lagi dilewatkan

Kejadian 1 dan 2 tidak memberikan informasi, tetapi kejadian 3 akan memberikan


informasi sebagai dasar analisa baik kualitatif maupun kuantitatif. Besarnya penurunan
intensitas sinar (ΔI = It – I0) tergantung jenis pengabsorsi (dasar analisa kualitatif) dan
tergantung dengan konsentrasi penyerap (dasar analisa kuantitatif).

Dua ahli yang mempelajari aspek kuantitatif pada penyerapan radiasi


elektromagnetik ini adalah Lambert (mempelajari hubungan tebal sel dengan penurunan
intensitas sinar) dan Beer (mempelajari hubungan penurunan intensitas sinar dengan
konsentrasi), sehingga persamaan matematik yang didapat secara empiris tentang
hubungan antara penurunan intensitas sinar terhadap tebal media (sel) dan konsentrasi
disebut persamaan Lambert-Beer. (Sitorus, M. 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.7. Titrimetri

Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tetap, yang
diperlukan untuk bereaksi secara kuantitaif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan.
Larutan dengan konsentrasi yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat
yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume larutan standar yang digunakan dan
hukum-hukum stoikiometri yang diketahui.

Larutan standar biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses


penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) pada
mana reaksi itu tepat lengkap disebut titik ekivalen (setara) atau titik-akhir teoretis (atau
titik-akhir stoikiometri). Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu
perubahan, yang tak dapat disalah-lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar itu
sendiri (misalnya kalium permanganat), atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu
reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator. Setelah reaksi antara zat dan larutan
standar praktis lengkap, indikator harus member perubahan visual yang jelas (entah suatu
perubahan warna atau pembentukan kekeruhan), dalam cairan yang sedang dititrasi. Titik
(saat) pada mana ini terjadi disebut titik-akhir titrasi. Pada titrasi yang ideal, titik-akhir
yang terlihat, akan terjadi berbarengan dengan titik-akhir stoikiometri atau teoritis.
Namun, dalam praktek, biasanya akan terjadi perbedaan yang sangat sedikit; ini
merupakan sesatan (error) titrasi. Indikator dan kondisi-kondisi eksperimen harus dipilih
sedemikian, sehingga perbedaan antara titik-akhir dan titik ekuivalen adalah sekecil
mungkin. (Vogel, 1994).

2.7.1. Titrasi Asidi-Alkalimetri

Titrasi asam-basa merupakan cara yang cepat dan mudah untuk menentukan jumlah
senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organic dan
anorganik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu, terutama
senyawa organic tidak larut dalam air. Namun demikian, umumnya senyawa organic

Universitas Sumatera Utara


dapat larut dalam pelarut organic, karena itu senyawa organic itu dapat ditentukan dengan
cara titrasi asam-basa dalam pelarut non-air.

Untuk menentukan basa digunakan larutan baku asam kuat (misalnya HCl),
sedangkan untuk menentukan asam digunakan larutan baku basa kuat (misalnya NaOH).
Titik akhir titasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan warna indikator asam-
basa yang sesuai atau dengan bantuan peralatan (misalnya potensiometer,
spektrofotometer, konduktometer).

Titrasi asam-basa dapat dianggap sebagai interaksi pasangan asam-basa


berpasangan menurut teori Bronsted-Lowry, yaitu :

Asam1 + Basa2 = Basa1 + Asam2

Bila titrasi dilakukan dalam pelarut air, maka perpindahan proton selalu
dinyatakan melalui molekul air. Akibatnya, persamaan umum untuk titrasi asam-basa
dalam pelarut air ditulis sebagai persamaan reaksi antara ion hidronium dan ion
hidroksida, yakni lawan reaksi autoprotolisis air :

H3O+ + OH- = H2O + H2O

Selama proses titrasi pH larutan berubah perlahan-lahan, tetapi di daerah titik


kesetaraan perubahan pH sangat besar (Rivai, H. 1994).

2.7.2. Titrasi Argentometri

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang
cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran; tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar,
S.M.,2008).

Universitas Sumatera Utara


Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan.
Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah:

AgNO3 + Cl- AgCL(s) + NO3-

Reaksi-reaksi pengendapan yang lazim dipakai dalam gravimetri tidak dapat


dipakai seluruhnya dalam titrasi pengendapan. Sebenarnya, hanya reaksi pengendapan
dengan ion perak yang lazim digunakan dalam titrasi pengendapan, meskipun kadang-
kadang dapat pula dipakai reaksi pengendapan dengan ion raksa (I) (Rivai, H., 1994).

Pada metode Mohr, natrium kromat dapat digunakan sebagai indicator dalam
penentuan ion klorida, bromide, dan sianida dengan bereaksi terhadap ion perak
membentuk endapan merah bata (Ag2CrO4) pada daerah titik ekivalen. Konsentrasi ion
perak pada kesetimbangan kimia pada titrasi penentuan klorida dengan ion perak
diberikan oleh persamaan

[Ag+] = �𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = �1,82 𝑥𝑥 10−10 = 1,35 × 10−5 𝑀𝑀

Konsentrasi ion kromat yang dibutuhkan untuk pembentukan endapan perak


kromat pada kondisi tersebut dapat dihitung sebagai berikut

1,2 × 10−12 1,2 × 10−12


[𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶42−] = = = 6,6 × 10−3 𝑀𝑀
[𝐴𝐴𝐴𝐴+] (1,35 × 10−5 )2

Titrasi dengan cara Mohr harus dilakukan pada range pH antara 7 hingga 10
karena ion kromat merupakan basa konjugat dari asam kromat yang adalah asam lemah.
Sebagai akibatnya, pada larutan yang lebih asam, konsentrasi ion kromat terlalu rendah
untuk menghasilkan endapan pada titik ekivalen. Pada umumnya, pH yang cocok
didapatkan dengan menjenuhkan larutan analit dengan natrium hydrogen karbonat
(Skoog, D.A., 1994).

Universitas Sumatera Utara


2.7.3. Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun


pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks
tersebut adalah kompleks logam dengan EDTA.

Gambar 2.4. EDTA

Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut mengandung baik donor electron
dari atom oksigen maupun donor dari atom nitrogen sehingga dapat menghasilkan khelat
bercincin sampai dengan enam secara serempak.

EDTA stabil, mudah larut dan menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu.
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, missal Mg, Cr, Ca dan Ba
dapat dititrasi pada pH = 11; Mn2+, Fe, Co, Ni, Zn, Cd, Al, Pb, Cu, Ti dan V dapat
dititrasi pada pH 4,0 – 7,0. EDTA sebagai garam natrium, Na2H2Y sendiri merupakan
standar primer sehingga tidak perlu standarisasi lebih lanjut.

Penentuan Ca dan Mg dalam air sudah dilakukan dengan titrasi EDTA. pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indicator eriochrom black T. Pada pH lebih tinggi, 12, Mg(OH)2
akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indicator
murexid. Adanya gangguan Cu bebas dari pipa-pipa saluran air dapat di masking dengan
H2S. Mureksida adalah garam ammonium dari asam purpurat, dan anionnya mempunyai
struktur sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5. Mureksida

Menarik adalah bahwa zat ini mungkin merupakan indicator ion logam pertama yang
digunakan dalam titrasi EDTA. Larutan-larutan mureksida berwarna violet-kemerahan
sampai pH = 9, violet dari pH = 9 sampai pH = 11, dan violet-biru (atau biru) diatas pH =
11. Mureksida membentuk kompleks-kompleks dengan banyak ion logam : hanya
kompleks dengan Cu, Ni, Co, Ca dan lantanoid cukup stabil untuk digunakan dalam
analisis (Khopkar, S.M.,2008).

Mureksida dapat digunakan untuk titrasi langsung dengan EDTA terhadap


kalsium pada pH = 12; perubahan warna pada titik-akhir adalah dari merah menjadi
violet-biru, tetapi jauh dari ideal.

Eriokrom Black T. Zat ini adalah natrium 1-(1-hidroksi-2-naftilazo)-6-nitro-2-


naftol-4-sulfonat; dan mempunyai acuan indeks warna C.I. 14645. Dalam larutan yang
sangat asam, zat warna itu cenderung berpolimerisasi menjadi produk yang cokelat-
merah, dan akibatnya indikator itu jarang diguanakan dalam titrasi EDTA dari larutan-
larutan yang lebih asam dari pH = 6,5.

Gambar 2.6. Eriokrom Black T

Universitas Sumatera Utara


Di bawah pH = 5,5 larutan Eriokrom Black T adalah merah (disebabkan oleh
H2D ), antara pH 7 dan 11 warnanya biru (disebabkan oleh HD2-), dan diatas pH = 11,5 ia
-

berwarna jingga-kekuningan (disebabkan oleh D3-). Dalam jangkau pH 7-11, penambahan


garam logam menghasilkan perubahan warna yang cemerlang dari biru menjadi merah :

M2+ + HD2- (biru) HD- (merah) + H+

Perubahan warna ini dapat diamati dengan ion-ion Mg, Mn, Zn, Cd, Hg, Pb, Cu,
Al, Fe, Ti, Co, Ni, dan logam Pt. Untuk menjaga pH konstan (kira-kira 10), suatu
campuran buffer ditambahkan.

Penopengan (masking) dapat didefinisikan sebagai proses dalam mana suatu zat,
tanpa pemisahan zat itu atau produk-produk reaksinya secara fisik, diubah sedemikian
sehingga ia tak ikut ambil bagian dalam suatu larutan reaksi tertentu. Dengan
menggunakan zat-zat penopeng beberapa kation dalam suatu campuran sering dapat
ditutupi sehingga tak dapat lagi bereaksi dengan EDTA atau dengan indikator. Satu zat
penopeng yang efektif adalah ion sianida; ion ini membentuk kompleks-kompleks sianida
yang stabil dengan kation Cd, Zn, Hg(II), Cu, Co, Ni, Ag, dan logam-logam platinum,
tetapi tidak dengan alkali-alkali tanah, mangan, dan timbel :

M2+ + 4CN- [M(CN)4]2-

Karena itu adalah mungkin untuk menetapkan kation seperti Ca2+, Mg2+, Pb2+ dan Mn2+
dengan adanya logam-logam yang disebut di atas, dengan menutupnya dengan kalium
atau natrium sianida berlebih (Vogel, 1994).

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

 Akuarium kaca 60 x 40 x 40 cm
 Aerator
 Gelas Beaker 250 mL PYREX
 Gelas Beaker 1L PYREX
 Gelas Erlenmeyer 250 mL PYREX
 Neraca Analitis Presisi ±0,001 g Mettler PM 400
 Gelas Ukur 100 mL PYREX
 Buret 25 mL PYREX
 Labu takar 100 mL PYREX
 Spatula
 Termometer
 Batang Pengaduk Kaca
 Alu dan Lumpang
 Pipet tetes
 Karet penghisap Fischer Brand
 Pipet Volume 10 mL Fischer Brand
 Botol Reagen Coklat
 Kuvet
 Statif dan Klem
 Botol Akuades
 Spektrofotometer Spektronik 20 Milton Roy
 Indikator Universal

Universitas Sumatera Utara


3.1.2. Bahan

 Ikan Mas Koi


 Pelet Ikan
 Akuades
 Air Sungai Tuntungan
 Natrium Bikarbonat p.a. (E. Merck)
 Natrium Dihidrogen Fosfat p.a. (E. Merck)
 Asam Klorida p.a. (E. Merck)
 Hidroksilamin p.a. (E. Merck)
 1,10-Fenantrolin p.a. (E. Merck)
 Fe(NH4OH)2SO4 p.a. (E. Merck)
 Natrium Asetat p.a. (E. Merck)
 Asam Asetat glacial p.a. (E. Merck)
 Asam Sulfat p.a. (E. Merck)
 Natrium Hidroksida p.a. (E. Merck)
 Na2EDTA p.a. (E. Merck)
 Kalium Kromat p.a. (E. Merck)
 Kalium Sianida p.a. (E. Merck)
 Amonium Hidroksida (p) p.a. (E. Merck)
 Indikator Eriokrom Black T p.a. (E. Merck)
 Indikator Mureksid p.a. (E. Merck)
 Indikator Metil Merah p.a. (E. Merck)
 MgSO4.7H2O p.a. (E. Merck)
 Kalsium Karbonat p.a. (E. Merck)
 Argentum Nitrat p.a. (E. Merck)
 Natrium Klorida p.a. (E. Merck)
 Kalium Hidroksida p.a. (E. Merck)

Universitas Sumatera Utara


3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Penyediaan Reagent

a. Larutan baku Na2EDTA 0,01 M

Sebanyak 3,723 g Na2EDTA dihidrat dilarutkan dengan akuadest dan diencerkan dengan
akuadest dalam labu ukur 1 L sampai garis tanda kemudian dihomogenkan. Larutan
selanjutnya disimpan di dalam botol reagen berwarna coklat.

b. Larutan standar CaCl2 0,01 M

Sebanyak 1,0 g CaCO3 anhidrat dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL


kemudian dilarutkan dengan sedikit asam klorida (HCl) 1:1. Selanjutnya ditambah
dengan 200 mL air suling. Dididihkan beberapa menit untuk menghilangkan CO2 , lalu
didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan 3 tetes indikator metal merah. Selanjutnya
ditambahkan NaOH 3 N asampai terbentuk warna orange. Dipindahkan secara kuantitatif
ke dalam labu ukur 1 L, kemudian ditepatkan sampai tanda tera. Larutan ini digunakan
untuk pembakuan Na2EDTA.

c. Indikator Mureksid

Ditimbang sebanyak 100 mg mureksid dan 50 g kristal NaCl. Dihaluskan campuran


keduanya dengan alu dan lumpang. Selanjutnya disimpan dalam botol yang tertutup rapat.

d. Indikator Eriokrom Black T (EBT)

Ditimbang sebanyak 100 mg EBT dan 50 g kristal NaCl. Dihaluskan campuran keduanya
dengan alu dan lumpang. Selanjutnya disimpan dalam botol yang tertutup rapat.

e. Buffer pH 10 ± 1

Dilarutkan 1,179 g Na2EDTA dihidrat dan 780 mg MgSO4.7H2O dalam 50 mL air suling.
Setelah larut, ditambahkan larutan tersebut ke dalam campuran 16,9 g NH4Cl dan 143 mL
NH4OH pekat sambil diaduk. Setelah itu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu

Universitas Sumatera Utara


ukur 250 mL dan diencerkan hingga tanda batas dan dihomogenkan. Larutan disimpan
dalam botol gelas borosilikat.

f. Larutan KCN 10%

Ditimbang sebanyak 25 g serbuk KCN lalu dilarutkan dengan akuadest secukupnya.


Setelah itu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 250 mL dan diencerkan
dengan akuadest hingga tanda batas lalu dihomogenkan. Disimpan larutan ke dalam botol
reagen yang tertutup rapat.

g. Larutan NaOH 1 N

Sebanyak 40 g NaOH dilarutkan dengan akuadest dan diencerkan dengan akuadest dalam
labu ukur 1 L sampai garis tanda kemudian dihomogenkan. Larutan ini disimpan dalam
botol plastic.

h. Larutan NaCl 0,0141 N

Dikeringkan secukupnya serbuk NaCl dalam oven pada suhu 1400C selama 2 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator. Ditimbang sebanyak 824 mg, kemudian
dilarutkan dengan air suling bebas klorida di dalam labu ukur 1 L. Ditepatkan hingga
tanda tera dan dihomogenkan. Selanjutnya disimpan di dalam botol reagen. Larutan ini
digunakan untuk pembakuan AgNO3.

i. Larutan baku AgNO3 0,0141 N

Dilarutkan sebanyak 2,395 g AgNO3 dengan air suling bebas klorida dalam labu takar 1 L
dan ditepatkan sampai tanda tera. Dilakukan pembakuan dengan larutan NaCl 0,0141 N.
Selanjutnya disimpan di dalam botol reagen berwarna coklat..

j. Indikator K2CrO4 5 %

Dilarutkan sebanyak 5 g K2CrO4 dengan sedikit air suling bebas klorida. Ditambahkan
larutan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah kecoklatan yang jelas. Dibiarkan selama
12 jam, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diencerkan dengan air suling bebas klorida
hingga volume 100 mL.

Universitas Sumatera Utara


k. Larutan Hidroksilamin 10%

Sebanyak 10 g NH2OH.HCl dilarutkan dengan akuadest dan diencerkan dalam labu ukur
100 mL sampai garis tanda kemudian dihomogenkan.

l. Larutan Buffer Amonium Asetat

Sebanyak 25 g CH3COONH4 dilarutkan dengan 15 mL akuadest dan ditambahkan 70 mL


CH3COOH glacial, kemudian diencerkan di dalam labu ukur 100 mL sampai garis tanda
dan dihomogenkan.

m. Larutan 1,10 – fenantrolin

Sebanyak 0,1 g 1,10 – fenantrolin monohidrat dilarutkan dalam 100 mL akuadest yang
telah ditambahkan 2 tetes HCl(p).

n. Larutan Induk Fe2+ 1000 mg/L dari Kristal Fe(NH4OH)2SO4

Dilarutkan sebanyak 3,964 g kristal Fe(NH4OH)2SO4 dengan sedikit akuadest lalu


dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 1 L. Selanjutnya diencerkan dengan
akuadest hingga tanda tera dan dihomogenkan.

o. Larutan Standar Fe2+ 100 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk Fe3+ 1000 mg/L dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

p. Larutan Standar Fe2+ 10 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan induk Fe3+ 100 mg/L dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL
kemudian diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

q. Larutan Seri Standar Fe2+ 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mg/LSebanyak 2, 4, 6, 8, dan 10
mL larutan standar 10 mg/L dimasukkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL,
kemudian diencerkan dengan akuadest sampai tanda batas dan dihomogenkan.

Universitas Sumatera Utara


3.2.2. Penyiapan Akuarium

a. Penyiapan Akuarium Air Sungai Tuntungan Tanpa Perlakuan Terhadap pH

Sebanyak 25 L air Sungai Tuntungan dimasukkan ke dalam akuarium. Diaerasi dengan


aerator. Sebelum ikan dimasukkan, dianalisa terlebih dahulu kandungan mineral Fe, Mg,
Ca, dan Cl pada air akuarium. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan mas koi yang telah
ditimbang beratnya dimasukkan ke dalam akuarium. Setelah 10 hari, ikan ditimbang
dengan neraca analitis dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl dianalisa dengan metode
titrasi, sedangkan analisa mineral Fe dilakukan dengan metode Spektrofotometri Visibel.
Hal yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50.

b. Penyiapan Akuarium Air Sungai Tuntungan dengan pH = 5.5

Sebanyak 25 L air Sungai Tuntungan dimasukkan ke dalam akuarium. Ditambahkan


garam NaH2PO4 hingga pH 5,5 tercapai. Diaerasi dengan aerator. Sebelum ikan
dimasukkan, dianalisa terlebih dahulu kandungan mineral Fe, Mg, Ca, dan Cl pada air
akuarium setelah dibuat pengaturan terhadap pH. Ikan yang akan dimasukkan ke masing-
masing akuarium terlebih dahulu ditimbang bobot awalnya. Setelah 10 hari, ikan
ditimbang dengan neraca analitis dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl dianalisa
dengan metode titrasi, sedangkan analisa mineral Fe dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Visibel. Hal yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50.

c. Penyiapan Akuarium Air Sungai Tuntungan dengan pH = 6.5

Sebanyak 25 L air Sungai Tuntungan dimasukkan ke dalam akuarium. Ditambahkan


garam NaH2PO4 hingga pH 6,5 tercapai. Diaerasi dengan aerator. Sebelum ikan
dimasukkan, dianalisa terlebih dahulu kandungan mineral Fe, Mg, Ca, dan Cl pada air
akuarium setelah dibuat pengaturan terhadap pH. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan mas

Universitas Sumatera Utara


koi yang telah ditimbang beratnya dimasukkan ke dalam akuarium. Setelah 10 hari, ikan
ditimbang dengan neraca analitis dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl dianalisa
dengan metode titrasi, sedangkan analisa mineral Fe dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Visibel. Hal yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50.

d. Penyiapan Akuarium Air Sungai Tuntungan dengan pH = 7.5

Sebanyak 25 L air Sungai Tuntungan dimasukkan ke dalam akuarium. Ditambahkan


garam NaHCO3 hingga pH 7,5 tercapai. Diaerasi dengan aerator. Sebelum ikan
dimasukkan, dianalisa terlebih dahulu kandungan mineral Fe, Mg, Ca, dan Cl pada air
akuarium setelah dibuat pengaturan terhadap pH. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan mas
koi yang telah ditimbang beratnya dimasukkan ke dalam akuarium. Setelah 10 hari, ikan
ditimbang dengan neraca analitis dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl dianalisa
dengan metode titrasi, sedangkan analisa mineral Fe dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Visibel. Hal yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50.

e. Penyiapan Akuarium Air Sungai Tuntungan dengan pH = 8.5

Sebanyak 25 L air Sungai Tuntungan dimasukkan ke dalam akuarium. Ditambahkan


garam NaHCO3 hingga pH 8,5 tercapai. Diaerasi dengan aerator. Sebelum ikan
dimasukkan, dianalisa terlebih dahulu kandungan mineral Fe, Mg, Ca, dan Cl pada air
akuarium setelah dibuat pengaturan terhadap pH. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan mas
koi yang telah ditimbang beratnya dimasukkan ke dalam akuarium. Setelah 10 hari, ikan
ditimbang dengan neraca analitis dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl dianalisa
dengan metode titrasi, sedangkan analisa mineral Fe dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Visibel. Hal yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50.

Universitas Sumatera Utara


f. Penyiapan Akuarium Air Sungai Tuntungan dengan pH = 9.5

Sebanyak 25 L air Sungai Tuntungan dimasukkan ke dalam akuarium. Ditambahkan


garam NaHCO3 hingga pH 9,5 tercapai. Diaerasi dengan aerator. Sebelum ikan
dimasukkan, dianalisa terlebih dahulu kandungan mineral Fe, Mg, Ca, dan Cl pada air
akuarium setelah dibuat pengaturan terhadap pH. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan mas
koi yang telah ditimbang beratnya dimasukkan ke dalam akuarium. Setelah 10 hari, ikan
ditimbang dengan neraca analitis dan kandungan mineral Ca, Mg, dan Cl dianalisa
dengan metode titrasi, sedangkan analisa mineral Fe dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Visibel. Hal yang sama dilakukan pada hari ke-20, 30, 40, dan 50.

Universitas Sumatera Utara


3.3. Bagan Penelitian

3.3.1. Penentuan Besi (Fe2+) dengan Metode Spektrofotometri Visibel

3.3.1.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi

50 mL larutan seri standar 0,2 mg/L

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

ditambahkan 1 mL HCl (p)

ditambahkan 3 mL hidroksilamin-HCl 5 %

diuapkan hingga ½ volume awal

didinginkan

ditambahkan kristal CH3COONa sambil diaduk


hingga berada pada kisaran pH = 3

ditambahkan 10 mL buffer asetat

ditambahkan 2 mL larutan 1,10-fenantrolin 0,1 %

dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur


50 mL

diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda

dihomogenkan dan didiamkan selama 15 menit

diukur %T nya pada λ = 510 nm

dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri


standar 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 ppm dan blanko.

Hasil

Universitas Sumatera Utara


3.3.1.2. Penentuan Fe dalam air masing-masing akuarium

50 mL air akuarium

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer

ditambahkan 1 mL HCl (p)

ditambahkan 3 mL hidroksilamin-HCl 5 %

diuapkan hingga ½ volume awal

didinginkan

ditambahkan kristal CH3COONa sambil diaduk


hingga berada pada kisaran pH = 3

ditambahkan 10 mL buffer asetat

ditambahkan 2 mL larutan 1,10-fenantrolin 0,1 %

dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur


50 mL

diencerkan dengan akuadest sampai garis tanda

dihomogenkan dan didiamkan selama 15 menit

diukur %T nya pada λ = 510 nm

dilakukan prosedur yang sama untuk air akuarium


pada hari ke-10, 20, 30, 40, dan 50.

