Anda di halaman 1dari 5

Analisis Perkiraan Kenaikan Permintaan Ekspor Kakao di Sulawesi selatan

Oleh : Mughni Latifah / P0400214006 /Ekonomi Sumberdaya

Biji kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan, yang
peranannya penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia
lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Biji kakao merupakan
salah satu komoditi ekspor yang mempunyai keunggulan komparatif yang
merupakan modal utama yang harus ada pada suatu produk untuk memiliki
kekuatan kompetitif. Disamping itu biji kakao juga berperan dalam mendorong
pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri yang diharapkan mampu
berperan sebagai salah satu komoditi yang akan menciptakan tricle down effect
dalam perekonomian nasional dan daerah.
Jika dilihat dari segi kualitas, biji kakao Indonesia tidak kalah dengan biji kakao
terbaik dunia, apabila dilakukan fermentasi dengan baik, kakao Indonesia dapat
mencapai cita rasa setara dengan biji kakao yang berasal dari Ghana. Biji kakao
Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh, sehingga cocok bila
dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar biji
kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri.
Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri biji kakao sebagai salah
satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka.
Biji kakao adalah salah satu komoditi yang mempunyai peranan penting dalam
perekonomian Sulawesi selatan. Pengusahaan kakao dikembangkan berdasarkan
konsep keunggulan komparatif, yang digunakan sebagai dasar dalam memperoleh
keunggulan kompetitif. Dengan keunggulan kompetitif diharapkan suatu produk
mempunyai kekuatan dalam menghadapi era pasar bebas yang membutuhkan
kerja keras jika ingin survive. Sulawesi Selatan merupakan

penghasil kakao

terbesar di Indonesia. Tanaman kakao sendiri merupakan salah satu komoditi


unggulan Sulawesi Selatan (Sulsel).
Sulawesi memiliki sumberdaya lahan kakao sebesar 838.087 ha atau 58 persen
dari total luas lahan di indonesia sehingga sulawesi menjadi pilihan dalam koridor
ekonomi mp3ei sebagai daerah pengembngan kakao di indonesia. Tanaman kakao
sendiri merupakan salah satu komoditi unggulan Sulawesi Selatan (Sulsel).

POTENSI KAKAO DI SULAWESI SELATAN

PRODUKSI 2011 (TON)

196.695

PRODUKSI 2010 (TON)

172.083

PRODUKSI 2009 (TON)

163.001

PRODUKSI 2008 (TON)

110.009

WILAYAH POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITI KAKAO DI SULAWESI SELATAN

NO
NAMA DAERAH
1 Kabupaten Bantaeng

LUAS LAHAN
Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 5.377

Kabupaten Barru

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 948

Kabupaten Bone

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 30.774

Kabupaten Bulukumba

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 7.431

Kabupaten Enrekang

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 9.865

Kabupaten Gowa

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 6.712

Kabupaten Jeneponto

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 102

Kabupaten Luwu

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 36.762

Kabupaten Luwu Timur

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 37.087

10 Kabupaten Luwu Utara

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 63.006

11 Kabupaten Maros

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 1.521

12 Kabupaten Pangkajene Kepulauan

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 246

13 Kabupaten Pinrang

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 21.722

14 Kabupaten Selayar

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 673

15 Kabupaten Sidenrengrappang

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 8.203

16 Kabupaten Sinjai

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 4.723

17 Kabupaten Soppeng

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 15.542

18 Kabupaten Takalar

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 40

19 Kabupaten Tanatoraja

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 4.018

20 Kabupaten Toraja Utara

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 4.018

21 Kabupaten Wajo

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 15.292

22 Kota Palopo

Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 3.345

Konsep pembangunan ekonomi secara terpadu ternyata telah berkembang menjadi


kebutuhan yang mutlak dan tak dapat ditawar lagi. Seiring dengan hal tersebut
maka kebutuhan terhadap informasi dan alat analisis yang dapat digunakan untuk
melihat keterkaitan antar sektor ekonomi menjadi semakin penting. Dalam ilmu

perencanaan pembangunan, salah satu model perencanaan pembangunan yang


bersifat multi sektor adalah analisis input-output yaitu perencanaan pembangunan
yang menghubungkan agregat ekonomi makro dalam bentuk tabel input-output (IO).
Perkembangan ekonomi yang terus meningkat, baik dari segi cakupan maupun dari
pengaruh berkembangnya teknologi baru, dimana tabel input output yang
dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2005 sudah tidak relavan lagi untuk
dipergunakan sebagai dasar perencanaan. Adanya perkembangan teknologi dalam
proses produksi barang dan jasa akan berpengaruh terhadap struktur input maupun
struktur output. Perubahan tersebut dapat terjadi oleh karena adanya kebijakan
moneter, kebijakan pemerintah tentang harga bahan bakar minyak, kebijakan tata
niaga barang ekspor dan impor, perpajakan serta kebijakan internal dunia usaha.
Struktur input berdasarkan sektor maupun sub sektor kegiatan ekonomi
memberikan informasi tentang besarnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk
bahan baku dan penolong serta bagaimana suatu kegiatan ekonomi membutuhkan
output

dari

kegiatan

ekonomi

lainnya.

Sehingga

secara

agregat

dapat

mencerminkan besarnya permintaan antara baik yang berasal dari domestik


maupun impor. Koefisien permintaan antara ini dapat dijadikan sebagai bahan
rumusan dalam perencanaan kebijakan harga suatu komoditi dan antisipasi
besarnya pasokan yang dibutuhkan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan
koefisien struktur output sektor memberikan masukan terhadap perencanaan
tingkat pertumbuhan ekonomi, penetapan target pertumbuhan ekonomi dan produk
domestik regional perkapita. Dalam rangka perencanaan penetapan pertumbuhan
ekonomi diperlukan beberapa indikator makro ekonomi maupun non ekonomi.
Faktor indikator makro ekonomi seperti tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing, dan tingkat suku bunga serta beberapa koefisien permintaan
antara dan primer.
Belakangan ini Tabel I-O semakin luas digunakan sebagai kerangka dasar
berbagai studi kuantitatif terutama untuk perencanaan dan analisis ekonomi yang
bersifat makro. Penyempurnaan dan pengembangan tabel, baik pada penyusunan
maupun penggunaan modelnya juga telah banyak dilakukan oleh kalangan ekonom
dan statistisi guna memenuhi kebutuhan analisis yang semakin luas.

Metode Analisis
Analisis Input-Output merupakan salah satu analisis perekonomian suatu wilayah
secara komprehensip dengan melihat keterkaitan dan ketergantungan antar sektor
perekonomian di wilayah tersebut secara keseluruhan. Dalam analisis input-output
pendekatan

general

equilibrium

mempunyai

manfaat

yang

besar

dalam

menganalisis kondisi saat ini dan membuat target-target makro ekonomi.


Komposisi Nilai Tambah Bruto menurut Komponennya Provinsi Sulawesi Selatan
2009
Sektor

Komponen

Nilai (Juta Rp.)

Distribusi (Persen)

201 Upah dan Gaji

35.143.436,68

33,55

202 Surplus Usaha

58.943.392,48

56,27

203 Penyusutan

7.589.132,70

7,24

204 Pajak Tak Langsung

3.077.378,45

2,94

104.753.340,31

100,00

Nilai Tambah Bruto

Ternyata porsi yang diterima untuk upah dan gaji masih relatif lebih rendah bila di
bandingkan dengan surplus usaha,

padahal

upah dan gaji merupakan suatu

komponen nilai tambah yang bisa langsung diterima (dibawa pulang) oleh pekerja,
sebaliknya surplus yang menerima adalah pengusaha. Surplus usaha belum tentu
dapat dinikmati oleh masyarakat, khususnya tenaga kerja, karena surplus usaha
tersebut sebagian ada yang disimpan atau ditanam di perusahaan dalam bentuk
laba yang ditahan.
Hasil analisis Input-output, jika permintaan ekspor kakao naik 2% :
Legend

Total Input
Baru

Kenaikan
Primary
Input

Presentase
Kenaikan

Input
kakao

Kebutuhan
Input

Total
kebutuhan
input

Upah dan
Gaji
Surplus
Usaha
Penyusutan

45,393,377

10,249,939

0.2916

647591

188,876.45

836467.455

75,088,281

16,144,887

0.2739

2769804

758,662.99

3528466.99

9,236,763

1,647,631

0.2171

9001

1,954.15

10955.153

Pajak tak
langsung
subsidi

4,430,204

1,352,825

0.4396

9574

4,208.76

13782.7584

0.00

0.00

0.00

Total input
Primer

134,148,624

29,395,281

3,435,970

953,702

4,389,672

Target permintaan jumlah ekspor barang ke luar negeri (kode kolom 3059 pada
tabel I-O) komoditi sub-sektor 17 Kakao meningkat 2% menyebabkan input primer
pada upah dan gaji bertumbuh sebasar 29 %, surplus usaha tumbuh sebesar 27 %,
penyusutan tumbuh sebesar 21 %, dan pajak tak tangsung tumbuh sebesar 43 %.
Maka kebutuhan input pada sektor kakao adalah sebanyak 4,389,672.

Anda mungkin juga menyukai