PENGESAHAN PROPOSAL
Menyetujui,
Pembimbing / Co. Pembimbing,
Mengetahui,
Ketua Prodi Teknik Sipil
Dr.Ir.Nasrullah Mohammad,MT.,M.Si
NIP. 19570629 198703 1 001
1
B. RINGKASAN PROPOSAL
Kinerja suatu simpang merupakan faktor utama dalam menentukan
penanganan yang paling tepat untuk mengoptimalkan fungsi simpang. Tidak
adanya rambu Yield dan rambu Stop pada simpang tak bersinyal mengakibatkan
pengemudi yang melintasi simpang mempunyai perilaku tidak menunggu celah
atau memaksa untuk menempatkan kendaraan pada ruas jalan yang akan
dimasukinya, hal ini mengakibatkan terjadinya kemacetan pada arus lalu lintas
bahkan berpotensi terjadinya kecelakaan. Penelitian ini dilakukan pada simpang
labuy ruas jalan laksamana malahayati kecamatan Baitussalam yang merupakan
simpang tiga tak bersinyal. Simpang Labuy merupakan salah satu simpang yang
menghubungkan berbagai pusat kegiatan masyarakat, antara lain: akses
penghubung untuk berbagai macam pendidikan, tempat kerja, sarana
perdagangan, maupun pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Kinerja Simpang Tiga Tak bersinyal dengan metode Manual kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI) 1997) yang mencakup kapasitas simpang, derajat kejenuhan,
tundaan, peluang antrian dan tingkat pelayanan simpang. Metode yang digunakan
pada penelitian yaitu identifikasi data menggunakan data sekunder dan primer,
pengolahan data dan analisa data. Data sekunder berupa peta kabupaten Aceh
Besar dan peta lokasi penelitian sedangkan data primer berupa hasil tinjauan
lapangan terhadap kondisi lalu lintas di daerah penelitian, yang nantinya akan
diperoleh volume simpang, dan kondisi geometrik simpang. Pengambilan data
penelitian dilakukan selama tiga hari yaitu pada hari Minggu, Senin dan kamis,
dimulai dari pagi pukul 07.00-09.00 WIB, siang pukul 12.00-14.00 WIB, dan sore
pukul 16.00-18.00 WIB. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kinerja simpang tiga tak bersinyal pada ruas jalan laksamana
malahayati di kecamatan baitussalam kabupaten aceh besar.
Kata Kunci : Simpang Tak bersinyal, Kapasitas, MKJI 1997, volume lalu lintas
2
C. OUTLINE PROPOSAL
I. PENDAHULUAN
Kinerja suatu simpang merupakan faktor utama dalam menentukan
penanganan yang paling tepat untuk mengoptimalkan fungsi simpang. Menurut
AASHTO (2001) persimpangan jalan dapat didefenisikan sebagai daerah umum
di mana dua jalan atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan
fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu lintas didalamnya. Dalam hal ini jika
unsur persimpangan tidak dapat dipenuhi maka akan terjadi kemacetan yaitu
keadaan tersendatnya yang di tandai menurunnya kecepatan perjalanan dari
kecepatan yang seharusnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan
oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Tidak adanya rambu
Yield dan rambu Stop mengakibatkan pengemudi yang melintasi simpang
mempunyai perilaku tidak menunggu celah atau memaksa untuk menempatkan
kendaraan pada ruas jalan yang akan dimasukinya, hal ini mengakibatkan
terjadinya kemacetan pada arus lalu lintas bahkan berpotensi terjadinya
kecelakaan.
