Anda di halaman 1dari 22

BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama Umur Alamat Pekerjaan Jenis Kelamin Agama MRS tanggal NCM II.

: Tn. A : 53 Tahun : RT: 06, RW: 02 Cikalong Wetan Cianjur : Wiraswasta (penunggu villa) : Laki-laki : Islam : 19 Februari 2010 : 507681

ANAMNESIS (Autoanamnesis) Keluhan Utama : Nyeri perut 1 hari sebelum masuk RS Riwayat Penyakit Sekarang : Tanggal 23 Desember 2012, pukul 21.00 WIB pasien mengeluhkan nyeri perut mendadak dan berobat ke RS. Cimacan. Di IGD pasien RS. Cimacan pasien mendapat suntikan dan pulang dengan keluhan nyeri perut mereda (berkurang). Pukul tiga dini hari malam yang sama, keluhan sakit timbul kembali dan dirasakan pasien lebih berat. Sehingga pasien kembali ke rumah sakit yang sama dan di rawat (inap). Pada hari ke lima perawatan, pasien pulang (paksa) dengan kondisi: mual-mual, nafsu makan berkurang, mata dan seluruh badan kuning dan nyeri perut berkurang, kencing berwarna teh pekat dan BAB berwarna pucat (seperti dempul). Selanjutnya pasien, berobat di alternatif dan dirawat di rumah pasien dengan mengkonsumsi herbal selama 1 bulan. Mual dan seluruh tubuh kuning menetap. Tanggal 19 februari 2012, pasien masuk ke IGD RSUD Cianjur dengan keluhan nyeri perut berat dibanding pertama kali dialami,

disertai tubuh kuning, mual, merasa gatal-gatal, kencing berwarna teh pekat dan BAB berwarna pucat dempul. Penurunan berat badan dalam waktu yang cepat disangkal. Mulai tanggal 20 februari 2012, pasien dirawat di ruang Manggis kamar 1 E-bed 1 RSUD Cianjur dengan kondisi sama seperti diatas. Riwayat Penyakit Dahulu : Paien mempunyai riwayat sakit maag sejak sekitar usia 20 tahunan. Memiliki riwayat hipotensi (tensi 100/90-an). Riwayat sakit kuning pada waktu sebelumnya disangkal.Riwayat kencing manis, sakit berat dan operasi diasngkal. Riwayat mendapatkan perawatan sebelum dirawat di RS Cimacan disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga : Terdapat riwayat sakit perut pada kakek pasien dan meniggal pada usia sekitar 70 tahun saat nyeri perut. Riwayat hipotensi terdapat pada ayah pasien. Riwayat hipertensi, kencing manis dan sakit kuning pada anggota keluarga lain disangkal. Riwayat Alergi : Pasien tidakmempunyaialergiterhadapobat-obatanmaupunmakanan Riwayat Psikososial : Sejak muda (usia 30 tahunan) pasien bekerja pada bidang perhotelan. Pasien telah mempunyai 4 anak dari kedua kali pernikahannya dan tinggal bersama keluarga. Pasien mempunyai kebiasaan minum minuman beralkohol sejak masih remaja sampai sekarang. Minum beralkohol dialakukan hampir setiap hari sampai usia 40-an. Semenjak itu, pasien jarang minum minuman beralkohol lagi. Selain itu, pasien mumpunyai kebiasaan merokok, dua bungkus/hari. Kebiasaan menggunakan obat-obatan dan narkoba disangkal. di RS

III.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Tampak sakit sedang, seluruh tubuh tampak kuning dan aktif menjawab pertanyaan. Kesadaran Habitus BB TB IMT Status Gizi Tanda vital Nadi Respirasi Suhu Rambut Mata o Letak o Palpebra o Refleks chy o Sklera o Konjungtiva Hidung Mulut o Bibir : POC (-) o Mukosa mulut : Ikterik o Tonsil Telinga Leher : T1-T1, hiperemis (-) : Tidak ada kelainan : Simetris : Edema -/: +/+ : Ikterik +/+ : Anemis -/: PCH (-), sekret (-) : Compos mentis : Astenikus : 67 kg : 170 : 23,18 : Normal (baik) : : 84x/m : 18 x/menit : 36,5 C : Tidak mudah dicabut

