Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejahatan seksual merupakan kejahatan yang universal. Kejahatan ini dapat
ditemukan di seluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang usia
maupun jenis kelamin. Besarnya insiden yang dilaporkan di setiap negara berbeda-beda.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2006 (National Violence against Women
Survey/NVAWS) melaporkan bahwa 17,6% dari responden wanita dan 3% dari responden
pria pernah mengalami kejahatan seksual, beberapa di antaranya bahkan lebih dari satu
kali sepanjang hidup mereka. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 25% yang pernah
membuat laporan polisi.1
Di Indonesia, menurut Komisi Nasional Anti Kejahatan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) sejak tahun 1998 sampai 2011 tercatat 93.960 kasus kejahatan seksual
terhadap perempuan di seluruh Indonesia. Dengan demikian rata-rata ada 20 perempuan
yang menjadi korban kejahatan seksual tiap harinya. Hal yang lebih mengejutkan adalah
bahwa lebih dari 3/4 dari jumlah kasus tersebut (70,11%) dilakukan oleh orang yang
masih memiliki hubungan dengan korban.2 Terdapat dugaan kuat bahwa angka-angka
tersebut merupakan fenomena gunung es, yaitu jumlah kasus yang dilaporkan jauh lebih
sedikit daripada jumlah kejadian sebenarnya di masyarakat. Banyak korban enggan
melapor, mungkin karena malu, takut disalahkan, mengalami trauma psikis, atau karena
tidak tahu harus melapor ke mana. Seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum di
Indonesia, jumlah kasus kejahatan seksual yang dilaporkan pun mengalami peningkatan.
Salah satu komponen penting dalam pengungkapan kasus kejahatan seksual adalah
visum et repertum yang dapat memperjelas perkara dengan pemaparan dan interpretasi
bukti bukti fisik kejahatan seksual. Upaya kedokteran forensik dalam pembuktian kasus
kejahatan seksual, yaitu: ada tidaknya persetubuhan, ada tidaknya tanda kejahatan,
perkiraan umur, dan sudah pantas atau sudah mampu untuk dikawin atau tidak. 3 Cara
untuk membuktikan ada tidaknya persetubuhan adalah dengan ditemukannya sperma atau
ejakulatnya pada vagina, buccal, atau anal korban yang sampelnya diambil dengan swab
vaginal, swab buccal, dan swab anal.
1

Dokter, sebagai pihak yang dianggap ahli mengenai tubuh manusia, tentunya
memiliki peran yang besar dalam pembuatan visum et repertum dan membuat terang
suatu perkara bagi aparat penegak hukum. Karena itu, hendaknya setiap dokter baik
yang berada di kota besar maupun di daerah terpencil, baik yang berpraktik di rumah
sakit maupun di tempat praktik pribadi, memiliki pengetahuan tentang teknik
pengambilan sampel swab vaginal, swab buccal, dan swab anal pada kasus kejahatan
seksual.

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas tentang teknik pengambilan sampel swab vaginal, swab buccal,
dan swab anal dalam kasus kejahatan seksual dan apek medikolegalnya.
1.3 Tujuan
Menambah pengetahuan mengenai teknik pengambilan sampel swab vaginal, swab
buccal, dan swab anal, dalam kasus kejahatan seksual dan aspek medikolegalnya.
1.4 Manfaat
Memahami teknik pengambilan sampel swab vaginal, swab buccal, dan swab anal
pada kasus kejahatan seksual dan aspek medikolegalnya.
1.5 Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan metode tinjauan pustaka sumber dari berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

