Anda di halaman 1dari 25

Ekonomi Moneter

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) dalam negeri menyebabkan perubahan perekonomian secara
drastis. Kenaikan BBM ini akan diikuti oleh naiknya harga barang-barang
dan jasa-jasa di masyarakat. Kenaikan harga barang dan jasa ini
menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan
mempersulit

perekonomian

masyarakat

terutama

masyarakat

yang

berpenghasilan tetap.
Jika

terjadi

kenaikan

harga

BBM

di

Negara

ini,

akan

sangat

berpengaruh terhadap permintaan (demand) dan penawaran (supply).


Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta
kemampuan

untuk

membeli

barang

yang

bersangkutan

(Rosyidi,

2009:291). Sementara penawaran adalah banyaknya jumlah barang dan


jasa yang ditawarkan oleh produsen pada tingkat harga dan waktu
tertentu.
Permintaan dari masyarakat akan berkurang karena harga barang dan
jasa

yang

ditawarkan

mengalami

kenaikan.

Begitu

juga

dengan

penawaran, akan berkurang akibat permintaan dari masyarakat menurun.


Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi melonjak akibat dari naiknya
biaya produksi dari barang dan jasa. Ini adalah imbas dari kenaikan harga
BBM. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan, Jika harga suatu barang
naik, maka jumlah barang yang diminta akan turun, dan sebaliknya jika
harga barang turun, jumlah barang yang diminta akan bertambah (Jaka,
2007:58).
Masalah lain yang akan muncul akibat dari kenaikan harga BBM adalah
kekhawatiran akan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Ini terjadi
karena dampak kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi akibat
komponen

biaya

yang mengalami

kenaikan. Kondisi

perekonomian

Ekonomi Moneter
Indonesia juga akan mengalami masalah. Daya beli masyarakat akan
menurun, munculnya pengangguran baru, dan sebagainya.
Inflasi yang terjadi akibat kenaikan harga BBM tidak dapat atau sulit
untuk dihindari, karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan
distribusi barang. Disisi lain, kenaikan harga BBM juga tidak dapat
dihindari, karena membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).

Sehingga

Indonesia

sulit

untuk

mendorong

pertumbuhan

ekonomi, baik itu tingkat investasi, maupun pembangunan-pembangunan


lain yang dapat memajukan kondisi ekonomi nasional.
Dengan naiknya tingkat inflasi, diperlukan langkah-langkah atau
kebijakan-kebijakan

untuk

mengatasinya,

demi

menjaga

kestabilan

perekonomian nasional. Diperlukan kebijakan pemerintah, dalam hal ini


Bank Sentral yakni Bank Indonesia (BI) untuk mengatur jumlah uang yang
beredar di masyarakat. Jumlah uang yang beredar di masyarakat ini
berhubungan dengan tingkat inflasi yang terjadi. Banyaknya uang yang
beredar di masyarakat ini adalah dampak konkret dari kenaikan harga
BBM.
Bank Indonesia selaku lembaga yang memiliki wewenang untuk
mengatasi masalah ini, selain pemerintah tentunya, bertugas untuk
mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat. Salah satu langkah
yang dilakukan untuk mengatasi inflasi ini adalah dengan mengatur
tingkat suku bunga. Kebijakan menaikan dan menurunkan tingkat suku
bunga ini dikenal dengan sebutan politik diskonto yang merupakan salah
satu instrumen kebijakan moneter.
Dari latar belakang diatas, maka dalam makalah ini penulis akan
membahas mengenai Fenomena Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM)
terhadap Suku Bunga Fed Funds Rate serta pengaruh permintaan dan
penawaran rupiah dalam Perekonomian Indonesia.
B. Rumusan Masalah

Ekonomi Moneter
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
mengenai dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
terhadap perekonomian Indonesia, yang didalamnya juga berdampak
pada tingkat inflasi. Masalah ini diambil karena kenaikan harga BBM dapat
mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Dalam makalah ini,
penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja dampak dari kenaikan harga BBM ?
2. Bagaimana dampak kenaikan harga BBM

terhadap

inflasi

dan

perekonomian Indonesia ?
3. Bagaimana langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi inflasi
yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM ?
4. Bagaimana kondisi Suku Bunga Fed Funds Rate saat inflasi ?
5. Bagaimana kondisi permintaan (demand) dan penawaran (supply) pada
Mata Uang Rupiah ?

C. Tujuan Makalah
Dari masalah diatas, secara garis besar tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai dampak dari kenaikan
harga BBM. Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar dapat mengetahui
secara jelas mengenai :
1. Dampak dari kenaikan harga BBM, baik itu dampak positif maupun
dampak negatifnya.
2. Dapat mengetahui

mengenai

dampak

kenaikan

harga

BBM

terhadap inflasi yang akan terjadi.


