Anda di halaman 1dari 170

SINGKATAN DAN AKRONIM

AFTA

: Asia Free Trade Agreement

AKAP

: Antar Kota Antar Provinsi

AKAP

: Antar Kota Antar Provinsi

AKB

: Angka Kematian Bayi

AKDP

: Antar Kota Dalam Provinsi

AKDP

: Antar Kota Dalam Provinsi

AKI

: Angka Kematian Ibu

APK

: Angka Partisipasi Kasar

APBK

: Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten

APM

: Angka Partisipasi Murni

ASEAN

: Association of South East Asia Nation

ASI

: Air Susu Ibu

ATM

: Anjungan Tunai Mandiri

BABS

: Buang Air Besar Sembarangan

Bappenas

: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BBM

: Bahan Bakar Minyak

BBN-KB

: Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

BCG

: Bacillus Calmette-Guerin

BI

: Bank Indonesia

BKPG

: Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong

BOS

: Bantuan Operasional Sekolah

BPS

: Badan Pusat Statistik

BRA

: Badan Reintegrasi Aceh

BRR

: Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

BTA

: Basil Tahan Asam

BUMN

: Badan Usaha Milik Negara

BUMN

: Badan Usaha Milik Negara

DAS

: Daerah Aliran Sungai

DAU

: Dana Alokasi Khusus

DBD

: Demam Berdarah Dengue

DI

: Daerah Irigasi

DM

: Diabetes Mellitus

DPRK

: Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten

dpl

: Diatas Permulaan Laut

DPT

: Difteri, Pertusis dan Tetanus

EWS

: Early Warning System/Sistem Peringatan Dini


i

HAM

: Hak Asasi Manusia

HAM

: Hak Asasi Manusia

HAS

: Hutan Suaka Alam

HGB

: Hak Guna Bangunan

HGU

: Hak Guna Usaha

HIV/AIDS

: Human

Immunodeficiency

Virus/Acquired

Deficiency Syndrome
HL

: Hutan Lindung

HM

: Hak Milik

HP

: Hak Pakai

HP

: Hand Phone

HPA

: Hutan Pelestarian Alam

HPL

: Hak Pengelolaan Lahan

IKK

: Ibukota Kecamatan

IPM

: Indeks Pembangunan Manusia

IPTEK

: Ilmu pengetahuan dan Teknologi

ISPA

: Infeksi Saluran Pernapasan Atas

KAT

: Komunitas Adat Terpencil

KB

: Keluarga Berencana

KDRT

: Kekerasan Dalam Rumah Tangga

KK

: Kepala Keluarga

KLB

: Kejadian Luar Biasa

KLDK

: Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

KNPI

: Komite Nasional Pemuda Indonesia

KP

: Kuasa Pertambangan

KPI

: Key Performance Indicators

l/dtk

: liter per detik

LH

: Lahir Hidup

Linmas

: Perlindungan Masyarakat

LSM

: Lembaga Swadaya Masyarakat

MBS

: Manajemen Berbasis Sekolah

MCK

: Mandi Cuci Kakus

MDGs

: Millenium Development Goals

MoU

: Memorandum of Understanding

MPU

: Majelis Permusyawaratan Ulama

NAD

: Nanggroe Aceh Darussalam

NIK

: Nomor Induk Kependudukan

ii

Immune

ODHA

: Orang Dengan HIV-AIDS

OTSUS

: Otonomi Khusus

PAD

: Pendapatan Asli Daerah

PAUD

: Pendidikan Anak Usia Dini

PDRB

: Product Domestic Regional Bruto

PER

: Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Perpu

: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

PKB

: Pajak Kendaraan Bermotor

PKBL

: Program Kemitraan Bina Lingkungan

PKL

: Pusat Kegiatan Lokal

PKN

: Pusat Kegiatan Nasional

PKSN

: Pusat Kegiatan Strategis Nasional

PKW

: Pusat Kegiatan Wilayah

PLN

: Perusahaan Listrik Negara

PLTA

: Pembangkit Listrik Tenaga Air

PLTD

: Pembangkit Listrik Tenaga Diesel

PLTMH

: Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro

PLTP

: Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi

PLTS

: Pembangkit Listrik Tenaga Surya

PMA

: Penanaman Modal Asing

PMDN

: Penanaman Modal DaLam Negeri

PMKS

: Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

PNPM

: Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

Pol WH

: Polisi Wilayatul Hisbah

PON

: Pekan Olah Raga Nasional

POPDA

: Pekan Olah Raga Pelajar Daerah

POPNAS

: Pekan Olah Raga Pelajar Nasional

PORDA

: Pekan Olah Raga Aceh

POSPENAS

: Pekan Olah Raga Siswa Pesantren Nasional

PP

: Peraturan Pemerintah

PPB-KB

: Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

PPT

: Pusat Pelayanan Terpadu

PT

: Perguruan Tinggi

RISTEK

: Riset dan Teknologi

RPJMD

: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

RPJMA

: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh

RPJMN

: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

iii

RPJPD

: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

RPJPA

: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh

RPJPN

: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

RR

: Rehabilitasi dan Rekonstruksi

RTRWN

: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

RTRWP

: Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

RTRWK

: Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

Satpol PP

: Satuan Polisi Pamong Praja

SBI

: Sekolah Bertaraf Internasional

SD/MI/SDLB

: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar


Biasa

SDM

: Sumber Daya Manusia

SJSN

: Sistem Jaminan Sosial Daerah

SPSN

: Sistem Perlindungan Sosial Daerah

SK

: Surat Keputusan

SLTA

: Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SLTP

: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SMA/MA/SMK : Sekolah

Menengah

Atas/Madrasah

Aliyah/Sekolah

Menengah Kejuruan
SMP/MTs

: Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah

SOP

: Standard Operational Procedure

SPM

: Standar Pelayanan Minimum

SUSENAS

: Survei Sosial Ekonomi Nasional

SUTM

: Saluran Udara Tegangan Menengah

TBC

: Tuberkulosis

TB/U

: Tinggi Badan per Umur

TBS

: Tandan Buah Segar

TBM

: Tanaman Belum Menghasilkan

TDBH Migas

: Tambahan Dana bagi Hasil Minyak dan Gas

TK/RA

: Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal

TK-PPA

: Tim Koordinasi Pembangunan Pendidikan Aceh

TM

: Tanaman Menghasilkan

TPS

: Tempat Pembuangan Sampah

TPT

: Tingkat Pengangguran Terbuka

TR

: Tanaman Rusak

UHH

: Usia Harapan Hidup

UKM

: Usaha Kecil Menengah

iv

UKM

: Usaha Kecil Menengah

UMKM

: Usaha Mikro Kecil Menengah

UMP

: Upah Minimum Provinsi

UMR

: Upah Minimum Regional

UU

: Undang-undang

UUPA

: Undang-undang Pemerintahan Aceh

WP

: Wilayah Pengembangan

WTO

: World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia)

ZEE

: Zona Ekonomi Eksklusif

DAFTAR ISI

SINGKATAN DAN AKRONIM ............................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ..............................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

xi

BAB I

PENDAHULUAN ..................................................................

I.1.

LATAR BELAKANG .....................................................

I.2.

DASAR HUKUM PENYUSUNAN ...................................

I.3.

HUBUNGAN RPJPD DENGAN DOKUMEN

BAB II

PERENCANAAN LAINNYA ...........................................

I.4.

SISTEMATIKA PENULISAN .........................................

I.5.

MAKSUD DAN TUJUAN ..............................................

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH ................................

II.1.

ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI .........................

2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah ................................

2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah ..................................

14

2.1.3. Kerawanan Bencana ...................................................

36

2.1.4. Demografi ...................................................................

36

II.2.

40

ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ....................

2.2.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi


Pertumbuhan PDRB ...................................................

40

2.2.2. Kesejahteraan Sosial ...................................................

47

2.2.3. Budaya dan Olahraga .................................................

54

II.3.

ASPEK PELAYANAN UMUM ........................................

56

2.3.1. Layanan Urusan Wajib ...............................................

56

II.4.

59

ASPEK DAYA SAING DAERAH ....................................


vi

2.4.1. Fasilitas Wilayah/Infrastruktur ..................................

59

2.4.2. Sumber Daya Manusia ...............................................

79

BAB III ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS ...........................................

81

III.1.

PERMASALAHAN PEMBANGUNAN .............................

81

III.2.

ISU STRATEGIS ..........................................................

88

BAB IV VISI MISI DAERAH .............................................................

98

BAB V

IV.1.

VISI ............................................................................

98

IV.2.

MISI ...........................................................................

100

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN


JANGKA PANJANG DAERAH .............................................. 103
V.1.

SASARAN DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN ...

103

5.1.1. Sasaran Pembangunan Jangka Panjang .....................

103

5.1.2. Arah Pembangunan Jangka Panjang ...........................

109

V.2.

TAHAPAN DAN PRIORITAS .........................................

145

5.2.1. Tahapan Pembangunan ke-1 (2007-2012) ...................

145

5.2.2. Tahapan Pembangunan ke-2 (20122017) ..................

147

5.2.3. Tahapan Pembangunan ke-3 (20172022) ..................

150

5.2.4. Tahapan Pembangunan ke-4 (20222027) ..................

152

BAB VI KAIDAH PELAKSANAAN ..................................................... 155


VI.1.

PRINSIP KAIDAH PELAKSANAAN ................................

155

VI.2.

MEKANISME PENGENDALIAN DAN EVALUASI ...........

156

6.2.1. Pengendalian dan Evaluasi Terhadap


Pelaksanaan RPJPD ....................................................

156

6.2.2. Evaluasi Terhadap Hasil RPJPD ..................................

156

BAB VII PENUTUP ............................................................................ 158

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Luas wilayah Kabupaten Aceh Barat Menurut Kecamatan


Tahun 2010 .......................................................................

Tabel 2.2.

Jumlah Mukim dan Gampong dalam Kabupaten


Aceh Barat Tahun 2010 ...................... ...............................

10

Tabel 2.3.

Rencana Pola Ruang Kabupaten Aceh Barat .......................

13

Tabel 2.4.

Kawasan Andalan dan Strategis Wilayah


Kabupaten Aceh Barat .......................................................

Tabel 2.5.

14

Objek dan Potensi Wisata Kabupaten Aceh Barat


Tahun 2010 .......................................................................

15

Tabel 2.6

Luas Lahan Sawah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 .....

17

Tabel 2.7.

Populasi Ternak Dalam Kabupaten Aceh Barat


Tahun 2010 .......................................................................

Tabel 2.8.

Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat


Tahun 2010 .......................................................................

Tabel 2.9.

19

21

Nama Perusahaan, Lokasi, Luas Areal Perkebunan Swasta/


Nasional Tahun 2010 .........................................................

23

Tabel 2.10. Luas Komposisi Perencanaan Hutan Kabupaten Aceh Barat


Tahun 2010 .......................................................................

24

Tabel 2.11. Luas Wilayah Menurut Fungsi Hutan dan Lahan Lainnya
Dalam Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ........................

25

Tabel 2.12. Luas Wilayah dan Lahan Kritis Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2010 .......................................................................

26

Tabel 2.13. Potensi Lahan Perikanan Budidaya Kabupaten Aceh Barat


Tahun 2010 .......................................................................

27

Tabel 2.14. Jumlah Petani Nelayan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010

28

Tabel 2.15. Jumlah Industri Bangunan / Material Menurut Jenisnya


Tahun 2010 .......................................................................

29

Tabel 2.16. Jumlah Industri Tradisional Menurut Jenis Industri


Tahun 2010 .......................................................................

31

Tabel 2.17. Jumlah Industri Makanan/Minuman Menurut Jenis


Industri Tahun 2010 ..........................................................
Tabel 2.18. Jumlah Industri Jasa Menurut Jenis Industri Tahun 2010

32
33

Tabel 2.19. Potensi Sumber Daya Mineral Kabupaten Aceh Barat


Tahun 2010 .......................................................................

35

Tabel 2.20. Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ......

36

viii

Tabel 2.21. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin
Menurut Kecamatan Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010

37

Tabel 2.22. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur


di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ................................

38

Tabel 2.23. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Aceh Barat


Menurut Bidang Usaha Tahun 2010 ..................................

39

Tabel 2.24. Jumlah Pencari Kerja Kelompok Umur Tahun 2010 ...........

39

Tabel 2.25. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan


Tahun 2010 .......................................................................

40

Tabel 2.26. Jumlah Pencari Kerja Menurut Sektor Lapangan Usaha


Tahun 2010 ......................................................................

40

Tabel 2.27. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Barat


Tahun 2007-2010 (Persen) ................................................

44

Tabel 2.28. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun


2007 - 2010 Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) .......

45

Tabel 2.29. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2007
2010 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) ..........

46

Tabel 2.30. Angka Melek Huruf Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
(Dalam persen) ...................................................................

47

Tabel 2.31. Jumlah Angka Partisipasi Kasar, Angka Partisipasi Murni


dan Angka Putus Sekolah Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2010 (Dalam Persen) ...............................................

48

Tabel 2.32. Jumlah Kematian Ibu Melahirkan, Bayi dan Balita


di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 2012 ....................

51

Tabel 2.33. Jumlah Balita yang menderita gizi buruk


di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ................................

51

Tabel 2.34. Jumlah Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis Puskesmas


di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ................................

52

Tabel 2.35. Jumlah Tenaga Medis Menurut Unit Kerja dalam


Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ..................................

53

Tabel 2.36. Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS)


Tahun 2008 - 2010 Kabupaten Aceh Barat .......................

57

Tabel 2.37. Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah


Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 ...................................

58

Tabel 2.38. Data Panjang dan Kondisi Jalan Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2010 .......................................................................

ix

62

Tabel 2.39. Kondisi Pelayanan Energi Listrik di Kabupaten Aceh Barat


Tahun 2010 .......................................................................

73

Tabel 2.40. Daerah Irigasi Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 .............

75

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Persentase Luas Wilayah Kabupaten Aceh Barat Menurut


Kecamatan Tahun 2010 ...................................................

Gambar 2.2 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Tahun 2010 ..........

41

Gambar 2.3 Nilai PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (Persen)


Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007 2010 ......................

42

Gambar 2.4 Jumlah Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi


Murni (APM) Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 .............

49

Gambar 2.5 Jumlah Angka Putus Sekolah di Kabupaten Aceh Barat


Tahun 2010 .....................................................................

xi

49

BAB I
PENDAHULUAN

Berkat rahmat Allah SWT dan marifat Nabi Muhammad SAW serta
usaha dan perjuangan yang dilakukan oleh para pendahulu dan pemimpin
saat ini bersama dengan rakyat, maka sampailah kita pada masa dimana
Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, merupakan pemerintah daerah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, yang diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dan juga diharapkan
mampu

meningkatkan

daya

saing

dengan

memperhatikan

prinsip

demokrasi, keadilan, keistimewaan, kekhususan serta keanekaragaman.


Penyelenggaraan

pemerintahan

daerah

harus

menjamin

keserasian

hubungan antara daerah kabupaten dengan pusat, provinsi dan kabupaten


lainnya. Artinya, mampu membangun kerjasama untuk meningkatkan
kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan, mampu memelihara
dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Agar kewenangan dan tanggung jawab tersebut dapat dilaksanakan sejalan
dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat
wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam
penelitian,

pengembangan,

perencanaan

dan

pengawasan,

disamping

memberikan standar pelayanan, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi,


pengendalian,
memfasilitasi

koordinasi,
peluang

pemantauan,

kemudahan,

dan

bantuan,

evaluasi
dan

serta

dorongan

wajib
kepada

pemerintah, masyarakat dan stakeholder lainnya agar dalam pelaksanaan


kewenangan dan tanggung jawab dapat dilakukan secara efisien, efektif dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian diharapkan pelaksanaan pembangunan dalam periode 20
(dua puluh) tahun kedepan, Pemerintah Kabupaten bersama masyarakat
dapat meraih dan mencapai cita-cita menuju masyarakat yang maju,
mandiri, adil, makmur dan sejahtera.
I.1.

LATAR BELAKANG
Kabupaten Aceh Barat telah berada dalam era demokratisasi setelah

melalui berbagai zaman dari yang tidak menentu, krisis politik dan ekonomi
hingga bencana alam gempa dan tsunami. Setelah melalui krisis demi krisis

dan pemerintahan otoriter yang berkembang dan menimbulkan krisis


multidimensi, akhirnya berdampak pada perubahan (reformasi) di seluruh
sendi-sendi

kehidupan

memberikan

semangat

tercermin

pada

berbangsa
politik

perubahan

dan

dan

bernegara.

cara

Reformasi

pandang

Undang-Undang

baru

Dasar

tersebut

sebagaimana

Negara

Republik

Indonesia Tahun 1945. Perubahan substansial dalam Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan yang terkait dengan
perencanaan pembangunan adalah a) Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) tidak mengamanatkan lagi untuk menetapkan Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN); b) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat; dan c) desentralisasi dan penguatan
otonomi daerah dan setelah itu pintu ke-era baru terbuka, melalui
tercapainya perdamaian antara GAM dan RI dengan ditandatangani
kesepakatan (MoU) di Helsinki, Finlandia pada tanggal 15 Agustus 2005.
Selanjutnya Pemerintah Pusat melahirkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006

tentang

Pemerintah

Aceh

dan

terkait

dengan

perencanaan

pembangunan daerah: Bupati dan Wakil Bupati dipilih langsung oleh rakyat,
terakomodirnya pembentukan Partai Lokal serta Bupati dan Wakil Bupati
terpilih akan melaksanakan visi, misi dan agenda pembangunannya. Hal ini
telah diimplementasikan dan diaplikasikan diseluruh wilayah Pemerintah
Aceh, dan salah satunya adalah Kabupaten Aceh Barat, menerima semua
dampak dari berbagai peristiwa sejarah tersebut lalu mengisinya dengan
pembangunan

untuk

mesejahterakan

dan

memakmurkan

kehidupan

masyarakat guna mencapai harkat dan martabat yang lebih baik dalam
peradaban dunia yang maju secara berkelanjutan.
Berdasarkan pertimbangan diatas dengan SPPN, lahir untuk menjadi
landasan hukum dibidang perencanaan pembangunan baik oleh pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Dalam regulasi ini ditetapkan bahwa SPPN
adalah

satu

kesatuan

tatacara

perencanaan

pembangunan

untuk

menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, menengah dan


tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan
ditingkat pusat dan daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Keleluasaan

tersebut

berpotensi

menimbulkan

ketidaksinambungan

pembangunan dari satu masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati ke masa
jabatan Bupati dan Wakil Bupati berikutnya. Desentralisasi dan penguatan
otonomi daerah berpotensi mengakibatkan perencanaan pembangunan
daerah tidak sinergi antara daerah yang satu dengan daerah yang lain serta

antara pembangunan daerah dan pembangunan secara nasional. Untuk itu,


seluruh

komponen

bangsa

sepakat

menetapkan

sistem

perencanaan

pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang


Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU-SPPN) yang di dalamnya
diatur perencanaan jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun),
dan pembangunan tahunan.
Oleh karena itu, perencanaan pembangunan di Kabupaten Aceh Barat
akan memberikan arah serta pedoman bagi terlaksananya pembangunan
guna mencapai cita-cita rakyat sebagaimana yang diamanatkan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan
bangsa; dan ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Selanjutnya penjabaran dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 yaitu: pelaksanaan syariat Islam;
pelaksanaan keistemewaan Aceh; penetapan qanun-qanun yang mendorong
terciptanya

kesejahteraan

dan

kemakmuran

bagi

rakyat

Aceh

dan

perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah.


Pengertian:
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan suatu
dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi mengarahkan
pembangunan daerah dalam jangka 20 (dua puluh) tahun yang dilandasi
dari visi, misi dan arah pembangunan daerah mulai dari tahun 2005 sampai
dengan tahun 2025.
Proses Penyusunan:
Pertama

: Penyiapan rancangan RPJPD untuk mendapatkan gambaran


awal Visi, Misi dan Arah Pembangunan Daerah

Kedua

: Melakukan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Jangka


Panjang Daerah yang bertujuan mendapatkan masukan dan
komitmen

dari

seluruh

pemangku

kepentinganterhadap

rancangan akhir RPJPD.


Ketiga

: Penyusunan rancangan akhir RPJPD yang memuat masukan


dan komitmen hasil Musrenbang Jangka Panjang Daerah dan
tinjauan

ilmiah

dari

para

ahli

sebagai

penyempurnaan rancangan RPJP daerah.

masukan

utama

Keempat

: Melakukan koordinasi rancangan RPJPD Kabupaten dengan


Gubernur Provinsi Aceh C.q. BAPPEDA Provinsi Aceh sebelum
ditetapkan Dokumen RPJPD periode 2005 2025.

Kelima

: Penetapan Qanun tentang RPJPD, dibawah koordinasi Kepala


Bagian

Hukum

penanggungjawab

Sekretariat
terhadap

Daerah
tugas

Kabupaten

dan

fungsi

selaku
hukum.

Rancangan akhir RPJPD beserta lampirannya disampaikan


kepada DPRD sebagai inisiatif Pemerintah Kabupaten untuk
diproses lebih lanjut menjadi Qanun tentang RPJPD Kabupaten.
I.2.

DASAR HUKUM PENYUSUNAN


Landasan penyusunan RPJPD adalah konstitusi, yaitu Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh
dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara, UndangUndang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan Landasan
operasionalnya meliputi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan langsung dengan pembangunan nasional dan daerah, yaitu:
1).

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor


VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan;

2).

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

3).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

4).

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional;

5).

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

6).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;

7).

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Nasional;

8).

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas


Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

9).

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan


Provinsi sebagai Daerah Otonom;

10). Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan


Keuangan Daerah;

11). Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman


Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
12). Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
13). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;
14). Peraturan

Presiden

RI

Nomor

5 Tahun

2010

tentang

Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014;


15). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
16). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
17). Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
18). Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 050-187/Kep/Bangda/2007
tentang Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang);
19). Keputusan Menteri dalam Negeri No. 050-188/Kep/Bangda/2007
tentang pedoman Penilaian Dokumen RPJPD/RPJMD;
20). Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ Tanggal 11
Agustus 2005 Tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah
dan RPJM Daerah;
21). Qanun Nomor ......... Tahun ......... tentang RPJP Aceh;
I.3.

HUBUNGAN RPJPD DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA


RPJPD Kabupaten merupakan koridor utama bagi seluruh upaya

pembangunan yang berjalan pada periode tersebut karena didalamnya


terdapat arahan pembangunan yang bersifat komprehensif dan mengacu
pada

arah

pembangunan

sebagaimana

yang

termuat

dalam

RPJP

Nasional/Provinsi. Dokumen ini memiliki hubungan erat dengan Rencana


Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Barat dalam bentuk yang
saling terkait satu sama lain. RPJPD memberi arahan tentang visi, misi dan
arah pembangunan secara substansial, sedangkan RTRWK memberi arahan

spasial bagi misi dan arah pembangunan dalam mewujudkan visi daerah.
Selanjutnya dokumen ini juga dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan
visi, misi, tujuan, kebijakan, sasaran dan program pada setiap periode
RPJMD, dimana isi dalam dokumen ini lebih bersifat arahan secara makro
tentang apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Demikian
halnya dengan dokumen-dokumen perencanaan lainnya dalam jangka
waktu/periode tahunan seperti: Rencana Strategis (Renstra) SKPD, Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja (Renja) SKPD.
Secara singkat hubungan antara RPJPD ini dengan dokumendokumen perencanaan yang lain adalah bersifat hirarkis, artinya dokumen
yang jangka waktunya lebih panjang menjadi rujukan bagi dokumen yang
jangka waktunya lebih pendek dan dokumen yang dikeluarkan oleh
pemerintahan yang lebih tinggi menjadi rujukan bagi dokumen yang
dikeluarkan oleh pemerintahan dibawahnya.
RPJP
Nasional

RPJM Dijabarkan
Nasional

Pedoman

Diacu

RKP

Diperhatikan
5 tahun

20tahun

RPJP
Daerah

Dijabarkan

RPJM
Daerah

Pedoman

1 tahun

Pedoman
Penyusunan
RAPBD

RKP
Daerah

Diacu

Diacu
Pedoman

RTRW
Daerah

RENSTRA
SPKD

Pedoman

Renja
SPKD

Penelaahan terhadap RPJP Nasional dan RPJP Aceh dilakukan untuk


menjamin keselarasan kebijakan pembangunan jangka panjang Aceh Barat,
dengan Provinsi dan Nasional. Demikian juga Penelaahan RTRW Nasional
dan RTRW Aceh dengan RTRWK Aceh Barat yang bertujuan untuk melihat
kerangka
mendatang

pemanfaatan
berikut

ruang

daerah

dalam

asumsi-asumsinya.

20

RPJP

(dua
Aceh

puluh)

tahun

Barat

harus

memperhatikan Rencana Struktur Ruang, Rencana Pemanfaatan Ruang dan


Indikasi Program Pemanfaatan Ruang yang tertuang dalam RRTRWK Aceh
Barat (seperti lokasi Pusat Kegiatan Nasional maupun Pusat Pengembangan
Wilayah).

Penelaahan

dasarnya

ditujukan

dokumen-dokumen
untuk

mendukung

perencanaan

tersebut

pada

pertumbuhan

regional

yang

berkualitas, merata dan saling mendukung dalam rangka pencapaian tujuan


pembangunan nasional.

I.4.

SISTEMATIKA PENULISAN
RPJPD Kabupaten disusun berdasarkan parameter, indikator dan

sistematika sesuai dengan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, sebagai


berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN

BAB II : GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH


BAB III : ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV : VISI MISI DAERAH
BAB V : ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
BAB VI : KAIDAH PELAKSANAAN
BAB VII : PENUTUP
I.5.

MAKSUD DAN TUJUAN


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Aceh

Barat, adalah dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten Aceh Barat


dalam periode 20 (dua puluh) tahun kedepan, terhitung sejak tahun 2005
sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud untuk memenuhi
perintah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah
Nomor

Tahun

2008,

agar

pemerintah

daerah

memiliki

dokumen

perencanaan yang dapat memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi


Kepala Daerah (Bupati/Wakil Bupati) terpilih dan juga seluruh komponen
masyarakat dan dunia usaha serta stakeholder lain di dalam mewujudkan
cita-cita, tujuan dan capaian pembangunan kabupaten sesuai dengan visi,
misi, sasaran dan arah pembangunan yang disepakati bersama dengan
memenuhi aspek partisipatif, sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh
pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi
satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
Tujuan utama dokumen RPJPD ini adalah untuk dijadikan pedoman
dan panutan bagi pemerintah (Bupati/Wakil Bupati) terpilih pada periode
tersebut, dalam merencanakan dan merealisasikan capaian pembangunan
Kabupaten dan masyarakat Aceh Barat, tentu dengan tidak mengabaikan
penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan selama dua dekade tersebut
berlangsung, karena berbagai dinamika dan perubahan yeng terjadi, baik
yang disebabkan oleh faktor alam (force majeure) maupun yang disebabkan
oleh

akselerasi

pembangunan,

sehingga

peningkatan

kualitas

hidup

masyarakat Kabupaten Aceh Barat akan menjadi lebih baik dan maju,
mandiri, adil, makmur dan sejahtera berlandaskan Islam.

BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

II.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI


2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah
2.1.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Kabupaten Aceh Barat dengan Ibukota Meulaboh memiliki luas
wilayah

sebesar

292.795

Ha

atau

2.927,95

km2

yang

didasari

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten


Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten
Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh Tamiang di Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara

: Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Pidie

Sebelah Selatan

: Samudera Indonesia dan Kabupaten Nagan Raya

Sebelah Timur

: Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Nagan Raya

Sebelah Barat

: Samudera Indonesia.

Secara administratif wilayah Kabupaten Aceh Barat terbagi kedalam


12 Kecamatan, 32 kemukiman, dan 322 gampong. Kecamatan yang terluas
wilayahnya yaitu Kecamatan Sungai Mas dengan luas 781,73 Km2 atau
26,07 persen dari luas wilayah Kabupaten, kemudian diikuti Kecamatan
Kaway XVI dengan luas wilayah 510,18 m2 atau 17,42 persen. Urutan ketiga
terluas yaitu Kecamatan Pante Ceureumen dengan luas 490,25 Km2 atau
16,74 persen. Sedangkan Kecamatan lainnya mempunyai luas yang tidak
terlalu jauh berbeda dengan persentase berkisar antara 1,53 s/d 8,51
persen dari luas Wilayah Kabupaten Aceh Barat. Untuk lebih jelas tentang
luas wilayah Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2010 berdasarkan masingmasing kecamatan dapat dilihat pada tabel 2.1 beserta deskripsi dari
gambar 2.1 tentang persentase dari luas wilayah masing-masing.

Tabel 2.1.
Luas wilayah Kabupaten Aceh Barat menurut Kecamatan Tahun 2010
No

Ibu Kota
Kecamatan

Kecamatan

Luas Wilayah
(Km2)

Persentase
Dari Luas
Kabupaten

44,91

2,00

Johan Pahlawan

Meulaboh

Samatiga

Suak Timah

140,69

5,00

Bubon

Layueng

129,58

4,00

Arongan Lambalek

Drien Rampak

130,06

4,00

Woyla

Kuala Bhee

249,04

9,00

Woyla Barat

Pasie Mali

123,00

4,00

Woyla Timur

Tangkeh

132,06

5,00

Kaway XVI

Peureumeue

510,18

17,00

Meureubo

Meureubo

112,87

4,00

10

Pante Ceureumen

Pante Ceureumen

490,25

17,00

11

Panton Reu

Meutulang

83,04

3,00

12

Sungai Mas

Kajeung

781,73

26,00

2.927,95

100,00

Total Luas
Sumber : Bagian Pemerintah Umum Setdakab Aceh Barat, 2011.

Gambar 2.1.
Persentase Luas Wilayah Kabupaten Aceh Barat Menurut Kecamatan
Tahun 2010

Pante Ceureumen
17%

Panton Reu
3%

Meureubo
4%

Sungai Mas
26%

Kaway XVI
17%

Johan Pahlawan
2%

Woyla Timur
5%
Woyla Barat
4%

Woyla
9%

Arongan
Lambalek
4%

Samatiga
5%
Bubon
4%

Dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat, Kecamatan Samatiga


merupakan kecamatan yang memiliki kemukiman terbanyak yaitu 6 (enam)
buah mukim. Sedangkan jumlah gampong terbanyak adalah Kecamatan
Kaway XVI dengan 44 gampong. Sementara itu Kecamatan Johan Pahlawan
dengan 21 gampong dan sampai akhir tahun 2010 belum terbentuk
kemukiman dan masih dalam proses pembentukan. Secara lebih rinci
jumlah mukim, jumlah gampong di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat
pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2.
Jumlah Mukim dan Gampong dalam Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
No
Kecamatan
Jumlah Mukim
Jumlah Gampong
1

Johan Pahlawan

21

Samatiga

32

Bubon

17

Arongan Lambalek

27

Woyla

43

Woyla Barat

24

Woyla Timur

26

Kaway XVI

44

Meureubo

26

10

Pante Ceureumen

25

11

Panton Reu

19

12

Sungai Mas

18

32

322

Jumlah

Sumber : Bagian Pemerintah Umum Setdakab Aceh Barat, 2011.

2.1.1.2. Letak dan Kondisi Geografis


Kabupaten Aceh Barat terletak pada bagian pesisir barat dari
Pemerintah Aceh dan diapit oleh pegunungan bukit barisan dibagian utara,
sedangkan bagian selatan merupakan daerah sepanjang pesisir pantai yang
berhadapan langsung dengan lautan samudera. Adapun secara geografis,
wilayahnya terletak pada koordinat 04o0615 04o4649 Lintang Utara dan
955239- 96O2945 Bujur Timur.

2.1.1.3. Topografis
Kondisi fisik Kabupaten Aceh Barat sebagian besar terdiri dari daerah
perbukitan dengan bentuk topografi daerah pegunungan dibagian utara
yang merupakan rangkaian dari Bukit Barisan dan termasuk dalam

10

ekosistem Leuser. Berdasarkan kajian lereng dengan mengggunakan skala


Maberry, maka dapat dikatakan daerah Aceh Barat memiliki lahan yang
sesuai untuk pengembangan wilayah karena memiliki sudut lereng berkisar
antara 0 sampai 3 persen. Dan jika ditinjau dari kontur wilayah, maka
sebagian wilayah di Kecamatan Sungai Mas dan Pante Ceureumen memiliki
ketinggian diatas 1500 m dpl, sedangkan sekitar 20 persen dari keseluruhan
wilayah yang merupakan dataran pesisir berada pada ketinggian sekitar 25
m dpl dan mencakup Kecamatan Johan Pahlawan dan Meureubo.
2.1.1.4. Geologi dan Jenis Tanah
Kabupaten Aceh Barat berada diantara dua patahan (sebelah Timur Utara dan sebelah Barat - Selatan Kota) dan berada pada pertemuan Plate
Euroasia dan Australia yang berjarak 130 km dari garis pantai barat
sehingga kabupaten ini rawan terhadap tsunami. Berdasarkan data yang
didapat dari hasil penelitian Departemen Pertambangan dan Energi,
Kabupaten Aceh Barat memiliki potensi bahan galian/tambang, antara lain
batu bara (di Desa Bukit Jaya Kecamatan Meureubo dan Kaway XVI).
Sebelum bencana tsunami akan dieksplorasi seluas 15.000 ha minyak lepas
pantai, emas di Kecamatan Sungai Mas, sedangkan daerah Kecamatan
Woyla dan Pante Ceureumen banyak terdapat batu kapur/gamping, batu
koral, kerikil, dan pasir. Keadaan geologi tanah berupa endapan yang
mencapai 58,05 persen atau 586.525 Ha. Sebagian besar lahan terdiri dari
tanah jenis podsolik

merah kuning dengan kedalaman tanah yang relatif

dalam, yaitu diatas 60 cm yang terdapat di Kecamatan Kaway XVI dan


Sungai Mas, Sedangkan kedalaman diatas 90 cm terdapat hampir merata
diseluruh Kecamatan.

Pada umumnya jenis tanah yang terdapat di

Kabupaten Aceh Barat terdiri dari jenis tanah podsolik, latosol, litisol,
regosol, orgonosol, renzina dan alluvial.
2.1.1.5. Hidrologi
Potensi sumber daya air yang dimiliki sangat besar karena dialiri oleh
2 (dua) sungai besar yaitu Krueng Woyla dan Krueng Meureubo dengan
kapasitas alirannya lebih dari 250 liter/detik. Dengan karakteristik dan pola
aliran sungai ini, terdapat permasalahan berupa adanya banjir periodik pada
musim penghujan. Banjir periodik tersebut terjadi sebagai limpasan/luapan
air sungai, terutama yang perbedaan tinggi dengan muara (permukaan laut)
tidak terlalu besar, seperti pada sungai-sungai di bagian tengah dan timur
wilayah. Limpasan sungai tersebut bermuara ke Samudera Indonesia. Area

11

yang mengalami banjir periodik tersebut adalah pada alur limpasan sungai :
Krueng Woyla dan anak-anak sungainya yaitu sejak dari wilayah Kecamatan
Sungai Mas, Woyla Timur, Woyla Barat, Arongan Lambalek dan Samatiga;
Krueng Meurebo dan anak-anak sungainya, yaitu sejak dari Kecamatan
Pante Ceuremen, Kaway XVI, Meureubo dan Johan Pahlawan.; di mana
pertemuan Krueng Keureuto dengan anaknya Krueng Peuto ini adalah di
Kecamatan Lhok Sukon; Krueng Bubon, yaitu sejak dari Kecamatan Bubon
dan Samatiga. Dari sejumlah sungai di atas, yang paling luas cakupan
masalah banjirnya adalah Krueng Woyla dan Meurebo. Khususnya Krueng
Meurebo dimana pada area banjirnya terdapat simpul perkotaan Meulaboh
sebagai ibukota Kabupaten Aceh Barat. Selain kawasan perkotaan Meulaboh
(Kecamatan Johan Pahlawan), wilayah Kecamatan Meurebo dan Kecamatan
Kaway XVI. Sementara Krueng Woyla cakupan banjir yang sering melanda
wilayah hilir sungai yaitu Kecamatan Arongan Lambalek dan sebagian
Kecamatan Samatiga. Untuk mengatasi masalah banjr tersebut, selain
langkah-langkah pembangunan tanggul, pelurusan atau penyodetan aliran,
pelebaran

dan

pendalaman

sungai,

patut

dipertimbangkan

langkah

pembangunan waduk atau kolam retensi pada aliran Krueng Meurebo


tersebut, di bagian lebih hulu dari wilayah Kecamatan Pante Ceuremen.
2.1.1.6. Klimatologi
Kondisi iklim di Kabupaten Aceh Barat termasuk dalam kategori
daerah sub-tropis yang terdiri dari 2 (dua) musim iklim, yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Musim hujan yang

disertai gejolak gelombang laut

biasanya terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Februari setiap
tahunnya. Tingkat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember
mencapai

649,4 mm. Curah hujan terendah pada umumnya terjadi pada

Oktober mencapai 97,9 mm, rata rata curah hujan di kabupaten Aceh
Barat 255,1 mm. Sedangkan Musim kemarau berlangsung antara bulan
Maret sampai dengan bulan Agustus dengan suhu udara rata-rata berkisar
antara 26 31,2 0C pada siang hari dan 23 - 25

0C

pada malam hari.

Sedangkan rata - rata lamanya penyinaran matahari minimum terjadi bulan


Agustus yaitu 20 persen, dan penyinaran maksimum 58 persen pada Bulan
Pebruari. Sedangkan tekanan serta kelembaban udara rata-rata setiap
bulannya mencapai 1.010,1 atm atau sekitar 86 persen.

12

2.1.1.7. Penggunaan Lahan


Karakteristik
didominasi

lahan

oleh

di

hutan.

Kabupaten
Berdasarkan

Aceh

Barat

interpretasi

sebagian

besar

citra

satelit

menggambarkan bahwa sebagian besar wilayah terdiri dari hutan primer


dengan luas mencapai 81.178,12 Ha atau 29,37 persen. Penggunaan lahan
terluas kedua adalah hutan sekunder yang mencapai 50.648,01 Ha atau
18,32 persen dari total luas wilayah Kabupaten Aceh Barat. Kedua wilayah
hutan tersebut berada di sebelah utara dan timur wilayah Kabupaten Aceh
Barat. Sedangkan lahan yang dibudidayakan umumnya terdiri dari kebun,
pertanian lahan basah, lahan kering, dan permukiman yang menyebar di
sepanjang aliran sungai dan pesisir barat pantai Aceh. Guna melindungi dan
melestarikan

fungsi

lingkungan

hidup

dengan

tetap

melaksanakan

pembangunan yang berkelanjutan, maka penentuan kawasan-kawasan


dapat diklasifikasikan kedalam beberapa wilayah sebagaimana yang tertera
pada tabel 2.3.
Tabel 2.3.
Rencana Pola Ruang Kabupaten Aceh Barat
Luas
% Terhadap
Keterangan
(Ha)
Kabupaten
(1)
(2)
(3)
A. Kawasan Lindung
1.

Kawasan Hutan Lindung

2.

Kawasan Sempadan Sungai (termasuk


sungai)

3.

Kawasan Sempadan Danau (termasuk


danau)

102.554,48

37,10

4.511,86

1,63

214,94

0,08

4.

Kawasan Sempadan Pantai

409,36

0,15

5.

Kawasan Pantai Berhutan bakau

319,25

0.12

6.

Kawasan Rawan Bencana**

108.009,89

39,08

4.789,84

1,73

22.190

8,03

16.664,73

6,03

Sub jumlah
B. Kawasan Budidaya
1.

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi


Tetap

2.

Kawasan Peruntukan Pertanian Lahan


Basah

3.

Kawasan Peruntukan Pertanian Lahan


Kering

4.

Kawasan Peruntukan Perkebunan

54.363,04

19,67

5.

Kawasan Peruntukan Kebun Campuran

62.840,89

22,73

13

6.

(1)
Kawasan Peruntukan Perikanan

(2)
93,93

(3)
0,03

7.

Kawasan Pertambangan***

8.

Kawasan Peruntukan Industri

5,43

0,00

9.

Kawasan Peruntukan Pariwisata

627,85

0,23

10. Kawasan Peruntukan Pendidikan

85,53

0,03

11. Kawasan Peruntukan Militer

20,81

0,01

2.742,73

0,99

3.973,56

1,44

Sub jumlah

168.398,34

60,92

Jumlah

276.408,23

100.00

Luas Menurut UU No. 4 Tahun 2002

292.795,00

12. Kawasan Peruntukan Permukiman


Perkotaan
13. Kawasan Peruntukan Permukiman
Pedesaan

Sumber : Draft RTRW Kabupaten Aceh Barat, 2011.

2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
RTRW Nasional, kawasan lindung dan kawasan budidaya dipantai baratselatan khususnya Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada tabel-tabel
dibawah ini :
Tabel 2.4.
Kawasan Andalan dan Strategis Wilayah Kabupaten Aceh Barat
No.

