PENDAHULUAN
Dokter, sebagai pihak yang dianggap ahli mengenai tubuh manusia, tentunya
memiliki peran yang besar dalam pembuatan visum et repertum dan membuat terang
suatu perkara bagi aparat penegak hukum. Karena itu, hendaknya setiap dokter baik
yang berada di kota besar maupun di daerah terpencil, baik yang berpraktik di rumah
sakit maupun di tempat praktik pribadi, memiliki pengetahuan tentang teknik
pengambilan sampel swab vaginal, swab buccal, dan swab anal pada kasus kejahatan
seksual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Definisi
Kejahatan seksual adalah segala jenis kegiatan atau hubungan seksual yang
dipaksakan dan/atau tanpa persetujuan (consent) dari korban.4,5 Definisi yang lebih
sempit menyamakan kejahatan seksual dengan perkosaan (rape), dan mengharuskan
adanya persetubuhan, yaitu penetrasi penis ke dalam vagina.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya dalam Bab
XIV tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan. Salah satu pasal utama adalah pasal 285
tentang Perkosaan yang berbunyi, Barang siapa dengan kejahatan atau ancaman
kejahatan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. Sedangkan Persetubuhan dengan Wanita di Bawah Umur diatur dalam pasal
287 ayat 1 yang berbunyi, Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya
belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya
untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Dalam pasal 289 sampai 294 KUHP, juga diatur tentang perbuatan cabul
sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan; perbuatan cabul diartikan sebagai
semua perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan seksual sekaligus
mengganggu kehormatan kesusilaan. Selain dalam KUHP, pasal tentang kejahatan
seksual terdapat pula dalam pasal 81 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak serta pasal 5 dan 8 UU RI No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kejahatan
dalam Rumah Tangga.
2.2 Teknik Pemeriksaan Swab Pada Korban Kejahatan Seksual
Tujuan pengambilan swab adalah untuk mengumpulkan sampel dari berbagai
cairan tubuh yang terdapat pada tubuh korban kejahatan seksual, untuk mendapatkan
bukti adanya persetubuhan serta menemukan pelaku kejahatan melalui analisis DNA
dari sampel yang telah dikumpulkan.
Cairan tubuh pelaku seperti semen dan sperma akan tetap menempel pada
tubuh korban jika kering dan tidak dicuci atau diserap oleh pakaian atau alas tempat
tidur. Lamanya sperma bertahan pada tubuh korban bergantung kepada tempat dimana
sperma tersebut menempel pada tubuh korban.
berkurang.
Tangani dengan benar
Pastikan bahwa setiap spesimen yang dikumpulkan dibungkus, disimpan, dan
ditransportasikan dengan benar. Laboratorium forensik menyediakan panduan
untuk penyimpanan dan bagaimana cara menangani sampel yang sudah
dikumpulkan dengan benar. Secara umum, spesimen yang berwujud cair harus
spesimen.
Pastikan keamanan
Spesimen harus disegel dengan aman dan hanya dapat dipercayakan kepada orang
Inspeksi genitalia external dan kulit disekitarnya apakah terdapat trauma dan
bukti yang lain sebelum dilakukan pemeriksaan speculum. Inspeksi genitalia
ekternal (perineum dan himen) jika terdapat trauma, noda-noda dan debris.
Kumpulkan debris, letakan amplop bahan bukti, label dan disegel.8
Korban yang belum pernah melakukan persetubuhan atau pengalaman
pemeriksaan spekulum mungkin menolak untuk dilakukan pemeriksaan spekulum.
Tujuan dan prosedur dari pemeriksaan spekulum harus dijelaskan kepada pasien,
korban dapat memilih untuk tetap dilakukan atau tidak kecuali ada indikasi faktor
medis seperti trauma atau perdarahan masif.8
Beberapa jenis posisi dapat digunakan untuk pemeriksaan genitalia dan pada
semua kasus kejahatan seksual, pemeriksaan korban harus senyaman mungkin.
Posisi yang disarankan adalah posisi litotomi.6
dalam vagina dan secara gentle ditekan ke bawah sampai terjadi relaksasi otot.
Kemudian dimasukkan spekulum yang tertutup secara obliq dengan sudut 45
derajat terhadap garis vertikal dan secara gentle dimasukkan dan diputar dengan
pemegang spekulum tegak lurus. Jika sudah di dalam vagina secara gentle mulut
spekulum dibuka dan dipertahankan.6
Swab servik turut diambil saat dilakukan swab vagina dengan menggunakan 2
steril kapas tip, lakukan swab kedalam servik. Swab servik dianginkan dan
dimasukan ke dalam kertas pembungkus atau amplop.9
Sangat penting untuk tidak mengaspirasi orifisium vagina atau dilusi cairan
yang ada di vagina dan servik sebelum swab diambil. Jika korban sudah mandi
dan membersihkan area genitalnya sebelum datang, pemeriksa harus dengan teliti
mengambil swab di belakang servik dan sepanjang dinding vagina.9
b. Pemeriksaan Swab Buccal
Pengambilan swab buccal ditujukan untuk memastikan identitas korban dan
bukti DNA.7 Penggunaan bukti DNA adalah teknologi terbaru yang digunakan
terutama dalam sistem peradilan pidana untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan
seksual. Prosedur pengumpulan DNA dapat bervariasi. Namun, semua
memerlukan sampel perbandingan yang harus diambil dari korban.10
- Sebagian besar jurisdiksi memerlukan darah yang harus diambil dari korban
untuk membedakan DNA-nya dari setiap DNA asing yang ditemukan dari
-
menit untuk pengambilan swab bukal. Jika serangan oral terjadi, DNA selain
pasien juga dapat hadir dalam rongga mulut . Dalam hal ini, sampel darah pasien
harus diambil untuk mengidentifikasi DNA pasien secara definitif.10
atau pada saat terjadinya korban tidak sadar. Dalam hal ini korban tidak dapat
menjelaskan secara detail kejadian yang dialaminya dan hanya mengeluhkan nyeri
di daerah tersebut.
seperti
Kitab
Anak No. 23 tahun 2003, Undang Undang Tentang Penghapusan kekerasan dalam
Rumah Tangga No 29 tahun 2004 telah memasukan klausal tentang Kejahatan
Seksual ini, namun masih disayangkan pasal pasal dalam Undang Undang tersebut
walaupun menghukum pelaku cukup berat , proses pembuktian masih sulit diterapkan
dan masih bersifat diskriminatif terhadap korban khususnya perempuan dan anak,
misalnya
pada kasus perkosaan (kasus yang paling berat) harus ada unsur
persetubuhan yaitu masuknya alat kelamin pria kedalam alat kelamin prempuan
dengan pengertian yang belum jelas sampai seberapa jauh masuknya alat kelamin
tersebut. Bila unsur persetubuhan ini tidak dapat dibuktikan maka perbuatan pelaku
hanya dimasukan dalam percabulan dengan hukuman yang lebih ringan. Dikatakan
diskriminatif karena pada pelacuran yang dikenakan hukuman hanya pada
perempuannya.
Peran Dokter dan Tenaga Kesehatan
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pembuktian ada tidaknya
tindak
dasarnya
adalah
orang yang
sedang
barang bukti
kejahatan
Deteksi Dini
Tidak semua korban akan serta merta mengakui apa yang dialaminya, pada
anak-anak karena tidak tahu cara menyampaikan sehingga ibu yang
mengambil alih cerita (sering kali tidak benar atau salah), pada anak yang
11
lebih besar sering tidak berani menyampaikan karena ancaman, pada orang
dewasa sering sangat depresi sehingga sukar menyampaikan apa yang terjadi.
Anamnesis yang baik dan tidak menyalahkan serta empati yang mendalam
sangat dipentingkan untuk mengungkap kejadian maupun latar belakangnya
sehingga korban merasa memiliki orang yang dapat mengayomi serta tempat
-
dia berlindung.
Pemeriksaan Fisik dan Psikis
Pemeriksaan fisik ditujukan untuk dapat menemukan tanda-tanda
yang
diakibakan oleh perlakuan dari pelaku terhadap korban, misalnya pada kasus
perkosaan adalah adanya tanda-tanda kekerasan dan persetubuhan, pada kasus
percabulan adalah tanda-tanda yang dialami korban seperti sodomi atau oral
seksual dll. Tanda-tanda ini harus segera di cari oleh karena dengan
berjalannya waktu maka tanda-tanda akan mudah hilang sehingga tengang
waktu saat
sangat menentukan
keberhasilan pemeriksaan.
Pada kasus perkosaan hal hal harus dicari dan di deteksi adalah:
Tanda-tanda maturitas
Tanda-tanda maturasi saat ini menjadi sangat penting oleh karena
adanya undang-undang perlindungan
yang berat.
Tanda-tanda kekerasaan
Tanda-tanda kekerasan adalah perlukaan yang dialami korban berupa
pemukulan, gigitan ataupun pemaksaan pemaksaan lain yang bisanya
berupa memar dan lecet.
Perlu diingat bahwa tidak ada-nya tanda tanda kekerasan bukan berarti
bahwa korban tidak diperkosa, oleh karena penggunaan obat-obatan
menyebabkan korban tidak apat melawan atau adanya ancaman yang
alat
12
dokter.
Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang di rumah sakit, atau
di tempat praktek, atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan
beberapa waktu kemudian polisi mengajukan permintaan visum et repertum,
maka ia harus menolak karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang
diri korban sebelum ada permintaan untuk dibuatkan visum et repertum
merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322).
Dalam keadaan seperti itu dokter dapat meminta kepada polisi supaya korban
dibawa kembali kepadanya dan visum et repertum dibuat berdasarkan keadaan
yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu
tidak diberikan dalam bentuk visum et repertum, tetapi dalam bentuk surat
keterangan. Hasil pemeriksaan sebelum diterimanya surat permintaan
pemeriksaan dilakukan terhadap pasien dan bukan sebagai corpus dilicti
(benda bukti).
Izin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika
korban adalah seorang anak, diminta dari orang tua atau walinya.
Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa
korban.
Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin, jangan ditunda terlalu lama.
Hindarkan korban menunggu terlalu lama dengan perasaan was-was dan
cemas di kamar periksa. Apalagi bila korban adalah seorang anak. Semua yang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejahatan seksual merupakan kejahatan yang dapat ditemukan di seluruh dunia, pada
tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang usia maupun jenis kelamin. Seiring
dengan meningkatnya kesadaran hukum di Indonesia, jumlah kasus kejahatan seksual
yang dilaporkan pun mengalami peningkatan.
Salah satu komponen penting dalam pengungkapan kasus kejahatan seksual adalah
visum et repertum yang dapat memperjelas perkara dengan pemaparan dan
interpretasi bukti bukti fisik kejahatan seksual.
Peranan dokter sangat penting dalam penanganan kasus kejahatan seksual karena
dokter selain pengobatan dan perawatan juga berperan sebagai ujung tombak
dimulainya proses pembuktian kejadian. Peran ini menjadi sukar dijalankan secara
baik karena ketidaktahuan dokter, dan ketidaktahuan korban serta kurang
mendukungnya perundang-undangan yang masih berlaku di Indonesia.
3.2 Saran
15
16