Hasil

Universitas Sumatera Utara


3.3.2. Penentuan Ca dan Mg (SNI 06-6989.12-2004)

3.3.2.1. Penentuan Ca-Mg (Kesadahan Total)

25 mL air akuarium

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL

ditambahkan 2 mL larutan KCN 10 %

ditambahkan 2 mL larutan buffer pH 10

diencerkan hingga tanda batas

dihomogenkan

dipipet sebanyak 10 mL

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

ditambahkan seujung spatula indikator EBT

dititrasi dengan larutan standar Na2EDTA 0,01 M


hingga terjadi perubahan warna dari merah
keunguan menjadi biru

dicatat volume larutan standar Na2EDTA 0,01 M


yang terpakai

diulangi sebanyak 3 kali

Hasil

NB. Dilakukan hal yang sama pada hari ke-10, 20, 30, 40, dan 50

Universitas Sumatera Utara


3.3.2.2. Penentuan Ca

25 mL air akuarium

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL

ditambahkan 2 mL larutan KCN 10 %

ditambahkan 4 mL NaOH 1 N hingga pH 12-13

diencerkan hingga tanda batas

dihomogenkan

dipipet sebanyak 10 mL

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

ditambahkan seujung spatula indikator Mureksid

dititrasi dengan larutan standar Na2EDTA 0,01 M


hingga terjadi perubahan warna dari merah muda
menjadi ungu

dicatat volume larutan standar Na2EDTA 0,01 M


yang terpakai

diulangi sebanyak 3 kali

Hasil

NB. Dilakukan hal yang sama pada hari ke-10, 20, 30, 40, dan 50

Universitas Sumatera Utara


3.3.3. Penentuan Klorida (SNI 06-6989.19-2004)

10 mL air akuarium

dimasukkan ke dalam erlenmeyer

ditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4 5%

dititrasi dengan larutan standar AgNO3 0,0141 N


hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi
merah kecoklatan

dicatat volume AgNO3 0,0141 N yang digunakan

diulangi sebanyak 3 kali

Hasil

NB. Dilakukan hal yang sama pada hari ke-10, 20, 30, 40, dan 50

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian pada budidaya ikan mas koi (Cyprinus carpio) dari hari ke-0 hingga hari
ke-50 pada akuarium dengan media air sungai Tuntungan Medan dengan berbagai variasi
pH.

Tabel 4.1. Data Hasil Pertambahan Berat Ikan Mas Koi

BERAT IKAN DALAM AKUARIUM (g)


Tanpa
Hari Ke- Perlakuan
pH 5,5 pH 6,5 pH 7,5 pH 8,5 pH 9,5
terhadap
pH
0 3,950 4,010 4,080 3,950 3,950 4,070
10 5,506 5,750 4,982 4,961 5,470 4,700
20 6,840 5,850 5,730 6,270 6,530 -*
30 7,350 6,760 6,870 7,300 7,550 -*
40 8,100 7,030 7,210 7,950 8,300 -*
50 8,490 7,540 7,770 8,490 8,710 -*
* Ikan menemui kematian pada hari ke-16

4.2. Pengolahan Data

4.2.1. Persen Pertambahan Berat Ikan

𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑘𝑘𝑘𝑘 −𝑛𝑛 – 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑘𝑘𝑘𝑘 −0


𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = × 100%
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑘𝑘𝑘𝑘 −0

- Persen pertambahan berat hari ke 0-10 pada akuarium tanpa perlakuan terhadap pH :

5,506 𝑔𝑔 − 3,950 𝑔𝑔
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = × 100%
3,950 𝑔𝑔

Universitas Sumatera Utara


= 39,39%

Dengan cara yang sama diperoleh data persen pertambahan berat ikan mas koi yang dapat
dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Data Persen Pertambahan Berat Ikan Mas Koi

BERAT IKAN DALAM AKUARIUM (g)


Tanpa
Hari Ke- Perlakuan
pH 5,5 pH 6,5 pH 7,5 pH 8,5 pH 9,5
terhadap
pH
0-10 39,39% 29,05% 22,10% 25,92% 38,48% 15,47%
10-20 73,16% 45,88% 40,44% 58,73% 65,31% -*
20-30 86,07% 68,57% 68,38% 84,81% 91,13% -*
30-40 105,06% 75,31% 76,71% 101,26% 110,12% -*
40-50 114,9% 88,02% 90,44% 114,93% 120,50% -*
* Ikan menemui kematian pada hari ke-16

9.000

8.000
No pH
7.000 pH 5,5
Berat Ikan (g)

pH 6,5
6.000 pH 7,5
pH 8,5
5.000 pH 9,5

4.000

3.000
10 2
10 3
20 4
30 5
40 6
50
Hari

Gambar 4.1. Grafik Pertambahan Berat Ikan Mas Koi

Universitas Sumatera Utara


4.2.2. Penentuan Kandungan Besi (Fe) dalam Sampel

4.2.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi

Hasil pengukuran persen transmitasi dari suatu larutan seri standar besi dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 4.3. Data Pengukuran % Transmitasi Larutan Seri Standar Besi

%TRANSMITANSI
No. SPESI
%T1 %T2 %T3 %T
1 0,0 mg/L 100 100 100 100
2 0,2 mg/L 93 93 93 93
3 0,4 mg/L 86 87 87 86,6667
4 0,6 mg/L 80 79 80 79,6667
5 0,8 mg/L 72 71 71 71,3333
6 1,0 mg/L 66 67 67 66,6667
7 Sampel* 77 77 77 77
Keterangan : * = sampel dengan derajat pengenceran 5 kali

Konversi persen transmitasi menjadi absorbansi dilakukan dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut :

A = 2 - log%T

(Underwood, A.L.,1980)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi diturunkan dengan menggunakan metode
least square sebagai berikut :

Tabel 4.4. Data Perhitungan Garis Regresi Untuk Larutan Seri Standar Besi

Xi
No. Yi(A) (Xi - x̄) (Yi - ȳ) (Xi - x̄)2 (Yi - ȳ)2 (Xi -x̄)(Yi - ȳ)
(ppm)
1 0 0 -0,5 -0,0858 0,25 0,0073 0,0429
2 0,2 0,0315 -0,3 -0,0543 0,09 0,0029 0,0163
3 0,4 0,0621 -0,1 -0,0237 0,01 0,0005 0,0023
4 0,6 0,0987 0,1 0,01286 0,01 0,0001 0,0012

Universitas Sumatera Utara


5 0,8 0,1467 0,3 0,06086 0,09 0,0037 0,0182
6 1,0 0,1760 0,5 0,09016 0,25 0,0081 0,0450
Σ 3 0,5150 0 0,00001 0,7 0,0228 0,1262

Σ Xi 3,0
x̄ = = = 0,5
n 6

Σ Yi 0,515
ȳ= n
= 6
= 0,0858

Penurunan persamaan garis regresi :

Y = aX + b

Dimana :

a = Slope

b = Intersept
Σ (Xi − x̄ )(Yi − ȳ) 0.12622
𝑎𝑎 = Σ (Xi − x̄ )2
= 0,7
= 0,1803

b = ȳ − ax̄

= 0,0858 – (0,01803)(0,5)

= - 0,0043

Maka persamaan garis regresi adalah :

Y = 0,1803 X - 0,0043

4.2.2.2. Perhitungan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

𝛴𝛴(Xi − x̄ )(Yi − ȳ)
𝑟𝑟 = 1
2
[𝛴𝛴(Xi – x̄ )2 (𝛴𝛴(Yi − ȳ)2 )]

Universitas Sumatera Utara


0,1262
𝑟𝑟 = 1
2
[ (0,7) (0,0228) ]

𝑟𝑟 = 0,9992

Selanjutnya absorbansi diplotkan terhadap konsentrasi larutan seri standar sehingga


diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar berikut :

0,2

0,18
A 0,16
b
s 0,14
o Y = 0,1803 X - 0,0043
0,12
r
b 0,1
a
0,08
n
si 0,06

0,04

0,02

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

Konsentrasi (mg/L)

Gambar 4.2. Kurva kalibrasi Larutan Seri Standar Fe

4.2.2.3. Perhitungan Konsentrasi Fe Total pada Sampel Air Sungai Tuntungan

Data % transmitansi yang diperoleh terlebih dahulu dikonversikan menjadi absorbansi


dengan persamaan :

A = 2 – log%T

Universitas Sumatera Utara


(Underwood, A.L.,1980)

A1 = 2 – log 77 = 0,1135
A2 = 2 – log 77 = 0,1135
A3 = 2 – log 77 = 0,1135

Nilai absorbansi (nilai Y) yang diperoleh disubtitusikan ke dalam persamaan garis regresi
:

Y = 0,1803 X - 0,0043

Dengan derajat pengenceran = 5, maka diperoleh konsentrasi Fe total awal pada air
sungai Tuntungan Medan yaitu :