3. Mengetahui langkah-langkah pemerintah dalam mengatasi inflasi.
4. Mengetahui tingkat suku bunga saat inflasi
5. Peredaran dan nilai tukar mata uang rupiah saat inflasi.
D. Manfaat Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan kegunaaan
atau manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis,
makalah ini berguna sebagai pengembangan ilmu, sesuai dengan
masalah yang dibahas dalam makalah ini. Secara praktis, makalah ini
diharapkan bermanfaat bagi :

Ekonomi Moneter
1. Penulis, seluruh kegiatan penyusunan dan hasil dari penyusunan
makalah ini diharapkan dapat menambah pengalaman, wawasan dan
ilmu dari masalah yang dibahas dalam makalah ini.
2. pembaca, makalah ini daharapkan dapat dijadikan sebagai sumber
tambahan dan sumber informasi dalam menambah wawasan pembaca.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoretis
1. Pengertian Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, kata inflasi sering muncul, terutama jika dalam
pembahasan mengenai ilmu ekonomi makro. Begitu juga dalam masalah
keuangan dan perbankan. Secara sederhana, inflasi dapat diartikan
sebagai turunnya atau melemahnya nilai mata uang akibat banyaknya
jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata inflasi memiliki arti kemerosotan nilai uang (kertas) karena
banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan
naiknya harga barang-barang (Depdiknas, 2005:423).
Menurut Jaka (2007:113) menyatakan, inflasi adalah suatu gejala
ekonomi dimana terjadi kemerosotan nilai uang karena banyaknya uang
yang beredar atau suatu keadaan yang menyatakan terjadinya kenaikan

Ekonomi Moneter
harga-harga secara umum dan menunjukan suatu proses turunnya nilai
uang secara kontinyu.
Pendapat lain menyatakan bahwa inflasi adalah proses meningkatnya
harga-harga

secara

umum

dan

terus-menerus berkaitan

dengan

mekanisme pasar yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain,


konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar
yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga
akibat

adanya

ketidaklancaran

distribusi

barang (Samuelson,

1986:292). Inflasi terjadi apabila tingkat harga dan biaya umum naik;
harga bahan pokok, harga bahan bakar, tingkat upah, harga tanah, sewa
barang-barang modal juga naik (Samuelson, 1986:293).
Ada beberapa pengertian inflasi yang disampaikan para ahli. Menurut
A.P. Lehner, inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan
(Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara
keseluruhan. Ahli yang lain, yaitu Ackley memberi pengertian inflasi
sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa
secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Sedangkan
menurut Boediono, inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk
naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barangbarang lain.
Dalam definisi lain, inflasi merupakan proses dimana terjadinya
kenaikan harga barang-barang dan jasa-jasa secara menyeluruh dalam
satu periode tertentu, biasanya dalam satu tahun. Inflasi terjadi ketika
harga mengalami kenaikan, sementara nilai uang mengalami penurunan.
Inflasi juga dapat

diartikan sebagai proses

menurunnya

nilai mata

uang yang diakibatkan karena jumlah uang yang beredar di masyarakat


lebih

banyak

dibandingkan

jumlah

barang

dan

jasa

yang

tersedia. Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas,


maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum inflasi adalah suatu
gejala naiknya harga secara terus-menerus (berkelanjutan) terhadap
5

Ekonomi Moneter
sejumlah barang. Kenaikan yang sifatnya sementara tidak dikatakan
inflasi dan kenaikan harga terhadap satu jenis komoditi juga tidak
dikatakan inflasi.
2. Pengertian Perekonomian
Sebelum membahas perekonomian, perlu dibahas mengenai ilmu
ekonomi. Menurut Samuelson (1986:5) mengatakan,

ilmu ekonomi

merupakan suatu studi tentang perilaku orang dan masyarakat dalam


memilih dan menggunakan sumberdaya yang langka dan yang memiliki
beberapa alternatif penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai
komoditi, untuk kemudian menyalurkannyabaik saat ini maupun dimasa
depankepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu
masyarakat.
Sementara secara etimologi, kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani,
yaitu Oikos, yang berarti rumah tangga, dan Nomos, yang berarti aturan.
Jadi ekonomi secara bahasa adalah aturan rumah tangga (Jaka, 2007:96).
Secara istilah ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari berbagai
tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak
terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi diartikan sebagai ilmu
mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang
serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan)
(Depdiknas,

2005:287).

Sementara

perekonomian

diartikan

sebagai

tindakan (aturan atau cara) berekonomi(Depdiknas, 2005:287). Dalam


suatu Negara, ekonomi merupakan suatu tata kehidupan yang sangat
penting. Perekonomian di suatu Negara merupakan suatu sistem yang
digunakan oleh pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya yang
dimilikinya, baik itu Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya
Manusia (SDM).

