Anda di halaman 1dari 40

Laporan PeneliŸan

Optimalisasi Fiskal bagi


Pertumbuhan Ekonomi Daerah:
Peran Belanja Operasional dan Belanja Modal dalam APBD
Halah

Halah
Optimalisasi Fiskal bagi Pertumbuhan Ekonomi Daerah:
Peran Belanja Operasional dan Belanja Modal dalam APBD

TIM PENELITI

Koordinator Peneliti Elizabeth Karlinda

Peneliti Boedi Rheza


M. Iqbal Damanik
Tities Eka Agustine
Margaretha N. Sianturi

Jakarta, Agustus 2015

i
ii
DAFTAR ISI

Tim Peneliti ..................................................................................................................................................... i


Daftar Isi .......................................................................................................................................................... iii
Daftar Tabel .................................................................................................................................................... v
Daftar Gambar ............................................................................................................................................... vii
Ringkasan Eksekutif ...................................................................................................................................... xiii

I. Pendahuluan ......................................................................................................................................... 1

II. Tinjauan Pustaka ................................................................................................................................. 3


II.1. Model Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Sollow ............................................................... 3
II.2. Teori Pengeluaran Pemerintah Keyness ................................................................................ 3
II.3. Teori Aglomerasi ...................................................................................................................... 3

III. Metodologi ............................................................................................................................................ 5


III.1. Kerangka Pemikiran ................................................................................................................ 5
III.2. Hipotesis Studi ......................................................................................................................... 5
III.3. Metode dan Data ...................................................................................................................... 5

IV. Temuan Pokok ...................................................................................................................................... 10


IV.1. Struktur APBD ......................................................................................................................... 10
IV.2. Tata Kelola Keuangan Daerah ................................................................................................ 12
IV.2.1. Kesesuaian antar Dokumen Perencanaan ............................................................. 13
IV.2.2. Kesesuaian Dokumen Perencanaan dengan Penganggaran ................................ 15
IV.3. Dampak Belanja Pemerintah terhadap Perekonomian Daerah ......................................... 22

V. Catatan Penutup ................................................................................................................................... 23

Lampiran ......................................................................................................................................... 25
Hasil Output Regresi Data Panel Menggunakan Software eViews 9 .............................................. 25

iii
iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rata-rata nilai LQ dengan pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia .................................. 8

Tabel 2 Kesesuaian RPJMD dan RKPD Kota Semarang ........................................................................... 14

Tabel 3 Kesesuaian RPJMD dan RKPD Kabupaten Dongala .................................................................. 15

Tabel 4 Kesesuaian Anggaran RKPD dan APBD 2014 Kota Semarang dan Kab. Donggala ............... 17

v
vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Komposisi Pendapatan Daerah ................................................................................................ 2

Gambar 2 Komposisi Belanja Daerah ....................................................................................................... 2

Gambar 3 Tren Ruang Fiskal ...................................................................................................................... 2

Gambar 4 Laju Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................................... 2

Gambar 5 Dimensi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) .................................................................... 8

Gambar 6 Hubungan Belanja Operasi dengan Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 9

Gambar 7 Komposisi Pendapatan APBD Kota Semarang dan Kab. Donggala ................................... 11

Gambar 8 Komposisi Belanja dalam APBD Kota Semarang dan Kabupaten Donggala .................... 11

Gambar 9 Ruang Fiskal Kota Semarang dan Kabupaten Donggala ...................................................... 12

Gambar 10 Alur Perencanaan Pembangunan Daerah Menurut UU No.25 Th.2014 ............................ 13

Gambar 11 Tahapan Penyusunan APBD .................................................................................................... 17

vii
viii
DAFTAR SINGKATAN

APBD (P) : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Perubahan)


APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
Bappeda : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
BO : Belanja Operasi
BM : Belanja Modal
DAU : Dana Alokasi Umum
DAK : Dana Alokasi Khusus
DPU : Dinas Pekerjaan Umum
DPKAD : Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
IPM : Indeks Pembangunan Manusia
Kab. : Kabupaten
Kemenkeu : Kementerian Keuangan RI
KUA-PPAS : Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
LQ : Location Quotient
Musrenbang : Musyawarah Perencanaan Pembangunan
UNDIP : Universitas Diponegoro, Kota Semarang
PAD : Pendapatan Asli Daerah
Pemda : Pemerintah Daerah
Pemkab : Pemerintah Kabupaten
Pemkot : Pemerintah Kota
Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri
Perwali : Peraturan Walikota
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
PP : Peraturan Pemerintah
RAPBD : Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Renstra : Rencana Strategis
Renja : Rencana Kerja
RKP (D) : Rencana Kerja Pemerintah (Daerah)
RPJP (D) : Rencana Pembangunan Jangka Panjang (Daerah)
RPJM (D) : Rencana Pembangunan Jangka Menengah (Daerah)
RT/RW : Rukun Tetangga/Rukun Warga
SDM : Sumber Daya Manusia
SiLPA : Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (tahun anggaran sebelumnya)

ix
Simkeuda : Sistem Keuangan Daerah
Simbpp : Sistem Informasi Manajemen Bendahara Pembantu Pengeluaran
Simmonev : Sistem Informasi Manajemen Monitoring dan Evaluasi
Simperda : Sistem Informasi Manajemen Perencanaan Daerah
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
UU : Undang-Undang

x
I. PENDAHULUAN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah otonomi fiskal, banyak daerah justru masih
(APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap dana
yang utama bagi pemerintah daerah. Meski dari pemerintah pusat dalam mengelola rumah
bervariasi bobot perannya di tiap daerah menurut tangganya. Dalam rasio belanja daerah, terlihat
tingkat perkembangan ekonomi dan kemajuan masalah yang juga serius adalah masih dominannya
masing-masing, secara umum APBD menjadi belanja pegawai dengan proporsi sebesar 43,75%,
sumber bagi pembiayaan layanan publik dan sedangkan belanja modal rerata hanya 23,92%.
stimulans bergeraknya ekonomi. Dalam situasi Sementara terkait ruang fiskal tampak bahwa
ekonomi yang lesu dan mengalami perlambatan, tingkat diskresi pemda dalam membelanjakan
APBD menjadi modalitas sektor publik untuk anggaran cenderung menurun sepanjang 2007-
berkontribusi bagi pemulihan ekonomi secara 2014. Penurunan ruang fiskal ini menunjukkan
berkelanjutan. struktur kesempatan dan fleksibilitas daerah dalam
menggunakan anggaran untuk kebutuhan riil
APBD, sebagai suatu produk kebijakan, mereka menjadi semakin sempit.
mencerminkan politik anggaraan suatu
daerah. Dari sana mengalir rumusan terkait arah Selain terdapat masalah dalam sisi fiskal daerah,
pembangunan dan skala prioritas yang pada datang dari gambar buram perekonomian
gilirannya diturunkan pada level program dan nasional yang merupakan resultante kinerja
kegiatan pada suatu kurun tahun fiskal. Secara perekonomian daerah. Pada tahun 2011-2014
normatif, penetapan prioritas-prioritas tersebut terjadi tren perlambatan/penurunan pertumbuhan
diambil dalam kerangka kepentingan berjalannya ekonomi di Indonesia. Laju pertumbuhan ekonomi
penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatnya Indonesia dalam kurun 2011-2014 berturut-turut
kualitas hidup/kesejahteraan masyarakat. Dengan adalah: 6,49%, 6,26%, 5,73%, dan 5,06% (Lihat
demikian, daerah harus memastikan anggaran Gambar 4). Bahkan pada semester pertama 2015 ini
tersebut benar-benar digunakan untuk program terjadi penurunan lebih lanjut yang kian menukik
dan kegiatan yang memiliki manfaat besar bagi ke 4,67%. Banyak pihak menengarai sejumlah
masyarakat. lapisan masalah yang menjadi sebab/latar kejadian
tersebut, baik momentum jangka pendek maupun
Sepanjang Indonesia menyelenggarakan otonomi yang bersifat struktural jangka panjang, bersumber
terlihat jelas bahwa masalah utama dalam dari rumah tangga sendiri (domestik) maupun
kebijakan fiskal daerah terletak pada kapasitas dinamika global menyangkut penurunan harga
dan mutu tata kelola keuangan daerah yang komoditas, pelemahan mata uang rupiah, dll.
masih rendah. Hal ini, antara lain, ditunjukkan
indikator kemandirian daerah, rasio belanja daerah, Bertolak dari gambaran masalah tadi, studi ini
dan ruang fiskal daerah. Perihal kemandirian bertujuan menganalisis pengaruh faktor fiskal
daerah, data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) (APBD) terhadap pertumbuhan ekonomi. Apa dan
2010-2014 menunjukkan bahwa secara nasional bagaimana APBD dalam menyumbang pengaruh
proporsi dana perimbangan masih dominan setiap kepada pertumbuhan ekonomi di daerah?
tahun anggaran di banyak kabupaten/kota di Pengolahan data-data kuantitatif dan penelusuran
mana lebih dari 60% APBD bersumber dari dana dinamika di lapangan membawa kami kepada
perimbangan. Alih-alih berbicara kemandirian/ jawaban atas pertanyaan ringkas tersebut.

