Asuhan Keperawatan Tentamen Suicide
Asuhan Keperawatan Tentamen Suicide
Psikosis
Penyalahgunaan zat
H. Patofisiologi TENTAMEN SUICIDE
Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor, respons individu terhadap
stressor, tergantung pada kemampuan masalah yang dimiliki serta tingkat stress yang dialami,
individu yang sehat senantiasa berespons secara adaptif dan jika gagal ia berespon secara
maladaptive dengan menggunakan koping bunuh diri.
Rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.
Respon adaptif
Harapan
Yakin
Percaya
Inspirasi
Tetap hati Respons maladaptive
Putus harapan
Tidak berdaya
Putus asa
Apatis
Gagal dan kehilangan
Ragu-ragu
Sedih
Depresi
Bunuh diri
Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa
tidak mampu, seolah-olah koping yang biasa bermanfaat sudah tidak berguna lagi. Harga diri
rendah, apatis dan tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang
membantu.
Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan
kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Demikian pula jika individu kehilangan sesuatu yang
sudah dimiliki misalnya kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan. Individu
akan merasa gagal, kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah
diri. Banyak teori yang menjelaskan tentang depresi, dan semua sepakat keadaan depresi
merupakan indikasi terjadinya bunuh diri. Individu berpikir tentang bunuh diri pada waktu
depresi berat, namun tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. Biasanya bunuh diri terjadi
pada saat individu keluar dari keadaan depresi berat.
Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk menagkhiri kehidupan,
keadaan ini didahului oleh respons maladaptive yang telah disebutkan sebelumnya. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
I. Asuhan Keperawatan TENTAMEN SUICIDE
1. Faktor-faktor dalam pengkajian pasien destruktif diri
Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri
Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan
Tindakan persiapan metode yang dibutuhkan, mengatur rencana, membicarakan tentang bunuh
diri, memberikan milik berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri.
Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematikan pemahaman letalitas dari
metode yang dipilih.
Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui
- Petunjuk gejala
Keputusasaan
Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga alam perasaan depresi
Agitasi dan gelisah
Insomnia yang menetap
Penurunan berat badan
Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial
- Penyakit psikratrik
Upaya bunuh diri sebelumnya
Kelainan afektif
Alkoholisme dan/atau penyalahgunaan obat
Kelainan tindakan dan depresi pada remaja
Demensia diri dan status kekacauan mental pada lansia
Kombinasi dari kondisi diatas
- Riwayat psikososial
Baru berpisah bercerai, atau kehilangan
Hidup sendiri
Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami stress kehidupan multiple
(pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah sekolah, ancaman terhadap krisis
disiplin).
Penyakit medik kronik
Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat
- Faktor-faktor kepribadian
Impulsif, agresif, rasa bermusuhan
Kekakuan kognitif dan negatif
Keputuasaan
Harga diri rendah
Batasan atau gangguan kepribadian antisocial
- Riwayat keluarga
Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri
Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme atau keduanya.
peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi
merupakan tanda ketergantungan zat.
- Penyalahgunaan zat termasuk alcohol, opium obat dengan resep, psikotomimetiks, kokain,
mariyuana. Masalah serius dan yang terus berkembang dalam penyalahgunaan zat adalah
peningkatan penggunaan lebih dari satu jenis zat secara serentak atau berurutan.
- Individu akan mengalami keadaan relaksasi, euphoria, stimulasi, atau perubahan kesadaran
dengan berbagai cara:
B. Gambaran Klinis
Suatu sindrom yang secara khas terkait dengan penggunaan zat dapat diamati pada beberapa
pasien yang akan membantu untuk penegakan diagnosis, lihat tabel B. 87-1 sebagai kriteria
diagnostik untuk intoksikasi
B.87-1
Kriteria diagnostik intoksikasi
a. Timbul sindrom yang khas akibat zat karena penggunaan yang baru saja dari zat psikoaktif
(catatan: lebih dari satu macam zat dapat menimbulkan sindrom yang serupa)
b. Perilaku yang meladaptif saat siaga karena pengaruh zat pada SSP (Contoh: sukar diatur, daya
mempertimbangkan yang terganggu, gangguan fungsi sosial dan akupasional).
c. Gambaran klinisnya tidak sesuai dengan salah satu dari sindrom mental organik seperti
delirium, sindrom waham organik, halusinosis organik, sindrom afektif organik, atau sindrom
cemas organik
Tabel dari DSM II-R, Diagnostik and Stastical Manual of Mental Disorder, edisi 3, yang direvisi.