Tekanan darah: 115/70 mmHg

Kepala :

Trakhea KGB Tiroid JVP

: Di tengah : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : 5+2 cmHg

Thoraks : Pulmo (Anterior) Hemithoraks Dextra & Sinistra Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : bentuk & gerak simetris, spider nevi (-) : VF kanan & kiri normal : Sonor, batas paru hepar di ICS VI : Ronkhi -/- ,wheezing -/-

Cor Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak terlihat : Pungtum maksimum di ICS V garis mid klavikula kiri : Batas kanan sampai garis sternum kanan, batas atas di ICS 3, batas kiri 1 jari lateral garis mid klavikula kiri. Auskultasi : BJ S1 & S2 murni reguler, Murmur (-), Gallop (-) Abdomen : Inspeksi Palpasi : Datar, ikterik (+), caput medusa (-) :

Nyeri tekan (+) pada: epigastrium, kudran kanan dan kiri atas. Hepar teraba 2 jari bac dan 1 jari bpx dengan tepi tumpul, lunak, permukaan datar. Lien teraba di shuffner 2 . Ginjal ka/ki tidak terba, ballotement (-/-) Perkusi Auskultasi : Shifting dullness (-),nyeri ketok CVA (-/-) : Bising usus (+) normal

Genitalia & Bokong : Alamat kelamin tidak ada kelainan, eksoreasi dan hiperpigmentasi pada daerah gluteal. Ekstremitas atas :

Akral teraba hangat CRT < 2 detik, eritem palmaris (-/-), ikterik (+/+) Ekstremitas bawah: Edema (-/-),ikterik (+/+) IV. Resume Pasien seorang laki-laki berumur 53 tahun, telah mempunyai anak dari dua kali pernikahannya. Memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman keras dan bekerja pada bidang perhotelan. Pasien pertama kali mengeluhkan sakit perut, yang diikuti seluruh tubuh menjadi kuning, mual-mual kencing berwarna teh pekat dan berak berwarna pucat (dempul) serta gatal-gatal. Penurunan berat badan dalam waktu yang cepat disangkal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan: tanda vital dalam batas normal, kulit seluruh tubuh tampak kuning, sklera ikterik, nyeri tekan daerah epigastrium dan kuadaran kanan-kiri atas, hepar teraba 2 jari bsc dan 1 jari bpx dengan tepi tumpul dan permukaan rata, lien terba di Shuffner 2, terdapat ekskoreasi hiperpigmentasi pada daerah bokong. V. Hasil Pemeriksaan Penunjang Tanggal 19-2-2012 Hasil Satuan 103/L % % % 106/ L g/dL % 103/L gr/% mmol/L mmol/L mmol/L Normal 4,8-10,8 40-70 20-40 0,0-11,0 4,2-5,4 12-14 42,0-52,0 150-450 70-10 133-145 3,5-5,0 2,1-2,6

Hitung Darah WBC Granulosit Lymfosit Monosit RBC HGB HCT PLT Kimia darah GDP Elektrolit Na+ K+ Ca++

8,6 82,1 13,1 4,8 3,36 10,2 30,2 239 133 141,9 3,53 1,35

Urinalisis Eritrosit Leukosit Sel Epitel Kristal Silinder Ph Leukosit Nitrogen Protein Glukosa Keton UBG BIL ERY Kimia Darah GDP Ureum Kratinin Kolestrol Tot Trigliserida Asam urat Bilirubin Total Bilirubin Direk Bilirubin Indirek Protein Total Albumin Globulin SGOT SGPT Fosfat Alkali Serologi Widal HbsAg UGG Hepar

Hasil 0-1 1-2 0-2 7 Negatif Negatif Negatif Normal Negatif 1 (1+) 6 (3+) 10 (1+) 114 40,2 1,0 216 552 3,2 28,16 19,44 8,72 6,24 3,41 2,83 278 208 2240