X1 = 3,2667 mg/L

X2 = 3,2667 mg/L

X3 = 3,2667 mg/L

𝜮𝜮 𝑿𝑿𝑿𝑿
x̄ = 𝒏𝒏
= 3,2667 mg/L

4.2.2.4. Penentuan Konsentrasi Fe Total Pada Air Sungai Tuntungan Tanpa


Perlakuan Terhadap pH dan Dengan Variasi pH

Data % transmitansi yang diperoleh terlebih dahulu dikonversikan menjadi absorbansi


dengan persamaan :

A = 2 – log%T

Selanjutnya nilai absorbansi (nilai Y) yang diperoleh disubtitusikan ke dalam persamaan


garis regresi :

Y = 0,1803 X - 0,0043

Sehingga didapatkan kandungan Fe akaurium dari hari ke-0 hingga hari ke-50 yaitu :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5. Data Kandungan Fe Total Air Sungai Selama 50 Hari

Kandungan Fe Total Akuarium Air Sungai Tuntungan Medan (mg/L)


Hari
Tanpa Perlakuan pada pH 9,5
ke- pH 5,5 pH 6,5 pH 7,5 pH 8,5
pH
0 3,2667 3,2667 3,2667 3,2667 3,2667 3,2667
10 0,5310 0,6020 0,5410 0,5610 0,5610 0,2688
20 0,4430 0,5510 0,4820 0,4343 0,2770 -
30 0,3870 0,4720 0,4343 0,3500 0,2687 -
40 0,3137 0,4438 0,3410 0,2956 0,2510 -
50 0,2776 0,4343 0,3317 0,2867 0,2246 -
4.2.3. Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dalam Sampel

4.2.3.1. Penentuan Kesadahan Total (Ca + Mg)

Penentuan kandungan kesadahan total (Ca + Mg) dalam sampel dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :

1000
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 (𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶3 /𝐿𝐿) = × 𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 × 𝑀𝑀𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 × 100 × 𝑃𝑃
𝑉𝑉 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠

Keterangan :

Vsampel : Volume sampel yang dititrasi (mL)


VEDTA : Volume larutan standar EDTA yang terpakai untuk titrasi (mL)
MEDTA : Molaritas larutan standar EDTA yang digunakan dalam titrasi (mL) P
: Derajat pengenceran

(SNI 06-6989.12-2004)

Sehingga didapatkan kandungan kesadahan total dari hari ke-0 hingga hari ke-50 sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6. Data Kandungan Kesadahan Total Air Sungai Selama 50 Hari

Kandungan (Ca+Mg) Total Akuarium Air Sungai Tuntungan Medan


Hari (mg/L)
ke- Tanpa Perlakuan pada pH 9,5
pH 5,5 pH 6,5 pH 7,5 pH 8,5
pH
0 77,60 77,60 77,60 77,60 77,60 77,60
10 141,62 135,80 122,22 116,40 108,64 135,80
20 137,74 151,32 137,74 126,10 116,40 -
30 145,50 155,20 145,50 126,10 116,40 -
40 137,74 157,14 137,74 126,10 116,40 -
50 135,80 164,90 135,80 126,10 106,70 -

4.2.3.2. Penentuan Kandungan Kalsium (Ca)

Penentuan kandungan kalsium (Ca) dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :

1000
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 (𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐶𝐶𝐶𝐶/𝐿𝐿) = × 𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 × 𝑀𝑀𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 × 40 × 𝑃𝑃
𝑉𝑉 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠

Keterangan :

Vsampel : Volume sampel yang dititrasi (mL)


VEDTA : Volume larutan standar EDTA yang terpakai untuk titrasi (mL)
MEDTA : Molaritas larutan standar EDTA yang digunakan dalam titrasi (mL) P
: Derajat pengenceran

(SNI 06-6989.12-2004)

Sehingga didapatkan kandungan kalsium (Ca) dari hari ke-0 hingga hari ke-50 sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7. Data Kandungan Kalsium (Ca) Air Sungai Selama 50 Hari

Kandungan Kalsium (Ca) Akuarium Air Sungai Tuntungan Medan


Hari (mg/L)
ke- Tanpa Perlakuan pada pH 9,5
pH 5,5 pH 6,5 pH 7,5 pH 8,5
pH
0 15,52 15,52 15,52 15,52 15,52 15,52
10 31,04 15,52 23,28 11,64 27,93 31,04
20 19,40 11,64 7,76 7,76 7,76 -
30 16,29 11,64 7,76 7,76 7,76 -
40 16,29 7,76 8,53 7,76 7,76 -
50 16,29 7,76 8,53 7,76 7,76 -

4.2.3.3. Penentuan Kandungan Magnesium (Mg)

Penentuan kandungan magnesium (Mg) dalam sampel dapat dihitung dengan


menggunakan persamaan sebagai berikut :

𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑀𝑀𝑀𝑀 (𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑀𝑀𝑀𝑀/𝐿𝐿)


1000
= × �𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (𝐶𝐶𝐶𝐶+𝑀𝑀𝑀𝑀) − 𝑉𝑉𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (𝐶𝐶𝐶𝐶) � × 𝑀𝑀𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 × 24,3 × 𝑃𝑃
𝑉𝑉 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠

Keterangan :

Vsampel : Volume sampel yang dititrasi (mL)


VEDTA(Ca+Mg) : Volume larutan standar EDTA terpakai pada titrasi Ca+Mg (mL)
VEDTA(Ca) : Volume larutan standar EDTA terpakai pada titrasi Ca (mL)
MEDTA : Molaritas larutan standar EDTA yang digunakan dalam titrasi (mL) P
: Derajat pengenceran

(SNI 06-6989.12-2004)

Sehingga didapatkan kandungan Magnesium (Mg) dari hari ke-0 hingga hari ke-50
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.8. Data Kandungan Magnesium (Mg) Air Sungai Selama 50 Hari

Kandungan Magnesium (Mg) Akuarium Air Sungai Tuntungan Medan


Hari (mg/L)
ke- Tanpa Perlakuan pada pH 9,5
pH 5,5 pH 6,5 pH 7,5 pH 8,5
pH
0 62,08 62,08 62,08 62,08 62,08 62,08
10 110,58 120,28 98,94 104,76 80,71 104,76
20 118,34 139,68 129,98 118,34 108,64 -
30 129,21 143,56 137,74 118,34 108,64 -
40 121,45 149,38 129,21 118,34 108,64 -
50 119,51 157,14 127,27 118,34 98,94 -

4.2.4. Penentuan Kandungan Klorida (Cl)

Penentuan kandungan Klorida (Cl) dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :

𝑉𝑉𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 × 𝑁𝑁𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 3 × 35,45 × 1000 × 𝑃𝑃


𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) =
𝑉𝑉𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠

Keterangan :

Vsampel : Volume sampel yang dititrasi (mL)


Vtitran : Volume larutan standar AgNO3 yang terpakai (mL)
MAgNO3 : Molaritas larutan standar AgNO3 yang digunakan dalam titrasi
(mL) P : Derajat pengenceran

(SNI 06-6989.19-2004)

Sehingga didapatkan kandungan Klorida (Cl) dari hari ke-0 hingga hari ke-50 sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.9. Data Kandungan Klorida (Cl) Air Sungai Selama 50 Hari

Kandungan Klorida (Cl) Akuarium Air Sungai Tuntungan Medan (mg/L)


Hari
Tanpa Perlakuan pada pH 9,5
ke- pH 5,5 pH 6,5 pH 7,5 pH 8,5
pH
0 14,99 14,99 14,99 14,99 14,99 14,99
10 22,99 27,99 17,99 19,99 17,99 46,48
20 37,48 24,99 31,49 24,99 35,48 -
30 37,98 29,99 34,98 29,99 37,48 -
40 38,98 32,48 37,48 32,48 39,98 -
50 38.98 32,48 37,48 32,48 39,98 -

4.2.5. Pengukuran Suhu

Hasil yang diperoleh dari pengukuran suhu air akuarium dari hari ke-0 hingga hari ke-50
sebagai berikut:

Tabel 4.10. Data Hasil Pengukuran Suhu Air Sungai Selama 50 Hari

Suhu Air Akuarium Sungai Tuntungan Medan (0C)


