Anda di halaman 1dari 26

A.

PENGESAHAN PROPOSAL

Judul :ANALISIS KINERJA SIMPANG TIGA TAK


BERSINYAL PADA JALAN LAKSAMANA
MALAHAYATI SIMPANG LABUY KECAMATAN
BAITUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR
Nama Mahasiswa : Khairil Andika
NPM : 2019 310 001
Program Studi : Teknik Sipil
Bidang Studi : Transportasi

Banda Aceh, 16 Mei 2023

Menyetujui,
Pembimbing / Co. Pembimbing,

Pembimbing Co. Pembimbing

Febrina Dian Kurniasari, S.ST,MT Heru Pramanda, ST, MT


NIDN. 1304029201 NIDN.1322048902

Mengetahui,
Ketua Prodi Teknik Sipil

Dr.Ir.Nasrullah Mohammad,MT.,M.Si
NIP. 19570629 198703 1 001

1
B. RINGKASAN PROPOSAL
Kinerja suatu simpang merupakan faktor utama dalam menentukan
penanganan yang paling tepat untuk mengoptimalkan fungsi simpang. Tidak
adanya rambu Yield dan rambu Stop pada simpang tak bersinyal mengakibatkan
pengemudi yang melintasi simpang mempunyai perilaku tidak menunggu celah
atau memaksa untuk menempatkan kendaraan pada ruas jalan yang akan
dimasukinya, hal ini mengakibatkan terjadinya kemacetan pada arus lalu lintas
bahkan berpotensi terjadinya kecelakaan. Penelitian ini dilakukan pada simpang
labuy ruas jalan laksamana malahayati kecamatan Baitussalam yang merupakan
simpang tiga tak bersinyal. Simpang Labuy merupakan salah satu simpang yang
menghubungkan berbagai pusat kegiatan masyarakat, antara lain: akses
penghubung untuk berbagai macam pendidikan, tempat kerja, sarana
perdagangan, maupun pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Kinerja Simpang Tiga Tak bersinyal dengan metode Manual kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI) 1997) yang mencakup kapasitas simpang, derajat kejenuhan,
tundaan, peluang antrian dan tingkat pelayanan simpang. Metode yang digunakan
pada penelitian yaitu identifikasi data menggunakan data sekunder dan primer,
pengolahan data dan analisa data. Data sekunder berupa peta kabupaten Aceh
Besar dan peta lokasi penelitian sedangkan data primer berupa hasil tinjauan
lapangan terhadap kondisi lalu lintas di daerah penelitian, yang nantinya akan
diperoleh volume simpang, dan kondisi geometrik simpang. Pengambilan data
penelitian dilakukan selama tiga hari yaitu pada hari Minggu, Senin dan kamis,
dimulai dari pagi pukul 07.00-09.00 WIB, siang pukul 12.00-14.00 WIB, dan sore
pukul 16.00-18.00 WIB. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kinerja simpang tiga tak bersinyal pada ruas jalan laksamana
malahayati di kecamatan baitussalam kabupaten aceh besar.

Kata Kunci : Simpang Tak bersinyal, Kapasitas, MKJI 1997, volume lalu lintas

2
C. OUTLINE PROPOSAL

I. PENDAHULUAN
Kinerja suatu simpang merupakan faktor utama dalam menentukan
penanganan yang paling tepat untuk mengoptimalkan fungsi simpang. Menurut
AASHTO (2001) persimpangan jalan dapat didefenisikan sebagai daerah umum
di mana dua jalan atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan
fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu lintas didalamnya. Dalam hal ini jika
unsur persimpangan tidak dapat dipenuhi maka akan terjadi kemacetan yaitu
keadaan tersendatnya yang di tandai menurunnya kecepatan perjalanan dari
kecepatan yang seharusnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan
oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Tidak adanya rambu
Yield dan rambu Stop mengakibatkan pengemudi yang melintasi simpang
mempunyai perilaku tidak menunggu celah atau memaksa untuk menempatkan
kendaraan pada ruas jalan yang akan dimasukinya, hal ini mengakibatkan
terjadinya kemacetan pada arus lalu lintas bahkan berpotensi terjadinya
kecelakaan.
Simpang yang akan dilakukan penelitian kali ini adalah Simpang Labuy
yang terdapat di ruas Jl. Laksamana Malahayati Kecamatan Baitussalam
Kabupaten Aceh Besar. Di sepanjang jalan laksamana malahayati terdapat
beberapa perusahaan industri dan juga terdapat satu pelabuhan penyeberangan
logistik yang membuat keluar masuk truk besar di sepanjang jalan ini. Simpang
tiga tak bersinyal Simpang Labuy merupakan salah satu simpang yang
menghubungkan berbagai pusat kegiatan masyarakat, antara lain: akses
penghubung untuk berbagai macam pendidikan, akses penghubung tempat kerja,
maupun akses penghubung sarana perdagangan. Agar lebih jelasnya lokasi
penelitian dapat dilihat pada Lampiran G.1.1 dan G.1.2 halaman 26 dan halaman
27. Mengingat banyaknya aktifitas masyarakat maupun kecepatan kendaraan yang
cukup tinggi pada saat menuju simpang karena tidak adanya sinyal, sehingga
sangat mudah berpotensi terjadinya kecelakaan dan ketidakteraturan di

3
persimpangan dan jalur jalan menuju persimpangan jalan, terutama pada jam-jam
sibuk.
Dengan memperhatikan latar belakang sebagaimana disajikan di atas,
maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah Bagaimana kinerja Simpang
tiga tak bersinyal Simpang Labuy yang terdapat di ruas Jl. Laksamana Malahayati
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar dilihat dari sisi kapasitas, derajat
kejenuhan, tundaan, dan peluang antrian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kinerja Simpang Tiga Tak
Bersinyal pada simpang labuy dengan metode Manual Kapasitas Jalan Raya
Indonesia (MKJI) 1997, yang mencakup kapasitas simpang, derajat kejenuhan,
tundaan, dan peluang antrian. Sketsa lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran
gambar G.1.3 pada halaman 28.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai pertimbangan pemerintah dan
ditunjukkan kepada instansi terkait dalam melakukan peninjauan pada
persimpangan kedepan dan juga menambah pengetahuan pembaca pada kinerja
simpang tiga tak bersinyal simpang labuy kecamatan baitussalam kabupaten aceh
besar.
Metode penelitian yang dilakukan pada kajian kali ini adalah mulai dari
langkah identifikasi data yang diperlukan, pengumpulan data sekunder dan primer
pengolahan data dan analisa data. Data sekunder berupa peta kabupaten Aceh
Besar dan peta lokasi pengamatan. Sedangkan data primer berupa hasil tinjauan
lapangan terhadap kondisi lalu lintas di sekitar daerah penelitian, yang nantinya
didapat volume simpang, dan kondisi geometrik simpang pada Simpang Labuy
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Pengambilan data primer yang
dilakukan adalah survei volume kendaraan yang melewati Simpang Labuy
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berlangsung selama tiga hari yaitu
pada hari Minggu, Senin dan kamis, dimulai dari pagi pukul 07.00-09.00 WIB,
siang pukul 12.00-14.00 WIB, dan sore pukul 16.00-18.00 WIB. Metode
pengumpulan data volume lalu lintas Dilakukan dengan menggunakan alat kamera
dengan durasi waktu yang telah ditentukan serta dibantu dengan tiga orang
surveyor.

4
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja
simpang tiga tak bersinyal pada ruas jalan laksamana malahayati di kecamatan
baitussalam kabupaten aceh besar.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian simpang


Simpang merupakan daerah pertemuan dua atau lebih ruas jalan,
bergabung, berpotongan, atau bersilang. Persimpangan juga dapat disebut sebagai
pertemuan antara dua jalan atau lebih, baik sebidang maupun tidak sebidang atau
titik jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan jalan saling
berpotongan (morlok, 1991:2).
Secara geometrik terdapat 3 jenis persimpangan, yaitu: (1) simpang
sebidang, (2) pemisah jalur jalan tanpa ramp, dan (3) interchange (simpang
susun), Simpang sebidang (intersection at grade) adalah simpang dimana ada dua
jalan atau lebih bergabung, dengan tiap jalan mengarah keluar dari sebuah
simpang dan membentuk bagian darinya. Jalan-jalan ini disebut kaki
simpang/lengan simpang dan secara pelayanan simpang terdiri dari simpang
bersinyal dan tidak bersinyal.

2.2. Persimpangan Bersinyal (Signalized)


Yaitu persimpangan dengan lampu pengatur lalu lintas (hijau, kuning, dan
merah). Digunakan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas
yang bertentangan dalam dimensi waktu.
Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa
lengan dilengkapi dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas (traffic light)
ataupun pemakai jalan yang melewati simpang sesuai dengan pengoperasian
sinyal lalu lintas. Jadi pemakai jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu lintas
menunjukkan warna hijau pada lengan simpangnya. Berdasarkan MKJI 1997,
adapun tujuan penggunaan sinyal lampu lalu lintas pada persimpangan antara lain:
a. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu-
lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat
dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu-lintas jam puncak.

5
b. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari
jalan simpang (kecil) untuk memotong jalan utama.
c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu-lintas akibat tabrakan antara
kendaraan dari arah yang bertentangan.
2.3. Persimpangan Tidak Bersinyal (Non Signalized).
Persimpangan tidak bersinyal adalah simpang yang tidak memakai sinyal
lalu lintas. Pada simpang ini pemakai jalan harus memutuskan apakah pengendara
cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dulu sebelum melewati
simpang tersebut (Morlok 1991: 16). Karakteristik simpang tidak bersinyal
ditetapkan dengan maksud sebagai berikut :

a. Pada umumnya digunakan di daerah permukiman warga dan daerah


pedalaman untuk persimpangan antar jalan setempat yang arusnya rendah
b. Untuk melakukan perbaikan kecil pada geometrik simpang agar dapat
mempertahankan tingkat kinerja lalu lintas yang diinginkan.

2.4. Konflik Yang Terjadi Di Persimpangan.


Permasalahan utama yang dihadapi sebuah persimpangan adalah konflik
antar berbagai pergerakan. Pergerakan ini dikelompokkan berdasarkan arah dan
jumlah kaki pada persimpangan tersebut. Pergerakan yang datang dari jalan yang
saling berpotongan merupakan konflik utama, sedangkan gerakan membelok dari
lalu lintas lurus melawan gerakan lalu lintas membelok merupakan konflik kedua.
Jenis-jenis konflik yang terjadi pada persimpangan adalah:
a. Menyebar (Diverging), adalah peristiwa memisahnya kenderaan dari
suatu alur lalu lintas yang sama ke jalur yang lain.
b. Bergabung (Merging), adalah peristiwa menggabungnya kendaraan dari
beberapa alur lalu lintas ke suatu jalur yang sama.
c. Perpotongan (Crossing), adalah peristiwa perpotongan antara arus
kenderaan dari satu jalur dengan jalur yang lain pada persimpangan
dimana keadaan yang demikian akan menimbulkan titik konflik pada
persimpangan tersebut.

6
d. Menyilang (Weaving), adalah pertemuan dua arus lalu lintas atau lebih
yang berjalan menurut arah yang sama sepanjang suatu lintasan dijalan
raya tanpa bantuan rambu lalu lintas. Gerakan ini sering terjadi pada
suatu kenderaan yang berpindah dari suatu jalur ke jalur lain misalnya
pada saat kendaraan masuk ke suatu jalan raya dari jalan masuk,
kemudian bergerak ke jalur lainnya untuk mengambil jalan keluar dari
jalan raya tersebut keadaan ini juga akan menimbulkan titik konflik
pada persimpangan tersebut.

Untuk jenis-jenis konflik yang terjadi pada persimpangan berikut dapat


dilihat pada Gambar 2.1.

Berpisah Berpotongan

Persilangan Bergabung

Gambar 2.1 Jenis-jenis konflik pada persimpangan


Sumber: MKJI, 1997.

Berdasarkan sifat konflik yang ditimbulkan oleh pergerakan kendaraan dan


keberadaan pedestrian dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
a. Konflik primer, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas yang
saling memotong.
b. Konflik sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas kanan
dengan arus lalu lintas arah lainnya dan atau lalu lintas belok kiri
dengan para pejalan kaki.
Pada dasarnya jumlah titik konflik yang terjadi dipersimpangan tergantung
beberapa faktor antara lain:

7
1. Jumlah kaki persimpangan yang ada.
2. Jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan.
3. Jumlah arah pergerakan yang ada.
4. Sistem pengaturan yang ada.
untuk Titik-titik konflik pada persimpangan 4 kaki dan persimpangan 3 kaki
dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Titik-titik konflik pada persimpangan 4 kaki dan persimpangan 3 kaki
Sumber: MKJI, 1997.

2.5. Kinerja simpang


Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 menyatakan
ukuran kinerja lalu lintas diantaranya adalah Level of Performance (LOP). LOP
berarti ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional dari fasilitas lalu
lintas yang dinilai oleh pembina jalan. Pada umumnya dinyatakan dalam
kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan rata-rata, tundaan, dan peluang antrian.

2.6. Prosedur Perhitungan Analisis Kinerja Simpang Tak Bersinyal


Secara lebih rinci, Prosedur Perhitungan Analisis Kinerja Simpang Tak
Bersinyal meliputi :

2.6.1. Volume lalu-lintas

8
Arus lalu-lintas sering juga disebut volume lalu lintas timbul karena adanya
proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya dalam rangka proses
pemenuhan kebutuhan, yang mana dalam melakukan perpindahan/pergerakan ini
diperlukan sarana dan prasarana transportasi beserta lingkungan dimana prasarana
tersebut berada.
Adapun volume lalu-lintas (Tamin, 2008) merupakan jumlah lalu-lintas
yang melewati titik pengamatan pada ruas jalan selama suatu interval waktu.
Volume lalu-lintas ini punya satuan kendaraan per jam. Namun untuk
meningkatkan ketelitian dalam pengambilan data maka arus lalu-lintas ini dapat
dihitung dengan berbagai selang waktu dan dalam penelitian ini selang waktu
yang diambil adalah per 15 menit.
Volume lalu-lintas menurut (Bukhari dan Saleh, 2002) diperoleh dengan
pengamatan langsung di lapangan tentang jumlah kendaraan yang lewat pada
periode waktu tertentu (detik, menit, jam dan sebagainya). Volume lalu lintas ini
juga berpengaruh terhadap waktu, komposisi lalu-lintas, pembagian jurusan,
klasifikasi fungsional jalan, jenis penggunaan daerah serta geometrik jalan.
Adapun persamaan matematis volume lalu-lintas ditetapkan sebagai berikut:

N
q=
t ………………………………………………………………….(2.1)
Dimana :
q = volume lalu lintas dalam satuan kendaraan per satuan waktu; (kend/jam)
N = jumlah kendaraan yang melewati suatu penggal ruas jalan tertentu
dalam selang waktu tertentu; (kend)
t = selang waktu peninjauan (jam)

MKJI (1997 : 5-11) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga
menyebutkan volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui
titik tertentu persatuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan perjam atau smp/jam.
Dalam perhitungan volume lalu-lintas perkotaan maka masing-masing kendaraan

9
ada penggolongannya. Adapun penggolongan jenis kendaraan untuk perkotaan
terbagi menjadi 4 yaitu:

1. Kendaraan ringan / light vehicle (LV)


Meliputi kendaraan bermotor 2 as beroda empat dengan jarak as 2,0–3,0
m (termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, truk kecil, sesuai
sistem klasifikasi Bina Marga).
2. Kendaraan berat/ heavy vehicle (HV)
Meliputi kendaraan motor dengan jarak as lebih dari 3,5 m biasanya
beroda lebih dari empat (termasuk bis, truk dua as, truk tiga as, dan truk
kombinasi).
3. Sepeda motor/ motor cycle (MC)
Meliputi kendaraan bermotor roda 2 atau tiga (termasuk sepeda motor
dan kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
4. Kendaraan tidak bermotor / unmotorized (UM)
Meliputi kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia, hewan,
dan lain-lain (termasuk becak, sepeda, kereta kuda, kereta dorong dan
lain-lain sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

Berbagai jenis kendaraan harus diekivalensikan ke satuan mobil penumpang


dengan menggunakan faktor ekivalensi mobil penumpang (emp). Pengaruh
kendaraan tidak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam
penyesuaian hambatan samping dan bukan ke dalam volume lalu-lintas (MKJI,
1997 : 5-17).
Ekivalensi mobil penumpang adalah faktor yang menunjukan berbagai tipe
kendaraan dibandingkan dengan kendaraan ringan. Nilai Emp untuk bebagai jenis
kendaraan ini dapat dilihat pada Lampiran T.2.1 halaman 32.
Pada simpang tanpa sinyal lalu lintas mempunyai banyak ketentuan dari
aturan lalu lintas yang sangat mempengaruhi kelancaran pergerakan lalu lintas
yang saling berpotongan terutama pada simpang yang merupakan perpotongan
dari ruas-ruas jalan yang mempunyai kelas jalan yang sama. Karena metode yang

10
diuraikan dalam manual ini berdasarkan empiris, hasilnya sebaiknya diperiksa
dengan penelitian teknik lalu lintas yang baik.
Hal ini sangat penting apabila metode digunakan diluar batas nilai variasi
dari variabel data empiris. Batas nilai ini ditunjukkan pada Lampiran T.2.4
halaman 33. Penggunaan data tersebutakan menyababkan kesalahan perkiraan
kapasitas yang biasanya kurang dari 20%.

2.6.2 Kapasitas
Kapasitas adalah arus lalu-lintas (stabil) maksimum yang dapat
dipertahankan pada kondisi tertentu (geometri, distribusi arah dan komposisi lalu-
lintas, dan faktor lingkungan). Kapasitas jalan juga didefinisikan sebagai arus
maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam
pada kondisi tertentu (Ing & Effendi, 2007: 60). Menurut manual kapsitas jalan
Indonesia (MKJI 1997) besarnya kapasitas atau Capacity (C) dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan sebagai berikut :
C = CO x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI… … … … … … . … … … … … … (2.2)
Dimana :
C = kapasitas;
CO = kapasitas dasar (smp/jam)
FW = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan lebar masuk
persimpangan jalan.
FW = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan tipe median
Jalan utama.
FCS = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan ukuran kota.
FRSU = Faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat rasio kendaraan tak bermotor,
hambatan samping dan tipe jalan lingkungan jalan.
FLT = Faktor penyesuain kapasitas dasar akibat belok kiri.
FRT = Faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat belok kanan.
FMI = Faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat rasio arus jalan simpang.

11
Adapun variabel-variabel masukan untuk perkiraan Kapasitas (C) dengan
menggunakan model tersebut yang ditabelkan pada Lampiran T.2.5 halaman 33.
Pada suatu simpang pasti ditentukan antara jalan utama dan jalan minor yang
mungkin berbeda klasifikasi jalannya. Adapun kriteria jalan utama dan jalan
minor dari pedoman MKJI 1997 adalah sebagai berikut ini.
1. Jalan Utama adalah jalan yang paling penting pada persimpangan jalan,
seperti halnya dari klasifikasi jalan, volume arus lalu lintasnya. Pada suatu
simpang 3 atau 4 jalan yang menerus biasanya dikatakan sebagai jalan
utama.
2. Jalan Minor adalah jalan yang menyimpang disuatu persimpangan jalan dari
jalan utama, yang klasifikasi jalannya lebih kecil dari jalan utama dan
volume arus lalu lintasnya juga lebih rendah dari jalan utama. Biasanya
lebih banyak kendaraan dari arah jalan minor akan masuk kepersimpangan
akan merubah arah menuju kejalan utama demi mencapai suatu tujuan.

Kapasitas dasar ditentukan berdasarkan jenis jalan. Nilai kapasitas dasar


menurut MKJI 1997 adalah sebagai berikut.
1. Jalan empat lajur terbagi atau jalan satu arah (CO = 1650 smp/jam/lajur).
2. Jalan empat lajur tak terbagi (CO = 1500 smp/jam/lajur).
3. Jalan dua-lajur dua-arah (CO = 2900 smp/jam/lajur).
4. Jalan empat-lajur dua arah (CO =3400 smp/jam/lajur).
Untuk lebih jelasnya untuk kapasitas dasar tipe simpang CO (smp/jam)
dapat dilihat pada Lampiran T.2.6 halaman 34.

1. Faktor penyesuaian lebar pendekat (FW)


Parameter geometrik yang dibutuhkan untuk menganalisa kapasitas dengan
menggunakan metode MKJI 1997. Untuk tipe simpang 322 maka Lebar rata-rata
pendekat dapat dihitung menggunakan formula berikut ini.
F W =0,70+ 0,0866 x W … … … … … … … … … … … … … … … … … … .. … … (2.3)
(W A + W C +W B+ W D)
W 1= … … … … … … … … … … … … … … … ….. … . … ..
Jumlah Lengan Simpang
(2.4)

12
Dimana :
WA dan Wc = lebar pendekat jalan minor (m)
WB dan WD = lebar pendekat jalan utama (m)
FW = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan lebar
Masuk persimpangan jalan.
FM = Faktor koreksi untuk kapasitas dasar, sehubungan dengan tipe
median jalan utama.

2. Faktor penyesuaian lebar median jalan utama (FM)


Untuk menentukan faktor median diperlukan suatu pertimbangan teknik lalu
lintas. Median dikategorikan lebar jika kendaraan ringan standar dapat berlindung
pada daerah median tanpa mengganggu arus berangkat pada jalan utama. Faktor
penyesuaian diuraikan pada Lampiran T.2.7 halaman 34.

3. Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS)


Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) ditentukan berdasarkan jumlah penduduk
di kota tempat ruas jalan yang bersangkutan berada. Reduksi terhadap kapasitas
dasar bagi kota berpenduduk kurang dari 1 juta jiwa dan kenaikan terhadap
kapasitas dasar bagi kota berpenduduk lebih dari 3 juta jiwa. Faktor penyesuaian
ukuran kota diperoleh dari Tabel pada Lampiran T.2.8 halaman 34 dengan
variable masukan adalah ukuran kota dan jumlah penduduk.

4. Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan


tak bermotor (FRSU)
Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan
tak bermotor (FRSU). Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping,
dan kendaraan tak bermotor ditentukan dengan menggunakan Tabel yang
ditunjukan pada Lampiran T.2.9 halaman 35. Variabel masukan adalah tipe

13
lingkungan jalan (RE), kelas hambatan samping (SF), dan rasio kendaraan tak
bermotor (UM/MV).

5. Faktor penyesuaian belok kiri (FLT)


Nilai faktor penyesuaian belok kiri dapat dihitung dengan menggunakan
formula berikut ini:

F ¿=0,84+1,61 x P¿ … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … …(2.5)
Dimana :
PLT = Rasio kendaraan belok kiri

6. Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)


Merupakan faktor koreksi dari persentase seluruh gerakan lalu lintas yang
belok kanan pada simpang. Faktor penyesuaian belok kanan pada simpang 4
lengan maka nilai FRT = 1,0

7. Faktor penyesuaian rasio arus jenuh minor (FMI)


Merupakan faktor koreksi dari prosentase arus jalan minor yang masuk pada
persimpangan. Penentuan faktor penyesuaian rasio arus jalan minor dengan
menggunakan Tabel pada Lampiran T.2.10 halaman 35. Variabel masukan adalah
rasio arus jalan minor (PMI) dan tipe simpang (IT).

2.6.3 Derajat Kejenuhan (DS)


Derajat kejenuhan Degree Of Situration (DS) didefinisikan sebagai rasio
arus lalu-lintas terhadap kapasitas jalan. Derajat kejenuhan digunakan sebagai
faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja suatu ruas jalan dengan didapat nilai
derajat kejenuhan akan menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai
masalah kapasitas atau tidak (Kayori et al, 2013 : 611). Untuk menghitung derajat

14
kejenuhan pada suatu ruas jalan perkotaan digunakan persamaan dalam MKJI
(1997) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga yaitu:
Qtot
DS= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …. .
C
(2.6)

Dimana :
DS = derajat kejenuhan;
Qtot = arus lalu-lintas (smp/jam);
C = kapasitas (smp/jam).

Nilai Derajat Kejenuhan (DS) pada suatu simpang menurut MKJI 1997
dapat dikatakan tinggi yaitu mempunyai nilai lebih dari 0,75 ( > 0,75).

2.6.4. Tundaan (D)


Tundaan (Delay) pada simpang terjadi karena adanya beberapa faktor-
faktor seperti Tundaan lalu lintas simpang (DT1), Tundaan lalu lintas jalan utama
(DTMA), Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI), Tundaan karena geometrik
simpang (DG), dan tundaan simpang (D). Merupakan nilai rata-rata waktu tunggu
tiap kendaraan yang masuk pada simpang dibandingkan kendaraan melaju tanpa
melewati simpang. Berdasarkan pedoman MKJI 1997 tundaan lalu lintas atau
Delay Traffic (DT) simpang dapat dikatakan dalam kondisi stabil dengan nilai
tundaan tidak melebihi nilai maksimum yaitu 15 det/smp. Tundaan lalu lintas rata-
rata pada simpang dapat dihitung dengan formula sebagai berikut.

1) Tundaan lalu lintas simpang (DT1)


Merupakan tundaan lalu lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang
masuk pada simpang. Tundaan lalu lintas pada simpang dapat dihitung
dengan formula berikut.

15
DT I =2+8,2078 x DS ( 1−DS ) x 2 ( DS<0,6 ) … … . … … … . .(2.7)
1,0504
DT I = −( 1−DS ) x 2 ( DS<0,6 ) … … … … … .. .(2.8)
80,2742−0,2042 x DS

2) Tundaan lalu lintas minor (DTMA)


Merupakan tundaan lalu lintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang
masuk persimpangan dari jalan utama. Tundaan lalu lintas jalan utama
dapat dihitung dengan formula berikut ini.
DT MA=1,8+ 5,8234 x DS−( 1−DS ) x 1,8 ( DS < 0,6 ) … . …(2.9)
1,05034
DT MA= −( 1−DS ) x 1,8 ( DS< 0,6 ) … … … … … …(2.10)
0,346−0,246 x DS

3) Tundaan lalu lintas simpang (DTMI)


Pada tundaan lalu lintas jalan minor rata-rata, ditentukan berdasarkan
tundaan simpang rata-rata dan tundaan jalan utama rata-rata. Tundaan lalu
lintas jalan minor dapat dihitung dengan formula berikut ini.
( Qtot x DT I −Q MA x DT MA )
DT MI = ..… .. … … … … … … … … … .. … … ..… (
Q MA
2.11)

Dimana :
Qtot = Jumlah arus total (smp/jam)
DTI = Tundaan lalu lintas simpang (smp/det)
QMA = Arus total jalan utama (smp/jam)
DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama (smp/jam)
QMI = Arus total jalan simpang (smp/jam)

4) Tundaan geometrik simpang (DG)


Merupakan tundaan geometrik rata-rata semua kendaraan bermotor yang
masuk pada simpang. Tundaan geometrik dapat dihitung dengan formula
berikut ini. Tundaan lalu lintas simpang (DT1)
DG=¿(2.12)

16
DG=¿ …………………………………………………………(2.13)
Dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang (smp/jam)
DS = Derajat kejenuhan
PT = Rasio belok total

5) Tundaan simpang (D)


Merupakan semua tundaan geometrik simpang dan tundaan lalu lintas
yang ada pada simpang. Tundaan simpang dapat dihitung dengan formula
berikut ini.
DT MI =DG+ DT I . . …. … … … … … … … … … … … … … … … … … … ..…(2.1
4)
Dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang (det/jam)
DTI = Tundaan lalu lintas simpang (det/smp)

2.6.5. Peluang Antrian (QP)


Rentang nilai peluang antrian atau Queue Probability (QP) menujukkan
hubungan empiris antara peluang antrian dan derajat kejenuhan (DS) yang terletak
antara garis (MKJI 1997). Peluang antrian dapat dihitung dengan menggunakan
formula berikut ini.

Gambar 2.3 peluang antirian (QP%)


Sumber : MKJI (1997: 173)

17
2.6.6. Tingkat Pelayanan simpang
Dalam MKJI 1997 cara yang tepat untuk menilai hasil kinerja
persimpangan adalah dengan menilai derajat kejenuhaan (DS) untuk kondisi yang
diamati dari perbandingannya dengan pertumbuhan lalu lintas dan unsur
fungsional yang diinginkan dari simpang tersebut, jika derajat kejenuhan
diperoleh terlalu tinggi, maka diperlukan perubahan asumsi yang terkait dengan
penampang melintang atau sebagainya, serta perlu diadakan perhitungan ulang,
berdasarkan Tranportation Research Hourd (1994) tingkat pelayanan untuk
simpang tak bersinyal diukur bedasarkan nilai tundaan. Hubungan tundaan dengan
tingkat pelayanan pada persimpangan tidak bersinyal dapat dilihat pada Lampiran
T. 2.11 halaman 36. Yang mana tabel tersebut dapat dijabarkan mengenai tingkat
pelayanan persimpangan sebagai berikut:
1. Tingkat pelayanan A
Keadaan arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, kepadatan rendah,
kecepatan ditentukan oleh keamanan pengemudi pembatasan kecepatan
dan kondisi fisik jalan.
2. Tingkat pelayanan B
Keadaan arus stabil, kecepatan perjalanan mulai dipengaruhi oleh keadaan
lalu lintas dalam batas dimana pengemudi masih mendapatkan kebebasan
yang cukup untuk memilih kecepatannya.

3. Tingkat Pelayanan C
Keadaan arus balik stabil, kecepatan dan pergerakan lebih ditentukan oleh
volume yang tinggi sehingga pemilihan kecepatan sudah terbatas dalam
batas-batas kecepatan jalan yang masih cukup memuaskan.
4. Tingkat pelayanan D
Keadaan arus tidak stabil, dimana kecepatan yang dihendaki secara
terbatas masih bisa dipertahankan. Meskipun sangat dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan dalam keadaan perjalanan yang sangat menurunkan
kecepatan yang cukup besar.
5. Tingkat pelayanan E

18
Keadaan arus tidak stabil, tidak dapat ketentuan hanya dari kecepatan saja,
sering terjadi kemacetan (berhenti) untuk beberapa saat. Volume hampir
sama dengan kapasitas jalan sedang.
6. Tingkat pelayanan F
Keadaan arus yang bertahan atau anus terpaksa, kecepatan rendah
sedangkan volume ada di bawah kapasitas dan membentuk rentetan
kendaraan, sering terjadi kemacetan yang cukup lama. (Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2006)

2.7. Penelitian terdahulu


1. M. Reza Pahlevi, (2018) Evaluasi Kinerja Simpang Empat Tidak Bersinyal
Pada Simpang A.Gani Desa Bandar Baru Kota Banda Aceh. Tugas Akhir
Fakultas Teknik. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Hasil penelitian
yang diperoleh adalah volume lalu lintas puncak pada hari Sabtu 952,7
smp/jam, pada jam sibuk sore pukul 17.00-18.00 WIB. Kapasitas simpang
(C) sebesar 2781,07 smp/jam, nilai derajat kejenuhan (DS) yang didapat
adalah 0,3425. Nilai yang didapat dari hasil perhitungan lebih kecil dari
0,85 dengan demikian simpang ini memiliki derajat kejenuhan yang rendah.
Tundaan simpang (D) yang terjadi pada volume tertinggi tersebut sebesar
7,49 det/smp. Nilai batas bawah pada peluang antrian sebesar 6,76 % dan
pada nilai batas atas 35,51%. Berdasarkan nilai derajat kejenuhan yang
didapat, kinerja simpang A.Gani termasuk tingkat pelayanan B, yaitu
tundaan simpang diantara 5-10 (detik/smp) yang mana mengindikasikan
keadaan arus stabil, pengemudi masih mendapatkan kebebasan yang cukup
untuk melihat halangan di sekitar simpang.
2. Rizki Bachtiar, (2019) Evaluasi Kinerja Simpang Tiga Tidak Bersinyal Pada
Simpang Taman Siswa Desa Merduati Kota Banda Aceh. Tugas Akhir
Fakultas Teknik. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Hasil penelitian
yang diperoleh adalah volume lalu lintas puncak pada Hari Senin sebesar
1599,5 smp/jam, pada jam sibuk sore pukul 16.00-17.00 WIB. Kapasitas
simpang (C) sebesar 4041,43 smp/jam, nilai derajat kejenuhan (DS) yang

19
didapat adalah 0,39. Nilai DS yang didapat pada simpang ini di bawah
ketetapan DS menurut MKJI 1997 yaitu di bawah angka 0,85. Tundaan
simpang (D) yang terjadi pada volume tertinggi tersebut sebesar 8,44
det/smp. Nilai batas bawah pada peluang antrian sebesar 7,45% dan pada
nilai batas atas 15,6%. Berdasarkan nilai derajat kejenuhan yang didapat,
kinerja simpang Taman Siswa termasuk tingkat pelayanan B, yaitu tundaan
simpang diantara 5-10 (detik/jam) yang mengindikasikan keadaan arus
cukup stabil, pengemudi masih mendapatkan kebebasan untuk melihat
halangan di sekitar simpang.
3. Rocky Huliselan, (2019), Analisa Kinerja Dan Kapasitas Persimpangan R.A
Kartini. Progam Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sorong. Dari hasil analisa kapasitas dan kinerja jalan
simpang tak bersinyal berdasarkan Manual Kapasitas Jalan (MKJI), pada
periode puncak pagi (07.00-08.00) sebesar 3,310,89 smp/jam, pada siang
(pkul 13.00-14.00) sebesar 3,190,65 smp/jam,sedangkan pada puncak sore
(pukul 17.00-18.00) kapasitas sebesar 3,333,62. Pada jam sibuk di nilai
kejenuhan 0,3-0,4 kurang dari yang di syaratkan MKJI 1997 yaitu 0,75.
Untuk tundaan pada jam puncak pagi yaitu 7,733 Detik/smp pada jam siang
yaitu sebesar 9,20 Detik/jam, dan puncak sore 8,442 Detik/jam.

III. METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Umum
Data Lalu lintas berupa Volume kendaraan, komposisi dan arah
pergerakan diolah dengan model MKJI (1997). Metodologi penelitian ini secara
rinci dapat dilihat pada bagan alir analisis simpang tiga tak bersinyal dapat dilihat
pada Lampiran Gambar G.3.1 halaman 29.

3.2. Lokasi dan waktu Penelitian


a. lokasi penelitian

20
Lokasi Simpang pada penelitian ini adalah simpang tak bersinyal di Jalan
Laksamana Malahayati, yaitu Simpang Labuy, kecamatan Baitussalam,
Kabupaten Aceh Besar. Kondisi simpang tersebut menunjang terjadinya
kemacetan lalu lintas dan kecelakaan, karena kawasan tersebut merupakan
kawasan padat penduduk dan juga jalan menuju pusat perekonomian, pusat
perkantoran, kampus dan rekreasi. Lokasi Penelitian dapat dilihat pada lampiran
Gambar G.3.2 halaman 30.

b. Waktu penelitian
Survei ini dilakukan pada jam-jam sibuk pada hari yaitu pada hari minggu,
senin, dan kamis.
 Pagi : Pukul 07.00 – 09.00 WIB
 Siang : Pukul 12.00 – 14.00 WIB
 Sore : Pukul 16.00 – 18.00 WIB

3.3. Tahap persiapan


Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai
pengumpulan dan pengolahan data. Tahap ini dilakukan dengan penyusunan
rencana sehingga diperoleh efisiensi serta efektifitas waktu dan pekerjaan. Tahap
ini juga dilakukan pengamatan pendahuluan agar didapat gambaran umum dalam
mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang ada di lapangan. Tahap
persiapan ini meliputi:
1. Studi pustaka untuk proses pelaksanaan.
2. Menentukan kebutuhan data ( primer dan sekunder )
3.4. Tahap pengumpulan data
Tahap pengumpulan data merupakan langkah awal setelah tahap persiapan
dalam pelaksanaan penelitian. Tahap ini dapat menentukan permasalahan dan
rangkaian penentuan alternatif pemecahan masalah yang akan diambil. Adapun
beberapa metode yang dilakukan dalam rangka pengumpulan data ini antara lain:

3.4.1. Metode Survei

21
Metode pengumpulan data volume lalu lintas Dilakukan dengan
menggunakan alat kamera dengan durasi waktu yang telah ditentukan serta
dibantu dengan tiga orang surveyor. Pada saat pengambilan data menggunakan
alat camera dapat diletakkan pada gedung yang tinggi atau di posisi yang dapat
melihat semua lengan simpang. Cara ini dilakukan karena merupakan cara efektif
serta dapat digunakan sebagai back up data dari hasil rekaman yang didapatkan.

3.4.2. pengumpulan data primer


Pada kegiatan ini survei yang dilakukan pada simpang tak bersinyal di
simpang labuy kecamatan baitussalam adalah sebagai berikut :

1. Survei geometrik persimpangan


survei ini dilakukan untuk mengetahui lebar jalan, jumlah jalur dan lebar
masing-masing lajur setiap lengan simpang.
2. Survei komposisi lalu lintas
Survei komposisi lalu lintas adalah survei yang dilakukan untuk
menghitung volume lalu lintas pada simpang perlengan untuk mengetahui
besaran arus lalu lintas saat ini. Maksud dari pelaksanaan survei lalu lintas
adalah untuk mengetahui jumlah dan jenis kendaraan melewati lengan
simpang di setiap persimpangan.
Data utama yang diperoleh adalah volume kendaraan yang melewati
simpang pada masing-masing perlengan dan digolongkan menjadi empat
golongan menurut MKJI, yaitu
1. Kendaraan ringan (LV), meliputi: mobil penumpang, minibus, mobil
pribadi, dan pick up
2. Kendaraan berat (HV), meliputi: truck, bus.
3. Kendaraan ringan (MC), meliputi: Sepeda motor, becak bermotor.
4. Kendaraan tak bermotor (UM), meliputi sepeda, becak, gerobak dorong .

Peralatan yang digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan kebutuhan


survei adalah alat sederhana dalam keadaan baik/tidak rusak, tersedia dan mudah
dioperasikan Peralatan tersebut, antara lain:
 Kamera untuk merekam jumlah dan jenis kendaraan yang lewat.

22
 Tripod atau penyangga kamera perekam jumlah dan jenis kendaraan yang
lewat.
 Kamera Time Stamp untuk dokumentasi pada saat survei lapangan, dan
survei geometrik.
 Jam, sebagai tanda awal dan akhir interval yang digunakan.
 Meteran atau Roll Meter, untuk mengukur geometrik simpang.
 Alat tulis, untuk mencatat jumlah kendaraan yang lewat dan untuk
mencatat ukuran geometrik simpang.
 Formulir penelitian jumlah kendaraan yang keluar pada tiap-tiap lengan
 Laptop sebagai alat untuk menghitung dan mengolah data.