Selalu menenangkan pasien dan berikan kesan padanya bahwa segala sesuatu dapat diatasi
dengan baik dan semua dapat dibatasi, paling tidak untuk sementara atas pemakaian alcohol atau
obat lain.
Selalu mempertimbangkan adanya penyakit medik dari intoksikasi akut atau kronik (Contoh:
depresi pusat napas, setelah penggunaan apioda, barbiturat, hipnotika-sedatif dan kejang serta
disritmia jantung setelah penggunaan kokain).
D. Penyalahgunaan zat menunjukkan kegagalan upaya mengatasi masalah. Mekanisme koping
yang lebih sehat dan perilaku adaptif lain mungkin tidak adekuat atau tidak dikembangkan.
Mekanisme pertahanan ego yang khas digunakan oleh penyalahgunaan zat meliputi:
1. Penyangkalan (denial) terhadap masalah
2. Rasionalisasi
3. Memprojeksikan tanggung jawab terhadap perilakunya.
4. Mengurangi jumlah alcohol atau obat yang digunakan.
Dekstroamfetamin
(Dexedrine)
Metamfetamin (Desoxyn)
Amfetamin sulfat
(Benzedrine
Stimulan non amfetamin
Metilfenidat (Ritalin)
Pemolin (cylert)
Fenmetrazin (preludin)
Kokain (Crack, coke)
Nikotin
Sigaret
Tembakau kunyah dan tembakau pipa
Tembakau hirup
Kafein
Kopi kola
Teh
Meskain (dalam penyote) kaktus
Asam lisergis
Fensiklidin (PCP
Lain-lain
STP, MOMA (Varian Amfetamin) Kanabis (mariyana) Hashish (hash)
Pronabinol (Marinol)
F. Statistik Terpilih
1. Alkohol adalah zat yang paling banyak disalahgunakan di Amerika Serikat, dengan insidensi
13,8%, di luar prevelensi sfumur hidup 10% sampai 16%. Alcohol mendapat peringkat ketiga
sebagai masalah kesehatan utama di Amerika Serikat bila dikaitkan dengan morbiditas.
2. Gender
Penyalahgunaan zat terjadi 2 sampai 3 kali lebih banyak pada pria dibanding wanita. Tetapi,
wanita yang mengalami penyalahgunaan zat lebih banyak menderita penyakit virulen dengan
konsekuensi fisiologis dan psikologis yang lebih mematikan (Brandley, dkk, 1998).
3. Kelompok resiko tinggi.
Kelompok yang angka penyalahgunaannya tinggi antara lain pengangguran, individu berusia 18
sampai 25 tahun, dan berprofesi di bidang medis (30 sampai 100 kali lebih tinggi dibanding).
4. Risiko bunuh diri
Individu dengan penyalahgunaan zat berisiko bunuh diri 20 kali lebih tinggi dibanding mereka
yang tidak menyalahgunakan alkohol.
5. Kokain crack
Kokain crack terus mendominasi masalah obat illegal di Amerika Serikat (Nida, 1999).
G. Wanita dan Penyalahgunaan Zat
Penelitian menunjukkan bahwa faktor resiko tertentu banyak terjadi pada wanita yang menjadi
penyalahgunaan zat (Mynatt, 1996).