B. Pembahasan

Ekonomi Moneter
Pada

bagian

pembahasan

ini,

penulis

membahas

mengenai

permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan


masalah. Masalah-masalah ini dibahas dan disesuaikan dengan teori-teori
yang sesuai dengan permasalahan.
1) Jenis-Jenis Inflasi
a. Berdasarkan Tingkat Keparahan, ada 3 jenis inflasi :
Inflasi ringan (creeping inflation), besarnya inflasi ini di bawah 10%
dalam setahun.
Inflasi sedang, besarnya inflasi antara 10% 30% setahun.
Inflasi berat, besarnya inflasi antara 30% 100% setahun
Hiper inflasi, besarnya inflasi ini diatas 100% dalam setahun.
b. Berdasarkan Sumbernya
Importer Inflation, inflasi ini berasal atau bersumber dari luar negeri,
yang terjadi karena adanya kecenderungan kenaikan barang-barang

di luar negeri.
Domestic Inflation, inflasi ini berasal atau bersumber dari dalam
negeri sendiri, yang akan memengaruhi pertumbuhan perekonomian
dalam negeri. Domestic inflation terjadi akibat terjadinya defisit
anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru
dan gagalnya pasar yang berakibat harga mengalami kenaikan.

c. Berdasarkan Penyebabnya
Demand Full Inflation, inflasi yang timbul karena adanya kenaikan

yang sangat tinggi terhadap permintaan barang dan jasa.


Cost Push Inflation, inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa, bukan karena adanya ketidak
seimbangan antara permintaan dan penawaran.

Selain Demand Full Inflation dan Cost Push Inflation, ada beberapa jenis
inflasi jika dilihat dari Faktor Penyebabnya, yaitu:

Inflasi Tarikan Permintaan, inflasi tarikan permintaan terjadi sebagai


akibat dari adanya kenaikan Permintaan Agregat (AD) yang terlalu
besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi
agregat.

Ekonomi Moneter

Inflasi Dorongan Biaya, inflasi dorongan biaya terjadi sebagai akibat


adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan

produktivitas dan efisiensi proses produksi dari suatu perusahaan.


Inflasi Struktural, inflasi struktural terjadi akibat dari berbagai
kendala atau kekakuan struktural yang menyebabkan penawaran
menjadi tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

2) Penyebab Terjadinya Inflasi


Inflasi terjadi apabila tingkat harga dan biaya umum naik; harga bahan
pokok, harga bahan bakar, tingkat upah, harga tanah, sewa barangbarang modal juga naik. Selain itu, inflasi juga diakibatkan oleh:
a)
b)
c)
d)

Pengeluaran pemerintah lebih banyak dari permintaan,


Adanya tuntutan upah yang tinggi,
Adanya lonjakan permintaan barang-barang dan jasa-jasa,
Adanya kenaikan dalam biaya produksi.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan

(kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan


tekanan) produksi dan distribusi (kurangnya produksi (Product or Service)
juga

termasuk

kurangnya

distribusi). Untuk

sebab

pertama

lebih

dipengaruhi dari peran Negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral),


sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran Negara dalam
kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah
(Government)

seperti kebijakan fiskal

(perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif),

kebijakan

pembangunan

Infrastruktur dan Regulasi.


Inflasi tarikan permintaan (Demand Full Inflation) terjadi akibat adanya
permintaan

total

yang

berlebihan

dimana

biasanya

dipicu

oleh

membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi


dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat
tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan
jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor
produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu
kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini

Ekonomi Moneter
terjadi

karena

suatu

kenaikan

dalam

permintaan

total

sewaktu

perekonomian yang bersangkutan dalam situasi Full Employment, dimana


biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar
yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh
banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan Bank Sentral
dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank
sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri
keuangan.
Inflasi desakan biaya (Cost Push Inflation) terjadi akibat adanya
kelangkaan

produksi

dan

juga

termasuk

adanya

kelangkaan

distribusi, meskipun permintaan secara umum tidak ada perubahan yang


meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini
atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan
normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum
permintaan dan penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai
keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala
distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat
berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi, bencana
alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi,
aksi spekulasi (penimbunan), sehingga memicu kelangkaan produksi yang
terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada
distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan
yang sangat penting.
Jika dihubungkan dengan kenaikan harga BBM, inflasi yang terjadi
disebabkan oleh adanya tekanan dalam proses produksi dan distribusi.
Para produsen akan mengurangi jumlah barang yang akan diproduksi atas
pertimbangan biaya produksi yang melonjak. Kalaupun proses produksi
tetap lancar, proses distribusi lah yang akan menghambatnya. Akibat dari
kenaikan harga BBM biaya atau ongkos untuk mendistribusikan barang
hasil produksi akan mengalami kenaikan.
3) Dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Ekonomi Moneter
Dalam situasi ekonomi masyarakat yang sulit, maka kenaikan BBM bisa
kontraproduktif. Kenaikan harga BBM akan menimbulkan kemarahan
masal, sehingga ketidakstabilan dimasyarakat akan meluas (Hamid,
2000:144). Sebagian masyarakat merasa tidak siap untuk menerima
kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM ini merupakan tindakan pemerintah
yang beresiko tinggi.
Meskipun demikian, kenaikan harga BBM juga dapat menimbulkan
dampak yang positif dan negatif bagi Perekonomian Indonesia.

