PENDAHULUAN
Pada awalnya perpustakaan diciptakan untuk melestarikan dokumen hasil karya
manusia yang berbentuk dokumen. Untuk melakukan hal tersebut, yang paling awal harus
dilakukan adalah dengan mengumpulkan dokumen sebanyak mungkin, yang selanjutnya
diidentifikasi ciri-cirinya. Dengan melakukan identifikasi yang cermat, maka kumpulan
karya tersebut dapat diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat diketahui daftar dan
ciri-ciri melalui pengelompokan menurut bentuk, warna atau ukuran. Dengan demikian
keberadaan dokumen dokumen tersebut dapat diketahui dan apabila ditelusuri dapat
ditemukan dengan mudah. Proses dan upaya seperti ini disebut sebagai pengawasan
bibliografi.
Pengawaan bibliografi adalah proses yang mengorganisasikan informasi terekam
dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga apabila dibutuhkan dapat dengan cepat
diketemukan kembali. Upaya tersebut dimaksudkan agar tidak ada satupun dokumen yang
tidak diketahui keberadaannya. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan pengawasan bibliografi. Diantaranya adalah Klasifikasi (classification) dan
Katalogisasi (cataloguing). Dua kegiatan ini merupakan kegiatan mendasar dalam
pengelolaan dan pelayanan berbagai jenis bahan pustaka/dokumen di perpustakaan.
Hasil kegiatan pengawasan bibliografi antara lain : daftar dokumen atau yang
dikenal dengan nama bibliografi, daftar koleksi dokumen yang dikenal dengan nama
katalog, atau daftar tercetak atas judul-judul jenis informasi tertentu atau dikenal dengan
nama indeks.
Salah satu institusi yang melakukan kegiatan pengawasan bibliografi adalah
perpustakaan, yaitu dengan mengggolongkan bahan pustaka/sumber informasi menurut
golongan yang sama serta membuat daftar dokumen yang dikoleksikan dalam
perpustakaan itu. Kegiatan penggolongan bahan pustaka/sumber informasi menurut
subyek dan ciri-ciri yang sama disebut klasifikasi, sedangkan kegiatan membuat daftar
disebut katalogisasi yang keduanya berfungsi sebagai sarana temu kembali (penelusuran)
bahan pustaka yang dibutuhkan.
1
Catatan Singkat, Disiapkan Untuk Pelatihan Teknik Dasar Pengelolaan Bahan Pustaka Pada
Pusat Dokumentasi Informasi dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Raja Ampat, 17 19 Desember
2010
Berdasarkan dua jenis ciri tersebut, maka proses katalogisasi sebagai proses
mengidentifikasi ciri dokumen juga mencakup dua jenis, yaitu :
1. Katalogisasi deskriptif dan
2. Katalogisasi subyek
Untuk melakukan kedua jenis katalogisasi tersebut, perlu dilakukan pedoman atau
standar yang sudah baku dan berlaku secara universal. Hal ini penting, karena pengelolaan
perpustakaan sebagai sumber informasi dimaksudkan untuk memberikan kontribusi dalam
pemenuhan kebutuhan informasi secara universal melalui pertukaran atau pemanfaatan
informasi secara bersama. Agar pertukaran dan pemanfaatan secara bersama ini dapat
terlaksana dengan lancar, maka setiap informasi di manapun dikoleksikan perlu
diidentifikasi dengan cara yang sama, yaitu menggunakan aturan yang berlaku.
Standar yang harus diikuti untuk katalog deskriptif adalah International Standard
Bibliographis Description (ISBD) atau Anglo American Cataloguing Rules (AACR) yang
sudah direvisi. Sedangkan standar katalogisasi subyek terdiri dari standar untuk klasifikasi
subyek dan standar untuk penentuan tajuk subyek (Subject headings).
Sesuai dengan pemahaman dan persyaratan yang disepkati secara umum/universal,
maka sebuah daftar atau katalog disusun menurut ketentuan yang baku. Demikian pula
unsure-unsur atau komponen yang diuraikan dalam daftar tersebut juga disesuaikan
dengan ketentuan standar yang terkait.
Katalog koleksi bahan pustaka dalam perpustakaan sekurang-kurangnya
harus
B. KATALOGISASI DESKRIPTIF
Kegiatan katalogisasi deskriptif (descriptive cataloguing) adalah kegiatan membuat
deskripsi atau uraian atas suatu dokumen atau bahan pustaka menurut komponen dan
sistematika penyajian yang telah ditetapkan dalam standar deskripsi bibliografi. Oleh
karena itu, untuk memahami kegiatan katalogisasi deskriptif, yang mencakup antara lain
ketentuan tentang penetapan tajuk entri utama, tajuk entri tambahan, tata deskripsi
bibliografi, dan wilayah serta sumber data bibliografi.
I. PERATURAN KATALOGISASI
Sebagaimana disebutkan sebelumnya peraturan katalogisasi dibuat untuk
menjamin terjadinya konsistensi dalam sistematika,tata cara dan komponen deskripsi
,sehingga seluruh data bibliografiyang diperlukan didieskripsikan secara lengkap dan
akurat,standar deskripsi yang digunakan adalah ISBD,yang juga telah disadur sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan katalogisasi deskriptif di Indonesia,yang diberi judul
peraturan katalogisasi Indonesia2.
1. Tajuk entri
Yang dimaksud dengan tajuk entri(asesheading atau asespoin) adalah tajuk yang
dengannya sebuah data bibbiografi yang dimasukkan dalam sebuah catalog atau
pangkalan data biblografi(catalog terkomputerisasi),sehingga dapat dikenalai dan
ditemukan kembali dengan mudah,cepat,dan tepat.
Tajuk entri yang dimaksud mencakup : tajuk entri utama ( TEU) atau main entri
heading ),dan tajuk entri tambahan (TET) atau adet entri heading.untuk menentukan
atau memeilih kedua tajuk entri tersebut harus diikuti sebuah ketentuan yang bersifat
baku /standar,termasuk ketentuan tentang cara membentuk tajuk entri dari data asli
yang ditemukan dala dokumen (AACR 1989 R,bab 21-25,perturan katalogisasi
Indonesia,bagian II )\
Peraturan Katalogisasi Indonesia : Deskripsi Bibliografi (ISBD), Penentuan Tajuk untuk entri, judul
seragam. Edisi ke-4. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI, 1994
Yang dimaksud dengan tajuk entri utama (TEU) adalah komponen data bilgiografi
yang merupakan cirri autoritas dokumen.padab umumnya TEU adalah nama orang
atau badan yang bertanggung jawab terhadap isi intelektual dokumen tersebut.dala
tatanandeskripsi bibliografi,TEU menempati urutan pertama atau awal dari satuan
unit deskripsi .
3.
karya
II.
III.
IV.
dokumen hasil karya bersama lebih dar tiga orang pengarang tanpa
adanya pengarang utama,TEU ditetapkan dibawah judul karya.
lembaga,
ketenagaan
dan/atau
keanggotaannya
(seperti
4.
Indonesia,nama
yang
mengandung
gelar
kebangsawanan,nama
Bentuk Tajuk
Bernhardt,Sarah
Chiang, Kai-shek
Mahfuz, HussynAli
KurdAli,Muhammad
Muller-Breslau, Heinrich
Nama Asli
Sarah Bernhardt
Chiang Kai-shek
HussayAli Mahfuz
Muhammad KurdAli
Heinrich Muller-Breslau
Sebanyak dan sekaya budaya dan peradaban umat manusia yang membentuk
pola-pola nama yang khas,sebanyak dan sekaya itu pola TEU yang harus
diperhatikan.Oleh kerena itu,pengkatalog TIDAK PERNAH boleh menganggap diri
menguasai/hafal cara pembentukan tajuk entri utama untuk orang ini,apalagi jika
menyangkut
nama
diri
bangsa/suku
bangsa
tertentu.Pedoman
Tajuk
Entri
Utama,seperti Peraturan Katalogisasi Indonesia itu harus selalu berada di atas meja
sang pengkatalog.
Untuk tajuk nama lembaga/badan korporasi pada umumnya dibentuk dengan
nama badan tewrsebut,sebagaimana ditetapkan dan/atau dikenal luas oleh masyarakat.
Untuk badan korporasi yang merupakan badan bawahan (sub ordinasi), TEU-nya
adalah nama badan induk, diikuti dengan nama badan bawahan setelah didahului
dengan tanda titik. Ketentuan umum
sesuaikan dengan berbagai ketentuan khusus yang terkait dengan variasi bentuk badan
(lihat AACR 1998R bab 21.4,21.31,24.2 24.27; juga 21.16 21.28. Atau Peraturan
katalogisasi Indonesia bab 27).
Jika sebuah nama dipakai oleh lebih dari satu badan/lembaga yang
berbeda,maka harus ditambahkan unsur pembeda di belakang tajuk nama itu;
misalnya untuk nama kabupaten dan kotamadya yang wilayahnya meliputi kawasan
yang sama,seperti Kabupaten Jayapura dan Kotamadya Jayapura,maka diberikan
unsure pembeda dengan menyebutkan bentuk pemerintahannya.Unsur pembeda
lainnya dapat berupa bentuk substansi,atau lembaga induknya,atau nama pemiliknya.