1
Gambar 1. Komposisi Pendapatan Daerah Gambar 2. Komposisi Belanja Daerah

Sumber: diolah dari data Kemenkeu RI Sumber: diolah dari data Kemenkeu RI

Gambar 3. Tren Ruang Fiskal Gambar 4. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Sumber: diolah dari data Kemenkeu RI Sumber: diolah dari data BPS

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai konsep yang mendasari kerangka perekonomian ditentukan pembelanjaan agregat.


penjelasan dan guna menjawab pertanyaan di Dalam sistem pasar bebas penggunaan full
atas, studi tentang peran sektor publik (instrumen employment tidak selalu bisa tercipta. Untuk
fiskal pemda) bagi perekonomian daerah ini itu diperlukan rangkaian usaha (kebijakan)
mengadaptasi sejumlah model dan teori berikut: pemerintah guna mendorong pertumbuhan
ekonomi. Pemerintah dapat memengaruhi
perilaku ekonomi tidak hanya melalui kebijakan
II.1. Model Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik moneter tetapi juga kebijakan fiskal (APBN/D).
Sollow Maka, persamaan keseimbangan pendapatan
nasional menurut Keynes adalah Y= C+I+G
Model Neoklasik yang dikembangkan oleh Robert (Y sebagai pendapatan nasional, C merupakan
Sollow menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi pengeluaran konsumsi, G adalah Pengeluaran
merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pemerintah). Menurut Keynes, untuk menghindari
pada manusia, akumulasi modal, dan pemakaian timbulnya stagnasi perekonomian, pemerintah
teknologi modern. Teori ini menekankan mesti meningkatkan jumlah pengeluaran
perhatiannya pada pertumbuhan output yang akan pemerintah (G) pada level lebih tinggi dari
terjadi atas hasil kerja dua faktor input utama, pendapatan nasional agar dapat mengimbangi
yaitu modal dan angkatan kerja. Pada model ini meningkatnya kecenderungan konsumsi (C) dalam
diasumsikan bahwa angkatan kerja mengikuti perekonomian.
model pertumbuhan eksponensial dengan laju yang
konstan. Adapun yang tergolong sebagai modal
adalah bahan baku, mesin, peralatan, bangunan II.3. Teori Aglomerasi
dan uang. Dalam cara memproduksi ouput, faktor
modal dan tenaga kerja dapat dikombinasikan Salah satu cara menghemat biaya produksi
dalam berbagai model. adalah melalui aglomerasi. Konsentrasi spasial
dari aktifitas ekonomi dikawasan perkotaan,
menyitir Kuncoro (2000), dapat terbentuk lantaran
II.2. Teori Pengeluaran Pemerintah Keyness penghematan biaya yang ditimbulkan oleh
letak berdekatan antar perusahaan. Munculnya
Modal dalam teori pertumbuhan neoklasik juga persaingan antar industri ini dalam durasi yang
dapat berupa uang. Dalam hal ini, uang yang lama dapat mendorong peningkatan harga bahan
beredar di masyarakat tidak hanya berasal dari baku dan faktor produksi, serta berpengaruh
swasta, namun juga berasal dari pemerintah. Ini kepada biaya per unit yang mulai naik sehingga
sejalan dengan teori pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya berdampak atas relokasi aktifitas
dicetuskan John Maynard Keyness. Inti teori ini ekonomi ke daerah lain yang belum mencapai
adalah imperasi campur tangan pemerintah dalam skala produksi maksimum. Aglomerasi ekonomi di
peningkatan belanja masyarakat, baik melalui suatu wilayah mendorong pertumbuhan ekonomi
upaya meningkatkan suplai uang maupun berupa pada wilayah tersebut karena terciptanya efisiensi
pembelian barang dan jasa oleh pemerintah sendiri. produksi, sedangkan pada wilayah lain yang tidak
mampu bersaing akan mengalami kemunduran
Keynes berpendapat level kegiatan dalam dalam pertumbuhan ekonominya.

3
4
III. METODOLOGI

III.1. Kerangka Pemikiran Selain manusia dan modal, menurut teori,


aglomerasi juga dapat mempengaruhi
Berdasarkan teori pertumbuhan Solow dan perekonomian suatu daerah. Adanya pemusatan
pemikiran Keyness di atas, studi ini menggunakan pemusatan aktivitas ekonomi di suatu wilayah
kerangka berpikir sebagai berikut: dapat menghemat biaya produksi sehingga
perusahaan lebih efisien yang akhirnya dapat turut
APBD meningkatkan perekonomian daerah. Aglomerasi
(Belanja Operasi &
Belanja Modal ini diproksi dengan Location Quotient (LQ) sektor
Indeks Aglomerasi
Pembangunan (Location manufaktur.
Manusia (IPM) Quotient)

III.2. Hipotesis Studi


Tata Kelola
Keuangan Daerah
Berdasarkan sejumlah kerangka teori tersebut,
hipotesis dari studi ini adalah sebagai berikut:
Pertumbuhan Enonomi Daerah ➢ Kualitas sumber daya manusia yang diproksi
dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
Sumber daya manusia dan sumber daya modal ekonomi daerah;
merupakan dua faktor yang sangat mempengaruhi ➢ Aglomerasi yang diproksi dengan Location
perekonomian. Semakin tingginya kualitas dan Quotient (LQ) sektor manufaktur berpengaruh
kuantitas manusia dan modal yang ada pada suatu positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah;
wilayah, produktivitas daerah semakin meningkat. ➢ Belanja pemerintah yang diproksi dengan
Ini akan meningkatkan output daerah sehingga belanja operasi dan belanja modal berpengaruh
perekonomian daerah semakin berkembang. positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Dalam hal ini, sumber daya manusia diproksi oleh


Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indikator III.3. Metode dan Data
ini menunjukkan kualitas sumber daya manusia di
suatu daerah. Sumber daya modal diproksi melalui Studi ini dilakukan dengan menggunakan
belanja pemerintah dalam APBD. Hal ini sejalan pengolahan data APBD dan data ekonomi
dengan pemikiran Keyness yang berpendapat dari 255 daerah (kabupaten/kota) di Indonesia
bahwa Pemerintah harus berperan serta dalam kurun waktu 2010-2013. Penggunaan data panel
perekonomian melalui pengeluaran pemerintah. pada penelitian ini diharapkan dapat menyajikan
Namun, pengaruh belanja pemerintah terhadap informasi lebih lengkap dan mampu menunjukkan
perekonomian bergantung pada kualitas tata kelola hubungan yang lebih realistis karena jumlah
keuangan di daerah. Kualitas tata kelola keuangan observasi yang lebih banyak.
dapat mempengaruhi output dan outcome
penganggaran. Semakin baiknya kualitas tata kelola Untuk melihat pengaruh belanja pemda terhadap
keuangan, pengaruh belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, dilakukan regresi data
perekonomian akan semakin besar. panel yang menggunakan persamaan dengan

5
merujuk model pertumbuhan neoklasik Sollow Selanjutnya, untuk menelisik kaitan proses
yang ditransformasikan kedalam fungsi Cobb- penganggaran dengan prioritas pembangunan
Douglass (logaritma) dan sejumlah uji pemilihan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi,
model tertentu. Regressi ini ditujukan untuk dilakukan studi kualitatif di dua daerah, yaitu Kota
mengetahui pengaruh belanja operasi dan belanja Semarang (Provinsi Jawa Tengah) dan Kabupaten
modal Pemda terhadap pertumbuhan ekonomi. Donggala (Provinsi Sulawesi Tengah). Pilihan dua
Selain itu, studi ini juga mengulas pengaruh faktor- daerah ini berdasar variasi karakteristik wilayah
faktor lain, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (Kota dan Kabupaten), lokasi (Pulau Jawa dan
(IPM) dan aglomerasi sektor manufaktur (Location luar Pulau Jawa), struktur perekonomian (berbasis
Quotient/LQ). Model yang digunakan adalah sektor perdagangan jasa dan sektor pertanian).
sebagai berikut :

Log(PDRBit) = β0 + β1 log(IPMit) + β2 log(LQit) + β3 log(BOit) + β4 log(BMit) + β5 Dummy Jawa + εit

Dimana:
Log(PDRBit): Nilai Logaritma PDRB Kabupaten/Kota i pada tahun ke-t
IPMit: Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota i pada tahun ke-t
LQit: Aglomerasi yang diproksi dengan LQ sektor manufaktur kabupaten i tahun ke-t
BOit: Belanja Operasi Pemda Kab/Kota i tahun ke-t
BMit: Belanja Modal Pemda Kabupaten i tahun ke-t
β0: Konstanta
εit: Error

6
IV. TEMUAN POKOK

Belanja Operasi (BO), Belanja Modal (BM), IPM dengan koefisien 0,06 menunjukkan bahwa
dan LQ berpengaruh positif atas pertumbuhan setiap peningkatan belanja modal sebesar 1%,
ekonomi. Hal ini teruji dari hasil regresi data akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
panel antara Log(PDRB) dengan menggunakan sebesar 0,06%, cateris paribus.
logaritma variabel bebas IPM (sebagai proksi
dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)), LQ ➢ Nilai koefisien dummy Jawa sebesar 0,16 artinya
sektor manufaktur (sebagai proksi aglomerasi), rata-rata perbedaan pertumbuhan ekonomi
BO, BM serta dummy kota dan dummy Pulau Jawa, antara daerah di Jawa dengan di luar Jawa
sebagaimana tersaji sebagai berikut : adalah sebesar 0,16%, cateris paribus.