Tgl 21-2-2012 Satuan /LPB /LPB /LPB

Normal -

mg/dL mg/dL Ery/ L mg mg% mg% mg% mg% mg% mg% mg% mg% g% g% g% UL UL UL

70-110 10-50 0,5-0,1 < 200 < 150 3,4-7 1 0,25 0,75 6,7-7,8 3,5-5,0 1,5-3,0 < 40 <42 80-306

STO: Negatif STH: Negatif Negatif Tgl 24-2-2012 Ukuran normal, tekstur homogen halus, permukaan rata tepi tajam, aluran empedu dan v. porta normal Kesan: empedu dan hepar normal

Pankreas

Ukuran normal, tidak tampak kalsifikasi Kesan: pankreas normal Tgl 25-2-2012

Kimia darah Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin Direk Bilirubin Indirek Serologi AFP Anti HAV IgM

6,12 3,13 2,99 24, 67 16,96 8,61

g% g% g% mg% mg% mg% Tgl 27-2-2012

6,7-7,8 3,5-5,0 1,5-3,0 1 0,25 0,75

6,10 Non reaktif (0,23)

mg/mL

1,09-8,04 Gray zone: 0,8-1,20 Reaktif: > 1,2

VI.

DAFTAR MASALAH, ANALISIS & RENCANA TERAPI 1. Ikterik Obstruktif ec. DD: Ca Caput Pankreas, Cholangio carsinoma, Choledokolitiasis Analisis Pada kasus ini detemukan ikterik dengan bilirubin direk lebih tinggi dibandingkan dengan bilirubin direk. Hal tersebut mengiindikasikan terjadi obstruksi pada saluran pengaliran empedu. Sementara hasil pemeriksaan serologi terhadap hepatisis B dan hepatitis A negatif. Sedangkan pemeriksaan terhadap kemungkinan hepatitis C belum dilakukan. Pemeriksaan terhadap AFP protein telah dilakukan mengingat kadar alkali fosfatase yang tinggi. Tetapi kadar tumor marker tersebut ada dalam batas normal. Oleh karenanya, keganasan pad hepar dapat disingkirkan. Untuk semetara, letak obstruksi belum dapat ditentukan. Maka perrlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Rencana Terapi o Diagnostik: USG ulang, tumor marker ca pankreas, antibodi HAC o Farmakologik: Suportif dan paliatif Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam 2. Gastropati Analisis Mual-mual pada pasien dapat terjadi karena peningkatan masa abdomen (hepar dan lien) sehingga terjadi mekanisme dorongan terhadap lambung yang disertai oleh kadar bilirubin yang tinggi. Kadar bilirubin yang tinggi akan merangsang pusat mual di otak. Nyeri daerah epigastrium, hiokondrium kanan dan kiri terjadi karena peningkatan/regangan masa hepar dan lien. Rencana Terapi o Diagnostik: o Farmakologik: Ondncentron 3x1, ketorolac 3x1 Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam VII. FOLLOW UP Tgl 21-2-2012 S: Lemas, mual, sesak jika berbaring miring O: TD: 130/80 mmHg, R: 24 x/mnt, N: 60 x/mnt, S: 36,40C. Ikterik, Hepatosplenomegali A: Hepatitis viral akut P: Ranitidine 4 mg 2x1 iv : dubia ad bonam : dubiaad bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