Hari
Tanpa Perlakuan pada pH 9,5
ke- pH 5,5 pH 6,5 pH 7,5 pH 8,5
pH
0 28 28 28 28 28,03 28
10 28,02 28 28 28 28 28
20 28 28,01 28.02 28 28 -
30 28,01 28 28 28,01 28 -
40 28 27,90 28,01 28,02 28,02 -
50 28 28 28 28 28 -

Universitas Sumatera Utara


4.2.6. Pengkuran pH Air Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa selama 50 hari terjadi perubahan
pH pada akuarium air sungai tanpa perlakuan terhadap pH. Adapun hasilnya sebagai
berikut:

Tabel 4.11. Data Hasil Pengukuran pH Air Sungai Tanpa Perlakuan


…………….aaTerhadap pH Selama 50 Hari

Hari ke pH
0 6,03
10 6,57
20 6,90
30 7,31
40 7,58
50 8,04

4.3. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perkembangan bobot ikan mas koi yang
dibudidayakan dalam akuarium dengan air sungai Tuntungan Medan sebagai medianya.
Lingkungan hidup ikan dibuat pada berbagai variasi pH antara 5,5 hingga 9,5 dan tanpa
perlakuan terhadap pH. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pertumbuhan bibit ikan mas
koi yang maksimum selama 50 hari terjadi pada akuarium air sungai pada pH = 8,5 yaitu
mencapai bobot 8,71 g (120,50% dari bobot awal). Sedangkan pertumbuhan bibit ikan
mas koi yang paling minimum selama 50 hari terjadi pada akuarium air sungai pada pH =
5,5 (88,02% dari bobot awal). Dan pada hari ke-16 terjadi kematian populasi ikan pada
akuarium air sungai pada pH = 9,5 yang hanya mencapai bobot 4,70 g (hanya 15,47%
dari bobot awal).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan buku The Latest Manual of Nisikigoi, pertumbuhan ikan mas koi
70% ditentukan oleh mutu genetik ikan itu sendiri, 20% oleh air, dan 10% faktor-faktor
lainnya. (Susanto, H.,2001). Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk melihat
bagaimana pengaruh air sebagai medium budidaya dari ikan pada pertumbuhannya. Di
dalam air sendiri dapat terlarut berbagai mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg),
natrium (Na), kalium (K), besi (Fe), serta mineral bentuk ion seperti klorida (Cl) atau
molekul organik maupun anorganik (Lesmana, D.S.,2001). Baik mineral besi (Fe),
kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan klorida (Cl) merupakan mineral yang jumlahnya
paling banyak terlarut dalam air sungai. Oleh karena itu, peneliti memilih mineral-mineral
tersebut sebagai parameter yang diukur kadarnya.

Baik kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) merupakan makromineral yaitu mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh ikan dalam jumlah yang relatif besar. Mineral kalsium (Ca)
memiliki fungsi struktural yaitu fungsi mineral untuk pembentukan struktur seperti
tulang, gigi dan sisik ikan serta berperan dalam kontraksi otot ikan. Magnesium (Mg)
merupakan kofaktor kerja enzim dalam metabolism lemak, karbohidrat dan protein. Oleh
karena itu, magnesium berpengaruh pada nafsu makan ikan serta pertumbuhannya
(Ghufran,M.,2004). Namun untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal, jumlah
atau kadarnya harus sesuai. Kekurangan magnesium (Mg) memang akan mengurangi
nafsu makan, namun menurut buku Mineral Tolerance of Animal (2005), kelebihan
magnesium (Mg) dari yang dibutuhkan akan menyebabkan ikan tidak mampu
mengeksresikan magnesium (Mg) yang terserap secara normal. Hal tersebut akan
mengakibatkan hipermagnesemia dan ikan menjadi lesu.

Baik kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) merupakan mineral penyebab kesadahan.
Tidak semua ikan dapat hidup pada nilai kesadahan yang sama. Dengan kata lain, setiap
jenis ikan memerlukan prasyarat nilai kesadahan pada selang tertentu yang tepat untuk
hidupnya (www.o-fish.com/parameter_air.htm). Hasil penelitian menunjukkan
pertumbuhan maksimal 120,50% pada akuarium air sungai pH = 8,5 yang memiliki
kesadahan total antara 106,70 mg/L – 116,40 mg/L, dimana kandungan magnesium (Mg)
antara 80,71 mg/L – 108,64 mg/L dan kandungan kalsium (Ca) antara 7,76 mg/L – 27,93
mg/L. Akuarium air sungai pH = 8,5 tersebut memiliki kriteria kesadahan sedang

Universitas Sumatera Utara


(medium hardness). Sedangkan pertumbuhan minimum sebesar 88,02% didapatkan pada
akuarium air sungai pH = 5,5 yang memiliki kesadahan total antara 135,80 mg/L – 164,90
mg/L, dimana kandungan magnesium (Mg) antara 120,28 mg/L – 157,14 mg/L dan
kandungan kalsium (Ca) antara 7,76 mg/L – 15,52 mg/L. Akuarium air sungai pH = 5,5
tersebut memiliki kriteria kesadahan keras.

Hasil penelitian terhadap mineral besi (Fe) memnunjukkan penurunan kadarnya


pada semua akuarium. Ini disebabkan adanya aerasi. Aerasi bertujuan untuk
meningkatkan kadar oksigen terlarut di dalam akuarium dengan suatu alat berupa aerator
yang menghasilkan gelembung-gelembung udara. Hal ini menyebabkan oksidasi terhadap
mineral besi menjadi ferri oksida (Fe2O3) yang bisa mengendap
(http://www.payayat.com/2011/10/mengatasi-zat-besi-fe-dan-mangan-mn.html). En-
dapan ini selanjutnya disedot oleh pompa menuju filter akuarium. Salah satu faktor yang
mempengaruhi hal ini adalah pH. Kandungan mineral besi (Fe) awal air sungai
Tuntungan Medan adalah sebesar 3,2667 mg/L. Hasil penelitian selama 50 hari
memunjukkan bahwa pada akuarium air sungai pH = 5,5 didapatkan kandungan besi (Fe)
akhir 0,4343 mg/L. Sedangkan pada akuarium air sungai pH = 8,5 didapatkan kandungan
besi (Fe) akhir 0,2246 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa pengendapan Fe2O3 terbesar
terjadi pada lingkungan basa sedangkan pada lingkungan asam masih dapat melarutkan
mineral besi (Fe) dalam jumlah yang lebih banyak. Bahkan hanya dalam waktu 10 hari,
pada akuarium pH = 9,5 sudah didapatkan kandungan besi (Fe) sebesar 0,2688 mg/L.

Mineral besi (Fe) sendiri memegang peranan yang penting dalam tubuh ikan.
Unsur ini sangat penting dalam pigmen darah (hemoglobin dan myoglobin) dan terlibat
dalam pengangkutan oksigen dalam darah dan urat daging (otot) serta
pemindahan/transfer electron. Ikan dapat menyerap zat besi terlarut dari air melalui
insang, sirip dan kulit. Kekurangan mineral ini dapat menyebabkan anemia pada ikan,
konversi pakan kurang, nafsu makan menurun dan abnormalitas. Namun menurut buku
Mineral Tolerance of Animal (2005), kelebihan mineral ini menyebabkan gastrointestinal
distress (penyakit saluran pencernaan) pada ikan sehingga mengganggu pertumbuhan.
Penyerapan berlebih dapat terjadi pada lingkungan hidup yang memiliki pH rendah. Hasil
penelitian selama 50 hari menunjukkan bahwa pada akuarium air sungai pH = 5,5 dengan

Universitas Sumatera Utara


kandungan Fe yang berfluktuasi antara 0,4343 mg/L – 0,6020 mg/L didapatkan
pertumbuhan paling minimum sebesar 88,02%. Sedangkan pertumbuhan maksimum
sebesar 120,50% terjadi pada lingkungan sedikit basa yaitu pada akuarium air sungai
pada pH = 8,5 dengan kandungan Fe yang berfluktuasi antara 0,2246 mg/L - 0,5610
mg/L.