Kawasan

Lokasi

Arah Pengembangan

Penekanan

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Kawasan

Kawasan

Pengembangan dan

Pengembangan

Andalan

Andalan

Pengendalian Kawasan

Kawasan

Pantai Barat Andalan untuk Sektor

Andalan untuk

Selatan

Pertanian,

Pertanian

Rehabilitasi dan

Pengembangan

Pengembangan Kawasan

Kawasan

Andalan untuk sektor

Andalan untuk

Perikanan,

Perikanan

Rehabilitasi dan

Pengembangan

Pengembangan Kawasan

Kawasan

Andalan untuk sektor

Andalan untuk

Pertambangan,

Pertambangan

14

(1)

(2)

(3)

(4)
Rehabilitasi dan

(5)
Pengembangan

Pengembangan Kawasan

Kawasan

Andalan untuk

Andalan untuk

Perkebunan,

Perkebunan

Kawasan

Kawasan

Rehabilitasi dan

Kepentingan

Strategis

Strategis

Pengembangan Kawasan

Lingkungan

Ekosistem

Strategis Nasional

Hidup

Leuser

Rehabilitasi/Revi
talisasi Kawasan

Sumber : Draft RTRW Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Arah pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya pada ruang


Kabupaten Aceh Barat tidak terlepas dari arah pemanfaatan ruang Provinsi
Aceh, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan analisis kondisi saat
ini serta memperhatikan regulasi-regulasi yang ada.
Pariwisata
Selain kawasan yang telah ditetapkan diatas, Kabupaten Aceh Barat
juga memiliki potensi dalam bidang pariwisata. Objek-objek wisata budaya
yang sering dikunjungi oleh masyawakat dan wisatawan seperti Tugu dan
Makam Teuku Umar, Makam Pocut Baren, dan masih banyak tempattempat lain yang berpotensi dalam pengembangan pariwisata seperti yang
terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2.5.
Objek dan Potensi Wisata Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Lokasi Objek Wisata
No.
(1)

Objek Wisata
(2)

Jarak dari Ibukota

Desa

Kecamatan

Kecamatan
(Km)

Kabupaten
(Km)

(3)

(4)

(5)

(6)

WISATA PANTAI
1.

Pantai Lanaga

Langung

Meureubo

2.

Pantai Batee
Puteh
Pantai Suak
Geudebang
Pantai Suak
Bidok
Pantai Ujong
Kareung
Pantai Kasih

Suak Ribee

Johan
Pahlawan
Samatiga

15

25

Pantai Kuala
Bubon

Lhok
Bubon

Arongan
Lambalek
Johan
Pahlawan
Johan
Pahlawan
Samatiga

16

3.
4.
5.
6.
7.

Suak
Geudebang
Arongan
Suak
Indrapuri
Pasar Baru

15

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

WISATA ALAM
8.
9.
10.
11.

Geunang
Geudong
Irigasi Lhok
Guci
Geunang
Pulong
Geunang Laot
Blang

Putim

Kaway XVI

17

Babah
Lhung
Pante
Ceureumen
Ie Sayang

Pante
Ceureumen
Pante
Ceureumen
Woyla Barat

42

44

37

Mugo

Panton
Rheu
Sungai Mas

41

65

Meureubo

Panton
Rheu
Meureubo

40

20

85

WISATA BUDAYA
12.
13.
14.
15.
16.

17.
18.

Makam Teuku
Umar
Makam Pocut
Baren
Kolam Ju

Desa
Tungkop
Ranup
Dong
Meutulang

Quran Panton
Rheu
Mesjid Gunong
Kleng

Gunong
Kleng

Kuburan Aneuk
Manyak
Mesjid Agung
Meulaboh

Tungkop

Sungai Mas

Seuneubok

Johan
Pahlawan

Sumber : Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Telekomunikasi Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Pertanian Tanaman Pangan


Kabupaten Aceh Barat sebagai daerah agraris memiliki potensi lahan
pertanian

yang

cukup

merupakan

sumber

khususnya

di

besar,

mata

daerah

subsektor

pencaharian

pedesaan.

pertanian

sebahagian

Sentra

tanaman
besar

produksi

pangan

masyarakat

tanaman

pangan

khususnya padi berdasarkan luas tanam dan luas panen, yang terbesar
terdapat di Kecamatan Kaway XVI dan Woyla, sedangkan pada beberapa
kecamatan lainnya terdistribusi secara merata. Selain tanaman padi, juga
terdapat

berbagai

jenis

tanaman

palawija

yang

dibudidayakan

oleh

masyarakat dan tumbuh dengan baik seperti jagung, kedelai, kacang tanah,
ubi kayu, ubi jalar dan lainnya. Lahan sawah di Kabupaten Aceh Barat
terdapat di semua Kecamatan dengan berbagai jenis pemanfaatannya seperti
sawah irigasi, tadah hujan dan lainnya. Luas lahan sawah irigasi di
Kabupaten Aceh Barat mencapai 24.448,38 Ha sedangkan lahan tadah
hujan seluas 9.798,38 Ha. Untuk lebih jelasnya tentang luas sawah pada
tahun 2010 di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat dalam berikut ini.

16

Tabel 2.6.
Luas Lahan Sawah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Luas Daerah Irigasi
No

Kecamatan

Johan Pahlawan

Samatiga

Bubon

Potensial
(Ha)

Baku
Fungsi
(Ha)

Luas Baku/Potensial

Jumlah
(Ha)

Irigasi
Teknis
(Ha)

Irigasi
Semi
Teknis
(Ha)

Sederhana Pompanisasi
(Ha)
/ Irigasi
Desa

Tadah
Hujan

Jumlah
Total (Ha)

299

299 -

50

249

299

620

1.585,00

2.205,00 -

425

1.160,00

1.585,00

913,38

913,38 -

50

863,38

913,38

561

1.769,00

2.330,00 -

600

1.169,00

1.769,00

Arongan
Lambalek
Woyla

531

1.809,00

2.460,00 -

400

1.409,00

1.809,00

Woyla Barat

482

1.230,00

1.712,00 -

75

1.180,00

1.255,00

Woyla Timur

427

1.431,00

1.858,00 -

75

1.356,00

1.431,00

Kaway XVI

1.668,00

2.344,00

4.012,00 -

70

1.475,00

375

424

2.344,00

Meureubo

532

1.092,00

1.624,00 -

52

275

765

1.092,00

3.745,00

1.570,00

5.492,00 -

160

1.060,00

125

385

1.730,00

225

998

1.223,00 -

328

50

620

998

52

268

320 -

50

218

268

8.843,00 15.308,38 24.448,38 -

230

2.915,00

10
11

Pante
Ceureumen
Panton Rheu

12

Sungai Mas

Jumlah

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

17

2.550,00 9.798,38 15.493,38

Peternakan
Populasi ternak besar yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat di
dominasi oleh ternak kerbau dan sapi, hal ini disebabkan oleh tingginya
konsumsi masyarakat terhadap daging kerbau dan sapi. Selain ternak
kerbau dan sapi masih terdapat ternak-ternak kecil lainnya yang
dipelihara oleh masyarakat seperti kambing, domba, ayam, itik, bebek dan
lain lain.
Populasi ternak

terbesar di Kabupaten Aceh Barat adalah Ayam

Buras yang mencapai 359.424 ekor, diikuti oleh Itik sebesar 60.748 ekor
dan Ayam Ras sebesar 24.667 ekor. Daerah penghasil ternak terbesar
terdapat di Kecamatan Woyla, Kecamatan Johan Pahlawan dan Samatiga.
Untuk lebih jelasnya jumlah Populasi Ternak Tahun 2010 di Kabupaten
Aceh Barat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

18

Tabel 2.7.
Populasi Ternak Dalam Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Jenis Ternak
No

Kecamatan
Kerbau

Sapi

Kambing

Domba

Ayam Buras

Ayam Ras

Itik

Johan Pahlawan

1.312

413

1.355

185

29.247

3.277

15.322

Samatiga

2.566

538

1.038

16

58.868

16.966

4.142

Bubon

1.370

251

531

26

11.991

102

3.112

Arongan Lambalek

1.170

2.819

1.463

103

6.772

153

1.990

Woyla

3.033

184

3.927

37

181.211

230

2.330

Woyla Barat

1.442

306

904

153

15.233

4.902

Woyla Timur

1.392

77

2.338

20

9.244

80

2.330

Kaway XVI

2.801

441

1.420

271

15.312

1.901

9.866

Meureubo

2.715

508

4.071

212

4.827

1.407

6.844

10

Pante Ceureumen

1.933

93

916

26

11.962

331

3.023

11

Panton Rheu

1.141

114

804

92

11.855

220

4.954

12

Sungai Mas

1.553

59

1.751

14

2.902

1.933

22.428

5.803

20.518

1.155

24.667

60.748

Jumlah Total

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

19

359.424

Perkebunan
Secara geografis

wilayah Kabupaten Aceh Barat terletak pada

ketinggian 0 1500 meter dpl sehingga jika ditinjau dari tingkat kesesuaian
lahan maka wilayah Aceh Barat sangat cocok untuk pengembangan sektor
perkebunan seperti kelapa sawit, kelapa dalam dan kelapa hybrida, karet,
kopi, coklat dan lain sebagainya. Luas areal tanaman perkebunan saat ini
seluas 51.014,20 Ha yang terdiri atas perkebunan rakyat seluas 30.903,88
Ha dan perkebunan besar seluas 20.110,32 Ha. Komoditi utama tanaman
perkebunan yang dikembangkan di Kabupaten Aceh Barat antara lain
tanaman Kelapa sawit, karet, coklat, pinang, kelapa dalam, kelapa hybrida
dan lain sebagainya. Pengembangan Perkebunan besar lebih menfokuskan
pada tanaman kelapa sawit dan karet yang hasilnya diarahkan untuk di jual
keluar daerah sedangkan hasil perkebunan rakyat lebih diarahkan pada
pasar lokal dan untuk jenis tanaman tertentu seperti karet dan kelapa sawit
rakyat dijual kepada perusahaan perkebunan swasta Nasional yang terdapat
di Kabupaten Aceh Barat. Untuk lebih jelas tentang luas areal dan produksi
Tanaman perkebunan rakyat menurut Kecamatan dalam Kabupaten Aceh
Barat

pada

Tahun

2010

dapat

20

dilihat

pada

tabel

berikut.

Tabel 2.8.
Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Tahun 2010
Komoditi
Karet

Kelapa Sawit

Kelapa Dalam

Kelapa Hibrida

Kopi

Pinang

No Kecamatan
Luas
(Ha)

Produksi
(Ton)

Luas
(Ha)

Produksi
(Ton)

Luas
(Ha)

Produksi
(Ton)

Luas
(Ha)

Produksi
(Ton)

Luas
(Ha)

Produksi
(Ton)

Luas
(Ha)

Produksi
(Ton)

Johan
Pahlawan

405,00

53,10

25,00

273,6

78,50

32,11

5,50

1,70

1,75

0,45

10,00

5,85

Samatiga

2.071,00

1.799,80

65,00

491,72

517,00

237,85

12,50

0,96

35,00

6,90

34,50

14,30

Bubon

1.705,00

1.483,36

252,50

2.057,04

168,00

82,55

7,00

2,40

24,00

6,10

40,50

18,25

Arongan
Lambalek

2.241,00

1.380,40

411,00

2.495,64

720,00

360,42

160,00

108,80

24,00

4,50

41,50

19,10

Woyla

1.903,76

1.146,85

515,50

4.460,24

91,00

40,20

69,75

17,50

102,50

58,10

Woyla
Barat
Woyla
Timur

4.233,00

3.191,62

208,00

1.842,56

57,00

27,96

62,00

15,50

50,50

27,72

1.618,00

543,74

251,00

1.818,36

52,00

27,12

64,50

14,85

45,50

25,70

7
8

Kaway XVI

2.679,00

1.477,15

2.209,00

24.335,80

303,00

159,65

18,00

12,48

95,00

24,98

52,50

28,55

Meureubo

1.961,00

949,47

827,00

8.525,60

328,50

170,64

56,00

27,20

34,00

8,30

79,50

40,50

1.942,00

840,88

467,00

3.337,76

298,00

176,02

65,00

16,25

30,50

14,10

668,50

33,75

65,00

491,72

57,00

27,96

23,00

6,50

50,50

27,72

1.215,11

359,38

176,00

1.961,20

42,00

20,28

52,00

12,80

23,50

11,50

134,63 561,50

291,39

10
11
12

Pante
Ceureumen
Panton
Rheu
Sungai Mas
Jumlah

22.643,37 13.259,50 5.472,00 52.091,24 2.712,00 1.362,76 259,00

21

153,54 550,00

Tabel 2.8. (Lanjutan)


Komoditi
Kakao
No

lada

Pala

Kapuk/Randu

Jahe

Kecamatan
Luas (Ha)

Produksi
(Ton)

Produksi
(Ton)

Luas (Ha)

Luas
(Ha)

Produksi
(Ton)

Luas (Ha)

Produksi
(Ton)

Luas
(Ha)

Produksi
(Ton)

Johan Pahlawan

15,50

8,26

- -

Samatiga

48,01

37,75

0,90

0,25

20,50

4,75

2,75

0,50 -

Bubon

33,00

21,42

2,50

0,57

3,00

0,70 -

Arongan
Lambalek

59,00

12,64

1,50

0,30

4,75

0,75 -

Woyla

110,22

59,79

2,00

0,60

6,00

1,25

5,50

1,00 -

Woyla Barat

71,20

22,08

1,00

0,30

4,00

1,00

4,00

0,70 -

Woyla Timur

9,00

7,07

1,50

0,30

3,00

0,75

3,00

0,60 -

Kaway XVI

117,20

55,22

1,25

0,45

16,70

4,35

47,25

10,10 -

Meureubo

75,10

45,02

1,50

0,30

5,00

0,60 -

10

Pante
Ceureumen

59,20

29,96

4,00

0,90

4,00

0,90 -

11

Panton Rheu

53,60

0,30

0,20

0,70

2,75

0,50 -

12

Sungai Mas

37,50

27,42

3,20

0,75

7,00

1,40 -

688,53

326,63

6,85

2,10

63,60

15,22

89,15

17,75 -

Jumlah

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

22

0,30

Sedangkan luas areal perkebunan Swasta Nasional/BUMN, lokasi


perkebunan dan Perusahaan pengelolanya di Kabupaten Aceh Barat pada
tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.9.
Nama Perusahaan, Lokasi, Luas Areal Perkebunan Swasta/Nasional
Tahun 2010
Luas Areal (Ha)
No Nama Perusahaan

Lokasi

Komoditas
Luas HGU

II

BUMN
1. PT. Perkebunan
Nusantara I
PIRSUS Batee
Puteh
PBSN
1. PT.Karya tanah
Subur
2. PT. Mapoli Raya
3. PT. Gading
Bakti
4. PT.Betami

Kec.A.
Lambalek
dan Woyla
Barat

Kelapa
Sawit
Karet

Luas Areal
Tanam

4.399,00

3.345,00

3.883,00

2.829,00

516,00

516,00

30.283,35 16.765,32
Kec Kaway XVI
Padang Sikabu
Woyla Timur
Baro Paya
Kec.Panton Reu
Baro Paya
Kaway XVI

Kelapa
Sawit

5.327,00

4.750,00

Kelapa
Sawit

9.792,46

2.552,58

Kelapa
Sawit

3.993,16

2.512,90

2.712,57

1.418,00

Kelapa
Sawit
Karet
Kelapa
Sawit

Teupin Panah
Kec.Woyla
5. PT Teumarom
Barat
Alue
Keumuneng
6. PT.Telaga Sari
Pante
Indah
Ceureumen
Jumlah

Karet

50,00
4.160,00

1.713,50

4.298,16

3.768,34

34.682,35 20.110,32

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Sampai saat ini realisasi luas tanam usaha perkebunan besar


mencapai 20.110,32 Ha dari Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki seluas
34.682,35 Ha. Dari sejumlah perusahaan besar yang berusaha di Kabupaten
Aceh Barat, PT. Karya Tanah Subur memiliki realisasi luas tanam terbesar
yang diikuti oleh PT. Telaga Sari Indah. Untuk memacu pertumbuhan sektor
ini, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat terus berupaya untuk mendorong
kepada perusahaan besar untuk terus berusaha merealisasikan luas tanam
sesuai dengan Hak Guna Usaha (HGU) yang dimilikinya.

23

Kehutanan
Luas areal hutan di Kabupaten Aceh Barat berdasarkan SK. Menteri
Kehutanan Nomor:170/Kpts-II/Tahun 2010 Tentang Penunjukan Kawasan
Hutan dan Perairan Provinsi NAD, luas hutan menurut fungsinya adalah
Hutan Lindung seluas 105.668,44 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas
5.902,66

Ha

dan

APL

(Areal

Penggunaan

Lain)

seluas

165.993,49.

Berdasarkan SK tersebut komposisi hutan di Kabupaten Aceh Barat terdiri


atas berbagai jenis hutan, yaitu: Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi
Terbatas (HPT) dan Areal Penggunaan Lainnya (APL). Untuk lebih jelasnya,
komposisi perencanaan pengunaan lahan dan hutan di Kabupaten Aceh
Barat tahun 2010 berdasarkan Kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.10.
Luas Komposisi Perencanaan Hutan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Luas (Ha)
No.

Kecamatan
HL

HPT

APL

Johan Pahlawan

5.478,98

Samatiga

13.110,86

Bubon

7.948,55

Arongan Lambalek

12.552,46

Woyla

17.168,23

Woyla Barat

Woyla Timur

14.830,72

Kaway XVI

21.149,36

Meureubo

12.426.09

10

Pante Ceureumen

11

Panton Rheu

12

Sungai Mas
Jumlah

37.989,14

5.902,66

67.679,30
105.668,44

18.193,53

19.482,64

9.015,83

14.636,24

5.902,66

165.993,49

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Sedangkan luas wilayah menurut fungsi hutan dan lahan lainnya


dalam Kabupaten Aceh Barat tahun 2010 sesuai dengan Surat Keputusan

24

Menteri Kehutanan seperti tersebut sebelumnya dapat dilihat pada tabel


berikut.
Tabel 2.11.
Luas Wilayah Menurut Fungsi Hutan dan Lahan Lainnya Dalam
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Luas Hutan Menurut
Luas Wilayah
Fungsi (Ha)
No.
Kecamatan
APL
(Ha)
HL
HPT
1

5,478,98

5,478,98

Johan
Pahlawan
Kaway XVI

21,149,36

21,149,36

Meureubo

12.426,09

12.426,09

63.374,44

37.989.14

5,902,66

Pante
Ceureumen
Samatiga

13.110,86

Bubon

7.948,55

12.552,46

Arongan
Lambalek
Woyla

17.168,23

12.552,46
17.168,23

Woyla Barat

18.193,53

18.193,53

10

Woyla Timur

14.830,72

14.830,72

11

Sungai Mas

82.315,54

67.679,30

14.636,24

12

Panton Reu

9.015,83

JUMLAH

277.564,59

105.668,44

19.482,64
13.110,86
7.948,55

9.015,83
5.902,66

165.993,49

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Kebijakan Pemerintah Aceh yang menerapkan moratorium logging


menyebabkan produksi kayu log maupun olahan untuk konsumsi lokal
masyarakat saat ini sebagian besar didatangkan dari luar daerah. Penerapan
Moratorium Logging ini tentunya diharapkan dapat menekan sekaligus
menghilangkan

illegal

logging

yang

sering

dan

marak

terjadi

yang

menyebabkan kerusakan hutan yang luar biasa di Aceh. Akibat illegal


logging telah mengakibatkan lahan-lahan hutan berpotensi menjadi lahan
lahan kritis yang sulit untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Lahan kritis
terluas terdapat di Kecamatan Kaway XVI dan

Pante Ceureumen. Untuk

lebih jelasnya, tentang luas wilayah dan lahan kritis di Kabupaten Aceh
Barat pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

25

Tabel 2.12.
Luas Wilayah dan Lahan Kritis Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Jenis Lahan Kritis (Ha)

Luas
Wilayah
(Ha)

Kecamatan

No

Kritis
Potensial
2.385,65

8.675,13

4.435,72

7.948,55

6.204,31

1.744,24

Arongan Lambalek

12.552,46

239,73

12.299,01

Woyla

17.168,23

2.920,16

14.193,87

Woyla Barat

18.193,53

14.277,07

3.916,46

Woyla Timur

14.830,72

3.234,82

273,46

11.322,44

Kaway XVI

21.149,36

7.925,02

13.224,32

Meureubo

12.426,09

4.322,46

11.993,63

10

Pante Ceureumen

63.356,32

7.520,28

34.482,66

11

Panton Rheu

9.015,83

1.081,62

7.796,23

12

Sungai Mas

82.318,35

2.085,57

230,61

40.119,01

Johan Pahlawan

Samatiga

Bubon

5.478,98

Semi
Kritis
3.093,32

13.110,86

277.564,59 61.579,49

Jumlah

Kritis

504,07 157.913,24

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Terbentuknya
bertambahnya

luas

lahan-lahan

kritis

baru

lahan

tidak

produktif

yang

ini
dan

mengakibatkan
terganggunya

keseimbangan ekosistem dan lingkungan hidup di daerah sekitarnya


disamping makin sempitnya lahan yang tersedia untuk dikelola oleh
masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan.
Perikanan
Letak Geografis Kabupaten Aceh Barat yang berhadapan langsung
dengan

Samudera

Indonesia

merupakan

potensi

yang

besar

untuk

pengembangan budidaya perikanan baik perikanan laut maupun perikanan


darat seperti budidaya udang windu, kepiting, pengembangan keramba,
jaring apung dan penangkapan ikan-ikan komersial. Pengembangan potensi
perikanan perlu terus ditingkatkan terutama peningkatan SDM nelayan
mengingat potensi lahan yang dapat dikembangkan masih cukup memadai
dan tersebar diseluruh Kecamatan. Pembangunan sektor perikanan akan
dapat membuka lapangan usaha baru dan dapat meningkatkan pendapatan

26

bagi masyarakat yang bertempat tinggal didaerah pesisir pantai. Sebagian


besar nelayan di Kabupaten Aceh Barat
masih

menggunakan

peralatan

dalam usaha penangkapan ikan

tradisional

dan

belum

menggunakan

teknologi yang memadai untuk mendukung peningkatan produksi. Hal ini


dapat dilihat dari penggunaan armada penangkapan oleh nelayan yang ratarata berukuran kecil, sedangkan populasi perikanan tangkap di perairan
Aceh Barat masih stabil dan belum mengganggu keseimbangan biota
perairan. Untuk lebih jelas tentang potensi lahan perikanan budidaya di
Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.13.
Potensi Lahan Perikanan Budidaya Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
No
1

Kecamatan

Tambak
(Ha)

Kolam
(Ha)

Genang Rawa
(Ha)
(Ha)

Sungai
(Ha)

Total
(Ha)

Johan
Pahlawan
Samatiga

Bubon

4
5

Arongan
Lambalek
Woyla

Woyla Barat

20

31

90

148

Woyla Timur

45

160

23

75

303

Kaway XVI

100

125

45

257

527

Meureubo

33,25

50

75

35

162

355,25

105

230

116

205

656

11

Pante
Ceureumen
Panton Rheu

0,32

45

20

100

165,32

12

Sungai Mas

100

22

45

135

302

452,75

606,32

827

580

10

Jumlah

78,25

20

21

19

138,25

232,25

25

15

15

10

297,25

76

15

124

99

314

109

30

120

60

194

513

35

13

45

139

232

1485 3951,07

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Penduduk Aceh Barat yang bekerja di sektor perikanan pada saat ini
baik perikanan laut maupun perikanan darat berjumlah 5.659 jiwa dan
tersebar di berbagai Kecamatan, seperti yang terlihat pada tabel berikut.

27

Tabel 2.14.
Jumlah Petani Nelayan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Jenis Petani Perikanan
No

Kecamatan

Jumlah

Nelayan
(Orang)
1.698

Petani Ikan
(Orang)
160

443

586

1.029

32

90

122

161

355

516

Johan Pahlawan

Samatiga

Bubon

Arongan Lambalek

Woyla

31

124

155

Woyla Barat

22

43

65

Woyla Timur

32

118

150

Kaway XVI

25

395

420

Meureubo

385

562

947

10

Pante Ceureumen

29

202

231

11

Panton Rheu

19

24

43

12

Sungai Mas

17

106

123

2.894

2.765

5.659

Jumlah

1.858

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Berdasarkan panjang garis pantai, diperkirakan luas perairan pantai


sampai dengan 12 Mil berkisar 7.299 km2 dan cadangan populasi ikan
lestari diestimasikan setiap tahunnya mencapai 68.810,6 ton. Sementara
kawasan lepas 12 mil sampai batas ZEEI

200 mil populasi lestari

diestimasikan masing-masing stok ikan pelagis 19.907,3 ton dan ikan


demersal 14.598

ton. Potensi perairan umum di Kabupaten Aceh Barat

diperkirakan mencapai luas 6.425 Ha, potensi ini belum dimanfaatkan


secara optimal karena membutuhkan modal usaha yang cukup besar bagi
para nelayan dan membutuhkan penggunaan teknologi tinggi yang padat
modal. Kondisi ini menyebabkan para nelayan dari manca negara yang
menggunakan teknologi tinggi begitu leluasa menangkap ikan di perairan
Indonesia terutama di perairan Aceh. Pengembangan dan pemanfaatan
tambak, kolam dan laut sebagai sumber perekonomian bagi masyarakat
pesisir akan lebih optimal apabila adanya dukungan ilmu pengetahuan dan
penggunaan teknologi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan SDM

28

para nelayan. Menyangkut dengan kebutuhan benih budidaya perikanan


kolam dan keramba budidaya air tawar di Kabupaten Aceh Barat masih
belum terpenuhi dan selama ini kebutuhan tersebut dipasok dari luar
daerah. Untuk memenuhi kebutuhan benih yang dibutuhkan oleh para
petani nelayan dalam rangka meningkatkan pendapatan dan produksi
disektor perikanan darat perlu kiranya dilakukan pembangunan Balai Benih
Ikan (BBI) dan pembangunan Hatchery.

Industri
Sektor industri merupakan salah satu faktor yang sangat berpotensi
dikembangka, khususnya industri kecil/rumah tangga yang didominasi oleh
industri kerajinan, tenun, produk makanan dan minuman, jasa dan material
bangunan. Jenis industri yang berkembang berorientasi pada kebutuhan
lokal

sehingga

sebahagian

besar

industri

yang

beroperasi

masih

menggunakan cara-cara tradisional. Perkembangan sektor industri masih


terkendala dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki seperti terbatasnya
akses pada sumber-sumber pembiayaan, pengembangan kewirausahaan dan
sumber daya manusia (SDM), peningkatan peluang pasar terhadap produk
yang dihasilkan dan regulasi yang masih belum berpihak pada usaha kecil
dan terbatasnya penggunaan teknologi oleh para pelaku usaha. Di samping
industri kerajinan dan industri rumah tangga, terdapat berbagai jenis
industri lainnya yang mengalami kemajuan yang sangat pesat seperti
industri bahan bangunan/material, industri makanan dan minuman. Untuk
lebih jelasnya, seperti yang tertera dalam tabel dibawah.
Tabel 2.15.
Jumlah Industri Bangunan/Material Menurut Jenisnya Tahun 2010
Jenis Industri Bangunan
Alat-Alat
Perabot
Ubin/
Bangunan
No
Kecamatan
Batu
/ Kusen
Tegel/ Lainnya
Jumlah
Bata
/
Batako
Dari
Mobiler
Semen
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1

Johan Pahlawan

132

145

Kaway XVI

68

27

95

Meureubo

47

54

P. Ceureumen

Samatiga

15

16

Bubon

12

16

29

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

A. Lambalek

Woyla

11

Woyla Barat

10

Woyla Timur

11

Sungai Mas

12

Panton Rheu

78

11

251

349

Jumlah

Sumber : Dinas Pertambangan, Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kab. Aceh Barat, 2011.

Sedangkan perkembangan industri kerajinan, industri rumah tangga,


industri tradisional, industri makanan dan minuman, serta industri jasa di
Kabupaten Aceh Barat belum begitu menggembirakan berhubung banyak
pengusaha industri kerajinan dan rindustri rumah tangga menggunakan
caracara tradisional dan terbatasnya akses terhadap modal usaha. Untuk
lebih jelas terhadap perkembangan industri tradisional, industri makanan
dan minuman, industri jasa menurut jenis masing -masing di Kabupaten
Aceh Barat pada tahun 2010 dapat dilhat pada tabel-tabel berikut.

30

Tabel 2.16.
Jumlah Industri Tradisional Menurut Jenis Industri Tahun 2010
No

Kecamatan

Pandai
Besi

Penggaraman

Anyaman
Tikar

Anyaman
Rotan

Tukang
Kaleng

Sapu
Ijuk/Lidi

Tukang
Jahit
Bordir

Pembuat
Kopiah

Sulaman
Benang
Emas

Tenunan
Ikat Adat

Tukang
Jahit

Jumlah

Johan Pahlawan

12

40

14

73

146

Kaway XVI

19

36

Meureubo

14

50

41

38

160

Pante Ceureumen

Samatiga

20

17

108

159

Bubon

Arongan Lambalek

26

27

Woyla

Woyla Barat

10

Woyla Timur

11

Sungai Mas

12

Panton Rheu

13

14

27

15

52

45

95

149

138

555

Jumlah

Sumber : Dinas Pertambangan, Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Aceh Barat, 2011.

31

Tabel 2.17.
Jumlah Industri Makanan/Minuman Menurut Jenis Industri Tahun 2010
No

Kecamatan

Limun

Sirop

Tebu

Bubuk
Kopi

Tempe

Tahu

Kerupuk

Roti/Mie

Minyak
Goreng

Makanan
Lainnya

Air
Minum Isi
Ulang

Ikan
Asin

Jumlah

Johan Pahlawan

14

14

42

36

10

143

Kaway XVI

22

Meureubo

14

10

148

186

Pante Ceureumen

Samatiga

17

Bubon

Arongan Lambalek

8
9
10
11
12

Woyla
Woyla Barat
Woyla Timur
Sungai Mas
Panton Rheu

11

Jumlah

18

20

25

22

15

207

57

22

395

Sumber : Dinas Pertambangan, Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Aceh Barat, 2011.

32

N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kecamatan
Johan
Pahlawan
Kaway XVI
Meureubo
Pante
Ceureumen
Samatiga
Bubon
Arongan
Lambalek
Woyla

Tabel 2.18.
Jumlah Industri Jasa Menurut Jenis Industri Tahun 2010
Rep.
Galan
Rep. Rep. Rep. Rep.
Rep. Tamb
Stempel Foto
Alat Tukang TukangTukang Rep.
gan
Kaca Dina Radi Jok
Mobil al ban
Elekt
Las
Sablon Copy
Mas
gigi
Jam
kapal
ator Mbil
Mata mo
ronik

Rep.
Sepeda

Rep.
Sepeda
Motor

55

21

5 1

23

23 6

15

36

12

2 -

2 -

10

1 3

2 -

2 -

2 4

2 -

2 -

2 -

2 -

1 -

51 5

Jumlah

18

281

23

1 -

29

24

14

1 -

11

Woyla Barat
Woyla
Timur
Sungai Mas

1 -

12

Panton Rheu

22

122

31

21 8

30

29 6

17

47

52 5

18

424

10

Jumlah

Sumber : Dinas Pertambangan, Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Aceh Barat, 2011.

33

Pertambangan
Potensi sumber daya mineral berdasarkan hasil pemetaan wilayah dan
eksplorasi yang dilakukan oleh berbagai pihak di Kabupaten Aceh Barat
cukup

beragam

dan

tersedia

dalam

jumlah

yang

memadai

untuk

dieksploitasi, sumber daya mineral yang tersedia terdiri dari bahan galian
golongan A, B dan C. Selain sektor tambang Batubara yang pada saat ini
sangat diminati oleh para investor, juga banyak terdapat bahan galian
golongan C seperti sirtu, tanah liat, kerikil, batu gunung dan lain sebagainya
yang saat ini telah dieksploitasi untuk mendukung proses pembangunan
yang sedang dilaksanakan.
-

Bahan Galian Golongan A


Bahan

galian

golongan

yang

terkandung

terutama

batu

bara

diperkirakan memiliki cadangan mencapai 486500 juta ton dengan luas


areal 10.000 Ha pada kedalam 80100 m. Selain batubara, juga terdapat
kandungan minyak dan gas bumi yang bersifat potensi dengan indikasi
keberadaannya diperkirakan melalui pendekatan kajian struktur geologi
yang ada. Hipotesis secara geologi, potensi adanya minyak dan gas bumi
terdapat wilayah Kecamatan Meureubo dan Samatiga.
-

Bahan Galian Golongan B


Emas plaser juga merupakan bahan mineral yang banyak terdapat
disepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kecamatan Sungai Mas dan
Pante Ceureumen yang diindikasikan memiliki cadangan sebesar 5,3 juta
ton. Pada saat ini sebagian besar masyarakat yang bertempat tinggal
disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut melakukan penambangan
emas secara tradisional. Potensi bahan galian golongan B antara lain
emas plaser, tembaga, besi, dan lain sebagainya. Potensi emas plaser
dapat dijumpai di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) antara lain di
Krueng Cut (Panton Bayam, Tui Pongoh, Tui Pade, Tuwi Kubang Keubeu)
dengan kandungan kekayaan 0,40,8 gr/m3, Blang Beureuhoi, Paya
Meureubo, Kaye Uno, dengan kekayaan 0,2-0,4 gr/m3, Krueng Meulaboh
Pucok, kekayaan 0,2-0,4 gr/m3, Krueng Bajikan Pucok, kekayaan 0,2
0,8

gr/m3.

Selain

emas

plaser,

bahan

galian

tembaga

primer

diindikasikan juga terdapat di Alue Beurieung, Alue Suloh dan Alue Riek,
di Kecamatan Sungai Mas.
-

Bahan Galian Golongan C


Bahan galian golongan C seperti Sirtu (Pasir dan Batu), lempung, pasir
kuarsa dan lain sebagainya banyak terdapat di berbagai wilayah. Sirtu

34

terdapat hampir di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan


perkiraan cadangan mencapai 26 Juta Ton dengan luas areal mencapai
1.184 Ha, sedangkan lempung diperkirakan terdapat di Kecamatan
Kaway XVI dengan kandungan sekitar 11 juta ton. Batu gamping juga
diindikasikan terdapat di Kecamatan Sungai Mas dan Pante Ceureumen
dengan deposit mencapai 35 juta ton.
Tabel 2.19.
Potensi Sumber Daya Mineral Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010

No
1

Jenis Bahan
Galian
Golongan A
- Batubara

Luas Daerah
Lokasi Tebaran
Potensial

486-500 juta 10.000 Ha


ton

Kec. Kaway XVI,


Meureubo,

- Gambut

10.000 Ha

Kec. Samatiga

Golongan B
- Besi
- Kromium

- Tembaga

- Emas

5,3 juta ton pleser


-

Kec. Woyla
Tutut (Krueng
Woyla)
Tutut (Krueng
Woyla)
Kec. Sungai Mas,
Pante Ceureumen
Tutut (Krueng
Woyla)
Tutut (Krueng
Woyla)
Tutut (Krueng
Woyla)

- Platina

Perkiraan
cadangan

- Perak

- Air Raksa

Golongan C
- Bentonit
- Pasir dan
Batu
Lempung/Tan
ah Liat
- Gamping
- Serpentinit
- Pasir Kuasa

26 Juta Ton

1.184 Ha

11 Juta Ton

Tutut
tersebar diseluruh
DAS
Kec. Kaway XVI

Kec. Sungai Mas


dan P Ceureumen
Kec. Kaway XVI
Kec. Kaway XVI

35 Juta Ton
-

Keterangan
Tahap
eksplorasi dan
persiapan
Eksploitasi

Indikasi
Indikasi
Indikasi
Indikasi
Indikasi
Indikasi
Indikasi

Indikasi
Ditambang
Indikasi

Indikasi
Indikasi
Indikasi

Sumber : Dinas Pertambangan, Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Aceh Barat, 2011.

35

2.1.3. Kerawanan Bencana


Wilayah Kabupaten Aceh Barat memiliki potensi kebencanaan yang
cukup tinggi. Potensi bencana geologi berupa gempa bumi merupakan
potensi kebencanaan yang relatif sama tingginya dengan daerah lain di
sepanjang patahan Semangko yang membentang di seluruh wilayah pantai
barat Aceh. Potensi kebencanaan ini dapat menimbulkan kerusakan yang
parah karena sebagian besar wilayah perkotaan berkembang di pesisir
pantai barat.
Potensi kebencanaan yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Barat meliputi:
-

Potensi bencana geologi; berupa bencana gempa bumi yang tersebar di


seluruh wilayah Kabupaten Aceh Barat.

Potensi bencana tsunami; umumnya tersebar di sepanjang pesisir pantai


barat yang berjarak 1 km dari bibir pantai. Daerah yang memiliki resiko
dampak parah yaitu pada perkotaan Meulaboh.

Potensi bencana banjir; berupa banjir rob (pasang surut) di sekitar


perkotaan Meulaboh dan banjir bandang di wilayah DAS Krueng
Meureubo

Potensi bencana kebakaran; berupa kebakaran hutan dan lahan gambut


di wilayah Samatiga, Arongan Lambalek, Woyla, Woyla Timur, Woyla
Barat, dan Bubon.

2.1.4. Demografi
Jumlah Penduduk
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 jumlah penduduk
Kabupaten Aceh Barat sebesar 173.558 jiwa, jumlah tersebut terdiri dari
88.090 jiwa laki-laki dan 85.468 jiwa perempuan. Untuk lebih jelas jumlah
Penduduk Kabupaten Aceh Barat menurut Kecamatan berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

No
(1)

Tabel 2.20.
Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Penduduk
Kecamatan
Jumlah
Laki - laki
Perempuan
(2)
(3)
(4)
(5)

Johan Pahlawan

28.457

27.593

56.050

Samatiga

6.737

6.585

13.322

Bubon

3.289

3.256

6.545

Arongan Lambalek

5.459

5.150

10.609

Woyla

6.029

6.044

12.073

36

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Woyla Barat

3.477

3.381

6.858

Woyla Timur

2.091

2.047

4.138

Kaway XVI

9.582

9.171

18.753

Meureubo

13.608

12.902

26.510

10

Pante Ceureumen

4.789

4.846

9.635

11

Panton Reu

2.861

2.810

5.671

12

Sungai Mas

1.711

1.683

3.394

Jumlah

88.090

85.468

173.558

Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2010.

Komposisi Penduduk
Komposisi Jumlah Penduduk diKabupaten Aceh Barat pada Tahun
2010 berdasarkan jumlah rumah tangga, dan rasio jenis kelamin dimasingmasing Kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.21.
Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin
Menurut Kecamatan Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Penduduk
No.

Kecamatan

Rumah
Tangga
Laki - laki

Johan pahlawan

Rasio
Jenis
Kelamin
Jumlah
Perempuan
Total

13.665

28.457

27.593

56.050

103

Samatiga

3.665

6.737

6.585

13.322

102

Bubon

1.573

3.289

3.256

6.545

101

Arongan Lambalek

2.808

5.459

5.150

10.609

106

Woyla

3.180

6.029

6.044

12.073

100

Woyla Barat

1.820

3.477

3.381

6.858

103

Woyla Timur

1.102

2.091

2.047

4.138

102

Kaway XVI

4.484

9.582

9.171

18.753

104

Meureubo

6.381

13.608

12.902

26.510

105

10

Pante Ceureumen

2.541

4.789

4.846

9.635

99

11

Panton Reu

1453

2.861

2.810

5.671

102

12

Sungai Mas

922

1.711

1.683

3.394

102

43.594

88.090

85.468

173.558

103

Jumlah

Sumber : Aceh Barat Dalam Angka Tahun 2011.

37

Struktur Usia
Komposisi penduduk pada Tahun 2010 berdasarkan kelompok umur
di Kabupaten Aceh Barat masih didominasi oleh kelompok umur usia
produktif, yaitu sejumlah 109.574 jiwa atau 59,50 persen penduduk
Kabupaten Aceh Barat yang berusia 2054 tahun. Oleh karena itu
diperlukan adanya kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk
mengantisipasi gejolak yang akan timbul didalam masyarakat. Kebijakan
berupa penyediaan lapangan perkerjaan dan pembukaan lapangan kerja
baru kepada masyarakat sesuai dengan keahlian dan kemampuannya
sangat

diperlukan.

Untuk

lebih

jelas

terhadap

jumlah

penduduk

berdasarkan kelompok umur di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada


tabel berikut ini:
Tabel 2.22.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Kelompok Umur

Laki laki

Perempuan

Jumlah

0-4

9102

8778

17880

5-9

8202

7940

16142

10 - 14

8577

8144

16721

15 - 19

8173

8000

16173

25 - 29

8632

8438

17070

30 - 34

7704

7781

15485

35 - 39

7450

6940

14390

40 - 44

6025

5597

11622

45 - 49

5014

4459

9473

50 - 54

3835

3326

7161

55 - 59

2586

2190

4776

60 - 64

1776

1902

3678

65 - 69

1284

1321

2605

70 - 74

847

1060

1907

75 +

822

923

1745

88.090

85.468

173.558

Jumlah
Sumber : Aceh Barat Dalam Angka Tahun 2011.

Jenis Pekerjaan
Sejumlah 40,95 persen Mata pencaharian penduduk di Kabupaten
Aceh Barat bergerak dibidang pertanian, hal ini disebabkan karena sebagian

38

besar masyarakatnya bertempat tinggal di daerah pedesaan, penduduk yang


bekerja dibidang bangunan dan kontruksi sejumlah 0,47 persen dan
umumnya mereka bertempat tinggal di Ibukota Kabupaten dan sekitarnya.
Disamping itu terdapat juga penduduk yang berkerja disektor lain seperti
sektor Perdagangan dan Hotel dengan persentase 25,07; Restoran sejumlah
6,53 persen, sektor Jasa Kemasyarakatan lainnya sejumlah 19,51 persen.
Seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.23.
Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Aceh Barat Menurut
Bidang Usaha Tahun 2010
No

Persentase

Jumlah
Penduduk

Lapangan Usaha

Pertanian, Pemburuan dan Kehutanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas dan Air

Bangunan dan Kontruksi

( persen )

71.072

40,95

4.755

2,74

4.182

2,41

822

0,47

Perdagangan, dan Hotel

43.511

25,07

Restoran

11.333

Angkutan dan Komunikasi

Lembaga Keuangan

10

916

0,53

3.106

1,79

33.861

19,51

173.558

100,00

Jasa Kemasyarakatan
Jumlah

6,53

Sumber : Aceh Barat Dalam Angka Tahun 2011.

Jumlah pencari kerja di Kabupaten Aceh Barat menurut Kelompok


Umur sesuai dengan keahlian yang dimiliki dan lapangan kerja yang tersedia
pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

No
1

Tabel 2.24.
Jumlah Pencari Kerja Kelompok Umur Tahun 2010
Pencari Kerja
Kelompok Umur
Jumlah
(Tahun)
Laki-Laki
Perempuan
15 - 19
1.297
433
1.730

20 - 29

3.309

1.783

5.092

30 - 44

733

58

791

45 - 54

80

175

255

5.419

2.449

7.868

Jumlah

Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Barat, 2011.

39

Sedangkan jumlah pencari kerja menurut tingkat atau klasifikasi


pendidikan di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2010 masih didominasi
oleh masyarakat yang berpendidikan tingkat SLTA sampai dengan Diploma,
untuk lebih jelas jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.25.
Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
Pencari Kerja
No

Tingkat Pendidikan
Laki-Laki

SD dan tidak Tamat SD

Perempuan

Jumlah

43

43

SLTP

359

309

668

SLTA

3.575

1.434

5.009

DIPLOMA

1.232

606

1.838

Sarjana/Pasca Sarjana

210

100

310

5.419

2.449

7.868

Jumlah

Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Selanjutnya, jumlah pencari kerja menurut sektor lapangan usaha di


Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2010 pada umumnya di sektor pertanian,
hal ini disebabkan sebagian besar penduduk bertempat tinggal di pedesaan
dan sumber daya alam yang mendukung peningkatan perekonomian
masyarakat disektor pertanian, seperti yag terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.26
Jumlah Pencari Kerja Menurut Sektor Lapangan Usaha Tahun 2010
Sektor

Jumlah

Pertanian
Manufaktur
Jasa
Total

Persentase

30,974

44,09

9,068

12,91

30,217

43,01

70,259

100,00

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat, 2011.

II.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT


2.2.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Pertumbuhan PDRB
Struktur perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari besarnya
kontribusi yang diberikan oleh masing-masing sektor ekonomi terhadap
pembentukan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB). Periode tahun
2007 hingga tahun 2010, struktur ekonomi Kabupaten Aceh Barat relatif

40

tidak mengalami perubahan. Terdapat tiga sektor utama yang mendorong


pertumbuhan perekonomian Kabupaten Aceh Barat yaitu sektor pertanian,
sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor jasa-jasa. Sektor-sektor
ini sangat dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Barat. Pada
tahun 2010 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 41,34 persen
terhadap total PDRB. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 17,20 persen pada posisi kedua, dan sektor jasa-jasa pada
posisi ketiga sebesar 16,36 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa
sebagian besar aktivitas ekonomi di Kabupaten Aceh Barat dimotori oleh tiga
sektor ekonomi ini. Hal ini juga berarti sebagian besar penduduk Kabupaten
Aceh Barat menggantungkan nafkah kehidupannya pada hasil kegiatan
pertanian (seperti berkebun, bertani padi, palawija, buah-buahan, sayursayuran, menjadi nelayan dan beternak), berdagang dan bekerja sebagai
PNS. Gambar dibawah menunjukkan persentase berbagai peranan dalam
sektor ekonomi dalam PDRB tahun 2010 atas dasar harga berlaku.
Gambar 2.2
Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Tahun 2010

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat, (PDRB 2007 2010).

Selanjutnya, tingkat pertumbuhan ekonomi daerah juga dilihat dari


perkembangan nilai PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) yang disajikan
secara berkala setiap tahunnya. Perbandingan nilai PDRB ADHK tahun
berjalan dengan tahun sebelumnya merupakan angka laju pertumbuhan
ekonomi pada tahun berjalan tersebut. Berdasarkan harga konstan 2000,
selama kurun waktu 20072010 nilai PDRB dan pertumbuhan ekonomi

41

Kabupaten Aceh Barat semakin meningkat. Pada tahun 2007 dan 2008
pertumbuhan ekonomi mencapai 11,95 persen dan 5,46 persen. Lalu
tumbuh lagi sebesar 5,43 persen tahun 2009 dan 5,21 persen pada tahun
2010. Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 ini disebabkan
menurunnya pertumbuhan ekonomi sektor kontruksi . Tren pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Aceh Barat Periode tahun 2007-2010 dapat dilihat pada
Gambar berikut.
Gambar 2.3
Nilai PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (Persen)
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007 - 2010

Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2010


adalah sektor industri pengolahan yaitu mencapai 17,88 persen. Hal ini
disebabkan melonjak drastisnya output sektor pertanian. Sektor yang
mengalami pertumbuhan tertinggi kedua adalah sektor pertanian yang
mencapai angka pertumbuhan 13,51 persen dengan melonjak tingginya
harga komoditi perkebunan yang diikuti oleh meningkat tajamnya hasil
produksi perkebunan. Kemudian diikuti oleh sektor listrik, gas dan air
minum senilai 6,86 persen.
Peranan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten
Aceh Barat cukup dominan dan terus meningkat setiap tahunnya yaitu dari
sebesar 32,27 persen pada tahun 2007 hingga mencapai 41,34 persen pada
tahun 2010. Bila dilihat dari kontribusi masing-masing subsektor terhadap
pembentukan

PDRB

tahun

2010,

subsektor

tanaman

perkebunan

memberikan kontribusi terbesar yaitu mencapai 16,05 persen. Hal ini

42

dikarenakan melonjaknya harga komoditi karet dan kelapa sawit sejak


tahun 2009. Subsektor perikanan memberikan lonjakan kontribusi ditahun
2010 sebesar 6,76 persen dikarenakan Kabupaten Aceh Barat mempunyai
garis pantai yang panjang dan menghadap kelautan luas Samudera
Indonesia sehingga mempunyai potensi perikanan yang sangat besar untuk
dikembangkan. Sedangkan kontribusi yang diberikan dari sektor industri
pengolahan

pada

periode

2007-2010

hanya

sekitar

persen

dan

memperlihatkan kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan


sektor ini tertinggi pada tahun 2010 dikarenakan tumbuh pesatnya sektor
pertanian yang membutuhkan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum
dipasarkan.

Sedangkan

dari

sektor

keuangan,

persewaan

dan

jasa

perusahaan semakin mengalami pertumbuhan hingga mencapai 3,58 persen


pada tahun 2010. Hal ini disebabkan pesatnya laju pertumbuhan subsektor
bank dan subsektor lembaga keuangan bukan bank dengan semakin
banyaknya jumlah bank, koperasi dan lembaga keuangan yang beroperasi di
Kabupaten Aceh Barat. Selanjutnya, proporsi sektor jasa-jasa terhadap
PDRB Kabupaten Aceh Barat merupakan yang terbesar ketiga setelah sektor
pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sumbangan sektor
ini pada tahun 2010 sebesar 16,36 persen, mengalami sedikit penurunan
dibanding tahun 2009 yang mencapai 17,78 persen. Kontribusi terbesar
pada tahun 2010 masih dipegang oleh subsektor pemerintahan umum
sebesar 15,35 persen. Sedangkan sumbangan subsektor swasta hanya
sekitar satu persen. Untuk lebih lengkapnya mengenai pertumbuhan
masing-masing sektor serta analisis pertumbuhan PDRB yang ditinjau
berdasarkan Harga Berlaku dan Harga Konstan seperti yang disajikan dalam
beberapa tabel berikut.

43

Tabel 2.27
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007-2010
(Persen)
No.

Sektor

2007

2008

2009

2010

1.

Pertanian

1.04

5.64

10.36

13.51

2.

Pertambangan & Penggalian

4.14

1.75

-0.23

0.30

3.

Industri Pengolahan

4.94

5.02

11.04

17.88

4.

Listrik & Air Minum

17.27

16.41

18.37

6.86

5.

Bangunan/Konstruksi

24.72

4.91

-3.10

-7.29

6.

Perdagangan, Hotel & Restoran

18.22

5.23

1.31

1.37

7.

Pengangkutan & Komunikasi

3.51

3.21

3.32

4.50

8.

Keuangan, Persewaan & Jasa


Perusahaan
Jasa-jasa

3.56

3.59

3.58

3.58

16.00

6.65

9.66

5.65

11.95

5.46

5.43

5.21

9.

PDRB Aceh Barat

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat, (PDRB 2007 2010).

44

Tabel 2.28
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2007 - 2010 Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah)
2007
No

Rp.
1

Pertanian

Pertambangan &
Penggalian
Industri Pengolahan

3
4
5
6
7
8
9

2008

2009

2010

Sektor

Listrik, Gas dan Air


Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel &
Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
PDRB

Rp.

Rp.

Rp.

664.714,75

32,27

776.372,68

32,14

1.033.293,49

36,71

1.342.420,57

41,34

12.382,43

0,60

15.179,57

0,63

16.525,92

0,59

16.744,80

0,52

23.967,76

1,16

27.293,03

1,13

34.988,24

1,24

45.202,71

1,39

6.788,75

0,33

8.506,15

0,35

11.835,58

0,42

13.105,65

0,40

276.101,14

13,40

347.155,73

14,37

368.039,06

13,07

389.716,37

12,00

486.873,50

23,63

519.047,06

21,49

531.654,44

18,89

558.449,10

17,2

182.869,90

8,88

235.206,27

9,74

262.881,80

9,34

278.911,60

8,59

34.808,96

1,69

40.769,64

1,69

55.258,38

1,96

71.581,48

2,20

371.517,70

18,21

445.874,38

18,46

500.430,77

17,78

531.315,12

16,36

2.060.024,89

100,00

2.415.404,51

100,00

2.814.907,68

100,00

3.247.447,40

100,00

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat, (PDRB 2007 2010).

45

Tabel 2.29
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2007 - 2010 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)
2007
No.

2008

2009

2010

Sektor
Rp.

Pertanian

Pertambangan & Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas dan Air Bersih

Rp.

Rp.

Rp.

267.869,62

24,76

282.966,56

24,80

312.295,33

25,96

354.491,87

28,01

5.371,43

0,50

5.465,41

0,48

5.453,03

0,45

5.469,60

0,43

16.808,50

1,55

17.651,57

1,55

19.601,04

1,63

23.104,97

1,83

2.712,92

0,25

3.158,22

0,28

3.738,41

0,31

3.994,92

0,32

Konstruksi

126.815,20

11,72

133.037,02

11,66

128.918,12

10,72

119.518,62

9,45

Perdagangan, Hotel & Restoran

306.492,86

28,33

322.512,64

28,27

326.739,15

27,17

331.217,04

26,18

Pengangkutan dan Komunikasi

79.165,69

7,32

81.709,17

7,16

84.423,15

7,02

88.221,82

6,97

Keuangan, Persewaan & Jasa


Perusahaan
Jasa-jasa

18.261,47

1,69

18.917,33

1,66

19.595,14

1,63

20.297,33

1,60

258.224,94

23,87

275.399,43

24,14

302.005,87

25,11

319.060,58

25,21

1.081.722,63

100,00

1.140.817,36

100,00

1.202.769,24

100,00

1.265.376,75

100,00

PDRB

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Barat, (PDRB 2007 2010).

46

2.2.2. Kesejahteraan Sosial


Taraf

pendidikan

penduduk

Kabupaten

Aceh

Barat

mengalami

peningkatan yang antara lain diukur dengan meningkatnya angka melek


huruf penduduk usia 15 tahun ke atas, meningkatnya jumlah penduduk
usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan jenjang SMP/MTs
ke atas; meningkatnya rata-rata lama sekolah; dan meningkatnya angka
partisipasi sekolah untuk semua kelompok usia. Walaupun demikian,
kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global yang
makin ketat pada masa depan. Hal tersebut diperburuk oleh tingginya
disparitas taraf pendidikan antar kelompok masyarakat, terutama antara
penduduk kaya dan miskin, antara wilayah perkotaan dan perdesaan, antar
daerah, dan disparitas gender. Informasi berikut merupakan gambaran
perkembangan
merupakan

angka

salah

melek

satu

huruf

indikator

di

Kabupaten

menurut

MDGs

Aceh

Barat

untuk

yang

pencapaian

kesetaraan gender, karena penduduk usia produktif merupakan sumber


daya dalam pembangunan daerah.
Tabel 2.30.
Angka Melek Huruf Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 (Dalam persen)
Jumlah Penduduk
Jumlah
Angka
Kecamatan
Usia +15 tahun yang
Penduduk Usia
Melek
No.
bisa baca-tulis
+15 tahun
Huruf
1
Johan Pahlawan
39.149
39.668
98,69
2

Samatiga

9.485

9.945

95,37

Bubon

3.983

4.600

86,59

Arongan Lambalek

7.048

7.339

96,03

Woyla

8.029

8.600

93,36

Woyla Barat

4.748

5.001

94,94

Woyla Timur

2.714

2.945

92,16

Kaway XVI

12.829

13.495

95,06

Meureubo

17.612

18.276

96,37

10

Pante Ceureumen

6.440

6.713

95,93

11

Panton Rheu

3.626

3.857

94,01

12

Sungai Mas

2.127

2.376

89,52

117.790

122.815

95,91

Jumlah

Sumber: Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda & Olahraga Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Selanjutnya, pada tahun 2010 Angka Partisipasi Kasar tingkat SD/MI


sebesar 118 persen atau meningkat sebesar 19,60 persen dari tahun 2009

47

yaitu sebesar 98,40 persen, di jenjang pendidikan tingkat SLTP/MTs Angka


Partisipasi Kasar pada tahun 2010 sebesar 108 persen atau meningkat
sebesar 16,47 persen dibandingkan tahun 2009 yaitu sebesar 91, 53 persen.
Sedangkan Angka Partisipasi Kasar di tingkat jenjang pendidkan SLT/MA
tahun 2010 sebesar 95 persen atau meningkat sebesar 21,43 persen dari
tahun 2009 yaitu sebesar 73,57 persen. Angka Partisipasi Murni pada
jenjang pendidikan SD/MI tahun 2010 sebesar 96 persen atau meningkat
sebesar 9,11persen dibandingkan tahun 2009 yaitu sebesar 86,89 persen,
tingkat SLTP/MTs tahun 2010 Angka Partisipasi Murni sebesar 80 persen
atau meningkat sebesar 19,18 persen dari tahun 2009 yaitu sebesar
60,82persen. Sedangkan pada jenjang pendidikan tingkat SLTA/MA tahun
2010 sebesar 77 persen atau meningkat sebesar 24,85 persen dari tahun
2009 yaitu sebesar 52,17 persen. Angka Putus Sekolah di Kabupaten Aceh
Barat pada tahun 2010 ditingkat jenjang pendidikan SD/MI sebesar
0,05persen yaitu terjadi penurunan sebesar 0,02 persen dibandingkan
tahun 2009 yaitu sebesar 0,07 persen, ditingkat SLTP/MTs Angka Putus
Sekolah tahun 2010 dan 2009 tidak terjadi perubahan yaitu sebesar 0,22
persen. Sedangkan di jenjang pendidikan tingkat SLTA/MA Angka Putus
Sekolah pada tahun 2009 dari 0,03 persen menjadi 0,30 persen pada tahun
2010. yaitu meningkat sebesar 0,27 persen. Uraian tersebut sebagaimana
disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dibawah ini.

Tabel 2.31.
Jumlah Angka Partisipasi Kasar, Angka Partisipasi Murni dan Angka
Putus Sekolah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 (Persen)
Angka
Angkat
Angka Putus
Partisipasi
Partisipasi
Sekolah
Jenjang
Kasar
Murni
No
Pendidikan
2009
2010
2009
2010
2009
2010
1

SD/MI

98,40

118,00

86,89

96,00

0,07

0,05

SLTP/MTs

91,53

108,00

60,82

80,00

0,22

0,22

SLTA/MA

73,57

95,00

52,15

7,00

0,03

0,30

Sumber: Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda & Olahraga Kabupaten Aceh Barat, 2011.

48

Gambar 2.4.
Jumlah Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM)
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
118,00
120
108,00
98,40

96,00

100

95,00

91,53
86,89
80,00

77,00

73,57

80
60,82
60

52,15

40

20

0
SD/MI

SLTP/MTs
APK 2009

APK 2010

APM 2009

SLTA/MA
APM 2010

Gambar 2.5.
Jumlah Angka Putus Sekolah di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
0,30
0,3

0,25

0,22

0,22

0,2

0,15

0,1

0,07
0,05
0,03

0,05

0
SD/MI

SLTP/MTs

Angka putus Sekolah 2009

SLTA/MA
Angka Putus Sekolah 2010

Penyebab utama meningkatnya Angka Partisipasi Kasar di Kabupaten Aceh


Barat pada tahun 2010 terutama dijenjang pendidikan tingkat SD/Mi terjadi
akibat belum tersedinya sarana dan prasarana transportasi yang memadai
untuk menjangkau tempat-tempat sekolah terutama di daerah pedesaan dan

49

terpencil sehingga banyak orang tua murid yang berasal dari keluarga tidak
mampu enggan menyekolahkan anaknya pada usia sekolah 7 tahun.
Sedangkan ditingkat SLTP/MTs terjadi akibat kemampuan ekonomi dan
keterbatasan pendapatan dari orang tua murid. Peningkatan Angka
Partisipasi Murni di semua jenjang pendidikan terjadi akibat mulai
meningkatnya kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya pendidikan
bagi anakanaknya. Terjadinya penurun Angka Putus Sekolah di Kabupaten
Aceh Barat tahun 2010 terjadi akibat tingginya kesadaran masyarakat
tentang

pentingnya

pendidikan,

tersedianya

sarana

dan

prasarana

pendidikan yang memadai dan adanya kebijakan program pendidikan gratis


yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
Selanjutnya, parameter yang sangat menentukan dalam menganalisis
kesejahteraan

sosial

adalah

sektor

kesehatan.

Tingkat

kesehatan

masyarakat dapat lihat pada angka kematian bayi (per 1000 kelahiran
hidup), angka kematian balita, angka kematian ibu melahirkan serta
persentase prevalensi Balita kekurangan gizi. Sedangkan akses pada
pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan penyediaan sarana dan
prasarana kesehatan yang disediakan dan rasio bidan dan dokter. Pada
tahun 2010, jumlah kematian bayi dan balita berjumlah sebanyak 26 jiwa
atau menurun sebanyak 8 jiwa dibandingkan dengan jumlah kematian bayi
dan balita pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 yang berjumlah
sebanyak 34 jiwa, sedangkan jumlah kematian ibu melahirkan pada tahun
2010 berjumlah sebanyak 5 jiwa lebih rendah bila dibandingkan dengan
jumlah kematian ibu melahirkan pada tahun 2009 yang berjumlah sebanyak
6 jiwa, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

50

No

Tabel 2.32.
Jumlah Kematian Ibu Melahirkan, Bayi dan Balita
di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 2010
Jumlah Kematian
Jumlah Kematian
Ibu Melahirkan
Bayi dan Balita
Kecamatan
2009
2010
2009
2010

Johan Pahlawan

Samatiga

B ub o n

Arongan lambalek

Woyla

Woyla Barat

Woyla Timur

Kaway XVI

Meureubo

10

Pante Ceureumen

11

Sungai Mas

12

Panton Rheu

Jumlah

34

26

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Tabel 2.33.
Jumlah Balita yang menderita gizi buruk di Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2010
Jlh Balita
Jlh Balita
No
Kecamatan
Yang
Persentase
Gizi Buruk
ditimbang
1
Johan Pahlawan
1.971
1
0,05
2

Samatiga

286

0,70

B ub o n

326

0,61

Arongan lambalek

248

Woyla

531

0,38

Woyla Barat

299

Woyla Timur

195

Kaway XVI

719

0,42

Meureubo

689

0,44

10

Pante Ceureumen

751

11

Sungai Mas

289

12

Panton Rheu

304

6.608
9.929

13
90

0,20
0,91

Jumlah 2010
Jumlah 2009
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

51

Tingkat persentase prevalensi Balita kekurangan Gizi yang terjadi di


Kabupaten Aceh Barat sebagaimana yang termuat dalam tabel diatas pada
tahun 2010 berjumlah sebanyak 13 balita atau 0,20 persen dari jumlah
balita yang ditimbang yang berjumlah sebanyak 6.608 balita, terjadi
penurunan sebesar 0,71 persen dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah
sebanyak 90 balita atau 0,91 persen dari jumlah balita yang ditimbang yang
berjumlah sebanyak 9.929 balita.
Sedangkan akses pada pelayanan kesehatan masyarakat di Kabupaten
Aceh Barat pada tahun 2010 belum dapat terlaksana secara maksimal
akibat terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan yang dimilki dan belum
meratanya penyediaan sarana dan prasarana kesehatan terutama didaerah
pedesaan dan daerah terpencil. Untuk mengetahui tentang jumlah sarana
kesehatan dan tenaga medis di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2010
dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.34.
Jumlah Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis Puskesmas
di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Jumlah Sarana Kesehatan
Jumlah Tenaga Medis
No

Kecamatan

Puskesmas

Puskesmas
Pembantu

Poskesdes
/Polindes

Dokter
Umum

Dokter
Gigi/
Spesialis

Jumlah

Johan Pahlawan

11

Samatiga

B ub o n

Arongan lambalek

Woyla

Woyla Barat

Woyla Timur

Kaway XVI

Meureubo

10

Pante Ceureumen

11

Sungai Mas

12

Panton Rheu

13

47

48

18

23

Jumlah

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Adapun jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam rangka pelaksanaan


pelayanan kesehatan kepada masyarakat menurut Unit Kerja di Kabupaten
Aceh Barat pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:

52

Tabel 2.35.
Jumlah Tenaga Medis Menurut Unit Kerja dalam Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2010
Tenaga Kesehatan
Para
Analis
Non
Unit Kerja
No
Medis Perawat Bidan
Apoteker Medis
Kesehatan
Medis
Lainnya
1
Puskesmas
23
185
219
22
45
9
2

RSUD CND

Dinas Kesehatan
Jumlah

27

205

28

11

104

15

11

13

20

51

401

260

39

155

44

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, 2011.

Dari data-data tersebut diatas, tingkat kematian ibu melahirkan dan


kematian bayi/balita yang terjadi selama dua tahun terakhir. Pada tahun
2009 kasus kematian ibu melahirkan dan kematian bayi/balita banyak
terjadi di Kecamatan Johan pahlawan yaitu kematian ibu melahirkan 1
kasus, kematian bayi/balita 2 kasus, Kecamatan Kaway XVI kematian ibu
melahirkan sebanyak 1 kasus dan kematian bayi/balita 1 kasus, Kecamatan
Woyla Barat dan Pante Ceuremeun jumlah kematian ibu melahirkan
masing-masing 2 kasus. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah kematian ibu
melahirkan di Kecamatan Johan Pahlawan meningkat menjadi sebanyak 7
kasus dan kematian bayi/balita sebanyak 8 kasus, Kecamatan Samatiga
jumlah

kematian

ibu

melahirkan

sebanyak

kasus

dan

kematian

bayi/balita menjadi 3 kasus dan Kecamatan Kaway XVI jumlah kematian ibu
melahirkan meningkat menjadi sebanyak 5 kasus dan kematian bayi/balita
sebanyak 2 kasus.

Sedangkan jumlah balita yang menderita gizi buruk

pada tahun 2010 di Kecamatan Bubon sebanyak 2 jiwa atau 0,70 persen
dari jumlah balita yang ditimbang yaitu sebanyak 328 jiwa. Kecamatan
Samatiga yaitu sebanyak 2 jiwa atau 0,61 persen dari jumlah balita yang
ditimbang yaitu sebanyak 286 jiwa, dan Kecamatan Meureubo yaitu
sebanyak 3 jiwa atau 0,44 persen dari jumlah bayi yang ditimbang yaitu
sebanyak 689 jiwa. Penyebab utama rendahnya tingkat kesehatan dan akses
pada pelayanan kesehatan masyarakat dibeberapa Kecamatan dalam
Kabupaten Aceh Barat diakibatkan oleh minimnya sarana dan prasarana
yang tersedia, tenaga kesehatan yang belum merata diseluruh wilayah
layanan dan tingkat pendidikan masyarakat terhadap kesehatan yang masih

53

sangat rendah disamping itu juga sulitnya jangkauan pelayan kesehatan


terutama di daerah-daerah yang terpencil.

2.2.3. Budaya dan Olahraga


Kebudayaan masyarakat Kabupaten Aceh Barat adalah kebudayaan
Aceh

yang

berakar,

tumbuh,

berkembang

berdasarkan

Islam

dan

melahirkan nilai-nilai luhur, kearifan, etika, estetika, karakter, moral dan


spiritual masyarakat, yang disebut dengan budaya Aceh, dan memiliki
karakteristik khas dibanding masyarakat lain di Nusantara ini, yang
ditandai oleh jiwa patriot, berkualitas, berkepribadian, memiliki harga diri,
dan mampu menghadapi perkembangan zaman. Pemantapan kebudayaan
Aceh dilakukan melalui jalur pendidikan, organisasi sosial, lembaga
swadaya masyarakat, pranata sosial, dan semua Instansi pemerintah, guna
memajukan, membina, mengembangkan dan melestarikan kebudayaan
Aceh. Bahasa dan sastra daerah Aceh perlu dibina, dikembangkan, dan
dilestarikan terus-menerus untuk memperkokoh persatuan memperkaya
perbendaharaan bahasa dan sastra nasional serta khazanah kebudayaan
nasional, begitu juga pembinaan, pengembangan, dan pelestarian terhadap
kesenian daerah, sebagai ungkapan budaya diusahakan agar mampu
menampung, melindungi, dan menumbuhkan daya cipta para seniman serta
meningkatkan apresiasi seni masyarakat yang dapat membangkitkan rasa
kebanggaan.
Kondisi kultur masyarakat di Kabupaten Aceh Barat terdiri dari
beberapa sub etnis (suku bangsa) namun budaya Aceh lebih dominan
mengakulturasi budaya masyarakat yang ada di Kabupaten Aceh Barat,
budaya Aceh identik dengan Agama Islam sehingga Islam menjadi sendi
kehidupan bermasyarakat, bernegara dan segala aspek kehidupan lainnya.
Sistem kekerabatan di Kabupaten Aceh adalah sistem keluarga luas, garis
keturunan berdasarkan prinsip bilateral yang memperhitungkan garis
keturunan dari ayah dan dari ibu. Hal tersebut hingga terimplimentasikan
hingga kepada konsep perkawinan yang sering dilakukan antara sesama
kerabat baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu, sehingga di
perkampungan Aceh tidak jarang kita melihat hubungan kekerabatan yang
begitu besar dan luas.
Untuk dua puluh tahun kedepan, pasti akan terjadi perubahan sosial
budaya, yang dapat ditandai dari gejala berubahnya struktur sosial dan pola
budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan

54

gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat.


Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang
selalu

ingin

mempengaruhi

mengadakan
perubahan

perubahan.
sosial:

Ada

tekanan

tiga

faktor

yang

dapat

kerja

dalam

masyarakat;

keefektifan komunikasi; dan perubahan lingkungan alam. Perubahan


budaya

juga

dapat

timbul

akibat

timbulnya

perubahan

lingkungan

masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain.


Pembangunan di bidang budaya sudah mengalami kemajuan yang ditandai
dengan

meningkatnya

pemahaman

terhadap

keberagaman

budaya,

pentingnya toleransi, dan pentingnya sosialisasi penyelesaian masalah tanpa


kekerasan, serta mulai berkembangnya interaksi antarbudaya. Namun, di
sisi lain upaya pembangunan jati diri, seperti penghargaan pada nilai
budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta
tanah air dirasakan memudar. Hal tersebut, disebabkan antara lain, karena
belum optimalnya upaya pembentukan karakter penduduk, kurangnya
keteladanan para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum,
cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, dan kurang mampunya
menyerap budaya global yang lebih sesuai dengan karakter bangsa, serta
ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Aspek lain yang mendukung pemberdayaan sumber daya manusia
adalah olahraga, yang merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan
pembangunan sehingga keberadaan dan peranan olahraga dalam kehidupan
bermasyarakat, harus ditempatkan pada kedudukan yang jelas. Selama ini
bidang keolahragaan semakin kompleks dan berkaitan dengan dinamika
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat serta tuntutan perubahan global
sehingga

masyarakat

keolahragaan,

dalam

mampu
rangka

mandiri

mengembangkan

mengantisipasi

keterbatasan

kegiatan
sumber

pendanaan dari pemerintah, yang selama ini merupakan permasalahan


khusus dalam kegiatan keolahragaan di Kabupaten Aceh Barat. Hal ini
semakin terasa dengan perkembangan olahraga modern yang menuntut
pengelolaan, pembinaan dan pengembangan keolahragaan didukung oleh
anggaran yang memadai.
Untuk itu, kebijakan tentang sistem pengalokasian dana di dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam bidang keolahragaan
sesuai dengan kemampuan anggaran harus dilaksanakan agar pembinaan
dan pengembangan keolahragaan daerah dapat berjalan lancar. Selain itu,
sumber daya dari masyarakat perlu dioptimalkan, antara lain melalui peran

55

serta

masyarakat

dalam

pengadaan

dana,

pengadaan/pemeliharaan

prasarana dan sarana. Dengan olahraga, pemerintah daerah bersama


masyarakat akan mewujudkan masyarakat yang gemar, aktif, sehat dan
bugar, serta berprestasi dalam olahraga. Dengan demikian, gerakan
memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat serta upaya
meningkatkan prestasi olahraga dapat mengangkat harkat dan martabat
masyarakat pada tingkat regional dan nasional sesuai dengan tujuan dan
sasaran pembangunan daerah yang berkelanjutan.

II.3. ASPEK PELAYANAN UMUM


Pelayanan publik atau pelayanan umum merupakan segala bentuk
jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang
menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dalam upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang ada.
Sehingga untuk menganalisis gambaran umum kondisi daerah pada aspek
ini diklasifikasikan dalam beberapa indikator, yaitu: Fokus layanan urusan
wajib dan fokus layanan urusan pilihan. Dalam hal ini pengecualian untuk
urusan pilihan tidak tersaji data, mengingat indikator yang digunakan tidak
terdapat didaerah, seperti penanam modal dalam negeri serta penanam
modal asing.

2.3.1. Layanan Urusan Wajib


Angka Partisipasi Sekolah
Untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang
sudah

dapat

memanfaatkan

fasilitas

pendidikan,

dapat

dilihat

dari

penduduk yang masih sekolah pada umur tertentu. Berikut ini merupakan
gambaran angka partisipasi sekolah untuk semua golongan usia di
Kabupaten Aceh Barat selama tahun 2008 sampai 2010. Jelas terlihat
bahwa kecenderungan persentase terus meningkat tiap tahunnya, hal ini
berdampak positif terhadap kesadaran masyarakat secara umum terhadap
pentingnya pendidikan.

56

Tabel 2.36.
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun 2008 - 2010
Kabupaten Aceh Barat
No.
1
1.1.
1.2.
1.3.
2
2.1.
2.2.
2.3.
3
3.1.
3.2.
3.3.

Jenjang Pendidikan

2008

2009

2010

SD/MI
Jumlah Murid Usia 7-12 thn
Jumlah Penduduk Kelompok Usia Usia
7-12 thn
APS SD/MI

9.351

9.874 10.134

18.306

19.330 19.839

51,08

51,08

51,08

4.761

5.027

5.159

9.340

9.862 10.121

50,97

50,97

50,97

4.602

4.987

4.987

8.915

9.413

9.661

51,62

52,98

51,62

SMP/MTs
Jumlah Murid Usia 13-15 thn
Jumlah Penduduk Kelompok Usia Usia
13-15 thn
APS SMP/MTs
SMA/MA
Jumlah Murid Usia 16-18 thn
Jumlah Penduduk Kelompok Usia 16-18
thn
APS SMA/MA

Sumber: Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda & Olahraga Kabupaten Aceh Barat, 2011.

57

Tabel 2.37.
Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
SD/MI

SMP/MTs

Johan Pahlawan

35

Jumlah
Penduduk
Usia 7-12
thn
6.074

Samatiga

19

1.184

16,05

Bubon

778

9,00

Arongan
Lambalek
Woyla

17

1.243

14

No.

Kecamatan

Jumlah
Gedung
Sekolah

RASIO

Jumlah
Gedung
Sekolah

5,76

13

Jumlah
Penduduk
Usia 13-15
thn
3.237

SMA/MA/SMK

4,02

13

Jumlah
Penduduk
Usia 16-18
thn
3.352

645

9,30

693

4,33

398

7,54

355

2,82

3,68

651

4,61

560

3,57

1.433

9,77

783

6,39

672

5,95

RASIO

Jumlah
Gedung
Sekolah

RASIO
3,88

Woyla Barat

12

800

5,00

416

7,21

389

2,57

Woyla Timur

10

521

19,19

258

11,63

218

4,59

Kaway XVI

22

2.196

10,02

993

7,05

1.062

3,77

Meureubo

22

3.166

6,95

1.637

5,50

1.368

2,92

10

Pante Ceureumen

13

1.242

10,47

616

4,87

551

3,63

11

Panton Rheu

781

10,24

336

2,98

287

3,48

12

Sungai Mas

421

19,00

151

6,62

154

6,49

187

19.839

9,43

57

10.121

5,63

37

9.661

3,83

JUMLAH

Sumber: Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda & Olahraga Kabupaten Aceh Barat, 2011.

58

II.4. ASPEK DAYA SAING DAERAH


Daya saing daerah merupakan kemampuan perekonomian daerah
dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan
berkelanjutan dengan tetap membuka peluang terhadap persaingan dengan
daerah atau Kabupaten terdekat, maupun dengnan daerah-daerah lainnya.
Sehingga untuk menganalisis gambaran umum kondisi daerah pada aspek
ini diklasifikasikan dalam beberapa indikator, antara lain adalah: fasilitas
wilayah atau infrastruktur dan sumber daya manusia.

2.4.1. Fasilitas Wilayah/Infrastruktur


Pasca

tahap

rehabilitasi

dan

rekontruksi,

ketersedian

sarana

transportasi merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun


suatu wilayah. Transportasi yang utama dari dan ke Kabupaten Aceh Barat
serta untuk menjangkau wilayah-wilayah diseluruh kecamatan adalah
perhubungan darat (jalan), yang masih banyak terjadi kerusakan akibat
musibah gempa dan tsunami yang melanda Provinsi Aceh dan Nias.
Walaupun demikian perkembangan transportasi darat dalam Kabupaten
Aceh Barat dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam upaya peningkatan
prasarana transportasi darat, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan
donatur dari berbagai negara terus berupaya membangun jalan-jalan baru
dan memperbaiki kondisi jalan yang ada. Panjang jalan di Kabupaten Aceh
Barat memiliki total panjang 908,69 Km dimana 863,79 Km merupakan
panjang jalan Kabupaten. Dengan keberadaan Jalan Nasional dan Jalan
Provinsi yang secara normatif dan umumnya akan merupakan Jalan Arteri
Primer dan Jalan Kolektor Primer yang akan melintasi pusat-pusat
pelayanan wilayah, dan keberadaan Jalan Kabupaten sedemikian rupa,
maka pada perkembangan awalnya dapat dikemukakan bahwa konfigurasi
jaringan jalan di Kabupaten Aceh Barat cenderung berpola dendritic (dengan
memusat ke arah pusat-pusat di Jalan Nasional).
Dalam perkembangan selanjutnya, dengan semakin bertambahnya
ruas-ruas jalan kabupaten (sebagaimana Tabel Data Panjang dan Kondisi
Jalan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010), pola jaringan jalan tersebut
semakin berpola intermeshed (membentuk jejaring). Pola demikian ini akan
sangat berperan bagi upaya memberikan pelayanan pergerakan bagi
masyarakat, dan pengembangan pemanfaatan ruang di bagian-bagian
wilayah yang relatif jauh dari jaringan jalan utama, baik ke arah pesisir
maupun ke arah pedalaman. Secara aktual jaringan jalan ini ikut berperan

59

juga

dalam memberikan akses ke permukiman di pedalaman bagian

selatan. Guna pengembangan sistem dan fungsi jaringan jalan di wilayah


Kabupaten Aceh Barat, perlu diselaraskan dengan sistem pusat pelayanan
dan hirarkinya. Berkaitan dengan sistem pusat pelayanan dan hirarkinya,
maka dalam pengembangan sistem jaringan jalan dimasa yang akan datang.
Jalan Nasional dengan status fungsi jalan sebagai jalan Arteri Primer
menghubungkan antara ibukota Provinsi dengan kota-kota diwilayah pesisir
Pantai Barat Sumatera yang juga menghubungkan antara ibukota provinsi
Aceh (Banda Aceh) dan Sumatera Utara (Medan) sebagai Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) melalui jalur barat yaitu Banda Aceh-Calang-MeulabohJeuram-Blang Pidie-Tapaktuan-Singkil-Subussalam-Medan. Panjang jalan
nasional (arteri primer) yang melalui wilayah Kabupaten Aceh Barat yaitu
sekitar 160 Km. Jalan provinsi yang berperan secara fungsional sebagai
jalan kolektor primer secara singkat menghubungkan wilayah Kabupaten
Aceh Barat (Kota Meulaboh) dengan wilayah sekitar (ibukota kabupaten
sekitar) dan berdasarkan pengertian dan cakupan fungsi

Jalan Kolektor

Primer adalah jaringan jalan yang menghubungkan antara pusat-pusat di


Kabupaten Aceh Barat dengan pusat-pusat di Kabupaten tetangga. Dalam
hal ini peluang pengembangan Jalan Kolektor Primer (jalan Provinsi) yang
menghubungkan Takengon (Aceh Tengah) disebelah timur laut wilayah
Aceh Barat dengan pusat pelayanan Meulaboh. Peluang pengembangan
dimasa

yang

akan

menghubungkan

datang

dengan

sistem

jaringan

jalan

Lhokseumawe-Bireun-Takengon-Blangkejeren

yang
dan

Meulaboh sebagai pusat pengembangan pelayanan masa depan yang


diarahkan dengan kemampuan pelayanan skala regional dan nasional
berpotensi untuk dikembangkan dan ditingkatkan status kondisi jalan dari
kolektor berpeluang untuk dikembangkan menjadi jalan arteri.
transportasi

jalan

yang

menghubungkan

antara

Jalur

Meulaboh-Tutut-

Geumpang-Beureuneun dengan panjang jalan sekitar 180 Km dengan fungsi


jalan saat ini sebagai Jalan provinsi (Kolektor Primer). Jalur jalan ini
merupakan jalur alternatif yang menghubungkan wilayah Pesisir Pantai
Timur Sumatera dengan wilayah Pantai Barat Sumatera. Jalan ini sangat
efektif melayani pergerakan dari wilayah tersebut.
Jalan

Kabupaten

di

dalam

wilayah

Kabupaten

Aceh

Barat

dihubungkan dengan pola hirarki pusat-pusat pelayanan, Jalan Lokal


Primer pada prinsipnya adalah akses dari Jalan Arteri Primer dan atau Jalan
Kolektor Primer ke ibukota kecamatan atau pusat pelayanan tingkat

60

kecamatan, dan antar ibukota/pusat pelayanan tingkat kecamatan yang


saling berdekatan atau berpeluang mempunyai hubungan aksesibilitas
langsung. Jalan Lokal sekunder pada prinsipnya adalah jalan ke pusat
pelayanan di bawah pusat kecamatan atau lokasi-lokasi penting dan
strategis lainnya, yang karena karakter dan lokasinya. Berdasarkan karakter
dan fungsi pelayanan jaringan eksisting saat ini adalah pelayanan jaringan
jalan lokal sekunder yang akan berperan mendukung pengembangan
kegiatan pada kawasan budidaya di pesisir, yang juga sekaligus terkait
dengan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi dampak gempa dan tsunami di
pesisir, khususnya berkaitan dengan pengembangan jalan pengungsian
(escape route/escape road) yang menjadi kebijaksanaan penting dalam
upaya mitigasi bencana alam serupa. Jalan lokal sekunder bagian tengah
dan bagian utara yang akan berperan mendukung pengembangan kegiatan
pada kawasan budidaya di bagian tengah dan utara wilayah Kabupaten Aceh
Barat dalam rangka merangsang pengembangan perdesaan di pedalaman
tersebut.

61

No.
Urut
(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Tabel 2.38.
Data Panjang dan Kondisi Jalan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Panjang
Jenis Lapisan (KM)
Ruas
Ruas
Beton
Aspal
Batu
Kerikil
Tanah
Baik
(KM)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Meulaboh-Kuta Padang
2,90
2,90
2,90
Meulaboh-Seuneubok
1,20
1,20
1,20
Seunebok -Cot Darat
9,80
9,80
9,80
Meurebo-Ranto Panyang
4,50
4,50
4,50
Ranto Panyang-Gunong Kleng
8,15
8,15
8,15
Ranto Panyang-Tumpok Ladang
6,00
6,00
3,00
Padang Mancang-Peunia
2,20
2,20
2,00
Tumpok Ladang-Balee
7,00
2,80
4,20
2,80
Mns. Rayeuk-SW. Teubee
5,50
4,50
1,00
4,50
Ms.Rayeuk-Py.Baro-Reudep
4,80
4,80
Suak Timah-Cot Darat
1,10
1,10
1,10
Cot Darat -Blang Balee
2,00
2,00
2,00
Blang Balee-Mesjid Baro
4,90
4,90
Blang Balee-Pinem
2,10
2,10
Pinem-Reusak
2,00
2,00
2,00
Pinem-Kuala Bubon
5,20
5,20
5,20
Kampung Cot-Lhok Bubon
3,40
3,40
Suak Pandan-Lhok Bubon
1,20
1,20
Reusak -Mesjid Baro
1,00
1,00
Mesjid Baro-Leukeun
1,00
1,00
Reusak-Layueng
7,00
7,00
Layueng-Gunong Meuh
12,40
12,40
7,40
Layueng-Seunebok
13,50
13,50
Seunebok-Alue Kuyun
16,30
16,30
2,80

62

Kondisi (KM)
Rusak
Sedang
Ringan
(10)
(11)

Rusak
Berat
(12)

3,00
0,20

4,90
2,10

3,40
0,50
1,00
7,00
5,00
13,50
13,50

0,70

(1)
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53

(2)
Seunebok-Kuala Bhee
Kuala Bhee-Pasi Malie
Ie Itam-Lhok Malee
Lhok Malee-Paya Empeuk
Ie Itam-Pasie Mali
PIR Desa I-PIR Desa II
Tanjong Meulaboh-Pante Cermin
Sarah Peureulak-Kajeung-Tanoh Mirah
Blang Mee-Alue Bilie-Seuradek
Simpang IV-Peulante
Semulieng-Cot Murong
Suak Trieng-Padang Sikabu
Cot Trueng-Pasie Jumpa
SP. Arongan-Peulante. LB
Peunia-Simpang
Beuregang-Keude Aron
Tanjong Mbo-Alue Peudeng
Blang Beurandang-Serambi Mekkah
Desa Paya-Daral Aitami-Uj. Tanjong
Drien Rampak-Disbun
Leuhan-Putro Ijo-Paya lumpat
Kuala Bhee-Bakat
Jalan Mesjid Gampa
Makam T. Umar
Jembatan Besi-Desa Gampa
Jembatan Besi-Desa Lapang
Padang Seuneubok-Cot Trap
Marek-Pasie Jambu
Cot Trueng-Perumahan Sosial

(3)
1,00
5,40
4,50
8,60
1,00
13,40
20,00
6,50
36,00
4,80
6,00
4,50
4,30
9,00
0,70
1,60
4,50
1,60
3,50
1,50
17,00
2,00
2,50
2,00
1,20
2,50
12,00
2,30
2,50

(4)

(5)
1,00
5,40
4,50
8,60
5,00
20,00
6,50
7,70
4,30
9,00
1,60
1,10
1,60
3,50
0,30
2,00
2,00
2,00
1,20
0,30
12,00
-

63

(6)

(7)

(8)

(9)
1,00
5,40

(10)

(11)

4,50
8,60
1,00
8,40

5,00

28,30
4,80
6,00
1,00

20,00
6,50
7,70

3,50
4,30
4,00

5,00

0,70
1,60
3,40

1,10
1,60
1,00
1,20
15,00

2,50
0,30

2,00
2,00

2,50

2,20
2,30
2,50

2,00
1,20
0,30
7,00

5,00

(12)

(1)
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82

(2)
Cot Darat-Cot Seumeureung
Yos Sudarso
Merdeka
Sutomo
Tgk. Chik Ditiro
Kartini
M. Husni Thamrin
Jendral Sudirman
Musi
Cut Nyak Dhien
K.H. Achmad Dahlan
H. Daud Dariah I
T. Umar
Daftaruddin
Mesjid
Perdagangan
Jalan Pekan
Gang Seunagan
T. Nyak Arief
Blang Pulo I
Ujung Kalak
Samudera I
Samudera II
Asrama TNI
Seulawah
Geurutee
Singgah Mata I
Swadaya
Sentosa

(3)
4,00
0,90
0,80
0,30
0,30
0,20
0,50
0,60
0,80
0,60
0,60
0,20
1,00
0,10
0,10
0,20
0,10
0,10
0,50
0,40
0,70
1,40
0,70
0,40
0,40
0,70
0,70
0,80
0,80

(4)

(5)
0,90
0,80
0,30
0,30
0,20
0,50
0,60
0,80
0,60
0,60
0,20
1,00
0,10
0,10
0,20
0,10
0,10
0,50
0,40
0,70
1,40
0,40
0,70
0,70
0,80
0,80

64

(6)

(7)
4,00

(8)

(9)

(10)

(11)

0,50
0,80
0,20

(12)
0,40
0,10

0,30
0,20
0,50
0,60
0,80
0,60
0,60
0,20
1,00
0,10
0,10
0,20
0,10
0,10
0,50
0,40
0,70
1,40
0,70
0,40
0,40
0,70
0,50
0,80

0,20
0,80

(1)
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111

(2)
Makam Pahlawan
Abadi
Garuda
Teungku Dirundeng
Cenderawasih
H. Daud Dariyah II
Tgk. Chik Ali Akbar
Cut Mutia
Pocut Baren
Diponegoro
Kiblat-Generasi
Pertamina
Cot Kandeh-Kompi Lapang
Kuini
Bungong Jaro
PDAM/Purnama-Seuneubok
Blang Pulo II
Blang Pulo III
Jalan Singgahmata II
Bakti KOPRI
Malem Dewa
Lapang-Ds. Ujong Beurasok
Jalan Beringin Maju
Suak Sigadeng-Seunebok
Pemuda II
Beringin Jaya
Lingkar Suak Timah
Jalan Tengku Bubon
Geureute II

(3)
0,60
0,20
0,30
0,80
0,60
0,60
0,30
0,70
0,50
1,20
2,40
0,60
1,70
0,70
1,30
0,76
1,10
0,30
2,20
0,30
0,80
4,70
1,70
1,70
1,10
0,70
0,90
0,30
0,60

(4)

(5)
0,60
0,20
0,30
0,80
0,60
0,60
0,30
0,70
0,50
1,20
1,00
0,70
0,70
1,30
0,76
1,10
0,30
2,20
0,30
0,80
4,70
1,70
1,70
0,70
0,90
0,30
0,60

65

(6)

(7)

(8)

(9)
0,60
0,20
0,30
0,80
0,60
0,60
0,30
0,70

(10)

(11)

(12)

0,50
1,20
1,40
0,60
1,00

0,40

0,60

0,70
0,70
1,30
0,76
1,10
0,30
2,20
0,30
0,80
4,70
1,70
1,70

1,10
0,70
0,90
0,30
0,60

(1)
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140

(2)
Kuala Bhee-Bakat
Pungki-Peulantee
Pungki-Menuang Tanjong
Meugo-Meutulang
Pante Cermin-Ketambang
Liceh-Suak Pangkat
Mesjid -Keude Aron
Othman
Panda
Liceh-Peulante
Kuta Padang-Alue Lhok
Kuala Bhee-Bakat-Ie Sayang
Seunebok-Rimba Langgeh
Paya Dua-Paya Luah
Meunasah Rayeuk-Tj. Meulaboh
Leuken-Keureseng
Reusak-Cot Amun
Suak Geudebang-Suak Seumaseh
Delima
Jurong Teungoh
Suak Seukee-Cot Seulamat
Industri
Pribu-Karak
Suak Sigadeng-Suak Raya
Kuta Paya-Bungong Jarau
Balee-Trans. Sp.I - Buloh
Simp. IV Buloh-Sumber Batu
Rundeng-Jembatan Besi
Peunia-Geunang Geudong

(3)
1,20
9,00
2,50
14,00
5,00
3,00
1,00
1,20
0,50
4,60
3,00
5,60
4,00
4,00
12,50
3,50
1,00
1,10
0,70
0,50
6,00
0,70
28,00
2,50
1,50
6,50
5,00
1,80
4,00

(4)

(5)
1,20
1,00
2,50
1,00
1,20
0,50
4,60
1,50
2,50
1,10
0,70
0,50
0,50
0,70
12,70
0,50
1,50
-

66

(6)

(7)
3,00

(8)

(9)

5,00

(10)
1,20
1,00
2,50

(11)

14,00
5,00
3,00
1,00
1,20
0,50
4,60
3,00
5,60
4,00
4,00
11,00
1,00
1,00

1,50
2,50
1,10
0,70
0,50
5,50

6,00
2,00

9,30

2,00
1,00
1,80

4,50
4,00
4,00

7,70

0,50
0,70
5,00
0,50
1,50

(12)

(1)
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169

(2)
Cot Kande-Desa Lapang Kompi
Seunebok Arona
Cot Manggi
Arongan-Cot Kumbang
Meutulang-Antong-Lango
Punti I-Punti II
Pasie Meugat-Sp.III Trans.
Palimbungan-Blang Geunang
Generasi-Lapang
Alue Peunyareng-Bukit Jaya (SP.I)
Alue Bagok-Alue Batee
Meugo-Sibintang
Kampong Mesjid-Simpang Peunia
Tungkop-Makam Pocut Baren-Tanoh Mirah
Jalan Punti
Padat Karya
Kiblat-Generasi
Bakti Pemuda
Jalan Lingkar-Kuala Bhee
Peulante. LB-Cot Gajah Mate
Ujong Peurasok-Cot Seumereng
Langung-Peunaga Rayeuk
Pasie mesjid-Pasie Leuhan
Padang Jawa -Ranto Panyang
Suak Timah-Paya Lumpat
Gunong Panah-Kuala Pleng
Jalan Lueng Aneuk Aye-Beringin Jaya
Jalan Kesehatan-Cot Lawang-Kp. Darat
Inspeksi Kr. Cangkoy

(3)
1,20
4,30
0,40
5,00
18,00
0,30
7,50
3,60
4,30
9,00
6,00
6,00
1,30
12,00
0,70
0,70
2,50
2,00
1,50
3,50
9,60
2,50
2,50
2,00
3,50
2,50
3,00
1,80
1,80

(4)

(5)
0,60
0,40
0,30
1,30
0,70
1,00
1,00
3,00
1,80
-

67

(6)

(7)
0,60

(8)

(9)

(10)
0,60

4,30
0,40
1,50
3,00

3,50
15,00
0,30

7,50
3,60
4,30
9,00
6,00
6,00
1,30
4,00
0,70

8,00
0,70
1,00

1,50
2,00
1,50
2,50
9,60
2,50
2,50
2,00
3,50
2,50

1,00

3,00
1,80
1,80

(11)

(12)

(1)
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198

(2)
Ujung Nga-Pinem
Jl. Bijaksana
Cot Pluh-Cot Slamat
Peunaga Pasie-Peunaga Rayeuk
Peunaga Pasie-Gunong Kleng
Alue Peunyareng-Paya Peunaga
Cot Jambee
Meureubo-Reudep (RGM)
Lubok-Krueng Tinggai
Blang Pulo -Pasar Ikan
Padat Karya-Suak Ribee
SD Gampa
Suak Raya (Jln. Beco)-Seunebok
Mesjid-Suak Sigadeng
Dusun Raja Aceh-Pasie Leuhan
Cot Nibong-SMU Unggul
Serambi Mekkah-Mesjid Baro
Seunebok-Komp. Disbun
Ujong Drien-Pasie Pinang
Peunaga Cut Ujong-Alue Penyareng
Paya Perumnas-Alue Penyareng
Ujong Drien -Ujong Tanjong
Pungki-Peulanteu
Peunia-Leukeun
Tanjong Bungong-Genang Geudong
Pulo Tengoh -Keutambang-Sikundo
Lancong
Blang Pulo I
Pasi Janeng -Paya Baro

(3)
1,50
1,40
4,00
3,00
1,50
7,00
0,80
8,00
2,50
0,20
1,50
1,00
1,20
1,50
3,30
2,30
8,00
2,00
1,00
6,00
2,50
2,00
9,10
8,00
1,50
7,50
3,00
2,20
13,00

(4)

(5)
1,50
1,00
2,50
2,00
2,20
3,80

68

(6)

(7)
1,50
1,40

(8)

(9)

(10)

(11)

1,40
2,60
3,00
1,50
7,00

0,80
8,00
2,50
0,20
1,50
1,00
1,20
1,60

1,00
2,00

1,50
1,70
1,30
8,00
2,00

1,00

4,00
2,50

2,00
1,00

8,10
8,00

1,50
7,50
1,00
5,20

2,00
0,30
4,00

3,80

1,90

(12)

(1)
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227

(2)
Pasi Aceh-SMP Woyla
Pasi Ara-Keube Capang
Kp. Baro-Woyla Tunong
Lubok-Pasi Ara
Kuta Asan-Samudra II
Jalan Beruang-Purnama
Abu Dipancu
Cot lawang-Komplek Kesehatan
Cot lawang-Kp. Darat
Kp. Darat-Rundeng
Ds.Raja Aceh-Pasi Leuhan
Keude Aron-Kampong Mesjid
Seuradek-Rambong
Suak Biduk-Lambalek
Alue lee -Teladan
Suak Puntong-Alue Peunyareng
Tangkeh-Blang Luah
Kp. Teungoh-Kp. Cot
Berawang-Rambong
Ujong Nga-Rangkileh
Pasi Mali-Kp. Baro Cot Lagan
Kajeung-Seuradeuk
Simpang Peut-Ujong Simpang
Blang Geunang-Babah Kr.Meulaboh
Kajeung-Tanoh Mirah
Bakat-Teumarom-Jawi
Jawi-Sipot
Tanoh Mirah-Pungki
Sw. Sigadeng-Seuneubok

(3)
1,50
1,20
5,40
4,70
0,90
0,30
1,50
0,73
0,90
0,90
2,40
1,10
11,00
3,00
3,60
4,50
2,90
1,75
2,00
2,00
4,00
5,50
4,20
7,00
3,00
13,00
6,50
13,00
1,20

(4)

(5)
4,70
0,90
0,30
0,73
0,30
2,40
1,10
2,10
1,75
3,00
3,40
1,20

69

(6)

(7)
1,50
1,20
5,40

(8)

(9)

(10)

(11)

4,70
0,90
0,30
1,50
0,73
0,30

0,60
0,90
2,40
1,10
11,00
3,00
1,50

2,10

4,50
2,90
1,75
2,00
2,00
4,00
5,50
4,20
7,00
3,00
3,40

9,60
5,00

6,50
8,00
1,20

(12)

(1)
228
229
230
231
232

(2)
Jl. Orde Baru-Peulante
Lambaro Simpang-Pulo
Tanoh Mirah - Gleng-Leubok Beutong
Leubok Beutong-Ramiti-Sipot
Pungki-Tutut

(3)
1,60
1,50
5,00
12,00
18,50

Jumlah

863,79

(4)

(5)

(6)

(7)

332,29

Sumber: Dinas Bina Marga Kabupaten Aceh Barat, 2011.

70

(8)
1,60

(9)

(10)

(11)

172,31

114,08

41,80

(12)

1,50

5,50

5,00
12,00
13,00

216,70

314,80

4,10

Sistem pergerakan transportasi darat yang ada: Sistem pergerakan


transportasi internal wilayah Kabupaten Aceh Barat yaitu pergerakan yang
melayani

cakupan

wilayah

secara

internal.

Pergerakan

yang

menghubungkan interaksi antara kawasan pedesaan dan perkotaan, serta


dari pusat-pusat sentra kegiatan skala desa menuju simpul kegiatan
pelayanan skala kecamatan dan antar kecamatan menuju pusat kegiatan
skala

regional

(intraregional)

kabupaten;

Sistem

pergerakan

transportasi

ekternal

wilayah Kabupaten Aceh Barat yaitu pergerakan yang

melayani cakupan wilayah secara intra regional wilayah umumnya untuk


angkutan umum dilayani oleh kenderaan L-300 (angkutan orang) dan
berbagai

jenis

truk

untuk

angkutan

barang.

Pergerakan

yang

menghubungkan interaksi antara simpul kecamatan dan Kabupaten menuju


wilayah diluar Kabupaten Aceh Barat (kabupaten tetangga dan ibukota
provinsi) baik ibukota Provinsi Aceh dan Sumut. Sistem transportasi
dipengaruhi

oleh

aktivitas

penduduk

dan

akan

berpengaruh

pada

penciptaan aktivitas di sepanjang jalur jalan yang memiliki aksesibilitas


yang tinggi, sementara berkembangnya permukiman memberikan bangkitan
lalu

lintas

dengan

permasalahan

latu

model

yang

berlainan

lintas

dikemudian

dan

hari

akan

terutama

menimbulkan
keberadaan

persimpangan. Saat ini karena volume yang ada tidak tertalu besar maka
kegiatan pengaturan hanya dilakukan oleh petugas.
Ada beberapa faktor yang menjadi karakteristik dasar pergerakan lalu
lintas kota-kota di wilayah Aceh Barat: Faktor peruntukkan lahan dan
perkembangan Tata Guna Lahan yang akan datang dan perkembangan
perkotaan; Karakteristik Sosial Ekonomi dari penduduk yang melakukan
perjalanan; Sistem dan Jumlah angkutan lokal yang melayani. Sistem
transportasi jalan raya dengan jenis angkutan yang digunakan adaiah
angkutan pribadi dan umum. Untuk pergerakan angkutan umum Skala
regional yaitu dilakukan dengan menggunakan Bus 3/4 dan Angkutan L300. Sedangkan angkutan barang yang melintasi wilayah ini baik dari
tujuan Banda Aceh-Calang-Melaboh-Jeuram-terus menuju Aceh Singkil,
umumnya

berupa truk besar dan sedang dan kendaraan bak terbuka,

angkutan ini melakukan perlintasan maupun sebagai angkutan pemasok


kebutuhan pasar lokal. Angkutan barang yang biasa melalui wilayah ini
merupakan angkutan sembako dan material bangunan.
Pola pergerakan transportasi eksternal (Aceh Barat) lebih dikenal
dengan pergerakan regional dilayani oleh beberapa moda angkutan yang

71

digunakan untuk melayani kegiatan masyarakat berupa Bus besar, Bus


sedang dan L-300. Pergerakan yang melintasi dalam Kota Meulaboh
didominasi

oleh

angkutan

penumpang.

Bila

meninjau

dari

kegiatan

masyarakat dikaitkan dengan kepadatan volume jalan maka hanya pads


waktu-waktu tertentu beberapa ruas jalan mengalami kepadatan. Kepadatan
yang dihasilkan dari besarnya volume tidak dalam waktu yang cukup lama
dan tidak menyebabkan kendaraan berhenti total. Karena kota Meulaboh
merupakan wilayah dengan pelayanan kabupaten maka ada beberapa
kegiatan pelayanan yang akan berkembang di Kota Meulaboh dan dapat
memicu pergerakan, diantaranya : Kantor-kantor pelayanan seperti Kantor
Bupati, Kantor pelayanan Telkom, PDAM, Kantor Polres, Kantor Kodim dan
kantor-kantor

dinas

pemerintahan;

Sekolah:

Perguruan

tinggi,

SMU/SMK/MA Negeri dan Swasta, SLTPN/MTsN dan Swasta, SD / MI


Negeri dan Swasta, TK dan Madrasah; Pelayanan Jasa : Perdagangan
regional (pertokoan dan pasar), kantor pos, bank dan pelayanan jasa
lainnya.
Pergerakan

regional

dilayani

oleh

Jalan

dari

Arteri

Primer

dihubungkan ke Kolektor Primer yang menghubungkan antar kecamatan


atau kecamatan ke kabupaten/kota misalnya kegiatan yang ada dikota-kota
di wilayah Kabupaten Aceh Barat. Diharapkan pergerakan ini membentuk
suatu konstelasi pergerakan. Pelayanan Internal atau pergerakan Lokal
melayani pergerakan dari Pusat Kota ke tiap Desa dengan kepadatan latu
tintas yang rendah, ini dipengaruhi oleh penggunaan lahan di wilayah
pedesaan.
Prasarana perhubungan laut berupa dermaga laut/Jeti laut terdapat
di Kabupaten Aceh Barat, yaitu yang terletak di Kota Meulaboh (Johan
Pahlawan).

Pelabuhan Jeti Meulaboh melayani bongkar-muat barang dan

penumpang umum, dan ada juga pelabuhan khusus masing-masing untuk


bongkar-muat barang. Berdasarkan data bongkar muat pada tahun 2006
tercatat lebih kurang 148 kapal melakukan kegiatan bongkar muat dan 248
kapal melintas. Jenis komoditas yang dominan yang dibongkar umumnya
berupa bahan bakar BBM dan semen serta barang lainnya. Sedangkan
barang yang dimuat adalah hasil komoditas perkebunan dari wilayah Aceh
Barat berupa CPO. Prasarana perhubungan laut yang menghubungkan
antar pulau berupa feri penyeberangan dengan rute Sinabang (Semeulue)Meulaboh.

72

Fasilitas bandar udara yang terdekat dengan wilayah Kabupaten Aceh


Barat yaitu Bandara Cut Nyak Dien yang terdapat di Kabupaten Nagan Raya
yang dahulunya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Aceh Barat.
Prasarana perhubungan udara ini yang melayani penerbangan umum/sipil
yang melayani rute penerbangan Banda Aceh-Nagan Raya-Simeulue-Medan.
Jaringan energi listrik telah menjangkau hampir semua gampong yang
ada berdasarkan data yang ada pada 2010 tercatat 298 gampong telah
dijangkau jaringan listrik dari total 322 gampong yang ada. Sementara
jumlah gampong yang belum dilayani atau menggunakan listrik PLN adalah
24 gampong. Untuk pelayanan prasarana energi listrik tersebut ke depan
sifatnya adalah lebih kepada peningkatan dan perluasan jaringan dan
pelayanan yang ada dewasa ini; dan mengaitkannya dengan sistem
pelayanan listrik ke depan, yaitu Interkoneksi Sumatera Bagian Utara.
Tabel 2.39.
Kondisi Pelayanan Energi Listrik di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Rasio
Jumlah
Desa
Desa Belum
Desa
Kecamatan
Desa
Berlistrik
Berlistrik
Berlistrik
(Persen)
1. Johan Pahlawan
21
21
100.00
2. Samatiga

32

32

100.00

3. B u b o n

17

17

100.00

4. Arongan Lambalek

27

25

92.59

5. Woyla

43

43

100.00

6. Woyla Barat

24

23

95.83

7. Woyla Timur

26

18

69.23

8. Kaway XVI

45

44

100.00

9. Meureubo

26

25

96.15

10. Pante Ceureumen

25

24

96.00

11. Panton Reu*)

19

16

84.21

12. Sungai Mas

18

10

55.56

322

298

24

92.55

Jumlah/ Total

Sumber: BPS dan PT. PLN Persero Wilayah 1 Cab. Meulaboh, 2011.

Secara khusus di kawasan perkotaan, kebutuhan listrik cukup besar dan


telah terpenuhi dengan sistem jaringan yang telah menyebar ditiap wilayah
kota,

gardu-gardu

induk

telah

tersedia

73

untuk

melayani

kompleks

permukiman baru. Jaringan listrik terbagi atas jaringan distribusi primer,


sekunder dan tersier, kesemua itu dihubungkan pada gardu induk.
Kebutuhan akan daya listrik di wilayah Kabupaten Aceh Barat beragam
antara 450 - 3000 KWh kebutuhan ini diklasifikasi berdasarkan kegiatan
masyarakat seperti untuk kebutuhan perumahan, perdagangan dan jasa,
perkantoran/ pemerintahan, publik, industri dan lainnya. Kebutuhan energi
listrik untuk permukiman daya yang dibutuhkan antara 450 - 1300 KWh
sedangkan selebihnya adalah kegiatan-kegiatan usaha pengolahan yang ada.
Khususnya di wilayah Ibukota Kabupaten saat ini yang sudah terlayani
listrik oleh PT. PLN wilayah Aceh cabang Meulaboh dengan jumlah
pelanggan sebanyak 31.861.
Dari sektor sarana dan prasarana telekomunikasi hampir seluruh
daerah di Aceh Barat telah memiliki jaringan seluler , hal ini ditandai dengan
telah tersedianya tower BTS (Base Transceiver Station)

hampir disetiap

ibukota kecamatan. Serta telah banyaknya perusahaan-perusahaan operator


selular yang

telah melakukan ekspansinya. Berdasarkan sumber dari

Dishubkomintel Aceh Tahun 2009, untuk wilayah Aceh Barat PT. Telkomsel
memiliki 23 tower, PT. Indosat 5 tower, PT. Excelcomindo 6 tower dan PT.
Telkom 1 tower, yang semua instalasinya tersebar diseluruh wilayah
Kabupaten Aceh Barat. Selanjutnya wilayah-wilayah kecamatan yang
terletak di sekitar sumbu jalan utama regional (Jalan Nasional Banda AcehTapaktuan) relatif telah dilayani oleh jaringan telepon kabel, kendati secara
kuantitas belumlah eksesif sifatnya, dan pelayanan hanya di sekitar ibukota
atau pusat kecamatan yang bersangkutan. Pengembangan pelayanan untuk
telepon kabel ini di masa datang sifatnya adalah perluasan atau ekspansi
dari pelayanan yang ada dewasa ini dan juga pengembangan pelayanan
telekomunikasi yang berbasis selular (GSM dan CDMA).
Pelayanan irigasi di Wilayah Aceh Barat khususnya pada Daerah
Irigasi (DI), yang terdiri atas 115 daerah irigasi yang melayani hampir
seluruh wilayah di Kabupaten Aceh Barat. Pelayanan daerah irigasi untuk
mendukung kegiatan sektor pertanian khususnya pertanian tanaman
pangan lahan basah (area persawahan) yang banyak tersebar di 12
kecamatan yang ada. Daerah cakupan pelayanan irigasi ini bersumber dari
aliran air sungai serta anak-anak sungai yang ada di wilayah Aceh Barat.
Lebih jelas tentang daerah irigasi yang terdapat di wilayah Kabupaten Aceh
Barat dapat dilihat pada tabel. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat juga
setiap tahun terus berupaya mengembangkan pembangunan pada Daerah

74

rawa dan geunang hingga tahun 2011 terluas terdapat di Kecamatan


Meureubo yaitu 375 hektar desa Pucok Laot disusul Kecamatan Kaway XVI
dengan luas 275 hektar desa Ule Lhok Rawa dan geunang di setiap
kecamatan umumnya sudah dikembangkan dengan total luas mencapai
18.246 hektar.

NO

(1)

Tabel 2.40.
Daerah Irigasi Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010
Utuh
Kabupaten/Kota
Data Irigasi
Desa
Kecamatan
(Ha)
(2)
(3)
(4)
(5)

D.I Alue Diam

200,00

Pasi Janeng

Woyla Timur

D.I. Alue Le Mirah

100,00

Alue ie mirah

Sungai Mas

D.I. Alue Kambuk

154,00

D.I. Alue Lhok

700,00

D.I. Alue Panjang

200,00

D.I. Alue Peunyareng

150,00

Ujong Tanoh
Darat

Meureubo

D.I. Alue Reusak

150,00

Reusak

Samatiga

D.I. Alue Tambo

100,00

Beureugang

Kaway XVI

D.I. Balee

100,00

Balee

Meureubo

10

D.I. Blang Geunang

100,00

Blang Geunang

Kaway XVI

11

D.I. Blang Teungoh

200,00

Blang Teungoh

Panton Reu

12

D.I. Cangge

100,00

Canggai

Pante Ceureumen

13

D.I. Cot Seulamat

200,00

Cot Seulamat

Samatiga

14

D.I. Drien Caleu

150,00

Drien Caleu

Kaway XVI

15

D.I. Gaseu

150,00

Gaseu

Sungai Mas

16

D.I. Geunang Geudong

250,00

Putim

Kaway XVI

17

D.I. Gunong Mata Ie

150,00

Pasi Aceh

Meureubo

18

D.I. Geunang Pulong

75,00

Pante
Ceureumen

Pante Ceureumen

19

D.I. Jambak

80,00

Jambak

Pante Ceureumen

20

D.I. Kinco

180,00

Alue Keumang

Pante Ceureumen

21

D.I. Krueng Tinggai

200,00

Krueng Tinggai

Bubon

22

D.I. Krueng Mangi

200,00

Babah Kr.
Manggi

Panton Reu

23

D.I. Krueng Tujoh

120,00

Ranub Dong

Meureubo

24

D.I. Kuala Bhe

616,00

Kuala Bhee

Woyla

25

D.I. Kuala Manyeu

150,00

Kuala Manyeu

Panton Reu

Kaway XVI
Alue Lhok

Kaway XVI
Woyla Barat

75

Keterangan
(6)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

26

D.I. Keutambang Tunong

70,00

Keutambang

Pante Ceureumen

27

D.I. Lambalek

600,00

Lambalek

Arongan
Lambalek

28

D.I. Lawet

104,00

Lawet

Pante Ceureumen

29

D.I. Lhok Seuredam

150,00

Leklek

Panton Reu

30

D.I. Menuang

100,00

Menuang

Pante Ceureumen

31

D.I. Meunasah Rayek

200,00

Meunasah
Rayek

Kaway XVI

32

D.I. Mon Pasong

200,00

Mon Pasong

Woyla Barat

33

D.I. Nek Dayem

200,00

34

D.I. Padang Mancang

200,00

Padang
Mancang

Kaway XVI

35

D.I. Pasi Ara

35,00

Pasi Ara

Woyla Barat

36

D.I. Pulo Teungoh

170,00

Pulo Teungoh

Meureubo

37

D.I. Paya Baro

150,00

Paya Baro

Woyla Timur

38

D.I. Paya Lhok

300,00

Mugo Rayeuk

Kaway XVI

39

D.I. Paya Mugo

200,00

Mugo

Panton Reu

40

D.I. Paya Peunaga

150,00

Paya Peunaga

Meureubo

41

D.I. Peunaga Cut

175,00

Peunaga Cut
Ujong

Meureubo

42

D.I. Peunia

150,00

Peunia

Kaway XVI

43

D.I. Pucuk Laut

200,00

Peunaga Cut
Ujong

Meureubo

44

D.I. Pucuk Pancu

200,00

Leuhan

Johan Pahlawan

45

D.I. Pungki

150,00

Pungki

Woyla Timur

46

D.I. Reudup

100,00

Reudeup

Meureubo

47

D.I. Sangkaden

175,00

Pulo Teungoh

Pante Ceureumen

48

D.I. Seklemen

150,00

Paya Baro

Meureubo

49

D.I. Simpang

125,00

Simpang

Kaway XVI

50

D.I. Suak Lango

100,00

Lango

Pante Ceureumen

51

D.I. Tamping

150,00

Tamping

Panton Reu

52

D.I. Tanjong Semantok

400,00

Seumantok

Pante Ceureumen

53

D.I. Tumpok Ladang

150,00

Tumpok Ladang

Kaway XVI

54

D.I. Gunong Unyat

250,00

Meutulang

Panton Reu

55

D.I Geunang Meugo Cut

50,00

Meugo Cut

Panton Reu

125,00

Blang Teungoh

Panton Reu

115,00

Kuala Manyeu

Panton Reu

56
57

D.I Geunang Blang


Teungoh
D.I Geunang Kuala
Manyeu

Woyla Barat

76

(6)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

58

D.I Cot Manggi

250,00

Cot Manggi

Panton Reu

59

D.I Baro Paya

200,00

Mugo

Panton Reu

60

D.I Geunang Tumpok


Ladang

155,00

Tumpok Ladang

Kaway XVI

61

D.I Geunang Alue Lhok

125,00

Gunong Meuh

Kaway XVI

48,00

Leklek

Panton Reu

100,00

Beureugang

Kaway XVI

62
63

D.I Geunang Lhok


Seureudam
D.I Geunang Alue
Tambo

64

D.I Blang Geunang

50,00

Blang Geunang

Kaway XVI

65

D.I Alue Lhee

100,00

Alue Lhee

Kaway XVI

66

D.I Teupin Panah

100,00

Teupin Panah

Kaway XVI

67

D.I Alue Peudeung

200,00

Alue Peudeung

Kaway XVI

68

D.I Meunasah Ara

130,00

Meunasah Ara

Kaway XVI

69

D.I Meunasah Buloh

50,00

Meunasah
Buloh

Kaway XVI

70

D.I Alue Tampak

65,00

Alue Tampak

Kaway XVI

71

D.I Geunang Pasie


Jambu

45,00

Pasie Jambu

Kaway XVI

72

D.I Meunasah Rayeuk

130,00

Meunasah
Rayeuk

Kaway XVI

73

D.I Pasie Teungoh

115,00

Pasie Teungoh

Kaway XVI

74

D.I Geunang Pucok


Pungki

200,00

Pucok Pungki

Woyla Timur

75

D.I Anoe Puteh

75,00

76

D.I Geunang Paya Lhok

275,00

77

D.I Geunang Pucok Laot

375,00

78

D.I Menuang Kinco

180,00

Menuang

Pante Ceureumen

79

D.I Geunang Sangkaden

100,00

Pulo Teungoh

Pante Ceureumen

80

D.I Suak Lango

154,00

Lango

Pante Ceureumen

81

D.I Keutambang

110,00

Keutambang

Pante Ceureumen

82

D.I Geunang Alue Diam

150,00

Tangkeh

Woyla Timur

83

D.I Geunang Paya Baro

150,00

Paya Baro

Woyla Timur

84

D.I Keuleumbah

100,00

Keuleumbah

Woyla

85

D.I Lhung Kupree

200,00

Layung

Bubon

86

D.I Ie Sayang

100,00

Ie Sayang

Woyla Barat

87

D.I Karak - Lembah


Pasie Ara

250,00

Karak

Woyla Barat

88

D.I Gunong Meurapet

250,00

Karang Hampa

Arongan
Lambalek

Gampong
Masjid
Tanjong
Meulaboh
Peunaga Cut
Ujong

77

Kaway XVI
Kaway XVI
Meureubo

(6)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

89

D.I Mon Pasong

100,00

Mon Pasong

Woyla Barat

90

D.I Rambong

50,00

Rambong

Woyla

91

D.I Tangkeh

150,00

Tangkeh

Woyla Timur

92

D.I Tuwie Eumpeuk

200,00

Tuwie Eumpeuk

Woyla Timur

93

D.I Leuhan

50,00

Leuhan

Johan Pahlawan

94

D.I Pucok Pancu

200,00

Blang
Beurandang

Johan Pahlawan

95

D.I Lhueng Kanto

165,00

Gampong Cot

Samatiga

96

D.I Paya Lumpat

50,00

Paya Lumpat

Samatiga

97

D.I Reusak

140,00

Reusak

Samatiga

98

D.I Pinem

50,00

Pinem

Samatiga

99

D.I Krueng Tinggai

100,00

Krueng Tinggai

Bubon

100

D.I Cot Lampise

35,00

Cot Lampise

Samatiga

101

D.I Gaseu

150,00

Gaseu

Sungai Mas

102

D.I Tanoh Mirah

75,00

Tanoh Mirah

Sungai Mas

103

D.I Pungki

150,00

Pungki

Woyla Timur

104

D.I Ramiti

100,00

Ramiti

Sungai Mas

105

D.I Tuwi Saya

200,00

Kajeung/Tuwi
Saya

Sungai Mas

106

D.I Sakuy

50,00

Sakuy

Sungai Mas

107

D.I Lhueng Baroe

200,00

108

D.I Leubok Beutong

150,00

Leubok Beutong

Woyla

109

D.I Paya Geuregok

200,00

Reusak/Krung
Tinggai

Samatiga

110

D.I Geunang Meurapet

150,00

111

D.I Lhung Kurap

125,00

Layung

Bubon

112

D.I Alue Raya

100,00

Alue Raya

Samatiga

113

D.I Kajeung

80,00

Kajeung

Sungai Mas

114

D.I Ujong Raja

200,00

Ujong Raja

Panton Reu

115

D.I Teumikeut Ranom

125,00

TOTAL

(6)

Woyla Timur

Arongan
Lambalek

Woyla Timur

18.246,00

Sumber air bersih bagi penduduk terdiri atas air bersih dengan sistem
perpipaan dan bukan perpipaan. Air bersih perpipaan dikelola oleh PDAM,
sementara sumber air bersih non-perpipaan adalah dengan memanfaatkan
air sumur (air tanah), sungai, dan air hujan. Dari data dan informasi yang
diperoleh tersebut dapat dilihat bahwa sumber air bersih yang terbesar bagi

78

penduduk gampong adalah non-perpipaan dan yang terbesar adalah sumur.


Sementara pelayanan air bersih dengan perpipaan (PDAM) belum melayani
semua gampong khususnya di perkotaan. Selain itu, terkait dengan potensi
air baku dan rencana pengembangan di masa datang sangat potensial
dikembangkan karena sumber daya air yang cukup besar yang terdapat di
wilayah Kabupaten Aceh Barat seperti Krueng Woyla dan Krueng Meureubo
yang memiliki kapasitas cukup besar >250 liter/detik. Selain itu pelayanan
air bersih merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi kehidupan
masyarakat sehari-hari di wilayah Kabupaten Aceh Barat. Pemanfaatan air
bersih sangat vital di wilayah studi ini dikarenakan saat ini berdasarkan
salah satu kondisi di wilayah kawasan perkotaan khususnya kawasan
perkotaan Meulaboh tercatat kebutuhan pelayanan air bersih mempunyai
kapasitas 63 liter/detik, kebocoran 29 % dan jumlah pelanggan 6000.
Kebutuhan pelayanan air bersih ini masih belum memenuhi secara
keseluruhan kebutuhan masyarakat, karena animo penduduk khususnya
yang berada di kota Meulaboh terhadap air bersih PDAM sangat tinggi.
Untuk mengantisipasi tingginya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
air bersih melalui sistem jaringan ini, ke depannya akan dibangun lagi
jaringan PDAM yang bersumber dari dana Caritas dengan jumlah 2100 WTP.
Bagi masyarakat yang belum terlayani air bersih dari Pemerintah Daerah
maupun pihak swasta dengan sistem perpipaan maka masyarakat akan
memanfaatkan air baku berupa air tanah dangkal dan air permukaan.
Untuk air tanah dangkal minimal pengeboran. Sedangkan untuk wilayah
yang teraliri oleh irigasi dan anak-anak sungai maka air permukaan untuk
MCK dan sebagian dengan memanfaatkan air tanah yang ada diwilayah
tersebut dan tentunya tidak cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai air
minum.