2.1 Definisi
Kejahatan seksual adalah segala jenis kegiatan atau hubungan seksual yang
dipaksakan dan/atau tanpa persetujuan (consent) dari korban.4,5 Definisi yang lebih
sempit menyamakan kejahatan seksual dengan perkosaan (rape), dan mengharuskan
adanya persetubuhan, yaitu penetrasi penis ke dalam vagina.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya dalam Bab
XIV tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan. Salah satu pasal utama adalah pasal 285
tentang Perkosaan yang berbunyi, Barang siapa dengan kejahatan atau ancaman
kejahatan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. Sedangkan Persetubuhan dengan Wanita di Bawah Umur diatur dalam pasal
287 ayat 1 yang berbunyi, Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya
belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya
untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Dalam pasal 289 sampai 294 KUHP, juga diatur tentang perbuatan cabul
sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan; perbuatan cabul diartikan sebagai
semua perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan seksual sekaligus
mengganggu kehormatan kesusilaan. Selain dalam KUHP, pasal tentang kejahatan
seksual terdapat pula dalam pasal 81 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak serta pasal 5 dan 8 UU RI No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kejahatan
dalam Rumah Tangga.
2.2 Teknik Pemeriksaan Swab Pada Korban Kejahatan Seksual
Tujuan pengambilan swab adalah untuk mengumpulkan sampel dari berbagai
cairan tubuh yang terdapat pada tubuh korban kejahatan seksual, untuk mendapatkan
bukti adanya persetubuhan serta menemukan pelaku kejahatan melalui analisis DNA
dari sampel yang telah dikumpulkan.
Cairan tubuh pelaku seperti semen dan sperma akan tetap menempel pada
tubuh korban jika kering dan tidak dicuci atau diserap oleh pakaian atau alas tempat
tidur. Lamanya sperma bertahan pada tubuh korban bergantung kepada tempat dimana
sperma tersebut menempel pada tubuh korban.

Tabel 1. Lama sperma bertahan berdasarkan tempat menempelnya 6

Teknik pengumpulan spesimen forensik7


Ketika mengumpulkan spesimen unruk pemeriksaan analisis forensik, harus
memenuhi beberapa prinsip berikut:
- Hindari kontaminasi
Pastikan bahwa spesimen tidak terkontaminasi dengan material lainnya. Selalu
gunakan sarung tangan saat pengambilan spesimen. Sistem DNA Assay yang
modern sangat sensitif dan dapat mendeteksi material lainnya walaupun dalam
jumlah yang sangat sedikit.
4

Kumpulkan spesimen sesegera mungkin


Pengumpulan spesimen harus dilakukan sesegra mungkin karena kemungkinan
hilangnya bukti seiring berjalannya waktu. Idealnya spesimen pada kejahatan
seksual dikumpulkan dalam waktu 24 jam setelah terjadinya peristiwa, setelah 72
jam, spesimen yang dikumpulkan yang dapat dijadikan sebagai barang bukti dapat

berkurang.
Tangani dengan benar
Pastikan bahwa setiap spesimen yang dikumpulkan dibungkus, disimpan, dan
ditransportasikan dengan benar. Laboratorium forensik menyediakan panduan
untuk penyimpanan dan bagaimana cara menangani sampel yang sudah
dikumpulkan dengan benar. Secara umum, spesimen yang berwujud cair harus

didinginkan, dan yang lainnya harus dijaga dalam kondisi kering.


Label dengan benar
Semua spesimen harus diberi label dengan jelas dengan nama dan tanggal lahir
pasien, nama dokter, jenis spesimen, dan tanggal dan waktu pengambilan

spesimen.
Pastikan keamanan
Spesimen harus disegel dengan aman dan hanya dapat dipercayakan kepada orang

yang memiliki kewenangan.