Pada ikan air tawar, pengambilan klorin terjadi pada kondisi medium yang
hipotonik, dengan cara memompa NaCl melalui insangnya dan pengeluaran klorin
dilakukan dalam bentuk urin. Dalam kondisi normal klorin dikeluarkan dalam bentuk urin
dalam jumlah yang sedikit, namun pada kondisi stress ikan banyak mengeluarkan urin
sehingga kehilangan NaCl cukup besar. Klorin keluar dari tubuh melalui urin dan sedikit
melalui feses (http://pelajaranilmu.blogspot.com/2012/06/mineral-dalam-pakan-
ikan.html). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akuarium air sungai pH = 9,5
didapatkan kandungan klorida (Cl) yang sangat tinggi pada hari ke-10 yaitu sebesar 46,48
mg/L. Hal ini menandakan bahwa ikan berada dalam kondisi stress. Dan pada hari ke-16,
populasi ikan di akuarium tersebut mengalami kematian.

Air sungai sebagai medium budidaya dengan pH = 9,5 tidak cocok bagi ikan mas
koi. Hal inilah yang menyebabkan ikan menjadi stress. Gejalanya-gejalanya seperti sering
bediam di dasar akuarium dengan sirip dada terbuka, insang tampak berwarna putih atau
hitam, suka menyendiri, serta tidak memiliki nafsu makan (Redaksi, P.S.,2009). Karena
kurang nafsu makan, banyak pelet yang tidak dimakan. Pembusukan pelet mengandung
protein sebesar 30% menghasilkan amonia. Dengan adanya aerasi (oksigen) dan pH yang
tinggi, perilaku oksidasi dari amonia berbeda dengan akuarium yang lain, dimana
terbentuk nitrit (NO2-). Kandungan nitrit diatas 0,2 ppm dapat membunuh ikan mas koi
(http://pubser.com/2013/01/cara-beternak-ikan-koi/). Hal ini yang menyebabkan kematian
ikan pada akuarium pH = 9,5.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dengan media air sungai Tuntungan Medan, diperoleh
pertumbuhan ikan optimal sebesar 120,50% pada akuarium air sungai pH = 8,5 dengan
kadar besi (Fe) yang berfluktuasi dalam selang waktu 50 hari dan kuantitas logam sebesar
antara 0,4343 mg/L – 0,6020 mg/L, kandungan kalsium (Ca) yang berfluktuasi antara
7,76 mg/L – 15,52 mg/L, kandungan magnesium (Mg) yang berfluktuasi antara 120,28
mg/L – 157,14 mg/L, dan kandungan klorida (Cl) yang berfluktuasi antara 27,99 mg/L –
32,48 mg/L. Pertumbuhan ikan minimal sebesar 88,02% didapatkan pada akuarium air
sungai pH = 5,5 dengan dengan kandungan besi (Fe) yang berfluktuasi antara 0,2246
mg/L – 0,5610 mg/L, kandungan kalsium (Ca) yang berfluktuasi antara 7,76 mg/L –
27,93 mg/L, kandungan magnesium (Mg) yang berfluktuasi antara 80,71 mg/L – 108,64
mg/L, dan kandungan klorida (Cl) yang berfluktuasi antara 17,99 mg/L – 39,98 mg/L. Air
sungai sebagai medium budidaya dengan pH = 9,5 dengan media air sungai Tuntungan
Medan tidak cocok untuk ikan mas koi.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan metode lainnya mengetahui


pengaruh keberadaan mineral-mineral Fe, Mg, Ca, dan Cl terhadap pertumbuhan ikan
mas koi dengan menggunakan media air sungai Tuntungan Medan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Cetakan Kelima. Jakarta : Penerbit
Kanisius

Anonim. 2005. Mineral Tolerance of Animal : Second Revised Edition. United States of
America : National Academy of Sciences.

Budhiman, A.A. 2001. Maskoki. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya

Ghufran, M. 2010. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar di Kolam Terpal.
Yogyakarta : Lily Publisher.

http://pelajaranilmu.blogspot.com/2012/06/mineral-dalam-pakan-ikan.html

http://pubser.com/2013/01/cara-beternak-ikan-koi/

http://www.o-fish.com/parameter_air.htm

http://www.payayat.com/2011/10/mengatasi-zat-besi-fe-dan-mangan-mn.html

Kenkel, J. 1994. Analytical Chemistry for Technicians. USA : CRC Press Inc.

Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Penerbit UI-Press

Lesmana, D.S. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : PT. Penebar
Swadaya

Liviawaty, E. 1994. Maskoki – Budidaya dan Pemasarannya. Yogyakarta : Penerbit


Kanisius

Mayasari, N. 2010. Penampilan Ikan Pelangi Biru (Melanotaenia lacustris) Pada


Kisaran pH yang Berbeda. Thesis. Indonesia : LIPI

Redaksi, P.S. 2009. Koi – Panduan Pemeliharaan, Galeri Foto, dan Tips Tampil Cantik.
Cetakan Pertama. Jakarta : Penebar Swadaya

Universitas Sumatera Utara


Rivai, H. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Penerbit UI-Press

Sitanggang, M. 2002. Mengatasi Penyakit dan Hama Pada Ikan Hias. Cetakan Pertama.
Jakarta : PT. Agro Media Pustaka

Skoog, D.A. 1994. Analytical Chemistry for Technicians. USA : Saunders College
Publishing

SNI 06-6989.12-2004. Cara Uji Kesadahan Total Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)
dengan Metode Titrimetri.

SNI 06-6989.19-2004. Cara Uji Klorida (Cl-) dengan Metode Argentometri (Mohr)

Susanto, H. 2001. Koi – Edisi revisi. Cetakan Kesebelas. Jakarta : PT. Penebar Swadaya

Tampubolon, L. 2011. Studi Pengaruh Mineral Fe, Na, Ca, Mg, dan Cl Terhadap
Pertumbuhan Bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Akuarium Air Tawar
Dan Campuran Air Tawar Dengan Air Laut. Thesis. Medan, Indonesia :
Universitas Sumatera Utara

Vogel. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Cetakan Pertama.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wijoyo, M. 2012. Rahasia Sukses Mencegah Kematian Koi. Cetakan Pertama. Jakarta :
Pustaka Agro Indonesia

Zaldi. 2010. Pemanfaatan Aliran Sungai Untuk Usaha Budidaya Ikan Nila Gesit Dalam
Keramba Jaring Tancap di Desa Semperiuk Kecamatan Jawai Selatan Kabupaten
Samba. M.IT Thesis. Pontianak, Indonesia : Universitas Muhamadiyah Pontianak.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN A. DATA PENENTUAN KANDUNGAN BESI (Fe) AIR SUNGAI
aaaaaaaaaaaaa.SELAMA 50 HARI

Lampiran A.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada Air
…………aaa....iii,,Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH

%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 81 80 80 80,33 1 0,5310
20 84 84 85 84,33 1 0,4430
30 86 87 87 86,66 1 0,3870
40 89 88 89 88,66 1 0,3137
50 90 90 90 90 1 0,2776

Lampiran A.2....Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada Air


…………aaa..,.,,,,Sungai pH = 5,5

%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 79 78 79 78,66 1 0,6020
20 80 81 80 80,33 1 0,5510
30 83 83 83 83 1 0,4720
40 84 84 84 84 1 0,4438
50 84 85 84 84,33 1 0,4343

Universitas Sumatera Utara


Lampiran A.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada Air
…………aaa......,,,,Sungai pH = 6,5

%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 80 81 81 80,66 1 0,5610
20 82 83 83 82,66 1 0,4343
30 84 85 84 84,33 1 0,3500
40 88 87 88 87,66 1 0,2956
50 88 88 88 88 1 0,2867

Lampiran A.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada Air
…………aaa........,.Sungai pH = 7,5

%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 80 80 80 80 1 0,5610
20 84 85 84 84,33 1 0,4343
30 87 88 87 87,33 1 0,3500
40 90 89 89 89,33 1 0,2956
50 90 90 89 89,66 1 0,2867

Universitas Sumatera Utara


Lampiran A.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada Air
…………aaa.........,Sungai pH = 8,5

%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 80 80 80 80 1 0,5610
20 90 91 90 90,33 1 0,2770
30 90 90 90 90 1 0,2687
40 91 91 91 91 1 0,2510
50 92 92 92 92 1 0,2246

Lampiran A.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Besi (Fe) pada Air
…………aaa.........Sungai pH = 9,5

%T Kadar
Hari ke FP
% T1 % T2 % T3 % Trata-rata (mg/L)
0 77 77 77 77 5 3,2667
10 90 91 90 90,33 1 0,2688

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN B. DATA PENENTUAN KESADAHAN TOTAL (Ca + Mg) AIR
aaaaaaaaaaaaa.SUNGAI SELAMA 50 HARI

Lampiran B.1. Tabel Data Penentuan Kesadahan Total (Ca + Mg) pada Air
…………aaa......Sungai Tanpa Perlakuan Terhadap pH

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,4 0,4 0,4 0,4 2 77,60
10 0,7 0,8 0,7 0,73 2 141,62
20 0,75 0,7 0,7 0,71 2 137,74
30 0,75 0,75 0,75 0,75 2 145,50
40 0,7 0,75 0,7 0,71 2 137,74
50 0,7 0,7 0,7 0,7 2 135,80

Lampiran B.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca+ Mg)
…………aaa.....pada Air Sungai pH = 5,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,4 0,4 0,4 0,4 2 77,60
10 0,7 0,7 0,7 0,7 2 135,80
20 0,75 0,8 0,8 0,78 2 151,32
30 0,8 0,8 0,8 0,8 2 155,20
40 0,85 0,8 0,8 0,81 2 157,14
50 0,85 0,85 0,85 0,85 2 164,90

Universitas Sumatera Utara


Lampiran B.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
…………aaa.... pada Air Sungai pH = 6,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,4 0,4 0,4 0,4 2 77,60
10 0,7 0,6 0,6 0,63 2 122,22
20 0,75 0,7 0,7 0,71 2 137,74
30 0,75 0,75 0,75 0,75 2 145,50
40 0,75 0,7 0,7 0,71 2 137,74
50 0,7 0,7 0,7 0,7 2 135,80

Lampiran B.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
…………aaa..... Air Sungai pH = 7,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,4 0,4 0,4 0,4 2 77,60
10 0,6 0,6 0,6 0,6 2 116,4
20 0,65 0,65 0,65 0,65 2 126,10
30 0,65 0,65 0,65 0,65 2 126,10
40 0,65 0,65 0,65 0,65 2 126,10
50 0,65 0,65 0,65 0,65 2 126,10

Universitas Sumatera Utara


Lampiran B.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
…………aaa..... pada Air Sungai pH = 8,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,4 0,4 0,4 0,4 2 77,60
10 0,6 0,5 0,6 0,56 2 108,64
20 0,6 0,6 0,6 0,6 2 116,40
30 0,6 0,6 0,6 0,6 2 116,40
40 0,6 0,6 0,6 0,6 2 116,40
50 0,55 0,55 0,55 0,55 2 106,70

Lampiran .6. Tabel Data Penentuan Kandungan Kesadahan Total (Ca + Mg)
…………aaa...... pada Air Sungai pH = 9,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,4 0,4 0,4 0,4 2 77,60
10 0,7 0,7 0,7 0,7 2 135,80

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN C. DATA PENENTUAN KANDUNGAN KALSIUM (Ca) AIR
aaaaaaaaaaaaaaSUNGAI SELAMA 50 HARI

Lampiran C.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Air Sungai
…………aaa....Tanpa Perlakuan Terhadap pH

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,2 0,2 0,2 0,2 2 15,52
10 0,4 0,4 0,4 0,4 2 31,04
20 0,25 0,25 0,25 0,25 2 19,40
30 0,2 0,25 0,2 0,21 2 16,29
40 0,2 0,25 0,2 0,21 2 16,29
50 0,2 0,2 0,25 0,21 2 16,29

Lampiran C.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Air Sungai
…………aaa....pH = 5,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,2 0,2 0,2 0,2 2 15,52
10 0,2 0,2 0,2 0,2 2 15,52
20 0,15 0,15 0,15 0,15 2 11,64
30 0,15 0,15 0,15 0,15 2 11,64
40 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76
50 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76

Universitas Sumatera Utara


Lampiran C.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Air Sungai
…………aaa....pH = 6,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,2 0,2 0,2 0,2 2 15,52
10 0,3 0,3 0,3 0,3 2 23,28
20 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76
30 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76
40 0,1 0,15 0,1 0,11 2 8,53
50 0,1 0,1 0,15 0,11 2 8,53

Lampiran C.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Air Sungai
…………aaa....pH = 7,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,2 0,2 0,2 0,2 2 15,52
10 0,15 0,15 0,15 0,15 2 11,64
20 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76
30 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76
40 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76
50 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76

Universitas Sumatera Utara


Lampiran C.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Akuarium
Air …………aaa...Sungai pH = 8,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,2 0,2 0,2 0,2 2 15,52
10 0,4 0,3 0,4 0,36 2 27,93
20 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76
30 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76
40 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76
50 0,1 0,1 0,1 0,1 2 7,76

Lampiran A.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Kalsium (Ca) pada Akuarium
Air …………aaa...Sungai pH = 9,5

Volume Larutan Standar EDTA 0,0097 M (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,2 0,2 0,2 0,2 2 7,76
10 0,4 0,4 0,4 0,4 2 31,04

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN D. DATA PENGUKURAN KANDUNGAN KLORIDA (Cl) AIR
aaaaaaaaaaaaaaSUNGAI SELAMA 50 HARI

Lampiran D.1. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....Tanpa Perlakuan Terhadap pH

Volume Larutan Standar AgNO3 0,0141 N (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,3 0,3 0,3 0,3 2 14,99
10 0,4 0,5 0,5 0,46 2 22,99
20 0,75 0,75 0,75 0,75 2 37,48
30 0,75 0.75 0,80 0,76 2 37,98
40 0,75 0,8 0,8 0,78 2 38,98
50 0,8 0,8 0,75 0,78 2 38,98

Lampiran D.2. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....pH = 5,5

Volume Larutan Standar AgNO3 0,0141 N (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,3 0,3 0,3 0,3 2 14,99
10 0,5 0,6 0,6 0,56 2 27,99
20 0,5 0,5 0,5 0,5 2 24,99
30 0,6 0,6 0,6 0,6 2 29,99
40 0,65 0,65 0,65 0,65 2 32,48
50 0,65 0,65 0,65 0,65 2 32,48

Universitas Sumatera Utara


Lampiran D.3. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....pH = 6,5

Volume Larutan Standar AgNO3 0,0141 N (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,3 0,3 0,3 0,3 2 14,99
10 0,4 0,3 0,4 0,36 2 17,99
20 0,6 0,7 0,6 0,63 2 31,49
30 0,7 0,7 0,7 0,7 2 31,49
40 0,75 0,75 0,75 0,75 2 34,98
50 0,75 0,75 0,75 0,75 2 37,48

Lampiran D.4. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....pH = 7,5

Volume Larutan Standar AgNO3 0,0141 N (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,3 0,3 0,3 0,3 2 14,99
10 0,4 0,4 0,4 0,4 2 19,99
20 0,5 0,5 0,5 0,5 2 24,99
30 0,6 0,6 0,6 0,6 2 29,99
40 0,65 0,65 0,65 0,65 2 32,48
50 0,65 0,65 0,65 0,65 2 32,48

Universitas Sumatera Utara


Lampiran D.5. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....pH = 8,5

Volume Larutan Standar AgNO3 0,0141 N (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,3 0,3 0,3 0,3 2 14,99
10 0,4 0,3 0,4 0,36 2 17,99
20 0,75 0,7 0,7 0,71 2 35,48
30 0,75 0,7 0,8 0,75 2 37,48
40 0,8 0,8 0,8 0,8 2 39,98
50 0,8 0,8 0,8 0,8 2 39,98

Lampiran D.6. Tabel Data Penentuan Kandungan Klorida (Cl) pada Air Sungai
…………aaa.....pH = 9,5

Volume Larutan Standar AgNO3 0,0141 N (mL) Kadar


Hari ke FP
V1 V2 V3 Vrata-rata (mg/L)
0 0,3 0,3 0,3 0,3 2 14,99
10 1,0 0,9 0,9 0,93 2 46,48

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN E. TABEL KOMPOSISI MAKANAN IKAN (PELET) YANG
aaaaaaaaaaaaaa,DIGUNAKAN

Bahan Penyusun Kadar


Protein 30% max
Lemak 4% max
Abu 12% max
Serat 3% max
Kadar air 11% max

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN F. GAMBAR ALAT DAN BAHAN DALAM PENELITIAN

Lampiran F.1. Gambar Akuarium Penelitian yang Digunakan

Lampiran F.2. Reagensia yang Digunakan

Universitas Sumatera Utara


Lampiran F.3. Penimbangan Ikan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai