Css - Radikulopati
Css - Radikulopati
I. Pendahuluan
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi
dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks
saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
II. Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu
proses kompresif, proses inflammatory, proses degeneratif sesuai dengan struktur dan
lokasi terjadinya proses.
a. Proses kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus, tumor
medulla spinalis, neoplasma tulang, spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis
spinal, traumatic dislokasi, kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis
tuberkulosa, cervical spondilosis
b. Proses inflammatori
Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati adalah
seperti : Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster
b. Proses degeneratif
Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti Diabetes Mellitus
Tiap vertebra lumbalis terdiri dari korpus dan arkus neuralis. Korpus vertebra
lumbal paling besar dibandingkan korpus vertebra torakal dan cervikal. Arkus
neuralis terdiri dari 2 pedikel, prosesus tranversus, faset artikularis (prosesus
artikularis) superior dan inferior, lamina arkus vertebra dan prosesus spinosus. Tiap
vertebra dihubungkan dengan diskus intervertebralis, beberapa ligament spinalis dan
prosesus artikularis/faset artikularis/sendi faset. Diskus intervertebralis berfungsi
sebagai shock absorbers dan bila terjadi rupture ke dalam kanalis spinalis dapat
menekan radiks-radiks saraf.
Pada vertebra lumbalis yang lebih atas, hubungan antara prosesus artikularis
arahnya vertical, faset inferior menghadap ke lateral dan faset superior menghadap ke
medial. Akibat susunan anatomi yang dem,ikian menyebabkan terbatasnya rotasi ke
aksial yang memungkinkan fleksi atau ekstensi.
Pada dua vertebra lumbalis yang paling bawah, hubungan antara faset artikularis
tersebut lebih horizontal sehingga mobilitas rotasi aksialnya lebih besar atau luas. Hal
ini menjelaskan sering terjadinya herniasi diskus pada lumbal 4 dan 5.
Pergerakan antara vertebra L4/L5 dan L5/S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Verterbra lumbalis memiliki beban yang besar uttuk menahan
bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, 6ucleus6 dan jaringan lunaknya lebih besar
dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti
pada masa remaja dengan degenerasi nucleus pulposus yang diikuti protusi atau
ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior,
medial atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan 6ucleus fibrosus.
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radik. Bila
proses ini berlansung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi
menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi penebalan dari
ligamentum flavun. Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi
sepanjang vertebra lumlais sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan
membentuk trefoil axial shape.
Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Protusi diskus
dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan trauma yang lalu.
Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.
Kelainan pada diskus vertebra lumbalis hanya merupakan salah satu penyebab
gangguan dari vertebra lumbalis. Sendi faset (facet joint), nucleus dan otot juga dapat
mengalami perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
Hernia Nucleus Pulposus
Hernia nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed
atau protruded disc. Keadaan ini diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan
nyeri tungkai berulang. Kebanyakan terjadi di antara vertebra L 5-S1. Frekuensi yang
kurang terdapat di antara vertebra L4-L5, L3-L4, L2-L3 dan L1-L2. Jarang terdapat
pada vertebra torakal, dan sering pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebab biasanya
terjadi trauma fleksi, tapi pada beberapa penderita dapat berupa tanpa trauma.
Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi discus intervertebral bertambah,
sesuai dengan meningkatnya umur, dapat mengenai daerah cervikal dan lumbal pada
penderita yang sama. Herniasi nucleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu
waktu mengalami perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan
kalsifikasi.
Kebanyakan kasus berumur antara 20-64 tahun dan tersering pada umur 30-39
tahun. Setelah umur 40 tahun frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat
kemungkinan untuk menderita HNP berbanding wanita. Nukleus pulposus yang
menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya pada sis dorsolateral satu sisi
atau sisi lainnya (kadang-kadang pada bagian dorsomedial) menyebabkan penekanan
pada radiks atau radiks-radiks.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat berupakan
osteoblastik tumor, metastase dari buah dada. Osteolitik tumor dapat berasal dari buah
dada, apru-paru, ginjaldan tiroid, menebabkan destruksi tulang dengan akibat wedge
shape atau kolaps pada vertebra yang terkena. Satu atau beberapa radix akan ikut
terlibat.
Spondilolisis dan Spondilolitesis
Spondilolisis adalah proses degeneratif pada kolumna vertebra dan berhubungan
dengan jaringan lunak. Ia adalah garis litik yang menyilang pars interartikularis yaitu
daerah antara prosesus artikularis superior dan inferior. Hal ini ditandai dengan defek
structural dari spina meliputi lamina atau neural arch dari vertebra. Bagian yang
paling sering dipengaruhi adalah spina lumbal. Defek ini terjadi pada bagian lamina
di antara superior dan inferior articular facets yang disebut pars interartikularis.
Tekanan mekanis dapat menyebabkan vertebra yang bersangkutan dapat bergeser
mengakibatkan forward displacement dari defisiensi vertebra yang disebut
spondylolisthesis.
Faktor keturunan memainkan peranan penting, dan diduga disebabkan fraktur
karena stress berulang. Akibat dari torsional dan rotasional stress, mikrofraktur dapat
terjadi pada tempat yang dipengaruhi dan bahkan menyebabkan disolusi pada pars
interartikularis. Yang paling sering mengalami spondilolisis dan spondilisthesis
adalah vertebra L5.
Spondylolithesis dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan persentase
terjadinya slip atau tergelincir. Derajat pergeseran secara klinis dihitung dari
hubungan vertebra bagian superior terhadap vertebra bagian inferior. Pergeseran
sampai 25% merupakan derajat I, 25-50% derajat II, 50-75% derajat III, lebih dari
75% derajat IV. Terdapat lima tipe spondilolithesis, yaitu :
Tipe I
: Kongenital spondilolithesis
Tipe II
: Isthmik spondilolithesis
Tipe III
: Degeneratif spondilolithesis
Tipe IV
: Traumatik spondilolithesis
Tipe V
: Patologik spondilolithesis
Gambar 8. Spondilolithesis
Grade I
Stenosis spinal
10
Pada stenosis spinal, canalis spinal mungkin secara congenital sempit atau
menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi faset, atau ligament longitudinal
posterior yang tebal atau mengeras entrapping satu nervus yang mengandung
beberapa radix. Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang
pendek karena congenital, lamina dan faset yang tebal, kurva scoliosis dan lordotik.
Kebanyakan kasus idiopatik meskipun banyak kondisi yang berhubungan dengan
lumbar kanal stenosis dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.Lumbar
kanal stenosis dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
Skoliosis
Umumnya pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri punggung. Sering
berhubungan dengan lengkungan lumbal dan lengkungan torakolumbal. Nyeri
disebabkan oleh proses degeneratif pada facet joint lengkungan itu sendir.
Spondilitis tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra yang
sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering
terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang
dikenal sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai dengan setelah terjadi fase hematogen atau
reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan
penyebaran berlansung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam
korpus vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri
ini berakhir sebagai end artery tanpa anastomoses sehingga perluasan infeksi korpus
vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan
peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena
dari korpus ke luar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomose dengan vena
dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang
dapat terjadi akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan
basil menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena
tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar
sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang
berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi
sehingga pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan
pada bentuk paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi dan nekrosi diskus. Pada
12
bentuk anterior terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra
menjadi bentuk baji dan pasien diperhatikan adanya gibbus formation apabila proses
ini telah berjalan lama. Gangguan neurologist yang terjadi pada fase awal adalah akibat
penekanan oleh pus, perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan
pertama yang muncul. Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri
menjalar sesuai saraf yang terkena.
Cervical Spondylosis
Dengan berlanjutnya umur, perubahan degeneratif pada tulang punggung, terdiri
dari dehidrasi dan kolaps nucleus pulposus dan penonjolan annulus fibrosus ke segala
jurusan. Anulus menjadi kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir korpus
vertebral seperti osteofit, dengan penyempitan rongga intervertebral. Dapat mengenai
satu atau beberapa radixc, unilateral atau bilateral namun keluhannya tidak sehebat
herniasi diskus.
13
Proses inflamasi
Gullaine-Barre Syndrome
Disebut juga sebagai acute inflammatory demyelinating polyradiculopathy..
Kelainan neurologik kemungkinan besar disebabkan oleh reaksi humoral dan cellmediated yang diarahkan ke myelin saraf perifer. Influks makrofag didahului dengan
infiltrasi oleh limfosit yang berperan di dalam proses destruksi. Akhirnya cirri infiltrasi
sel radang dan demyelinasi segmental dan bebrapa derajat dari degenerasi wallerian.
Infiltrasi kadang-kadang menyebar melalui saraf kanalis, radix anterior dan posterior,
ganglion radix posterior,dan sepanjang keseluruhan saraf perifer. Infiltrasi dari sel-sel
radang juga dijumpai dalam kelenjar limfe, hati, limfa, jantung dan organ-organ lainnya,
ini menunjukkan suatu penyakit sistemik. Manifestasi penyakit berupa hasil suatu reaksi
imunologik. Biasanya penyakit ini didahului oleh infeksi virus exanthema, dan penyakitpenyakit virus lainnya.
Herpes Zoster
Herpes Zoster juga dikenal sebagai Acute Inflammatory demyelinating
Polyradiculopathy disebabkan oleh varicella virus. Dapat terjadi di semua tempat, semua
musim, emua umur pada kedua jenis kelamin. Penyakit ini mempunyai pola dan bentk
yang tetap. Infiltrasi menyebar melalui saraf kranialis, radix anterior dan posterior,
ganglion radix posterior, dan sepanjang keseluruhan saraf perifer. Manifestasi penyakit
ini merupakan hasil suatu reaksi imunologik yang biasanya didahului dengan infeksi
virus exanthema dan penyakit-penyakit virus lainnya terutama pada keadaan
imunosupresif.
14
Penyakit Degeneratif
15
Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan pada
lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala, penderita seringkali
mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang kepala.
Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius,
berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan atrofi
otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan abduksi
dan eksorotasi lengan.
Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan menjalar
hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1 dan bagian
lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya
refleks biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri pada bahu, area perktoralis dan medial
aksila, posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan 3 atau
seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2,3 juga jari
pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan pektoralis.
Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah.
Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari ke-4
dan 5 (seperti pada gangguan n.ulnaris).
16
Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis,
dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk,
bersin, atau mengedan saat defekasi).
Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita
sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya
dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang
berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang
sehat, meletakkan satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena
(Minors sign).
Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman
dengan berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu
disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor
intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.
17
Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
Area of
pain
and
sensory
loss
Reflex
affected
Straight
leg
L3-4
L4-5
L5-S1
C4-5
C6-7
C7-T1
L4
L5
S1
C5
C7
C8
Quadricep
s
Peroneals,
anterior
tibial,
extensor
hallucis
longus
Deltoid,
biceps
Triceps,
wrist
exrensors
Intrinsic
hand
muscles
Anterior
thigh,
medial
shin
Great toe,
dorsum of
foot
Gluteus
maximus,
gastrocne
mius,
plantar
flexor of
toes
Lateral
foot, small
toe
Shoulder,
anterior
arm,
radial
forearm
Biceps
Thumb,
middle
fingers
Index,
fourth
fifth
finger
Triceps
Triceps
Knee jerk
Posterior
tibial
Many not Aggravate
increase
s root pain
Ankle jerk
Aggravate
s root pain
18
raising
pain
Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan
anamnesa terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan trauma
atau infeksi dan rekurensi. Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan penjalarannya,
adanya paresthesia dan gangguan subjektif lainnya, adanya gangguan motorik (seperti
kelemahan dan atrofi otot). Juga perlu diketahui gejala lainnya seperti gangguan
pencernaan dan berkemih, anestesia rektal/genital.
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting. Penting untuk memperhatikan
abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan
neurologis harus diperhatikan :
Perubahan refleks.
19
20
21
Test OConell : dilakukan Lasegue test pada tungkai yang sehat, nyeri dapat
dirasakan pada sisi yang sehat (Fajersztajns sign), namun dengan derajat yang lebih
ringan. Selanjutnya pemeriksaan ini dilakukan pada tungkai yang sakit. Kemudian
dilakukan secara bersamaan pada kedua kaki. Selanjutnya tungkai yang sehat
direndahkan mendekati tempat tidur; hal ini akan menyebabkan eksaserbasi nyeri,
kadang juga disertai dengan paresthesia.
Beberapa ahli menyatakan pemeriksaan ini patognomonik untuk herniasi diskus
intervertebra.
3. Nerve pressure sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : Lasegues test dilakukan hingga penderita
merasakan nyeri, kemudian lutut difleksikan 20, dilanjutkan dengan fleksi sendi
coxae dan penekanan n.tibialis pada fossa poplitea, hingga penderita mengeluh nyeri.
Test ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau
sepanjang n.iskiadikus.
4. Test Viets dan Naffziger
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks saraf.
Tekanan dapat meningkat dengan batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi
vena jugularis. Tekanan harus dilakukan hingga penderita mengeluh adanya rasa
penuh di kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap negatif hingga venous return
dihambat selama 2 menit. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan
sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit (Naffzigers
test). Penderita dapat berbaring atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus intervertebra,
akan didapatkan nyeri radikular pada radiks yang bersangkutan.
Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
Radikulopati dapat didiagnosa dari menifestasi klinis yang khas, seperti rasa
nyeri, baal, atau paresthesia yang mengikuti pola dermatomal. Namun demikian gejalagejala tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, sehingga untuk menentukan
penatalaksanaan radikulopati, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain :
a. Rontgen
22
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto roentgen penderita
radikulopati juga dapat ditemukan pada individu lain yang tidak memiliki keluhan
apapun.
b. MRI/CT Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan
radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif
pada diskus intervertebra. Dibandingkan dengan CT Scan, MRI memiliki
keunggulan, yaitu adanya potongan sagital, dan dapat memberikan gambaran
hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa banding gangguan
struktural pada medula spinalis dan radiks saraf.
CT Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan
baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra.
Namun demikian sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi
masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.
c. Myelografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarachnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai test
preoperatif, seringkali dilakukan bersama dengan CT Scan.
d. Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal.
Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf.
Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka
pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
e. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, kalsium.
23
24
25