Log(PDRB) = -30,43 + 3,85 log(IPM)it + 0,17 log(LQ)it + 1,58 log(BO)it + 0,06 log(BM)it + 0,16 Dummy Jawa + εit
(30,35) ** (18,01)** (60,65)** (3,22)** (5,5)**
Catatan: Angka dalam kurung di bawah koefisien adalah nilai t-statistic

Hasil pengujian tersebut menunjukkan: IPM, LQ, Nilai koefisien determinasi (R2) dari model ini
belanja operasi, belanja modal serta dummy kota cukup tinggi yakni 91. Artinya 91% pertumbuhan
dan dummy Pulau Jawa berpengaruh positif dan ekonomi di Indonesia dapat dijelaskan oleh IPM,
signifikan secara statistik (pada tingkat kepercayaan LQ, belanja operasional pemda, belanja modal
95%) terhadap pertumbuhan ekonomi. pemda, karakteristik kota dan karakteristik daerah
➢ Variabel log(IPM) berpengaruh signifikan Pulau Jawa. Sementara 9% dipengaruhi oleh faktor
dengan nilai koefisien sebesar 3,85. Artinya, lain (diluar model).
setiap kenaikan IPM sebesar 1% akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar IPM merupakan faktor yang paling
3,85%, cateris paribus. mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan manusia sejatinya adalah suatu
➢ Variabel log(LQ) berpengaruh signifikan proses memperbanyak pilihan-pilihan yang
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan dimiliki manusia (HDR, 1990). Diantara banyak
koefisien sebesar 0,17 yang berarti bahwa pilihan tersebut, pilihan terpenting adalah terkait
kenaikan LQ sebesar 1% akan meningkatkan peningkatan kualitas hidup yang terlihat pada
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,17%, cateris kondisi kesehatan, pendidikan, dan akses terhadap
paribus. sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup
secara layak.
➢ Variabel log(Belanja Operasi) berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi IPM berguna mengukur capaian pembangunan
dengan nilai 1,58, artinya bahwa setiap manusia berbasis sejumlah komponen dasar
kenaikan belanja operasional sebesar 1% akan kualitas hidup. Penilaian standar capaian dalam
menaikkan perumbuhan ekonomi sebesar IPM tersebut dibangun lewat pendekatan 3 dimensi
1,58%, cateris paribus. dasar: umur panjang (kesehatan), pengetahuan
(pendidikan), dan kehidupan yang layak yang pada
➢ Variabel log(Belanja Modal) berpengaruh gilirannya diturunkan lagi dalam sejumlah proksi
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pengukuran (Lihat gambar 5).

7
Gambar 5. Dimensi Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Umur Panjang dan Sehat


Angka Harapan
Hidup saat Lahir

Kehidupan yang Layak Pengetahuan


Pengeluaran Riil Indeks Angka Melek Huruf
perKapita yang Pembangunan & Rata-Rata Lama
Disesuaikan Manusia Sekolah

IPM ini menggambarkan kualitas sumber (80,17). Kelima daerah tersebut memiliki
daya manusia yang ada dalam suatu wilayah. persamaan karakteristik, yakni daerah/kota pelajar,
Nilai IPM yang tinggi mengindikasikan SDM wilayah perkotaan dengan perekonomian besar.
dalam wilayah tersebut memiliki kualitas yang Sementara 5 daerah kabupaten yang terendah
baik. Semakin baiknya kualitas SDM, akan adalah Kab. Nduga (49,29), Kab. Intan Jaya (49,61),
meningkatkan produktivitas tenaga kerja di Kab. Yalimo (49,86), Kab. Mamberamo Tengah
daerah. Pada akhirnya, peningkatan produktivitas (50,11) dan Kab. Puncak (50,18) dimana kelimanya
ini mendorong pertumbuhan ekonomi di merupakan daerah terpencil di Provinsi Papua.
suatu daerah. Hasil analisis regresi data panel
menunjukkan bahwa nilai koefisien IPM paling Pemusatan aktivitas ekonomi (manufaktur)
tinggi dibanding variabel lainnya. Artinya IPM terbukti menghemat biaya produksi. LQ
merupakan variabel yang paling mempengaruhi sektor manufaktur yang merupakan proksi dari
pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Kualitas aglomerasi menunjukkan pemusatan lokasi dan
SDM merupakan elemen terpenting dalam kegiatan ekonomi di sektor manufaktur pada
pembangunan ekonomi daerah. pusat-pusat pertumbuhan tertentu. Menurut
teori Aglomerasi, adanya pemusatan aktivitas
Investasi atas manusia (invest to people) demikian perekonomian di suatu daerah akan memicu
bukan hanya memperbaiki kualitas hidup lewat perekonomian daerah.
perbaikan kondisi kesehatan atau pendidikan
Tabel 1. Rata-rata nilai LQ dengan pertumbuhan
tetapi juga menyumbang secara signifikan bagi
ekonomi daerah di Indonesia
pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Di sini,
pembangunan sosial merupakan dasar bagi LQ Pertumbuhan Ekonomi (%)
pembangunan ekonomi sebagai bagian integral <1 6,30
dari pembangunan manusia seutuhnya. Sudah 1 6,42
seyogyanya Pemda mulai mengalokasikan belanja >1 6,63
modal pada investasi kualitas SDM ini guna Sumber: Data DPS (diolah)
kepentingan perekonomian jangka panjang.
Teori tersebut sejalan dengan Tabel 1 diatas,
Lima daerah yang memiliki nilai IPM tertinggi dimana daerah-daerah yang memiliki LQ<1, maka
tahun 2013 adalah Kota Jakarta Selatan (80,47), rata-rata pertumbuhan ekonominya sebesar 6,3%.
Kota Jakarta Timur (80,07), Kota Depok (80,14), Sementara daerah yang memiliki nilai LQ=1,
Kota Yogyakarta (80,51) dan Kota Makassar rata-rata pertumbuhan ekonominya sebesar

SDM Produktivitas Perekonomian


IPM Tinggi Berkualitas Tinggi Tumbuh

8
6,42%. Daerah yang memiliki LQ >1, maka rata- pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-
rata pertumbuhan ekonominya sebesar 6,63%. hari pemerintah pusat/daerah yang memberi
Hal ini berarti: semakin tinggi LQ suatu daerah manfaat jangka pendek. Belanja operasi antara lain
akan berdampak kepada rerata pertumbuhan meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja
ekonomi yang juga semakin besar. Teori tersebut bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial. Dari definisi
juga sesuai dengan hasil analisis regresi dimana tersebut, dijelaskan bahwa belanja operasi tersebut
LQ sektor manufaktur berpengaruh signifikan hanya memiliki manfaat jangka pendek dimana
positif terhadap pertumbuhan ekonomi: semakin manfaat tersebut tidak lebih dari satu tahun.
besar LQ sektor manufaktur di suatu daerah akan Belanja pemerintah ini bukan bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang juga investasi sehingga dapat dikatakan belanja operasi
semakin meningkat. merupakan belanja konsumsi pemerintah daerah.

Adanya pemusatan aktivitas ekonomi di sektor Berbeda dengan belanja operasi, belanja modal
manufaktur akan menghemat biaya produksi didefinisikan sebagai pengeluaran anggaran
perusahaan. Tidak hanya itu, pemusatan ekonomi untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya
juga akan meningkatkan persaingan antar yang memberi manfaat lebih dari satu periode
perusahaan sehingga para pelaku usaha berupaya akuntansi. Belanja modal meliputi belanja
untuk lebih efisien dalam produksi. Dengan perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan,
demikian, perusahaan mendapatkan keuntungan aset tak berwujud. Berbeda dari belanja operasi
lebih besar yang pada gilirannya turut mendorong yang digunakan sebagai konsumsi, belanja modal
perekonomian daerah sekitar. ini digunakan oleh pemda sebagai belanja investasi.

Gambar 6.
Pemusatan Penghematan biaya Profit Pertumbuhan menunjukkan
aktivitas ekonomi produksi lebih besar Ekonomi
hubungan belanja
operasi dan belanja
modal dengan
Belanja Pemerintah terbukti berpengaruh pertumbuhan ekonomi. Dari plot data tersebut
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, di dapat diketahui bahwa semakin tinggi belanja
mana--sayangnya--belanja operasional lebih operasi dan belanja modal, pertumbuhan ekonomi
besar pengaruhnya dibanding belanja modal. juga semakin tinggi. Hal ini juga sejalan dengan
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar hasil analisis regresi data panel dalam studi
Akuntansi Pemerintah, Belanja Operasi berisi ini, dimana belanja operasional dan belanja

Gambar 6. Hubungan Belanja Operasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

9
modal memiliki pengaruh yang positif terhadap modal ini juga sulit untuk ditentukan dan berbeda-
pertumbuhan ekonomi. Bahkan, jika dilihat dari beda (tergantung jenis/bentuk belanja modal).
koefisiennya hasil regresi, belanja operasi ini lebih
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kualitas tata kelola penganggaran di daerah.
daripada belanja modal. Untuk menganalisis lebih dalam kualitas tata
kelola penganggaran di
daerah yang berdampak
Multiplier efek: pada kecilnya pengaruh
Belanja Konsumsi
perdagangan Perekonomian belanja modal, dilakukan
Operasi Pemerintah
dan konsumsi meningkat
meningkat meningkat studi kasus di dua daerah,
meningkat
yaitu Kota Semarang dan
Kabupaten Donggala.
Dalam analisisnya, ada
Dalam analisis lebih lanjut, belanja operasi tiga hal yang didalami lebih lanjut, yakni struktur
merupakan belanja konsumsi pemerintah daerah. APBD dua daerah, tata kelola keuangan daerah
Dengan meningkatnya belanja operasi, konsumsi serta dampak belanja pemerintah terhadap
pemerintah daerah juga akan meningkat. perekonomian daerah.
Peningkatan konsumsi ini memberikan multiplier
efek pada perekonomian, khususnya ada sektor
perdagangan dan jasa. Pada akhirnya hal ini IV.1. Struktur APBD
akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Sementara belanja modal merupakan belanja APBD setidaknya menggambarkan tiga hal:
investasi pemerintah daerah. Semakin tinggi komposisi pendapatan, komposisi belanja dan
belanja modal yang dikeluarkan pemda maka ruang fiskal daerah. Dari komposisi pendapatan,
pembentukan asset tetap akan semakin tinggi. dapat dilihat rasio ketergantungan daerah
Hal ini akan meningkatkan produktivitas daerah terhadap dana dari pusat. Rasio ini ditunjukkan
sehingga output yang dihasilkan suatu daerah juga oleh persentase transfer ke daerah (termasuk
semakin besar. Dengan demikian, pertumbuhan didalamnya dana perimbangan) terhadap total
ekonomi meningkat. pendapatan. Semakin tinggi rasio, semakin besar
ketergantungan daerah
Belanja Modal Pembentukan Output Pertumbuhan terhadap dana bantuan dari
tinggi Asset tetap Produksi Ekonomi pemerintah pusat.

Pengaruh belanja operasi yang lebih besar Tampilan data pada Gambar 7 menunjukan
terhadap perekonomian bukan berarti Pemda komposisi pendapatan dua daerah lokasi studi.
harus meningkatkan belanja operasi dibanding Kab. Donggala memiliki ketergantungan fiskal
belanja modal. Dua alasan utama yang mendasari yang relatif tinggi, dibanding Kota Semarang serta
hasil demikian adalah: rata-rata nasional (lihat Gambar 1). Bahkan pada
tahun 2010-2013, lebih dari 90% APBD berasal
Adanya perbedaan waktu manfaat belanja operasi dari dana perimbangan. Sementara Pendapatan
dan belanja modal. Belanja konsumsi ini memiliki Asli Daerah (PAD) hanya memiliki kontribusi
manfaat jangka pendek, sehingga dampaknya sekitar 6%. Hal ini menunjukkan bahwa masih
dapat dilihat pada tahun yang sama. Sementara rendahnya kemampuan PAD yang dihasilkan
belanja modal memiliki nilai manfaat yang Pemerintah Kabupaten Donggala terkait kewajiban
panjang. Dengan demikian, dampaknya tidak dapat untuk melaksanakan berbagai kegiatan di
dirasakan pada tahun yang sama. Dampak belanja daerahnya, terutama kegiatan rutin yang ternyata
modal ini akan dirasakan masyarakat pada tahun- justru membebani keuangan negara hanya untuk
tahun berikutnya. Lamanya dampak dari belanja membiayai operasional birokrasi.

10
Gambar 7. Komposisi Pendapatan APBD Kota Semarang dan Kab. Donggala

Sumber: Kemenkeu, APBD Kota Semarang dan APBD Kab. Donggala (diolah)

Rasio belanja pemda juga merupakan hal yang yang sejatinya memang lebih banyak dihasilkan
penting dianalisis. Rasio belanja ini ditunjukkan dari suatu belanja berkualitas.
melalui presentase besarnya belanja pegawai
terhadap total belanja dan rasio belanja modal atas Gambar 8 memvisualisasikan komposisi belanja
total belanja. Melalui rasio belanja ini, dapat dilihat di Kota Semarang dan Kabupaten Donggala.
apakah pemda sudah mengutamakan belanja Belanja pegawai ditambah belanja barang dan jasa
modal sebagai investasi daerah. Meski memberi masih memiliki porsi yang besar terhadap total
dampak bagi pertumbuhan ekonomi, belanja belanja di dua daerah. Data APBD pada tahun
operasi yang identik dengan belanja konsumsi 2014 memperlihatkan bahwa belanja pegawai,
pemda tidak efektif memberikan fondasi kuat dan barang dan jasa dalam APBD Donggala memiliki
berkelanjutan bagi perekonomian dan biasanya tak porsi sebesar 72,5%. Sementara belanja operasi
maksimal mendorong penciptaan lapangan kerja di Kota Semarang sebesar 63% dari total belanja

Gambar 8. Komposisi Belanja dalam APBD Kota Semarang dan Kabupaten Donggala

Sumber: Kemenkeu, APBD Kota Semarang dan APBD Kab Donggala (diolah)

11
daerah. Menariknya, pada tahun 2014, porsi belanja Data dari Kemenkeu kurun 2010-2014
modal yang dianggarkan Pemda Donggala lebih menunjukkan ruang fiskal Kota Semarang
besar daripada Pemda Kota Semarang. Hal ini cenderung meningkat secara perlahan dari
mengindikasikan bahwa Pemda Donggala semakin 38% menjadi 44%. Hal ini mengindikasikan
memperhatikan pentingnya belanja modal untuk bahwa Pemkot Semarang semakin leluasa dalam
pembangunan infrastruktur daerah yang memang mengalokasikan belanjanya pada program prioritas
sangat dibutuhkan bagi masyarakat Donggala. daerah. Tingginya ruang fiskal di Kota Semarang,
antara lain, disebabkan besarnya pendapatan
Belanja operasi (belanja pegawai serta barang daerah (PAD). Seperti yang diungkapkan oleh
dan jasa) merupakan pengeluaran pokok yang Ekonom IMF, Peter S. Heller, upaya meningkatkan
harus dikeluarkan agar pemerintahan berjalan atau memperluas ruang fiskal suatu daerah dapat
baik. Karakter belanja operasi ini bersifat baku dan diperoleh melalui peningkatan penerimaan,
terstandar, di mana penggunaan item-itemnya sulit pinjaman/hutang, mereview pengeluaran yang ada,
untuk diubah. Namun, perlu diingat bahwa belanja pencetakan uang, dan penerimaan hibah.
operasi memiliki nilai manfaat jangka pendek, dan
ini bukan merupakan kondisi yang ideal untuk Sementara ruang fiskal Kabupaten Donggala
perekonomian jangka panjang. Sementara belanja cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010, ruang fiskal
modal digunakan untuk pembentukan modal tetap daerah ini sebesar 31%, turun menjadi 24% di tahun
yang dapat meningkatkan produktivitas daerah 2011 dan perlahan meningkat hingga 33% di tahun
jangka panjang. Oleh karena itu, sebaiknya belanja 2013. Sempitnya ruang fiskal ini dapat berpengaruh
modal memiliki porsi yang besar dalam APBD. pada kecilnya anggaran untuk belanja modal. Oleh
karena itu, Pemda Donggala dapat melakukan
Pemda dalam mengalokasikan APBD untuk reformasi birokrasi agar belanja operasional dapat
pembiayaan kegiatan prioritas daerah tentu dialokasikan untuk belanja modal.
memerlukan fleksibilitas yang ditandai
keluasan ruang fiskal (fiscal space). Semakin
luas ruang fiskal yang dimiliki suatu daerah IV. 2. Tata Kelola Keuangan Daerah
maka akan semakin besar pula fleksibilitas yang
dimiliki Pemda untuk mengalokasikan belanja Kegiatan pembangunan daerah dilakukan
pada kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas lewat mekanisme pengelolaan perencanaan dan
daerah, seperti pembangunan infrastruktur dan penganggaran dengan siklus 5 (lima) tahun dan
pengembangan potensi setempat. tahunan. Mekanisme perencanan dilakukan

Gambar 9. Ruang Fiskal Kota Semarang dan Kabupaten Donggala

12
dengan menghimpun data dan masukan dari kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam program c. RKP Daerah merupakan jabaran dari RPJM
pembangunan daerah. Proses ini harus terintegrasi Daerah dan mengacu pada RKP, memuat
sejak perencanaan jangka panjang, jangka menengah, rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
perencanaan tahunan. Sedangkan mekanisme pembangunan, rencana kerja dan pendanaannya.
penganggaran dilakukan untuk melaksanakan d. Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan,
program dan kegiatan berdasarkan skala prioritas strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
dalam satu tahun anggaran. Kesesuaian antara pembangunan yang disusun sesuai dengan
dokumen perencanaan dengan penganggaran tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat
ini dapat menunjukan komitmen dan kualitas Daerah (SKPD) serta berpedoman kepada
Pemdalaman mengelola pembangunan daerah. RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
e. Renja-SKPD disusun dengan berpedoman ke
Renstra SKPD dan mengacu ke RKP, memuat
IV.2.1. Kesesuaian antar Dokumen Perencanaan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan
baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemda
UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan maupun yang ditempuh dengan mendorong
Pembangunan Nasional mengatur dua alur partisipasi masyarakat.
perencanaan pembangunan: nasional dan daerah.
Dalam pasal 5 dan 7 termaktub beberapa dokumen Kelima dokumen tersebut seharusnya memiliki
perencanaan di daerah yang terdiri dari: kesesuaian antara satu dan lainnya. Secara ringkas
a. RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah dokumen tersebut menjadi proses sebuah alur
pembangunan Daerah merujuk RPJP Nasional. perencanaan pembangunan seperti yang terdapat
b. RPJM Daerah merupakan penjabaran dari pada Gambar 10. Berdasarkan bagan alur tersebut
visi, misi, dan program Kepala Daerah yang terlihat bahwa inti proses perencanaan daerah
penyusunannya berpedoman pada RPJP terletak pada pembuatan RPJM Daerah dan RKP
Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, Daerah. Proses penyusunan RPJM Daerah yang
memuat arah kebijakan keuangan Daerah, dilakukan selama 5 tahun sekali tentunya memiliki
strategi pembangunan Daerah, kebijakan dampak terhadap susunan RKP Daerah.
umum, dan program SKP, lintas SKPD, dan
program kewilayahan disertai dengan rencana- Analisis dokumen perencanaan di dua daerah
rencana kerja dalam kerangka regulasi dan difokuskan kepada dua program prioritas

Gambar 10. Alur Perencanaan Pembangunan Daerah Menurut UU No.25 Th.2014

ALUR PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MENURUT UU NO.25 TAHUN 2004

RPJP Pedoman RPJM Dijabarkan RKP


Nasional Nasional Nasional

Diperhatikan

Pedoman Dijabarkan Pedoman


RPJP RPJM RKP Penyusunan
Daerah Daerah Daerah RAPBD
20 Tahun 5 Tahun 1 Tahun
Pedoman Diacu

Renstra Pedoman RENJA


SKPD SKPD
5 Tahun 1 Tahun

13
pembangunan, yakni prioritas pembangunan RKPD 2014 tetapi tidak ada didokumen RPJMD
berdasarkan sektor unggulan masing-masing daerah yaitu Program Inspeksi Kondisi Jalan-Jembatan.
serta prioritas pembangunan yang terkait dengan Program ini merupakan program yang berkaitan
infrastruktur. Hasil identifikasi sektor unggulan dengan Misi 4. Kesesuaian dokumen perencanaan
kedua daerah adalah sektor perdagangan dan jasa ini menunjukan bahwa Pemkot Semarang memiliki
untuk Kota Semarang dan sektor pertanian untuk komitmen untuk mendukung pembangunan dengan
Kabupaten Donggala. Secara umum, dokumen mengintegrasikan dokumen perencanaan yang ada.
perencanaan (RPJMD dan RKPD) di Kota
Semarang dan Kab. Donggala cukup konsisten. “Mekanisme Perencanaan ini diawali dari Rembug
Artinya dokumen RPJMD sejalan dengan dokumen Warga (kelurahan/kecamatan) sampai Musrenbang
RKPD yang diterbitkan tiap tahunnya. Kota. Dalam mekanisme ini Pemkot menggandeng
LSM Pattiro, sebagai pendamping warga mengenai
Studi kesesuaian dokumen perancanaan dan perencanaan, dan UNDIP untuk memberikan
penganggaran Kota Semarang dilakukan di 2 sosialisasi mengenai pembangunan nasional dan
instansi, yaitu SKPD Pekerjaan Umum yang tata ruang daerah. RTRW Kota Semarang yang
diwakilkan melalui Dinas Bina Marga dan SKPD merupakan suplemen RPJMD harus disosialisasikan
Perdagangan dan Jasa yang diwakilkan melalui kepada masyarakat agar mereka mengetahui
Disperindag dan Dinas Pasar. Merujuk RPJMD mengenai tata ruang daerah dan program
Kota Semarang tampak Misi 3 dan Misi 4 sudah pembangunan pusat dan daerah sehingga masyarakat
terakomodir dalam dokumen RKPD Tahun 2014. bisa ikut berpartisipasi dalam pembangunan”
Hanya ada satu program tambahan yang ada di (Purnomo Dwi, Sekretaris Bappeda, 04 Mei 2015)

Tabel 2. Kesesuaian RPJMD dan RKPD Kota Semarang

Dokumen RPJMD Kota Semarang 2010-2015 Dokumen RKPD 2014

Visi dan Misi Program Program

Visi: “Terwujudnya Semarang Kota Perdagangan dan Jasa, yang


Berbudaya Menuju Masyarakat Sejahtera”
Misi 3: Program Perlindungan Program Perlindungan Konsumen
Mewujudkan kemandirian dan Konsumen dan Pengamanan dan Pengamanan Perdagangan
daya saing daerah. Perdagangan
Program Peningkatan dan Program Peningkatan dan
Pengembangan Ekspor Pengembangan Ekspor
Program Pengembangan Program pengembangan industri
Industri Kecil dan Menengah kecil dan menengah
Misi 4: Program Pembangunan Jalan Program Pembangunan Jalan dan
Mewujudkan tata ruang dan Jembatan Jembatan
wilayah dan infrastruktur yang Program Rehabilitasi/ Program Rehabilitasi/Pemeliharaan
berkelanjutan Pemeliharaan Jalan dan Jalan dan Jembatan
Jembatan
Program Pembangunan Sistem Program Pembangunan Sistem
Informasi/ Database Jalan Informasi/Database Jalan
danJembatan danJembatan
Program Inspeksi Kondisi Jalan dan
Jembatan

14
Berbeda dari Kota Semarang sebagai urban area, pada Tabel 3 memperlihatkan kesesuaian antara
Kabupaten Donggala memiliki karakteristik RPJMD dengan RKPD berdasarkan program yang
wilayah yang bersifat rural. Pertanian (pangan terdapat dalam kedua dokumen tersebut. Meskipun
dan perkebunan) menjadi sektor unggulan yang demikian, pada Dinas Pertanian, terdapat satu
menyumbang PDRB terbesar di daerah tersebut. program memiliki kaitan dengan Dinas yang lain,
Untuk itu, SKPD yang menjadi obyek studi adalah misalnya pada program Jaringan Irigasi Desa
Dinas Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU). (JIDES) secara optimal telah diakomodir dalam
RKPD Dinas PU. Sedikit perubahan lain terjadi
Dokumen RPJMD Kabupaten Donggala sudah pada program yang terdapat di RPJMD yang masuk
mengacu kepada beberapa misi dan prioritas dalam nomenklatur kegiatan di RKPD. Sebagai
daerah. Seluruh program dalam RPJMD sudah contoh Dinas PU yang secara khusus menyebutkan
tertulis sesuai dengan perencanaan pembangunan program sanitasi layak dalam RPJMD, namun
daerah. Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006, dalam RKPD termasuk dalam program
RPKD perlu mengikuti kerangka penyusunan Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi,
anggaran tahunan sesuai dengan peraturan yang Rawa dan Jaringan Pengairan lainnya.
ada. Hal ini untuk memastikan bahwa RKPD
dapat diterjemahkan secara konsisten kepada IV.2.2. Kesesuaian Dokumen Perencanaan
proses penganggaran tahunan. Dokumen RKPD dengan Penganggaran
tahun 2014 Kabupaten Donggala sudah mengacu
pada Permendagri tersebut. Hal ini dapat terlihat Keberhasilan pembangunan daerah tidak berhenti

Tabel 3. Kesesuaian RPJMD dan RKPD Kabupaten Donggala

Dokumen Perencanaan Kabupaten Donggala 2014-2019

RPJMD Dinas Pertanian (2014-2019) RKPD Dinas Pertanian (2014)


Misi Program Program
➢ Misi 2: Program yang bertujuan untuk Sudah diakomodir dalam RKPD
menyelenggarakan pengembangan jaringan irigasi (JIDES) dan Dinas PU
tata kelola jaringan irigasi partisipatif (PPSIP), air
pemerintahan minum, serta pengendalian banjir
yang baik melalui Program peningkatan ketahanan pangan Program peningkatan ketahanan
kepemimpinan pangan
amanah Program pemberdayaan penyuluh masuk dalam kegiatan di RKPD
➢ Misi 5: pertanian dan peningkatan produksi
mengembangkan pertanian dan perkebunan
ekonomi
Program yang bertujuan untuk Program pembedayaan penyuluh
kerakyatan dan
pengembangan sarana dan prasarana, pertanian/perkebunan dan
pengentasan
pemberdayaan penyuluh, peningkatan peningkatan produksi pertanian
kemiskinan
produksi pertanian
Program yang bertujuan untuk Program untuk peningkatan
meningkatan kesejahteraan petani, kesejahteraan petani, peningkatan
penerapan teknologi, peningkatan penerapan teknologi pertanian/
pemasaran, peningkatan produktivitas, perkebunan, peningkatan
pemberdayan penyuluh, pengembangan produksi hasil ternak, dan
budidaya perikanan, optimalisasi pencegahan penyakit ternak
pengelolaan dan pemasaran

15
RPJMD Dinas PU (2014-2019) RKPD Dinas PU(2014)
Misi Program Program
➢ Misi 2: Program bertujuan untuk Program pengembangan jalan
menyelenggarakan tata pembangunan jalan dan jembatan, dan jembatan dan sarana
kelola pemerintahan rehabilitasi/ pemeliharaan jalan dan kebinamargaan
yang baik melalui jembatan, peningkatan kebinamargaan,
kepemimpinan dan peningkatan produksi pertanian
amanah Program untuk pembangunan Program rehabilitasi/
➢ Misi 3: infrastruktur perdesaan, pembangunan pemeliharaan jalan dan jembatan
Mengoptimalkan saluran drainase dan pembangunan saluran
kualitas sumber daya drainase/ gorong-gorong
manusia berlandaskan Program pembangunan infrastruktur Program infrastruktur pedesaan
IPTEK serta IMTAQ pedesaan
melalui layanan
Program pengelolaan jaringan irigasi, Program pengembangan dan
pendidikan dan
pengelolaan air minum, pengendalian pengelolaan jaringan irigasi, rawa
kesehatan
banjir dan pengelolaan sistem irigasi dan jaringan pengairan lainnya
➢ Misi 4: Meningkatkan
partisipatif (PPSIP)
infrastruktur daerah
Program untuk pengembangan dan Program pengembangan dan
yang maju dan merata
pengelolaan air minum dan limbah, pengelolaan air minum dan air
➢ Misi 5:
pengembangan jaringan irigasi, limbah dan pengendalian banjir
mengembangkan
perencanaan prasarana wilayah dan
ekonomi kerakyatan
sumber daya alam, promosi kesehatan
dan pengentasan
dan pemberdayaan masyarakat
kemiskinan
Program untuk lingkungan sehat Tidak ada
perumahan, program pengembangan
perumahan, perencanaan prasarana
wilayah, dan promosi kesehatan serta
pemberdayaan masyarakat

pada konsistensi dokumen perencanaan. Tata dan setelah perubahan, dan perbedaan pada
kelola anggaran yang baik merupakan suatu proses dokumen RKPD dengan APBD-nya (Tabel 4).
yang berkesinambungan: sejak fase perencanaan, Perbedaan ini terjadi pada lokasi kegiatan dan
penganggaran hingga pelaksanaan memiliki besaran anggaran. Tidak sesuainya perencanaan dan
kesesuaian satu dengan lainnya. Perencanaan penganggaran mengakibatkan SiLPA yang tinggi di
anggaran erat terkait dengan perencanaan Kota Semarang. SiLPA yang tinggi digunakan untuk
pembangunan. Dalam perencanaan penganggaran membiayai APBD tahun selanjutnya. Penyebab
sudah terdapat pos-pos anggaran yang ditentukan. utama tingginya SiLPA karena adanya program
Mekanisme penyusunan APBD berdasarkan dapat yang tidak dapat terlaksana karena sempitnya waktu
divisualisi lewat gambar 11. pelaksanaan anggaran, seperti pembebasan lahan
untuk pembangunan jalan yang tersendat, serta
Temuan dalam studi lapangan menunjukan terdapat adanya ketakutan birokrasi untuk melaksanakan
perbedaaan antara perencanaan dan penganggaran kegiatannya secara inovatif.
Kota Semarang dan Kabupaten Donggala. Pada
tabel kesesuaian perencanaan dengan penganggaran Tingginya perbedaan antara APBD dan Dana
di Kota Semarang terlihat dua perbedaan, yakni APBD-P Tahun 2014 pun disebabkan adanya SiLPA
perbedaan dokumen (RKPD dan APBD) sebelum dari tahun sebelumnya sebesar Rp 912.721.021.842.