2.4.2. Sumber Daya Manusia


Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian
penting. Sumber daya manusia (SDM) merupakan subjek dan sekaligus
objek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak di
dalam kandungan hingg akhir hayat. Kualitas SDM menjadi makin baik
antara lain ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia
(IPM) Masyarakat Aceh Barat menjadi 70,79 pada tahun 2010 dari 69,66
pada Tahun 2008. Secara rinci nilai tersebut merupakan komposit dari
angka harapan hidup saat lahir (69,69 tahun) pada Tahun 2008 menjadi

79

69,97 pada Tahun 2010, angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke
atas (94,06 persen) pada Tahun 2008 menjadi 95,13 persen di Tahun 2010.
Sasaran utama Pembangunan Jangka Panjang adalah terciptanya
kualitas

manusia dan kualitas masyarakat Aceh Barat yang maju dalam

suasana tenteram dan sejahtera lahir dan batin, dalam tata kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara yang berdasarkan Islam dan dalam
suasana kehidupan berbangsa Indonesia yang serba serasi, selaras, dan
berkeseimbangan dalam hubungan antara sesama manusia, manusia
dengan masyarakat dan manusia dengan alam lingkungannya dengan cara
bertaqwa kepada Allah SWT. Dalam rangka mencapai sasaran utama
tersebut di atas, perlu diadakan upaya perkembangan sumber daya
manusia,

kependudukan

dan

pembangunan

keluarga

dengan

tujuan

terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan kuantitas dengan


kualitas, dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Jumlah penduduk
yang besar dan berkualitas merupakan modal pelaksanaan pembangunan
dan potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun
jumlah penduduk yang besar apabila tidak diupayakan pengembangan
kualitasnya

dapat

merupakan

beban

bagi

pembangunan

dan

dapat

mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh rakyat.


Karena itu perlu mengendalikan dan sekaligus memanfaatkan jumlah
penduduk yang besar, diperlukan upaya pengaturan pengembangan kualitas
penduduk dan kualitas keluarga yang pelaksanaannya diselenggarakan
secara menyeluruh dan terpadu antar sektor Pemerintah, dan antara
Pemerintah dengan masyarakat.

80

BAB III
ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Kabupaten Aceh Barat untuk waktu 20 (dua puluh) tahun mendatang


menghadapi permasalahan dan tantangan baik yang bersifat lokal maupun
global. Berdasarkan permasalahan dan tantangan ini maka selanjutnya
dituangkan ke dalam isu-isu strategis untuk memberi arahan dalam
perumusan visi dan misi serta arah kebijakan pembangunan Aceh Barat
tahun 2005-2025.
III.1. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
Peristiwa bencana alam yang pernah terjadi pada tahun 2004 silam
telah membawa dampak yang sangat besar terhadap berbagai sendi
kehidupan di Aceh Barat. Berbagai indikator pembangunan menunjukkan
kecenderungan memburuk akibat dari peristiwa tersebut. Secara umum di
tahun

2005

merupakan

babak

baru

kehidupan

masyarakat

Aceh,

khususnya Kabupaten Aceh Barat yang ditandai dengan berlangsungnya


proses rehabilitasi dan rekonstruksi dan kesepakatan damai melalui
penandatanganan MoU Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Namun,
proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang didukung oleh berbagai lembaga
nasional dan internasional hanya bersifat sementara (2005-2009) dan
berbagai struktur sosial ekonomi yang telah dibangun secara optimal belum
dapat dirasakan manfaatnya, hal ini dapat menjadi permasalahan dan
tantangan pembangunan Aceh Barat ke depan.
Selanjutnya, hal yang perlu menjadi pertimbangan adalah letak
geografis Kabupaten Aceh Barat yang berada pada lempeng Eurasia dan
Hindia-Australia. Ada dampak negatif dan dampak positif sehubungan
dengan

wilayah Kabupaten Aceh Barat yang berada di antara lempeng

tersebut. Dampak positif adalah Aceh Barat kaya akan kandungan logam,
mineral, minyak bumi, gas, dan bahan tambang lainnya. Dampak negatif
Aceh Barat rawan bencana gempa

bumi, letusan gunung berapi (bawah

laut) dan tsunami. Oleh karenanya dibutuhkan kearifan jangka panjang


didalam

memanfaatkan

kekayaan

alam

yang

ada,

misalnya

dengan

melakukan pendataan yang baik dan faktual, yaitu dengan menggunakan


teknologi informasi geospasial.
Ruang wilayah Kabupaten Aceh Barat sangat strategis karena berada
diantara beberapa kabupaten yang berada di pesisir barat dan selatan Aceh,
sehingga koordinasi dan integrasi wilayah dapat diwujudkan dengan baik.

81

Dengan keberadaan tersebut, maka penyelenggaraan penataan ruang


wilayah Kabupaten Aceh Barat harus dilakukan secara komprehensif,
holistik, terkoordinasi, terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan
faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan
kelestarian lingkungan hidup. Berkaitan dengan hal

tersebut, dan untuk

mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan


berlandaskan

Islam, maka perlu dilakukan penataan ruang yang dapat

mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu


mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang
dan

pencegahan

dampak

negatif

terhadap

lingkungan

hidup

akibat

pemanfaatan ruang, dan kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan
dan diwujudkan dalam setiap proses

perencanaan tata ruang wilayah

sendiri, wilayah kabupaten tetangga dan kabupaten lainnya yang akan


membutuhkan ruang untuk mengurus kepentingannya.

Seiring dengan

maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh


pemerintah daerah maupun masyarakat, harus dilakukan sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan
ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.
Masalah pembiayaan pembangunan selama ini yang masih tertumpu
pada pendanaan yang bersumber dari Pemerintah Pusat dan Provinsi
sehingga kebutuhan pendanaan pembangunan dalam jumlah besar seperti
infrastruktur tidak dapat dilaksanakan dengan maksimal. Dalam konteks
ini, peran dunia usaha untuk mendukung pendanaan pembangunan masih
belum memungkinkan karena belum adanya regulasi yang mengatur peran
dunia usaha dalam pendanaan pembangunan. Berdasarkan UU Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Aceh mendapatkan bantuan dana
otsus selama 20 tahun terhitung sejak tahun 2008-2027 yang setara dengan
2 persen dari DAU nasional untuk jangka waktu 15 tahun pertama dan 1
persen untuk 5 tahun terakhir. Mengingat waktu pengelolaan dana yang
terbatas maka perlu dikelola dengan lebih optimal dan profesional. Kondisi
saat ini produksi migas Aceh semakin menurun dan diperkirakan akan
berakhir pada tahun 2014 sehingga mempengaruhi sumber pendanaan
pembangunan dari sektor migas. Permasalahan ini tentu akan sangat
berdampak pada pertumbuhan ekonomi Aceh Barat. Seiring dengan
menurunnya cadangan migas Aceh, maka sektor pertanian menjadi andalan
yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh Barat

82

dan penyerapan tenaga kerja. Namun sektor pertanian ini belum didukung
dengan peningkatan nilai tambah komoditi andalan masing-masing wilayah
melalui perbaikan mutu dan pengolahan komoditas untuk mendorong
peningkatan nilai tambah daerah. Demikian juga halnya terhadap sektor
kelautan dan perikanan masih belum mampu untuk
kesejahteraan

nelayan

karena

sebagian

besar

nelayan

meningkatkan
Aceh

Barat

merupakan nelayan tradisional.


Infrastruktur dasar yang dibutuhkan untuk mempercepat pergerakan
penumpang dan barang dari satu lokasi ke lokasi lain masih sangat minim,
demikian juga dengan pengelolaan sumber daya air (pengairan dan air
minum) yang belum optimal. Disamping itu, permasalahan defisit energi
karena belum dimanfaatkannya sumber energi alternatif seperti energi
panas bumi, energi air, tenaga angin serta sumber energi alternatif lainnya.
Mengingat arti penting sumber daya energi, Pemerintah perlu menyusun
rencana pengelolaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi yang
berdasarkan

kebijakan

pengelolaan

energi

jangka

panjang,

berupa

penguasaan dan pengaturan sumber daya energi; cadangan penyangga


energi guna menjamin ketahanan energi; keadaan krisis dan darurat energi
serta harga energi; kebijakan energi;

hak dan peran masyarakat dalam

pengelolaan energi; pembinaan dan pengawasan kegiatan pengelolaan di


bidang energi; penelitian dan pengembangan. Bahwa tujuan pembangunan
adalah

untuk

memajukan

kesejahteraan

umum

dan

mencerdaskan

kehidupan bangsa, guna mewujudkan suatu masyarakat yang maju,


mandiri, adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Islam, merata material
dan spiritual, tenaga listrik sebagai bagian dari cabang produksi yang
penting bagi daerah dan sangat menunjang upaya tersebut serta sebagai
salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam dan menguasai hajat hidup
orang banyak, dipergunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
maka upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata dan
adil, dapat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Badan Usaha
Milik Daerah, Koperasi atau Swasta untuk menyediakan tenaga listrik.
Dalam

rangka

meningkatkan

pembangunan

yang

berkelanjutan

dan

berwawasan lingkungan di sektor ketenagalistrikan, diperlukan upaya untuk


secara optimal dan efisien memanfaatkan sumber energi domestik serta
energi yang bersih dan ramah lingkungan, dan teknologi yang efisien guna
menghasilkan nilai tambah untuk pembangkitan tenaga listrik sehingga
menjamin tersedianya tenaga listrik yang diperlukan.

83

Pemanfaatan sumberdaya mineral untuk mendukung pembangunan


Aceh Barat masih belum optimal, karena potensi ini masih belum dapat
dimanfaatkan oleh investor akibat kurangnya informasi, promosi dan
regulasi yang mendukung investasi.
Pencapaian tujuan pembangunan milenium (Millennium Development
Goals)

merupakan

permasalahan

dan

tantangan

global

yang

harus

dituntaskan oleh Pemerintah Aceh Barat. Tujuan pembangunan milenium


memiliki 8 (delapan) indikator yaitu: (1) Memberantas kemiskinan dan
kelaparan, (2) Mewujudkan pendidikan dasar, (3) Meningkatkan kesetaraan
jender dan pemberdayaan perempuan, (4) Mengurangi angka kematian bayi,
(5) Meningkatkan kesehatan ibu, (6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan
penyakit lainnya, (7) Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan
(8) Mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan.
Perubahan-perubahan
perkembangan

yang

kependudukan,

menyangkut
ilmu

aspek

pengetahuan,

pemerintahan,
dan

tuntutan

keberhasilan pembangunan pada saat ini dan pemanfaatan secara lestari


sumber daya alam, sebagai salah satu aspek konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistenmya, belum sepenuhnya dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan,

demikian pula pengelolaan kawasan pelestarian alam dalam

bentuk taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, yang
menyatukan fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan
pemanfaatan secara lestari. Sehingga pelaksanaan pembangunan Kabupaten
Aceh

Barat

haruslah

berwawasan

lingkungan,

sehingga

dapat

mengendalikan sistem iklim melalui pengelolaan sumber daya alam yang


baik. Dari uraian tersebut di atas, Kabupaten Aceh Barat sebagai daerah
agraris dan bahari memiliki hutan tropis dengan keragaman hayati yang
terkandung didalamnya dan merupakan modal yang sangat penting dalam
meningkatkan perekonomian daerah dan masyarakat serta telah terbukti
dan teruji bahwa pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada
tahun 1998, bidang pertanian dalam arti luas, perikanan, dan kehutanan
mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada produk domestik
regional bruto. Oleh karena itu, karunia sumber daya alam hayati, tanah
yang subur, iklim yang sesuai sehingga bidang pertanian, perikanan, dan
kehutanan dapat menjadi tulang punggung perekonomian daerah dan
masyarakat. Petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan,
pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan

84

merupakan

masyarakat

yang

perlu

ditingkatkan

kesejahteraan

dan

kecerdasannya, salah satu upaya peningkatan tersebut dilaksanakan


melalui kegiatan penyuluhan. Penyuluhan pertanian, perikanan, dan
kehutanan merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama agar mereka
mau

dan

mampu

menolong

dan

mengorganisasikan

dirinya

dalam

mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya


lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha,
pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas merupakan modal
pelaksanaan pembangunan dan potensi bagi peningkatan pembangunan di
segala

bidang.

Namun

jumlah

penduduk

yang

besar

apabila

tidak

diupayakan pengembangan kualitasnya dapat merupakan beban bagi


pembangunan dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat
dinikmati oleh rakyat. Karena itu perlu mengendalikan dan sekaligus
memanfaatkan jumlah penduduk yang besar, diperlukan upaya pengaturan
pengembangan

kualitas

penduduk

dan

kualitas

keluarga

yang

pelaksanaannya diselenggarakan secara menyeluruh dan terpadu antar


sektor Pemerintah, dan antara Pemerintah dengan masyarakat.
Isu penting dalam kebijakan pembangunan desa di Kabupaten Aceh
Barat adalah adanya penurunan tingkat swasembada pangan secara tajam
dan

kemunduran

daerah-daerah

terpencil.

Daerah-daerah

terpencil

mengalami peningkatan populasi sementara itu usia masyarakat semakin


bertambah, serta hanya sedikit prospek kaum muda untuk bekerja sebagai
petani. Jumlah lahan-lahan yang menjadi tidak produktif semakin besar.
Kemunduran di sektor pertanian ini dapat terjadi karena masyarakat lebih
banyak memakan makanan yang bersumber dari luar daerah. Peran
agrikultur yang multifungsi dan kebutuhan akan pembangunan pedesaan
yang

menyeluruh

patut

ditempatkan

sebagai

langkah

awal

yang

membutuhkan prasyarat utama dengan peran masyarakat yang lebih besar.


Berbagai komponen masyarakat dilibatkan untuk berpartisipasi secara aktif
dalam melaksanakan dan mengevaluasi setiap kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan pemberdayaan institusi petani pada umumnya.
Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan di samping
masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi terhadap perempuan
dan terdapatnya kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang
bersumber dari ketimpangan struktur sosio-kultural masyarakat. Data

85

kuantitatif menunjukkan rendahnya Indeks Pembangunan Gender dan


Indeks Pemberdayaan Gender. Penyebab rendahnya kualitas sumber daya
perempuan sebagian berasal dari dalam diri perempuan itu sendiri (faktor
internal), dan sebagian lagi berasal dari luar (faktor eksternal). Faktor
internal perempuan antara lain masih rendahnya dan terbatasnya motivasi
perempuan agar meningkatkan dirinya untuk maju dan mandiri, namun
memiliki sikap menerima dan pasrah terhadap keadaan, merasa rendah diri,
tidak berdaya dan tidak mandiri. Gerak perempuan juga terkendala oleh
ukuran-ukuran obyektif dari sumber daya manusia, misalnya rendahnya
pendidikan

dan

pengetahuan,

terbatasnya

wawasan,

rendahnya

keterampilan sebagian perempuan dalam berbagai bidang dan rendahnya


derajat kesehatan perempuan. Sedangkan faktor eksternal perempuan
dipengaruhi

oleh

faktor-faktor

yang

menyangkut

nilai-nilai

budaya

masyarakat, tidak komprehensifnya penterjemahan ajaran agama, aturan


hukum dan kebijakan, serta pola pengambilan keputusan dalam berbagai
bidang kehidupan yang masih bias terhadap gender. Nilai-nilai budaya
patriarki mengakibatkan perempuan terdiskriminasi dalam berbagai bidang
kehidupan yang berakibat terinternalisasinya sikap-sikap sebagai warga
masyarakat kelas dua. Di samping itu, masih kurangnya akses dan
kesadaran perempuan terhadap informasi hukum, bantuan hukum, dan
kurangnya kesadaran dan kepekaan aparat penegak hukum terhadap
kepentingan perempuan dan terbatasnya jumlah aparat hukum perempuan
yang dapat memberikan pendampingan pada korban/pencari keadilan.
Peran perempuan sebagai pengambil keputusan juga masih sangat rendah,
sehingga kebijakan pemerintah yang diambil masih bias gender terutama
karena pengambil keputusan masih didominasi oleh laki-laki.
Peningkatan jumlah penduduk dan persebaran yang belum serasi dan
belum seimbang antara daya dukung alam dan daya tampung lingkungan,
apabila tidak ditangani dengan baik, dapat menimbulkan kerawanan sosial
ataupun

kerusakan

lingkungan.

Persebaran

penduduk

yang

belum

seimbang tersebut menyebabkan pembangunan yang belum serasi dan


belum merata sehingga ada kecenderungan wilayah yang telah berkembang
menjadi makin berkembang. Sebaliknya, wilayah yang kurang berkembang
menjadi makin tertinggal, wilayah yang tertinggal dengan penduduk yang
terpencar-pencar dalam kelompok kecil sulit berkembang. Untuk itu,
penyebaran

penduduk

Penyelenggaraan

perlu

transmigrasi

diatur

melalui

akan

mendorong

86

transmigrasi
perluasan

lokal.
dan

pengembangan investasi oleh masyarakat dalam memanfaatkan potensi


yang ada sehingga pada gilirannya dapat menciptakan kesempatan kerja
dan peluang usaha yang lebih luas dan merata serta tumbuhnya wilayah
sebagai

pusat-pusat

pertumbuhan

ekonomi

baru.

Dengan

demikian,

penyelenggaraan transmigrasi lokal membuka kesempatan bagi penduduk


untuk berpindah dan menetap guna meningkatkan kesejahteraannya.
Tantangan pada aspek hukum dalam dua puluh tahun kedepan
adalah pemberantasan kolusi, nepotisme dan korupsi (KKN), dimana
penyakit ini akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan
perekonomian daerah tetapi juga pada kehidupan masyarakat pada
umumnya. Tindak korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat.
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang
dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai
hambatan.

Untuk

itu

diperlukan

upaya

pemberantasan

KKN,

yang

pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta


berkesinambungan dan dilakukan secara berhati-hati karena terdapat
berbagai interpretasi atau penafsiran yang berkembang di masyarakat
khususnya mengenai penerapan tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum
ini dan perlu didukung penerapan sistem pembuktian terbalik yakni
pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.
Tantangan yang akan dihadapi dimasa depan dalam penyelenggaraan
pemerintah adalah reformasi pemerintahan, yang meliputi reformasi aturan
dan regulasi, peningkatan sumber daya aparatur dan pengawasan. Ketiga
elemen yang menjadi objek reformasi ini akan menghasilkan suatu sistem
penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih dengan melibatkan
partisipasi masyarakat pada setiap sektor dan tahapan, yaitu perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan memenuhi persyaratan
gizi masih menjadi masalah bagi masyarakat miskin. Permasalahan
kecukupan antara lain terlihat dari rendahnya asupan kalori penduduk
miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. Berdasarkan
data kuantitatif diperkirakan 40% penduduk dengan tingkat pendapatan
terendah hanya mengkonsumsi 1.571 Kkal per hari atau 75% dari
kebutuhan untuk hidup layak, hal ini terjadi pada saat ketersediaan pangan
nasional cukup memadai. Bila kerawanan pangan diukur dengan kriteria
kebutuhan konsumsi minimum sebesar 2.100 Kkal per hari, maka hal

87

tersebut dialami oleh 60 % penduduk berpenghasilan rendah. Kondisi ini


menunjukkan adanya masalah dalam akses/keterjangkauan bahan pangan.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memiliki peran yang sangat
penting

untuk

dapat

bersaing

di

era

globalisasi

dan

mendukung

pembangunan Aceh Barat. Dalam konteks ini, Kabupaten Aceh Barat masih
memiliki beberapa permasalahan antara lain: terbatasnya penguasaan
IPTEK, rendahnya pemanfaatan hasil IPTEK oleh masyarakat dan dunia
usaha dan belum terjalinnya kolaborasi riset antara lembaga pendidikan
dengan dunia usaha yang didukung oleh pemerintah.

III.2. ISU STRATEGIS


Berdasarkan kondisi dan permasalahan yang disebutkan diatas,
dengan melihat konsistensi, keterkaitan dan sinergitas antara isu mendesak
yang harus segera diselesaikan untuk setiap level perencanaan, beberapa
isu-isu pembangunan yang perlu mendapat perhatian dan ditindak lanjuti di
Kabupaten Aceh Barat, adalah:
1. Ketersediaan dan Pemeliharaan Kualitas Infrastruktur Wilayah.
Kebutuhan

infrastruktur

wilayah

tidak

terlepas

dari

fungsi

dan

peranannya terhadap pembangunan wilayah sebagai dasar pembentukan


struktur

tata

ruang,

pemenuhan

kebutuhan

wilayah,

pemacu

pertumbuhan ekonomi serta pengikat wilayah. Rendahnya pelayanan


infrastruktur wilayah merupakan persoalan besar di Aceh Barat yang
harus segera diatasi karena dapat menghambat laju pembangunan
daerah. Permasalahan yang masih ada dalam ketersediaan dan kualitas
infrastruktur wilayah antara lain belum tuntasnya pembebasan lahan
dan

konstruksi,

tingkat

kerusakan

infrastruktur

yang

tinggi

dan

kurangnya koordinasi lintas sektor/wilayah serta sumber daya manusia


dan pendanaan yang belum sesuai dengan kebutuhan. Fenomena yang
terjadi dalam pembangunan infrastruktur wilayah adalah :

Rendahnya tingkat pelayanan terutama di kota-kota besar dan desadesa.

Kerusakan infrastruktur lebih cepat daripada umur kelayakan yang


direncanakan.

Pendanaan sebagian besar masih didanai dari APBN

Sedangkan tantangan yang dihadapi dan dapat diantisipasi adalah


sebagai

berikut:

penuntasan

pembangunan

88

infrastruktur

strategis,

peningkatan

ketersediaan

dan

kualitas

infrastruktur

wilayah

dan

pencarian sumber-sumber pendanaan dari sektor swasta. Selain itu


terdapat pula ancaman yang harus diwaspadai, dan diantisipasi yaitu
tingginya tingkat kebencanaan di Aceh Barat dan ketidakpastian
pendanaan secara multi years. Terbukanya peluang sumber pendanaan
baru

untuk

pengembangan

infrastruktur

wilayah

dan

kebijakan

pemerintah untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur.

2. Pemenuhan Kebutuhan Energi Berkelanjutan.


Kebutuhan energi meningkat seiring pertumbuhan penduduk, namun
tidak diimbangi dengan peningkatan penyediaannya yang pada akhirnya
dihadapkan pada masalah kerentanan energi yang berpotensi terhadap
terjadinya

krisis

energi.

Permasalahan

yang

masih

terjadi

dalam

kebutuhan energi adalah terbatasnya cadangan sumber energi tidak


terbarukan. Fenomena yang muncul yaitu adanya penggunaan energi
yang tidak efisien. Sedangkan tantangan aktual yang dihadapi dan jalan
keluarnya yaitu melalui pemanfaatan energi alternatif. Ancaman dengan
penggunaan

energi

yang

terus

menerus

tanpa

pengendalian

dan

pengembangan energi alternatif adalah:

Pemborosan energi

Ketergantungan terhadap energi fuel (konvensional) tetap meningkat

Kerusakan lingkungan

Selain ancaman, masih ada peluang yang dapat dimanfaatkan, yaitu:

Tingginya potensi sumber energi alternatif terbarukan.

Penganekaragaman penggunaan berbagai jenis energi alternatif sesuai


potensi lokal.

3. Penciptaan Iklim Usaha dan Jaminan Investasi.


Pembangunan daerah sangat didukung oleh tingkat investasi dari para
pelaku ekonomi. Iklim yang kondusif dalam berusaha harus tetap
diupayakan sehingga pelaku ekonomi baik lokal maupun asing dapat
menanamkan modalnya di daerah. Daya saing daerah menjadi faktor
utama dalam meningkatkan iklim usaha yang kondusif, salah satu faktor
dari komponen daya saing adalah mengenai aturan yang seringkali tidak
mendukung kepada iklim usaha dan jaminan investasi di daerah.
Permasalahan yang akan menjadi hambatan dalam iklim usaha di Aceh
Barat antara lain :

89

Tidak meratanya penyediaan dan kualitas infrastruktur disemua


wilayah.

Kendala regulasi dan ekonomi biaya tinggi.

Lemahnya ketersediaan suplai produksi utama seperti bahan baku


dan tenaga kerja.

Fenomena

yang

memberi

nilai

positif

ataupun

negatif

terhadap

pembangunan iklim berusaha, antara lain percepatan realisasi investasi


cenderung menurun, dan investasi yang ada lebih berorientasi pada Aceh
Barat sebagai pasar produk bukan sebagai pasar bahan baku. Sedangkan
menjadi tantangan aktual pada antara lain keberadaan pelabuhan laut
dan udara yang belum memadai, menciptakan iklim usaha yang kondusif
melalui penyediaan pelayanan perizinan terpadu/satu pintu dan insentif
fiskal bagi pengusaha.

4. Permodalan dan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan usaha kerakyatan
yang potensial dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Jumlah UMKM
yang besar di Aceh Barat dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat.
Namun demikian masih terdapat permasalah-permasalahan yaitu :

Rendahnya kepemilikan modal usaha.

Rendahnya kemampuan untuk mengakses pasar.

Rendahnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk.

Kesulitan untuk mendapatkan bahan baku.

Rendahnya SDM bagi pengembangan produksi.

Rendahnya pemanfaatan peluang usaha oleh pelaku ekonomi.

Rendahnya efektifitas dan nilai tambah usaha.

Rendahnya akses berinvestasi, pelayanan perijinan, regulasi dan


jaminan investasi.

Fenomena-fenomena yang muncul yang dapat berakibat buruk terhadap


perekonomian masyarakat adalah penyediaan lapangan kerja yang
terbatas,

masih

tingginya

pengangguran

dan

daya

beli

yang

peningkatannya rendah.
Tantangan aktual yang harus dijawab dalam pengembangan UMKM
adalah masih terbatasnya pembiayaan dan kemampuan berwirausaha
pelaku KUMKM.

90

Sedangkan

ancaman

kedepan

dengan

diberlakukannya

WTO

diperkirakan sebagai berikut:

Produk UMKM kalah bersaing dengan produk import

Harga produk impor berdaya saing tinggi

Peluang yang diharapkan akan memberikan dukungan positif terhadap


perkembangan UMKM diperkirakan makin terbukanya pasar ekspor
yang mendukung program pemerintah dalam mendorong pengembangan
UMKM dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk dalam
negeri.

5. Penanggulangan Kemiskinan, Pengangguran dan Ketenagakerjaan.


Dengan masih terdapatnya jumlah penduduk miskin di Aceh Barat yang
berdampak terhadap ketidakmampuan untuk memperoleh pendidikan
yang lebih baik, tidak mampu untuk berobat, dan daya beli yang rendah.
Permasalahan yang ada dalam upaya penanganan orang miskin dan
pengangguran di Aceh Barat meliputi rendahnya pendapatan masyarakat
di

perdesaan,

masih

tingginya

jumlah

penyandang

masalah

kesejahteraan sosial.
Tantangan

aktual

dalam

upaya

mengurangi

kemiskinan

dan

pengangguran yaitu angkatan kerja lebih tinggi dibandingkan lapangan


kerja yang tersedia, tidak memadainya kesesuaian kompetensi dengan
kebutuhan pasar kerja.
Sedangkan ancaman yang dihadapi untuk penanggulangan kemiskinan,
pengangguran dan ketenagakerjaan antara lain :

Pemberlakuan WTO

Perubahan Iklim (Climate change) yang akan banyak berpengaruh


kepada masyarakat yang bekerja dibidang pertanian dan kelautan.

Pekerja migran dengan tingkat ketrampilan yang lebih baik dari


penduduk Aceh Barat.

Tingginya drop out sekolah

Peluang yang diharapkan dapat menjadi pemicu dalam mengurangi


kemiskinan dan pengangguran adalah adanya program penanggulangan
kemiskinan yang selalu digulirkan oleh para pemangku kepentingan, baik
pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah daerah
lembaga donor, bantuan lembaga swasta dan dunia usaha.

91

serta bantuan

6. Aksesibilitas dan Pelayanan Pendidikan serta Pemerataan Kesempatan


Belajar.
Pembangunan pendidikan di Aceh Barat dilakukan dengan 3 (tiga) Pilar
Pendidikan

yang

terdiri

dari

aspek

pemerataan

dan

perluasan

aksesibilitas, aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta


aspek tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
Aspek pemerataan dan perluasan aksesibilitas meliputi penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan pelaksanaan Wajib Belajar 12
tahun di Kabupaten Aceh Barat. Kedua isu tersebut akan berimplikasi
pada tantangan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang
memadai, serta pembebasan biaya pendidikan khususnya pendidikan
dasar. Dalam rangka peningkatan mutu, relevansi dan daya saing
pendidikan, dilakukan melalui pengembangan dan pengelolaan Sekolah
Bertaraf International (SBI) serta peningkatan kualifikasi pendidikan
guru. Pada aspek tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik,
difokuskan pada upaya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
dan Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM), standarisasi pelayanan
pendidikan, serta pengelolaan data dan informasi pendidikan.
Permasalahan dari penyelenggaraan pembangunan pendidikan, pemuda
dan olahraga di Aceh Barat adalah :
Minat dan motivasi belajar penduduk 15 th keatas masih rendah.
Angka putus sekolah SD, SMP, dan SMA cukup tinggi.
Belum meratanya infrastruktur olahraga masyarakat diwilayah Aceh
Barat.
Fenomena masih menurunnya prestasi Aceh Barat dalam prestasi olah
raga nasional maupun daerah menjadi tantangan bagi Pemerintah
Daerah yang perlu diperhatikan. Selain itu fenomena kesenjangan antara
pendidikan dengan dunia kerja masih cukup besar menjadi tantangan
yang perlu dijawab dalam pembangunan pendidikan kedepan.
Tantangan pembangunan pendidikan kedepan diperkirakan semakin
banyaknya masyarakat yang miskin, kondisi ruang kelas belajar yang
rusak akibat bencana alam atau usia bangunan serta persaingan dengan
penyelenggara pendidikan dari luar daerah, dan luar negeri.
Pada masa mendatang tantangan aktual yang dihadapi, yaitu:

Masuknya pengelola pendidikan global.

Angka kemiskinan dan pengangguran tinggi.

Kompetisi prestasi olahraga yang tinggi.

92

Sedangkan

ancaman

yang

akan

ditemui

dalam

penyelenggaraan

pendidikan di Aceh Barat adalah :

Sarana dan prasarana pendidikan yang terbatas.

Tenaga pendidik yang belum memadai.

Sarana dan prasarana olahraga yang terbatas.

Peluang-peluang yang akan meningkatkan pembangunan pendidikan,


yaitu :

Kebijakan Pemerintah yang mendukung dengan anggaran pendidikan


sebesar 20 %

Dukungan dunia industri dan usaha melalui program Corporate Social


Responsibility (CSR) dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL).

7. Pemerataan Aksesibilitas dan Peningkatan Mutu Pelayanan

Kesehatan

Masyarakat.
Berbagai kasus penyakit di Aceh Barat, masih menjadi permasalahan
yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung terhadap
munculnya penyakit dan perilaku masyarakat yang belum menunjukan
kesadaran dalam berperilaku hidup sehat dan bersih. Penyakit TB paru,
penyakit ISPA, demam berdarah dan gizi buruk serta penyakit kaki gajah
(filariasis).

Dalam

melaksanakan

fungsi

pelayanan

kesehatan

di

puskesmas, peningkatan kualitas sarana dan prasarana pelayanan


kesehatan perlu ditingkatkan. Selain itu penyebaran tenaga kesehatan
yang

belum

merata

di

setiap

daerah

menyebabkan

terlambatnya

pelayanan kesehatan di perdesaan. Masih terdapat permasalahanpermasalahan dalam pembangunan

dan pelayanan kesehatan di Aceh

Barat diantaranya masih tingginya sebaran penyakit menular dibeberapa


daerah, angka penyakit degeneratif yang masih tinggi, gangguan kejiwaan
meningkat, sarana prasarana dan tenaga pelayan kesehatan yang belum
memadai.
Sedangkan fenomena yang terjadi dalam pembangunan aksesibilitas dan
pelayanan kesehatan masyarakat antara lain:

Sebaran penyakit berkorelasi dengan kualitas lingkungan.

Menjamurnya praktik pengobatan alternatif.

Penanganan kesehatan bersifat parsial, pembagian peran antara


pemerintah dan swasta belum terstruktur.

Adapun tantangan aktual kedepan yang dihadapi adalah :

Pelayanan kesehatan global yang sudah masuk ke Aceh Barat.

93

Meningkatkan pelayanan kesehatan berkualitas.

Mewujudkan masyarakat yang mandiri kesehatan.

Ancaman yang dihadapi di masa mendatang diperkirakan adanya


perubahan Iklim (Climate

change) sehingga terjadi pemanasan global

yang menimbulkan berbagai penyakit, terjadinya mobilisasi penduduk


yang tinggi sehingga mutasi penyakit sangat mudah dan kerusakan
lingkungan akibat perilaku masyarakat. Membuat lingkungan menjadi
tidak sehat.
Namun demikian peluang untuk memajukan pembangunan kesehatan,
yaitu:

Kemajuan iptek dalam kesehatan.

Memiliki

perguruan

tinggi

yang

dapat

mencetak

sumber

daya

manusia kesehatan yang berkualitas.

Komitmen pemerintah untuk memberikan

pelayanan kesehatan

yang bermutu.

8. Pembangunan Syariat Islam dan Pengembangan Sosial dan Budaya.


Dalam

melaksanakan

berdasarkan

Undang

Penyelenggaraan

pembangunan
Undang

Keistimewaan

agama,

Nomor

44

Provinsi

sosial
Tahun

Daerah

dan

budaya,

1999

tentang

Istimewa

Aceh,

Pemerintah telah memberikan keistimewaan di bidang penyelenggaraan


kehidupan beragama, kehidupan adat, pendidikan dan peran ulama
dalam penetapan kebijakan daerah. Selanjutnya dalam Undang Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, juga diberikan
kewenangan kepada Aceh untuk melaksanakan Syariat Islam secara
kaffah. Selain itu, juga diberi kesempatan untuk menyusun dan
menerapkan Qanun yang berkaitan dengan hukum materil di bidang
perdata kekeluargaan, perdata kehartabendaan dan pidana serta hukum
acara perdata dan pidana berdasarkan Syariat Islam.
Kegiatan sosial yang telah dilaksanakan menjadi dasar dan tolak ukur
untuk dilanjutkan, ditingkatkan dan

diperluas jaringannya dalam

penanganan masalah-masalah sosial. Untuk mengatasi dan menangani


masalah-masalah sosial diperlukan sarana dan prasarana yang memadai
serta komitmen semua pihak demi terwujudnya harapan dan keinginan
masyarakat terhadap masalah tersebut. Permasalahan sosial yang terjadi
di bumi Teuku Umar

merupakan akumulasi dari perubahan alamiah

yang di akibatkan oleh konflik berkepanjangan, krisis ekonomi, gempa

94

bumi dan tsunami, bencana alam dan bencana sosial lainnya. Hal ini
menyebabkan

kompleksnya

permasalahan

sosial

tersebut

sehingga

diperlukan program penanganan yang terpadu dan komprehensif.


Masalah sosial lainnya yang perlu ditanggulangi adalah masalah
partisipasi

perempuan

dalam

pembangunan

yang

belum

optimal.

Pemerintah berupaya meningkatkan taraf pendidikan bagi perempuan


dan pemberdayaannya di semua sektor sehingga diskriminasi antara lakilaki dan perempuan tidak menjadi isu yang dapat mengganggu stabilitas
pemerintahan. Dengan demikian angka indeks pembangunan gender
dapat lebih ditingkatkan untuk masa-masa yang akan datang. Termasuk
didalamnya

program-program

dalam

rangka

memfasilitasi

fasilitas

infrastruktur kegiatan perempuan.


Peningkatan

pembangunan

di

bidang

budaya

diarahkan

untuk

menumbuh kembangkan potensi budaya Aceh yang sarat dengan nilainilai islami. Hal ini dimaksudkan untuk menata kembali budaya-budaya
yang terpendam sehingga masyarakat merasa bangga dengan budaya
Aceh dan berperilaku sesuai dengan adat istiadat.
Sedangkan ancaman yang akan dihadapi dalam pembangunan budaya
antara lain sebagai berikut:

Globalisasi Informasi

Menipisnya moral generasi muda dan kurangnya pemahaman kepada


Agama

Masalah sosial yang makin meningkat

Peluang dalam penegakan didukung oleh :

Pemanfaatan iptek

Pelaksanaan Syariat Islam

Penegakkan hukum

9. Penciptaan Pemerintahan yang Baik dan Bersih, Penyehatan Birokrasi


Pemerintahan

serta

Peningkatan

Kualitas

Pelayanan

Publik

dan

Keterbukaan Informasi.
Pelayanan publik dan keterbukaan informasi sudah merupakan isu yang
berkembang di masyarakat sehingga menjadikan tujuan prioritas utama
terpenuhinya

kepentingan

masyarakat,

pelaksanaan

proses

pembangunan dengan tetap mengedepankan kaidah atau aturan yang


berlaku.

95

Permasalahan yang ada dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan


publik antara lain :

Kualitas Pegawai Negeri Sipil belum memadai.

Belum terbentuknya kelembagaan yang miskin struktur, kaya fungsi.

Layanan informasi kepada masyarakat yang belum maksimal.

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik adalah :

Peningkatan sumber daya aparatur.

Restrukturisasi organisasi.

Penyederhanaan pengurusan perijinan.

Peningkatan partisipasi masyarakat.

10. Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Penanganan Resiko Bencana.


Bencana kekeringan, banjir, tanah longsor, pencemaran dan kerusakan
lingkungan, merupakan kejadian yang rutin terjadi di Aceh Barat.
Demikian pula bencana gempa bumi, tsunami dan hujan/angin badai
yang dapat terjadi secara insidentil. Selain

itu

terdapat

beberapa

permasalahan lingkungan yang terkait dengan kejadian bencana


seperti:

Tingginya potensi bencana.

Perubahan Iklim (climate change) dengan adanya pemanasan global

Perusakan hutan dan alih fungsi lahan

Masih lemahnya kesadaran hukum.

Sedangkan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko


bencana adalah:

Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana.

Menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup.

Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

11. Ketahanan Pangan Masyarakat.


Jumlah penduduk Aceh Barat yang besar merupakan tantangan yang
besar dalam pembangunan ketahanan pangan. Tingkat permintaan
pangan akan terus naik sehingga dibutuhkan ketertersediaan pangan
yang memadai dari tahun ke tahun. Dengan demikian pembangunan
ketahanan pangan dari sisi aspek ketersediaan pangan dituntut untuk
mampu meningkatkan kapasitas produksi dari waktu ke waktu,

96

sementara di lain pihak ketersediaan lahan baik secara kuantitas


maupun kualitas semakin terbatas.
Permasalahan yang muncul dalam pembangunan ketahanan pangan
masyarakat adalah :

Rendahnya produksi pangan

Meningkatnya jumlah penduduk

Tingginya ketergantungan terhadap beras sebagai pangan pokok

Terkendalanya pendistribusian pangan

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukan upaya-upaya


sebagai berikut:

Meningkatkan ekstensifikasi dan intensifikasi pangan

Pengendalian pertumbuhan penduduk

Diversifikasi pangan

Optimalisasi sistem pendistribusian pangan

12. Peran Masyarakat dalam Pembangunan Perdesaan.


Dalam upaya menumbuhkan kemandirian masyarakat desa dalam
pembangunan,

masyarakat

desa

harus

menjadi

subjek

dari

pembangunan dan bukan menjadi objek pembangunan itu sendiri.


Permasalahan yang masih terjadi dalam pembangunan desa adalah
masih rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan, terbatasnya sumber daya aparatur
gampong, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang belum memadai.
Permasalahan yang dihadapi dalam membangun gampong adalah:

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan

Terbatasnya kualitas SDM

Kurangnya sarana dan prasarana

Untuk mengatasi permasalahan diatas, dilakukan upaya berikut:

Meningkatkan

kesadaran

dan

partisipasi

masyarakat

pembangunan gampong

Peningkatan SDM

Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai

97

dalam

BAB IV
VISI MISI DAERAH

IV.1. VISI
Berdasarkan kondisi masyarakat Kabupaten Aceh Barat saat ini dan
prediksi kondisi yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang
dengan memperhitungkan capaian saat ini, tantangan yang akan dihadapi
berdasarkan isu dan masalah serta kondisi umum daerah yang dimiliki oleh
masyarakat dan pemerintah Kabupaten Aceh Barat serta komitmen atau
amanah konstitusional yang tercantum dalam pembukaan Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang Undang Nomor 24
Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh Dan
Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara, Undang
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh.