Simpang yang akan dilakukan penelitian kali ini adalah Simpang Labuy
yang terdapat di ruas Jl. Laksamana Malahayati Kecamatan Baitussalam
Kabupaten Aceh Besar. Di sepanjang jalan laksamana malahayati terdapat
beberapa perusahaan industri dan juga terdapat satu pelabuhan penyeberangan
logistik yang membuat keluar masuk truk besar di sepanjang jalan ini. Simpang
tiga tak bersinyal Simpang Labuy merupakan salah satu simpang yang
menghubungkan berbagai pusat kegiatan masyarakat, antara lain: akses
penghubung untuk berbagai macam pendidikan, akses penghubung tempat kerja,
maupun akses penghubung sarana perdagangan. Agar lebih jelasnya lokasi
penelitian dapat dilihat pada Lampiran G.1.1 dan G.1.2 halaman 26 dan halaman
27. Mengingat banyaknya aktifitas masyarakat maupun kecepatan kendaraan yang
cukup tinggi pada saat menuju simpang karena tidak adanya sinyal, sehingga
sangat mudah berpotensi terjadinya kecelakaan dan ketidakteraturan di
3
persimpangan dan jalur jalan menuju persimpangan jalan, terutama pada jam-jam
sibuk.
Dengan memperhatikan latar belakang sebagaimana disajikan di atas,
maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah Bagaimana kinerja Simpang
tiga tak bersinyal Simpang Labuy yang terdapat di ruas Jl. Laksamana Malahayati
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar dilihat dari sisi kapasitas, derajat
kejenuhan, tundaan, dan peluang antrian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kinerja Simpang Tiga Tak
Bersinyal pada simpang labuy dengan metode Manual Kapasitas Jalan Raya
Indonesia (MKJI) 1997, yang mencakup kapasitas simpang, derajat kejenuhan,
tundaan, dan peluang antrian. Sketsa lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran
gambar G.1.3 pada halaman 28.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai pertimbangan pemerintah dan
ditunjukkan kepada instansi terkait dalam melakukan peninjauan pada
persimpangan kedepan dan juga menambah pengetahuan pembaca pada kinerja
simpang tiga tak bersinyal simpang labuy kecamatan baitussalam kabupaten aceh
besar.
Metode penelitian yang dilakukan pada kajian kali ini adalah mulai dari
langkah identifikasi data yang diperlukan, pengumpulan data sekunder dan primer
pengolahan data dan analisa data. Data sekunder berupa peta kabupaten Aceh
Besar dan peta lokasi pengamatan. Sedangkan data primer berupa hasil tinjauan
lapangan terhadap kondisi lalu lintas di sekitar daerah penelitian, yang nantinya
didapat volume simpang, dan kondisi geometrik simpang pada Simpang Labuy
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Pengambilan data primer yang
dilakukan adalah survei volume kendaraan yang melewati Simpang Labuy
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berlangsung selama tiga hari yaitu
pada hari Minggu, Senin dan kamis, dimulai dari pagi pukul 07.00-09.00 WIB,
siang pukul 12.00-14.00 WIB, dan sore pukul 16.00-18.00 WIB. Metode
pengumpulan data volume lalu lintas Dilakukan dengan menggunakan alat kamera
dengan durasi waktu yang telah ditentukan serta dibantu dengan tiga orang
surveyor.
4
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja
simpang tiga tak bersinyal pada ruas jalan laksamana malahayati di kecamatan
baitussalam kabupaten aceh besar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
b. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari
jalan simpang (kecil) untuk memotong jalan utama.
c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu-lintas akibat tabrakan antara
kendaraan dari arah yang bertentangan.
2.3. Persimpangan Tidak Bersinyal (Non Signalized).
Persimpangan tidak bersinyal adalah simpang yang tidak memakai sinyal
lalu lintas. Pada simpang ini pemakai jalan harus memutuskan apakah pengendara
cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dulu sebelum melewati
simpang tersebut (Morlok 1991: 16). Karakteristik simpang tidak bersinyal
ditetapkan dengan maksud sebagai berikut :
6
d. Menyilang (Weaving), adalah pertemuan dua arus lalu lintas atau lebih
yang berjalan menurut arah yang sama sepanjang suatu lintasan dijalan
raya tanpa bantuan rambu lalu lintas. Gerakan ini sering terjadi pada
suatu kenderaan yang berpindah dari suatu jalur ke jalur lain misalnya
pada saat kendaraan masuk ke suatu jalan raya dari jalan masuk,
kemudian bergerak ke jalur lainnya untuk mengambil jalan keluar dari
jalan raya tersebut keadaan ini juga akan menimbulkan titik konflik
pada persimpangan tersebut.