Berkesinambungan
Setelah spesimen dikumpulkan, urutan penanangannya harus dicatat. Transportasi
dari satu pihak ke pihak yang lainnya juga hrus didokumentasikan. Detail jensi
spesimen yang telah dikumpulkan, kapan, dan kepada siapa diberikan dapat ditulis
di dalam catatan medis pasien.
Pengumpulan spesimen forensik pada tubuh korban kejahatan seksual sebagian

besar menggunakan swab dengan cotton-tipped. Panduan untuk penggunaan swab


dengan cotton-tipped sebagai berikut:8
-

Selalu ambil 2 swab pada saat bersamaan


Jika ada bagian dari cotton tipped yang kering atau area yang yang dilakukan
swab merupakan area yang kering, basahi sedikit cotton-tipped dengan cairan

steril atau normal salin


Setelah swab dikumpulkan, biarkan kering di udara sebelum dimasukkan ke

dalam amplop atau kotak tersendiri


Gunakan swab yang berbeda untuk tiap bagian tubuh yang diambil sampelnya
Label amplop tempat swab dengan nama pasien dan lokasi dimana spesimen
dikumpulkan

a. Pemeriksaan Swab Vaginal


5

Inspeksi genitalia external dan kulit disekitarnya apakah terdapat trauma dan
bukti yang lain sebelum dilakukan pemeriksaan speculum. Inspeksi genitalia
ekternal (perineum dan himen) jika terdapat trauma, noda-noda dan debris.
Kumpulkan debris, letakan amplop bahan bukti, label dan disegel.8
Korban yang belum pernah melakukan persetubuhan atau pengalaman
pemeriksaan spekulum mungkin menolak untuk dilakukan pemeriksaan spekulum.
Tujuan dan prosedur dari pemeriksaan spekulum harus dijelaskan kepada pasien,
korban dapat memilih untuk tetap dilakukan atau tidak kecuali ada indikasi faktor
medis seperti trauma atau perdarahan masif.8
Beberapa jenis posisi dapat digunakan untuk pemeriksaan genitalia dan pada
semua kasus kejahatan seksual, pemeriksaan korban harus senyaman mungkin.
Posisi yang disarankan adalah posisi litotomi.6

Gambar 1. Posisi pemeriksaan genitalia korban kejahatan seksual6


Spekulum harus di lubrikasi dengan air hangat dan bukan pelican karena dapat
menggangu evaluasi forensik. Saat memasukan spekulum, masukan 2 jari ke
6

dalam vagina dan secara gentle ditekan ke bawah sampai terjadi relaksasi otot.
Kemudian dimasukkan spekulum yang tertutup secara obliq dengan sudut 45
derajat terhadap garis vertikal dan secara gentle dimasukkan dan diputar dengan
pemegang spekulum tegak lurus. Jika sudah di dalam vagina secara gentle mulut
spekulum dibuka dan dipertahankan.6

Gambar 2. Pemeriksaan spekulum vagina6


Swab vagina diambil apabila dipercayai adanya penetrasi penis pada vagina.
Swab vagina dilakukan sebelum pemeriksaan bimanual atau pemeriksaan servik.
Untuk mengambil swab vagina, masukkan 2 kapas tip pada fornik vagina. Jika
terdapat genangan cairan ,spesimen dapat diperiksa dari genangan cairan tersebut.
Spesimen tambahan dapat diperiksa dari servik dan dinding vagina dibelakang
servik. Keringkan swab sebelum dimasukan ke dalam amplop. Jika lebih dari satu
sampel diambil dari vagina, label spesimen dalam urutan saat dilakukan serta
sumber dari spesimen.6 Lakukan pembuatan sampel slide kaca untuk pemeriksaan
mikroskopis pada saat yang bersamaan.
7

Swab servik turut diambil saat dilakukan swab vagina dengan menggunakan 2
steril kapas tip, lakukan swab kedalam servik. Swab servik dianginkan dan
dimasukan ke dalam kertas pembungkus atau amplop.9
Sangat penting untuk tidak mengaspirasi orifisium vagina atau dilusi cairan
yang ada di vagina dan servik sebelum swab diambil. Jika korban sudah mandi
dan membersihkan area genitalnya sebelum datang, pemeriksa harus dengan teliti
mengambil swab di belakang servik dan sepanjang dinding vagina.9
b. Pemeriksaan Swab Buccal
Pengambilan swab buccal ditujukan untuk memastikan identitas korban dan
bukti DNA.7 Penggunaan bukti DNA adalah teknologi terbaru yang digunakan
terutama dalam sistem peradilan pidana untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan
seksual. Prosedur pengumpulan DNA dapat bervariasi. Namun, semua
memerlukan sampel perbandingan yang harus diambil dari korban.10
- Sebagian besar jurisdiksi memerlukan darah yang harus diambil dari korban
untuk membedakan DNA-nya dari setiap DNA asing yang ditemukan dari
-