Visi

pembangunan

daerah

tahun

20052025

mengarah

pada

pencapaian maksud dan tujuan bersama antara masyarakat dan pemerintah


daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan jangka panjang. Visi
pembangunan daerah tersebut adalah hasil kesepakatan dan telah disetujui
oleh masyarakat melalui penyelenggaraan seminar penyusunan draft RPJPD
yang telah dilaksanakan pada tanggal 20 s/d 30 Oktober 2008 di Meulaboh
dan Musrenbang yang dilaksanakan dari tanggal 1 s/d 4 Oktober 2009 di
Kecamatan Bubon, Kaway XVI, Arongan Lambalek dan Panton Reu.
Maksud penyusunan visi ini adalah agar masyarakat dan pemerintah
memiliki gambaran yang sama mengenai kondisi yang harus dicapai oleh
masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat pada 20 (dua
puluh) tahun yang akan datang, melalui pelaksanaan pembangunan. Tujuan
diperlukannya visi pembangunan agar perencanaan pembangunan dalam
kurun waktu dua puluh tahun kedepan, yaitu dari tahun 2005 sampai
2025, yang disusun oleh Bupati dan Wakil Bupati terpilih, akan mengacu
dan berpedoman serta mengupayakan pencapaian visi tersebut secara
bertahap,

sehingga

dapat

diketahui

tingkat

kemajuan,

kemandirian,

keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan berlandaskan islam yang ingin


dicapai.
Visi pembangunan Kabupaten Aceh Barat tahun 20052025 adalah:
KABUPATEN ACEH BARAT YANG MAJU, MANDIRI,
ADIL, MAKMUR DAN SEJAHTERA BERLANDASKAN ISLAM

98

Visi tersebut adalah kondisi Aceh Barat yang diharapkan lebih maju,
mandiri, adil, makmur dan sejahtera sebagaimana tujuan nasional yang
tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republilk
Indonesia Tahun 1945 serta sejalan dengan visi pembangunan Aceh tahun
2005-2025.
Maju adalah kondisi masyarakat Aceh Barat yang dapat menikmati
standar hidup dan memiliki peradaban yang relatif tinggi. Keadaan ini
ditandai dengan adanya suasana intelektualitas yang bekerja untuk
meningkatkan produktifitas dalam rangka membangun kapasitas dan
kapabilitas mengelola keberlanjutan kehidupan menuju kondisi yang dicitacitakan oleh masyarakat dan pemerintah Aceh Barat.
Mandiri hakikatnya adalah merdeka, yaitu hak setiap orang untuk
menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri
dan masyarakatnya. Oleh karena itu, melalui kemandirian diharapkan
daerah mampu mempersiapkan dinamika kehidupan dan kondisi yang
saling ketergantungan, baik dalam hal konstelasi, pertimbangan, substansi
maupun nilai-nilai mendasar yang mempengaruhinya. Sehingga pemerintah
bersama masyarakat dapat bersama-sama berjuang dengan mengandalkan
pada kemampuan dan kekuatan yang dimiliki, baik lahir maupun batin.
Adil
memberikan

merupakan
sesuatu

konsep
dalam

yang
keadaan

tidak

membeda-bedakan

berimbang.

Artinya

serta
kondisi

pelaksanaan pembangunan di Aceh Barat mampu mengatasi kesenjangan


dan perbedaan yang terjadi dalam masyarakat.
Makmur adalah kondisi masyarakat Aceh Barat yang mampu hidup
dan memenuhi kehidupan yang layak, tidak terbelakang dan dapat
menjalankan aktivitas dengan aman dan damai. Diharapkan masyarakat
Aceh Barat adalah masyarakat yang makmur, berpenghasilan yang cukup,
memiliki pendidikan, lapangan usaha dan lapangan kerja yang layak,
terbebas dari kemiskinan, memiliki rasa kepedulian yang tinggi, memiliki
kualitas kesehatan dan didukung oleh kondisi lingkungan dan perumahan
yang baik.
Sejahtera adalah sebuah kondisi yang diharapkan setiap masyarakat
mampu memenuhi kebutuhan hidup dalam segala aspek kehidupan, baik
ekonomi, sosial dan spiritual. Singkatnya, kesejahteran masyarakat Aceh
Barat diharapkan dapat terwujud dengan diawali dari kemakmuran yang
mampu diraih oleh masyarakat.

99

VI.2. MISI
Dalam mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut ditempuh
melalui 10 (sepuluh) misi pembangunan daerah sebagai berikut:
1.

Mewujudkan

masyarakat

berakhlak

mulia,

bermoral,

beretika,

berbudaya, dan beradab berlandaskan Islam adalah memperkuat jati


diri dan karakter masyarakat melalui pendidikan yang bertujuan
membentuk manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT, mematuhi
aturan hukum, memelihara kerukunan lingkungan dan antar wilayah,
melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial,
menerapkan nilai-nilai luhur budaya dan adat istiadat, dan memiliki
kebanggaan sebagai masyarakat Kabupaten Aceh Barat dalam rangka
memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan
masyarakat.
2.

Mewujudkan

masyarakat

yang

mempunyai

daya-saing

adalah

mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan


berdaya saing; meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek yang
tepat dalam meningkatkan produksi dan mengembangkan inovasi
secara berkelanjutan; membangun infrastruktur yang maju serta
reformasi

di

perekonomian

bidang
local

hukum

berbasis

dan

aparatur;

keunggulan

dan

setiap

memperkuat

wilayah

menuju

keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi,


distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam daerah yang
dimulai dari pedesaan.
3.

Mewujudkan masyarakat demokratis berdasarkan hukum adalah


memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat
peran

masyarakat

otonomi

khusus

sipil;
daerah;

memperkuat
menjamin

kualitas

desentralisasi

pengembangan

media

dan
dan

kebebasan media dalam mengkomunikasikan kepentingan masyarakat;


dan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan
budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak
diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
4.

Mewujudkan Aceh Barat yang aman, damai, dan bersatu adalah


dengan membangun dan memantapkan kemampuan dan meningkatkan
profesionalisme

penegak

Qanun

agar

mampu

melindungi

dan

mengayomi masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan


tindak

kriminalitas

kapabilitas

lembaga

dan

pelanggaran

penegak

hokum

100

syariat
daerah

Islam;
dalam

membangun
penciptaan

keamanan ; serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga


dan memeliharan ketentraman, ketertiban dan keamanan daerah.
5.

Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah


meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial
secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan
wilayah

yang

masih

lemah;

menanggulangi

kemiskinan

dan

pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi


masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan
prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai
aspek termasuk gender.
6.

Mewujudkan Kabupaten Aceh Barat yang asri dan lestari adalah


memperbaiki
menjaga

pengelolaan

keseimbangan

pelaksanaan
antara

pembangunan

pemanfaatan,

yang

dapat

keberlanjutan,

keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup


dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam
kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang
yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial
ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi
sumber

daya

alam

dan

lingkungan

yang

berkesinambungan;

memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup


untuk mendukung perkembangan pembangunan guna mendorong
kualitas kehidupan menuju ketaraf yang lebih baik; memberikan
keindahan

dan

kenyamanan

kehidupan;

serta

meningkatkan

pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal


dasar pembangunan.
7.

Mewujudkan Kabupaten Aceh Barat menjadi daerah yang maju,


mandiri, kokoh dan berbasiskan kepentingan masyarakat adalah
menumbuhkan wawasan luas bagi masyarakat dan pemerintah agar
pembangunan berorientasi pada potensi alam, manusia dan masa depan
; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan
kemajuan melalui pengembangan dan pemertaan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi; mengelola wilayah Kabupaten Aceh Barat
untuk mempertahankan kemakmuran dan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan ; dan membangun ekonomi daerah secara terpadu dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan secara berkelanjutan.

8.

Mewujudkan Kabupaten Aceh Barat yang berperan penting dalam


konstelasi provinsi dan nasional adalah memantapkan Kabupaten

101

Aceh Barat dalam rangka memperjuangkan kepentingan provinsi ;


melanjutkan komitmen antara RI dan GAM berdasarkan MoU Helsinki
dalam rangka pembentukan identitas dan pemantapan integrasi regional
dan nasional ; dan berperan aktif dalam kerja sama internasional,
nasional dan regional dan antarmasyarakat, antarkelompok, serta
antarlembaga

di

berbagai

bidang

sesuia

dengan

peraturan

dan

kewenangan yang ada.


9.

Mewujudkan sistem pengelolaan pemerintah yang sesuai dengan


peraturan, aparatur yang profesional, dengan didukung oleh kontrol
secara berkelanjutan. Implementasinya ditandai oleh; pelaksanaan kerja
pemerintah didasari oleh suatu peraturan yang jelas, terkomunikasikan
dan bertanggungjawab; terciptanya karakter aparat yang egaliter;
transparansi upaya-upaya kontrol yang dilakukan secara internal.

10. Mewujudkan

dan

membuka

peluang

peran

masyarakat

dalam

mengontrol kinerja aparatur pemerintah, ditandai dengan lahirnya


qanun yang memberi peluang terhadap peran masyarakat tersebut;
adanya respon dari masyarakat yaitu terbentukkan CSO dibidang ini;
adanya upaya penghargaan kepada masyarakat yang peduli terhadap
masalah tersebut.

102

BAB V
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

V.1. SASARAN DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN


Sebagai ukuran tercapainya Kabupaten Aceh Barat yang maju,
mandiri, dan adil, dalam pelaksanaan pembangunan daerah dalam 20 tahun
mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai
berikut:

5.1.1. Sasaran Pembangunan Jangka Panjang


5.1.1.1. Terwujudnya masyarakat Kabupaten Aceh Barat yang berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan
Islam ditandai oleh hal-hal berikut:
1. Terwujudnya karakter masyarakat yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan syariat Islam yang
dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat
Kabupaten Aceh Barat yang beragam, beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT, berbudi luhur, bertoleran, bergotong
royong,

berjiwa

patriotik,

berkembang

dinamis,

dan

berorientasi iptek.
2. Semakin berkembangnya budaya masyarakat yang tercermin
dalam

meningkatnya

peradaban,

harkat,

dan

martabat

manusia Kabupaten Aceh Barat, dan menguatnya jati diri dan


kepribadian masyarakat.
3. Mewujudkan

semua

aspek

kehidupan

dan

pelayanan

pemerintah yang bernuansa islami dengan mengoptimalkan


semua kemampuan yang ada.

5.1.1.2. Terwujudnya masyarakat yang mempunyai daya saing untuk


mencapai

masyarakat

yang

lebih

makmur

dan

sejahtera

ditunjukkan oleh hal-hal berikut:


1. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan
berkesinambungan sehingga pendapatan perkapita pada tahun
2025 mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan daerahdaerah

berpenghasilan

menengah,

dengan

tingkat

pengangguran terbuka yang tidak lebih dari 5 persen dan


jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen.

103

2. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran


perempuan dalam pembangunan. Secara umum peningkatan
kualitas sumber daya manusia Kabupaten Aceh Barat ditandai
dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan
indeks

pembangunan

gender

(IPG),

serta

tercapainya

pertumbuhan penduduk yang seimbang.


3. Terbangunnya

struktur

perekonomian

yang

kokoh

berlandaskan keunggulan kompetitif, komperatif dan koperatif


di setiap wilayah Kabupaten Aceh Barat. Sektor pertanian,
dalam arti luas, dan pertambangan menjadi basis aktivitas
ekonomi yang dikelola secara efisien dan ramah lingkungan
sehingga menghasilkan komoditi berkualitas, industri yang
berwawasan agribisnis yang berdaya saing sebagai motor
penggerak perekonomian serta jasa yang perannya meningkat
dengan kualitas pelayanan yang terus meningkat menjadi lebih
bermutu.
4. Tersusunnya jaringan infrastruktur perhubungan yang handal
dan terintegrasi satu sama lain. Terpenuhinya pasokan tenaga
listrik yang handal dan efisien sesuai kebutuhan, termasuk
hampir sepenuhnya elektrifikasi rumah tangga, perdesaan dan
mendukung

dinamika

Terselenggaranya

ekonomi

pelayanan

dapat

telematika

yang

terpenuhi.
efisien

dan

modern guna terciptanya masyarakat informasi.


5. Mampu

mengkonservasi

sumber

daya

air

dan

menjaga

keberlanjutan fungsi sumber daya air.


6. Meningkatnya

profesionalisme

aparatur

daerah

untuk

mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa,


dan bertanggung, serta profesional yang mampu mendukung
pembangunan daerah yang islami.

5.1.1.3. Terwujudnya masyarakat Kabupaten Aceh Barat yang demokratis


berlandaskan hukum dan berkeadilan ditunjukkan oleh hal-hal
berikut:
1. Terciptanya supremasi hukum dan penegakkan hak-hak asasi
manusia yang bersumber pada hukum nasional dan qanun
serta tertatanya sistem hukum daerah yang mencerminkan
kebenaran, keadilan, akomodatif, dan aspiratif. Penegakan

104

hukum tanpa memandang dari segi kedudukan, pangkat, dan


jabatan seseorang demi supremasi hukum dan terciptanya
penghormatan pada hak-hak asasi manusia.
2. Menciptakan

landasan

untuk

memperkuat

kelembagaan

demokrasi.
3. Memperkuat peran masyarakat sipil dan partai politik dalam
kehidupan politik.
4. Menatausahakan lembaga-lembaga dan memantapkan nilainilai demokrasi yang menitikberatkan pada prinsip-prinsip
toleransi, tanpa diskriminasi, dan kemitraan.
5. Terwujudnya

konsolidasi

demokrasi

pada

berbagai

aspek

kehidupan politik yang dapat dilihat dari tolok ukur dengan


adanya pemerintah yang berdasarkan hukum, birokrasi yang
professional dan netral, masyarakat sipil, masyarakat politik
dan

masyarakat

ekonomi

yang

mandiri,

serta

adanya

kemandirian daerah.

5.1.1.4. Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta
terjaganya keutuhan wilayah ditandai oleh hal-hal berikut:
1. Terwujudnya ketentraman, ketertiban dan keamanan daerah
yang

menjamin

martabat

kemanusiaan

dan

keselamatan

masyarakat.
2. Mewujudkan sarana dan prasarana serta SDM aparatur
penegak Qanun, untuk menjamin rasa aman, keadilan dan
kesamaan hak didepan hukum bagi masyarakat.
3. Mewujudkan penguatan lembaga penegakan Qanun, untuk
menjamin

terselenggaranya

pelaksanaan

dan

penerapan

hukum bagi masyarakat

5.1.1.5. Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan


ditandai oleh hal-hal berikut:
1. Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah
diwujudkan
kesejahteraan

dengan

peningkatan

masyarakat,

kualitas

termasuk

hidup

berkurangnya

kesenjangan antar wilayah dalam Kabupaten Aceh Barat.

105

dan

2. Kemandirian bahan pangan dapat dipertahankan pada tingkat


aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya
instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
3. Terpenuhi

kebutuhan

hunian

yang

dilengkapi

dengan

prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat


yang didukung oleh sistem lingkungan yang sehat dan
mewujudkan kota bersih dan rapi tanpa permukiman kumuh.
4. Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai
dengan kehidupan yang layak serta berkelanjutan dan mampu
memberikan nilai tambah bagi masyarakat.

5.1.1.6. Terwujudnya Kabupaten Aceh Barat yang asri dan lestari ditandai
oleh hal-hal berikut:
1. Pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup menjadi lebih baik yang
dicerminkan dengan tetap terjaganya fungsi, daya dukung, dan
kemampuan

pemulihannya

untuk

mendukung

kualitas

kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang dan


lestari.
2. Terpeliharanya

kekayaan

keragaman

jenis

dan

kekhasan

sumber daya alam untuk mewujudkan nilai tambah, daya


saing masyarakat serta modal pembangunan daerah.
3. Meningkatnya

kesadaran,

sikap

mental,

masyarakat

dalam

pengelolaan

sumber

pelestarian

fungsi

lingkungan

hidup

dan

daya
dalam

perilaku
alam

dan

menjaga

kenyamanan dan kualitas kehidupan.

5.1.1.7. Terwujudnya Kabupaten Aceh Barat sebagai daerah mandiri, maju,


kuat di pesisir Barat dan Selatan yang berbasiskan kepentingan
daerah ditandai oleh hal-hal berikut:
1. Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana penghubung
semua daerah dan wilayah dalam

Kabupaten Aceh Barat

dengan daerah lain.


2. Meningkat dan menguatnya kualitas sumber daya manusia di
semua

bidang,

khususnya

pertanian

dalam

arti

luas,

perdagangan dan sebagainya sesuai dengan perkembangan


ilmu pengetahuan dan teknologi.

106

3. Menetapkan Daerah Kabupaten Aceh Barat sebagai pusat asset


Nasional dan terus berkembang dalam hal-hal yang terkait
dalam kerangka pertahanan.
4. Membangun ekonomi pertanian di darat dan laut secara
terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber
kekayaan secara berkelanjutan.
5. Menanggulangi dan mengurangi dampak bencana alam
6. Mengupayakan dan meminimalisir pencemaran lingkungan
laut, darat dan udara pada semua tingkatannya.

5.1.1.8. Terwujudnya peranan Kabupaten Aceh Barat yang meningkat


dalam pergaulan antar daerah ditandai oleh hal-hal berikut:
1. Memperkuat dan mempromosikan identitas daerah sebagai
daerah demokratis dalam tatanan masyarakat antar daerah.
2. Memulihkan posisi penting Kabupaten Aceh Barat sebagai
daerah utama di pesisir barat dan selatan yang ditandai oleh
keberhasilan memberi pelayanan bagi kebutuhan daerah lain.
3. Meningkatkan kepemimpinan dan kontribusi Kabupaten Aceh
Barat dalam berbagai kerja sama antar kabupaten dalam
rangka mewujudkan tatanan hubungan antar daerah yang
produktif, dinamis dan maju bersama.
4. Mewujudkan kemandirian daerah dalam konstelasi lokal dan
regional.
5. Meningkatkan investasi dan mendatangkan para investor
swasta luar dan dalam negeri.

5.1.1.9. Terwujudnya sistem pengelolaan pemerintah yang sesuai dengan


peraturan dan aparatur yang profesional ditandai dengan:
1. Tertatanya

organisasi

pemerintahan

yang

sesuai

dengan

peraturan dan kepentingan daerah serta masyarakat sehingga


mampu

menggerakkan

pemerataan

peluang,

pembangunan
kesempatan

yang

dan

menghasilkan

akses

terhadap

pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani.


2. Terciptanya

pemerintahan

yang

efisien

dan

menghindari

terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak


dinamika produksi dan produktivitas masyarakat;

107

3. Peningkatan peran dan daya guna pengawasan internal yang


persuatif,

korektif

dan

resolutif

sehingga

akan

dapat

meningkatkan perbaikan manajerial, sistem kerja dan birokrasi


pemerintahan yang sederhana, transparan, akuntabel dan
islami.
4. Terdorongnya

fungsional

kinerja

institusi-institusi,

baik

eksekutif, legislatif maupun yudikatif untuk dengan sungguhsungguh melakukan perbaikan-perbaikan pada kinerjanya agar
mampu

merespon,

merencanakan

serta

melaksanakan

aspirasi-aspirasi yang berkembang di kalangan masyarakat.


5. Melakukannya kerja sama dengan para ahli dalam upaya
memperbaiki manajemen dan organisasi pemerintahan, baik
dalam

hal

penganggaran,

pengelolaan

administrasi,

perencanaan,

pelaksanaan

pembangunan,

pengawasan,

pemantauan, pelaporan, evaluasi dalam rangka perbaikan dan


peningkatan kapasitas kinerja dan pelayanan.
6. Tereformasinya sistem pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
yang sistemik, metodologis dan berkelanjutan dengan sebaikbaiknya dengan dasar pada kebutuhan dan perpaduan sistem
dan mekanisme kerja yang terus berkembang, untuk mencapai
efisiensi dan kapasitas kinerja optimal sehingga tercipta sistem
karier yang akuntable dan transparan berdasarkan prestasi
kinerja.

5.1.1.10. Terbukanya peluang dan peran publik dalam mengontrol kinerja


pemerintah:
1. Melaksanakan

sistem

komunikasi

yang

terbuka

dengan

masyarakat dalam rangka transparansi dan pengembangan


kemampuan

kontrol

masyarakat

untuk

berperan

sebagai

pengamat, pemerhati dan pengawas terhadap kinerja aparatur


pemerintah dan pelaksanaan pembangunan, sehingga dapat
mengeliminir

kesalahpahaman

dan

ketidakpercayaan

masyarakat terhadap pemerintahan;


2. Terciptanya suatu regulasi yang memberi peluang kepada
publik untuk mengawasi kinerja pemerintah.

108

3. Memberikan penghargaan kepada masyarakat yang perduli


terhadap isu-isu yang berkembang dalam upaya pelaksanaan
pembangunan.

Untuk mencapai tingkat kemajuan, kemandirian, serta keadilan yang


diinginkan, arah pembangunan jangka panjang selama kurun waktu 20
tahun mendatang adalah sebagai berikut:

5.1.2. Arah Pembangunan Jangka Panjang


5.1.2.1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab yang islami.
Terciptanya kondisi diatas sangat penting bagi terciptanya suasana
kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan
harmonis. Di samping itu, kesadaran akan budaya memberikan
arah bagi perwujudan identitas daerah yang sesuai dengan nilainilai luhur dan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dan
menciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai
kearifan lokal tersebut akan mampu merespon modernisasi dan
berkontribusi secara positif dan produktif sejalan dengan nilai-nilai
kemasyarakatan yang islami. Adapun arahnya adalah:
1. Pembangunan agama diarahkan untuk memantapkan fungsi dan
peran agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam
pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja,
menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna
mencapai kemajuan dalam pembangunan. Di samping itu,
pembangunan agama diarahkan pula untuk meningkatkan
kerukunan hidup antar umat beragama dengan meningkatkan
rasa

saling

menghargai

dan

harmonisasi

antar

kelompok

masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat


yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis.
2. Pembangunan dan pemantapan jati diri masyarakat ditujukan
untuk mewujudkan karakter masyarakat dan sistem sosial yang
berakar, unik, modern, dan unggul. Jati diri tersebut merupakan
kombinasi antara nilai luhur masyarakat, seperti religius,
kebersamaan dan persatuan, serta nilai modern yang universal
yang mencakup etos kerja dan prinsip tata kepemerintahan yang
baik. Pembangunan jati diri masyarakat tersebut dilakukan

109

melalui transformasi, revitalisasi, dan reaktualisasi tata nilai


budaya

masyarakat

yang

mempunyai

potensi

unggul

dan

menerapkan nilai modern yang membangun. Untuk memperkuat


jati diri dan kebanggaan masyarakat, pembangunan budaya dan
adat istiadat.
3. Budaya inovatif yang berorientasi iptek terus dikembangkan agar
masyarakat Kabupaten Aceh Barat

menguasai iptek

serta

mampu berjaya pada era persaingan global. Pengembangan


budaya

iptek

tersebut

dilakukan

dengan

meningkatkan

penghargaan masyarakat terhadap iptek melalui pengembangan


budaya membaca dan menulis, masyarakat pembelajar, yang
cerdas, kritis, dan kreatif dalam rangka pengembangan tradisi
iptek dengan mengarahkan masyarakat dari budaya konsumtif
menuju

budaya

produktif.

Bentuk-bentuk

pengungkapan

kreativitas, antara lain melalui kesenian, tetap didorong untuk


mewujudkan

keseimbangan

aspek

material,

spiritual,

dan

emosional. Pengembangan iptek serta kesenian diletakkan dalam


kerangka

peningkatan

harkat,

martabat,

dan

peradaban

manusia.

5.1.2.2. Mewujudkan masyarakat yang mempunyai daya saing.


Kemampuan masyarakat yang mempunyai daya saing tinggi adalah
kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran masyarakat.
Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Kabupaten Aceh Barat
siap

dalam

menghadapi

tantangan-tantangan

globalisasi

dan

mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk memperkuat daya


saing masyarakat, pembangunan daerah dalam jangka panjang
diarahkan untuk; mengedepankan pembangunan sumber daya
manusia

berkualitas

dan

memiliki

daya

saing;

memperkuat

perekonomian lokal berbasis keunggulan di setiap wilayah menuju


keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem
produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam daerah; meningkatkan
penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan pengetahuan ; dan
membangun infrastruktur yang lengkap ; serta melakukan penataan
dan penerapan hukum atau qanun dan mereformasi aparatur
daerah.

110

1. Memperkuat

perekonomian

domestik

dengan

orientasi

dan

berdaya saing global dengan arah pelaksanaan diantaranya:


a. Perekonomian

dikembangkan

dengan

memperkuat

perekonomian lokal serta berorientasi dan berdaya saing


regional

dan

global.

Untuk

itu

dilakukan

transformasi

bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif


sumber

daya

alam

menjadi

perekonomian

yang

berkeunggulan kompetitif. Interaksi antar wilayah didorong


dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi,
dan pelayanan antar wilayah yang kokoh. Upaya tersebut
dilakukan

dengan

peningkatan

prinsip-prinsip

produktivitas

dasar

wilayah

mengelola

melalui

inovasi,

penguasaan, pengembangan dan penerapan iptek menuju


ekonomi

berbasis

pengetahuan

serta

kemandirian

dan

ketahanan masyarakat secara berkelanjutan ; mengelola


kelembagaan ekonomi yang melaksanakan praktik terbaik
dan kepemerintahan yang baik secara berkelanjutan, dan
mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
b. Perekonomian dikembangkan berlandaskan prinsip demokrasi
ekonomi yang memerhatikan kepentingan wilayah sehingga
terjamin kesempatan berusaha dan bekerja bagi seluruh
masyarakat dan mendorong tercapainya penanggulangan
kemiskinan.

Pengelolaan

kebijakan

memerhatikan

secara

nasional

globalisasi,

dan

perjanjian

ekonomi

kepentingan

cermat

dinamika

komitmen

antar

daerah

perekonomian

daerah

dengan

local,

daerah
dan

perlu

regional,

di

berbagai

mengutamakan

mengutamakan

kelompok

masyarakat yang masih lemah, serta menjaga kemandirian


dan kedaulatan ekonomi masyarakat.
c. Kelembagaan

ekonomi

dikembangkan

sesuai

dinamika

kemajuan ekonomi dengan menerapkan prinsip-prinsip tata


kelola pemerintah yang baik di dalam menyusun kerangka
regulasi

dan

perizinan

yang

efisien,

efektif,

dan

non-

diskriminatif ; menjaga, mengembangkan, dan melaksanakan


iklim

persaingan

usaha

secara

sehat

serta

melindungi

konsumen ; mendorong pengembangan standardisasi produk


dan jasa untuk meningkatkan daya saing ; merumuskan

111

strategi dan kebijakan pengembangan teknologi sesuai dengan


pengembangan ekonomi daerah ; dan meningkatkan daya
saing usaha kecil dan menengah (UKM) di berbagai wilayah
Kabupaten Aceh Barat sehingga menjadi bagian integral dari
keseluruhan

kegiatan

ekonomi

dan

memperkuat

basis

ekonomi dalam daerah.


d. Peranan pemerintah yang efektif dan optimal diwujudkan
sebagai regulator, sekaligus sebagai katalisator pembangunan
di berbagai tingkatan, guna untuk efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik.
e. Struktur

perekonomian

diperkuat

dengan

menempatkan

sektor industri/agrobisnis sebagai motor penggerak yang


didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, dan
pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara
efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan
yang

efektif,

yang

menerapkan

praktik

terbaik

dan

ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi


yang tangguh.
f. Penggunaan iptek untuk ekonomi diarahkan pada inovasi
dalam mendorong pengembangan kegiatan usaha.
g. Ketanagakerjaan

diarahkan

untuk

mendorong

tercipta

lapangan kerja formal serta meningkatkan kesejahteraan


pekerja

informal

dengan

perlindungan

yang

layak,

keselamatan kerja yang memadai, serta terwujudnya proses


penyelesaian persengketaan yang memuaskan semua pihak.
Selain itu, pekerja diharapkan mempunyai produktivitas yang
tinggi sehingga dapat bersaing serta menghasilkan nilai
tambah

yang

tinggi

dengan

pengelolaan

pelatihan

dan

pemberian dukungan bagi program-program pelatihan yang


strategis untuk efektivitas dan efisiensi peningkatan kualitas
tenaga kerja sebagai bagian integral dari investasi sumber
daya

manusia

dan

akan

dibekali

dengan

pengakuan

kompetensi sesuai dinamika kebutuhan persaingan global.


h. Investasi

diarahkan

pertumbuhan

untuk

ekonomi

yang

mendukung
cukup

terwujudnya
tinggi

secara

berkelanjutan dan berkualitas dengan mewujudkan iklim


investasi yang menarik; mendorong penanaman modal dalam

112

dan luar negeri bagi peningkatan daya saing perekonomian


daerah; serta meningkatkan kapasitas infrastruktur fisik dan
pendukung yang memadai. Investasi yang dikembangkan
dalam rangka penyelenggaraan demokrasi ekonomi akan
dipergunakan

sebesar-besarnya

untuk

pencapaian

kemakmuran bagi rakyat.


i. Efisiensi,

modernisasi,

dan

nilai

tambah

sektor

primer

terutama sektor pertanian dalam arti luas dan pertambangan


ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar lokal dan antar
daerah serta untuk memperkuat basis produksi lokal. Hal itu
merupakan

faktor

pembangunan

strategis

perdesaan,

karena

berkenaan

pengentasan

dengan

kemiskinan

dan

keterbelakangan, dan penguatan ketahanan pangan. Semua


itu harus dilaksanakan secara terencana dan cermat untuk
menjamin

terwujudnya

transformasi

seluruh

elemen

perekonomian daerah ke arah lebih maju dan lebih kokoh


pada era globalisasi.
j. Peningkatan

efisiensi,

modernisasi,

dan

nilai

tambah

pertanian dalam arti luas dilakukan untuk meningkatkan


kesejahteraan petani dan nelayan dengan mengembangkan
agribisnis

yang

partisipasi

dinamis

aktif

petani

dan
dan

efisien,

yang

nelayan.

melibatkan

Peningkatan

itu

diselenggarakan melalui revitalisasi kelembagaan pada tingkat


operasional, optimalisasi sumber daya, dan pengembangan
sumber

daya

manusia

pelaku

usaha

agar

mampu

meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas


serta merespon permintaan pasar dan memanfaatkan peluang
usaha. Selain bermanfaat bagi peningkatan pendapatan
masyarakat pedesaan pada umumnya, upaya tersebut dapat
menciptakan diversifikasi perekonomian perdesaan yang pada
gilirannya meningkatkan sumbangan di dalam pertumbuhan
perekonomian daerah. Perhatian perlu diberikan pada upayaupaya pengembangan kemampuan masyarakat, pengentasan
kemiskinan secara terarah, serta perlindungan terhadap
sistem perdagangan dan persaingan yang tidak adil.
k. Pembangunan

industri

diarahkan

untuk

mewujudkan

industri yang berdaya saing, baik di pasar lokal maupun antar

113

daerah, dan terkait dengan pengembangan industri kecil dan


menengah,

dengan

berkeadilan

serta

struktur

industri

mendorong

yang

sehat

perkembangan

dan

ekonomi

pedesaan. Struktur industri dalam hal penguasaan usaha


akan

disehatkan

dengan

meniadakan

praktik-praktik

monopoli dan berbagai distorsi pasar melalui penegakan


persaingan usaha yang sehat dan prinsip-prinsip pengelolaan
usaha yang baik dan benar. Struktur industri dalam hal skala
usaha akan diperkuat dengan menjadikan industri kecil dan
menengah sebagai basis industri daerah yang sehat, sehingga
mampu

tumbuh

dan

terintegrasi

dalam

mata

rantai

pertambahan nilai dengan industri hilir dan industri berskala


sedang dan besar.
l. Dalam rangka memperkuat daya saing perekonomian secara
regional, sektor industri perlu dibangun guna menciptakan
lingkungan usaha mikro (lokal) yang dapat merangsang
tumbuhnya rumpun industri yang sehat dan kuat melalui ;
pengembangan rantai pertambahan nilai dengan diversifikasi
produk (pengembangan ke hilir), pendalaman struktur ke
hulunya, atau pengembangan secara menyeluruh (hulu-hilir) ;
penguatan hubungan antar industri yang terkait secara
horizontal

termasuk

industri

pendukung

dan

industri

komplemen, termasuk dengan jaringan perusahaan multi


wilayah yang terkait, serta penguatan hubungan dengan
kegiatan sektor primer dan jasa yang mendukungnya ; dan
penyediaan berbagai infrastruktur bagi peningkatan kapasitas
kolektif yang antara lain, meliputi sarana dan prasarana fisik
seperti transportasi, komunikasi, energi, serta sarana dan
prasarana teknologi ; prasarana pengukuran, standarisasi,
pengujian, dan pengendalian kualitas ; serta sarana dan
prasarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja.
m. Jasa

infrastruktur

dengan

kebijakan

dan

keuangan

pengembangan

dikembangkan
ekonomi

daerah

sesuai
agar

mampu mendukung secara efektif peningkatan produksi dan


daya saing global dengan menerapkan sistem dan standar
pengelolaan sesuai dengan praktik terbaik (the best practice)
antar wilayah, yang mampu meningkatkan ketahanan serta

114

nilai

tambah

perekonomian

daerah

dan

yang

mampu

mendukung kepentingan strategis di dalam perkembangan


sumber

daya

manusia

dalam

daerah

yang

meliputi

pengembangan keprofesian, penguasaan dan pemanfaatan


kearifan lokal, dan peningkatan kepentingan daerah dalam
pengentasan

kemiskinan

dan

pengembangan

kegiatan

perekonomian perdesaan.
n. Pengembangan perdagangan ke luar negeri untuk lebih
menguntungkan

perekonomian

memaksimalkan

manfaat

daerah

sekaligus

agar

mampu

meminimalkan

efek

negatif dari proses integrasi dengan dinamika globalisasi.


Upaya tersebut diselenggarakan melalui ; penguatan posisi
daerah di dalam berbagai pola kerja sama perdagangan antar
daerah (skala lokal, regional, nasional dan

global) untuk

meningkatkan daya saing dan akses pasar ekspor daerah


sekaligus mengamankan kepentingan strategis daerah dalam
rangka

mengentaskan

kemiskinan,

menurunkan

tingkat

pengangguran, mengembangkan perdesaan, dan melindungi


aktivitas perekonomian daerah dari persaingan dan praktik
perdagangan

antar

daerah

yang

tidak

sehat,

dan

pengembangan citra, standar produk barang dan jasa daerah


yang berkualitas serta fasilitasi perdagangan antar daerah
yang memiliki daya saing.
o. Perdagangan dalam negeri diarahkan untuk memperkokoh
sistem

distribusi

menjamin

daerah

kepastian

yang

efisien

berusaha

dan

efektif

untuk

yang

mewujudkan

berkembangnya lembaga perdagangan yang efektif dalam


perlindungan konsumen dan persaingan usaha secara sehat ;
terintegrasinya

aktivitas

perekonomian

daerah

dan

terbangunnya kesadaran penggunaan produksi dalam daerah


;

meningkatnya

perdagangan

antar

wilayah/daerah

dan

terjaminnya ketersediaan bahan pokok dan barang strategis


lainnya dengan jumlah yang cukup.
p. Kepariwisataan

dikembangkan

agar

mampu

mendorong

kegiatan ekonomi dan meningkatkan citra Kabupaten Aceh


Barat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, serta
memperluas

kesempatan

115

kerja.

Pengembangan

kepariwisataan memanfaatkan keragaman pesona keindahan


alam dan potensi daerah sebagai wilayah wisata bahari,
lingkungan hidup, budaya, religi sejarah secara arif dan
berkelanjutan,

serta

mendorong

kegiatan

ekonomi

yang

terkait dengan pengembangan produksi khas daerah dan


budaya.
q. Pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) diarahkan
agar menjadi pelaku ekonomi yang makin berbasis iptek dan
berdaya saing dengan produk daerah lain, khususnya dalam
menyediakan

barang

dan

jasa

kebutuhan

masyarakat

sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan


dalam perubahan struktural dan memperkuat perekonomian
daerah. Untuk itu, pengembangan UKM dilakukan melalui
peningkatan

kompetensi

perkuatan

kewirausahaan

dan

peningkatan produktivitas yang didukung dengan upaya


peningkatan

adaptasi

terhadap

kebutuhan

pasar,

pemanfaatan hasil inovasi dan penerapan teknologi dalam


iklim usaha yang sehat. Pengembangan UKM secara nyata
akan berlangsung terintegrasi dalam modernisasi agribisnis
dan agroindustri, termasuk yang mendukung ketahanan
pangan, serta perkuatan basis produksi dan daya saing
industri melalui pengembangan sentra industri, alih teknologi
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
r. Sektor keuangan dikembangkan agar senantiasa memiliki
kemampuan

di

pertumbuhan

dalam

dan

mendukung

pemerataan

perkembangan

dinamika

ekonomi

dan
yang

berkualitas serta mampu memiliki daya tahan terhadap


kemungkinan gejolak krisis melalui implementasi sistem
peningkatan dan

kontribusi lembaga jasa keuangan bank

kerakyatan dan non-bank dalam pendanaan pembangunan


terutama peningkatan akses pendanaan bagi keluarga miskin,
baik di perdesaan maupun di perkotaan untuk peningkatan
kualitas

pertumbuhan

jasa

keuangan

daerah.

Dengan

demikian, setiap jenis investasi, baik jangka pendek maupun


jangka panjang, akan memeroleh sumber pendanaan yang
sesuai

dengan

karakteristik

jasa

keuangan.

Selain

itu,

semakin beragamnya lembaga keuangan akan memberikan

116

alternatif pendanaan lebih banyak bagi seluruh lapisan


masyarakat.
s. Perbaikan pengelolaan keuangan daerah bertumpu pada
sistem anggaran yang transparan, bertanggungjawab, dan
dapat menjamin efektivitas pemanfaatan. Dalam rangka
meningkatkan kemandirian, peran keuangan daerah (APBK)
dijaga pada tingkat yang aman. Sementara itu, sumber utama
dalam daerah yang berasal dari sumber yang sah terus
ditingkatkan efektivitasnya. Kepentingan utama pembiayaan
pemerintah adalah penciptaan pembiayaan pembangunan
yang dapat menjamin kemampuan peningkatan pelayanan
publik, baik di dalam penyediaan pelayanan dasar, prasarana
dan

sarana

fisik

serta

ekonomi,

maupun

mendukung

peningkatan daya saing ekonomi.


t. Mengupayakan jasa keuangan untuk kegiatan kerajinan
produk khas daerah.

2. Penggunaan dan Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


dengan arah pelaksanaan diantaranya:
a. Iptek diarahkan untuk dapat digunakan bagi memenuhi
kebutuhan dasar maupun terapan dalam produksi yang
memberikan kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan
daya saing masyarakat melalui peningkatan kemampuan dan
kapasitas iptek yang senantiasa berpedoman pada nilai
agama,

nilai

memerhatikan

budaya,

nilai

sumber

etika,

daya

dan

kearifan

lokal,

kelestarian

serta
fungsi

lingkungan hidup.
b. Penggunaan iptek diarahkan untuk mendukung ketahanan
pangan dan energi ; peningkatan jumlah pemanfaatannya
dalam sektor produksi. Dukungan tersebut dilakukan melalui
pengembangan sumber daya manusia iptek, peningkatan
anggaran untuk pengembangan sinergi kebijakan iptek lintas
sektor, perumusan agenda pemanfaatan iptek yang selaras
dengan

kebutuhan

masyarakat,

produksi

dan

pasar.

Dukungan tersebut dimaksudkan untuk penguatan dalam


rangka mendorong pembangunan ekonomi yang berbasis
pengetahuan. Di samping itu, diupayakan peningkatan kerja

117

sama penelitian domestik dan antar daerah antar lembaga


penelitian dan pengembangan (litbang), perguruan tinggi dan
dunia usaha serta penumbuhan industri baru berbasis
produk litbang.

3. Sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan kemajuan,


dengan arah pelaksanaan diantaranya:
a. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan
kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara
peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan
makin ditingkatkan terutama untuk program-program yang
bersifat

komersial.

Kerja

sama

dengan

swasta

dalam

pembangunan sarana dan prasarana diarahkan untuk ;


menyediakan sarana dan prasarana produksi dan pelayanan
distribusi

komoditi

perdagangan

dan

industri

serta

pergerakan penumpang dan barang, baik dalam lingkup


daerah maupun antar daerah ; menghilangkan kesenjangan
antara pasokan dan kebutuhan serta kualitas tenaga listrik ;
dan memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
b. Pembangunan prasarana sumber daya air diarahkan untuk
mewujudkan fungsi air sebagai sumber daya sosial (social
goods) dan sumber daya ekonomi (economic goods) dan
sumber

daya

energi

(listrik)

yang

seimbang

melalui

pengelolaan yang terpadu, efisien, efektif, berkeadilan, dan


berkelanjutan sehingga dapat menjamin kebutuhan pokok
hidup dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan diwujudkan
melalui

pendekatan

pengelolaan

kebutuhan

(demand

management) yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas


dan

efisiensi

penggunaan,

pengonsumsian

air,

dan

pendekatan pengelolaan pasokan (supply management) yang


ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan keandalan
pasokan

air.

diarahkan
layanan

Pengelolaan

untuk

melalui

prasarana

mewujudkan
kemitraan

sumber

peningkatan

dengan

dunia

daya

air

keandalan

usaha

tanpa

membebani masyarakat, penguatan kelembagaan masyarakat,

118

dan memerhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup.