Contoh:
Bentuk Tajuk
United States. President
Pius XII. Pope
Universitas Terbuka. Lemlit
UNESCO
Raja Ampat (Kabupaten)
Manokwari. Bupati
Nama Asli
President of the United States.
Pope Pius XII
Lemlit Universitas Terbuka
United Nation Educational, ...
Kabupaten r
Bupati Manokwari
Sedangkan TEU untuk kepala yang bukan kepala Negara atau juga kepala
pemerintah di daerah ,ditetapkan dibawah nama Negara atau daerah dan nama
jabatanya.
Contoh:
Jika
merupakan
hasil
dari
suatu
TEU dan TET yang dijelaskan sejauh ini hanya merupakan dua komponen dalam
deskrip[si tentang ciri-ciri dokumen,selebihnya bias dijelaskan dalam bagian tata
deskripsi,bibliografi,sesuia dengan standar yang berlaku.
1. Tingkatan deskripsi
Dalam AACER 2R yang dikenal adanya tiga macam Atau tingkatan deskripsi
bibliografi,yakni tingkatan pertama yang disingkat.,tingkatan kedua yang lengkap dan
tingkatan yang ketiga yang sangat lengkap.yang mencakup semua elemen yang
diuraikan dalam AACER .pada umumnya perpustakaan menggunakan ndeskrpisi
bibliografi tingkan pertama.
Tata deskripsi tingkatan pertama dapat dirumuskan sebagai berikut :
Judul karya / pernyataan kepengarangan pertama, jika berbeda dengan
TEU dalam hal bentuk atau urutan, atau jika tidak terdapat TEU.
Pernyataan edisi. Rincian bahan (jenis penerbitan). Ukuran. Catatan.
Nomor standar (ISBN)
Catatan dapat berisi hal-hal yang dipandang perlu untuk menjelaskan dokumen
tersebut, seperti misalnya judul asli dari suatu terjemahan, jumlah jilid dari suatu buku
berjilid, asal-usul buku, dan sebagainya.
Contoh : sebuah buku yang disusun oleh dua orang pengarang
Supriyanto, Wahyu
Teknologi Informasi Perpustakaan : Strategi Perancangan
Perpustakaan Digital / oleh Wahyu Supriyanto dan Ahmad Muhsin. Cet.
Ke-5. Yogyakarta : Kanisius, 2008.
184 .:il.: 23 cm.
- ISBN 978-979-21-1950-3
Muhsin, Ahmad
No.
1.
4.
Wilayah Data
Wilayah judul (judul utama, anak judul,
judul paralel), dan pernyataan keperangan
(pengarang
pertama
hingga
ketiga,
penyunting, penerjemah, dsb)
Wilayah edisi dan penanggungjawab edisi,
jika berbeda dengan TEU
Wilayah rincian bahan khusus (kartografi,
rekaman, dan sebagainya)
Wilayah impresum (imprint)
5.
6.
7.
Wilayah catatan
Wilayah nomor standar
ketersediaan dokumen
2.
3.
dan
catatan
Sumber Data
Utama : halaman judul
3. Katalog terkomputerisasi
Pada era teknologi informasi seperti saat ini sebuah perpustakaan sudah sangat
ketinggalan apabila dalam membuat dan meyajikan katalog masih dalam bentuk
10
manual. Berkat kemajuan teknologi sistem katalogisasi sudah dapat dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi komputer, sehingga juga dapat dilakukan komputerisasi
katalog.
Komputerisasi katalog adalah pemindahan data bibliografi koleksi dari sistem
manual (katalog kartu) ke sistem elekronik/digital dalam bentuk pangkalan data
bibliografi. Pangkalan data ini tersimpan dalam sistem komputer sehingga dapat
diperbaiki (ditambah/dikurangi), dapat diubah (dimodifikasi) sesuai dengan kebutuhan
serta dapat dimanfaatkan secara lebih mudah, cepat dan akurat untuk mendukung
pencarian dan temu kembali bahan pustaka yang dikoleksikan.
Komputerisasi katalog koleksi pada dasarnya adalah proses pembuatan pangkalan
data bibliografi untuk setiap judul bahan pustaka yang ada dalam koleksi
perpustakaan.
Tujuan dari proses ini adalah agar data bibliografi tersebut dapat dibaca oleh
mesin (komputer). Oleh karena itu komputerisasi katalog biasa pula disebut
katalogisasi terbaca mesin atau machine readable cataloguing (MARC). Agar data
bibliografi dalam katalog dapat dibaca oleh mesin, maka data tersebut harus diberi
tengara atau tag yang bersifat unik, artinya tengara tersebut hanya bisa digunakan
untuk menengarai data tersebut. Selanjutnya sesuai dengan aturan katalogisasi, data
bibliografi dalam sebuah katalog dikelompokkan dalam sejumlah komponen data yang
juga biasa disebut ruas data. Data dalam sebuah ruas terdiri dari sejumlah komponen,
yang masing-masing disebut sebagai subruas.
Mengacu kembali pada MARC tadi, maka untuk menengarai ruas data dalam
katalog (Marc tagging telah ditetapkan kode standar dalam bentuk angka-angka,
sedangkan tengara untuk sub ruas digunakan huruf. Tengara untuk pembedaan dan
pembagian subruas itu disebut delimeter. Tengara untuk masing-masing ruas data dan
sub ruas dalam MARC, khususnya yang digunakan oleh CDS-ISIS atau WINISIS
(CDS-ISIS berbasis Windows) yang didefinisikan dalam struktur data sebagai berikut:
20 ISBN, masing-masing ditandai dengan ^a
Contoh : ^a979-403-754-0
100
Tajuk entri utama nama orang (pengarang), dengan sub ruas : ^a untuk nama
keluarga^quntuk kepanjangan dari singkatan nama ^duntuk tahun lahir dan
meninggal (jika ada)
Contoh : ^aMambraku, Alfaris ^qBaptista ^d1965
11
110
Tajuk entri nama badan korporasi dengan sub ruas : ^abadan Induk ^bbadan
bawahan
111
Tajuk entri nama pertemuan dengan sub ruas : ^anama pertemuan ^nuntuk
nomor urut pertemuan ^ctempat pertemuan ^dtanggal pertemuan
245
Judul dan pernyataan penanggung jawab dengan sub ruas : ^ajudul utama
^banak judul (kalau ada) ^cPernyataan penanggungjawab.
250
260
300
440
Pernyataan seri, dengan sub ruas : ^aJudul seri, Nomor Seri, ^vVolume
^eLampiran
500
650
Tajuk entri tambahan subyek, dengan sub ruas : ^aSubyek utama, ^xsub divisi
umum ^yWaktu ^zTempat
695
700
Entri tambahan nama orang, dengan sub ruas : Tajuk entri utama nama orang
(pengarang), dengan sub ruas : ^a untuk nama keluarga^quntuk kepanjangan
dari singkatan nama ^duntuk tahun lahir dan meninggal (jika ada)
710
Entri tambahan badan korporasi dengan sub ruas : ^abadan Induk ^bbadan
bawahan
711
tanggal pemasikan data, kode bahasa, kode operator, noor kode lokasi dan sebagainya.
Karena setiap ruas data nantinya akan diisi data, maka harus ditentukan panjang ruas
isian data yang dihitung menurut jumlah karakter (termasuk spasi), jenis isian
(huruf/angka) dan sifat isian (berulang atau tidak).
Untuk memasukkan data ke dalam pangkalan data . disediakan lembar kerja
pemasukan data. Lembar kerja tersebut dibuat berdasarkan struktur data yang telah
ditetapkan pada waktu dibuat atau didefinisikan pangkalan data yang bersangkutan.
Berikut contoh salinan dari lembar kerja pemasukan data buku.
12
13
Gambar 2. Conto lembar Contoh Lembar Kerja pemasukan data bibliografi pada
Senayan
14
C. KATALOGISASI SUBJEK
Fungsi utama perpustakaan dan atau pusat-pusat informasi lainnya adalah
menyediakan layanan informasi, khususnya informasi yang terdapat dalam koleksinya.
Oleh karena itu setiap informasi yang tersimpan atau yang di koleksinya harus dapat dicari
dan ditemukan kembali, sesuai dengan kebutuhan pemakainya. Melalui katalogisasi
deskriptif telah dihasilkan dua pendekatan terhadap koleksi, yakni pendekatan nama
pengarang, dan pendekatan judul bahan pustaka. Masih ada satu pendekatan yang sangat
penting yang harus dibuat, yakni pendekatan subjek.
Pada dasarnya kebutuhan akan informasi adalah kebutuhan (informasi) mengenai
sesuatu hal atau subjek tertentu. Oleh karena itu setiap informasi yang dikoleksikan harus
dapat diidentifikasikan jenis subjeknya. Selanjutnya, terhadap susunan koleksi tersebut
harus diberikan kemungkinan pendekatan melalui subjeknya. Kegiatan pengidentifikasian
subjek dan selanjutnya pembuatan sarana pendekatan subjek atas koleksi perpustakaan itu
merupakan kegiatan yang mendasar dalam keseluruhan kegiatan perpustakaan.
Pengidentifikasian subjek itu dilakukan dengan menganalis subjek dokumen,
dengan maksud agar dokumen-dokumen dapat dikelompokkan menurut kandungan
subjeknya; juga agar dokumen dapat dibuatkan wakilnya berupa catalog subjek atau
indeks subjek. Oleh karena itu kegiatan pengidentifikasian subjek dokumen itu biasa
disebut dengan pengindeksan subjek atau katalogisasi subjek (subject cataloging).
Kegiatan pengindeksan subjek terdiri dari dua macam kegiatan, yaitu analisis subjek dan
deskripsi indeks.
Berikut ini dua macam kegiatan itu dibahas secara singkat, agar dapat digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan katalogisasi subjek secara akurat. Sesuai
dengan system yang digunakan pada UPT Perpustakaan Universitas Cenderawasih,
pembahasan dilakukan dengan penekanan
I. ANALISIS SUBJEK
15
Analisis subjek adalah usaha untuk menafsir apa yang dimaksudkan oleh sumber
dokumen (yaitu pengarang), dengan jalan menemukan konsep-konsep yang terkandung
dalam dokumen tersebut. Konsep-konsep tersebut merupakan unsure pembentuk subjek
dokumen itu, sehingga dengan menemukan konsep-konsep tersebut akan diketahui subjek
dokumennya. Namun pada kenyataannya tidaklah mudah menentukan subjek dokumen
itu, karena konsep-konsep yang diketemukan itu sangat bermacam-macam dan dalam
jumlah yang sangat banyak. Oleh karena itu terdapat persoalan, apakah semua konsep itu
harus dikeuarkan dalam kegiatan analisis subjek.
Kegiatan analisis subjek ini mencakup tiga tahapan (cf. Lois Mai Chan, 1981: 133134), yakni :
(1). Meneliti dokumen (karya tulis) dan menentukan kandungan subjeknya. Tahapan ini
akan menghasilkan sejumlah topic atau kata kunci, atau sering disebut juga sebagai
konsep. Konsep-konsep yang dihasilkan dalam tahap pertama ini biasanya banyak,
dan masing-masing konsep itu belum dapat digunakan sebagai dasar penetapan subjek
dokumen.
Untuk membantu kegiatan dalam tahapan ini dapat diteliti judulnya, abstraknya,
daftar isi, judul-judul bab, kata pengantar, bab pendahuluan, sampul buku, dan bahanbahan penyerta buku lainnya. Jika bahan-bahan tersebut belum cukup membantu
untuk menentukan subjek dokumen, maka sumber-sumber luar/eksternal seperti
bibliografi, catalog, tinjauan buku, dan bahan-bahan referensi lainnya mungkin dapat
membantu.
(2). Mengidentifikasi subjek utama atau konsep-konsep pokok berdasarkan hasil dari
proses pada tahapan pertama, termasuk mengidentifikasi aspek-aspek berbeda seperti
sudut pandangan pengarang, waktu dan tempat. Pada tahap ini mungkin dihasilkan
sejumlah subjek yang terpisah atau sejumlah subjek yang saling berhubungan.
Keterhubungan subjek dalam sebuah dokumen ini biasa disebut sebagai hubungan
fase, yang mencakup: (a) fase pengaruh, (b) fase bias, (c) fase alat atau aplikasi, dan
(d) fase perbandingan.
(3). Menampilkan atau menerjemahkan subjek atau konsep utama dokumen sebagai hasil
dari kegiatan tahap kedua ke dalam sistem lambang atau bagan, misalnya sistem
daftar tajuk subjek, atau sistem nomor klasifikasi subjek.
1. Kebijaksanaan Pengindeksan
16
Tahap persoalan bagaimana dan berapa banyak konsep harus dikeluarkan itu perlu
ditetapkan suatu kebijaksanaan pengindeksan (indexing policy, yang mencakup bagaimana
cara mengeluarkan konsep-konsep itu dan seberapa banyak. Ada dua macam
kebijaksanaan pengindeksan, yaitu :
(1). Pengindeksan mendalam (depth indexing), yaitu pola pengindeksan dengan jalan
mengeluarkan semua konsep yang terkandung dalam dokumen. Pola pengindeksan ini
mengandaikan adanya derajat kelengkapan (exhaustivity) yang tinggi; dengan kata
lain, semakin lengkap/banyak konsep yang dikeluarkan, semakin mempermudah
pengguna dalam mengetahui cakupan isi dokumen.
Contoh : dokumen yang membahas mengenai Antropologi social mencakup
konsep-konsep antara lain : adat-istiadat, kekerabatan, struktur social,
pewarisan, norma dan tata nilai, dan sebagainya. Dalam pengindeksan
mendalam semua konsep itu harus dikeluarkan, dan makin lengkap
makin baik.
Pada kenyataannya, pengindeksan mendalam ini tidak biasa dilaksanakan, dan
kiranya juga tidak perlu.
(2). Pengindeksan rangkuman (summarization), yaitu pola pengindeksan dengan
mengeluarkan hanya konsep-konsep pokok yang merupakan tema sentral dokumen.
Contoh : dokumen yang membahas mengenai Antropologi social tersebut di atas
cukup dirangkum menjadi ANTROPOLOGI SOSIAL saja, tidak usah
dikeluarkan juga konsep-konsep lainnya yang amat banyak itu.
Satu hal yang harus diperhatikan dalam pengindeksan rangkuman ini yaitu bahwa
konsep-konsep yang dikeluarkan itu harus mempunyai derajat kekhususan
(specificity), artinya kendati yang dikeluarkan adalah rangkuman dari keseluruhan
konsep yang ada namun rangkuman itu haruslah spesifik bukan dirangkum pada
konsep yang umum saja.
Kekhususan konsep itu dapat dimengerti dari adanya hubungan generik atau
hubungan genus-species diantara konsep-konsep. Hubungan generik itu diartikan
sebagai hubungan antara sesuatu benda (genus) dengan jenis-jenis (species) benda itu.
17
Dengan memahami adanya hubungan generik itu, akan dapat dipahami pula bahwa
untuk membentuk indeks yang lebih khusus haruslah dikeluarkan speciesnya, bukan
genusnya.
2. Jenis Konsep
Untuk dapat merangkum konsep-konsep yang baik, perlu terlebih dahulu dikenali
jenis-jenis konsep yang terkandung dalam subjek dokumen. Jenis-jenis konsep itu adalah
subjek dasar atau disiplin ilmu, fenomena, dan bentuk.
(1). Subjek dasar atau disiplin ilmu
Yang dimaksud dengan disiplin ilmu adalah cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
telah diterima secara umum, yang meliputi :
(a). Disiplin fundamental, yaitu cabang-cabang utama ilmu pengetahuan. Dewasa ini
disepakati adanya tiga pengelompokan disiplin fundamental, yaitu Ilmu-Ilmu
Sosial (Social Sciences), Ilmu-Ilmu Alamiah (Natural Sciences) dan Ilmu-Ilmu
Kemanusiaan (Humanities atau Humaniora). Namun demikian diterima pula
kelompok ilmu yang merupakan perpaduan antara ketiganya, yakni imu-ilmu
terapan atauu teknologi.
(b).Sub-disiplin, yaitu dari anggota-anggota dari cabang utama ilmu pengetahuan.
Dalam disiplin ilmu-ilmu alamiah misalnya, terdapat sub-disiplin : Biologi, Fisika,
Kimia, Matematika, Astronomi, dan sebagainya. Dalam disiplin ilmu-ilmu sosial
terdapat Antropologi, Sosiologi, Politik, Ekonomi, Hukum, Pemerintahan,
Pendidikan, Perdagangan, Geografi (sosial), dan sebagainya. Sedang dalam ilmuilmu
humaniora
terdapat
filsafat,
psikologi,
agama,
bahasa,
kesenian,
18
(2). Fenomena, yaitu objek atau wujud yang menjadi sasaran kajian asau kawasan kajian
dari sesuatu disiplin imu. Fenomena ini dapat dibedakan pula menjadi dua macam :
(a). Fenomena konkrit, yaitu objek kajian yang berwujud (dapat dipegang atau
diamati), Misalnya : Remaja ssebagai dari psikologi, hingga timbul cabang
Psikologi Remaja; atau Nuklir sebagai objek kajian Fisika, hingga timbul Fisika
Nuklir.
(b).Fenomena Abstrak, yaitu objek kajian yang tak berwujud.
misalnya : Adat sebagai objek kajian hokum, hingga terdapat cabang Hukum
Adat; atau Moral sebagai objek kajian Filsafat, hingga terdapat Filsafat Moral.
dengan demikian subjek kajian psikologi wanita, misalnya, harus dianalisis sebagai
humaniora (disiplin) : wanita (fenomena): kedokteran gigi dianalisis sebagai teknologi
(disiplin) : kedokteran (sub disiplin) :gigi (fenomena).
(3). Bentuk, yaitu konsep atau istilah yang menunjukkan cara bagaimana subjek tersebut
disajikan dalam dokumen. bentuk ini dapat dibedakan menjadi :
(a). Bentuk fisik, yaitu medium yang dipakai untuk menyajikan subjek, misalnya :
buku, film, rekaman suara, mikrofis dan sebagainya. bentuk fisik ini tidak
mempengaruhi subjek yang bersangkutan, hingga dalam analisis subjek
biasanya tidak diperhatikan benar.
(b).Bentuk penyajian, yaitu cara atau tata susunan subjek yang disajikan; bentuk
penyajian ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
(b.1). lambang penyajian, meliputi bahasa (terutama yang bersifat khusus
seperti bahasa dan huruf Arab, bahasa dan huruf Cina, dan sebagainya),
rumus-rumus (seperti dalam Matetika, kimia, statistic, dan sebagainya),
gambar/visualisasi (seperti peta, denah, diagram, dan sebagainya).
(b.2). susunan penyajian, meliputi tata susunan (seperti susunan alfabetis,
susunan kronoogis, dan sebagainya), bentuk karangan (seperti laporan,
pidato, tinjauan, ringkasan/abstrak, synopsis, kumpulan karangan,
antologi, ensiklopedi, dan sebagainya), susunan yang merupakan kunci
literature
(seperti
merupakan
bibliografi,
indeks,
catalog(,
susunan
yang
sebagainya).
(b.3). penyajian untuk kelompok tertentu, meliputi penyajian untuk
kelompok pembaca tertentu (seperti misalnya Psikologi untuk guru,
19
atau
bersangkutan.
misalnya : dalam dokumen yang berteman Sejarah Filsafat subjeknya adalah
Filsafat tetapi dibahas lebih-lebih sebagai sejarahnya: sebaliknya dokumen
tentang Filsafat sejarah, subjeknya adalah sejarah tetapi dibahas lebih-lebih
segi filsafat.
khusus bebtuk penyajian untuk kelompok pemabca tertentu (dalam (b.3)
tersebut) akan menimbulkan persoalan tersendiri dalam penentuan subjekdasarnya. Hal ini akan dibahas dalam bagian lain.
Jenis konsep dalam subjek dokumen ini perlu diketahui dengan tepat, agar
rangkuman konsepnya dapat tepat pula (didasarkan pada disiplin ilunya, bukan pada
kawasan kajian/fenomena, apalagi bentuknya). Dengan pembedaan jenis itu, rangkuman
subjek dokumen harus disusun dengan urutan sebagai berikut :
SUBJEK DASAR (DISIPLIN / SUBDISIPLIN ILMU) / FENOMENA / BENTUK
Hasil dari analisis subjek ini akan merupakan penjuru bagi pengelompokan atau klasifikasi
subjek/pokok soal yang dalam dibahas dalam dokumen, berdasarkan sistem klasifikasi
subjek tertentu.
Contoh analisis subjek :
3. Pengelompokan Fenomena
20
Dalam
menganalsis
subjek
dokumen
tidaklah
terlalu
sulit
untuk
mengidentifikasikan jenis disipin ilmu atau subjek dasarnya. Namun tidak demikian
halnya dengan pengidentifikasian fenomena. Fenomena dapat merupakan kajian dari
sesuatu atau beberapa disiplin ilmu, atau dengan kata lain, fenomena tidak terbatas pada
sesuatu disiplin ilmu tertentu. Dilain pihak, fenomena itu dapat merupakan sekumpulan
konsep yang tidak selalu sederhana. Oleh karena itu fenomena itu perlu dianalisis secara
mandiri, tanpa mengaitkannya dengan sesuatu disiplin ilmu.
Untuk memahami proses dalam menganalisis fenomena itu, perlu dimengerti
beberapa istilah sebagai berikut :
a. Isolat, Fokus, dan Faset
Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, sesuatu subjek pada dasarnya terdiri
dari beberapa atau jumlah konsep, atau dengan kata lain, subjek terbentuk oleh gabungan
beberapa konsep. Penggabungan ini tidak terjadi begitu saja, tetapi mengikuti kaidah atau
keteraturan. Kaidah atau keteraturan itu berupa kesamaan cirri, yang kemudian dapat
dikeompokkan sejumlah konsep dalam satu kelompok dan membedakan sejumlah konsep
lainnya.
Sebagai contoh, dalam subjek Hukum terdapat sejumlah konsep seperti macammacam hukum, bahan-bahan hukum, penyelenggara hukum, sarana pelaksanaan hukum,
dan sebagainya. Konsep-konsep seperti Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum
Perkawinan, Hukum Adat, dan sebagainya termasuk kelompok macam-macam hukum
atau jenis hukum. Konsep-konsep seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Surat
Keputusan dan Jaksa, Pembela, Terdakwa dan sebagainya termasuk kelompok
penyelenggara atau orang-orang yang berkaitan dengan hukum.
Dengan demikian terdapat sejumlah kategori yang dapat dipakai untuk
mengelompokkan
konsep-konsep.
Kategori
tersebut
dalam
istilah
teknis
ilmu
perpustakaan disebut Faset atau dengan kata lain, Faset adalah sesuatu ciri yang dapat
dipakai untuk membagi atau mengelompokkan konsep-konsep yang terkandung dalam
sesuatu subjek.
Sebagaimana nampak dalam contoh subjek Hukum yang telah disebut sebelumnya
itu, dalam setiap pengelompokkan menurut ciri tersebut (atau menurut faset tertentu)
terdapat sejumlah konsep yang merupakan anggota dari ciri pembagian tersebut. Anggota
dari sesuatu ciri pembagian atau faset itu dalam istilah teknis perpustakaan disebut Fokus.
Dengan kata lain, fokus adalah sesuatu konsep yang merupakan anggota dari sesuatu ciri
21
pembagian tertentu terhadap sesuatu subjek. Jika sesuatu konsep tidak dilihat dalam
kaitannya dengan sesuatu ciri pembagian atau fase tertentu, - jadi merupakan konsep lepas
-, maka konsep tersebut lalu disebut sebagai Isolat. Sebagai contoh, konsep persatuan
jika tidak dikaitkan dengan sesuatu subjek tertentu maka konsep tersebut berupa sebuah
isolat. Tetapi jika konsep yang sama itu dilihat dalam kaitannya dengan konsep
kebangsaan misalnya, lalu berfungsi sebagai fokus.
b. Kategori Faset Berulang
Menurut S. R. Rangganatan, seorang pustakawan India pencipta sistem Klasifikasi
Calon (calon classification), pada umumnya setiap subjek dapat dibagi/diurai menurut
sejumlah faset yang sama. Faset-faset itu adalah faset jenis atau Personality (P), faset
bahan atau Matter (M), fase kegiatan atau Energi (E), faset tempat atau Space (S), dan
faset waktu Time (T). dengan demikian dihasilkan suatu kategori faset PMEST yang dapat
dipakai untuk membagi setiap subjek, atau dengan kata lain, kategori faset yang berulang.
Sementara itu beberapa ahli lain mengatakan bahwa kategori faset itu tidak hanya
PMEST, tetapi lebih banyak lagi dan tidak sama antara satu subjek dengan subjek lainnya.
Namun tetap ada kesepakatan bahwa PMEST merupakan kategori pokok yang dapat
berulang pada hamper semua subjek. Lagi pula beberapa kategori faset lain yang mencoba
dirumuskan, sering hanya merupakan perluasan dari kategori PMEST tersebut.
Untuk lebih memahami kategori faset berulang itu, dapat diperhatikan contoh
analisis faset dari 3 (tiga) subjek berikut ini :
Faset
Perpustakaan
Pendidikan
Hukum
Jenis (P)
Perpustakaan Nasional
Pepustakaan Umum
Perpusatakaan Sekolah
dsb
Buku
Majalah
Bahan Pandang-dengar
dsb
Indonesia, dsb.
Dunia maju, dsb.
Kuno/modern
Abad 19, dsb
Pendidikan Dasar
Pendidikan Menengah
Pendidikan Tinggi
Dsb
Kurikullum
Literature
Penget. Popular
Dsb
Indonesia, dsb.
Barat, dsb.
Kuno/modern
Abad 17, dsb
Hukum Pidana
Hukum Perdata
Hukum Adat
Dsb
Undang-Undang Dasar
Undang-Undang
Peraturan Pemerintah
Dsb
Indonesia, dsb
Nasional, Daerah, dsb
Zaman penjajahan/
Kemerdekaan/Orla/Orba
Bahan/Materi (M)
Tempas (S)
Waktu (T)
22
Dari analisis faset tersebut dapat diketahui bahwa dalam sesuatu subjek terdapat
kemungkinan adanyaberbagai hubungan konsep-konse, sebagaimana adanya berbagai
faset dan anggota fasetnya. Dalam subjek Hukum misalnya, mungkin saja ada
pembahasan yang hanya meliputi beberapa faset atau anggota. Dengan demikian terjadi
hubungan faset atau anggota faset yang sekaligus membedakan cakupan pembahasannya.
Perbedaan cakupan ini lalu membedakan macam-macam subjeknya.
Macam-macam hubungan konsep itu adaah :
1) Hubungan generik atau hubungan genus-species, yaitu hubungan antara benda
dengan jenis-jenis benda itu, atau antara sesatu subjek dengan faset jenisnya. Dalam
hal ini jenis benda atau faset jenis dari subjek yang bersangkutan mempunyai
tingkatan cakupan yang lebih kecil atau sepesifik dari pada benda atau subjeknya
sendiri. Oleh karena itu konsep yang harus dileluarkan dalam analisis adalah konsep
jenis atau sepesiesnya. Dengan kata lain, jika sesuatu dokumen membahas mengenai
HukumPidana, konsep Hukum Pidanau itulah yang harus dikeluarkan, bukan konsep
hukum secara umum.
2) Hubungan beragam, yaitu hubungan antara faset dan atau fokus yang satu dengan
faset dan fokus yang lainnya. Hubungan itu dapat berupa hubungan antara benda
dengan kegiatan atau gerak benda itu, atau antara benda dengan bahannya, dan
sebagainya.dokumen yang membahsa mengenai penyuluhan Hukum pidana,
misalnya mencakup hubungan antara konsep jenis hukum dan ukegiatan hukum.
3) Hubungan fase, yaitu hubungan yang terdapat dalam subjek yang trdiri lebih dari
satu subjek-dasar, sehingga menyebabkan subjek yang satu mempunyai tingkat atau
fase yang lebih penting (utama) dari pada subjek lainya. Penentuan mana subjek yang
harus diutamakan dalam hubungan fase ini, berikut contohnya, dibahas dalam bagian
selanjutnya.
Dari macam-macam hubugan konsep itu, dapat diketahui adanya macam-macam
subjek dokumen sebagai berikut :
(1).Subjek dasar, yaitu subjek yang harus terdiri atas satu disiplin atau sup-disiplin ilmu,
tanpa diperinci dengan fase-fasenya.
Contoh : Pengantar Ilmu hukum, hanya terdapat dari satu subdisiplin ilmu tanpa
diperinci fase-fasenya
(2).Subjek sederhan, yaitu subjek yang terdiri dari satu subdisiplin ilmu dan satu fokus
dari salah satu fasenya
23
Contoh : Pendidikan Hukum, terdiri dari satu disiplin (Ilmu hukum) dan satu fokus
dari faset kegiatan.
(3).Subjek majemuk, yaitu subjek yang terdiri dari satu disiplin ilmu dan lebih dari
fokus yang berasal dari bebrapa fasenya.
Contoh : Pendidikan tinggi Indonesia zaman penjajahan Belanda, terdiri dari satu
disiplin ilmu (Pendidikan) dan masing-masing satu fokus dari faset jenis
(pendidikan tinggi), faset tempat (Indonesia), dan faset waktu (Zaman
penjajahan Belanda).
(4).Subjek kompleks, yaitu subjek yang terbebtuk dari ionteraksi dua subjek dasar atau
disiplin ilmu yang berbeda, atau subjek yang terbebtuk karena adanya hubungan fase.
Subjek kompleks dikeompokkan dalam 4 kelompok hubungan fase, yakni :
Fase bias, yakni sebuah subjek yang dibahas untuk kelompok pemakaian tertentu;
Contoh : Statistika untuk pustakawan;
Dasar-dasar kimia fisika untuk mahasiswa kedokteran
Fase alat, atau aplikasi, yakni sebuah subjek yang digunakan untuk membahas
subjek tertentu lainnya.
Contoh : Analisis kimia untuk penentuan kadar vitamin dalam syarat-syur-sayuran;
Kalkulasi kimia : pengantar pengunan matematika dalam kimia
Fase
perbandingan,
yakni
lebih
dari
satu
subjek
yang
saling
digabungkan/dibandingkan.
Contoh : Politik dan Ekonomi Indonesia di masa kritis
Hukum dan Kesejahteraan Sosial
d. Urutan Sistem atau Formula Faset
Seperti telah disebutkan, tujuan analisis subjek dokumen adalah untuk menentukan
rangkuman tema dokumen secara menyelurul. Rangkuman ini harus bersifat sspesifik.
Untuk subjek-subjek dasr dan sederhana kiranya tidak ada masalah dalam menentukan
rangkuman ini. Namun untuk subjek majemuk dan subjek kompleks yang terdiri dari
berbagai faset itu, terdapat masaah yang berkaitan dengan urutan faset atau urutan sitasi,
24
yaitu faset mana yang harus lebih dahulu dikeluarkan mendahului fase-fase lainnya.
Urutan faset ini harus diikuti secara taat azas (konsisteen), sehingga membentuk suatu
formula tetap yang kemudian disebut formula faset.
Dalam analisis subjek majemuk, urutan sitasi itu itu dapat ditetapkan dengan
memperhatikan beberapa pedoman sebagai berikut :
(1).Mengikuti urutan yang ditetapkan oleh Rangganathan dalam kategori-fasat-berulangnya, yaitu PNEST.
(2).Mengikuti urutan yang disesuaaikan dengan consensus kajian dan pengajaran.
Dalam bidang Hukum, menurut J.Mills, sistem hukum mendahului jenis hukum ;
misalnya : Hukum Dasar Indonesia, urutannya adalah Hukum/Indonesia/dagang.
Dalam bidang kesusastraan, jenis bahasa/sastra mendahului bentuk sastra; misalnya:
Puisi Indonesia, urutannya adalah Kesusastraan Indonesia/Puisi.
(3).Mengikuti urutan yang menempatkan tujuan atau hasil akhir sebagai usur pertama
atau hasil mendahului kegiatan.
Misalnya : Perakitan pesawat Telavisi, urutannya adalah Pesawat Televise/Perakitan.
(4).Mengikuti azas ketergantunagan sebagai prinsip yang paling mendasar dalam urutan
sitasi, artinya menempatkan urutan pokok pada urutan pertama, sedangkan urutan lain
yang tergantung pada unsur pokok itu ditempatkan pada urutan berikutnya. Urutan
stasi dari dokumen tentang kanker darah misalnya, Darah/kanker, karena penyakit itu
hanya ada jika ada bagian yang sakit.
Dalam menganalisis subjek kompleks, urutan sitasi itu dapat ditentukan dengan
terlebih dahulu menentukan subjek dasr mana yang harus diutamakan. Untuk menentukan
subjek dasar yang harus diutamakan ini, dapat diikuti pedoman yang dibuat oleh
Rangganatan, yaitu ;
(1). Jika subjek kompleks itu berupa fase pengaruh, yaitu satu subjek mempengaruhi
subjek lainnya, maka subjek yang diutamakan adalah subjek yang dipengaruhi.
Contoh : Pengaruh Hukum pada Pendidikan subjek yang di utamakan adalah
pendidikan
(2).Jika subjeks kompleks tu berupa fase bias, yaitu suatu subjek dipakai untuk keperluan
suatu kelompok pemakai tertentu, maka subjek yang diutamakan adalah tetap subjek
yang bersangkutan, bukan pemakaiannya.
Contoh : Psikologi untuk Kesehatan, subjek yang diutamakan adalah Psikologi.
25
(3).Jika subyek kompleks itu berupa fase alat, yaitu suatu subyek digunakan untuk
menganalisis atau membahas subyek lain, atau untuk mencapai tujuan tertentu, maka
subyek yang diutamakan adalah subyek lain yang dianalisis atau tujuan yang akan
dicapai.
Contoh : Penggunaan metode statistik untuk pengukuran tingkat kejahatan, subyek
yang diutamakan adalah kejahatan.
(4).Jika subyek kompleks itu berupa fase perbandingan, yaitu beberapa subyek yang
dibahas bersamaan tan[pa ada kaitan satu sama lain, maka penentuan subyek yang
diutamakan dapat didasarkan pada beberapa pedoman, yaitu :
a. Jika porsi pembahasan masing-masing subyek itu sama bsar, maka :
(aa) Subyek yang dibahas pertama kali ditetapkansebagai subyek yang diutamakan,
Atau
(aa) Subyek yang paling dekat dengan kekhususan misi perpustakaan dan atau
kebutuhan pemakainya, ditetapkan sebagai subyek yang diutamakan,,
Contoh : Dokumen yang membahas tentang Sejarah dan Hukum dalam
Perpustakaan
Badan
Pembinaan
Hukum
Nasional
sebaiknya
II.
DESKRIPSI INDEKS
26
Bahasa Indeks.
Deskripsi indeks adalah kegiatan menterjemahkan unsur-unsur yang diperoleh
dari kegiatan analisis subyek dengan menggunakan suatu bahasa indeks. Adapun
bahasa indeks itu adalah sustu sistem lambangatau bahasa buatan yang dipakai
untuk menyatakan sesuaitu subyek dalam tata susun
dokumen.
Bahasa Indeks dapat berupa :
-
Daftar Tajuk Subyek, yaitu daftar kata-kata yang dipakai untuk menyatakan
kandungan subyek suatu dokumen.
Pembuatan daftar tajuk subyek ini, dan juga bahasa indeks pada umumnya,
dimaksudkan agar terdapat konsistensi dalam menyatakan subyek dokumen.
Apalagi terhadap subyek-subyek yang dapat disebut dengan menggunakan
beberapa istilah atau kata yang sama artinya (sinonim), seperti Riset dan
Penelitian, Apotik dan Rumah obat, Narapidana dan terpidan, dan sebagainya.
Agar
subyek-subyek
yang
demikian
itu
hanya
dinyatakan
dengan
NASA Thesaurus
Colon Classification
Sesuai dengan maksud tulisan ini, selanjutnya hanya akan diuraikan sistem
DDC berikut beberapa ketentuan penggunaannya secaragaris besar.
29
30
31
32
Pelajari pola umum bagan klasifikasi, seperti ringkasan pertama (10 kelas utama),
ringkasan kedua (divisi), ringkasan ketiga (seksi), dan seterusnya.
kelas yang luas yang di nomori dari 000 sampai 900. kelas 100 sampai 900 terdiri dari
masing-masing dari kelompok disiplin ilmu yang berhubungan. Tiap kelas dibagi
dalam 10 divisi, tiap divisi dibagi dalam 10 seksi dan tiap seksi dibagi dalam sub
seksi, sub-sub seksi dan seterusnya.
Contoh :
33
Kelas utama
Divisinya
Seksi
Sub seksi
Sub-sub seksi
Dewey.
Jakarta:
34
780 Musik
790 Seni rekreasi dan pertunjukan
800 Sastra
810 Kesusastraan Indonesia
820 Kesusastraan Inggris
830 Kesusastraan Jerman
840 Kesusastraan Perancis
850 Kesusastraan Italia
860 Kesusastraan Spanol dan Portugis
870 Kesusastraan Latin
880 Kesusastraan Yunani
890 Lain-lain
900 Geografi dan Sejarah
910 Gografi dan kisah perjalanan
920 Biografi
930 Sejarah dunia purba
940 Sejarah umum eEropa
950 Sejarah umum Asia
960 Sejarah umum Afrika
970 Sejarah umum Amerika Utara
980 Sejarah umum Amerika Selatan
990 Sejarah umum bagian lain
3. Ringkasan Ketiga (seribu seksi)
KARYA UMUM
000 KARYA UMUM
001 Ilmu Pengetahuan Umum
002 Buku
003 Sistem-sistem
004 Pengolahan Data, Komputer
005 Program Komputer
006 Metode Komputer Khusus
010 BIBLIOGRAFI
011 Bibliografi Umum
012 Bibliografi karya perorangan
013 Bibliografi kelompok pengarang khusus
014 Bibliografi karya anonym dan pseudonym
015 Bibliografi karya-karya wilayah
016 Bibliografi subyek
017 Katalog Subyek UMum
018 Katalog Pengarang
019 Katalog bentuk kamus
020 ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI
37
078 di Skandinavia
079 di wilayah lain
080 KUMPULAN KARYA UMUM
081 dalam bahasa Indonesia
082 dalam bahasa Inggris
083 dalam bahasa Jerman
084 dalam bahasa Perancis
085 dalam bahasa Italia
086 dalam bahasa Spanyol dan Portugis
087 dalam bahasa Slavia
088 dalam bahasa Skandinabvia
089 dalam bahasa-bahasa lain
090 NASKAH-NASKAH DAN BUKU-BUKU LANGKA
091 Naskah-naskah (manuskrip)
092 Buku-buku blok
093 Inkunabula
094 Buku-buku tercetak
095 Buku-buku jilidan khusus
096 Buku-buku illustrasi khusus
097 buku-buku pemilik khusus atau asal mula
098 Buku-buku terlarang, pemalsuan dan penipuan
099 Buku-buku format khusus
FILSAFAT DAN PSIKOLOGI
100 FILSAFAT
101 Teori Filsafat
102 Aneka ragam filsafat
103 Kamus, ensiklopedi dan konkordans
104
105 Terbitan berseri (majalah)
106 Organisasi di bidang filsafat
107 Pendidikan dan penelitian dalam bidang filsafat
108 Pengiolahan filsafat di antara kelompok-kelompok orang
109 Sejarah filsafat
110 METAFISIKA
111 Ontologi
113 Kosmologi
114 Ruang
115 Waktu
116 Perubahan
117 Struktur
118 Gaya dan energi
119 Bilangan dan kuantitas
120 EPISTEMOLOGI
39
AGAMA
200 AGAMA
201 Filsafat Kristiani
202 Aneka Ragam Kristiani
41
295 Zoroastrianisme
296 Agama Yahudi
2X0 Agama Islam (selengkapnya pada bagian klasifikasi islam)
299 Lain-lain
ILMU-ILMU SOSIAL
300 ILMU-ILMU SOSIAL
301 Sosiologi dan Antropologi
302 Interaksi social
303 Proses-proses social
304 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku social
305 Kelompok-kelompok social
306 Kebudayaan dan lembaga-lembaga
307 Masyarakat, persekutuan hidup
308
309 Lain-lain
310 STATISTIK
311 Teori & Konsep Statistik
312
313
314 Statistik umum Eropa
315 Statistik umum Asia
316 Statistik umum Afrika
317 Statistik umum Amerika
318 Statustik umum Amerika Selatan
319 Statistik umum lain-lain wilayah
320 ILMU POLITIK
321 Sistem-sistem pemerintahan dan Negara
322 Hubungan Negara dengan kelompok terorganisir
323 Hak-hak sipil dan politik
324 Proses-proses politik
325 Migrasi internasional
326 Perbudakan dan emansipasi perbudakan
327 Hubungan internasional
328 Proses-proses legislative
329
330 ILMU EKONOMI
331 Ekonomi perburuhan
332 Ekonomi keuangan
333 Ekonomi tanah
334 Koperasi
335 Sosialisme
336 Keuangan Negara
337 Ekonomi internasional
338 Produksi dan industri
44
370 PENDIDIKAN
371 Manajemen sekolah, pendidikan khusus
372 Pendidikan dasar
373 Pendidikan lanjutan
374 Pendidikan 0rang dewasa
45
375 Kurikulum
376 Pendidikan kaum wanita
377 Sekolah dan agama
378 Pendidikan tinggi
379 Pendidikan dan Negara
380 PERDAGANGAN, KOMUNIKASI, PENGANGKUTAN
381 Perdagangan dalam negeri
382 Perdagangan luar negeri
383 Komunikasi pos
384 Lain-lain system komunikasi, telekomunikasi
385 Pengangkutan dengan kereta api
386 Pelayaran pedalaman dan Fery
387 Pengangkutan laut, udara, ruang angkasa
388 Pengangkutan jalan raya
389 Metrologi dan standarisasi
390 ADAT ISTIADAT & KEBIASAAN, ETIKET FOLKLOR
391 Pakaian (Kostum), perhiasan diri
392 Kebiasaan yang berhubungan dengan kehidupan dan rumah tangga
393 Kebiasaan yang berhubungan dengan kematian
394 Kebiasaan-kebiasaan umum
395 Etiket (sopan santun)
396
397
398 Folklor
399 Kebiasan dalam perang dan diplomasi
BAHASA
400 BAHASA & LINGUISTIK
401 Sistem-sistem tulisan
402 Etimologi
403 Kamus
404 Fonologi
405 Tata bahasa
406
407 Dialektologi
408 Penggunaan bahasa
409 Bahasa verbal
410 BAHASA INDONESIA
411 Sistem tulisan dan fonologi
412 Etimologi bahasa Indonesia
413 Kamus Bahasa Indonesia
414
415 Tata bahasa Indonesia
416
417 Bahasa Indonesia bukan standar
46
ILMU-ILMU MURNI
500 ILMU-ILMU MURNI
501 Filsafat dan teori
502 Aneka Ragam
48
548 Kristalografi
549 Mineralogi
550 ILMU PENGETAHUAN TENTANG BUMI
551 Geologi, meteorology, hidrologi
552 Petrologi
553 Geologi ekonomis
554 Geologi Eropa
555 Geologi Asia
556 Geologi Afrika
557 Geologi Amerika Utara
558 Geologi Amerika Selatan
559 Geologi wilayah-wilayah lain
560 PALEONTOLOGI
561 Paleobotani
562 Fosil invertebrate
563 Fosil Protozoa
564 Fosil Moluska
565 Lain-lain fosil invertebrate
566 Fosil Vertebrata
567 Fosil invertebrate berdarah dingin
568 Fosil Burung
569 Fosil mamalia
570 ILMU-ILMU TENTANG KEHIDUPAN
571
572 Ras Manusia
573 Antropologi fisik
574 Biologi
575 Evolusi dan Genetika
576 Mikrobiologi
577 Sifat umum dari kehidupan
578 Mikroskopi dalam biologi
579 Pengumpulan dan pengawetan contoh-contoh biologi
580 ILMU-ILMU TENTANG TUMBUH-TUMBUHAN
581 Botani
582 Spermatofia
583 Dikotiledon
584 Monokotiledon
585 Tanaman berbiji telanjang
586 Tanaman tak berbiji
587 Pterifodita
588 Briofita
589 Tallofita
590 ILMU-ILMU TENTANG HEWAN
591 Zoologi
50
592 Invertebrata
593 Protozoa
594 Moluska
595 Lain-lain invertebrate
596 Vertebrata
597 Vertebrata berdarah dingin
598 Burung
599 Mamalia
TEKNOLOGI (ILMU TERAPAN)
600 TEKNOLOGI (ILMU TERAPAN)
601 Filsafat dan Teori
602 Aneka ragam
603 Kamus, ensiklopedi
604 Topik-topik khusus
605 Terbitan berseri
606 Organisasi dan manajemen
607 Pendidikan, penelitian
608 Penemuan dan paten
609 Pengolahan historis dan geografis
610 ILMU KEDOKTERAN
611 Anatomi
612 Fisiologi
613 Kesehatan umum dan perorangan
614 Kesehatan masyarakat
615 Farmakologi dan ilmu terapi
616 Penyakit-penyakit
617 Pembedahan
618 Ginakologi dan lain-lain kedokteran khusus
619 Kedokteran eksperimental
620 ILMU TEKNIK
621 Fisika terapan
622 Teknik pertambangan
623 Teknik militer dan nautika
624 Teknik sipil
625 Teknik jalan kereta api, jalan raya
626
627 Teknik hidraulis
628 Teknik kesehatan (Saniter)
629 Lain-lain cabang teknik
630 PERTANIAN & TEKNOLOGI YANG BERKAITAN
631 Teknik, prosedur, alat-alat
632 Kerusakan, penyakit dan hama pertanian
633 Tanaman ladang
634 Tanaman buah-buahan, kehutanan
51
KESUSASTRAAN
800 KESUSASTRAAN
801 Filsafat dan Teori
802 Aneka ragam
55
59
berdasarkan subjek buku tersebut. untuk itu diperlukan prinsip dalam penyusunan bahan
pustaka menurut subjeknya. Prinsip-prinsip tersebut seperti :
Klasifikasikan pada subyek yang lebih spesifik, jangan pada subyek yang luas.
Bahan pustaka yang mempunyai 2 subyek dan keduanya memiliki nilai bobot yang
sama dalam pembahasannya, klasifikasikan pada subyek yang pertama diuraikan
atau dibahas. Misal Pengantar sosiologi dan ekonomi.
Rangkuman
: Sosiologi / Ekonomi
Ekonomi
: Disiplin ilmu
Sosiologi
: Disiplin ilmu
Maka subyek yang diutamakan adalah Sosiologi, karena yang pertama dibahas.
Apabila ada sebuah bahan pustaka yang membahas tiga subjek atau lebih tetapi
tidak jelas subjek mana yang lebih diutamakan oleh pengarangnya dan merupakan
bagian dari suatu subjek yang lebih luas, maka klafisikasilah buku tersebut pada
subjek yang lebih luas
Misal : Pelajaran matematika, Kimia, dan Fisika klasifikasikan pada nomor
500 (eksakta).
Bila menemukan suatu bahan pustaka yang subyeknya belum atau tidak
terdapat nomor klasifikasinya, maka klasifikasikan pada nomor yang paling
dekat dengan subyek itu dan tidak diperkenankan membuat nomor baru
sendiri.
haruslah
bersifat
hirarkis
karena
harus
mencerminkan
urutan
Tentukan subyek bahan pustaka yang hendak diproses melalui analisis subyek.
Bila aspek yang dianggap tepat ditemukan, periksa bagan lengkap untuk
melihat dan menguji kebenarannya.
Teliti tajuk untuk nomor itu, yang memungkinkan ada keterangan dalam
bagan.
b. Melalui bagan
Bagan atau schedule adalah serangkaian bilangan (nomor kelas) yang disusun
menurut prinsip-prinsip DDC dan memuat semua subyek ilmu pengetahuan secara
universal. Secara umum Melvin Dewey membagi ilmu pengetahuan dalam 10 kelas
utama. Setiap kelas utama dibagi secara desimal menjadi 10 sub divisi yang disebut
seksi. Begitu seterusnya. Pemilihan notasi langsung pada bagan ini langkahlangkahnya :
-
Klasifikasi Dewey adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut prinsip
desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dibagi ke
dalam 9 kelas utama, yang diberi kode/lambang angka (selanjutnya disebut notasi).
Ada beberapa istilah penting dalam bagan, seperti:
1. Summary, yaitu tajuk yang agak terbatas pembagiannya.
Contoh dalam subyek Insecta (insecta) 595.7 terdapat summary. pembagian yang
lebih rinci untuk masing-masing tajuk yang terdapat dalam summary tersebut
diperinci lebih lanjut dalam bagan.
2. Formerly also
Istilah ini terdapat dalam kurung siku, yang artinya menunjukkan bahwa subyek
tersebut notasinya dulu pada .... Misal, pada notasi 297.211 terdapat subyek
Tawhid [formerly also 297.14]. ini berarti dulu notasinya pada 297.14 tetapi
sekarang pada 297.211
3. Class here
Merupakan instruksi yang berarti tempatkan di sini. Hal ini sebagai penuntun
untuk menentukan notasi suatu subyek yang mungkin tidak diduga berada di
bawah tajuk tersebut. Contoh General Management mendapat notasi 658. Di
bawahnya diikuti dengan istilah class here Basic Management, ini berarti karya
tentang Basic management publicity ditempatkan sama pada subyek General
Management.
4. Relocated to
DDC selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, maka kemungkinan
terdapat perubahan-perubahan dalam menempatkan notasi untuk suatu subyek
sangat besar sekali. Relokasi ini dinyatakan dengan petunjuk formely also dan
formerly yang notasinya ditempatkan dalam tanda kurung siku. Contoh 729[.9]
Built-in church furniture. Kemudian diikuti dengan instruksi Relocated to 726.529,
ini berarti notasi 729.9 untuk subyek built-in church furniture sekarang sudah
tidak digunakan lagi dan dipindahkan pada notasi 726.529.
5. Centered heading
Adakalanya suatu konsep tidak bisa dinyatakan dalam satu notasi, maka
dinyatakan dalam sederetan notasi. Contoh untuk menyatakan subyek Biography
of specific classes of perseons dalam bagan dinyatakan pada notasi 920.1-929.9.
Pada kasus seperti ini akan terdapat tanda segitiga(>) mendahului notasi tersebut.
64
untuk menentukan notasi suatu subyek adalah melalui indeks relatif. Tetapi
menentukan notasi hanya melalui dan berdasarkan indeks relatif saja tidak dapat
dibenarkan. Setelah suatu subyek diperoleh notasinya dalam indeks relatif, harus
diadakan pengecekan dengan notasi yang terdapat dalam bagan. Dengan demikian
dapat diketahui apakah notasi tersebut betul-betul sesuai dengan karya yang sedang
diklasifikasikan.
c. Tabel-Tabel
Kecuali pembagian kelas secara desimal dengan notasi yang terdaftar dalam bagan,
DDC juga mempunyai sarana lain. Untuk membagi/memperluas subyek lebih lanjut,
yaitu dengan menyediakan sejumlah tabel pembantu atau auxiliary tables. Notasi pada
tabel-tabel tersebut hanya dapat digunakan dalam rangkaian dengan notasi yang
terdapat dalam bagan. Dengan kata lain, notasi yang terdapat dalam tabel tidak pernah
berdiri sendiri, selalu dirangkaikan dengan notasi dalam bagan. Dalam klasifikasi DDC
edisi 22 terdapat 7 tabel pembantu/pelengkap, yakni:
3. Tabel 1: Subdivisi Standar (Standard Subdivisions)
Tabel ini tidak dapat digunakan secara mandiri, tetapi harus digabung dengan
angka dari bagan klasifikasi. Tabel Sub Divisi Standar adalah sebagai berikut :
4. 01 Filsafat
5. 02 Aneka ragam
6. 03 Kamus, ensiklopedi
7. 04 Topik khusus
8. 05 Penerbitan berkala
9. 06 Organisasi, manajemen
10. 07 Pendidikan, pelatihan
11. 08 Sejarah
12. 09 Geografi, sejarah perorangan
Cara Penggunaan :
1. Pada prinsipnya table ini harus digabung dengan angka lain, namun dalam
hal-hal tertentu dapat ditambahkan pada notasi bagan utamanya. Misalnya
apabila subyek angka dasarnya/base number tidak berakhir dengan nol,
maka table sub divisi standar ini dapat ditambahkan langsung
Contoh :
Kamus Biologi
Biologi (BN)
574
66
Kamus (SS)
Kamus Biologi
03
574.03
2. Apabila suatu subyek angka dasarnya (BN) berakhir dengan nol, maka
notasi Nolnya dihilangkan. Dalam hal ini digunakan rumus : BN0 + SS
BN0SS
Contoh :
Majalah Pendidikan
Pendidikan (BN)
Majalah (SS)
Majalah pendidikan
Lalu ditulis
(BN0SS)
370
05
370.05 37.05
370.05
Contoh :
Kamus Hukum, nomor klasifikasinya adalah 340.003 bukan 340.03
karena angka ini telah digunakan untuk menunjukkan Tabel 2: Wilayah
(Geographic Areas, Historical Periods, Persons)
Adakalanya suatu subyek perlu dinyatakan aspek geografisnya (wilayah), misal
Angkatan Laut Indonesia. Dalam hal ini notasi subyek itu perlu ditambahkan
67
notasi wilayah Indonesia yang diambilkan dari Tabel 2. Cara penambahan tabel 2
ini adalah sebagai berikut :
o Tidak ada instruksi, dengan menggunakan notasi -09 (aspek geografi dari
Tabel 1).
o Ada instruksi, adakalanya dalam bagan terdapat instruksi, biasanya berupa
instruksi from Tabel 2. Kadangkala didahului dengan kata-kata Geographical,
treatment, treatment by specific continents, countries, dan sebagainya. Untuk
geografi suatu wilayah. Dalam bagan ini hanya untuk geografi suatu wilayah.
Misalnya Geografi Jepang, Geografi Indonesia dan sebagainya. Cara
pembentukannya, angka dasar geografi suatu wilayah 91- ditambahkan dengan
notasi wilayah yang diambil dari Tabel 2.
2. Tabel 2: Wilayah (Geographic Areas, Historical Periods, Persons)
Adakalanya suatu subyek perlu dinyatakan aspek geografisnya (wilayah), misal
Angkatan Laut Indonesia. Dalam hal ini notasi subyek itu perlu ditambahkan
notasi wilayah Indonesia yang diambilkan dari Tabel 2. Cara penambahan tabel 2
ini adalah sebagai berikut:
a) Tidak ada instruksi, dengan menggunakan notasi -09 (aspek geografi dari
Tabel 1).
b) Ada instruksi, adakalanya dalam bagan terdapat instruksi, biasanya berupa
instruksi from Tabel 2. Kadangkala didahului dengan kata-kata Geographical,
treatment, treatment by specific continents, countries, dan sebagainya. Untuk
geografi suatu wilayah. Dalam bagan ini hanya untuk geografi suatu wilayah.
Misalnya Geografi Jepang, Geografi Indonesia dan sebagainya. Cara
pembentukannya, angka dasar geografi suatu wilayah 91- ditambahkan dengan
notasi wilayah yang diambil dari Tabel 2.
3. Tabel 3: Subdivisi Sastra (Subdivision for Individual Literatur, for Specific
Literary Forms).
Dalam klas 800 (kesusasteraan)dikenal bentuk penyajian khusus yang disebut
subdivisi masing-masing sastra. Misal bentuk-bentuk sastra, -1 Puisi, -2 Drama,
-3 Fiksi, dan sebagainya. Notasi yang terdapat alam Tabel 3 ini hanya dapat
ditambahkan pada notasi dasar sastra. Untuk notasi dasar suatu sastra yang
berakhiran dengan angka 0 (nol), notasi dasarnya adalah dua angka pertama saja.
68
Notasi dasar sastra Inggris 82 bukan 820, dan seterusnya. Cara penggunaan tabel 3
ini adalah:
o Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap
o Tidak terdaftar dalam bagan
4. Tabel 4: Subdivisi bahasa (Subdivisions of Individual Languages)
Dalam 400 (bahasa) dikenal subdivisi khusus bahasa yang disebut masing
bahasa (Subdivisions of Individual Languages). Notasi yang terdapat dalam tabel
4 ini hanya dapat ditambahkan pada notasi dasar suatu bahasa dalam klas 400.
Bila notasi suatu bahasa terdiri dari 3 angka dan berakhiran dengan 0 (nol), notasi
dasarnya hanya 2 angka pertama.
Misal notasi dasar bahasa Perancis 44- bukan 440, bahasa Itali 47- bukan 470.
Cara penambahan Tabel 4 ini:
i. Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap
j. Belum terdaftar dalam bagan
k. Kamus dua bahasa. Urutan sitirannya dengan mengutamakan bahasa yang
kurang dikenal kemudian tambahkan -3 (dari Tabel 4), menyusul notasi bahasa
yang lebih dikenal
l. Kamus banyak bahasa. Bagi kamus banyak bahasa, yaitu mencakup 3 bahasa
atau lebih dimasukkan ke dalam kamus poliglot (polyglot dictionaries).
5. Tabel 5: Ras, Etnik, dan Kebangsaan (Racial, Ethnic, National Groups).
Adakalanya suatu subyek perlu ditambahkan aspek ras tertentu. Misal -951
Chinese - 992.1 Philipines. Bila suatu subyek telah ditemukan notasinya, lalu
tambahkan dengan notasi di tabel 5, ini dilakukan bila dirasa perlu untuk
memperluas subyek yang bersangkutan.
Adapun cara penambahannya, adalah:
b. Ada perintah
c. Tidak ada perintah. Maka tambahkan notasi -089 (dari Tabel 1) kemudian
cantumkan notasi
6. Bahasa (Languages)
Suatu subyek adakalanya perlu ditambahkan aspek bahasanya. Misal Bibel dalam
bahasa Belanda. Terjemahan Al-Quran dalam bahasa Cina, dan sebagainya.
Terlebih dahulu harus ditentukan notasi untuk subyek Bibel dan Al-Quran
69
kemudian ditambahkan dari notasi bahasa Belanda atau Cina yang diambilkan dari
Tabel 6. Cara penggunaan Tabel 6 ini adalah:
a. Ada perintah
b. Tidak ada perintah.
Tambahkan notasi -175 (aspek wilayah di mana suatu bahasa sangat
dominan, dari Tabel 2). Lalu tambahkan notasi bahasa dari Tabel 6 ini.
Contoh untuk karya Bibel di Argentina dalam bahasa Spanyol (bahasa
Spanyol sangat dominan di Argentina) mendapat notasi 220.517661.
7. Orang (Groups of Persons).
Suatu subyek adakalanya perlu diperluas notasinya dengan kelompok orang
tertentu, misal ahli kimia, penyandang cacat, dan sebagainya. Untuk itu pada notasi
subyek yang bersangkutan dapat diperluas dengan menambahkan notasi yang
terapat pada Tabel 7.
Penggunaan Tabel 7 ini adalah sebagai berikut:
a. Ditambahkan langsung
b. Tidak langsung. Tambahkan dengan notasi -088 yang diambil dari Tabel 1.
- Irian Jaya
:8
71
PENUTUP
Kemampuan
bahan pustaka, bukan ditentukan oleh kelengkapan manual atau pedoman yang digunakan,
akan tetapi terutama karena pekerjaan tersebut dilakukan secara terus menerus. Penuntun
yang disusun secara sederhana ini dimaksudkan hanya untuk memahami hal-hal yang
bersifat umum, sedangkan hal-hal yang lebih spesifik harus dipahami dengan mempelajari
dan mengkajinya melalui buku pedoman yang standar. Di smping itu, harus selalu
dibiasakan untuk melakukan diskusi bersama para pengelola perpustakaan yang lain,
terutama pada bagian pengolahan yang bertugas mengklasifikasi dan meengkatalog,
sehingga nantinya akan diperoleh pemahaman bersama yang komprehensif.
Diharapkan catatan singkat ini dapat bermanfaat khususnya bagi pengelola
perpustakaan yang ingin mendalami secara khusus dasar-dasar teknik mengklasifikasi dan
mengkatalog bahan pustaka yang berangkat dari analisis subyek yang sebenarnya memang
sedikit rumit.
72
DAFTAR PUSTAKA
Dewey, Melvil. 2003. Decimal Classification and Relatif Index, 22th ed.Vol.1-Vol.4.
Dublin, Ohio : OCLC Online Computer Library Center, Inc.
Hamakonda, Towa dan J.N.B. Tairas. 2002. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey.
Jakarta: BPK Gunung Mulya,
Lasa, HS. 2007. Manajemen Perpustakaan Sekolah. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tim Perpustakaan Nasional RI. 1994. Peraturan Katalogisasi Indonesia : Deskripsi
Bibliografis (ISBD), Penentuan Tajuk Untuk Entri, Judul Seragam, Edisi ke-4.
Jakarta : Perpustakaan Nasional RI.
73