Omeprazol 40 mg 1x1 iv Hepa Q 3x1 po Farmaton 1x1 po Asering Tgl 22-2-2012 S: Lemas, mual berkurang, nafsu makan turun O: TD: 109/60 mmHg, R: 20 x/mnt, N: 70 x/mnt, S: 370C. SGOT/SGPT: 278/208, alkali fosfatase: 2240 A: Hepatitis viral akut P: Ranitidine 4 mg 2x1 iv Omeprazol 40 mg 1x1 iv Hepa Q 3x1 po Farmaton 1x1 po Asering Tgl 23-2-2012 BAB masih spt dempul, nyeri ulu hati, nafsu makan kurang, susah tidur O: TD: 120/60 mmHg, R: 20 x/mnt, N: 75 x/mnt, S: 370C. A: Hepatitis viral akut P: Ranitidine 4 mg 2x1 iv Omeprazol 40 mg 1x1 iv Hepa Q 3x1 po Farmaton 1x1 po Esilgan 1x1 po Clobazam 1x1 po Asering Tgl 24-2-2012 S: Nafsu makan turun, gatal-gatal O: TD: 100/60 mmHg, R: 20 x/mnt, N: 70 x/mnt, S: 370C A: Hepatitis viral akut DD keganasan P: Ranitidine 4 mg 2x1 iv Omeprazol 40 mg 1x1 iv Hepa Q 3x1 po Farmaton 1x1 po Esilgan 1x1 po Clobazam 1x1 po Sukralfat 3x1 po Loratadin 1x1 po Asering Tgl 25-2-2012 S: Nafsu makan turun O: TD: 105/60 mmHg, R: 20 x/mnt, N: 650 x/mnt, S:

S: 370C. A: Hepatitis viral akut DD keganasan P: Ranitidine 4 mg 2x1 iv Omeprazol 40 mg 1x1 iv Hepa Q 3x1 po Farmaton 1x1 po Esilgan 1x1 po Clobazam 1x1 po Sukralfat 3x1 po Loratadin 1x1 po Asering Tgl 26-2-2012 Muntah-muntah tadi malam, BAB sedikit berwarna kuning, os merasa sedikit lebih baik O: TD: 110/70 mmHg, R: 20 x/mnt, N: 70 x/mnt, S: 370C A: Hepatitis viral akut DD keganasan P: Ranitidine 4 mg 2x1 iv Omeprazol 40 mg 1x1 iv Hepa Q 3x1 po Farmaton 1x1 po Esilgan 1x1 po Clobazam 1x1 po Sukralfat 3x1 po Loratadin 1x1 po Asering Tgl 27-2-2012 S: Ada darah pada feses/kotoran, BAB keras O: TD: 109/60 mmHg, R: 20 x/mnt, N: 70 x/mnt, S: 370C. HAV negatif, alkali fosfatase normal, RE darah (-), hemorhoid (-) A: Ileus obstruktif, konsul bedah P: Ranitidine 4 mg 2x1 iv Omeprazol 40 mg 1x1 iv Hepa Q 3x1 po Farmaton 1x1 po Esilgan 1x1 po Clobazam 1x1 po Sukralfat 3x1 po Loratadin 1x1 po Asering Tgl 28-2-2012 S: Lemas, os tampak lebih bergairah O: TD: 100/70 mmHg, R: 18 x/mnt, N: 650 x/mnt, S: 36,40C. S:

10

A: Ikterus obstruktif dd Choledokolitiasis, cholelitiasis, ca caput pankreas P: Ranitidine 4 mg 2x1 iv Omeprazol 40 mg 1x1 iv Hepa Q 3x1 po Farmaton 1x1 po Esilgan 1x1 po Clobazam 1x1 po Sukralfat 3x1 po Loratadin 1x1 po Asering Tgl 29-2-2012 Os tampak semangat mengkonsultasikan rencana ke RSHS Bndung O: TD: 110/75 mmHg, R: 20 x/mnt, N: 70 x/mnt, S: 370C. A: Ikterus obstruktif dd Choledokolitiasis, cholelitiasis, ca caput pankreas P: Ranitidine 4 mg 2x1 iv Omeprazol 40 mg 1x1 iv Hepa Q 3x1 po Farmaton 1x1 po Esilgan 1x1 po Clobazam 1x1 po Sukralfat 3x1 po Loratadin 1x1 po Asering S:

11

BAB II TINJAUAN TEORI IKTERUS Definisi Ikterus: Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya (membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam darah. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan terjadi bila konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34-43 umol/L). Penyebab: Destruksiberlebihandarieritrosit Gangguan uptake bilirubin Gangguankonjugasi bilirubin Gangguansekresi bilirubin Ganbar 1.Meabolisme Bilirubin