Antara lain:
1. Tumbuh di lingkungan keluarga yang kacau
2. Menjadi korban di masa kanak-kanak (mis, penganiayaan)
Membedakan nyeri somatik dari nyeri psikogenik seringkali sulit (Tabel 107-2). Nyeri somatik
adalah bervariasi menurut berjalannya waktu, stres situasional, keadaan emosi pasien, dan
pemakaian analgesik. Nyeri yang konstan yang tidak dipengaruhi oleh hal apapun seringkali
merupakan nyeri psikogenik. Presentasi yang tiba-tiba dan dramatik menyatakan gangguan
kepribadian histrionik dan ambang. Jika perjalanan nyeri pararel dengan depresi, psikosis, atau
kecemasan, diagnosis psikiatrik tersebut harus dibuat dan keadaan tersebut diobati. Jika sedang
terjadi perkara pengadilan, penilaian yang dapat dipercaya mengenai berapa besar nyeri yang
somatik dan berapa besar psikogenik tidak dimungkinkan didapatkan. Berpura-pura, gangguan
buatan, dan perilaku mencari obat (drug-seeking) pada penyalahgunaan zat harus selalu
disingkirkan.
Tabel 107-1 Klasifikasi Fisiologis dari Nyeri
Jenis Subtipe Contoh Komentar
Nosiseptif Somatik
Visceral Metastasis
Obstruksi intestinal Disebabkan oleh aktivasi serabut peka nyeri; biasanya nyeri atau menekan.
Deaferentasi Perifer
Sentral
Somatik
Visceral Kausalgia
Nyeri talamik
Kausalgia
Nyeri perifer pada paraplegik
Nyeri pascaherpetik Disebabkan oleh interupsi jalur aferen.
Patofisiologi belum diketahui dan sebagian besar sindroma kemungkinan melibatkan perubahan
sistem saraf perifer dan pusat.
Sympathetic-dependent
Nonsympathetic-dependent Phantom pain Biasanya disestetik, seringkali membakar dan
menusuk
Psikogenik Gangguan somatisasi
Nyeri psikogenik
Diagnosis nyeri spesifik, dengan kontribusi organik Low back pain
Nyeri fasial atipikal
Nyeri kepala kronis Tidak termasuk gangguan buatan yaitu berpura-pura dan sindroma
Munshausen
Tabel dari R. Berkow editor : Merck Manual, ed 15. Merck Sharp & Dohme Laboratories,
Rahway, N.J., 1987.
tergantung pada pembuktian pasien bahwa nyeri memang ada, jadi menyebabkan pertentangan
antara pasien dan staf perawat?.
Terlepas dari kualitas keluhan, anggaplah bahwa terdapat penyebab somatisk dan lakukan
pemeriksaan medis.
Jika nyeri tampaknya psikogenik, bantulah pasien untuk menyerahkan tanggung jawab pada
dokter untuk menemukan penyebab rasa nyerinya. Bantulah pasien untuk mengambil tanggung
jawab untuk mengatasi nyeri melalui rehabilitasi. Pasien dengan rasa nyeri adalah peka terhadap
tiap kesan bahwa nyeri sebagai hal yang nyata dan lakukan strategi untuk mengatasi stres yang
disebabkan oleh nyeri.
Tabel 107-2 Karakateristik Nyeri Somatik dan Psikogenik
Nyeri somatik
Stimulus nosiseptif biasanya jelas
Biasanya terlokalisir baik : nyeri visceral mungkin dialihkan
Mirip dengan nyeri somoatik lainnya pada pengalaman pasien
Dihilangkan oleh anti-inflamasi atau analgesik narkotik
Nyeri neuropati
Tidak terdapat stimulus noseseptif yang jelas
Biasanya sulit dilokalisasi
Tidak umum, tidak sama dengan nyeri somatik
Hanya dihilangkan sebagian oleh analgesik narkotik
Tabel dari E. Braunwaki, K. Isselbacher, R.G. Petersdorf, J. D. Wilson, J.B. Martin, A.S. Fauci :
Harrisons Prinsiples of Internal Medicine II, Companion Handbook. McGraw-Hill, New York,
1988.
PEMERIKSANAAN DAN PENATALAKSANAAN
1. Dilakukan pemeriksaan medis yang lengkap
2. Dapatkan riwayat nyeri yang terinci, termasuk frekuensi dan lama episode nyeri yang terakhir
dan faktor yang memperberat atau menghilangkan nyeri.