Selain

itu,

pola

hubungan

hulu-hilir

akan

terus

dikembangkan agar pola pengelolaan yang lebih berkeadilan


dapat

tercapai.

Pengembangan

dan

penerapan

sistem

pemanfaatan terpadu (conjunctive use) antara air permukaan


dan air tanah akan digalakkan terutama untuk menciptakan
sinergi dan menjaga keberlanjutan ketersediaan air tanah.
Pengendalian daya rusak air mengutamakan pendekatan
nonkonstruksi melalui konservasi sumber daya air dan
keterpaduan pengelolaan daerah aliran sungai. Peningkatan
partisipasi masyarakat dan kemitraan di antara pemangku
kepentingan

terus

diupayakan

tidak

hanya

pada

saat

bencana, tetapi juga pada tahap pencegahan serta pemulihan


pascabencana.
c. Pembangunan transportasi diarahkan untuk mendukung
kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan dan
dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah
agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan
antardaerah;

membentuk

dan

memperkukuh

kesatuan

daerah untuk memantapkan pertahanan dan keamanan


daerah; serta membentuk struktur ruang dalam rangka
mewujudkan

sasaran

pembangunan

transportasi

mengembangkan
peraturan

pembangunan

jaringan

daerah.

Untuk

dilaksanakan
pelayanan;

perundang-undangan

yang

itu,

dengan

menyelaraskan
terkait

dengan

penyelenggaraan transportasi yang memberikan kepastian


hukum dan iklim usaha yang kondusif; mendorong seluruh
pemangku

kepentingan

untuk

berpartisipasi

dalam

penyediaan pelayanan; meningkatkan iklim kompetisi secara


sehat agar dapat meningkatkan efisiensi dan memberikan
alternatif bagi pengguna jasa dengan tetap mempertahankan
keberpihakan
pelayanan

pemerintah

umum

yang

sebagai

terjangkau

regulator
kepada

terhadap

masyarakat;

menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah


perkotaan yang didukung pelayanan pengumpan, yang aman,
nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta
bersinergi

dengan

kebijakan

119

tata

guna

lahan;

serta

meningkatkan budaya berlalu lintas yang tertib dan disiplin.


Untuk pelayanan transportasi di daerah perbatasan, terpencil,
dan perdesaan dikembangkan sistem transportasi perintis
yang berbasis masyarakat (community based) dan wilayah.
Untuk

mendukung

penumpang

dan

daya

saing

barang

dan

efisiensi

diarahkan

pada

angkutan

perwujudan

kebijakan yang menyatukan persepsi dan langkah para


pelaku penyedia jasa transportasi dalam konteks pelayanan
transportasi; mempercepat dan memperlancar pergerakan
penumpang

dan

barang

melalui

perbaikan

manajemen

transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan


pada

koridor-koridor

strategis;

meningkatkan

pangsa

angkutan barang melalui angkutan barang konvensional yang


didukung oleh peningkatan peran armada; mengembangkan
sistem transportasi daerah yang andal dan berkemampuan
tinggi

yang

bertumpu

pada

aspek

keselamatan,

dan

keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek


sosial budaya, dan profesionalitas sumber daya manusia
transportasi

serta

menerapkan

dan

mengembangkan

transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah


lingkungan.
d. Pengembangan penggunaaan dan pemanfaatan telematika
diarahkan untuk mendorong terciptanya masyarakat berbasis
informasi (knowledge-based society) dengan pengoptimalan
pembangunan dan pemanfaatan prasarana telematika dalam
penyelenggaraan pembangunan; penerapan konsep teknologi
yang responsif terhadap kebutuhan pasar dan industri
dengan tetap menjaga kebutuhan dan mendayagunakan
sistem yang telah ada; peningkatan sinergi dan integrasi
prasarana
peningkatan

jaringan

menuju

pengetahuan

dan

next

generation

pemahaman

network;

masyarakat

terhadap potensi pemanfaatan telematika serta pemanfaatan


dan pengembangan aplikasi berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
e. Pengembangan

sarana

dan

prasarana

energi

dan

ketenagalistrikan diarahkan pada sarana dan prasarana


energi untuk meningkatkan akses dan pelayanan konsumen

120

terhadap

energi

melalui

pengembangan

kemampuan

pemenuhan kebutuhan tenaga listrik daerah secara memadai


dan

dapat

memiliki

penggunaan

kehandalan

pembangkit

yang

tinggi

melalui

atau

solar;

mikrohidro

pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang memiliki


sistem

tata

kelembagaan

mengoptimalkan

dalam

yang

sistem

dan

terstruktur
proses

dengan

pengelolaan

ketenagalistrikan yang berfungsi secara efisien, produktif, dan


profesional, sehingga dapat memberikan peluang yang lebih
luas dan kondusif bagi investasi swasta yang terpisah dari
misi sosial, serta mampu melibatkan secara luas peran
pemerintah daerah, khususnya untuk wilayah nonkomersial;
pengembangan diversifikasi energi untuk pembangkit listrik
yang baru terutama pada pembangkit listrik yang berbasis
batubara.
f. Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi
diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya,
seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan
jasa

sebagai

Pemenuhan

upaya

mendorong

kebutuhan

pertumbuhan

tersebut

dilakukan

ekonomi.
melalui

pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach)


dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam
dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

4. Reformasi Hukum dan Birokrasi, dengan arah pelaksanaan


diantaranya:
a. Pembangunan

hukum

diarahkan

untuk

mendukung

terwujudnya penerapatn syariat Islam dan pertumbuhan


ekonomi yang berkelanjutan; mengatur permasalahan yang
berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia usaha dan dunia
industri; serta menciptakan kepastian investasi, terutama
penegakan dan perlindungan hukum. Penegakan hukum juga
diarahkan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya
tindak

pidana

korupsi

serta

mampu

menangani

dan

menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait


kolusi, korupsi, nepotisme (KKN). Pembangunan hukum

121

dilaksanakan melalui pembaruan materi hukum (qanun)


dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum
yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk
meningkatkan

kepastian

dan

perlindungan

hukum,

penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia (HAM),


kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan
keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam
rangka penyelenggaraan daerah yang makin tertib, teratur,
lancar, serta berdaya saing global.
b. Pembangunan aparatur daerah dilakukan melalui reformasi
birokrasi

untuk

meningkatkan

profesionalisme

aparatur

daerah dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik


di

daerah

agar

mampu

mendukung

keberhasilan

pembangunan di bidang-bidang lainnya.

5.1.2.3. Mewujudkan Kabupaten Aceh Barat yang demokratis berlandaskan


hukum
Demokratis

yang

berlandaskan

hukum

merupakan

landasan

penting untuk mewujudkan pembangunan Kabupaten Aceh Barat


yang maju, mandiri dan adil. Demokrasi dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan
memaksimalkan

potensi

masyarakat,

serta

meningkatkan

akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan daerah.


Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan munculnya
aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan
serta memastikan terlaksananya keadilan untuk semua masyarakat
daerah tanpa memandang dan membedakan kelas social dan
gender.

Hukum

yang

ditaati

dan

diikuti

akan

menciptakan

ketertiban dan keterjaminan hak-hak dasar masyarakat secara


maksimal.
Untuk mewujudkan Kabupaten Aceh Barat yang demokratis dan
adil dilakukan dengan memantapkan kelembagaan demokrasi yang
lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil sehingga proses
pembangunan partisipatoris yang bersifat bottom up bisa berjalan;
menumbuhkan masyarakat tanggap (responsive community) yang
akan mendorong semangat sukarela (spirit of voluntarism) yang
sejalan

dengan

makna

gotong

122

royong;

memperkuat

kualitas

desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin perkembangan dan


kebebasan

media

masyarakat;

dalam

melakukan

mengomunikasikan

pembenahan

struktur

kepentingan
hukum

dan

meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil,


konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
1. Penyempurnaan struktur politik yang dititikberatkan pada proses
kelembagaan demokrasi dilakukan dengan mempromosikan dan
menyosialisasikan

pentingnya

keberadaan

sebuah

aturan

(qanun) yang kuat dan memiliki kredibilitas tinggi sebagai


pedoman dasar bagi sebuah proses demokratisasi berkelanjutan ;
menata hubungan antar kelembagaan politik dalam kehidupan
berdaerah;

meningkatkan

kinerja

lembaga-lembaga

penyelenggara daerah dalam menjalankan kewenangan dan


fungsi-fungsi

yang

diberikan

oleh

peraturan

perundangan;

memantapkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah


(implementasi

MoU

Helsinki

seutuhnya)

dengan

mencegah

disintegrasi wilayah dan perpecahan masyarakat; melaksanakan


rekonsiliasi

di

pelembagaan

daerah

demokrasi

secara
lebih

tuntas;
lanjut

dan

menciptakan

untuk

mendukung

berlangsungnya konsolidasi demokrasi secara berkelanjutan.


2. Penataan peran daerah dan masyarakat dititikberatkan pada
pembentukan kemandirian dan kedewasaan masyarakat serta
pembentukan masyarakat madani yang kuat dalam bidang
ekonomi dan pendidikan. Di samping itu, penataan peran daerah
dan masyarakat diarahkan pada penataan fungsi-fungsi yang
positif dari pranata-pranata kemasyarakatan, lembaga adat, dan
partai politik untuk membangun kemandirian masyarakat dalam
mengelola berbagai potensi konflik sosial yang dapat merusak
serta memberdayakan berbagai potensi positif masyarakat bagi
pembangunan. Upaya untuk mendorong perwujudan masyarakat
sipil yang kuat perlu juga memerhatikan pengaruh pasar dalam
kehidupan sosial politik daerah agar tidak terjadi ekses-ekses
negatif dan kesenjangan sosial yang merugikan kehidupan
masyarakat.
3. Penataan

proses

politik

pengalokasian/representasi
meningkatkan

secara

terus

123

yang

dititikberatkan

kekuasaan

diwujudkan

menerus

kualitas

pada
dengan

proses

dan

mekanisme seleksi publik yang lebih terbuka bagi para pejabat


politik dan publik serta mewujudkan komitmen politik yang tegas
terhadap pentingnya kebebasan media massa serta keleluasaan
berserikat, berkumpul, dan berpendapat setiap masyarakat
daerah berdasarkan aspirasi masing-masing.
4. Pengembangan
penanaman

budaya

nilai-nilai

politik

yang

demokratis

dititikberatkan

yang

Islami,

pada

diupayakan

melalui penciptaan kesadaran budaya dan penanaman nilai-nilai


politik demokratis, terutama penghormatan nilai-nilai HAM,
nilai-nilai persamaan, anti kekerasan, serta nilai-nilai toleransi,
melalui berbagai wacana dan media serta upaya mewujudkan
berbagai wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai
pentingnya memelihara persatuan masyarakat.
5. Peningkatan peranan komunikasi dan informasi yang ditekankan
pada

pencerdasan

masyarakat

dalam

kehidupan

politik

dilakukan dengan mewujudkan kebebasan pers yang lebih


mapan, terlembaga serta menjamin hak masyarakat luas untuk
berpendapat dan mengontrol jalannya penyelenggaraan daerah
secara

cerdas

dan

demokratis;

mewujudkan

pemerataan

informasi yang lebih besar dengan mendorong munculnya mediamedia massa daerah yang independent; mewujudkan regulasi
yang lebih besar dalam bidang penyiaran sehingga dapat lebih
menjamin pemerataan informasi secara daerah dan mencegah
monopoli

informasi;

menciptakan

jaringan

informasi

yang

bersifat interaktif antara masyarakat dan kalangan pengambil


keputusan politik untuk menciptakan kebijakan yang lebih
mudah

dipahami

teknologi

masyarakat

informasi

dan

luas;

menciptakan

komunikasi

yang

jaringan
mampu

menghubungkan seluruh link informasi yang ada di pelosok


sebagai suatu kesatuan yang mampu mengikat dan memperluas
integritas

masyarakat;

informasi

dan

memberikan

memanfaatkan

komunikasi

informasi

yang

secara
lebih

jaringan

efektif

teknologi

agar

mampu

komprehensif

kepada

masyarakat supaya tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat


meletakkan Kabupaten Aceh Barat pada posisi politik yang
menyulitkan serta meningkatkan peran lembaga independen di
bidang komunikasi dan informasi untuk lebih mendukung proses

124

pencerdasan

masyarakat

dalam

kehidupan

politik

dan

perwujudan kebebasan pers yang lebih mapan.


6. Pembangunan

hukum

diarahkan

pada

makin

terwujudnya

sistem hukum daerah yang mantap bersumber pada syariat


Islam, Undang Undang Dasar 1945, Undang Undang Nomor 11
Tahun 2006 dan peraturan lain yang berlaku, mencakup
pembangunan materi hukum, struktur hukum termasuk aparat
hukum, sarana dan prasarana hukum; perwujudan masyarakat
yang mempunyai kesadaran dan budaya hukum yang tinggi
dalam rangka mewujudkan daerah hokum; serta penciptaan
kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis. Pembangunan
hukum dilaksanakan melalui pembaruan hukum dengan tetap
memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan
pengaruh

globalisasi

sebagai

upaya

untuk

meningkatkan

kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan


HAM,

kesadaran

berintikan

hukum,

keadilan

dan

serta

pelayanan

kebenaran,

hukum

yang

ketertiban,

dan

kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan daerah yang makin


tertib dan teratur sehingga penyelenggaraan pembangunan
daerah akan makin lancar.
7. Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan
pembaruan produk hukum untuk menggantikan (qanun) lama
agar lebih mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan
masyarakat Kabupaten Aceh Barat serta mampu mendorong
tumbuhnya

kreativitas

dan

melibatkan

masyarakat

untuk

mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan


pembangunan daerah, yang mencakup perencanaan hukum,
pembentukan hukum, penelitian dan pengembangan hukum. Di
sisi lain, perundang-undangan yang baru juga harus mampu
mengisi

kekurangan/kekosongan

hukum

sebagai

pengarah

dinamika lingkungan strategis yang sangat cepat berubah.


Perencanaan hukum sebagai bagian dari pembangunan materi
hukum harus diselenggarakan dengan memerhatikan berbagai
aspek yang memengaruhi, baik di dalam masyarakat sendiri
maupun dalam pergaulan masyarakat dengan masyarakat lain
yang dilakukan secara terpadu dan meliputi semua bidang
pembangunan sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat

125

memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dan daerah serta


dapat

mengantisipasi

perkembangan

zaman.

Pembentukan

hukum diselenggarakan melalui proses terpadu dan demokratis


sehingga

menghasilkan

produk

hukum

(qanun)

beserta

peraturan dibawahnya yang dapat diaplikasikan secara efektif


dengan didukung oleh pengembangan hukum yang didasarkan
pada

aspirasi

dan

kebutuhan

masyarakat.

Pengembangan

hukum diarahkan pada semua aspek kehidupan sehingga


hukum daerah selalu dapat mengikuti perkembangan dan
dinamika

pembangunan

yang

sesuai

dengan

aspirasi

masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun masa depan.


Untuk meningkatkan kualitas pengembangan hukum diperlukan
kerja sama dengan berbagai komponen lembaga terkait, baik di
dalam maupun di luar daerah.
8. Pembangunan struktur hukum diarahkan untuk memantapkan
dan mengefektifkan berbagai lembaga daerah, aparatur penegak
hukum (qanun) mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya
secara profesional. Kualitas dan kemampuan aparatur hukum
dikembangkan melalui peningkatan kualitas dan profesionalisme
melalui sistem pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum yang
akomodatif terhadap setiap perkembangan pembangunan serta
pengembangan sikap aparatur hukum yang menunjung tinggi
kejujuran, kebenaran, keterbukaan dan keadilan, bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme, serta bertanggung dalam bentuk
perilaku yang teladan. Aparatur hukum dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya secara profesional perlu didukung oleh
sarana dan prasarana hukum yang memadai serta diperbaiki
kesejahteraannya agar di dalam melaksanakan tugas dan
kewajiban aparatur hukum dapat berjalan dengan baik dan
terhindar dari pengaruh dan intervensi pihak-pihak dalam
bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme.
9. Mendukung penerapan dan penegakan hukum dan hak asasi
manusia (HAM) dilaksanakan secara tegas, lugas, profesional,
dan

tidak

diskriminatif

dengan

tetap

berdasarkan

pada

penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM), keadilan,


dan kebenaran, terutama dalam penyelidikan, penyidikan, dan
persidangan

yang

transparan

126

dan

terbuka

dalam

rangka

mewujudkan tertib sosial dan disiplin sosial sehingga dapat


mendukung pembangunan serta memantapkan stabilitas daerah
yang mantap dan dinamis. Penegakan hukum dan hak-hak asasi
manusia (HAM) dilakukan terhadap berbagai tindak pidana,
terutama yang akibatnya dirasakan langsung oleh masyarakat
luas, antara lain kesalahan kebijakan masa lalu, tindak pidana
korupsi, kerusakan lingkungan, dan penyalahgunaan narkotika.
10. Peningkatan

perwujudan

masyarakat

yang

mempunyai

kesadaran hukum yang tinggi terus ditingkatkan dengan lebih


memberikan akses terhadap segala informasi yang dibutuhkan
oleh masyarakat, dan akses kepada masyarakat terhadap
pelibatan

dalam

berbagai

proses

pengambilan

keputusan

pelaksanaan pembangunan daerah sehingga setiap anggota


masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya
sebagai masyarakat daerah. Akibatnya, akan terbentuk perilaku
masyarakat daerah Kabupaten Aceh Barat yang mempunyai rasa
memiliki dan taat hukum. Peningkatan perwujudan masyarakat
yang mempunyai kesadaran hukum yang tinggi harus didukung
oleh

pelayanan

dan

bantuan

hukum

dengan

biaya

yang

terjangkau, proses yang tidak berbelit, dan penetapan putusan


yang mencerminkan rasa keadilan.
11. Penuntasan

penanggulangan

penyalahgunaan

kewenangan

aparatur daerah dicapai dengan penerapan prinsip-prinsip tata


pemerintahan yang baik pada semua tingkat, lini pemerintahan,
dan semua kegiatan; pemberian sanksi yang seberat-beratnya
kepada

pelaku

penyalahguna

kewenangan

sesuai

dengan

ketentuan yang berlaku; peningkatan intensitas dan efektivitas


pengawasan aparatur daerah melalui pengawasan internal,
pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat; serta
peningkatan etika birokrasi dan budaya kerja serta pengetahuan
dan pemahaman para penyelenggara daerah terhadap prinsipprinsip ketatapemerintahan yang baik.

5.1.2.4. Mewujudkan Kabupaten Aceh Barat Yang Aman, Damai Dan


Bersatu
Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial,
ekonomi, dan budaya yang ada, masyarakat dan daerah Kabupaten

127

Aceh Barat memerlukan kemampuan menjaga daerah dari gejolak


yang

tidak

dikehendaki.

Adanya

gangguan

keamanan

dalam

berbagai bentuk kejahatan dan potensi konflik horisontal akan


meresahkan dan berakibat pada pudarnya rasa aman masyarakat.
Terjaminnya

ketentraman,

ketertiban,

keamanan

dan

keharmoonisan bagi masyarakat merupakan syarat penting bagi


terlaksananya pembangunan di berbagai bidang.
1. Keamanan

daerah

diwujudkan

melalui

keterpaduan

pembangunan keamanan dalam daerah, dan pembangunan


keamanan sosial yang diselenggarakan berdasarkan kondisi
geografi, demografi, sosial, dan budaya serta berwawasan islami.
2. Pembangunan keamanan yang mencakup sistem dan strategi
pengamanan melalui implementasi dan penegakan qanun yang
konsekuen dan konsisten.
3. Sistem dan strategi pengamanan daerah secara terus menerus
disempurnakan
swadaya

untuk

masyarakat,

mewujudkan
sehingga

sistem

masyarakat

pengamanan

secara

mandiri

mampu menciptakan ketentraman dan ketertibannya sendir.


4. Struktur penentraman dan penertiban ini diarahkan untuk dapat
menangani berbagai kemungkinan tantangan, permasalahan
aktual dan pembangunan kapabilitas jangka panjang yang sesuai
dengan

kondisi

dinamika

masyarakat

dan

memberikan

dukungan operasi bersama antar wilayah.


5. Peningkatan

profesionalisme

aparatur

penegak

hukum

dilaksanakan dengan tetap menjaga pengembangan sumber daya


manusia dan pembangunan sarana dan prasarana, dengan
memenuhi kecukupan jumlah personil selalu terlatih; memiliki
penguasaan operasional dan kewenagan yang handal;
6. Peningkatan kondisi dan jumlah sarana dan prasarana aparatur
penegak hukum dilakukan untuk dapat melampaui kebutuhan
minimal. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana dipenuhi
secara bertahap sejalan dengan kemampuan keuangan daerah.
7. Pemberdayaan masyarakat agar terlibat dalam menjaga dan
mempertahankan tingkat ketentraman dan ketertiban yang telah
dicapai atau untuk mengatasi akselerasi gangguan temporer
terus ditingkatkan dalam proses yang bersifat kontinyu maupun
terobosan.

Peningkatan

kemampuan

128

masyarakat

tersebut

meliputi penguasaan kemampuan pemanfaatan kondisi sumber


daya alam dan buatan, sinkronisasi pembangunan sarana dan
prasarana daerah terhadap kepentingan kantrantibmas

dan

mendorong partisipasi masyarakat madani dalam penyusunan


kebijakan.
8. Perlindungan wilayah laut Kabupaten Aceh Barat ditingkatkan
dalam upaya melindungi sumber daya laut bagi kemakmuran
rakyat. Perlindungan terhadap wilayah yurisdiksi laut Kabupaten
Aceh

Barat

dilakukan

dengan

meningkatkan

kesadaran

masyarakat terhadap hukum kelautan dan aparatur akan


melakukan

pengawasan

dan

penegakan

hukum

serta

meningkatkan kemampuan deteksi dan penangkalan di laut.


9. Pembangunan

keamanan

diarahkan

untuk

meningkatkan

profesionalisme dan kerjasama aparatur daerah maupun Polri


beserta

institusi

terkait

dan

masyarakat

dengan

masalah

keamanan dalam rangka mewujudkan terjaminnya keamanan


dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta
terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
masyarakat.
10. Peningkatan

profesionalisme

pembangunan

kompetensi

tersebut

pelayanan

dicapai

inti,

melalui

perbaikan

rasio

aparatur terhadap penduduk, pembinaan sumber daya manusia,


pemenuhan kebutuhan sarana serta peningkatan pengawasan
dan

mekanisme

kontrol

masyarakat

terhadap

lembaga

penegakan qanun. Arah pengembangan organisasi dan fungsi


kepolisian
lingkungan

daerah

disesuaikan

strategis

faktor

dengan

pengendali

perubahan

kondisi

utamanya

adalah

antisipasi perkembangan karakter kewilayahan dan faktor-faktor


demografis. Profesionalisme sumber daya manusia kepolisian
daerah ditingkatkan melalui penyempurnaan seleksi, perbaikan
pendidikan dan pelatihan. Peningkatan profesionalisme tersebut
diikuti oleh peningkatan bertahap kesejahteraan aparat melalui
kenaikan

penghasilan,

penyediaan

dan

fasilitasi

jaminan

kesehatan, dan tunjangan lainnya yang dibutuhkan. Peran serta


masyarakat dalam penciptaan keamanan masyarakat akan
dibangun melalui mekanisme perlindungan masyarakat (Linmas)
agar masyarakat turut bertanggung dan berperan aktif dalam

129

penciptaan keamanan dan ketertiban dalam bentuk kerja sama


dan kemitraan dengan aparat polisi daerah yang ada dalam
menjaga keamanan dan ketertiban.
11. Peningkatan profesionalisme intelijen sospol dalam mendeteksi
pencegahan berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan
gangguan yang berpengaruh terhadap kepentingan keamanan,
pembangunan dan penegakan hukum di daerah.

5.1.2.5. Mewujudkan Pembangunan Yang Lebih Merata Dan Berkeadilan


Pembangunan yang merata dan dapat dinikmati oleh seluruh
komponen masyarakat di berbagai wilayah Kabupaten Aceh Barat
dengan

meningkatkan

pembangunan,

partisipasi

mengurangi

aktif

masyarakat

dalam

gangguan

keamanan,

serta

menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Kabupaten


Aceh Barat yang maju, mandiri dan adil.
1. Pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan
potensi dan peluang keunggulan sumberdaya darat dan/atau
laut,

serta memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan

dan daya dukung lingkungan. Tujuan utama pengembangan


wilayah adalah peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat serta pemerataannya. Pelaksanaan pengembangan
wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi
dengan

semua

rencana

pembangunan

sektor

dan

bidang.

Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronisasikan ke


dalam rencana tata ruang yang konsisten, baik materi maupun
jangka waktunya.
2. Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah
strategis

dan

cepat

tumbuh

didorong

sehingga

dapat

mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam


suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis,
tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi
lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai
proses industri dan distribusi. Upaya itu dapat dilakukan melalui
pengembangan

produk

unggulan

daerah,

serta

mendorong

terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja


sama antarsektor, antar wilayah, dunia usaha, dan masyarakat
dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah.

130

3. Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan


wilayah-wilayah

tertinggal

dan

terpencil

sehingga

wilayah-

wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih


cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya
dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu
dilakukan, selain dengan pemberdayaan masyarakat secara
langsung

melalui

skema

pemberian

dana

alokasi

khusus,

termasuk jaminan pelayanan publik dan keperintisan, perlu pula


dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan
wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu sistem
wilayah pengembangan ekonomi.
4. Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah
arah

kebijakan

pembangunan

yang

selama

ini

cenderung

berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga


dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan
perdagangan dengan daerah tetangga. Pendekatan pembangunan
yang

dilakukan

dengan

menggunakan

pendekatan

kesejahteraan.
5. Pembangunan

menengah

dan

kecil

diseimbangkan

pertumbuhannya dengan mengacu pada sistem pembangunan


perkotaan daerah yang telah lama ada. Upaya itu diperlukan
untuk mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak
terkendali

(urban

sprawl

&

conurbation)

serta

untuk

mengendalikan arus migrasi masuk langsung dari desa ke kota,


dengan cara menciptakan kesempatan kerja, termasuk peluang
usaha, di kota-kota menengah dan kecil, terutama di pedesaan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan keterkaitan
kegiatan ekonomi sejak tahap awal antar kota dan pedesaan.
6. Pertumbuhan

kota-kota

dikendalikan

dalam

suatu

sistem

wilayah pembangunan kota yang kompak, nyaman, efisien dalam


pengelolaan,

serta

mempertimbangkan

pembangunan

yang

berkelanjutan melalui penerapan manajemen perkotaan yang


meliputi optimasi dan pengendalian pemanfaatan ruang serta
pengamanan zona penyangga di sekitar kota inti dengan
penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran
dan fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar
kota-kota tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat

131

tinggal (dormitory town) saja, tetapi juga menjadi kota mandiri;


pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan
seperti industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan
industri telematika serta peningkatan kemampuan keuangan
daerah perkotaan; perevitalan kawasan kota yang meliputi
pengembalian fungsi kawasan melalui pembangunan kembali
kawasan; peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya;
serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama
pengembangan sistem lalulintas yang aman, nyaman dan indah.
7. Percepatan

pembangunan

kota-kota

kecil

dan

menengah

ditingkatkan, terutama di pedalaman, sehingga diharapkan


dapat

menjalankan

pembangunan
maupun

perannya

wilayah-wilayah

dalam

melayani

sebagai
di

motor

sekitarnya

kebutuhan

penggerak
(pedesaaan)

masyarakat

kotanya

(ibukota kecamatan atau kabupaten). Pendekatan pembangunan


yang

perlu

dilakukan,

antara

lain,

memenuhi

kebutuhan

pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota masingmasing.


8. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan
dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan didorong secara
sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan merupakan backward
linkages dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam
suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi. Peningkatan
keterkaitan

tersebut

memerlukan

adanya

perluasan

dan

diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (nonpertanian)


di pedesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan.
9. Pembangunan
agroindustri

perdesaan
padat

didorong

pekerja,

melalui

terutama

bagi

pengembangan
kawasan

yang

berbasiskan pertanian dan kelautan; peningkatan kapasitas


sumber

daya

manusia

di

perdesaan

khususnya

dalam

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; pengembangan


jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan
perdesaan

dan

kota-kota

kecil

terdekat

dalam

upaya

menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling


komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses
informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja,
dan teknologi ; pengembangan social capital dan human capital

132

yang belum tergali potensinya sehingga kawasan perdesaan tidak


semata-mata mengandalkan sumber daya alam saja; intervensi
harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk
pertanian, terutama terhadap harga dan upah.
10. Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial
bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor, maupun
wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan
berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara
hierarki. Dalam rangka mengoptimalkan penataan ruang perlu
ditingkatkan

kompetensi

sumber

daya

manusia

dan

kelembagaan di bidang penataan ruang; kualitas rencana tata


ruang dan efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam
perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan
ruang.
11. Menerapkan sistem pengelolaan pertanahan yang efisien, efektif,
serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah
dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan
demokrasi.

Selain

itu,

perlu

dilakukan

penyempurnaan

penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah


melalui perumusan berbagai aturan pelaksanaan land reform
agar masyarakat golongan ekonomi lemah dapat lebih mudah
mendapatkan hak atas tanah. Selain itu, menyempurnakan
sistem

hukum

inventarisasi
undangan

dan

dan

adat,

hukum

penyempurnaan

pertanahan

masyarakat

produk

dengan

serta

pertanahan

peraturan

melalui

perundang-

mempertimbangkan

peningkatan

upaya

aturan

penyelesaian

sengketa pertanahan baik melalui kewenangan administrasi,


peradilan, maupun adanya alternatif penyelesaian perselisihan
(alternative dispute resolution).

Selain

penyempurnaan

pertanahan

kelembagaan

itu,

akan

dilakukan

sesuai

dengan

semangat otonomi daerah, terutama yang berkaitan dengan


peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang pertanahan
di daerah.
12. Kapasitas pemerintah daerah terus dikembangkan melalui
peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah, kapasitas
kelembagaan

pemerintah

daerah,

kapasitas

keuangan

pemerintah daerah, serta kapasitas lembaga legislatif daerah.

133

Selain itu, pemberdayaan masyarakat akan terus dikembangkan


melalui

peningkatan

pengetahuan

dan

keterampilan;

peningkatan akses pada modal usaha dan sumber daya alam;


pemberian kesempatan luas untuk menyampaikan aspirasi
terhadap kebijakan dan peraturan yang menyangkut kehidupan
mereka; serta peningkatan kesempatan dan kemampuan untuk
mengelola

usaha

ekonomi

produktif

yang

mendatangkan

kemakmuran dan mengatasi kemiskinan.


13. Peningkatan kerja sama antar daerah akan terus ditingkatkan
dalam rangka memanfaatkan keunggulan komparatif maupun
kompetitif setiap daerah; menghilangkan ego pemerintah daerah
yang berlebihan; serta menghindari timbulnya inefisiensi dalam
pelayanan publik. Pembangunan kerja sama antar daerah
melalui sistem jejaring antar daerah akan sangat bermanfaat
sebagai sarana berbagi pengalaman, berbagi keuntungan dari
kerja sama, maupun berbagi tanggung jawab pembiayaan secara
proporsional,

baik

dalam

pembangunan

dan

pemeliharaan

sarana dan prasarana maupun dalam pembangunan lainnya.


14. Sistem ketahanan pangan diarahkan untuk menjaga ketahanan
dan

kemandirian

kemampuan
ketahanan

pangan

produksi
pangan

daerah

lokal

yang

yang

mampu

dengan

mengembangkan

didukung
menjamin

kelembagaan
pemenuhan

kebutuhan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga, baik


dalam

jumlah,

mutu,

keamanan,

maupun

harga

yang

terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang


beragam sesuai dengan keragaman lokal.
15. Koperasi yang didorong berkembang luas sesuai kebutuhan
menjadi wahana yang efektif untuk meningkatkan posisi tawar
dan efisiensi kolektif para anggotanya, baik produsen maupun
konsumen di berbagai sektor kegiatan ekonomi sehingga menjadi
gerakan ekonomi yang berperan nyata dalam upaya peningkatan
kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Sementara itu,
pemberdayaan usaha mikro menjadi pilihan strategis untuk
meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat berpendapatan
rendah dalam rangka mengurangi kesenjangan pendapatan dan
kemiskinan

melalui

peningkatan

134

kapasitas

usaha

dan

ketrampilan

pengelolaan

usaha

serta

sekaligus

mendorong

adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha.


16. Dalam

rangka

pembangunan

berkeadilan,

pembangunan

kesejahteraan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian


yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang
beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang
tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
17. Pembangunan kesejahteraan sosial dalam rangka memberikan
perlindungan

pada

kelompok

masyarakat

yang

kurang

beruntung disempurnakan melalui penguatan lembaga jaminan


sosial yang didukung oleh peraturan-peraturan perundangan,
pendanaan, serta sistem nomor induk kependudukan (NIK).
Pemberian

jaminan

mempertimbangkan

sosial

budaya

dilaksanakan

dan

kelembagaan

dengan

yang

sudah

berakar di masyarakat.
18. Sistem perlindungan dan jaminan sosial disusun, ditata, dan
dikembangkan

untuk

memastikan

dan

memantapkan

pemenuhan hak-hak rakyat akan pelayanan sosial dasar. Sistem


jaminan sosial daerah (SJSN) yang sudah disempurnakan
bersama

sistem

perlindungan

sosial

daerah

(SPSN)

yang

didukung oleh peraturan perundangundangan dan pendanaan


serta

sistem

Nomor

Induk

Kependudukan

(NIK)

dapat

memberikan perlindungan penuh kepada masyarakat luas.


secara bertahap sehingga Pengembangan SPSN dan SJSN
dilaksanakan dengan memperhatikan budaya dan sistem yang
sudah berakar di kalangan masyarakat luas.
19. Pemenuhan

perumahan

beserta

prasarana

dan

sarana

pendukungnya diarahkan pada penyelenggaraan pembangunan


perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak yang didukung
oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan
berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri,
dan efisien; penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta
prasarana dan sarana pendukungnya bagi penduduk miskin dan
ekonomi lemah, agar mampu membangkitkan potensi sumber
daya manusia

dan berdaya guna dilapangan kerja, untuk

meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan


pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan

135

sarana

pendukungnya

yang

memperhatikan

fungsi

dan

keseimbangan lingkungan hidup.


20. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air
minum dan sanitasi diarahkan pada peningkatan kualitas
pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air
minum dan sanitasi; pemenuhan kebutuhan minimal air minum
dan sanitasi dasar bagi masyarakat; penyelenggaraan pelayanan
air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional dan
penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan
air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
21. Penanggulangan kemiskinan diarahkan pada penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara
bertahap

dengan

mengutamakan

nondiskriminasi.

Sejalan

dengan

prinsip
proses

kesetaraan

dan

demokratisasi,

pemenuhan hak dasar rakyat diarahkan pada peningkatan


pemahaman tentang pentingnya mewujudkan hak-hak dasar
rakyat. Kebijakan penanggulangan kemiskinan juga diarahkan
pada

peningkatan

sebagai

bagian

mutu

dari

penyelenggaraan

upaya

pemenuhan

otonomi
hak-hak

daerah
dasar

masyarakat miskin.

5.1.2.6. Mewujudkan Kabupaten Aceh Barat Yang Asri Dan Lestari


Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan modal
pembangunan daerah dan, sekaligus sebagai penopang sistem
kehidupan.

Sumber

daya

alam

yang

lestari

akan

menjamin

tersedianya sumber daya yang berkelanjutan bagi pembangunan.


Lingkungan hidup yang asri akan meningkatkan kualitas hidup
manusia. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Kabupaten Aceh
Barat yang maju, mandiri, dan adil, sumber daya alam dan
lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin
keberlanjutan pembangunan daerah. Penerapan prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah
menjadi prasyarat utama dalam pelaksanaan berbagai kegiatan
pembangunan.
1. Mendayagunakan Sumber Daya Alam yang terbarukan.
Sumber daya alam terbarukan, baik di darat dan di laut, harus
dikelola dan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien, dan

136

bertanggung

dengan

mendayagunakan

seluruh

fungsi

dan

manfaat secara seimbang. Pengelolaan sumber daya alam


terbarukan yang sudah berada dalam kondisi kritis diarahkan
pada

upaya

untuk

merehabilitasi

dan

memulihkan

daya

dukungnya yang selanjutnya diarahkan pada pemanfaatan jasa


lingkungan sehingga tidak semakin merusak dan menghilangkan
kemampuannya
berkelanjutan.

sebagai
Hasil

modal

atau

bagi

pembangunan

pendapatan

yang

yang

berasal

dari

pemanfaatan sumber daya alam terbarukan diinvestasikan


kembali

guna

rehabilitasi,
sekarang

menumbuhkembangkan

dan

pencadangan

maupun

pemanfaatan

generasi

sumber

daya

untuk

upaya

pemulihan,

kepentingan

generasi

mendatang.

Di

alam

terbarukan

yang

samping

itu,
akan

diarahkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam daerah


dengan memanfaatkan sumber daya berbasis kelautan dan hasilhasil pertanian sebagai energi alternatif.
2. Mengelola Sumber Daya Alam yang Tidak Terbarukan.
Pengelolaan sumber daya alam tak terbarukan, seperti bahan
tambang, mineral, dan sumber daya energi diarahkan untuk
tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan diperlakukan
sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar, untuk
proses produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah yang
optimal di dalam daerah. Selain itu, sumber daya alam tak
terbarukan

pemanfaatannya

harus

seefisien

mungkin

dan

menerapkan strategi memperbesar cadangan dan diarahkan


untuk

mendukung

proses

produksi

di

dalam

daerah.

Pemanfaatan sumber daya energi yang tidak terbarukan, seperti


batubara terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
energi yang terjangkau masyarakat di dalam daerah dan untuk
mendukung

industri

disektor

pertanian

di

dalam

daerah.

Keluarannya (output) diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai


modal kumulatif. Hasil atau pendapatan yang diperoleh dari
kelompok

sumber

daya

alam

tersebut

diarahkan

untuk

percepatan pertumbuhan ekonomi dengan diinvestasikan pada


sektor-sektor yang produktif, juga untuk upaya reklamasi,
konservasi,

dan

memperkuat

pendanaan

dalam

pencarian

sumber-sumber energi alternatif yang menjadi jembatan dari

137

energi fosil ke energi yang terbarukan, seperti energi yang


memanfaatkan bahan substitusi yang terbarukan dan atau
bahan substitusi yang terbarukan seperti biogas, mikrohidro,
energi matahari dan tenaga angin yang ramah lingkungan.
Pengembangan sumber-sumber energi alternatif itu disesuaikan
dengan kondisi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan
kelestarian lingkungan. Di samping itu, pengembangan energi
juga mempertimbangkan harga energi yang memperhitungkan
APBK,

internalisasikan

biaya

lingkungan,

serta

mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Dengan


demikian,

pembangunan

energi

terus

diarahkan

kepada

keragaman energi dan konservasi energi dengan memerhatikan


kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengembangan energi juga
dilaksanakan

dengan

memerhatikan

komposisi

penggunaan

energi (diversifikasi) yang optimal bagi setiap jenis energi.


3. Menjaga Keamanan Ketersediaan Energi.
Diarahkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur
antara tingkat ketersediaan sumber-sumber energi dan tingkat
kebutuhan masyarakat.
4. Menjaga dan Melestarikan Sumber Daya Air.
Pengelolaan

sumber

daya

air

diarahkan

untuk

menjamin

keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian


fungsi

daerah

tangkapan

air

dan

keberadaan

air

tanah;

mewujudkan keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan


melalui pendekatan demand management yang ditujukan untuk
meningkatkan

efektivitas

konsumsi

dan

air

dan

pendekatan

efisiensi
supply

penggunaan

dan

management

yang

ditujukan untuk meningkatan kapasitas dan keandalan pasokan


air; serta memperkokoh kelembagaan sumber daya air untuk
meningkatkan keterpaduan dan kualitas pelayanan terhadap
masyarakat.
5. Mengembangkan Potensi Sumber Daya Kelautan.
Arah

pembangunan

ke

depan

perlu

memerhatikan

pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat luas.


Dengan cakupan dan prospek sumber daya kelautan yang sangat
luas, arah pemanfaatannya harus dilakukan melalui pendekatan
multisektor,

integratif,

dan

138

komprehensif

agar

dapat

meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya. Di


samping itu, mengingat kompleksnya permasalahan dalam
pengelolaan sumber daya laut, pendekatan keterpaduan dalam
kebijakan dan perencanaan menjadi prasyarat utama dalam
menjamin keberlanjutan proses ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Selain itu, kebijakan dan pengelolaan pembangunan kelautan
harus merupakan keterpaduan antara sektor lautan dan daratan
serta menyatu dalam strategi pembangunan daerah sehingga
kekuatan darat dan laut dapat dimanfaatkan secara optimal
untuk kesejahteraan masyarakat.
6. Meningkatkan Nilai Tambah atas Pemanfaatan Sumber Daya
Alam.
Diversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil sumber daya
alam terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang
dan jasa yang memiliki nilai tambah yang tinggi, termasuk untuk
pengembangan mutu dan harga yang bersaing dalam merebut
persaingan

pasar.

Arah

ini

harus

menjadi

acuan

bagi

pengembangan industri yang berbasis sumber daya alam selain


tetap menekankan pada pemeliharaan sumber daya alam yang
ada dan sekaligus meningkatkan kualitas dan kuantitasnya.
Perhatian khusus diberikan kepada masyarakat pedalaman agar
dapat memeroleh akses yang memadai dan menikmati hasil dari
pemanfaatan sumber daya alam yang ada di wilayahnya. Dengan
demikian, pembangunan pada masa yang akan datang tidak
hanya berlandaskan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi
semata, melainkan juga keberpihakan kepada aspek sosial dan
lingkungan.
7. Memerhatikan dan Mengelola Keragaman Jenis Sumber Daya
Alam yang Ada di Setiap Wilayah.
Kebijakan pengembangan sumber daya alam yang khas pada
setiap wilayah dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat,

mengembangkan

wilayah

strategis

dan

cepat

tumbuh, serta memperkuat kapasitas dan komitmen daerah


untuk

mendukung

Peningkatan

pembangunan

partisipasi

masyarakat

yang
akan

berkelanjutan.
pentingnya

pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dilakukan


oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah antara lain

139

melalui pemberdayaan terhadap berbagai institusi sosial dan


ekonomi di tingkat lokal, serta pengakuan terhadap hak-hak adat
dan ulayat atas sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya
alam terutama di kawasan tertinggal diberikan perhatian khusus
agar

dapat

dikembangkan

pembangunan

wilayah,

potensinya

tetapi

tetap

untuk

percepatan

mengedepankan

aspek

keberlanjutan bagi generasi mendatang. Untuk itu, diperlukan


tata ruang wilayah yang mantap disertai penegakan agar menjadi
pedoman pemanfaatan sumber daya alam yang optimal dan
lestari.
8. Mitigasi Bencana Alam Sesuai dengan Kondisi Geologi Kabupaten
Aceh Barat.
Secara geografis Kabupaten Aceh Barat berada di wilayah
pertemuan dua lempeng tektonik. Kebijakan pembangunan
berwawasan

lingkungan

memberikan

ruang

untuk

mengembangkan kemampuan dan penerapan sistem deteksi dini


serta sosialisasi dan diseminasi informasi secara dini terhadap
ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat. Untuk
itu, perlu ditingkatkan identifikasi dan pemetaan daerah-daerah
rawan bencana agar dapat diantisipasi secara dini. Hal itu dapat
memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan memberikan
perlindungan terhadap manusia dan harta benda karena adanya
perencanaan wilayah yang peduli/peka terhadap bencana alam.
9. Mengendalikan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang
baik

perlu

penerapan

prinsip-prinsip

pembangunan

yang

berkelanjutan secara konsisten di segala bidang. Pembangunan


ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang
ramah

lingkungan

degradasi

dan

sehingga

pencemaran

tidak

mempercepat

lingkungan.

terjadinya

Pemulihan

dan

rehabilitasi kondisi lingkungan hidup diprioritaskan pada upaya


peningkatan

daya

dukung

lingkungan

dalam

menunjang

pembangunan berkelanjutan.
10. Meningkatkan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup.
Kebijakan pengelolaan sumber daya alam perlu didukung oleh
peningkatan kelembagaan pengelola sumber daya alam dan

140

lingkungan hidup; penegakan hukum lingkungan yang adil dan


tegas serta sistem politik yang kredibel dalam mengendalikan
konflik; peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas;
perluasan penerapan etika lingkungan; serta perkembangan
asimilasi

sosial

budaya

yang

makin

mantap

sehinggga

lingkungan dapat memberikan kenyamanan dan keindahan


dalam

kehidupan.

Selanjutnya,

cara

pandang

terhadap

lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan perlu


didorong melalui internalisasi ke dalam kegiatan produksi dan
konsumsi, dengan cara menanamkan nilai dan etika lingkungan
dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran
sosial, serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
11. Meningkatkan

Kesadaran

Masyarakat

untuk

Mencintai

Lingkungan Hidup.
Kebijakan itu diarahkan terutama bagi generasi muda sehingga
tercipta sumber daya manusia yang berkualitas dan peduli
terhadap isu sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dengan
demikian, pada masa yang akan datang mereka mampu berperan
sebagai

penggerak

bagi

penerapan

konsep

pembangunan

berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

5.1.2.7. Mewujudkan Kabupaten Aceh Barat Menjadi Daerah Yang Mandiri,


Maju, Kuat Dan Berbasiskan Kepentingan Daerah.
Pembangunan pada masa yang akan datang diarahkan pada pola
pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumber daya
berbasiskan ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumber daya
manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup,
sosial budaya, keamanan, dan teknologi.
1. Membangkitkan wawasan dan budaya agraris yang modern,
antara lain, melalui pendidikan dan penyadaran masyarakat
tentang kemajuan yang dapat diwujudkan melalui semua jalur,
jenis, dan jenjang pendidikan; melestarikan nilai-nilai agama dan
budaya serta wawasan pembangunan serta merevitalisasi hukum
adat dan kearifan lokal di bidang pembangunan; dan melindungi
dan

menyosialisasikan

peninggalan

preservasi, restorasi, dan konservasi.

141

budaya

melalui

usaha

2. Meningkatkan dan menguatkan peranan sumber daya manusia


di setiap bidang pembangunan yang diwujudkan, antara lain,
dengan

mendorong

jasa

pendidikan

dan

pelatihan

yang

berkualitas di semua bidang pembangunan untuk sector yang


memiliki

keunggulan yang diimbangi dengan ketersediaan

lapangan kerja dan mengembangkan standar kompetensi sumber


daya manusia di bidang pembangunan. Selain itu, perlu juga
dilakukan

peningkatan

dan

penguatan

peranan

ilmu

pengetahuan dan teknologi, penelitian, dan pengembangan


sistem informasipembangunan.
3. Menetapkan wilayah Daerah Kabupaten Aceh Barat, aset-aset,
dan hal-hal terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban
yang telah dan akan digariskan oleh qanun daerah Provinsi dan
Kabupaten Aceh Barat sehingga mempunyai kewajiban, antara
lain; menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola sumber
daya

pembangunan

berdasarkan

ketentuan;

menyelesaikan

penataan batas antar wilayah kecamatan, desa dan seterusnya;


menyelesaikan batas laut; menyampaikan laporan data nama
geografis sumber daya pembangunan kepada Masyarakat. Di sisi
lain, Kabupaten Aceh Barat juga perlu pengembangan dan
penerapan tata kelola dan kelembagaan daerah yang meliputi;
pembangunan sistem hukum dan tata pemerintahan yang
mendukung ke arah terwujudnya Kabupaten Aceh Barat sebagai
Daerah utama dipantai barat dan selatan provinsi Aceh serta
pengembangan sistem koordinasi, perencanaan, monitoring, dan
evaluasi kewilayahan.
4. Melakukan upaya pengamanan wilayah yurisdiksi dan aset
Daerah Kabupaten Aceh Barat, yang meliputi; peningkatan
kinerja

keamanan

secara

terpadu

di

setiap

wilayah;

pengembangan sistem monitoring, control, and survaillance


(MCS)

sebagai

pembangunan

instrumen

dan

pengamanan

lingkungan;

sumber

pengoptimalan

daya

pelaksanaan

pengamanan wilayah perbatasan dan peningkatan koordinasi


dan kerja sama dengan kbupaten tetangga.
5. Mengembangkan

industri

secara

sinergi,

optimal,

dan

berkelanjutan yang meliputi kebutuhan perhubungan darat, laut


dan udara; industri maritime dan perikanan; pariwisata budaya,

142

alam, religi dan bahari; energi dan sumber daya mineral;


pembangunan sarana dan prasarana jasa.
6. Mengurangi dampak bencana alam dan pencemaran lingkungan
hidup dilakukan melalui pengembangan sistem mitigasi bencana;
pengembangan early warning system (EWS); pengembangan
perencanaan

daerah

tanggap

darurat

bencana

alam;

pengembangan sistem pengendalian hama, introduksi spesies


asing, dan organisme pembawa penyakit; serta pengendalian
dampak dari sisa-sisa dan penikmatan dari hasil pembangunan.
7. Meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di kawasan pesisir
dan pedalaman, dilakukan dengan mengembangkan kegiatan
ekonomi

produktif

skala

kecil

yang

mampu

memberikan

lapangan kerja lebih luas kepada keluarga miskin.

5.1.2.8. Mewujudkan Kabupaten Aceh Barat Yang Berperan Aktif Dalam


Pergaulan Antar Daerah
Melaksanakan ketertiban regional yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial merupakan amanah rakyat
yang harus diperjuangkan secara konsisten. Sebagai salah satu
daerah Kabupaten dalam Provinsi Aceh, sesungguhnya memiliki
peluang dan potensi untuk mempengaruhi dan membentuk opini
antar daerah dalam rangka memperjuangkan kepentingan daerah.
Dalam rangka mewujudkan Kabupaten Aceh Barat maju, mandiri,
adil dan makmur, Kabupaten Aceh Barat sangat penting untuk
berperan

aktif

dalam

politik

regional

dan

domestik

serta

mengembangkan kerja sama yang baik di tingkat regional maupun


antar daerah, mengingat konstelasi politik dan hubungan antar
daerah lainnya yang terus mengalami perubahan-perubahan yang
sangat cepat.
1. Peranan hubungan dalam satu provinsi terus ditingkatkan
dengan

penekanankan

pada

proses

pemberdayaan

posisi

Kabupaten Aceh Barat sebagai daerah utama dipesisir barat dan


selatan, termasuk peningkatan kapasitas dan integritas daerah
melalui keterlibatan pengambilan kebijakan di provinsi dan antar
daerah kabupaten tetangga, yang dilakukan melalui optimalisasi
pemanfaatan hubungan antar kabupaten dengan memaknai
secara positif berbagai peluang yang menguntungkan bagi

143

kepentingan daerah yang muncul dari perspektif baru dalam


hubungan antar daerah yang dinamis.
2. Penguatan kapasitas dan kredibilitas politik daerah dalam
rangka ikut serta menciptakan perdamaian regional, keadilan
dalam tata hubungan antar daerah kabupaten dan ikut berupaya
mencegah timbulnya pertentangan yang terlalu tajam di antara
daerah-daerah

yang

berbeda

kepentingan

agar

tidak

dan

sistem

politik

mengancam

maupun

pembangunan,

kesejahteraan masyarakat, keamanan antar daerah sekaligus


mencegah munculnya kekuatan yang terlalu bersifat hegemonik
di provinsi.
3. Peningkatan kualitas hubungan kerja sama antar daerah dalam
upaya

pemeliharaan,

peningkatan

dan

pengembangan

pembangunan daerah, wilayah, dan kekayaan sumber daya


alam, baik daratan maupun lautan, serta antisipasi terhadap
berbagai isu baru dalam hubungan provinsi dan antar daerah
kabupaten,

ditangani

dengan

parameter

utamanya

adalah

pencapaian secara optimal kepentingan daerah.


4. Peningkatan efektivitas dan perluasan fungsi jaringan kerjasama
yang ada demi membangun kembali solidaritas di bidang politik,
ekonomi, kebudayaan, dan keamanan menuju terbentuknya
komunitas Aceh yang lebih solid.
5. Pemeliharaan perdamaian melalui upaya peningkatan saling
pengertian politik dan budaya, baik dengan pemerintah nasional,
provinsi dan antar daerah kabupaten maupun antar komponen
masyarakat serta peningkatan kerja sama antar daerah dalam
membangun tatanan hubungan dan kerja sama politik

yang

seimbang.
6. Penguatan jaringan hubungan dan kerja sama yang produktif
antar aktor-aktor daerah dan aktor-aktor luar daerah yang
menyelenggarakan pembangunan daerah.

5.1.2.9. Mewujudkan sistem pengelolaan pemerintah yang sesuai dengan


peraturan, aparatur yang profesional, dengan didukung oleh kontrol
secara berkelanjutan.

144

5.1.2.10. Mewujudkan dan membuka peluang peran masyarakat dalam


mengontrol kinerja aparatur pemerintah, ditandai dengan lahirnya
qanun yang memberi peluang terhadap peran masyarakat tersebut.

V.2. TAHAPAN DAN PRIORITAS


Untuk mencapai sasaran pokok sebagaimana dimaksud di atas,
pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas
yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah.
Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan urgensi
permasalahan yang hendak diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan
lainnya. Oleh karena itu, tekanan skala prioritas dalam setiap tahapan
berbeda-beda, tetapi semua itu harus berkesinambungan dari periode ke
periode berikutnya dalam rangka mewujudkan sasaran pokok pembangunan
jangka panjang.
Setiap sasaran pokok dalam sepuluh misi pembangunan jangka
panjang dapat ditetapkan prioritasnya dalam masing-masing tahapan.
Prioritas masing-masing misi dapat disesuaikan kembali menjadi prioritas
utama. Prioritas utama menggambarkan makna strategis dan urgensi
permasalahan. Atas dasar tersebut, tahapan dan skala prioritas utama
dapat disusun sebagai berikut:
5.2.1. Tahapan Pembangunan ke-1 (2007-2012)
Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap
sebelumnya,

RPJM-I

diarahkan

untuk

menata

kembali

dan

membangun Kabupaten Aceh Barat di segala bidang yang ditujukan


untuk menciptakan Kabupaten Aceh Barat yang aman dan damai,
yang adil dan demokratis berdasarkan syariat Islam dan berupaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kabupaten Aceh Barat yang aman dan damai ditandai dengan
meningkatnya rasa aman dan damai serta terjaganya integritas NKRI
berdasarkan kesepakatan yang telah berhasil diwujudkan antara RI
dan GAM di Helsiki dan implementasi UU Nomor 11 Tahun 2006,
melalui tertanganinya berbagai kerawanan dan tercapainya landasan
kemampuan

pembangunan

mengembangkannya,

serta

dan

mempertahankan

meningkatnya

ketentraman

dan
dan

keamanan dalam daerah, termasuk keamanan sosial sehingga


peranan Kabupaten Aceh Barat dalam menciptakan dan mewujudkan

145

perdamaian

semakin

meningkat.

Kondisi

itu

didukung

oleh

berkembangnya nilai baru yang positif dan produktif pada setiap


aspek kehidupan dalam rangka memantapkan budaya daerah,
termasuk wawasan dan budayaglobal; menguat dan meluasnya
pemahaman tentang identitas daerah sebagai daerah demokrasi
dalam

tatanan

pelestarian

masyarakat

serta

antar

pengembangan

daerah;

dan

kekayaan

meningkatnya

budaya

untuk

memperkokoh penerapan syariat Islam di bumi T. Umar.


Kabupaten Aceh Barat yang adil dan demokratis ditandai dengan
meningkatnya keadilan dan penegakan hukum; terciptanya landasan
hukum untuk memperkuat kelembagaan demokrasi; meningkatnya
kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan; terciptanya
landasan bagi upaya penegakan supremasi hukum dan penegakan
hak-hak asasi manusia yang bersumber pada agama Islam; dan
tertatanya

sistem

Bersamaan

hukum

dengan

itu,

daerah

pelayanan

berdasarkan
kepada

syariat

Islam.

masyarakat

makin

membaik dengan meningkatnya penyelenggaraan desentralisasi dan


otonomi

khusus

konsistensi

daerah

seluruh

yang

peraturan

tercermin
pusat

dan

dengan

terjaminnya

daerah

dan

tidak

bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang lebih


tinggi; serta tertatanya kelembagaan birokrasi dalam mendukung
percepatan terwujudnya tata kepemerintahan yang baik.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat Kabupaten Aceh Barat
ditandai dengan menurunnya angka pengangguran dan jumlah
penduduk miskin sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas;

berkurangnya

meningkatnya

kesenjangan

pengelolaan

daerah

antarwilayah,

pedalaman

dan

termasuk
tertinggal;

meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk sumber


daya manusia di semua bidang pembangunan yang didukung oleh
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan membaiknya
pengelolaan sumber daya alam dan mutu lingkungan hidup. Kondisi
itu dicapai dengan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
penciptaan

iklim

yg

lebih

kondusif,

termasuk

membaiknya

infrastruktur. Percepatan pembangunan infrastruktur lebih didorong


melalui peningkatan peran pemerintah dan swasta serta masyarakat
dengan

meletakkan

dasar-dasar

kebijakan

dan

regulasi

serta

reformasi dan restrukturisasi kelembagaan, terutama untuk sektor

146

ekonomi, transportasi,

pendidikan, kesehatan, keistimewaan Aceh

dan telematika. Bersamaan dengan itu dilaksanakan revitalisasi


kelembagaan

pusat-pusat

pertumbuhan

yang

memiliki

lokasi

strategis, antara lain kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan


andalan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, antara lain,
ditandai oleh meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan
indeks

pembangunan

gender

(IPG)

yang

diarahkan

untuk

membangun masyarakat yang berkarakter cerdas, adil dan beradab,


berkepribadian

daerah,

tangguh,

kompetitif,

bermoral,

dan

berdasarkan Islam yang dicirikan dengan watak dan perilaku


manusia dan masyarakat Kabupaten Aceh Barat yang islami,
beriman, dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, berbudi
luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong-royong, patriotik,
dinamis, dan berorientasi iptek; meningkatkan kualitas dan akses
masyarakat

terhadap

pelayanan

pendidikan

dan

kesehatan;

meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan dan


anak; dan mengendalikan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk.
Bersamaan dengan hal tersebut ditingkatkan mitigasi bencana alam
sesuai dengan kondisi geologi Kabupaten Aceh Barat. Pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan didukung oleh meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan hidup dan
menyadari keadaan wilayah yang rawan bencana sehingga makin
peduli

dan

kelembagaan

antisipatif.
dan

Hal

itu

peningkatan

didukung
kapasitas

oleh
di

pengembangan

setiap

tingkatan

pemerintahan dalam rangka penanggulangan bencana serta diacunya


rencana tata ruang secara hierarki dari tingkatan daerah hingga ke
gampong, sebagai payung kebijakan spasial semua sektor dalam
rangka

mencegah

dampak

kerusakan

lingkungan

hidup

dan

meminimalkan dampak bencana.

5.2.2. Tahapan Pembangunan ke-2 (20122017)


Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan
RPJM-I, RPJM-II ditujukan untuk lebih memantapkan penataan
kembali Kabupaten Aceh Barat di segala bidang dengan menekankan
upaya

peningkatan

kualitas

sumber

daya

manusia

termasuk

pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya


saing perekonomian.

147

Kondisi aman dan damai di berbagai daerah Kabupaten Aceh Barat


terus membaik dengan meningkatnya kemampuan dasar pertahanan
dan

keamanan

kemampuan

daerah

postur

yang

dan

ditandai

struktur

dengan

pertahanan

peningkatan
daerah

serta

peningkatan kemampuan lembaga keamanan daerah.


Kondisi itu sejalan dengan meningkatnya kesadaran dan penegakan
hukum, tercapainya konsolidasi penegakan supremasi hukum dan
penegakan hak asasi manusia, serta kelanjutan penataan sistem
hukum daerah. Sejalan dengan itu, kehidupan masyarakat yang lebih
demokratis

semakin

terwujud

ditandai

dengan

membaiknya

pelaksanaan desentralisasi dan otonomi khusus, serta kuatnya peran


masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan masyarakat.
Posisi penting Kabupaten Aceh Barat sebagai daerah daerah utama
dipantai

barat

dan

selatan

provinsi

Aceh

yang

demokratis,

mempunyai peluang yang besar dan makin meningkat dengan


keberhasilan menjain hubungan yang erat dengan provinsi dan antar
daerah kabupaten tetangga dalam upaya pemeliharaan keamanan
daerah, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya
alam daerah. Selanjutnya, kualitas pelayanan publik yang lebih
murah, cepat, transparan, dan akuntabel makin meningkat yang
ditandai dengan terpenuhinya standar pelayanan minimum di semua
bidang pelayanan tingkatan pemerintah.
Kesejahteraan rakyat terus meningkat ditunjukkan oleh membaiknya
berbagai indikator pembangunan sumber daya manusia, antara lain
meningkatnya pendapatan perkapita; menurunnya angka kemiskinan
dan tingkat pengangguran sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
yang

berkualitas

disertai

dengan

berkembangnya

lembaga

penjaminan sosial; meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat


yang didukung dengan pelaksanaan sistem pendidikan daerah yang
mantap; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat;
meningkatnya kesetaraan gender; meningkatnya tumbuh kembang
optimal,

kesejahteraan,

dan

perlindungan

anak;

terkendalinya

jumlah dan laju pertumbuhan penduduk; menurunnya kesenjangan


kesejahteraan antarindividu, antarkelompok masyarakat, dan antar
wilayah; dipercepatnya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan
potensial di pedesaan; serta makin mantapnya nilai-nilai baru yang

148

positif dan produktif dalam rangka memantapkan budaya dan


karakter masyarakat.
Daya saing perekonomian meningkat melalui penguatan industri
sejalan dengan penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan
pembangunan masyarakat dan sumber daya alam, sesuai potensi
daerah

secara

terpadu

pengembangan

ilmu

serta

meningkatnya

pengetahuan

dan

pemanfaatan

teknologi;

dan

percepatan

pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama


antara pemerintah, masyarakat

dan swasta; peningkatan kualitas

dan relevansi pendidikan; serta penataan kelembagaan ekonomi yang


mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatan perekonomian.
Kondisi itu didukung oleh pengembangan jaringan infrastruktur
transportasi

dan

telematika;

peningkatan

pemanfaatan

energi

terbarukan, khususnya bioenergi, tenaga air, tenaga angin, dan


tenaga surya untuk kelistrikan dipedesaan dan wilayah terpencil;
serta

pengembangan

sumber

daya

air

dan

irigasi

serta

pengembangan perumahan dan permukiman. Bersamaan dengan itu,


industri pertanian atau agrobisnis yang meliputi infrastruktur,
industri dan UKM, perikanan, pariwisata, energi dan sumber daya
mineral dikembangkan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan.
Dalam kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan,
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan
hidup makin berkembang melalui penguatan kelembagaan dan
peningkatan

kesadaran

masyarakat

yang

ditandai

dengan

berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam


dan lingkungan hidup yang disertai dengan menguatnya partisipasi
aktif

masyarakat;

terpeliharanya

keanekaragaman

hayati

dan

kekhasan sumber daya alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk


mewujudkan nilai tambah, daya saing masyarakat, serta modal
pembangunan daerah pada masa yang akan datang; mantapnya
kelembagaan

dan

kapasitas

antisipatif

serta

penanggulangan

bencana di setiap tingkatan pemerintahan; serta terlaksananya


pembangunan masyarkat sebagai gerakan yang didukung oleh semua
sektor.

Kondisi

itu

didukung

dengan

meningkatnya

kualitas

perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan


mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan

149

terkait

dan

penegakan

peraturan

dalam

rangka

pengendalian

pemanfaatan ruang.

5.2.3. Tahapan Pembangunan ke-3 (20172022)


Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan
RPJM-II,

RPJM-III

pembangunan
menekankan

ditujukan

secara

untuk

menyeluruh

pencapaian

daya

di

saing

lebih

berbagai

memantapkan
bidang

kompetitif

dengan

perekonomian

berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya


manusia berkualitas serta kemampuan pemangaatan ilmu dan
teknologi yang terus meningkat.
Sejalan dengan kondisi aman dan damai yang makin mantap di
seluruh

wilayah

Kabupaten

Aceh

Barat,

kemampuan

mejaga

ketentraman, ketertiban dan keamanan daerah dan dalam negeri


makin menguat yang ditandai dengan terbangunnya profesionalisme
institusi ketentraman, ketertiban dan

keamanan masyarakat serta

daerah serta meningkatnya kecukupan kesejahteraan sarana dan


prasarana aparatur penegak qanun dan peraturan dan perundangundangan melalui pemberdayaan masyarakat. Kehidupan demokrasi
masyarakat makin mengakar dalam kehidupan masyarakat sejalan
dengan makin mantapnya pelembagaan nilai-nilai demokrasi dengan
menitikberatkan

pada

prinsip

toleransi,

nondiskriminasi

dan

kemitraan serta semakin mantapnya pelaksanaan desentralisasi dan


otonomi

khusus

daerah.

Kondisi

itu

mendorong

tercapainya

penguatan kepemimpinan dan kontribusi Kabupaten Aceh Barat


dalam berbagai kerja sama dengan provinsi, antar daerah kabupaten
dan kecamatan dalam wilayah dalam rangka mewujudkan tatanan
regional dan lokal yang lebih adil dan damai dalam berbagai aspek
kehidupan. Bersamaan dengan itu kesadaran dan penegakan hukum
dalam berbagai aspek kehidupan berkembang makin mantap serta
profesionalisme

aparatur

daerah

makin

mampu

mendukung

pembangunan daerah.
Kesejahteraan rakyat terus membaik dan meningkat sebanding
dengan

meningkatnya

tingkat

kesejahteraan

masyarakat

di

kecamatan, pedesaaan dan daerah terpencil dengan adanya sumber


penghasilan yang

merata, karena didorong oleh meningkatnya

pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang disertai terwujudnya

150

lembaga sosial ekonomi yang handal. Kualitas sumber daya manusia


terus membaik ditandai oleh meningkatnya kualitas dan relevansi
pendidikan, termasuk yang berbasis keunggulan lokal dan didukung
oleh manajemen pelayananan pendidikan yang efisien dan efektif;
meningkatnya

derajat

kesehatan

dan

status

gizi

masyarakat;

meningkatnya kesetaraan gender; meningkatnya perkembangan yang


optimal dan kesejahteraan serta perlindungan anak; tercapainya
kondisi

penduduk

yang

bertumbuh

dengan

seimbang;

dan

mantapnya budaya dan karakter masyarakat secara islami.


Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang semakin mantap
dicerminkan

oleh

terjaganya

daya

dukung

lingkungan

dan

kemampuan pemulihan untuk mendukung kualitas kehidupan sosial


dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan lestari; terus membaiknya
pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam yang diimbangi
dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup dan didukung
oleh

meningkatnya

kesadaran,

sikap

mental,

dan

perilaku

masyarakat; serta semakin mantapnya kelembagaan dan kapasitas


penataan ruang di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Barat.
Daya saing perekonomian Kabupaten Aceh Barat semakin kuat dan
kompetitif dengan semakin terpadunya industri dengan kualitas
sumber daya manusia, pertanian dalam arti luas dan sumber daya
alam

lainnya

secara

berkelanjutan;

terpenuhinya

ketersediaan

infrastruktur yang didukung oleh mantapnya kerja sama pemerintah,


masyarakat danswasta, makin selarasnya pembangunan pendidikan,
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dan perdagangan serta
koperasi serta terlaksananya penataan kelembagaan ekonomi untuk
mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan dan
penerapan teknologi oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian.
Ketersediaan infrastruktur yang sesuai dengan rencana tata ruang
ditandai oleh berkembangnya jaringan infrastruktur transportasi;
terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal dan efisien sesuai
kebutuhan sehingga elektrifikasi rumah tangga dan elektrifikasi
perdesaan dan tempat usaha dapat tercapai; terselenggaranya
pelayanan telematika yang efisien dan modern guna terciptanya
masyarakat

informasi

Kabupaten

Aceh

Barat;

terwujudnya

konservasi sumber daya air yang mampu menjaga keberlanjutan


fungsi sumber daya air dan pengembangan sumber daya air serta

151

terpenuhinya penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan


dasar masyarakat. Selain itu, pengembangan infrastruktur perdesaan
akan

terus

dikembangkan,

terutama

untuk

mendukung

pembangunan pertanian. Sejalan dengan itu, pemenuhan kebutuhan


hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung
bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh
sistem pembiayaan pembangunan perumahan yang berkelanjutan,
sehingga masyarakat yang kurang mampu mendapat tempat tinggal
yang

layak

huni,

sehingga

kondisi

itu

semakin

mendorong

terwujudnya kota dan pedesaaan tanpa permukiman kumuh.

5.2.4. Tahapan Pembangunan ke-4 (20222027)


Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan
RPJM-III,

RPJM-IV

ditujukan

untuk

mewujudkan

masyarakat

Kabupaten Aceh Barat yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui
percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan
terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan
keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM
berkualitas dan berdaya saing.
Kelembagaan politik dan hukum telah tercipta ditandai dengan
terwujudnya konsolidasi demokrasi yang kokoh dalam berbagai
aspek kehidupan politik serta supremasi hukum dan penegakan hakhak asasi manusia; terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh
rakyat; serta terjaganya keberlangsungan penerapan syariat Islam
diwilayah Kabupaten Aceh Barat, sehingga menjdi modal bagi
terwujudnya

perdamaian

abadi.

Kondisi

itu

didukung

oleh

mantapnya kemampuan aparatur penegak qanun yang profesional


dengan

komponen

pendukung

dari

masyarakat

yang

kuat;

terwujudnya sinergi kinerja antara para aparat penegak hukum dan


qanun dan partisipasi masyarakat dalam menjaga dan memeliha
ketentraman, ketertiban dan keamanan daerah; terwujudnya sistem
hukum daerah yang mantap yang bersumber pada syariat Islam,
undang-undang dan peraturan yang berlaku dalam mendorong
supremasi hokum; terwujudnya tata kepemerintahan yang baik,
bersih dan berwibawa yang berdasarkan hukum, serta birokrasi yang
profesional dan netral; terwujudnya masyarakat sipil, masyarakat

152

politik, dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta terwujudnya


kemandirian daerah dalam konstelasi regional, nasional dan lokal.
Kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat ditunjukkan oleh
makin tinggi dan meratanya tingkat pendapatan masyarakat yang
lebih

menyeluruh;

mantapnya

sumber

daya

manusia

yang

berkualitas dan berdaya saing, antara lain ditandai oleh meningkat


dan meratanya akses, tingkat kualitas, dan relevansi pendidikan
seiring dengan makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan
pendidikan;

meningkatnya

penggunaan

dan

kemampuan

pemanfaatan Iptek; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi


masyarakat; meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan
dan

perlindungan

bertahannya

anak;

kondisi

dan

dan

terwujudnya

penduduk

yang

kesetaraan

gender;

bertumbuh

dengan

seimbang. Sejalan dengan tingkat kemajuan sumber daya manusia,


masyarakat Kabupaten Aceh Barat diharapkan berkarakter cerdas,
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral yang dicirikan
dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Kabupaten
Aceh Barat yang beragama, beriman, dan bertakwa kepadaAllah
SWT, berbudi luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong
royong, patriotik, dinamis dan berorientasi Iptek. Kesadaran, sikap
mental, dan perilaku masyarakat makin mantap dalam pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk
menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan sehingga masyarakat
mampu berperan sebagai penggerak bagi konsep pembangunan
berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
Struktur perekonomian makin maju dan kokoh ditandai dengan daya
saing

perekonomian

yang

kompetitif

dan

berkembangnya

keterpaduan antara industri, pertanian, perdagangan dan sumber


daya alam, dan sektor jasa. Lembaga dan pranata ekonomi telah
tersusun, tertata, serta berfungsi dengan baik. Kondisi itu didukung
oleh keterkaitan antara pelayanan pendidikan, dan kemampuan Iptek
yang makin maju sehingga mendorong perekonomian yang efisien
dan produktivitas yang tinggi; serta berkembangnya usaha dan
investasi dari perusahaan-perusahaan dalam dan luar Kabupaten
Aceh Barat yang bebas dalam rangka peningkatan perekonomian
daerah. Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi yang semakin
berkualitas

dan

berkesinambungan

153

dapat

dicapai

sehingga

pendapatan perkapita pada tahun 2027 mencapai kesejahteraan


setara dengan daerah-daerah berpendapatan menengah dengan
tingkat pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin yang
makin rendah. Kondisi maju dan sejahtera makin terwujud dengan
terselenggaranya jaringan transportasi, pos dan telematika yang
andal bagi seluruh masyarakat yang menjangkau seluruh wilayah;
tercapainya elektrifikasi perdesaan dan elektrifikasi rumah tangga
dan usaha; serta terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat
yang didukung dengan system hunian yang berkelanjutan sehingga
terwujud daerah pemukiman, baik di kota mapun di pedesaan, tanpa
permukiman kumuh.
Dalam rangka memantapkan pembangunan yang berkelanjutan,
keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam terus
dipelihara dan dimanfaatkan untuk terus mempertahankan nilai
tambah dan daya saing masyarakat serta meningkatkan modal
pembangunan daerah pada masa yang akan datang.

154

BAB VI
KAIDAH PELAKSANAAN

VI.1. PRINSIP KAIDAH PELAKSANAAN


Rencana

Pembangunan

Jangka

Panjang

Daerah

Kabupaten

merupakan pedoman pembangunan Aceh Barat yang mempunyai jangka


waktu 20 (dua puluh) Tahun. RPJPD Kabupaten merupakan acuan dan
pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Aceh Barat. Untuk itu perlu ditetapkan kaidah-kaidah
pelaksanaan sebagai berikut:
1. Lembaga eksekutif dan lembaga legislatif Kabupaten Aceh Barat dengan
didukung oleh Instansi Vertikal yang ada di wilayah Aceh Barat dan
masyarakat termasuk dunia usaha, berkewajiban untuk melaksanakan
arah kebijakan dalam RPJPD Kabupaten. Agar terjadi kesinambungan
dalam penyusunan kebijakan daerah, maka calon Bupati dan Wakil
Bupati Aceh Barat harus mempedomani RPJPD Kabupaten dalam
menyusun visi dan misi daerah.
2. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat melalui Bappeda Kabupaten Aceh
Barat

perlu

menyebarluaskan

dokumen

RPJPD

kepada

seluruh

pemangku kepentingan daerah, terutama kepada calon Bupati dan Wakil


Bupati Aceh Barat melalui Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten
Aceh Barat dan partai-partai politik di wilayah Kabupaten Aceh Barat
sehingga

sasaran

dilaksanakan

pembangunan

dan

selaras

20

dengan

(dua

puluh)

pentahapan

tahun

arah

dapat

kebijakan

pembangunan jangka menengah.


3. Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat terpilih dalam menjalankan tugas
penyelenggaraan

pemerintahan

berkewajiban

menyusun

Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berpedoman


pada RPJPD Kabupaten.
4. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Aceh Barat dan
masyarakat termasuk dunia usaha berkewajiban untuk melaksanakan
arah kebijakan yang termaktub dalam RPJPD Kabupaten dengan sebaikbaiknya.
5. Dalam rangka implementasi RPJPD Kabupaten, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Aceh Barat berkewajiban
untuk melakukan penjabaran RPJPD Kabupaten ke dalam RPJMD
Kabupaten Aceh Barat.

155

VI.2. MEKANISME PENGENDALIAN DAN EVALUASI


6.2.1. Pengendalian dan Evaluasi Terhadap Pelaksanaan RPJPD
Mekanisme pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan RPJPD
Kabupaten meliputi:
1. Pengendalian

terhadap

pelaksanaan

RPJPD

Kabupaten

mencakup

pelaksanaan sasaran pokok dan arah kebijakan untuk mencapai misi


dan mewujudkan visi pembangunan jangka panjang Aceh Barat.
2. Pengendalian dilakukan melalui pemantauan dan supervisi pelaksanaan
RPJPD Kabupaten.
3. Pemantauan dan supervisi RPJPD Kabupaten harus dapat menjamin
sasaran pokok dan arah kebijakan pembangunan jangka panjang Aceh
Barat telah dipedomani dalam merumuskan penjelasan visi, misi, tujuan
dan sasaran RPJMD Kabupaten Aceh Barat.
4. Hasil pemantauan dan supervisi RPJPD Kabupaten digunakan untuk
mengevaluasi dan memastikan bahwa visi, misi, sasaran pokok dan arah
kebijakan pembangunan jangka panjang Aceh Barat, telah dilaksanakan
melalui RPJMD Kabupaten Aceh Barat.
5. Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat melaksanakan pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan RPJPD Kabupaten. Dalam hal evaluasi dari hasil
pemantauan

dan

supervisi

RPJPD

Kabupaten

ditemukan

adanya

ketidaksesuaian/penyimpangan, Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat


melakukan tindakan perbaikan/penyempurnaan.
6. Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat melaporkan hasil pengendalian
dan evaluasi pelaksanaan RPJPD Kabupaten kepada Bupati Aceh Barat.

6.2.2. Evaluasi Terhadap Hasil RPJPD


Mekanisme evaluasi terhadap hasil RPJPD Kabupaten meliputi:
1. Evaluasi terhadap hasil RPJPD Kabupaten mencakup sasaran pokok arah
kebijakan dan pentahapan untuk mencapai misi dan mewujudkan visi
pembangunan jangka panjang daerah.
2. Evaluasi

dilakukan

melalui

penilaian

hasil

pelaksanaan

RPJPD

Kabupaten.
3. Penilaian digunakan untuk mengetahui;
a. Realisasi antara sasaran pokok RPJPD Kabupaten dengan capaian
sasaran RPJMD Kabupaten.

156

b. Realisasi antara capaian sasaran pokok RPJPD Kabupaten dengan


arah kebijakan pembangunan jangka panjang Pemerintah Aceh dan
Nasional.
4. Evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa visi, misi dan sasaran
pokok arah kebijakan pembangunan jangka panjang daerah Kabupaten
Aceh Barat dapat dicapai, untuk mewujudkan visi pembangunan jangka
panjang Pemerintah Aceh dan Nasional.
5. Evaluasi dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun
dengan menggunakan evaluasi hasil RPJMD Kabupaten.
6. Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat melaksanakan evaluasi terhadap
hasil RPJPD Kabupaten. Dalam hal evaluasi jika ditemukan adanya
ketidaksesuaian/penyimpangan, Kepala Bappeda Aceh Barat melakukan
tindakan perbaikan/penyempurnaan.
7. Hasil

evaluasi

RPJPD

Kabupaten

digunakan

sebagai

bahan

bagi

penyusunan RPJPD untuk periode berikutnya.


8. Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat melaporkan evaluasi terhadap
hasil RPJPD Kabupaten kepada Bupati Aceh Barat.
9. Bupati Aceh Barat menyampaikan laporan kepada Gubernur Aceh dan
Menteri Dalam Negeri.

157

BAB VII
PENUTUP

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang berisi maksud


dan tujuan, landasan penyusunan, kondisi umum Kabupaten Aceh Barat,
isu-isu strategis, visi dan misi pembangunan, arah kebijakan dan kaidah
pelaksanaan merupakan pedoman bagi pemerintah, masyarakat dan seluruh
pemangku kepentingan di dalam penyelenggaraan pembangunan daerah 20
tahun ke depan.
RPJPD Kabupaten juga menjadi acuan di dalam penyusunan RPJMD
setiap periode, yang dimulai dari RPJMD-I periode 2007-2012; RPJMD-II
periode 2012-2017; RPJMD-III periode 2017-2022; dan RPJMD-IV periode
2022-2027 serta dokumen-dokumen perencanaan lainnya.
Sesuai dengan sistem politik yang berlaku, maka RPJPD Kabupaten
ini juga menjadi pedoman bagi calon Bupati dan calon Wakil Bupati dalam
menyusun visi, misi, agenda dan prioritas pembangunan yang akan
dilakukannya bila dipilih oleh rakyat. Selanjutnya visi, misi, agenda dan
prioritas Bupati dan Wakil Bupati terpilih akan direalisasikan dalam masa
periode pengabdiannya,

dituang dalam dokumen Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) lima tahunan dan Rencana Kerja


Pembangunan Daerah (RKPD) tahunan.
Keberhasilan

pembangunan

Kabupaten

dalam

mewujudkan

visi

Kabupaten Aceh Barat yang mandiri, maju, adil, dan makmur berdasarkan
Islam perlu didukung oleh komitmen dari kepemimpinan daerah yang kuat
dan demokratis, konsistensi kebijakan pemerintah, keberpihakan kepada
rakyat, dan peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif.

BUPATI ACEH BARAT

T. ALAIDINSYAH

158

Anda mungkin juga menyukai