tubuhnya atau bukti TKP lainnya dari pakaian , selimut, dll.


Atau, kerokan sel dapat dikumpulkan dari sisi mulut korban ( menggunakan
swab bukal ) untuk membedakan DNA-nya dari yang penyerangnya.
Jika spesimen oral sudah diperoleh, korban harus berkumur dan menunggu 15

menit untuk pengambilan swab bukal. Jika serangan oral terjadi, DNA selain
pasien juga dapat hadir dalam rongga mulut . Dalam hal ini, sampel darah pasien
harus diambil untuk mengidentifikasi DNA pasien secara definitif.10

Gambar 3. Swab buccal untuk pengambilan sampel sperma7

Prosedur pengambilan swab buccal11


-

Kumpulan isi kit


4 kapas tip aplikator steril
1 amplop manila dengan label informasi putih terpasang
1 amplop manila sedikit lebih kecil
1 segel
Satu pasang sarung tangan lateks bebas bubuk
Petunjuk pengambilan sampel
Pakai sepasang sarung tangan lateks bebas bubuk. Buka kertas steril

pembungkus salah satu dari empat kapas tip aplikator


Gosok ujung kapas tip pada bagian dalam pipi mulut sambil perlahan

diputar. Lakukan selama sekitar 30 detik.


Tempatkan kapas tip aplikator dalam amplop yang lebih kecil. Kertas
pembungkus kapas swab dapat dibuang. Ulangi proses untuk sisa tiga
kapas lalu masukkan dalam amplop yang lebih kecil. Lepaskan sarung

tangan karet dan buang


Tempatkan amplop yang lebih kecil berisi empat kapas tip aplikator

dalam amplop yang lebih besar dengan label terpasang


Isi semua informasi pada label putih
Tempatkan amplop dengan label putih dalam amplop yang berlabel

Referensi Swab Mulut Collection Kit.


Segel amplop yang berlabel Referensi Mulut Swab Collection Kit

dengan segel bukti dan tandai segel


Tempatkan amplop ke Ruang Properti dan simpan di lemari pendingin
Perhatian
Jangan memegang atau mencemari ujung kapas swab. Ujung kapas

swab harus langsung bersentuhan dengan mulut subjek


Kapas swab tidak untuk mengumpulkan air liur tetapi untuk
mendapatkan sel dari lapisan pipi mulut . Oleh karena itu, gosok/seka

dengan sdikit penekanan terhadap pipi dalam mulut


Pastikan untuk memutar kapas swab di mulut subjek sehingga seluruh

permukaan kapas tip dapat digunakan untuk pengambilan sampel.


c. Pemeriksaan Swab Anal
Swab anal ditujukan untuk pengumpulan sampel jika dari keterangan korban
dipercaya bahwa telah terjadi penetrasi penis ke anus atau korban tidak dapat
mengingat kejadiannya.9 Sangat jarang korban yang melaporkan bahwa saat
terjadi kejahatan seksual terhadap dirinya telah terjadi penetrasi penis ke anus,
9

atau pada saat terjadinya korban tidak sadar. Dalam hal ini korban tidak dapat
menjelaskan secara detail kejadian yang dialaminya dan hanya mengeluhkan nyeri
di daerah tersebut.