3.4.3. Pengumpulan data sekunder


Data sekunder didapat dari instansi-instansi terkait, meliputi :
1. Peta Aceh Besar;
2. Peta lokasi pengamatan simpang labuy, kecamatan Baitussalam,
Kabupaten Aceh Besar.

3.5. Pengolahan data dan analisis


Data survei yang diperoleh pada saat survei, selanjutnya dianalisis sesuai
dengan pedoman MKJI serta diolah menggunakan aplikasi microsoft excell.
Adapun langkah pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut :

3.5.1 Volume lalu lintas


Pencatatan volume lalu lintas dilakukan pada saat istirahat. Setelah
merekam kondisi lalu lintas di 3 lengan persimpangan dengan waktu yang telah
direncanakan. Kemudian dilakukan counting video yaitu merekap jumlah
kendaraan yang keluar masuk di setiap persimpangan. Adapun tabel survey
volume lalu lintas terdapat pada lampiran T.3.1 halaman 37.

3.5.2 Kapasitas
Kapasitas persimpangan untuk metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI, 1997) dihitung dengan persamaan 2.2 halaman dipengaruhi oleh beberapa

23
faktor penyesuaian seperti yang disebutkan pada halaman 18 sampai dengan
halaman 11.
3.5.3 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas,
derajat kejenuhan dihitung dengan Persamaan 2.6 halaman 14. Derajat kejenuhan
merupakan parameter kinerja persimpangan pada metode MKJI yang dapat
memberikan diskripsi baik atau buruknya pelayanan yang diberikan simpang
tersebut kepada kendaraan yang melintas.

3.5.4 Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang dialami oleh pengendara
dalam melewati suatu simpang, tundaan dapat dihitung dengan Persamaan 2.7
hingga 2.14 pada halaman 15 dan 16 menurut metode MKJI 1997.

3.5.5 Peluang antrian


Peluang antrian adalah kemungkinan terjadinya antrian kendaraan pada
suatu simpang, dinyatakan pada suatu range nilai yang didapat dari hubungan
antara derajat kejenuhan dan peluang antrian. Peluang antrian dapat dihitung
dengan Persamaan yang ada pada gambar 2.3 pada halaman 17 menurut
metode MKJI 1997.

3.5.6 Tingkat pelayanan simpang


Tingkat pelayanan simpang adalah ukuran kualitas kondisi lalu lintas yang
dapat diterima oleh pengemudi kendaraan. tingkat pelayanan untuk simpang tak
bersinyal diukur berdasarkan nilai tundaan. Hubungan tundaan dengan tingkat
pelayanan pada simpang tidak bersinyal dapat dilihat pada Lampiran T. 2.11
halaman 36. Yang mana tabel tersebut sudah dijabarkan pada halaman 17 dan
halaman 18.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini dikemukakan seluruh hasil dari pengolahan data survei
dilapangan dan perhitungan yang ada berdasakan pada teori-teori dan rumus-
rumus yang telah dikemukakan pada Bab II tinjauan kepustakaan. Adapun hasil
yang dikemukakan yaitu mengenai seluruh hasil-hasil perhitungan yang dilakukan

24
pada penelitian ini. Hasil pengolahan data dapat dipergunakan dalam
mendiskusikan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.

4.1 Hasil yang hendak dicapai


Berdasarkan hasil pengumpulan data yang menjadi variabel-variabel yang
diperlukan untuk diolah dengan rumus-rumus dan teori-teori pada Bab II sehingga
didapatkan hasil yang menjadi tujuan dari penelitian.
4.2 Pembahasan
Pembahasan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas
jalan dan kinerja jalan, supaya dapat menganalisa kebutuhan yang diperlukan
untuk pengguna lalulintas.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


Akhir dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan dan saran yang
nantinya diharapkan dapat menjadi masukan bagi semua kalangan yang akan atau
sudah berkecimpung dalam bidang usaha konstruksi.

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan diambil dari hasil perhitungan dan pembahasan yang
dilakukan pada BAB IV, untuk kapasitas simpang dan kenerja simpang.

5.2 Saran
Saran-saran yang diberikan sesuai dengan kesimpulan yang ada. Adapun
saran -saran yang ditujukan agar penelitian dapat disempurnakan. Ataupun berupa
kritik dan saran agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan apa
yang telah direncanakan

VI. DAFTAR PUSTAKA

1. AASHTO (2001) A Policy on Geometric Design of Highway and Street.


Washington DC.

25
2. Bukhari R. A & Saleh M.S (2002), Rekayasa Lalu Lintas I, Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.

3. Rizki Bachtiar, (2019) Evaluasi Kinerja Simpang Tiga Tidak Bersinyal Pada
Simpang Taman Siswa Desa Merduati Kota Banda Aceh, Tugas Akhir
Fakultas Teknik. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

4. Rocky Huliselan, (2019), Analisa Kapasitas Dan Kinerja Persimpangan Tak


Bersinyal R.A Kartini, Progam Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Muhammadiyah Sorong.

5. M. Reza Palevi. (2021), Evaluasi Kinerja Simpang Empat Tidak Bersinyal


Pada Simpang Lampaseh Kota, Meuraxa Kota, Banda Aceh. Tugas Akhir
Fakultas Teknik. Universitas Iskandarmuda, Banda Aceh.

6. M. Reza Pahlevi, (2018) Evaluasi Kinerja Simpang Empat Tidak Bersinyal


Pada Simpang A.Gani Desa Bandar Baru Kota Banda Aceh, Tugas Akhir
Fakultas Teknik. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

7. MKJI, (1997), Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jendral Bina


Marga, Departemen Pekerjaan Umum RI, Jakarta.

8. Morlok E.K, (1991), Pengantar Teknik Dan Perencanaan Transportasi,


Terjemahan Johan K.Hainim. Erlangga, Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai