Anda di halaman 1dari 13

Hassan al-Hudaybi

Hassan Al-Hudaibi adalah Mursyid Am Ikhwanul Muslimin kedua. Ia berprofesi


sebagai konsultan dan jaksa, bernama lengkap Hasan Ismail Al-Hudaibi, jabatan
terakhirnya sebagai mursyid kedua jamaah Ikhwanul Muslimin, dan merupakan
mursyid yang mengalami masa sulit dan penuh dengan ujian dan cobaan, karena
pada saat beliau diangkat menjadi mursyid berada pada masa terjadinya
perselisihan antara para pejuang revolusi, terutama mantan presiden Jamal
Abdul Naser. Dan sebagai masa dimana para anggota jamaah banyak yang
ditangkap, dipenjara dan disiksa; dan pemerintah pada saat itu berusaha
melakukan pembersihan jamaah Ikhwanul Muslimin dengan kekuatan dan
kekerasan dari bumi Mesir dan dunia.
Perjalanan hidup, sejarah singkat kepribadian dan karakter Hassan AlHudaibi
Hasan Al-Hudaibi lahir di desa Arab Al-Shawalihah, distrik Syibin Al-Qanatir,
tahun 1309 yang bertepatan pada bulan Desember 1891 M. menghafal Quran di
desanya sejak kecil, kemudian masuk sekolah formal di Al-Azhar yang semangat
keagamaan nya yang tinggi dan ketakwaan yang suci. Kemudian setelah itu
pindah ke sekolah negeri dan mendapatkan ijazah SD pada tahun 1907, lalu
masuk sekolah Aliyah Al-Khadiwiyah (setingkat SMA) dan mendapat gelar BA
pada tahun 1911, kemudian meneruskan kuliah di bagian hukum, dan lulus
darinya pada tahun 1915. Setelah itu menjalankan masa percobaan menjadi
pengacara di Kairo dan secara bertahap menjadi pengacara yang sesungguhnya.
Setelah menjadi pengacara, beliau bekerja sesuai profesinya di distrik Syibin AlQanatir, lalu untuk pertama kali dalam hidupnya dan tanpa diketahui oleh
seorang pun, beliau pergi ke daerah Sohaj dan tinggal di sana hingga tahun
1924, dan di sana beliau menjadi jaksa. kemudian pindah ke daerah Qana, lalu
pindah ke daerah Naja Hamady tahun 1925, lalu pindah lagi ke daerah ElManshurah tahun 1930, dan tinggal di daerah Al-Mania selama satu tahun,
kemudian pindah ke daerah Asyuth, lalu ke Zaqaziq, lalu ke Giza pada tahun
1933, dan pada akhirnya menetap di Kairo.
Tahapan beliau menjabat sebagai jaksa diawali dengan menjabat sebagai
direktur administrasi kepaniteraan, lalu menjadi ketua badan pemeriksa
kejaksaan, lalu sebagai konsultan di mahkamah konstitusi. Kemudian

