Fahmi Islami
Fahmi Islami
1.
1.1
Pendahuluan
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk ekonomi pada dasarnya memiliki kebutuhan
yang tak terbatas sedangkan alat pemenuhan kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Selain itu manusia
dengan kebutuhannya dan alat pemenuhan kebutuhannya terkadang berada pada tempat yang berbeda
sehingga dibutuhkan pergerakan agar kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Pergerakan ini juga dibatasi
oleh ruang dan waktu sehingga dibutuhkan sarana dan prasarana untuk mengurangi keterbatasan
tersebut. Pergerakan yang dimaksudkan tersebut biasa juga disebut sebagai transportasi.
Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Namun,
terkadang berbagai masalah dihadapi, salah satunya terjadi di daerah sekitar simpang. Simpang sebagai
penunjang prasarana transportasi yang utamanya bertujuan meningkatkan mobilitas dan mengurangi
kemacetan, faktanya menjadi penyebab kemacetan dan salah satunya terjadi di Kota Bandung.
Kemacetan itu terasa dengan terjadinya tundaan yang lama dan antrian yang panjang pada simpang.
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah adanya perubahan kondisi lalu lintas
simpang yang tidak diikuti oleh perubahan manajemen simpang tersebut.
Perubahan yang terjadi yaitu perubahan arus kendaraan, kondisi sekitar simpang, dan yang lainnya. Hal
tersebut akan berpengaruh pada kapasitas sehingga diperlukan perubahan manajemen pada simpang
tersebut. Salah satu simpang yang dimaksudkan adalah simpang Jl. Setiabudhi Jl. Sersan Bajuri
Bandung. Simpang ini belum memiliki sinyal lalu lintas, sehingga pengaturan lalu lintasnya dilakukan
oleh polisi atau warga setempat. Oleh karena itu kondisi simpang tersebut perlu dianalisis agar dapat
diperoleh pengaturan simpang yang memiliki kinerja optimum.
1.2
Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi kinerja simpang Jl. Setiabudhi Jl. Sersan Bajuri pada kondisi eksisting.
2. Mengevaluasi kinerja simpang Jl. Setiabudhi Jl. Sersan Bajuri dengan sinyal lalu lintas.
1.3
2.
2.1
Studi Pustaka
Persimpangan
Tujuan dari pembuatan persimpangan adalah mengurangi potensi konflik di antara kendaraan (termasuk
pejalan kaki) dan sekaligus menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi
kendaraan. Berikut ini adalah empat elemen dasar yang umumnya dipertimbangkan dalam merancang
persimpangan sebidang:
1. Faktor manusia, seperti kebiasaan mengemudi, dan waktu pengambilan keputusan dan waktu reaksi
2. Pertimbangan lalu-lintas, seperti kapasitas dan pergerakan membelok, kecepatan kendaraan, dan
ukuran serta penyebaran kendaraan
3. Elemen-elemen fisik, seperti karakteristik dan penggunaan dua fasilitas yang saling berdampingan,
jarak pandang dan fitur-fitur geometris
4. Faktor ekonomi, seperti biaya, manfaat, dan konsumsi energi.
2.2
ditetapkan dengan memperhatikan besarnya parameter tundaan, kapasitas, derajat kejenuhan, peluang
antrian dan kondisi geometrik yang ada pada simpang yang ditinjau. Ukuran-ukuran kinerja dari
simpang tak bersinyal untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometrik lingkungan lalu lintas
adalah:
a. Kapasitas yaitu arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam
kondisi tertentu yang dinyatakan dalam satuan kendaraan/ jam atau smp.jam.
b. Derajat Kejenuhan yaitu rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas
c. Tundaan yaitu waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang
dibandingkan tanpa melewati suatu simpang.
d. Peluang antrian yaitu kemungkinan terjadinya penumpukan kendaraan di sekitar lengan simpang
Metoda MKJI(1997) ini menganggap bahwa simpang jalan berpotongan tegak lurus dan terletak pada
alinyemen dan berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0.8 0.9. Pada kebutuhan lalu lintas yang
lebih tinggi perilaku lalu lintas menjadi agresif dan ada resiko tinggi bahwa simpang tersebut akan
terhalang oleh para pengemudi yang berebut ruang terbatas pada daerah konflik. Metoda ini
memperkirakan pengaruh terhadap kapasitas dan ukuran-ukuran terkait lainnya akibat kondisi
geometrik, lingkungan dan kebutuhan lalu lintas.
2.3
2.4
Metode Webster
Waktu siklus optimum menurut Webster(1966) tidak berbeda dengan waktu siklus yang digunakan
MKJI, karena MKJI memang menggunakan waktu siklus metode Webster, yaitu:
Tundaan simpang untuk setiap pendekat dengan metode Webster menggunakan persamaan yang
berbeda dengan metode yang digunakan MKJI, Metode Webster menggunakan Persamaan 2.2.
1 25
x
2
c 3
c1
x2
d
Dimana,
d
= waktu siklus
= arus
= arus jenuh
3.
3.1
Metodologi
Konsep Umum
Tahapan awal dalam penelitian ini adalah survey lapangan yang dimaksudkan untuk mengetahui
kondisi simpang yang akan diteliti. Dalam penetilian ini, simpang yang akan diteliti adalah simpang Jl.
Setiabudhi - Jl. Sersan Bajuri. Kondisi eksisting dari simpang ini adalah simpang tanpa sinyal lalu
lintas. Dan penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan kinerja simpang tanpa sinyal dengan
simpang dengan sinyal lalu lintas sehingga diperoleh rekomendasi untuk pengaturan simpang tersebut.
Karena analisis ini adalah analisis perbandingan, maka terdapat dua perhitungan simulasi kinerja dari
simpang tersebut. Kedua perhitungan tersebut akan menghasilkan parameter kinerja simpang yang
digunakan sebagai pembanding dari kinerja simpang tersebut. Parameter kinerja yang digunakan untuk
membandingkannya adalah adalah tundaan simpang rata-rata untuk setiap analisis kondisi yang ada.
Dari parameter tundaan simpang rata-rata ini akan dihasilkan rekomendasi pengaturan simpang yang
terbaik untuk simpang Jl. Setiabudhi Jl. Sersan bajuri tersebut.
3.2
Alur Pelaksanaan
1
Ket.
= Start
= Identifikasi Masalah
= Tujuan Penelitian
= Survey Awal
5 = Pengumpulan Data
6a
6b
7
8
9
6a
= Primer
6b
= Sekunder
= Kompilasi Data
11
12= Selesai
12
3.3
Survey Awal
Survey awal ini diperlukan untuk mengetahui kondisi simpang yang akan disurvei sehingga pada
pengambilan data lapangan dapat direncanakan dengan baik. Kondisi yang disurvey seperti gambaran
awal geometrik simpang, jumlah surveyo, taksiran jumlah sampe, taksiran interval waktu yang
digunakan pada saat survey dan peralatan yang dibutuhkan.
3.4
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data geometrik jalan seperti lebar pendekat, lebar bahu, garis henti,
penyebrangan pejalan kaki, kelandaian dalam (%), dan Jari-jari tikungan. Selain itu data arus lalu lintas
juga dihitung langsung dilapangan menggunakan video kamera yang diposisikan agar semua kendaraan
yang datang dari tiap pendekat dapat terlihat di kamera. Data lain yang perlu diperhatikan di lapangan
adalah data kondisi lapangan berupa data demografi, hambatan samping, jarak kendaraan parkir, dan
intensitas angkot berhenti pada simpang tersebut.
4.
4.1
Data lain yang dibutuhkan adalah data arus lalu lintas simpang. Data ini menunjukkan kondisi akan
keterbutuhan terhadap simpang. Data ini digunakan untuk menentukan perilaku lalu lintas pada simpang
tersebut.
Tabel 4.1 Arus Lalu Lintas Kendaraan
Pendekat
Interval Waktu
5:30 - 6:00
7:00 - 9:00
13:00 - 15:00
16:00 - 18:00
LV
376
372
616
568
UTARA
Lurus
Belok Kanan
HV MC UM LV HV MC UM
0
820 12
0
0
12
0
20 1848 20
80 884
0 Larangan Belok Kanan
100 1064 0
LV
224
308
528
448
SELATAN
Lurus
Belok Kiri
HV MC UM LV HV MC
96 468 16
40
0
232
48 944 40 152
0
432
76 676
0
208 28 404
36 1148 0
204 16 776
BARAT
UM
4
12
0
0
LV
12
0
12
24
Belok Kiri
HV MC
8
8
0
40
0
40
4
112
UM
0
0
0
0
LV
196
244
156
172
Belok Kanan
HV MC
0
400
0
948
12 400
16 464
UM
0
4
0
4
Selain itu, data lain yang juga penting dalam analisis ini adalah data tentang kondisi lingkungan. Data
ini meliputi data demografi Kota Bandung, hambatan samping, jarak kendaraan parkir dari hulu dan
intsensitas angkot berhenti. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Barat(2010), jumlah penduduk Kota
Bandung pada tahun 2010 hampir mecapai 2,4 juta jiwa. Adapun hambatan samping dan intensitas
angkot berhenti pada simpang yang ditinjau ini termasuk tinggi karena posisinya yang berdekatan
dengan Terminal Ledeng. Sedangkan kendaraan yang parkir masih cukup jauh dari hulu simpang yaitu
112 m.
4.2
Periode
Subuh
Pagi
Siang
Sore
Tundaan
TundaanL
Derajat
Tundaan
Lalu
Tundaan Tundaan
Peluang Antrian QP
alu Lintas
Kejenuhan
Lalu
Lintas Jl.
Geometrik Simpang
%
Jl. Minor
DS
Lintas DT1 Utama
DG
D
DTmi
DTma
12,24
8,80
24,73
1,09
13,34
35
68
0,93
NA
NA
NA
NA
NA
104
228
1,56
22,54
14,69
72,57
4,00
26,54
50
100
1,11
40,99
22,75
145,09
4,00
44,99
60
123
1,22
Pada Tabel 4.2. terlihatk bahwa nilai derajat kenejuhan sangat tinggi, DS>1. Hal ini berarti simpang
tersebut sudah lewat jenuh. Ketersediaan ruang untuk kendaraan lebih sedikit dibandingkan
keterbutuhan ruang jalan. Bahkan untuk periode pagi hari nilainya mencapai 1,56 yang mengakibatkan
tundaan simpang sangat tinggi dan metode MKJI 1997 tidak dapat digunakan untuk menganalisisnya.
Tundaan simpangnya pun relatif tinggi terutama pada periode pagi dan sore. Begitu pula dengan
peluang antrian kendaraan rata-rata melebihi satu sehingga kendaraan yang datang pasti mendapatkan
antrian pada simpang tersebut.
4.3
Fase 1
U
U
U
U
BB
S
S
Analisis ini menghasilkan perilaku lalu lintas berupa antrian kendaraan, kendaraan terhenti dan tundaan.
Antrian kendaraan yang terjadi mencapai 180 m. Namun, itu terjadi hanya pada pendekat selatan
periode siang sedangkan pada periode lain antriannya berkisar antara 60-80 m. Adapun kendaraan
terhentinya tidak mencapai satu stop/smp setiap siklus. Hal ini berarti kendaraan dapat melewati
simpang hanya dalam satu kali waktu merah pada simpang tersebut. Sedangkan untuk tundaan
kendaraannya berada dikisaran 15 detik/smp. Ini relatif rendah jika dibandingkan dengan tundaan pada
simpang tak bersinyal.
8
Waktu Survey
Subuh
Pagi
Siang
Sore
4.4
4.5
Perbandingan Kinerja
Hasil perbandingan pada Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa nilai tundaan simpang dengan kondisi tak
bersinyal sangat tinggi dibandingkan dengan simpang dengan sinyal lalu lintas. Itu dapat dilihat dari
persen penurunan tundaan simpang rata-ratanya. Terlihat bahwa nilai penurunannya sangat besar
terutama pada periode sore yaitu 66 %.
Dari tabal tersebut terlihat pula bahwa tundaan dengan metode MKJI lebih rendah dari pada metode
Webster. Hal tersebut sesuai dengan Gambar 2.19. dimana MKJI merupakan metode yang
memungkinkan perhitungan dengan DS>1 dan Webster hanya menghitung tundaan dengan DS<1.
Tabel 4.4 Perbandingan Tundaan Simpang Rata-rata
Arus Lalu Lintas (smp/jam)
Waktu
Periode Subuh
Periode Pagi
Periode Siang
Periode Sore
Siklus Optimum
(detik)
Webster
(MKJI)
(Webster)
3,4
NA
12,0
29,9
1,0
NA
11,7
25,2
26%
NA
45%
66%
8%
NA
44%
56%
5.
5.1
Pada kondisi eksisting yaitu simpang tanpa sinyal lalu lintas, simpang Jl. Dr. Setiabudhi Jl. Sersan
Bajuri memiliki derajat kejenuhan yang tinggi melebihi standar yang dianjurkan oleh MKJI yaitu
0,75. Dari hasil analisis diperoleh nilai derajat kejenuhan 0,93 pada periode subuh, 1,56 pada
periode pagi, 1,11 pada periode siang, dan 1,22 pada periode sore.
2.
Tundaan simpang Jl. Dr. Setiabudhi Jl. Sersan Bajuri kondisi eksisting tanpa sinyal lalu lintas
sangat tinggi. Diperoleh besarnya nilai tundaan untuk subuh, pagi, siang dan periode sore masingmasing 13,3 detik, sangat tinggi, 26,5 detik, dan 45,0 detik.
3.
Peluang antrian simpang Jl. Dr. Setiabudhi Jl. Sersan Bajuri kondisi eksisting tanpa sinyal lalu
lintas rata-rata untuk setiap periode melebihi satu sehingga setiap kendarann pasti mengantri pada
simpagn tersebut.
4.
Siklus optimum yang diperoleh pada analisis simpang bersinyal dengan metode MKJI untuk periode
subuh, pagi, siang, dan periode sore masing-masing 31 detik, 49 detik, 61 detik dan 81 detik.
5.
Jumlah kendaraan antri pada analisis simpang Jl. Dr. Setiabudhi Jl. Sersan Bajuri menggunakan
sinyal lalu lintas diperoleh nilai antara 3 smp s.d. 17 smp.
6.
Kendaraan terhenti rata-rata pada pengaturan simpang Jl. Dr. Setiabudhi Jl. Sersan Bajuri
mencapai satu stop/smp hanya pada pendekat dari jalan minor yaitu arah barat.
7.
Tundaan simpang rata-rata dengan menggunakan sinyal lalu lintas metode MKJI untuk semua
periode waktu diperoleh 9,9 det/smp, 14,6 det/smp, 15,6 det/smp dan 14,1 det/smp masing-masing
untuk periode subuh, pagi, siang, dan sore.
8.
Dengan menggunakan metode Webster, siklus optimum diperoleh 60 detik untuk subuh, 117 detik
untuk pagi, 88 detik untuk siang, dan 106 untuk sore.
9.
Tundaan simpang rata-rata dengan menggunakan metode Webster diperoleh 12,3 det/smp untuk
subuh, 26,8 det/smp untuk pagi, 14,8 det/smp untuk siang, dan 19,8 det/smp untuk sore.
10. Pengaturan dengan menggunakan sinyal pada simpang Jl. Setiabudhi Jl. Sersan Bajuri lebih baik
dibandingkan tanpa menggunakan sinyal lalu lintas. Penurunan tundaan simpang rata-rata setelah
sinyal lalu lintas dipasang dengan metode MKJI adalah 26% untuk subuh, 45% untuk siang dan
66% untuk sore. Sedangkan untuk periode pagi, persen penurunannya sangat tinggi. Sedangkan
untuk metode Webster, penurunannya adalah 8%, 44% dan 56% masing-masing untuk periode
subuh, siang dan sore.
5.2
Saran
1.
Survey sebaiknya dilakukan pada saat tidak ada gangguan khususnya pengaturan lalu lintas oleh
petugas sehingga data yang dapat digunakan tidak berkurang.
2.
Nilai waktu hijau pada analisis simpang bersinyal sebaiknya ditinjau ulang, karena masih terdapat
nilai waktu hijau dibawah 10 detik. Waktu hijau dibawah 10 detik dapat menyulitkan penyeberang
jalan untuk menyeberang.
10
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta.
Liliani, Titi, 2002 ,Catatan Kuliah Pengantar Rekayasa Transportasi. Departemen Teknik Sipil . Bandung.
McSHANE, William and P. Roess, Roger 1990, Traffic Engineering. Prentice Hall. England Cliffs, New
Jersey.
Salter, RJ., 1978, Highway Traffic Analysis and Design. The Macmillan Press. Hongkong.
Tamin, O. Z., 2008. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Edisi Kesatu Contoh Soal dan Aplikasi.
Penerbit ITB, Bandung.
Webster, F.V. and Cobbe, B. M., 1966, Road Reserarch Technical Paper No. 56. Ministry of Transport.
London.
11