3. Lakukan pemeriksaan status mental yang lengkap, dan dapatkan riwayat psiatrik. Periksalah
pasien untuk adanya gejala depresi, gangguan kecemasan, gangguan psikotik, gangguan
kepribadian, berpura-pura, dan perilaku mencari obat. Periksalah pasien untuk kemungkinan
bunuh diri, karena nyeri kronis meningkatkan resiko bunuh diri.
4. Jika penyebab medis dan psikiatrik telah disingkirkan, gantilah menjadi pendekatan
rehabilitatif. Mulailah dengan mendiskusikan substrat neurofisiologis dari nyeri, dan jelaskan
bagaimanan faktor tersebut dapat menyebabkan stres, mempengaruhi perilaku, dan menyebabkan
gangguan fungsi.
5. Program nyeri kronis biasanya paling baik diterapkan untuk mengobari pasien dengan nyeri
kronis; mereka memberikan pengobatan medis dan psikiatrik, terapi individual, terapi kelompok,
dan program rehabilitasi. Rujukan ke program nyeri kronis akan mengurangi rasa frustasi dokter
yang mengobati dan menurunkan konflik langsung dengan pasien.
6. Terapi kognitif seringkali bermanfaat. Pepatah lama menyatakan, Jika anda berpikir
mengenai rasa nyeri anda sepanjang waktu anda akan membuatnya menjadi lebih buruk.
Pendekatan kognitif mempelruas konsep tersebut. Gunakan relaksasi, visual imagery, dan teknik
lain untuk mengalihkan perhatian pasienm dari rasa nyeri.
7. Psikoterapi individual dipersulit oleh banyaknya hambatan tetapi mungkin berguna pada
beberapa pasien. Pendekatan suportif jangka pendek yang berorientasi masalah (problem-
oriented) harus bertujuan meningkatkan kekuatan ego pasien dan menghindari konflik serta
kecemasan.
8. Terapi keluarga seringkali membantu. Keluarga hampir selalu memainkan peran penting dalam
membentuk perilaku pasien. Terapi keluarga harus ditujukan untuk mengubah pola respon untuk
memperkuat perilaku yang positif dan menghilangkan perilaku negatif.
9. Terapi kelompok adalah membantu dan menempatkan tanggung jawab pada pasien untuk
penatalaksanaan rasa nyerinya. Tetapi, hindari menciptakan situasi di mana anggota kelompok
bersaing untuk melihat siapa yang dapat lebih sakit atau mempelajari perilaku peranan sakit
(sick-role behavior) dari satu sama lain.
10. Gunakan terapi fisik sesuai keperluan
11. Gunakan stimulasi sensoris yang ditingkatkan, seperti pemijatan, akunpuntur, dan stimulasi
saraf transkutan.
12. Gunakan teknik biofeedback dan relaksasi
13. Blok saraf membedakan nyeri dengan sumber sentral dan sumber perifer. Ablasi kimia atau
bedah mungkin perlu dilakukan.
14. Bedah saraf adalah usaha yang terakhir, tetapi telah membantu beberapa pasien, walaupun
pembebasan dari rasa nyeri mungkin telah dihasilkan oleh penghilangan depresi berat atau
perubahan kepribadian.
TERAPI OBAT
Dasarkan terapi obat pada diagnosis yang seakurat mungkin. Lakukan terapi obat dengan obat
yang dituliskan dalam Tabel 107-3 sebagai bagian dari rencana pengobatan yang komprehensif
dan berkesinambungan; dengan demikian, medikasi tidak boleh diberikan di ruang gawat darurat
atau tempat praktek anda. Sebelum memulai tiap terapi obat, putuskan dengan jelas bahwa terapi
obat tersebut jelas diindikasikan. Hindari ambivalensi dalam memberikan meditasi nyeri untuk
menekan :undermedicating pasien atau untuk memperberat situasi di mana pasien harus
berjuang untuk mendapatklan medikasi.