Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan
oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur
karena fibrosis akibat peradangan neoplasma. Apendisitis dapat terjadi pada setiap usia,
perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk
menderita penyakit ini. Namun penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda
antar umur 10-30 tahun. Satu dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam
hidupnya.
Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia
15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita apendisitis dari pada wanita pada usia
pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak
dibawah 2 tahun.
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi abses, peritonitis bahkan shock dan perforasi. Insiden perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil danlansia. Perforasi terjadi secara
umum 24 jam pertama setelah awitan nyeri. Angka kematian yang timbul akibat
terjadinya perforasi adalah 10-15% dari kasus yang ada, sedangkan angka kematian
pasien apendisitis akut adalah 0,2%-0,8%. yang berhubungan dengan komplikasi
penyakitnya daripada akibat.
Pengobatan apendisitis dapat melalui dua cara yaitu operasi dan non operasi pada
kasus ringan apendisitis bisa sembuh hanya dengan pengobatan tetapi untuk apendisitis
yang sudah luas infeksinya maka harus segera dilakukan operasi apendiktomi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan dalam makalah ini adalah :
1. Mengetahui Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Apendiks Vermiformis.
2. Menguraikan mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran
Klinis, diagnose, diagnose banding, komplikasi, terapi, prognosis.

BAB II
1

PEMBAHASAN

2.1 Apendiks Vermiformis


2.1.1 Anatomi
Apendiks vermiformis pada manusia merupakan struktur tubular yang rudimenter
dan tanpa fungsi yang jelas. Apendiks berkembang dari posteromedial sekum dengan
panjang bervariasi dengan rata-rata antara 6-10 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8 cm.
Posisi apendiks dalam rongga abdomen juga bervariasi, tersering berada posterior dari
sekum atau kolon asendens. Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh
peritoneum, dan mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan
peritoneum berjalan kontinu disepanjang apendiks dan berakhir di ujung apendiks.
Apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon
asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh
letak apendiks.
Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali di ujung dari
apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri apendikular, derivat cabang
inferior dari arteri iliocoli yang merupakan cabang trunkus mesenteric superior. Selain
arteri apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat
kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena
ileocoli berjalan ke vena mesenteric superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal.
Drainase limfatik berjalan ke nodus limfe regional seperti nodus limfatik ileocoli.
Persarafan apendiks merupakan cabang dari nervus vagus dan pleksus mesenteric
superior.
Permukaan eksternal apendiks tampak halus dan berwarna merah kecoklatan
hingga kelabu. Permukaan dalam atau mukosa secara umum sama seperti mukosa
kolon, berwarna kuning muda dengan gambaran nodular, dan komponen limfoid yang
prominen. Komponen folikel limfoid ini mengakibatkan lumen dari apendiks
seringkali berbentuk irregular (stellata) pada potongan melintang dengan diameter 1-3
cm.

2.1.2 Perkembangan Embriologi


Apendiks vermiformis berasal dari struktur primordial yakni divertikulum sekal
yang muncul pada janin berusia 6 minggu. Bagian proksimal dari divertikulum ini
membentuk sekum sedangkan bagian distal atau apeks terus memanjang membentuk
apendiks. Pada anak-anak peralihan antara sekum dan apendiks tidak sejelas pada
orang dewasa, dan apendiks tampak disebelah inferior dari sekum, berbeda pada
orang dewasa dimana peralihan lebih jelas dan apendiks berada disisi posteromedial
dari sekum. Perkembangan embriologis yang abnormal dapat mengakibatkan
agenesis, hipoplasia, duplifikasi atau bahkan triplikasi dari apendiks. Duplifikasi dari
apendiks sering diasosiasikan dengan anomali kongenital lain yang mengancam jiwa.
2.1.3 Histologi
Komposisi histologi dari apendiks serupa dengan usus besar , terdiri dari empat
lapisan yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan
sirkuler), dan serosa.mukosa apendiks terdiri dari selapis epitel di permukaan. Pada
epitel ini terdapat sel-sel absorbtif, sel-sel goblet, sel-sel neuro endokrin, dan beberapa
sel paneth. Lamina propia dari mukosa adalah lapisan seluler dengan banyak
komponen sel-sel migratory, dan agregasi limfoid. Berbeda dengan di usus besar
dimana limfoid folikel tersebar, pada apendiks folikel limfoid ini sangat banyak
dijumpai terutama pada apendiks individu berusia muda. Seringkali, folikel limfoid
ini mengubah kontur lumen dari apendiks. Lapisan terluar dari mukosa adalah
muskularis mukosa, yang merupakan lapisan fibromuskuler yang kurang berkembang
pada apendiks.
Lapisan submukosa memisahkan mukosa dengan muskularis eksterna. Lapisan ini
tersusun longgar oleh jaringan serat kolagen dan elastin, serta fibroblast. Lapisan
submukosa juga dapat mengandung sel-sel migratori seperti makrofag, sel-sel limfoid,
sel-sel plasma serta sel mast. Pembuluh darah dan limfe merupakan komponen yang
dominan pada lapisan ini. Pembuluh limfatik terdapat jelas di bawah dasar dari folikel
limfoid. Di lapisan ini juga terdapat struktur neural berupa pleksus Meissner. Pleksus
saraf in terdiri dari ganglia, sel-sel ganglion, kumpulan neuron dengan prosesusnya,
dan sel Schwann yang saling berinterkoneksi membentuk jaringan saraf di lapisan
submukosa.

Lapisan otot polos yang tebal berada diantara submukosa dan serosa , merupakan
lapisan muskularis eksterna dari apendiks. Lapisan ini terpisah menjadi 2 bagian,
yakni lapisan sirkular di dalam dan lapisan longitudinal di sebelah luar. Pada lapisan
ini sering terlihat degenerasi granular sitoplasmik eosinofilik terutama pada lapisan
sirkular. Di antara dua lapisan otot ini terdapat pleksus mienterik atau pleksus
Auerbach, yang serupa secara morfologi dan fungsi dengan pleksus Meissner di
lapisan submukosa. Sebagai tambahan, pembuluh limfatik dan pembuluh darah juga
terdapat pada lapisan ini.
Lapisan terluar dari apendiks adalah lapisan serosa, diantara lapisan serosa dan
muskularis eksterna terdapat region subserosal, yang terdiri dari jaringan penyambung
longgar, pembuluh darah, limfe dan saraf. Lapisan serosa sendiri merupakan selapis
sel-sel mesotelial kuboidal, yang terdapat pada lapisan tipis jaringan fibrosa.
2.1.4 Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir I muara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah igA. Imunoglobulin
itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
2.2 Appendisitis
2.2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai
cacing
2.2.2 Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun,
4

diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu


sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada umur 20-30 tahun, setelah
itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali
pada umur 20-30 tahun, insidens laki-laki lebih tinggi.
2.2.3 Etiologi
Etiologi apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus di samping hyperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks
dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
Entamoeba histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut.
2.2.4 Patologi
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh
adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk masa periapendikuler yang secara salah
dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan
berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis
akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri saecara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
berbentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan di
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai
eksaserbasi akut.
5

2.2.5 Patofisiologi

Apendisitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen.


Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia
jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks
mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa

sumbatan.
Sumbatan lumen apendiks menyebabkan keluhan sakit di sekitar umbilikus dan

epigastrium, nausea dan muntah.


Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.coli dan spesibakteroides dari lumen ke
lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum

parietalis sehingga terjadilah peritonitis lokal kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.
Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding apendiks
akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intralumen terus meningkat terjadi

perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh menigkat dan menetap tinggi.
Tahapan peradangan apendisitis:
o Apendisitis akuta (sederhana, artinya tanpa perforasi)
o Apendisitis akuta perforata (termasuk apendisitis gangrenosa, karena gangren
dinding apendiks sebenarnnya sudah terjadi mikroperforasi).
2.2.6 Gambaran klinis
Apendisitis akut memiliki gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh
sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda

rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah sisi perut kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan atau kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala
dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena
rangsangan dindingnya.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya hanya sering
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam
beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan
letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah
perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani
pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang berusia lanjut yang
gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah.
Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi
mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke
region lumbal kanan.
2.2.7 Diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mendiagnosis apendisitis
dan mengeklusi diagnosis altrenatif seperti gastroenteritis viral, konstipasi, infeksi
saluran kemih, sindrom hemolitik-uremik, Henoch-Schnlein purpura,

adenitis

mensenterik, osteomielitis pelvis, abses psoas, dan penyakit tuboovarian (kehamilan


ektopik, kista ovarium, Pelvic inflamator disease, ovarian torsion
Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi yang meliputi ekspresi pasien dan
keadaan abdomen. Pada auskultasi bising usus normal atau meningkat pada awal
apendisitis, dan bising melemah jika terjadi perforasi.
7

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar C. bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rectal sampai 1C.
Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada masa atau abses periapendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut
kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adnaya rasa nyeri.
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan nyeri
pada apendisitis sewaktu : hamil trimester II dan III akan bergeser kekanan sampai ke
pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang
tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau
apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan
pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari apendiks.
Peristalsis colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan
jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang dicurigai apendisitis biasanya meliputi
hitung jenis sel darah lengkap dan urinalisis. Peran utama pemeriksaan laboratorium
ini adalah untuk mengekslusi diagnosis alternatif seperti infeksi saluran kemih,
sindrim hemolitik-uremik, Henoch-Schnlein purpura. Leukositosis moderat biasanya
sering terjadi pada pasien (75%) dengan apendisitis dengan jumlah leukosit bekisar
antara 10.000 18.000 sel /mL dengan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh sel
polimorfonuklear. Sekalipun demikian, tidak adanya leukositosis tidak menutup
kemungkinan terhadap apendisitis akut. Pada urinalisis terdapat peningkatan berat
jenis urin, terkadang ditemukan hematuria, piuria, dan albuminuria. Obat-obatan
seperti antibiotik dan steroid dapat mempengaruhi hasil laboratorium.
Pada pemeriksaan radiologi, foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis (71
8

97 %), terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling
tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %). Dengan CT scan dapat
terlihat jelas gambaran apendiks.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.
Bila apendiks yang meradang menempel di m. psoas, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul pada
posisi terlentang akan meimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan riwayat sakit dan
pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah.
Gambaran perselubungan, mungkin terlihat ileal ataupun caecal ileus (gambaran
garis permukaan cairan-udara di sekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat
gambaran fekilit.
Foto polos pada apendisitis perforasi:
o Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat terbatas di kuadran kanan bawah
o Penebalan dinding usus di sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
o Garis lemak pra peritoneal menghilang;
o Skoliosis ke kanan;
o Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan akibat paralisis
usus-usus lokal di daerah infeksi.
Gambaran tersebut di atas seperti gambaran pertonitis pada umumnya, artinya
dapat disebabkan oleh bermacam-macam kausa. Apabila foto terlihat gambaran
fekolit maka gambaran seperti tersebut di atas patognomonik akibat apendisitis.
Laboratorium
Pemeriksaan darah: lekosist ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih
dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan

urin: sedimen dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit > normal bila apendiks
yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
2.2.8 Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding.
Gastroenteritis.
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
Demam Dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit
yang meningkat.
Limpadenitis Mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis yang ditandai dengan nyeri
perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama
kanan.

Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah
timbul terlebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu
24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.
Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya
lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
10

Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok
vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus dilayunkan. Pada gadis dapat
dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
Kehamilan diluar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika
ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul
nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada
kuldosentsis didapatkan darah.
Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, ultrasonografi dapat
menentukan diagnosis.
Endometriosis eksterna
Endometriosis di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada
jalan keluar.
Urolitiasis pielum/ureter kanan
Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering
ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapt memastikan penyakit
tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri
kostovertebral di sebelah kanan dan piura.
Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah
peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau
lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal,
perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.
2.2.9 Terapi

11

Apendisitis perforasi
Persiapan prabedah: pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi.
Rehidrasi. Penurunan suhu tubuh. Antibiotika dengan spektrum luas, dosis cukup,
diberikan secara intravena.
Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum
Umumnya pasien dalam kondisi buruk. Tampak septik dan dalam kondisi
hipovolemi serta hipertensi. Hipovolemi diakibatkan oleh puasa lama, muntah dan
pemusatan cairan di daerah proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding
abdomen dan pengumpulan cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal.
Persiapan prabedah:
-

Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi


Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
Rehidrasi
Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
Obat-obat penurun panas, phenergen sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka
pembuluh-pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
Pembedahan
Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah
tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38, produksi urin berkisar 1-2 ml kg/jam. Nadi
di bawah 120 kali per menit.
Teknik pembedahan
Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilikus. Sayatan Fowler
Weier lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan bila diperlukan
sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan otot rektus.
Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa. Membuka
peritoneum sedikit dahulu dan alat penghisap telah disiapkan sedemikan rupa
sehingga nanah dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan. Sayatan
peritoneum diperlebar dan pengisapan nanah diteruskan. Apendektomi dikerjakan
seperti biasa. Pencucian rongga peritoneum mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl
fisiologis sampai benar-benar bersih. Cairan yang dimasukkan terlihat jernih sewaktu
12

diisap kembali. Pengumpulan nanah biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis,
di bawah diafragma dan di antara usus-usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl
fisiologis juga setelah peritoneum dan lapisan fasi yang menempel peritoneum dan
sebagian otot dijahit. Penjahitan luka sayatan jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat.
Pemasangan dren intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian
rongga peritoneum benar-benar bersih maka dren tidak. Lebih baik dicuci bersih tanpa
dren daripada dicuci kurang bersih lalu dipasang dren.
Catatan
Infiltral apendiks
Proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan
usus-usus dan peritoneum di sekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal
mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis umum.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih;
daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang
dan tebal untuk membungkus proses radang.
Terapi
1. Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif dengan ditandai dengan:
a. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis;
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
2. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan:
a. Umumnya pasien berumur 5 tahun atau lebih;
b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi;
c. Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan;
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotika
dan istirahat di tempat tidur.
13

Posisi yang biasa dilakukan yaitu posisi fowler :


Posisi duduk atau setengah duduk, bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau
dinaikkan. Untuk fowler (45o-90o) dan semi fowler (15o-45o). Dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan, memfasilitasi fungsi pernapasan, dan pasien pasca
bedah.
Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebihlebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau
pun tanpa peritonitis umum.
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga
berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Massa periapendikuler
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuler
yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh
rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena
itu, massa periapendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi masih mudah. Pada anak selamanya
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa
periapendikuler yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan dirawat
dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit
normal, penderita boleh pulang dan apendektomi efektif perlengketan dapat ditekan
sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai
dngan kenaikan suhu dan frekuensi nasi, bertambahnya nyeri, dan teraba
pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di
regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses
14

periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit
Crohn, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan antinomikosis intestinal,
enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan biasanya terletak
pada anamnesis yang khas.
2.2.11 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum
angka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan
dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.
Klasifikasi Luka Operasi
Bersih (Klas I)

Bersih kontaminasi
(Klas II)

Kontaminasi (Klas III)

Kotor dan infeksi


(Klas IV)

Non trauma
Tidak ada inflamasi
Traktus respiratorius, digestivus, urogenital,
menembus
Tidak ada kesulitan dalam operasi
Traktus respiratorius, digestivus, menembus tanpa
yang signifikan
Apendiktomi
Orofaring
Vagina
Urogenital, menembus tetapi tidak ada infeksi urin
Bilier, menembus tetapi tidak ada infeksi bilier
Kesulitan ringan dalam operasi
Kesulitan besar dlam operasi
Spillage yang banyak dari gastrointestinal
Luka trauma, baru
Menembus urogenital atau bilier, dengan adanya
urine atau bile
Inflamasi bakterial akut tanpa nanah
Transeksi daerah bersih untuk drainase nanah
Luka trauma dengan jaringan mati, benda
kontaminasi fekal, delayed treatment

tanpa

sillage

infeksi

asing,

2.3 Apendisitis Perforata


Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan
keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi
apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun.
15

Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah
gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks
berupa penyempitan lumen dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan
oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga
memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempurna akibat
perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.
2.3.1 Diagnosis
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi
tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, mungkin
dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan; peristalsis usus menurun sampai
menghilang karena ileus paralitik. Abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus
yang menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan
subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai
abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses
subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pnuemonia basal, atau efusi pleura.
Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan membantu membedakannya.
2.3.2 Tatalaksana
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman Gram
negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu
dilakukan sebelum pembedahan.
Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang supaya dapat dilakukan
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat
secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah.
Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan
pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila
sudah dipastikan tidak ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang penyalir
intraperitoneal karena justru menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering.
2.4 Apendisitis Rekurens

16

Diagnosis, apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi,
dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan
apendisitis sembuh spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya
karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar
50%. Insidens apendisitis rekurens adalah 10% dari spesimen apendektomi yang
diperiksa secara patologik. Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
karena sering penderita datang dalam serangan akut.

2.5 Apendisitis Kronik


Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat:
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara
1-5 %.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala nyeri
abdomenyang

paling

sering

dijumpai

dan

merupakan

salah

satu

bentuk kegawatdaruratan. Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung


17

dengan

panjang

kira-kira

10

cm

dan

berpangkal

pada

sekum.

Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendikular yang merupak


an cabang dari arteri ileocolica.
Apendiks mendapat persarafan parasimpatisberasal daricabang n.
vagus dan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Apendiks menghasilkan
lendir 1-2 ml perhari. GALT ( Gut Assoiated Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada
apendiks menghasilkan Ig-A.

3.2 Saran
o Tetap menjaga hidup sehat dengan mengatur pola makan, sering makan
makanan berserat dan menjaga kebersihan makanan.
o Minum air putih ( 8 gelas per hari)
o Menyediakan waktu seminggu sekali untuk berolahraga

DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn S, Peter G. Szilagyi. Bates Guide to Physical Examination And


History Taking Tenth Edition.China;Wolters Kluwer Lippincott Williams and
Wilkins. 2009. p. 454-455.
Brunicardi, F Charles, Dana K. Andersen, et.al. Schwartzs Principles of Surgery
18

Eighth Edition.USA: Mc Graw Hill Companies. 2005. p. 1119-1135.


Hadi, Sujono. Gastroenterologi. Bandung : P.T Alumni. p. 27.
Mubin, Halim. Buku Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi
Edisi 2. Jakarta : EGC. 2007. p. 330-332.
Price, Sylvia A, Lorraine M Willson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC. 2005. p. 448-449.
Ryan, Peter. A Very Short Textbook of Surgery Second Edition. Australia : Pirie
Printers Sale Pty Ltd. 1990. p 30-31.
Sjamsuhidayat.R & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi III. Jakarta : EGC.
2010. p. 755-762.
Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina
Rupa Akasara. p.
Townsend, Courtney M, R. Daniel Beauchamp, et.al. .Sabiston Textbook of Surgery
The Biological Basis of Modern Surgical Practice Eighth editior. Canada:
Sounders Elsevier. 2008. p. 1333-1346.

19

Anda mungkin juga menyukai