16
Gambar 11. Tahapan Penyusunan APBD

Rencana Kerja Prioritas Plafon


Kebijakan Umum
Pemerintah Daerah Anggaran
APBD
(RKPD) Sementara

Rencana Kerja dan


Rancangan Perda
Perda APBD Anggaran SKPD
APBD
(RKA-SKPD)

Selain itu, penyesuaian anggaran terjadi karena perbedaan antara dokumen RKPD Dinas PU
adanya kenaikan Dana Bagi Hasil Pajak dari dengan APBD-nya. Jumlah anggaran program dan
Provinsi Jawa Tengah yang berasal dari Pajak kegiatan dalam RKPD sama dengan yang tertuang
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan dalam APBD. Namun, hal yang berbeda terjadi
Bermotor, serta penyesuaian Bantuan Keuangan pada Dinas Pertanian. Terdapat beberapa program
Provinsi yang belum tercantum dalam APBD dan kegiatan dalam RKPD yang tidak tercantum
Kota Semarang Tahun 2014 seperti Pendapatan dalam APBD. Akibatnya, jumlah anggaran Dinas
dari Pajak Rokok, pembatasan penggunaan Pertanian dalam APBD lebih sedikit dibanding
BBM bersubsidi, dan kenaikan TDL. Meskipun yang terdapat pada RKPD.
perubahan APBD di Kota Semarang cukup
signifikan dari sisi nominal namun esensinya Konsistensi antar dokumen perencanaan
lebih bersifat menggeser kegiatan dengan tetap pada kedua daerah cukup tinggi. Namun, hal
meminimalisir perubahan dalam kegiatan-kegiatan ini tak terjadi pada dokumen perencanaan
yang sifatnya kontrak/pelelangan karena masa dengan penganggarannya. Beberapa kasus,
APBD-P hanya ± 3 bulan saja. misalnya DPU Kabupaten Donggala, di mana
dokumen penganggaran dinilai sesuai dengan
Dalam uji kesesuaian penganggaran antara perencanaannya. Namun pada lain kasus, tak
RKPD dan APBD di Kabupaten Donggala terlihat jarang dokumen penganggaran ini berbeda dengan
jika seluruh perencanaan anggaran Dinas PU dokumen perencanaannya. Faktor pendukung dan
sudah diakomodir dalam APBD 2014. Tidak ada penghambat kesesuaian dokumen perencanaan

Tabel 4. Kesesuaian Jumlah Anggaran RKPD dan APBD 2014 Kota Semarang dan Kab. Donggala

Jumlah Pagu Indikatif di RKPD Jumlah Anggaran di APBD


SKPD Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan
Kota Semarang
Dinas Bina Marga 237.509.224.000 487.453.787.000 305.818.224.000 512.153.787.000
Dinas Pasar dan 48.910.632.750 66.549.114.000 74.990.480.000 86.749.049.000
Dinas Perindustrian-
Perdagangan
Kab. Donggala
Dinas PU 39.433.091.000 39.433.091.000
Dinas Pertanian 25.547.419.500 18.381.712.500

17
dengan penganggaran tersebut dapat dirinci Hampir sama dengan sistem Simperda di
sebagai berikut. Kota Semarang, sistem perencanaan di
Kabupaten Donggala sudah menggunakan
Faktor yang mendukung kesesuaian perencanaan sistem e-planning sejak tahun 2014. Proses
dengan penganggaran: input pada sistem e-planning dimulai dari
a) Dukungan sistem teknologi informasi hasil musrenbang kecamatan. Kecamatan
Sistem teknologi informasi yang dikembangkan akan memasuk usulan masyarakat dan juga
mendukung kesesuaian perencanaan memasukan rencana kerja (renja), berdasarkan
penganggaran di dua daerah. Di Kota dua dokumen tersebut secara otomatis sistem
Semarang, misalnya, sistem informasi yang akan mengurutkan usulan dari musrenbang
dibangun mulai dari mekanisme perencanaan, dan memperbaharuinya langsung ke sistem
penganggaran, dan akan dikembangkan sampai yang ada di kabupaten.
Monitoring dan Evaluasi. Dalam perencanaan
daerah, pemerintah kota memiliki Simperda b) Kontrol dan koordinasi dari Bappeda
(Sistem Perencanaan Daerah) dibawah Bappeda Bappeda memiliki peran strategis dalam
dan anggaran memiliki Simkeuda (Sistem keberhasilan menyelaraskan perencanaan
Keuangan Daerah) dibawah DPKAD, yang dengan penganggaran di daerah. Beberapa
mana keduanya sudah terintegrasi dan pada diantaranya peran Bappeda adalah sebagai
tahun 2015 ini akan diintergrasikan juga berikut:
dengan sistem Simbpp (untuk bendahara ➢ Komunikasi aktif dan koordinasi dengan
pembantu) dan Simmonev. DPRD maupun dinas sektoral. Bappeda
sebagai sentral perencanaan daerah
Simperda merupakan sistem informasi memiliki peran yang sangat penting dalam
manajemen perencanaan daerah. Melalui sistem berkomunikasi baik dengan DPRD maupun
ini setiap rangkaian perencanaan dari tingkatan SKPD sektoral. Komunikasi serta koordinasi
kecamatan sampai dengan kabupaten dilakukan yang baik dari Bappeda diperlukan agar
secara terintegrasi. Simperda, dimulai melalui perencanaan pembangunan dari masing-
proses yang namanya mekanisme musrenbang masing SKPD selaras dengan perencanaan
RT RW, kemudian kelurahan, Musrenbang pembangunan daerah dan menjaga agar
Kecamatan (Simperda Kecamatan) dan diakhiri perencanaan pembangunan tersebut fokus.
dengan musrenbang tingkat kota (Simperda
SKPD) yang ujungnya menghasilkan dokumen ➢ Bappeda sebagai simpul dan kontrol
RKPD dan kemudian tercatat dalam sistem ini. SKPD dalam perencanaan penganggaran.
Sistem ini bekerja juga mengikuti mekanisme Tidak hanya perencanaan, Bappeda juga
siklus perencanaan yang ada sesuai dengan memiliki peran penting dalam mengontrol
peraturan perundang-undangan. penganggaran dari masing-masing
dinas sektoral. Agar tercipta keselarasan
Simperda ini terintegrasi dengan Simkeuda perencanaan dengan penganggarannya,
(Sistem Informasi Manajemen Keuangan Bappeda memiliki peran dalam mengontrol
Daerah) yang berada di bawah DPKAD. program-program dan anggaran dari setiap
Disinilah transparansi anggaran terbentuk. dinas sektoral.
Semua program dan kegiatan berdasarkan
prioritas dalam Simperda akan masuk dalam ➢ Adanya forum rumpun SKPD dan Forum
sistem Simkeuda. Selanjutnya, sistem IT ini SKPD. Contoh baik dari Kota Semarang,
akan mencocokan program dan kegiatan salah satu bentuk koordinasi yang dilakukan
dengan anggarannya. Dengan demikian oleh Bappeda adalah membentuk forum
anggaran yang tercantum akan sesuai dengan rumpun SKPD. Rumpun SKPD adalah
perencanaan yang ada. pertemuan triwulan. Leading sector dalam

18
pertemuan ini adalah bidang pembangunan Faktor Teknokratik:
untuk memonitoring dan evaluasi hasil a) Minimnya koordinasi antara SKPD
pembangunan. Pertemuan rumpun SKPD menyebabkan perencanaan dan
ini juga memungkinkan dilakukan sewaktu- penganggaran kurang terintegrasi.
waktu jika ada keperluan atau permasalahan Pembangunan di daerah masih berjalan sesuai
yang perlu dibicarakan. Forum rumpun dengan keperluan atau kepentingan masing-
SKPD ini terdiri dari bidang-bidang masing SKPD, renja ataupun renstra yang
yang terdapat dalam struktur organisasi menjadi dasar penganggaran tidak melihat
Bappeda, yaitu: rumpun pemerintahan, kebutuhan dari SKPD lain yang berkaitan
sosial dan budaya; rumpun ekonomi; serta secara langsung maupun tidak langsung.
rumpun infrastruktur. Anggota rumpun Contoh dalam hal ini, di Kabupaten Donggala
ini merupakan perwakilan Bappeda dalam pengembangan pariwisata tentu harus
sesuai bidang serta SKPD sektoral yang didorong dengan infrastruktur agar akses ke
terkait. Sedangkan Forum SKPD, yang objek wisata menjadi lancar. Namun, anggaran
juga dikoordinasi oleh Bappeda, berfungsi pembangunan tersebut tentu saja menjadi
menggabungkan dan menyelaraskan hasil kewenangan dari Dinas PU untuk menentukan
Musrenbang Kecamatan dan Musrenbang infrastruktur yang harus di bangun. Sering
SKPD, serta mengurutkan program hasil sekali perencanaan yang dilakukan PU tidak
musrenbang berdasarkan skala prioritas melihat kebutuhan dari Dinas Pariwisata.
pembangunan Kota Semarang.
b) Tidak sinkronnya waktu perencanaan
c) Adanya political will dari Pemda di tingkat nasional dan daerah.
Praktik terpuji berupa komitmen Pemda dalam Ketidaksinkronan waktu perencanaan di tingkat
sistem perencanaan pembangunan terjadi di nasional dengan daerah merupakan salah satu
Kota Semarang. Sebagai bentuk komitmen hal utama yang menyebabkan perubahan pada
Pemda dalam mewujudkan mekanisme penganggaran daerah. Perubahan ini terjadi
perencanaan yang baik dan terintegrasi (dari karena harus menyesuaikan dengan pagu DAU
musyawarah tingkat RW hingga Kota), Pemkot dan DAK. Keterlambatan dalam penyampaian
Semarang mengeluarkan Perwali Nomor 36 informasi tersebut menyebabkan Pemda
Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan harus melakukan penyesuaian kembali atas
Rembug Warga dan Musyawarah Perencanaan perencanaan penganggaran yang sudah dibuat
Pembangunan Kelurahan dan Kecamatan dalam sebelumnya. Masalah waktu perencanaan
Rangka Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah dan penganggaran yang tidak pas, membuat
Daerah Tahun 2016. Regulasi yang setiap tahun perencanaan dan penganggaran menjadi tidak
diterbitkan ini merupakan sebuah panduan ketemu (Pramusinto, 2011:12). Berdasarkan
yang dapat digunakan masyarakat yang akan Laporan Evaluasi Kebijakan Penyaluran,
melakukan musyawarah di tingkat kelurahan. Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah,
Beberapa hal yang diatur dalam Peraturan menyebutkan bahwa transfer DAK di kepada
Walikota ini antara lain jadwal pelaksanaan, daerah dilakukan berdasarkan 3 tahapan
peserta, tujuan, hal yang dibahas dan alat dengan batas waktu tertentu (DJPK, 20014:47):
kelengkapan administrasi pendukung rembug ➢ DAK Tahap I dilakukan bulan Februari dan
warga. paling lambat pada akhir bulan Juni atau
Juli.
Faktor penghambat kesesuaian perencanaan ➢ DAK Tahap II dilakukan bulan Mei dan
dengan penganggaran: paling lambat antara bulan September dan
Beberapa hal yang menghambat kesesuaian November.
perencanaan dengan penganggaran dibagi ➢ DAK Tahap III dilakukan pada akhir tahun,
berdasarkan dua hal, yakni teknokratik dan politik. yakni bulan Desember.