Berpisah Berpotongan
Persilangan Bergabung
7
1. Jumlah kaki persimpangan yang ada.
2. Jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan.
3. Jumlah arah pergerakan yang ada.
4. Sistem pengaturan yang ada.
untuk Titik-titik konflik pada persimpangan 4 kaki dan persimpangan 3 kaki
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Titik-titik konflik pada persimpangan 4 kaki dan persimpangan 3 kaki
Sumber: MKJI, 1997.
8
Arus lalu-lintas sering juga disebut volume lalu lintas timbul karena adanya
proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya dalam rangka proses
pemenuhan kebutuhan, yang mana dalam melakukan perpindahan/pergerakan ini
diperlukan sarana dan prasarana transportasi beserta lingkungan dimana prasarana
tersebut berada.
Adapun volume lalu-lintas (Tamin, 2008) merupakan jumlah lalu-lintas
yang melewati titik pengamatan pada ruas jalan selama suatu interval waktu.
Volume lalu-lintas ini punya satuan kendaraan per jam. Namun untuk
meningkatkan ketelitian dalam pengambilan data maka arus lalu-lintas ini dapat
dihitung dengan berbagai selang waktu dan dalam penelitian ini selang waktu
yang diambil adalah per 15 menit.
Volume lalu-lintas menurut (Bukhari dan Saleh, 2002) diperoleh dengan
pengamatan langsung di lapangan tentang jumlah kendaraan yang lewat pada
periode waktu tertentu (detik, menit, jam dan sebagainya). Volume lalu lintas ini
juga berpengaruh terhadap waktu, komposisi lalu-lintas, pembagian jurusan,
klasifikasi fungsional jalan, jenis penggunaan daerah serta geometrik jalan.
Adapun persamaan matematis volume lalu-lintas ditetapkan sebagai berikut:
N
q=
t ………………………………………………………………….(2.1)
Dimana :
q = volume lalu lintas dalam satuan kendaraan per satuan waktu; (kend/jam)
N = jumlah kendaraan yang melewati suatu penggal ruas jalan tertentu
dalam selang waktu tertentu; (kend)
t = selang waktu peninjauan (jam)
MKJI (1997 : 5-11) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga
menyebutkan volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui
titik tertentu persatuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan perjam atau smp/jam.
Dalam perhitungan volume lalu-lintas perkotaan maka masing-masing kendaraan
9
ada penggolongannya. Adapun penggolongan jenis kendaraan untuk perkotaan
terbagi menjadi 4 yaitu:
10
diuraikan dalam manual ini berdasarkan empiris, hasilnya sebaiknya diperiksa
dengan penelitian teknik lalu lintas yang baik.
Hal ini sangat penting apabila metode digunakan diluar batas nilai variasi
dari variabel data empiris. Batas nilai ini ditunjukkan pada Lampiran T.2.4
halaman 33. Penggunaan data tersebutakan menyababkan kesalahan perkiraan
kapasitas yang biasanya kurang dari 20%.
2.6.2 Kapasitas
Kapasitas adalah arus lalu-lintas (stabil) maksimum yang dapat
dipertahankan pada kondisi tertentu (geometri, distribusi arah dan komposisi lalu-
lintas, dan faktor lingkungan). Kapasitas jalan juga didefinisikan sebagai arus
maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam
pada kondisi tertentu (Ing & Effendi, 2007: 60). Menurut manual kapsitas jalan
Indonesia (MKJI 1997) besarnya kapasitas atau Capacity (C) dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan sebagai berikut :
C = CO x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI… … … … … … . … … … … … … (2.2)
Dimana :
C = kapasitas;
CO = kapasitas dasar (smp/jam)
FW = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan lebar masuk
persimpangan jalan.
FW = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan tipe median
Jalan utama.
FCS = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan ukuran kota.
FRSU = Faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat rasio kendaraan tak bermotor,
hambatan samping dan tipe jalan lingkungan jalan.
FLT = Faktor penyesuain kapasitas dasar akibat belok kiri.
FRT = Faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat belok kanan.
FMI = Faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat rasio arus jalan simpang.
11
Adapun variabel-variabel masukan untuk perkiraan Kapasitas (C) dengan
menggunakan model tersebut yang ditabelkan pada Lampiran T.2.5 halaman 33.
Pada suatu simpang pasti ditentukan antara jalan utama dan jalan minor yang
mungkin berbeda klasifikasi jalannya. Adapun kriteria jalan utama dan jalan
minor dari pedoman MKJI 1997 adalah sebagai berikut ini.
1. Jalan Utama adalah jalan yang paling penting pada persimpangan jalan,
seperti halnya dari klasifikasi jalan, volume arus lalu lintasnya. Pada suatu
simpang 3 atau 4 jalan yang menerus biasanya dikatakan sebagai jalan
utama.
2. Jalan Minor adalah jalan yang menyimpang disuatu persimpangan jalan dari
jalan utama, yang klasifikasi jalannya lebih kecil dari jalan utama dan
volume arus lalu lintasnya juga lebih rendah dari jalan utama. Biasanya
lebih banyak kendaraan dari arah jalan minor akan masuk kepersimpangan
akan merubah arah menuju kejalan utama demi mencapai suatu tujuan.
12
Dimana :
WA dan Wc = lebar pendekat jalan minor (m)
WB dan WD = lebar pendekat jalan utama (m)
FW = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan lebar
Masuk persimpangan jalan.
FM = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan tipe
median jalan utama.
13
lingkungan jalan (RE), kelas hambatan samping (SF), dan rasio kendaraan tak
bermotor (UM/MV).
F ¿=0,84+1,61 x P¿ … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … …(2.5)
Dimana :
PLT = Rasio kendaraan belok kiri
14
kejenuhan pada suatu ruas jalan perkotaan digunakan persamaan dalam MKJI
(1997) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga yaitu:
Qtot
DS= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …. .
C
(2.6)
Dimana :
DS = derajat kejenuhan;
Qtot = arus lalu-lintas (smp/jam);
C = kapasitas (smp/jam).
Nilai Derajat Kejenuhan (DS) pada suatu simpang menurut MKJI 1997
dapat dikatakan tinggi yaitu mempunyai nilai lebih dari 0,75 ( > 0,75).
15
DT I =2+8,2078 x DS ( 1−DS ) x 2 ( DS<0,6 ) … … . … … … . .(2.7)
1,0504
DT I = −( 1−DS ) x 2 ( DS<0,6 ) … … … … … .. .(2.8)
80,2742−0,2042 x DS
Dimana :
Qtot = Jumlah arus total (smp/jam)
DTI = Tundaan lalu lintas simpang (smp/det)
QMA = Arus total jalan utama (smp/jam)
DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama (smp/jam)
QMI = Arus total jalan simpang (smp/jam)
16
DG=¿ …………………………………………………………(2.13)
Dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang (smp/jam)
DS = Derajat kejenuhan
PT = Rasio belok total
17
2.6.6. Tingkat Pelayanan simpang
Dalam MKJI 1997 cara yang tepat untuk menilai hasil kinerja
persimpangan adalah dengan menilai derajat kejenuhaan (DS) untuk kondisi yang
diamati dari perbandingannya dengan pertumbuhan lalu lintas dan unsur
fungsional yang diinginkan dari simpang tersebut, jika derajat kejenuhan
diperoleh terlalu tinggi, maka diperlukan perubahan asumsi yang terkait dengan
penampang melintang atau sebagainya, serta perlu diadakan perhitungan ulang,
berdasarkan Tranportation Research Hourd (1994) tingkat pelayanan untuk
simpang tak bersinyal diukur bedasarkan nilai tundaan. Hubungan tundaan dengan
tingkat pelayanan pada persimpangan tidak bersinyal dapat dilihat pada Lampiran
T. 2.11 halaman 36. Yang mana tabel tersebut dapat dijabarkan mengenai tingkat
pelayanan persimpangan sebagai berikut:
1. Tingkat pelayanan A
Keadaan arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, kepadatan rendah,
kecepatan ditentukan oleh keamanan pengemudi pembatasan kecepatan
dan kondisi fisik jalan.
2. Tingkat pelayanan B
Keadaan arus stabil, kecepatan perjalanan mulai dipengaruhi oleh keadaan
lalu lintas dalam batas dimana pengemudi masih mendapatkan kebebasan
yang cukup untuk memilih kecepatannya.
3. Tingkat Pelayanan C
Keadaan arus balik stabil, kecepatan dan pergerakan lebih ditentukan oleh
volume yang tinggi sehingga pemilihan kecepatan sudah terbatas dalam
batas-batas kecepatan jalan yang masih cukup memuaskan.
4. Tingkat pelayanan D
Keadaan arus tidak stabil, dimana kecepatan yang dihendaki secara
terbatas masih bisa dipertahankan. Meskipun sangat dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan dalam keadaan perjalanan yang sangat menurunkan
kecepatan yang cukup besar.
5. Tingkat pelayanan E
18
Keadaan arus tidak stabil, tidak dapat ketentuan hanya dari kecepatan saja,
sering terjadi kemacetan (berhenti) untuk beberapa saat. Volume hampir
sama dengan kapasitas jalan sedang.
6. Tingkat pelayanan F
Keadaan arus yang bertahan atau anus terpaksa, kecepatan rendah
sedangkan volume ada di bawah kapasitas dan membentuk rentetan
kendaraan, sering terjadi kemacetan yang cukup lama. (Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2006)
19
didapat adalah 0,39. Nilai DS yang didapat pada simpang ini di bawah
ketetapan DS menurut MKJI 1997 yaitu di bawah angka 0,85. Tundaan
simpang (D) yang terjadi pada volume tertinggi tersebut sebesar 8,44
det/smp. Nilai batas bawah pada peluang antrian sebesar 7,45% dan pada
nilai batas atas 15,6%. Berdasarkan nilai derajat kejenuhan yang didapat,
kinerja simpang Taman Siswa termasuk tingkat pelayanan B, yaitu tundaan
simpang diantara 5-10 (detik/jam) yang mengindikasikan keadaan arus
cukup stabil, pengemudi masih mendapatkan kebebasan untuk melihat
halangan di sekitar simpang.
3. Rocky Huliselan, (2019), Analisa Kinerja Dan Kapasitas Persimpangan R.A
Kartini. Progam Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sorong. Dari hasil analisa kapasitas dan kinerja jalan
simpang tak bersinyal berdasarkan Manual Kapasitas Jalan (MKJI), pada
periode puncak pagi (07.00-08.00) sebesar 3,310,89 smp/jam, pada siang
(pkul 13.00-14.00) sebesar 3,190,65 smp/jam,sedangkan pada puncak sore
(pukul 17.00-18.00) kapasitas sebesar 3,333,62. Pada jam sibuk di nilai
kejenuhan 0,3-0,4 kurang dari yang di syaratkan MKJI 1997 yaitu 0,75.
