Anda di halaman 1dari 4

2.

Sejarah Terbentuknya Struktur Geologi Pulau Sumatera


Struktur geologi adalah segala unsure dari bentuk arsitektur kulit bumi /
gambaran geometri (bentuk dan hubungan) yang diakibatkan oleh gejala - gejala gaya
endogen. Secara umum terdapat unsur - unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang
perlapisan, Lipatan, Patahan dan kekar atau joint.
Pada awal berkembangnya geologi, Pemikiran geologi dimulai oleh Leonardo da
Vinci (1452-1519). Pada awalnya perkembangan geologi didominasi pemikiran klasik
(fixist), yang menganggap pembentukan orogenesa dan geosinklin terjadi di tempat
yang tetap. Mewakili pemikiran ini misalnya Erich Haarmann (1930), yang menyatakan
bahwa orogenesa terjadi karena kulit bumi terangkat seperti tumor, dan melengser
karena gaya berat. Selanjutnya pendapat ini diterapkan oleh van Bemmelen (1933) di
Indonesia sebagai Teori Undasi.
Pemikiran lain, mobilist dikemukakan Antonio Snider-Pellgrini (1658) yang
mencermati kesamaan bentuk pantai barat dan timur Atlantik, serta Alfred Lothar
Wegener (1915) yang mengemukakan konsep benua mengembara. Perubahan
mendasar geologi global terjadi setelah Perang Dunia II, ketika data geofisika lantai
samudera menunjukkan bahwa jalur anomali magnet mempunyai rasio yang tetap di
mana-mana. Pada 250 juta tahun yang lalu benua merupakan satu kesatuan benua
induk, atau Pangea. Perputaran bumi mendorong benua untuk bergerak ke arah kutub,
sehingga benua terpecah-pecah sebagai kepingan benua kecil-kecil seperti saat ini: 6
lempeng utama dengan 14 lempeng yang lebih kecil. Dengan demikian maka seluruh
permukaan bumi berada di dalam satu kesatuan proses geologis yang universal:
Tektonik Global.

Peta pembagian lempeng lempeng di Dunia


Indonesia dikenal sebagai wilayah yang mempunyai tatanan geologi yang unik
dan rumit. Banyak ahli geologi yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut, baik
dengan menggunakan pendekatan teori tektonik klasik maupun tektonik global.
Mewakili contoh pemikiran tektonik klasik, Van Bemmelen (1933) menggunakan
Teori Undasi dalam menjelaskan keberadaan jalur-jalur magmatik yang menyebar
secara ritmik menerus dari Sumatera ke Kalimantan barat dan Kalimantan.
Berikutnya, Westerveld (1952) merekontruksikan jalur orogen di Indonesia dengan

menggunakan pendekatan konsep geosinklin. Hasilnya adalah terpetakan lima jalur


orogen dan satu komplek orogen yang ada di Indonesia.
Menurut pemikiran tektonik global, konfigurasi saat ini merupakan representasi
dari hasil kerja pertemuan konvergen tiga lempeng sejak jaman Neogen, yaitu:
lempeng samudera Indo-Australia, lempeng samudera Pasifik, dan lempeng benua Asia
Tenggara. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif
lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut
dipengaruhi oleh keberadaan daratan Sunda yang relatif stabil. Sementara keberadaan
lempeng benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sangat
mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur. Berdasarkan konsep
ini pula di Indonesia terbentuk tujuh jalur orogen, yaitu jalur-jalur orogen: Sunda,
Barisan, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanisia dan Dayak.
Sekilas mengenai gambaran sejarah terbentuknya geologi Indonesia, pada
paragraph selanjutnya akan dibahas selangkah lebih mengerucut tentang mengenai
dampak yang terjadi dari adanya penunjaman sunda oleh lempeng australia baik bagi
kondisi busur sunda maupun sesar pulau sumatera.
Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa,
dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma.
Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus
di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan
Andaman dan Burma. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar 7o. Busur akresi
terbentuk selebar 75 150 km dari palung dengan ketebalan material terakresi
mencapai 15 km. Cekungan muka busur berada di antara punggungan muka busur dan
garis pantai sistem penunjaman dengan lebar 150 - 200 km. Busur vulkanik yang
sekarang aktif di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 130 km. Sistem
penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan,
yang berlangsung selama Kenozoikum Tengah Akhir. Busur magmatik ini berubah dari
kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa ke busur kepulauan
di Bali dan Lombok.

Gambar penunjaman antar lempeng


Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah
penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat
terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara Nicobar,

Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah Selatan terdapat
Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng Burma. Penyimpulan ini
menyisakan pertanyaan karena kenampakan anomali gaya berat menunjukkan bahwa
pola Jawa bagian barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding
dengan Jawa bagian Timur.
Pengaruh Tektonik Regional pada Perkembangan Sesar Sumatera, Sejarah
tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng
India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan
perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya
berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Proses tumbukan ini mengakibatkan
terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk
mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon
tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara
terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vectorini secara geometri akan
mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut
konvergensi antara dua lempeng tersebut.
Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman,
punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses
yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension)
Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan
adanya tiga bagian pola. Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang
terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana,
bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan
pola penunjaman.
Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik dan
perkembangannya dalam ruang dan waktu memungkinkan sebagai penyebab
keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-ratedan segmentasi Sesar
Sumatera. Hal tersebut antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan
menjadikan batuan memberikan tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi
struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan
mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda.
Sumatra utara
Schurmann menggambarkan bagian Paleogene ke dalam pegunungan Batak Lands, membentuk
rangkaian pegunungan Pre-Tersier sampai timur laut.
1. Pilo-Pliocene
Sesudah pengangkatan Intra Miosen pada zone barian umumnya tidak terbentuk endapan
marine. Selama akhir Neogen, rangkaian pegunungan barisan rangkaian pegunungan barisan
membentuk rangkaian gunung api antara basin indiogosinklinal Sumatra Timur dan Sumatra
India.

2.

Pilo pleistosene Diastropisme


Pada akhir Neogen rangakain pegunungan barisan mengalami gerakan disertai dwengan
blok faulting dan erupsi poxymal magma asam (gantik). Pada waktu yang sama lembah Sumatra
Timur diisi dengan akumulasi sedimen yang sangat besar, kemudian ditekan, dan dilipat.
3. Barisan Zone Semangko
Satu dari banyak kenampakan yang menarik dari Bukit Barisan adalah rift zone
longitudinal yang memanjang dari teluk Semongko Selatan sampai lembah Aceh Selatan. Zone
graben pada puncak geantiklinal barisan dihasilkan dari tekanan, berhubungan dengan
lengkungan atas.
Pegunungan sebelah barat graben tengah terdiri dari batuan massif yang berumur Kuarter
dan sejumlah formasi vulkanik muda Paelozoik dan cristalin schists. Batak culmination di Bukit
Barisan Sumatra Utara dekat Sungai Wampu dan Sungai Barumuadi Bukit Barisan terdapat
kulminasi berbentuk khas disebut Batak Timor.
Danau Toba dari geologinya termasuk vulkano tektonik. Kenampakan morfologi Toba
lebih muda dari lembah Asahan. Lembah Asahan merupakan aliran tuff dan memotong dekat
Porsea oleh Kawah Toba. Pusat patahan blok Toba, setelah runtuh Kawah Toba mengalami
patahan. Kemiringan terus-menerus sepanjang waktu juga dikelilingi blok. Ketinggian
maksimum Danau Toba lebar 500 m dan tinggi 1400 m (air danau Toba ). Volume kawah sekitar
1000-2000 cb/km3 dan terisi oleh piroklastik. Depresi Toba telah ada sebelum ledakan. Daerah
sekeliling Toba merupakan lereng curam. Aliran ignimbetrstes pada Pre-Tersier dan batuan
Neogen menurun ke selatan dengan lereg danau yang terjal antara 1600 m.
Timbunan danau lebih muda yaitu terletak di sebelah barat laut Samosir antara Balige dan
Poresia. Blok Samosir dan Penisula marupakan timbunan Prapat dan Porosea. Kearah barat dip
5-8 derajat (timbunan pulau Samosir) dan ke arah timur dip 10-15 derajat dengan dasar tuff. Sisi
barat merupakan pusat dome dibentuk oleh Pulau Samosir dan ke arah barat oleh Ulukan
Penisula.
Sumber:
http://handokoseto.blogspot.com/2012/04/geologi-sumatera.html
http://justnangeografi.blogspot.com/2012/06/geologi-dan-geomorfologi-sumatera-dan.html

Anda mungkin juga menyukai