mengundurkan diri sebagai jaksa setelah terpilih menjadi mursyid Ikhwanul


Muslimin pada tahun 1951. Pertama kali beliau menjabat, dirinya dan para
ikhwan lainnya ditangkap tanggal 13 Januari 1953, namun pada bulan maret
pada tahun sama beliau dibebaskan kembali, setelah dijenguk oleh para senior
dan jenderal revolusi sambil meminta maaf kepadanya. Kemudian ditangkap lagi
untuk yang kedua kalinya pada akhir tahun 1954 dan divonis hukuman mati,
namun akhirnya diberikan keringanan dengan hukuman seumur hidup. Kemudian
hukuman dipindah dari penjara menjadi tahanan rumah, akibat menderita sakit
dan usia lanjut. Kemudian pada tahun 1961 hukuman tahanan rumah dihapus
atasnya. Dan beliau kembali ditangkap pada tanggal 23 Agustus 1965 di
Alexandria dan dijatuhi hukuman dengan wajib lapor, kemudian dijatuhi
hukuman penjara selama 3 tahun, walaupun pada saat itu umur beliau telah
mencapai 70 an tahun, dan kemudian diberikan izin keluar untuk ke rumah sakit
selama 15 hari, kemudian dipindah ke rumahnya, lalu dikembalikan ke penjara
untuk melengkapi masa tahanannya. Dan masa tahanannya menjadi panjang
melewati batas yang dijatuhkan- hingga tanggal 15 Oktober tahun 1971. Dan
beliau wafat pada hari kamis, jam 07 pagi waktu setempat, pada tanggal 14
Syawal 1939 bertepatan dengan tanggal 11 November 1973.
Karakter Hasan Al-Hudaibi
Hassan al-Hudaibi adalah sosok seorang Muslim sejati, hafal Al-Quran sejak
belia, memiliki komitmen untuk selalu taat kepada Allah, beliau tidak pernah
lengah dan tidak pernah merasa bosan dalam menunaikan tugas dan kewajiban
agama.
Beliau adalah sosok manusia yang dermawan dan tidak pernah memiliki
keraguan sejak dia menjadi seorang siswa hingga menjadi konsultan dalam
berpegang pada prinsip dan kebenaran. Beliau merupakan contoh dan teladan di
antara teman-temannya dan orang-orang yang dekat dengannya atas ke
istiqamahannya, keteguhan akhlaqnya dan kemuliaan karakternya,
keengganannya bermujamalah (bermain-main) pada kebenaran dan ketidak
takutannya kepada siapa pun kecuali kepada Allah. Beliau juga mampu
mencetak rumah tangganya dengan tabiat dan shibghah Islam; adab-adabnya,
kebiasaan-kebiasaannya dan pakaian-pakaiannya, sehingga tampak dengan
akan keteguhan agamanya dan Ittibanya dengan nama agama melebihi jabatan
dan julukan yang telah dimiliki dan diraihnya.

Hassan Al-Hudaibi juga merupakan sosok yang sangat disegani oleh teman
sejawatnya dan para konsultan lainnya; terutama yang berani bermain-main
dengan undang-undang sipil, dan yang melakukan pelanggaran dasar-dasar
syariah Islam. Suatu kali; pada jiwa-jiwa terhenti tanpa dapat melakukan apaapa, dan cukup dengan memberikan agenda kritikan yang lembut, beliau pergi
dengan sendirinya ke pusat revisi undang-undang, dan memberikan pernyataan
secara resmi bahwa dirinya menentang dan mengutuk berbagai produk undangundang yang tidak berasal dan bersumber dari syariat Islam, atau kandungan
bab dan fasal-fasalnya yang bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah.
Sehingga, dengan sikap tersebut menjadi berita headline di seluruh surat kabar
di Mesir saat itu; bahkan koran Al-Ikhwan menerbitkan berita dengan tema
Hasan Al-Hudaibi, semoga Allah menolongnya yang berasal dari surat kabar
Akhbar Al-Youm. Dan karakter yang agung yang terdapat dalam diri Al Hassan
Al-Hudaibi adalah ketegarannya dan keberaniannya dalam menentang kebatilan,
dan terhadap para pelaku dan pendukung kebatilan, ketegarannya berdiri
dihadapan kekuatan zhalim dan para pelaku kezhaliman, sekalipun usia beliau
sudah lanjut dan sering sakit-sakitan beliau tetap melakukan aktivitas.
Sebagaimana beliau juga memiliki karakter membenci terhadap hal-hal yang
berbau pamer dan pujian, jauh dari pantauan, karena itu kadang- beliau selalu
menghindar dari sorotan kamera, menolak untuk ditulis tentang jati dirinya dan
perjalanan hidupnya; karena yang beliau harapkan hanyalah ganjaran dari Allah.
Jika seorang imam memilih banyak diam dan jauh dari sorotan masa, adalah
ketawadhuan dan kelebihan yang dimilikinya, namun di antara haknya dan juga
hak imam Al-Banna dan seluruh ulama dan umat yang membawa amanah
setelah mereka hingga hari akhir zaman, untuk selalu menjadi uswah dan
qudwah (contoh dan teladan), bahkan beliau menjadi menara yang
mengarahkan para pembawa risalah dakwah dan pengarah jalan di dalamnya,
sehingga dapat dijadikan pegangan bagi para pengemban amanah dakwah dan
menerangi jalan mereka, karena para pemuda zaman sekarang ini, banyak yang
sering mentaqlid dari sana sini, menemukan kebesaran jiwa dari sebagian tokoh.
Karena itu, jika mereka mengambil kebesaran jiwa maka mereka kelak akan
menjadi jiwa yang memiliki kepribadian yang tinggi pula.
Perjuangan beliau
Adapun Perjuangan pada bidang pekerjaan dan spesialisasinya memiliki sejarah
yang sangat menarik. Suatu ketika ketua mahkamah konstitusi bertanya

kepadanya: Ya Hasan, bukankah engkau bersama saya, bahwa kebanyakan dari


undang-undang sipil saat ini berkaitan erat dengan hukum-hukum yang ada
dalam fiqh Islam? Hasan Hudaibi berkata: betul. Orang tersebut berkata lagi: jadi
apa dasarnya tuntutan Anda untuk kembali pada syariat Islam dan menerapkan
hukum-hukumnya?. Beliau menjawab: Hal tersebut karena Allah SWT. Dia
berfirman: Dan hendaklah saat memutuskan hukum di antara mereka sesuai
dengan apa yang diturunkan Allah. Dan tidak mengatakan: Dan berhukumlah
seperti yang diturunkan Allah. Dan bahwa berhukum pada syariat Allah menurut
seorang muslim adalah ibadah dan menunjukkan ketaatan kepada perintah
Allah, dan itulah sumber keberkahannya, rahasia kekuatan yang ada dalam jiwa
orang-orang yang beriman dengannya dan dalam komunitas jamaah muslimah.
Ketika dijabarkan rancangan revisi undang-undang sipil Mesir pada tahun 1945 di
hadapan ustadz Al-Hudaibi, tertulis disitu bahwa beliau menolak mendiskusikan
proyek tersebut dari sisi prinsipnya; karena tidak berdasarkan pada al-kitab dan
as-sunnah.
Dan pada tahun 1947 Ustadz Hasan Al-Hudaibi menerbitkan sebuah artikel di
koran Mesir Akhbar Al-Youm, yang membantah amandemen rancangan
undang-undang sipil Mesir, beliau berkata, bahwa amandemen terbaik menurut
pandangan saya adalah yang mengacu pada sebuah undang-undang yang satu;
untuk menerapkan hukum syariah dalam kasus pidana dan perdata kemudian
beliau berkata: Aku telah menyatakan pendapat di komisi revisi undang-undang
sipil dalam Senat, dan saya sampaikan: Bahwa undang-undang kita harus
berdasarkan Al-Quran dan Sunnah dalam berbagai sendi kehidupa, bukan hanya
dalam urusan syariat saja. Bahwa Islam adalah agama yang koheren dan
terpadu tidak boleh dipisah-pisah, sehingga harus diterapkan seluruh
ketentuannya oleh setiap orang yang menganutnya Inilah pendapat yang saya
kemukakan, dan saya berharap bahwa saya telah menyelesaikan tugas dalam
melakukan revisi undang-undang, berusaha mempelajarinya hingga tidak
terdapat di dalamnya undang-undang asing yang tidak konsideran dengan AlQuran Al-Karim, yang tidak bisa membedakan antara yang halal dan yang
haram, padahal keduanya sangat jelas karakter dan batasan-batasannya hingga
hari kiamat.
Dan inilah yang saya sampaikan di hadapan tim revisi, dan saya yakin bahwa
mereka tidak akan menerima dan mengambilnya, namun bagi saya tidak

mengapa selama saya yakin dengan apa yang saya sampaikan, namun menurut
praduga saya, kelak setelah berjalan 20 atau 30 tahun opini akan mengarah
pada pengambilan pendapat saya; setiap kali Allah melapangkan dada umat
manusia dengan Al-Quran pada hari yang meliputi opini dan pendapat ini.
Kami telah melihat bahwa berbagai undang-undang yang bersumber pada
undang-undang asing tidak memberikan kemaslahatan pada negeri kami, tidak
mencapai apa yang diharapkan, penjara ini penuh narapidana, kejahatan
meningkat, kemiskinan menyebar, dan moral dan akhlak menurun, hubungan
sosial memburuk hingga terjadi setiap hari sejak para pendahulunya, dan ini
semua tidak mampu diubah kecuali jika kita menyusun kembali hubungan kita
dengan sunnah kauniyah yang telah diturunkan melalui wahyu dengan berbagai
rahasia-rahasianya, dan tanda-tandanya yang terdapat dalam Al-Quran, dan
dengan itu semua, maka kita akan dapat tinggal di rumah, di tengah keluarga
dan masyarakat, bersama anak-anak kita, dan bersama semua orang yang hidup
bersama Al-Quran .
Pada tanggal sepuluh Desember 1952, konstitusi Klasik Mesir mengumumkan
revisi dan setelah berlalu dua hari ditetapkan seratus anggota untuk membuat
konstitusi baru yang mana di antara mereka ada tiga orang yang berasal dari
Ikhwanul Muslimin. Akhirnya majalah El-dakwah menerbitkan artikel yang
mengajak untuk mendukung konstitusi berdasarkan Islam. Hasan Al-Hudaibi
mengajak untuk dilakukan referendum; guna mengetahui apakah Mesir memilih
syariat Islam atau undang-undang barat? Jika memilih berhukum pada Islam
maka pemerintah harus komitmen melaksanakan pilihan tersebut, dan jika
memilih undang-undang Barat yang tidak mungkin keluar dari diri seorang
muslim- maka kita harus mengaca diri, mengajarkan umat akan perintah
Tuhannya dan apa yang seharusnya mereka lakukan.
Awal Hasan Al-Hudaibi mengenal Ikhwanul Muslimin
Dikisahkan bahwa hubungan beliau dengan Ikhwanul Muslimin dimulai sejak
tahun 1942, yaitu saat beliau mendapatkan kepuasan dengan dakwah al-Ikhwan
melalui praktek sebelum mendapatkannya secara teori. Hal tersebut terjadi
ketika beliau melihat sebagian anggota kerabatnya dari para petani yang sedang
menghadapi berbagai macam masalah; agama dan politik, yang kebanyakan
dari masyarakat umum tidak memahami hal tersebut, terutama karena
kebanyakan dari mereka adalah berasal kalangan umi (buta huruf), dan ketika

diketahui bahwa hal tersebut kembali kepada para Ikhwan, beliau tertarik
dengan cara dakwahnya, sehingga beliau sangat antusias untuk menghadiri
khutbah Jumat di masjid-masjid yang diisi oleh pendiri jamaah Ikhwan; Hasan AlBanna. Dan sejak tahun 1942 beliau mulai menjalin hubungan dengan dakwah
yang penuh berkah ini melalui pendirinya langsung terutama di saat beliau
melakukan kunjungan ke kota Zaqaziq.
Adapun awal begitu tertariknya beliau dengan dakwah Ikhwanul Muslimin adalah
saat mendengar ceramah ustadz Hasan Al-Banna tentang masalah
membersihkan jiwa, menumbuhkan perasaan, menggelorakan ruh. Ketika beliau
mendengarkan uraiannya ada perasaan aliran darah yang deras dan kencang
merasuk ke dalam jiwanya, bergelora ruhnya, akalnya, hatinya dan perasaannya,
sehingga tidak membutuhkan waktu lama dan usaha yang keras, segera
terdorong jiwanya untuk bergabung dengan dakwah yang penuh berkah ini,
dakwah yang membawa kebenaran, dan siap bekerja untuknya, terikat
dengannya serta komitmen untuk berjihad di jalannya. Pada saat itu Imam Hasan
memandang telah terjadi kehancuran di tengah umat Islam sehingga perlu
adanya kerja keras untuk menolong dan menyelamatkannya. Dan ditambah
kecemburuan iman Hasan Al-Banna yang bergelora di dadanya, yang mana hal
tersebut dapat diketahui saat beliau berbicara, baik dihadapan para ulama yang
shalih dan dihadapan orang-orang yang duduk-duduk dan nongkrong di kedai
kopi.
Pada saat itu setelah mendengar uraian imam Hasan Al-Banna- beliau langsung
menghadap, dan setelah berbicara singkat, beliau melakukan janji, ikatan dan
baiat. Baiat yang mengikat dirinya dan kehidupannya untuk selamanya, dan
berada di jalan dakwah yang penuh berkah ini, mengarungi masa depan dakwah.
Dan inilah model kejujuran para rijal dakwah. Mengikat jiwa mereka dengan
dakwah kehidupan masa lalunya, yang sedang berjalan dan yang akan datang
dengan kebenaran.
Dan karena karakter imam Hasan Al-Hudaibi memiliki kecerdasan dan kejelian,
jiwa yang kokoh, ruh yang bersih, sehingga ketika mendengar dakwah imam
Hasan Al-Banna yang bersumber dari kejujuran dan keikhlasan, dan totalitas
yang begitu dalam, beliau yakin bahwa ini adalah dakwah yang akan
memberikan air kesejukan bagi siapa saja yang haus hatinya, perasaannya dan
jiwanya.

Baiat ustadz Hasan Al-Hudaibi


Pada tanggal 12 Pebruari tahun 1949 para pesuruh kerajaan Mesir Raja Farouk
berhasil membunuh Hasan Al-Banna sehingga membuat kosong kursi Mursyid
Am Ikhwanul Muslimin, dan pada saat itulah, para pendiri Ikhwan berusaha
mencari menggantinya, dan akhirnya mereka menetapkan Hasan Al-Hudaibi
menjadi Mursyid Am Ikhwanul Muslimin. Pada 6 bulan pertama Hasan Al-Hudaibi
menjabat sebagai mursyid secara tersembunyi dan diam-diam, tanpa tidak
meninggalkan pekerjaannya sebagai jaksa selama masa tersebut. Dan ketika
pemerintahan An-Nuhas Pasya memberikan izin kepada lembaga pendiri
Ikhwanul Muslimin untuk melakukan pertemuan, para anggota tersebut
mempersilakan kepada Hasan Al-Hudaibi untuk memimpin pertemuan dan
menjabat sebagai mursyid am Ikhwanul muslimin, namun saat itu beliau
menolak permintaan mereka, karena beliau menganggap saat pemilihan atas
dirinya menjadi Mursyid oleh anggota lembaga pendiri hanya pada marhalah
sirriyah dan tidak mewakili pendapat anggota Ikhwan lainnya, dan beliau
meminta untuk memilih Ikhwan lain menjabat sebagai mursyid, namun para
Ikhwan lainnya menolak permintaan tersebut dan meminta beliau untuk
melanjutkan jabatannya sebagai mursyid Ikhwanul muslimin, akhirnya beliau
menerima permintaan utusan para Ikhwan dan setelah itu beliau mulai
mengurus pengunduran diri dari pekerjaannya untuk fokus pada jabatan barunya
yaitu mursyid Am Ikhwanul muslimin.
Dab tepat pada tanggal 17 Oktober 1951 Hasan Al-Hudaibi resmi menjadi
mursyid am jamaah Ikhwanul muslimin. Dan setelah itu beliau melakukan jaulah
ke berbagai tempat dan daerah yang terdapat di dalamnya anggota Ikhwanul
Muslimin untuk menegaskan bahwa mereka mendukung keputusan tersebut.
Dan akhirnya beliau mendapatkan kepastian tersebut, bahkan semua anggota
yang bertemu dengannya melakukan baiat kepadanya. Dan sebelum baiat beliau
berkata: Sebenarnya saya tahu, bahwa saya sedang menyerahkan diri pada
kepemimpinan dakwah yang mengakibatkan syahidnya sang pionir, muassis dan
mursyid pertama, berhadapan dengan ancaman pembunuhan, penyiksaan para
pengikutnya, pengusiran di jalan Allah, mereka telah mendapatkan apa yang
mereka harapkan, dan saya tidak yakin pada diri ini akan mampu melakukan dari
apa yang ditinggalkan oleh sang imam dan membawa maslahat di dalamnya
seperti imam Hasan Al-Banna, namun walau begitu saya akan berusaha
menghadirkan dan melakukan sesuai dengan amanah dan keinginan para

Ikhwan, menunaikan amanah untuk Allah SWT, tidak mencari dan berharap
apapun kecuali ganjaran dan ridha Allah, dan saya tidak meminta pertolongan
kepada siapapun kecuali pada kekuasaan dan kekuatan Allah SWT.
Apa yang diberikan oleh Hasan Al-Hudaibi untuk jamaah Ikhwan?

Dukungan beliau terhadap jamaah dan pembelaannya sangat besar sekali,


bahkan kontribusi yang mulia beliau tampakkan ketika membeli rumah
markas al-am (kantor pusat).

Menunjukkan amanah dakwahnya saat beliau marah terhadap kekejaman


Zionis guna membela Palestina.

Memiliki jiwa perhatian terhadap keluarganya, dengan membentuk kantor


cabang di desanya Arab As-shawalihah dan desa-desa yang berdekatan
dengannya.

Dengan retorika dan metode khas beliau dan berpenampilan tenang dan
penuh tawadhu mampu menghidupkan dakwah di daerah Syibin AlQanatir.

Beliau tidak pernah putus menjalin hubungan dengan imam syahid, dan
bahkan beliau tidak pernah lepas dalam bertukar pikiran dan memberikan
pendapat yang konstruktif pada setiap langkah dan sikap sebelum
terjadinya pembunuhan dan setelahnya, bahkan beliau selalu ikut dalam
jalasah yang diikuti oleh mukhlisin dan pejabat teras Ikhwanul Muslimin,
yang sedang berjual melakukan pemetaan strategi dakwah untuk jamaah
sebelum dan sesudah syahidnya Mursyid pertama.

Setelah beliau bergabung dengan dakwah, maka seluruh jiwanya,


rumahnya, anak-anaknya, jabatannya, dan seluruh hartanya diserahkan
untuk dakwah dan dibawah kendali dakwah.

Beliau adalah satu-satunya orang yang jujur dalam dakwah yang berasal
dari kalangan kejaksaan sehingga beliau menjadi pionir dan satu-satunya
orang yang mampu membersihkan kewibawaan jamaah, membersihkan
kejaksaan dari pengaruh kedustaan dan kebohongan, yang sengaja
dilakukan oleh pemerintah untuk mengubah kejaksaan dari kerja yang

serius dan bertanggung jawab pada tindakan melakukan kezhaliman


dengan berbagai tuduhan yang dibuat-buat.

Hasan Al-Hudaibi juga selalu mengikuti perkembangan berita Ikhwan,


terutama setelah terbunuhnya imam Hasan Al-Banna, selalu membekali
diri dengan nasihat-nasihat yang membuatnya memiliki kekuatan dan
imunitas dari gelora kekejian pemerintah dan kekuasaan undang-undang,
dan mampu melakukan banyak kebaikan menuju jalan yang pasti; yaitu
melakukan penyatuan barisan, memberikan dukungan untuk tsabat dan
tsiqah kepada Allah di antara para Ikhwan.

Beliau memiliki perhatian kepada keluarga Ikhwan yang ditangkap dan


dipenjara.

Hasan Al-Hudaibi saat di penjara


Mursyid memulai hidup barunya menjadi Mursyid Am Ikwahnul Muslimin
berhadapan dengan berbagai ujian dan cobaan yang begitu keras; berbagai
penangkapan, vonis hukuman penjara, bahkan menerima siksaan dan hukuman
mati atasnya, yang kemudian berganti menjadi hukuman kerja paksa.
Hasan Al-Hudhaibi memikul tugas Asy-Syahid Hasan Al-Banna bermula pada
tahun 1949 walaupun hanya diumumkan secara terbuka sebagai Mursyidul Am
Ikhwan Muslimun pada tahun 1951. Beliau memegang amanah tersebut hingga
tahun 1973.
Manakala di bawah kepimpinannya, Ikhwan telah melalui Revolusi Mesir 1952
dan empat perang Arab-Israel, iaitu pada 1948-1949, 1956, 1967 dan
1973.Ketika tercetusnya perang pertama, Al-Hudhaibi menyeru keluarganya
yang terdiri di kalangan golongan terkemuka Mesir untuk menubuhkan
cawangan-cawangan Ikhwan. Beliau menggerakkan Ikhwan di seluruh Mesir
untuk berdepan dengan golongan Zionis dan mempertahankan bumi Palestin.
Dalam perang pertama pasukan jihad Ikhwan adalah yang paling handal
menggempur kelompok-kelompok tentera Zionis. Pasukan Ikhwan jugalah yang
mempertahankan tentera Mesir ketika tentera tersebut terpaksa berundur dari
bumi Palestin.

Namun, setiba sahaja ke Mesir, di atas tekanan Amerika dan kuasa-kuasa Barat,
Raja Farouk telah menahan dan memenjarakan mujahidin Ikhwan. Tidak kurang
dari 10,000 orang mujahidin Ikhwan yang dihumban ke dalam beberapa penjara
Mesir.
Pada tempoh tersebutlah, Al-Hudhaibi cukup sibuk berurusan dengan pemerintah
untuk membela dan membebaskan anggota-anggota Ikhwan melalui proses
undang-undang. Al-Hudhaibi juga turut menggerakkan Ikhwan untuk
mewujudkan sistem sokongan bagi membantu anak-anak dan keluarga tahanan
yang merengkok dalam penjara.
Dalam Revolusi 1952, Sayyid Qutb ditampilkan sebagai tokoh Ikhwan untuk
bertahalluf dengan Naguib dan Jamal Abdul Nasir bagi menggulingkan
pemerintahan Farouk. Revolusi tersebut menjanjikan untuk menempatkan Islam
sebagai dasar pemerintahan negara.
Setelah Revolusi 1952 berjaya mengguling Farouk, Sayyid Qutb diundang untuk
menyertai kabinet sebagai menteri pendidikan. Walau bagaimanpun, Sayyid
Qutb menolaknya kerana Jamal Abdul Nasir mungkir janji apabila memasukkan
golongan sosialis, nasionalis serta tidak meletakkan Islam sebagai dasar
pemerintahan.
Percubaan kedua untuk mendapat sokongan Ikhwan dibuat terus melalui AlHudhaibi. Majlis Pemerintah Revolusi pimpinan Jamal Abdul Nasir menawarkan
tiga kementerian untuk diterajui oleh Ikhwan. Pada peringkat awal tawaran
tersebut diterima oleh Al-Hudhaibi. Tiga orang tokoh terkemuka Ikhwan iaitu
Syeikh Hasan Al-Baquri, Hasan Al-Ashmawi dan Munir Al-Dilla dinamakan
sebagai calon-calon Ikhwan.
Majlis Pemerintah Revolusi menolak Hasan Al-Ashmawi dan Munir Al-Dilla,
sedangkan Syeikh Hasan Al-Baquri sudah pun menerima jawatan tersebut.
Keadaan ini menimbulkan ketegangan.
Maktab Irshad Ikhwan kemudian bersidang untuk memutuskan untuk menolak
tawaran pemerintah revolusi bagi Ikhwan terlibat dalam kabinet. Dua sebab
utama penolakan tersebut adalah kerana kuasa pemutus di setiap kementerian
bukanlah milik menteri tetapi terletak di atas kuasa pegawai tertinggi tentera
Revolusi yang ditugaskan di situ. Sebab kedua adalah hanya dengan tiga

kementerian dalam kerajaan, suara Ikhwan tidak cukup kuat untuk menentukan
pemerintahan akan berjalan di atas landasan Islam.
Di atas sebab itu Ikhwan memutuskan untuk tidak menyertai kerajaan.
Hubungan tegang antara Majlis Pemerintah Revolusi dengan Ikhwan semakin
memuncak. Pada peringkat awal, tiada tindakan diambil terhadap pemimpinpemimpin Ikhwan. Namun, setelah kuasa Majlis Pemerintah Revolusi semakin
bertambah teguh, mulalah pemimpin-pemimpin Ikhwan ditangkap, diseksa dan
dipenjarakan oleh Jamal Abdul Nasir.
Al-Hudhaibi keluar masuk penjara berkali-kali. Pernah juga dia dijatuhi hukuman
gantung sampai mati. Ketika itu usianya sudah pun agak lanjut. Namun
semangat dan jiwanya amat kental.
Al-Hudhaibi mengingatkan anggota-anggota Ikhwan: Penjara bukan tembok
tebal dan jeriji besi. Sebenarnya penjara adalah keadaan dalam perasaan dan
fikiran kalian.
Semasa bertahun-tahun dalam penjara dengan dianiaya dan diseksa, AlHudhaibi terus menyuntikkan semangat anggota-anggota untuk terus bertahan.
Beliau terus menyemarakkan semangat teguh mempertahankan Islam dan untuk
hidup sepenuhnya di bawah naungan Islam. Al-Hudhaibi mahu anggota-anggota
Ikhwan terus meningkatkan tarbiyyah dan tazkiyyah diri walaupun sedang
merengkok dalam penjara.
Syeikh Abdul Badi Saqr, juga seorang yang dipenjarakan oleh rejim Jamal Abdul
Nasir menceritakan bahawa suatu hari Al-Hudhaibi menemuinya di depan bilik
air penjara.
Al-Hudhaibi bertanya: Berapa hari kamu khatamkan Al-Quran?.
Aku menjawab: Setiap lima belas hari!.
Al-Hudhaibi berkata: Apakah yang menghalang kamu untuk mengkhatamkan
dalam tiga hari? Bacalah dua juzu setiap selesai solat waktu sedangkan kamu
masih berwudhu. Ingatlah peluang seperti ini tidak akan berulang!
Oleh kerana kesihatannya semakin kritikal, hukuman gantung sampai mati
terhadapnya ditukar kepada hukuman penjara seumur hidup. Apabila pemerintah

menyangka bahawa Al-Hudhaibi akan mati dalam penjara disebabkan


penyakitnya itu, maka pemerintah pun membebaskannya dengan sangkaan AlHudhaibi akan mati beberapa hari lagi.
Dengan kehendak Allah apa yang diharapkan oleh pemerintah itu tidak berlaku.
Sebaliknya Al-Hudhaibi terus memimpin Ikhwan dengan lebih gagah lagi. Melihat
ini, pemerintah sekali lagi menahan dan menghumban Al-Hudhaibi ke dalam
penjara!
Tidak ada yang lebih menggembirakan Al-Hudhaibi selain daripada
dikumpulkannya semula untuk kembali bersama-sama anggota-anggota Ikhwan
di dalam penjara.
Al-Hudaibi juga bencikan keganasan. Pernah sebilangan anggota-anggota Ikhwan
berkata kepadanya: Bukankah bilangan kita dalam penjara ini mencecah ribuan
orang? Mengapa kita tidak menyerang pengawal-pengawal penjara demi
membebaskan kita dari penjara ini?.
Al-Hudhaibi menjawab: Barangsiapa melakukan tindakan tersebut, maka dia
bukan anggota Ikhwan!. Sesungguhnya, nyawa seorang dari seribu anggota
Ikhwan adalah lebih berharga bagiku daripada batang leher Jamal Abdul Nasir!
Berjaga-jagalah!, jangan ada seorang di kalangan kalian yang memberi
kesempatan kepada anjing-anjing hina itu untuk menghapuskan golongan orangorang yang beriman. Tahanlah diri kalian, bersabarlah, tingkatkanlah kesabaran
dan tetap tabahlah sehingga datang ketetapan Allah!
Hasan Al-Hudhaibi juga mengikuti dan mengukuhkan tradisi Ikhwan Muslimin
dalam mentarbiyyah dan membawa seluruh keluarga dalam perjuangan Islam.
Al-Hudhaibi mempunyai seorang isteri yang berjiwa kental, Ummu Usamah.
Ketika Al-Hudhaibi dalam tahanan penjara, seorang menteri Mesir telah
mengutus isterinya untuk bertemu dengan Ummu Usamah. Tujuannya adalah
untuk menenangkannya serta memberitahu bahawa menteri tersebut telah
berbuat yang terbaik untuk menyelamatkan Al-Hudhaibi.
Ummu Usamah berkata: Siapa yang memberitahu kepada suamimu yang kami
gelisah dan sedih sehingga kamu bersusah payah untuk memberi nasihat
kepada kami, menenangkan hati kami dan memberi khabar gembira bahawa

Ustaz selamat? Apakah puan ingin memberitahu kepadaku dan anak-anakku


bahawa hukuman telah ditetapkan sebelum dijalankan perbicaraan? Adakah
puan mahu memberitahu kepada kami bahawa hukuman yang akan diterima
oleh Ustaz adalah hukuman mati?
Ummu Usamah seterusnya menegaskan: Wahai Saadiyah Hanim, isteri
pembesar Mesir yang mulia, saya mohon agar puan dengar dengan baik dan
sampaikan kepada Tuan Menteri! Sampaikan bahawa Hasan Al-Hudhaibi tidak
memegang kepimpinan Ikhwan Muslimun kecuali setelah menyaksikan
pendahulunya yang agung, Asy-Syahid Hasan Al-Banna telah diculik dan dibunuh
secara keji dengan terang-terangan di tepi jalan ibu kota negara ini. Hudhaibi
tidak menerima untuk menjadi pengganti beliau kecuali menunggu akhir
kehidupannya yang sama seperti beliau. Sungguh, ia telah menjual dirinya untuk
Allah dan kami juga menjual diri kami bersamanya untuk Allah. Bila semua itu
terjadi kerana takdir Allah maka tak seorang pun akan melihat kami kecuali
dalam ketenangan, ketenteraman dan kebahagian. Sebab kami serahkan
sepenuhnya segala urusan manusia kepada Allah. Kami mengharapkan pahalaNya dan kami sangat berbahagia bila dapat menyusulnya sebagai syuhada
Kemudian Ummu Usamah berpaling kepada anak-anaknya Ilyah, Khalidah dan
Suad sambil berkata:Inilah pendirian ummi, bagaimana pendapat kalian wahai
anak-anak?
Serentak mereka menjawab: Tidak ada perbezaan sedikit pun pendapat kami
dengan pendapatmu, wahai ummi!

Anda mungkin juga menyukai