A. Dampak Positif
1. Munculnya
bahan

bakar

dan

kendaraan

alternatif

seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai


bahan bakar alternatif baru.
Yang sudah di kenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar
Gas). Harga juga lebih murah dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi.
Ada juga bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal
sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia
adalah Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan
muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan
BBM, misalnya saja mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan
kendaraan lainnya.
2. Pembangunan Nasional akan lebih pesat.
Pembangunan Nasional akan lebih pesat, karena dana APBN yang
awalnya digunakan untuk memberikan subsidi BBM, jika harga BBM naik,
maka subsidi dicabut dan dialihkan untuk digunakan dalam pembangunan
di berbagai wilayah hingga ke seluruh daerah.
3. Hematnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Jika harga BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang
dikeluarkan

oleh

pemerintah

akan

berkurang.

Sehingga

Pendapatan dan Belanja Negara dapat diminimalisasi.


10

Anggaran

Ekonomi Moneter
4. Mengurangi Pencemaran Udara.
Jika harga BBM mengalami kenaikan, masyarakat akan mengurangi
pemakaian bahan bakar. Sehingga hasil pembuangan dari bahan bakar
tersebut dapat berkurang, dan akan berpengaruh pada tingkat kebersihan
udara.
B. Dampak negatif
1. Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi lebih mahal, harga barang
dan jasa akan mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya biaya
produksi sebagai imbas dari naiknya harga bahan bakar.
2. Apabila harga BBM memang dinaikkan, maka akan berdampak bagi
perekonomian khususnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah)
juga ikut menaikan harga.
3. Meningkatnya biaya produksi yang diakibatkan oleh: misalnya harga
bahan, beban transportasi dll.
4. Kondisi keuangan UMKM menjadi rapuh, maka rantai perekonomian
akan terputus.
5. Terjadi Peningkatan jumlah pengangguran, dengan meningkatnya biaya
operasi perusahaan, maka kemungkinan akan terjadi PHK.
6. Inflasi, inflasi akan terjadi jika harga BBM menglami kenaikan. Inflasi
yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi suatu barang atau
jasa.
7. Ongkos naik, Sampai kini, tarif angkutan menyesuaikan dengan
penaikan harga BBM baru, belum lagi dibicarakan antara Organda
dengan pemerintah.
8. Tingkat kriminalitas tinggi.
4) Dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap
Inflasi dan Perekonomian Indonesia
Jika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi. Terjadinya
inflasi ini tidak dapat dihindari karena bahan bakar, dalam hal ini
premium, merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, dan merupakan
jenis barang komplementer. Meskipun ada berbagai cara untuk mengganti
penggunaan BBM, tapi BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat sehari-hari.

11

Ekonomi Moneter
Inflasi akan terjadi karena apabila subsidi BBM dicabut, harga BBM
akan

naik.

Masyarakat

mengurangi

pembelian

BBM.

Uang

tidak

tersalurkan ke pemerintah tapi tetap banyak beredar di masyarakat. Jika


harga BBM naik, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan pula.
Terutama dalam biaya produksi. Inflasi yang terjadi dalam kasus ini adalah
Cost Push Inflation. Karena inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan
dalam biaya produksi. Ini jika inflasi dilihat berdasarkan penyebabnya.
Sementara jika dilihat berdasarkan sumbernya, yang akan terjadi adalah
Domestic Inflation, sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian
dalam negeri.
Kenaikan harga BBM akan membawa pengaruh terhadap kehidupan
iklim berinvestasi. Biasanya kenaikan BBM akan mengakibatkan naiknya
biaya produksi, naiknya biaya distribusi dan menaikan juga inflasi. Harga
barang-barang

menjadi

lebih

mahal,

penghasilan masyarakat yang tetap.

daya

beli

merosot,

kerena

Ujungnya perekonomian akan

stagnan dan tingkat kesejahteraan terganggu.


Di sisi lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang paling
parah adalah semakin sempitnya lapangan kerja karena dunia usaha
menyesuaikan

produksinya

sesuai

dengan

kenaikan

harga

serta

penurunan permintaan barang.


Hal-hal di atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, bagaimana jika tidak?
subsidi

pemerintah

terhadap

BBM

akan

semakin

meningkat

juga.

Meskipun Negara kita merupakan penghasil minyak, dalam kenyataannya


untuk memproduksi BBM kita masih membutuhkan impor bahan baku
minyak juga.
Dengan tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus disediakan
pemerintah juga semakin besar. Untuk menutupi sumber subsidi, salah
satunya adalah kenaikan pendapatan ekspor. Karena kenaikan harga
minyak dunia juga mendorong naiknya harga ekspor komoditas tertentu.
Seperti kelapa sawit, karena minyak sawit mentah (CPO) merupakan
subsidi minyak bumi. Income dari naiknya harga CPO tidak akan

12

Ekonomi Moneter
sebanding dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk subsidi
minyak.
5) Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian Nasional
Kenaikan harga BBM berdampak pada meningkatnya inflasi. Dampak
dari terjadinya inflasi terhadap perekonomian nasional adalah sebagai
berikut :
1. Inflasi akan mengakibatkan perubahan output dan kesempatan kerja di
masyarakat,
2. Inflasi dapat mengakibatkan ketidakmerataan pendapatan dalam
masyarakat,
3. Inflasi dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekonomi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah
atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai
pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih
baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang
bergairah

untuk

bekerja,

menabung

dan

mengadakan

investasi.

Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi
tak terkendali (Hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan
perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja,
menabung,

atau

mengadakan investasi dan produksi karena

harga

meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti


pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan
kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka
menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Sementara

dampak

inflasi

bagi

masyarakat,

ada

yang

merasa

dirugikan dan ada juga yang diuntungkan. Golongan masyarakat yang


dirugikan adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap,
masyarakat yang menyimpan hartanya dalam bentuk uang, dan para
kreditur. Sementara golongan masyarakat yang diuntungkan adalah kaum
spekulan, para pedagang dan industriawan, dan para debitur.

13

Ekonomi Moneter
Inflasi dapat dikatakan sebagai salah satu indikator untuk melihat
stabilitas ekonomi suatu wilayah Negara atau daerah. Yang mana tingkat
inflasi menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum
yang dihitung dari Indeks Harga Konsumen (IHK). Dengan demikian angka
inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan
tetap, dan disisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi dari suatu
barang dan jasa.
6) Upaya Pemerintah dalam mengatasi Inflasi
Beberapa kebijakan yang dapat diambil pemerintah untuk mengatasi
terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:
A. Kebijakan Moneter
1. Politik Diskonto
Untuk

mengatasi

terjadinya

inflasi,

maka

bank

sentral

harus

mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara bank sentral akan
menaikan tingkat suku bunga pinjaman kepada bank umum. Kebijakan ini
juga disebut dengan Rediscount Policy atau kebijakan suku bunga.
2. Politik Pasar Terbuka (Open Market Policy)
Dalam politik pasar terbuka, bank sentral akan menjual (jika terjadi
inflasi) atau membeli (jika terjadi deflasi) surat-surat berharga kepada
masyarakat, sehingga ada arus uang yang masuk dari masyarakat ke
bank sentral.
3. Menaikan Cash Ratio (Persediaan Kas)
Cash Ratio merupakan perbandingan antara kekayaan suatu bank
dengan kewajiban yang harus dibayarkan. Untuk mengatasi inflasi, bank
sentral akan menaikan cadangan kas bank-bank umum sehingga jumlah
uang yang bisa diedarkan oleh bank umum kepada masyarakat akan
berkurang.

4. Kebijakan Kredit Selektif (Selective Credit Control)


14

Ekonomi Moneter
Untuk mengatasi inflasi atau mengurangi jumlah uang yang beredar di
masyarakat, maka diambil kebijakan memperketat kredit atau pinjaman
bagi masyarakat.
5. Margin Requirements
Kebijakan ini digunakan untuk membatasi penggunaan untuk tujuantujuan pembelian surat berharga.
B. Kebijakan Fiskal
Dalam kebijakan fiskal, untuk mengatasi inflasi pemerintah harus
mengatur penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan pemerintah.
Dalam hal penerimaan, pemerintah bisa menaikan tarif pajak, sehingga
jumlah

penerimaan

adalah Expenditure

pemerintah
Reducing,

meningkat. Kebijakan

yakni

mengurangi

yang

pengeluaran

kedua
yang

konsumtif, sehingga akan mempengaruhi terhadap permintaan (Demand


Full Inflation).
7) Kondisi Suku Bunga (Fed Funds Rate) saat Inflasi
Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta ancaman
meningkatnya tingkat suku bunga AS (Fed Funds Rate) diprediksi memicu
Bank Indonesia (BI) kembali mengerek suku bunga acuan atau BI rate.
Kebijakan moneter yang makin ketat itu diperkirakan diambil pada
November 2014 dengan peningkatan hingga 25 basis points (bps).
Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Destry Damayanti
mengatakan, menaikkan BI rate merupakan langkah logis untuk meredam
gejolak perekonomian di tengah tekanan domestik maupun eksternal.
Karena ketika BBM naik, inflasi pasti melonjak. Belum lagi kondisi
eksternal pada 2015 mendatang masih dilingkupi ketidakpastian, ujarnya
di kantor pusat Bank Mandiri, Jakarta, kemarin (15/10).
Beberapa data histori menunjukkan bahwa inflasi meningkat cukup
tajam sebagai akibat kenaikan harga BBM pada 2005 dan 2008. Destry
menyebutkan, Negative Real Interest Rate atau rata-rata negatif yang

15

Ekonomi Moneter
dicatat BI mencapai 4% selama 12 bulan pada 2005 dan 1,7% selama 11
bulan pada 2008. Rata-rata negatif itu berarti tingkat inflasi lebih besar
daripada nominal suku bunga.
Sementara untuk rencana kenaikan harga BBM ke depan, pihaknya
telah memiliki beberapa skema yang nanti memengaruhi outlook inflasi
dan ekonomi pada 2015. Yang pertama adalah skenario apabila BBM
mengalami kenaikan harga Rp 3.000 per liter pada akhir 2014. Dengan
peningkatan 46,2% dari posisi saat ini, inflasi secara keseluruhan
mencapai 8,47% dibanding tahun lalu (year-on-year/yoy). Sebaliknya, jika
harga BBM naik Rp 3.000 per liter pada awal 2015, inflasi akan terkerek
8,84% secara tahunan (yoy).
Meski demikian, ujar Destry, BI tak perlu serta-merta menaikkan suku
bunga acuannya secara drastis, misalnya sebanyak 100 bps dari posisi
sekarang sebesar 7,5%. Hal itu mengingat efek inflasi dari kenaikan BBM
akan mengalami normalisasi dalam jangka waktu satu tahun. Kenaikan
25 bps di pertengahan November 2014 menjadi 7,75% cukup untuk
memitigasi inflasi dan Fed Funds Rate, terangnya.
Menurut Destry, posisi BI rate cenderung Flat 7,75% sepanjang 2015
sudah dapat menarik inflasi kembali kepada level normalnya 5,23% pada
akhir tahun depan. Tentunya (kebijakan moneter) juga perlu didukung
kebijakan makroprudensial, paparnya.
Sebelumnya Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, apabila
pemerintahan JokowiJusuf Kalla memotong subsidi BBM dan menaikkan
harga premium, inflasi diproyeksikan bisa mencapai 8,5 hingga 9 persen
pada akhir 2014. Seandainya ada penyesuaian harga BBM, inflasi jadi
lebih tinggi daripada yang kami targetkan. Karena itu, kami mesti
mempersiapkan, ungkapnya
8) Kondisi permintaan (demand) dan penawaran (supply) pada
Mata Uang Rupiah

16

Ekonomi Moneter
Sejak Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama
juga dialami oleh mata uang beberapa Negara Emerging Markets (negara
berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan
cepat) lainnya. Selama JuniAgustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh
sebesar 10%, nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20%, dan nilai tukar
Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15%. Trend melemahnya nilai tukar
mata uang beberapa negara emerging markets selama JuniAgustus
2013 bisa dilihat dalam grafik 1 :

Grafik 1
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus
2013 Indeks, 15 Mei 2013 = 100

17

Ekonomi Moneter
A. Kenapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran
permintaan atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata
uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka
nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang
meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai
tukar mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah
karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi,
sementara

permintaan

atasnya

rendah

Setidaknya

ada

dua

faktor. Pertama, keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari


Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar
Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata
uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi
peningkatan penawaran atas Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya
investasi portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham
Gabungan

(IHSG)

yang

cenderung

menurun

seiring

dengan

kecenderungan menurun dari Rupiah.


Kenapa investasi portofolio asing ini keluar dari Indonesia? Alasan
yang sering disebut adalah karena rencana the Fed (Bank Sentral AS)
untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh
Ketua the Fed, Ben Bernanke di depan Kongres AS pada 22 Mei 2013.
Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara Emerging
Markets pun anjlok (lihat Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini
adalah program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau
aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan
untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi pemulihan diri pasca
krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS
menyehat. Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS
akan naik. Inilah ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan

18

Ekonomi Moneter
modalnya dari negara-negara Emerging Markets. Mereka melihat bahwa
di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di
Negara-negara Emerging

Markets.

Dalam tiga

bulan

terakhir,

yield

obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik. Sebagai contoh,


yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi Benchmark, naik
sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.
Faktor kedua, yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan
rendah atas Rupiah adalah neraca nilai perdagangan Indonesia yang
defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor. Defisit neraca nilai
perdagangan Indonesia selama JanuariJuli 2013 adalah -5,65 milyar
Dollar AS. Sektor nonmigas sebenarnya mengalami surplus 1,99 milyar
Dollar AS. Namun, surplus di sektor nonmigas tidak bisa mengimbangi
defisit yang sangat besar di sektor migas, yakni sebesar -7,64 milyar
Dollar AS.
Dinamika eksporimpor memang bisa berdampak pada nilai tukar
mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang negara
eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang
negara tujuan dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi
karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata
uang negerinya agar bisa Ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor
meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam
impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan
mata uang negara asal. Karena selama JanuariJuli 2013, impor Indonesia
lebih kecil daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai
tukar Rupiah.
B. Apa Dampak Melemahnya Rupiah?
Apa dampak pelemahan Rupiah? ketika nilai tukar sebuah mata uang
melemah, maka yang biasanya mencolok terkena dampaknya adalah
harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat
produksi (bahan baku dan barang modal). Karena harga komoditi impor
dipatok dengan mata uang negara asal, maka jika nilai mata uang negara

19

Ekonomi Moneter
tujuan jatuh, harga komoditi impor akan naik. Misalnya, jika di Indonesia,
nilai tukar Rupiah jatuh sebesar 10% dari 1 Dollar AS = 9.000 Rupiah
menjadi 1 Dollar AS = 9.900 Rupiah, maka harga komoditi impor pun akan
naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya Rp. 1,5 juta akan naik Rp. 150
ribu menjadi Rp. 1,65 juta.
Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah 1,03%, lalu
meningkat menjadi 3,29% pada Juli. Sementara, pada bulan Agustus,
inflasi menurun menjadi 1,12%. Inflasi tahun kalender (JanuariAgustus)
2013 adalah 7,94% dan ini merupakan inflasi tahunan tertinggi sejak
2009. Untuk barang konsumsi, yang harganya akan naik bukan hanya
barang-barang konsumsi impor, namun juga barang-barang konsumsi
yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat
produksinya, terutama bahan bakunya, impor. Harga tahu tempe,
misalnya, naik 2025 persen, karena bahan bakunya berupa kedelai
diimpor.
Sampai saat ini belum mendapat data tentang proporsi alat-alat
produksi impor dari total alat produksi di Indonesia. Namun, kita bisa
mendapat gambaran kasar tentang hal ini dari perbandingan antara impor
barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal di Indonesia.,
proporsi impor terbesar pada JanuariJuli 2013 adalah impor bahan
baku/penolong, yakni 76,16% dari total impor. Kemudian urutan kedua
ditempati oleh impor barang modal (mesin-mesin, dan sebagainya),
sebesar 16,87% dari total impor. Di urutan terakhir baru kita dapati impor
barang konsumsi dengan besaran 6,97% dari total impor. Dari data ini,
kita bisa menduga bahwa penggunaan alat-alat produksi impor dalam
industri Indonesia cukup tinggi.
Siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan harga komoditi impor
ini? Pertama,

konsumen,

pendapatan

mereka

terutama

tidak

bisa

konsumen

kelas

mengimbangi

bawah,

sejauh

kenaikan

harga

barang. Kedua, pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor mulai


dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam
negeri yang menyusut. Misalnya, belakangan ini, para importir bahan
20

Ekonomi Moneter
kebutuhan pokok di Batam sudah menghentikan aktivitas usahanya.
Ketiga, para usahawan yang berorientasi pasar dalam negeri, namun alatalat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti pengusaha
tekstil, alas kaki, kemasan, dan sebagainya. Keempat, rakyat pekerja yang
sudah terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan
dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga
alat-alat produksi impor, kenaikan nilai utang luar negeri (dibahas di
bawah), dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan
harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga penting adalah
kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri
dipatok dengan mata uang asing. Logikanya sama dengan dampak
pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar
Rupiah berbanding Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah
dari utang yang dipatok dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai
dengan Maret 2013, total utang luar negeri Indonesia adalah 254,295
miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank sentral sebesar
124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar Dollar
AS.
Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah
dari utang luar negeri Indonesia ini? Pertama, untuk utang swasta jelas (1)
pengusaha yang berutang, dan (2) para pekerjanya yang akan ditekan
oleh pengusaha yang berutang tersebut. Kedua, untuk utang pemerintah,
yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN, dimana ketika
anggaran terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau
mencabut subsidi untuk rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum juga
akan

terkena

dampaknya. Ketiga,

pembayaran

utang

luar

negeri

cenderung akan meningkatkan penawaran atas Rupiah, karena uang


Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang
pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah bisa semakin lemah.
Lalu, siapa yang diuntungkan oleh krisis Rupiah? Jika mata uang suatu
negara melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang
21

Ekonomi Moneter
bahan bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri. Misalnya, PT
Energizer Indonesia yang memproduksi baterai Eveready yang sebagian
besarnya diekspor, eksportir udang, dan eksportir kakao di Sulawesi
Selatan. Namun, ini tidak berarti seluruh sektor ekspor Indonesia untung,
karena banyak komoditi ekspor kita yang ditopang oleh bahan baku
impor, sehingga keuntungan yang didapat dari kenaikan harga barang
ekspor itu dibatalkan oleh harga bahan baku impornya yang mahal.

C. Catatan Penutup
Berdasarkan paparan di atas, kita dapati bahwa jatuhnya nilai tukar
Rupiah disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1) keluarnya
sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia akibat rencana
pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca nilai perdagangan Indonesia
yang defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga komoditi
impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi. Adapun
kenaikan harga alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan
harga komoditi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar)
alat-alat produksinya impor; (2) kenaikan nominal Rupiah dari utang luar
negeri. Kedua dampak ini, pada gilirannya, akan memukul berbagai
lapisan masyarakat.
Namun, perlu disebutkan di sini bahwa penyebab yang dipaparkan
di atas barulah penyebab langsungnya (Immediate Causes), bukan
akar masalahnya. Pembahasan tentang akar masalah berada di luar
lingkup tulisan ini. Tetapi, kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya. Pertama,
terkait dengan keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini
sebenarnya merupakan masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar
negara. Tingkat mobilitas kapital yang tinggi menyebabkan volatilitas
mata uang. Pertanyaannya, apa yang memungkinkan adanya tingkat
mobilitas

kapital

seperti

itu?

Dan
22

mengingat

efek

destruktifnya,

Ekonomi Moneter
bagaimana cara melawan mobilitas kapital yang seperti itu? Kedua,
terkait dengan tingginya impor Indonesia, pertanyaannya adalah kenapa
impor

kita

bisa

seperti

itu?

dan

bagaimana

cara

melepaskan

ketergantungan ekonomi kita terhadap impor?

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan

uraian

pada

Bab

sebelumnya,

penulis

dapat

mengemukakan simpulan dari masalah yang dibahas. Inflasi merupakan


melemahnya atau menurunnya nilai mata uang Rupiah terhadap Dollar
US, karena banyaknya jumlah uang yang beredar dimasyarakat, atau
suatu keadaan dimana terjadinya kenaikan harga-harga secara umum dan
terjadi secara terus-menerus (continyu). Jika nilai tukar sebuah mata uang
ditentukan oleh relasi penawaranpermintaan atas mata uang tersebut.
Permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya
tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau
penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya
tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah.
Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi,
sementara permintaan atasnya rendah. Serta Rencana kenaikan harga

23

Ekonomi Moneter
Bahan Bakar Minyak (BBM) meningkatnya isu tingkat suku bunga AS (Fed
Funds Rate).
Rencana pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan
berdampak bagi masyarakat. Baik itu dampak positif maupun dampak
negatif. Dampak yang signifikan akan terjadi pada tingkat inflasi dan pada
kondisi perekonomian nasional. Dampak kenaikan harga BBM terhadap
inflasi adalah akan terjadi kenaikan pada tingkat persentase inflasi. Jumlah
uang yang beredar di masyarakat akan bertambah, dan akan berdampak
pula pada harga berbagai jenis barang dan jasa. Kondisi perekonomian
akan mengalami goncangan, ketidakstabilan akan terjadi. Iklim investasi
akan menurun, sehingga berpengaruh pada jumlah pendapatan dan
pengeluaran pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi
adalah dengan kebijakan moneter. Seluruh instrumen kebijakan moneter
efektif

dalam

mengurangi

dan

mengatasi

inflasi.

Inflasi

akan

mengakibatkan perubahan output dan kesempatan kerja di masyarakat,


Inflasi

dapat

mengakibatkan

ketidakmerataan

pendapatan

dalam

masyarakat.
Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah
dari utang luar negeri Indonesia ini? Pertama, untuk utang swasta jelas (1)
pengusaha yang berutang, dan (2) para pekerjanya yang akan ditekan
oleh pengusaha yang berutang tersebut. Kedua, untuk utang pemerintah,
yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN, dimana ketika
anggaran terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau
mencabut subsidi untuk rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum juga
akan

terkena

dampaknya. Ketiga,

pembayaran

utang

luar

negeri

cenderung akan meningkatkan penawaran atas Rupiah, karena uang


Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang
pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah bisa semakin lemah.
B. Saran
Sesuai dengan kesimpulan diatas, penulis merumuskan saran sebagai
berikut.

24

Ekonomi Moneter
1. Jika inflasi terjadi akibat dampak dari kebijakan pemerintah, diperlukan
suatu langkah yang tepat dalam mengatasi inflasi yang terjadi.
2. Pemerintah hendaknya memilih waktu yang tepat untuk mengeluarkan
kebijakan menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
3. Jika Bahan Bakar Minyak benar-benar di naikan, sebaiknya pemerintah
mengeluarkan bahan pengganti seperti air dan gas.

25

Anda mungkin juga menyukai