12

Berdasarkan paofisiologinya, meabolime bilirubin terdiri dari 3 fase: Fase prahepatik Peningkatan pembentukan bilirubin Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg/ kg BB terbentuk setiap harinya; 70-80 % berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang. Sedangkan 20-30 % (early labelled bilirubin) datang dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian protein dari hem dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantara enzim hemeoksigenasse. Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolisis sel darah merah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoesis yang tidak efektif, namun secara klinis kurang penting. Transport plasma Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin. Faseintrahepatik Liver uptake

13

Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. Konjugasi Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubun diglukuronida atau bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap Fasepascahepatik Gangguan eksresi bilirubin Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetai tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap yang khas pada gangguan hepatoselular dan kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonjugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi fisiologik. Bilirubin konjugasi lainnya selain diglukuronid juga terbentuk namun kegunaannya tidak jelas.

14

mengalami

proses

konjugasi

dengan

gula

melalui

enzim

glukoroniltransferase dan larut dalam empedu cair.

Choledocho Lithiasis Definisi Choledocholitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. Penyebab Kolelitiasis/Koledokolitiasis : Penyebab pasti dari Kolelitiasis/Koledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium. Insidensi Kolelitiasis/Koledokolitiasis : Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hamper sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya usia. Tanda dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan

15

bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada. 1. Ikterus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit. 2. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Clay-colored 3. Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002) 4. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis/Koledokolitiasis 1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada

16

dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi. 2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002) 3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal. 4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier. 5. Pemeriksaan darah Biasanyadidapatkan:

Kenaikan serum kolesterol Kenaikan fosfolipid Penurunan ester kolesterol Kenaikan protrombin serum time Kenaikan bilirubin total, transaminase

17

Penurunan urobilirubin Peningkatan sel darah putih Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama

Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis 1. Penatalaksanaan Pendukung dan Diet Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002) Manajemen terapi :

Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati) Pelarutan batu empedu. Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal: monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur: melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.

2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan

Pengangkatan non bedah. Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau

18

yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.

ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.

3. Penatalaksanaan bedah Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya. Tindakan operatif meliputi

Sfingerotomy endosokopik

19

PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage) Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube

BAB III PEMBAHASAN 1. Ikterik Obstruktif ec. DD: Ca Caput Pankreas, Cholangio carsinoma, Choledokolitiasis Analisis Pada kasus ini detemukan ikterik dengan bilirubin direk lebih tinggi dibandingkan dengan bilirubin direk. Hal tersebut mengiindikasikan terjadi obstruksi pada saluran pengaliran empedu. Sementara hasil pemeriksaan serologi terhadap hepatisis B dan hepatitis A negatif. Sedangkan pemeriksaan terhadap kemungkinan hepatitis C belum dilakukan. Pemeriksaan terhadap AFP protein telah dilakukan mengingat kadar alkali fosfatase yang tinggi. Tetapi kadar tumor marker tersebut ada dalam batas normal. Oleh karenanya, keganasan pad hepar dapat disingkirkan. Untuk semetara, letak obstruksi belum dapat ditentukan. Maka perrlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Rencana Terapi o Diagnostik: USG ulang, tumor marker ca pankreas, antibodi HAC o Farmakologik: Suportif dan paliatif Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

20

2. Gastropati Analisis Mual-mual pada pasien dapat terjadi karena peningkatan masa abdomen (hepar dan lien) sehingga terjadi mekanisme dorongan terhadap lambung yang disertai oleh kadar bilirubin yang tinggi. Kadar bilirubin yang tinggi akan merangsang pusat mual di otak. Nyeri daerah epigastrium, hiokondrium kanan dan kiri terjadi karena peningkatan/regangan masa hepar dan lien. Rencana Terapi o Diagnostik: o Farmakologik: Ondncentron 3x1, ketorolac 3x1 Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : dubia ad bonam : dubiaad bonam : dubia ad bonam

21

REFERENSI Anthony S. Fauci ,dkk. Harrisons Manual of Medicine. 17th Edition . McGraw-Hill companies. North America : 2009. Lawrence M Tierney, Stpehen JM, Maxine A. Current Medical Diagnosis and Tretament 2007. 46th Edition. The McGraw-Hill Companies. North America : 2007. The

22

Anda mungkin juga menyukai