Untuk tundaan pada jam puncak pagi yaitu 7,733 Detik/smp pada jam siang
yaitu sebesar 9,20 Detik/jam, dan puncak sore 8,442 Detik/jam.
20
Lokasi Simpang pada penelitian ini adalah simpang tak bersinyal di Jalan
Laksamana Malahayati, yaitu Simpang Labuy, kecamatan Baitussalam,
Kabupaten Aceh Besar. Kondisi simpang tersebut menunjang terjadinya
kemacetan lalu lintas dan kecelakaan, karena kawasan tersebut merupakan
kawasan padat penduduk dan juga jalan menuju pusat perekonomian, pusat
perkantoran, kampus dan rekreasi. Lokasi Penelitian dapat dilihat pada lampiran
Gambar G.3.2 halaman 30.
b. Waktu penelitian
Survei ini dilakukan pada jam-jam sibuk pada hari yaitu pada hari minggu,
senin, dan kamis.
Pagi : Pukul 07.00 – 09.00 WIB
Siang : Pukul 12.00 – 14.00 WIB
Sore : Pukul 16.00 – 18.00 WIB
21
Metode pengumpulan data volume lalu lintas Dilakukan dengan
menggunakan alat kamera dengan durasi waktu yang telah ditentukan serta
dibantu dengan tiga orang surveyor. Pada saat pengambilan data menggunakan
alat camera dapat diletakkan pada gedung yang tinggi atau di posisi yang dapat
melihat semua lengan simpang. Cara ini dilakukan karena merupakan cara efektif
serta dapat digunakan sebagai back up data dari hasil rekaman yang didapatkan.
22
Tripod atau penyangga kamera perekam jumlah dan jenis kendaraan yang
lewat.
Kamera Time Stamp untuk dokumentasi pada saat survei lapangan, dan
survei geometrik.
Jam, sebagai tanda awal dan akhir interval yang digunakan.
Meteran atau Roll Meter, untuk mengukur geometrik simpang.
Alat tulis, untuk mencatat jumlah kendaraan yang lewat dan untuk
mencatat ukuran geometrik simpang.
Formulir penelitian jumlah kendaraan yang keluar pada tiap-tiap lengan
Laptop sebagai alat untuk menghitung dan mengolah data.
3.5.2 Kapasitas
Kapasitas persimpangan untuk metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI, 1997) dihitung dengan persamaan 2.2 halaman dipengaruhi oleh beberapa
23
faktor penyesuaian seperti yang disebutkan pada halaman 18 sampai dengan
halaman 11.
3.5.3 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas,
derajat kejenuhan dihitung dengan Persamaan 2.6 halaman 14. Derajat kejenuhan
merupakan parameter kinerja persimpangan pada metode MKJI yang dapat
memberikan diskripsi baik atau buruknya pelayanan yang diberikan simpang
tersebut kepada kendaraan yang melintas.
3.5.4 Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang dialami oleh pengendara
dalam melewati suatu simpang, tundaan dapat dihitung dengan Persamaan 2.7
hingga 2.14 pada halaman 15 dan 16 menurut metode MKJI 1997.
24
pada penelitian ini. Hasil pengolahan data dapat dipergunakan dalam
mendiskusikan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan diambil dari hasil perhitungan dan pembahasan yang
dilakukan pada BAB IV, untuk kapasitas simpang dan kenerja simpang.
5.2 Saran
Saran-saran yang diberikan sesuai dengan kesimpulan yang ada. Adapun
saran -saran yang ditujukan agar penelitian dapat disempurnakan. Ataupun berupa
kritik dan saran agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan apa
yang telah direncanakan
25
2. Bukhari R. A & Saleh M.S (2002), Rekayasa Lalu Lintas I, Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.
3. Rizki Bachtiar, (2019) Evaluasi Kinerja Simpang Tiga Tidak Bersinyal Pada
Simpang Taman Siswa Desa Merduati Kota Banda Aceh, Tugas Akhir
Fakultas Teknik. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
26