19
Sedangkan waktu penyusunan dan pengesahan (e-budgeting) yang terintegrasi menjadi
penganggaran daerah sebagai berikut: penting dalam mengawal kesesuaian dokumen
➢ Penyusunan RKPD pada bulan April-Mei perencanaan dan penganggaran.
➢ Penyusunan KUA PPAS bulan Juni-Juli
➢ Penyusunan RKA SKPDA bulan Agustus d) Kalahnya proses partisipatif oleh proses
➢ Penyusunan RAPBD bulan September- teknokratik dalam musrenbang.
Oktober Musrenbang menjadi proses awal penyusunan
➢ Pengesahan APBD bulan Desember dokumen perencanaan di daerah. Di Kota
Semarang, setiap usulan yang diajukan oleh
Berdasarkan rincian waktu penyusunan masyarakat melalui mekanisme Rembug
perencanaan anggaran, maka terlihat waktu Warga sampai dengan musrenbang kota
penyaluran DAK malah cenderung mundur dapat terintegrasi dengan baik karena adanya
dan bertepatan dengan penyusunan dokumen Simperda. Akan tetapi, usulan yang dimasukan
penganggaran. Maka, ketika DAK tidak sesuai dalam Simperda hanya usulan yang sesuai
dengan prediksi dalam KUA PPAS, Pemda dengan prioritas pembangunan daerah
harus melakukan penyesuaian perencanaan ditetapkan oleh Pemerintah Kota. Hal ini
anggaran dengan pagu dana yang tersedia. menunjukkan proses teknokratik lebih unggul
dibandingkan dengan proses partisipatif. Selain
c) Tidak ada sistem penganggaran berbasis itu, apabila terdapat usulan publik yang ada
teknologi yang terintegrasi (e-budgeting). dalam Simperda namun tidak diakomodir dalam
Selain memiliki Simperda, Pemkot Semarang dokumen perencanaan atau penganggaran,
juga memiliki Simkeuda (Sistem Manajemen dalam Simperda belum tersedia penjelasan lebih
Keuangan Daerah) yang dikelola DPKAD lanjut tentang latar/alasan ‘gagalnya’ suatu usulan
Kota Semarang. Sistem ini sudah terhubung masuk kedalam RKPD ataupun APBD.
satu sama lain. Namun, tidak ada suatu sistem
terintegrasi yang membatasi bahwa anggaran Begitu pula dengan Kabupaten Donggala,
kegiatan pada Simkeuda harus sama dan sesuai Sekretaris Bappeda Donggala menuturkan
dengan data Simperda. Hal ini berpotensi bahwa hambatan terbesar terjadi dalam proses
menimbulkan perbedaan data lantaran dalam sinkronisasi hasil musrenbang, forum SKPD
kenyataannya proses penganggaran masih dan juga hasil pembahasan bersama legislatif.
membuka celah bagi tidak selarasnya masukan Dalam proses tersebut SKPD harus berupaya
program dan kegiatan yang ada di dalam untuk menyesuaikan semua kebutuhan
perencanaan ke dalam penganggaran. masyarakat dengan prioritas daerah. Hasil akhir
dari proses partisipatif yang terjadi ternyata
Sementara di Kabupaten Donggala memang tidak banyak usulan dapat masuk dalam
sudah memiliki sistem e-planning untuk dokumen perencanaan.
mensinkronkan dokumen RPJMD dan RKPD.
Namun, sistem teknologi informasi ini belum e) Kecilnya ruang fiskal dan kapasitas fiskal
masuk dalam proses penganggaran. Fakta daerah.
dilapangan menunjukkan bahwa ketika masuk Hambatan terkait kecilnya ruang fiskal dan
dalam tahapan penganggaran terjadi beberapa kapasitas fiskal daerah juga menjadi salah satu
hambatan, yakni mulai tidak konsistennya penyebab perbedaan perencanaan dengan
jumlah anggaran dalam RKPD dan APBD. penganggarannya. Seperti yang terjadi di
Hal serupa juga terjadi pada proses kesesuaian Kabupaten Donggala, dimana ruang fiskal
dokumen KUA-PPAS dan APBD yang masih dimiliki tidak lebih dari 33% (2014) dan
harus disesuaikan secara manual dan rentan kapasitas fiskal yang masuk dalam kategori
akan terjadinya politik anggaran. Untuk itu, rendah (0,2367). Akibatnya, tidak semua
sistem penganggaran berbasis tekonologi program yang tertuang dalam perencanaan

20
dapat dianggarkan dan SKPD harus melakukan perencanaan dan penganggarannya. Anggota
penyesuaian program dengan pagu anggaran. legislatif Kota Semarang pun mengakui bahwa
Bahkan, menurut Kepala Dinas PU dan sasaran program dan kegiatan yang diajukan
Sekretaris Dinas Pertanian, soal keterbatasan dalam dokumen perencanaan terakomodir
kapasitas fiskal ini membuat SKPD harus sebesar 75%, sisanya (25%) mengalami
melakukan penyesuaian program dengan pagu perubahan pada output dan outcome-nya.
anggaran. Dalam perencanaan anggaran bukan Untuk mengatasi permasalahan ini, Bappeda
mengacu kepada perencanaan program, tetapi Kota Semarang mulai menertibkan mekanisme
program yang mengacu kepada jumlah anggaran perencanaan dengan tidak menerima usulan
yang tersedia. Untuk mengatasi keterbatasan dewan yang masuk setelah RKPD ditetapkan.
fiskal tersebut, SKPD juga memasukkan Agar tidak ada lagi usulan DPRD yang datang
program daerah dalam kerangka pendanaan terlambat, Bappeda akan menerbitkan surat
program nasional dan provinsi, seperti program kepada anggota DPRD untuk menyerahkan
pembangunan konektivitas jalan dari kantong hasil pokok pikirannya sebelum RKPD
produksi (jalan desa) sampai ke pelabuhan. ditetapkan serta melakukan komunikasi secara
intensif dengan DPRD.
Sekretaris Dinas Pertanian juga menyampaikan
hal yang sama. Untuk mengupayakan program Pihak legislatif berargumentasi bahwa dokumen
pertanian yang tak dapat masuk dalam APBD, perencanaan yang ada selama ini terlalu
Dinas Pertanian mengintegrasikan program ‘didikte’ oleh eksekutif. Usulan pokok pikiran
Kabupaten Donggala dengan program nasional, DPRD belum sepenuhnya diakomodir dalam
seperti penguatan swasembada pangan, dokumen perencanaan tersebut. Mekanisme
holtikultura (buah-buahan), peternakan (sapi perencanaan juga dinilai belum jelas. Selama
potong), PSP (penyedian alat mesin pertanian). ini, DPRD hanya diminta memberikan pokok
Program nasional tersebut dapat memberikan pikiran pada dokumen RKPD yang sudah
penguatan anggaran untuk program pertanian dibuat Pemkot. Hal ini menunjukan minimnya
di Donggala. koordinasi antara legislatif dengan eksekutif
sehingga perlu koordinasi dan komunikasi yang
Faktor Politik: agar dapat melakukan pembangunan daerah
a) Tarik menarik kepentingan antara eksekutif secara baik, terencana dan dapat diwujudkan
dan legislatif. dalam anggaran daerah.
Tarik menarik kepentingan yang terjadi
di Kota Semarang ialah mengenai lokasi Tidak berbeda dengan Kota Semarang,
kegiatan program. Meskipun DPRD memiliki perubahan program dan anggaran ketika
ruang memasukan pokok pikiran ke dalam proses pembahasan bersama legislatif menjadi
RKPD, namun kenyataannya hal ini jarang hambatan dalam proses kesesuaian perencanaan
dilakukan. Mereka justru sering memasukan dan penganggaran di Kabupaten Donggala. Hal
usulan pada proses penganggaran, dan yang sering terjadi dalam pembahasan anggaran
bukan pada saat perencanaan. Materi usulan adalah bertambahnya kegiatan yang berakibat
seringkali mengenai lokasi kegiatan program. kepada bertambahnya jumlah anggaran.
Usulan tersebut cenderung pada ‘keinginan’ Kabid Akuntansi, DPPKAD mengutarakan
dari anggota Dewan sendiri (berdasarkan bahwa ketika pembahasan KUA PPAS sering
wilayah Daerah Pemilihan)bukan dari usulan mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi
masyarakat pada masa reses. setelah pembahasan bersama legislatif.

Terlambatnya masukan/usulan dari DPRD Pihak legislatif pun berpendapat sama, menurut
yang masuk dan tidak tegasnya pihak eksekutif Bapak Rasyid (Wakil Ketua II, anggota Banggar
menyebabkan ketidaksinkronan antara DPRD kab. Donggala), DPRD adalah hasil

21
dari rezim pemilu yang masing-masing juga waktu yang cukup lama untuk menelaah seluruh
memiliki dapil yang tentunya memiliki janji dokumen tersebut. Dalam kasus pembahasan
politik di masing-masing daerah. Untuk itu, di RPJMD, misalnya, Pasal 75 ayat (1) Permendagri
Kabupaten Donggala belum ada ketersesuaian No.54 tahun 2010, disebutkan bahwa Bupati/
antara perubahan sistem politik dan keuangan Walikota menyampaikan Ranperda tentang
yang dijalankan pemerintah. Sistem keuangan RPJMD kepada DPRD untuk memperoleh
sudah dijalankan dengan baik tetapi sistem persetujuan bersama paling lama 5 bulan setelah
pemilu belum diperbaiki, sehingga reformasi dilantik. Batasan waktu tersebut tidak jelas
ekonomi tidak berjalan sinergi. Ketika kapan waktu penyerahan kepada DPRD dan
pembahasan penentuan wilayah, baik anggota kapan waktu untuk DPRD membaca dokumen
dewan dan SKPD juga memiliki alat ukur yang perencanaan yang ada.
sama dalam penentuan prioritas, sehingga
solusi yang memungkinkan adalah dengan
membagi rata kepada seluruh wilayah. IV.3. Dampak Belanja Pemerintah terhadap
Perekonomian Daerah.
Dalam upaya mengatasi permasalahan tarik
menarik kepentingan dengan legislatif ini, Dampak belanja pemerintah terhadap perekonomian
Pemkab Donggala berinisiatif untuk membuat faktanya bergantung pada karakteristik wilayah
model musrenbang yang berbasis pada dan karakteristik perekonomian daerah tersebut.
daerah pemilihan (dapil) anggota DPRD agar Studi kasus di Kota Semarang dan Kab. Donggala
sinkornisasi perencanaan dalam proses politik menunjukkan bahwa prioritas alokasi APBD
dan proses teknokratik lebih mudah untuk cenderung berbeda di dua daerah. Kota Semarang
dilakukan. sebagai daerah yang memiliki karakteristik wilayah
perkotaan, perekonomian yang lebih berkembang
b) “Kontrak” anggota DPRD dengan kontraktor dan dominasi sektor perdagangan dan jasa justru
pembangunan infrastruktur. perekonomian lebih banyak didominasi oleh pihak
Perencanaan pembangunan infrastruktur tidak swasta. Peran Pemkot tidak menjadi dominan dalam
hanya antara eksekutif dan legislatif, pihak perekonomian. Oleh karena itu, APBD diarahkan
pelaksana (swasta/kontraktor) dari pembangunan sebagai sumber pelayanan publik dan stimulus bagi
infratruktur juga berperan dalam menentukan perekonomian. Khususnya, belanja modal yang
perencanaan hingga alokasi anggaran. Demi dianggarkan untuk peningkatan pelayanan publik di
“mengamankan” proyek, beberapa kontraktor bidang pendidikan dan kesehatan, agar kualitas SDM
melakukan “kontrak” dengan angota DPRD. semakin baik.
Mereka biasanya memberikan insentif kepada
anggota legislatif agar kontrak politik dapat Kabupaten Donggala sebagai daerah yang memiliki
terwujud. Anggota DPRD yang memiliki karakteristik rural, dengan tingkat perkembangan
kewenangan mengesahkan APBD akan ekonomi relatif rendah, dan dominasi sektor primer
memperjuangkan aspirasi penyedia jasa (pertanian) tentu membutuhkan peran pemerintah.
konstruksi agar pembangunan yang dianggarkan Pemda menjadi sentral penggerak perekonomian,
sesuai dengan kebutuhan penyedia jasa. baik dalam kebijakan maupun anggaran. APBD
diperlukan sebagai sumber pembiayaan infrastruktur
c) Politik birokrasi (penyerahan dokumen publik dan sektor unggulan daerah (dalam hal ini
mendekati batas waktu). sektor pertanian). Namun faktanya, dukungan
Untuk menyiasati adanya usulan dari DPRD, anggaran untuk infrastruktur dan sektor unggulan
dokumen perencanaan diserahkan oleh eksekutif masih relatif kecil. Kapasitas fiskal yang rendah
kepada legislatif dalam waktu yang pendek dan menjadi kendala utamanya, sehingga seringkali
cenderung dekat dengan tanggal akhir waktu Pemda bergantung pada program dari nasional
pembahasan. Akibatnya, DPRD tak memiliki untuk membiayai sektor unggulan tersebut.

22
V. CATATAN PENUTUP

Simpulan yang kembali ditegaskan adalah: IPM, adalah: 1) Dukungan sistem teknologi informasi,
LQ, belanja modal dan belanja operasi merupakan 2) Kontrol dan koordinasi Bappeda, 3) Political will
faktor yang berpengaruh positif terhadap dari Pemda. Faktor yang menghambat kesesuaian
pertumbuahan ekonomi. Faktor yang berpengaruh perencanaan dengan penganggaran dilihat dari
paling besar adalah IPM yang merupakan proses teknokratik dan politik di daerah.
proksi dari kualitas sumber daya manusia. Ini
menunjukkan pembangunan sosial merupakan Hambatan dari teknokratik adalah: 1) Minimnya
dasar bagi pembangunan ekonomi sebagai bagian koordinasi antara SKPD, 2) Tidak sinkronnya
integral dari pembangunan manusia seutuhnya. waktu perencanaan di tingkat nasional dan
Sudah seyogyanya Pemda mulai mengalokasikan tingkat daerah, 3) Tidak ada sistem penganggaran
belanja modal pada investasi kualitas sumber daya berbasis teknologi informasi yang terintegrasi
manusia ini guna kepentingan perekonomian (e-budgeting), 4) Kalahnya proses partisipatif
jangka panjang. oleh proses teknokratik dalam musrembang,
dan 5) Kecilnya ruang fiskal dan kapasitas fiskal
Simpulan lain, dibandingkan belanja modal, daerah. Hambatan dari proses politik adalah: 1)
pengaruh belanja operasi ternyata lebih besar Tarik menarik kepentingan antara eksekutif dan
terhadap pertumbuhan. Adanya dampak yang legislative, 2) Kontrak politik anggota legislatif
besar dari belanja operasi ini bukan berarti bahwa dengan kontraktor pembangunan infrastruktur, 3)
Pemda dengan serta merta perlu meningkatkan Politik birokrasi (penyerahan dokumen mendekati
belanja operasional untuk meningkatkan batas waktu).
pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena adanya
perbedaan jangka waktu manfaat belanja operasi Dampak dari belanja APBD dapat berbeda-beda,
dengan belanja modal. Belanja operasi ini memiliki bergantung pada karakteristik wilayah. Kota
manfaat jangka pendek sehingga dampaknya Semarang yang memiliki karakter perkotaan
dapat dirasakan pada tahun yang sama, sementara dengan perekonomian yang didominasi sektor
belanja modal memiliki manfaat jangka panjang perdagangan dan jasa dan peran dominan dari
yang dampaknya dapat dirasakan pada tahun- pihak swasta, dampak APBD tidak begitu dominan
tahun mendatang. Penyerapan belanja modal dalam perekonomian. Oleh karena itu, APBD
juga lebih lambat dari belanja operasional, karena diarahkan sebagi sumber pembiayaan pelayanan
harus melalui proses lelang yang lebih lama. Oleh publik dan stimulus ekonomi. Sementara bagi
karena itu, untuk menumbuhkan perekonomian Kabupaten Donggala yang memiliki karakter rural
daerah lebih tinggi di masa mendatang, belanja area dan bertumpu pada sektor primer, peran
modal tetaplah penting dan perlu ditingkatkan. Pemerintah daerah jelas sangat dibutuhkan untuk
Dari studi kasus di Kota Semarang dan Kabupaten membiayai infrastruktur dan mendorong sektor
Donggala diketahui bahwa tata kelola keuangan unggulan.
daerah sangat mempengaruhi output dan outcome
penganggaran khususnya bagi belanja modal.
Kesesuaian perencanaan dengan penganggaran
adalah kunci keberhasilan penganggaran di
daerah. Adapun faktor-faktor yang mendukung
kesesuaian perencanaan dengan penganggaran

23
24
LAMPIRAN

Hasil Output Regresi Data Panel Menggunakan Software eViews 9

Dependent Variable: LOG(PDRB)


Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 07/27/15 Time: 17:00
Sample: 2010 2013
Periods included: 4
Cross-sections included: 255
Total panel (unbalanced) observations: 1019
Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -30.43141 0.623522 -48.80568 0.0000


LOG(IPM) 3.848055 0.126795 30.34867 0.0000
LOG(LQ) 0.172665 0.009582 18.01899 0.0000
LOG(BELOPERASI) 1.578361 0.026025 60.64785 0.0000
LOG(BELMODAL) 0.061500 0.019100 3.219898 0.0013
DUMMYJAWA 0.161924 0.029464 5.495646 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.912527 Mean dependent var 11.72363


Adjusted R-squared 0.912095 S.D. dependent var 6.546765
S.E. of regression 0.535790 Sum squared resid 290.8033
F-statistic 2113.545 Durbin-Watson stat 0.393476
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.795989 Mean dependent var 7.511551


Sum squared resid 315.3552 Durbin-Watson stat 0.187887

25
26
27
Regional Autonomy Watch
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Gd. Permata Kuningan Lt.10, Jl. Kuningan Mulia Kav. 9c, Guntur Setiabudi, Jakarta Selatan 12980
Telp.: (021) 8378 0642/53, Fax.: (021) 8378 0643

Anda mungkin juga menyukai