Gambar 4. Anoskopi untuk inspeksi anal6


Swab anal dilakukan sebelum pemeriksaan anal. 8 Gunakan lampu wood untuk
inspeksi anal, korban dalam posisi knee-chest, bertujuan untuk mengidentifikasi
kemingkinan adanya cairan sekresi yang sudah kering di regio anal. Gunakan 2
buah swab secara simultan pada swab anal. Gunakan 2 swab tambahan untuk
mengulangi prosedur swab anal. Biarkan kering, dan kemudian masukkan ke
dalam amplop. Segel dan isikan informasi yang dibutuhkan pada amplop
kemudian beri tanda pada Anal Swab pada amplop. Swab yang bercampur dengan
feses meningkatkan kesulitan untuk memastikan keberadaan semen. Pada kondisi
seperti ini pemeriksaan medis tambahan atau tes di rumah sakit yang melibatkan
rektum harus dilakukan.

2.3 Aspek Etik dan Medikolegal Pemeriksaan Korban Kejahatan Seksual


Di negara-negara yang telah maju dalam perlindungan terhadap warganya,
kelakuan seksual pelaku sudah dapat dikategorikan melakukan tindak pidana apabila
tidak ada keinginan dari korban, tidak perlu adanya ancaman atau kekerasan.
Dalam kelompok tindak pidana ini jenisnya cukup banyak yaitu: Pelecehan
seksual, perzinahan, percabulan maupun perkosaan yang dapat dilakukan oleh pelaku
laki atau perempuan terhadap korban perempuan atau laki-laki.
Beberapa Undang Undang Pidana Republik Indonesia

seperti

Kitab

Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1982, undang-undang Perlindungan


10

Anak No. 23 tahun 2003, Undang Undang Tentang Penghapusan kekerasan dalam
Rumah Tangga No 29 tahun 2004 telah memasukan klausal tentang Kejahatan
Seksual ini, namun masih disayangkan pasal pasal dalam Undang Undang tersebut
walaupun menghukum pelaku cukup berat , proses pembuktian masih sulit diterapkan
dan masih bersifat diskriminatif terhadap korban khususnya perempuan dan anak,
misalnya

pada kasus perkosaan (kasus yang paling berat) harus ada unsur

persetubuhan yaitu masuknya alat kelamin pria kedalam alat kelamin prempuan
dengan pengertian yang belum jelas sampai seberapa jauh masuknya alat kelamin
tersebut. Bila unsur persetubuhan ini tidak dapat dibuktikan maka perbuatan pelaku
hanya dimasukan dalam percabulan dengan hukuman yang lebih ringan. Dikatakan
diskriminatif karena pada pelacuran yang dikenakan hukuman hanya pada
perempuannya.
Peran Dokter dan Tenaga Kesehatan
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pembuktian ada tidaknya

tindak

kejahatan seksual khususnya perkosaan sangat sulit dibuktikan karena kejahatan


seperti ini sangat jarang ada saksi (kecuali tertangkap basah) satu-satunya saksi adalah
saksi korban, oleh karena itu untuk membuktikan adanya perkosaan pembuktian
ilmiah sangat penting karena tidak terbantahkan.
Korban kejahatan seksual pada

dasarnya

adalah

orang yang

sedang

menderita, apakah penderitaan diakibat adanya perlukaan (fisik) maupun psikisnya


(psikologis) sehingga tentunya secara otomatis mereka akan datang ke dokter oleh
karena itu peran dokter beserta tenaga medis lainnya yang terlibat dalam penanganan
korban pada tahap ini sangat penting. Ketidaktahuan dan ke-tidakkonsen-an dari
dokter dalam pemeriksaan korban akan menyebabkan hilangnya

barang bukti

maupun bertambahnya penderitaan korban baik secara fisik maupun psikis.


Tugas dokter dan tenaga medis lain dalam penanganan kasus

kejahatan

seksual khususnya perkosaan :


-

Deteksi Dini
Tidak semua korban akan serta merta mengakui apa yang dialaminya, pada
anak-anak karena tidak tahu cara menyampaikan sehingga ibu yang
mengambil alih cerita (sering kali tidak benar atau salah), pada anak yang

11

lebih besar sering tidak berani menyampaikan karena ancaman, pada orang
dewasa sering sangat depresi sehingga sukar menyampaikan apa yang terjadi.
Anamnesis yang baik dan tidak menyalahkan serta empati yang mendalam
sangat dipentingkan untuk mengungkap kejadian maupun latar belakangnya
sehingga korban merasa memiliki orang yang dapat mengayomi serta tempat
-

dia berlindung.
Pemeriksaan Fisik dan Psikis
Pemeriksaan fisik ditujukan untuk dapat menemukan tanda-tanda

yang

diakibakan oleh perlakuan dari pelaku terhadap korban, misalnya pada kasus
perkosaan adalah adanya tanda-tanda kekerasan dan persetubuhan, pada kasus
percabulan adalah tanda-tanda yang dialami korban seperti sodomi atau oral
seksual dll. Tanda-tanda ini harus segera di cari oleh karena dengan
berjalannya waktu maka tanda-tanda akan mudah hilang sehingga tengang
waktu saat

kejadian dengan waktu pemerikaan

sangat menentukan

keberhasilan pemeriksaan.
Pada kasus perkosaan hal hal harus dicari dan di deteksi adalah:
Tanda-tanda maturitas
Tanda-tanda maturasi saat ini menjadi sangat penting oleh karena
adanya undang-undang perlindungan

anak, perlakuan kejahatan

seksual pada anak-anak akan mendapatkan sanksi

yang berat.

Pemerikaan sendiri dapat berupa pemerikaan tanda- tanda seks


sekunder, pertumbuhan gigi geligi, rontgen foto dari jari jari tangan
dan kaki.

Tanda-tanda kekerasaan
Tanda-tanda kekerasan adalah perlukaan yang dialami korban berupa
pemukulan, gigitan ataupun pemaksaan pemaksaan lain yang bisanya
berupa memar dan lecet.
Perlu diingat bahwa tidak ada-nya tanda tanda kekerasan bukan berarti
bahwa korban tidak diperkosa, oleh karena penggunaan obat-obatan
menyebabkan korban tidak apat melawan atau adanya ancaman yang

luar biasa sehingga korban tidak dapat melawan.


Tanda-tanda pesetubuhan
Tanda-tanda persetubuhan ditujukan untuk memeriksa alat kelamin
yaitu berupa adanya tanda-tanda kekerasan akibat masuknya

alat

kelamin pelaku kedalam alat kelamin korban.

12

Pemeriksaan psikologis lebih ditujukan pada apakah terjadi suatu gangguan


psikologis akibat perlakuan atau ancaman yang dialami korban, karena tidak
selalu mudah maka yang dinilai adalah keadaan emosional (kesedihan
ketakutan, kemarahan

dan rasa bersalah), kooperatif atau tidak dan bila

memang ada maka dapat dikonsulkan ke psikolog maupun psikiater untuk


-

pemerikaan dan pengobatan lebih lanjut .


Pengumpulan barang bukti
Penggumpulan barang bukti menjadi sangat penting karena selain dapat
membuktikan adanya perkosaan dan membantu memastikan siapa pelakunya,
barang bukti yang dikumpulkan ada berupa:
Swab
Urin
Darah
Barang bukti lain adalah:

Swab dan foto bekas gigitan


Pengambilan jaringa bawah kuku (bila ada riwayat korban mencakar)
Sisiran rambut kemaluan
Celana dalam korban
Pakain korban dan lain-lain yan ada pada tubuh dan pakaian korban

Perawatan dan pengobatan


Tidak jarang korban memerlukan perawatan baik oleh karena perlukaan atau
gangguan psikisnya, dalam hal ini sebagaimana perawatan biasanya
diperlukan perhatian lebih khusus karena perawatan ini karus memberikan
rasa nyaman, aman, mengayomi.
Pengobatan ditujukan untuk mengobati dan mencegah gangguan kesehatan
akibat perlakuan yang dialami korban seperti perlukaan, penyakit menular
seksual, kehamilan dan gangguan psikis.

Pembuatan Visum et Repertum Pada Kasus Kejahatan Seksual


Di Indonesia pemeriksaan korban persetubuhan yang diduga merupakan
tindak kejahatan seksual umumnya dilakukan oleh dokter ahli, ilmu kebidanan dan
penyakit kandungan kecuali di tempat yang tidak ada dokter ahli demikian, dokter
umumlah yang melakukan pemeriksaan itu.
Yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan:
13

Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis

dari penyidik yang berwenang.


Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti.
Kalau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi,

jangan diperiksa, suruh korban kembali ke polisi.


Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan
pada tubuh korban pada waktu permintaan visum et repertum diterima oleh

dokter.
Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang di rumah sakit, atau
di tempat praktek, atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan
beberapa waktu kemudian polisi mengajukan permintaan visum et repertum,
maka ia harus menolak karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang
diri korban sebelum ada permintaan untuk dibuatkan visum et repertum
merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322).
Dalam keadaan seperti itu dokter dapat meminta kepada polisi supaya korban
dibawa kembali kepadanya dan visum et repertum dibuat berdasarkan keadaan
yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu
tidak diberikan dalam bentuk visum et repertum, tetapi dalam bentuk surat
keterangan. Hasil pemeriksaan sebelum diterimanya surat permintaan
pemeriksaan dilakukan terhadap pasien dan bukan sebagai corpus dilicti

(benda bukti).
Izin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika

korban adalah seorang anak, diminta dari orang tua atau walinya.
Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa

korban.
Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin, jangan ditunda terlalu lama.
Hindarkan korban menunggu terlalu lama dengan perasaan was-was dan
cemas di kamar periksa. Apalagi bila korban adalah seorang anak. Semua yang

ditemukan harus dicatat, jangan bergantung pada ingatan semata.


Visum et repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya visum et
repertum perkara cepat dapat diselesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat

dibebaskan dari tahanan, bila ternyata dia tidak bersalah.


Kadang-kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang
ibu/ayah untuk memeriksa anak perempuannya, karena ia merasa sangsi
apakah anak perempuannya masih perawan, atau karena ia merasa curiga
kalau-kalau atas diri anaknya baru terjadi persetubuhan.
14

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kejahatan seksual merupakan kejahatan yang dapat ditemukan di seluruh dunia, pada
tiap tingkatan masyarakat, tidak memandang usia maupun jenis kelamin. Seiring
dengan meningkatnya kesadaran hukum di Indonesia, jumlah kasus kejahatan seksual
yang dilaporkan pun mengalami peningkatan.
Salah satu komponen penting dalam pengungkapan kasus kejahatan seksual adalah
visum et repertum yang dapat memperjelas perkara dengan pemaparan dan
interpretasi bukti bukti fisik kejahatan seksual.
Peranan dokter sangat penting dalam penanganan kasus kejahatan seksual karena
dokter selain pengobatan dan perawatan juga berperan sebagai ujung tombak
dimulainya proses pembuktian kejadian. Peran ini menjadi sukar dijalankan secara
baik karena ketidaktahuan dokter, dan ketidaktahuan korban serta kurang
mendukungnya perundang-undangan yang masih berlaku di Indonesia.
3.2 Saran

15

Meningkatkan pengetahuan dokter tentang penanganan korban kejahatan

seksual dan kepentingan pengumpulan bukti pada korban.


Menyediakan sarana dan prasarana pemeriksaan dan penatalaksanaan korban

kejahatan seksual di setiap rumah sakit.


Edukasi masyarakat tentang kejahatan seksual

16

Anda mungkin juga menyukai