Anda di halaman 1dari 8

STUDI PEMILIHAN PERSIMPANGAN TIDAK SEBIDANG

(Studi Kasus Jl. Brigjen Katamso – Jl. Jend. A.H. Nasution Medan)
Irwan Suranta Sembiring1 dan M. Ridwan Anas2
1
Staf Pengajar, Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan USU Medan
Email: irwan.suranta@usu.ac.id
2
Staf Pengajar, Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan USU Medan
Email: ridwan.anas@usu.ac.id

ABSTRAK
Kemacetan merupakan hal yang sering terjadi di daerah perkotaan dimana daerah potensial yang
menyebabkan kemacetan adalah persimpangan, karena persimpangan merupakan lokasi pertemuan
dari semua arus lalu lintas sehingga diperlukan pengaturan dan pembagian kesempatan agar
semuanya memperoleh ruang. Faktor penyebab permasalahan tersebut antara lain meningkatnya
volume lalu lintas dan banyaknya persimpangan sebidang pada sistem jalan primer perkotaan
metropolitan yang melebihi kapasitas (jenuh), dimana hal ini juga terjadi pada sistem jalan primer
di kota Medan antara lain pertemuan antara Jl. Jend AH Nasution dan Jl. BrigJen Katamso.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja jaringan jalan primer dan kinerja
persimpangan Jl. Jend AH Nasution – Jl. BrigJen Katamso. Tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan suatu gambaran kinerja persimpangan Jl. Jend AH Nasution – Jl. BrigJen
Katamso serta skenario terbaik untuk penanganan persimpangan jalan sebagai bagian dari
jaringan jalan primer di Kota Medan.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui survei pendahuluan, survei sekunder
dan survei primer untuk mendapatkan data sarana dan prasarana transportasi serta data lalu lintas,
kemudian dilakukan analisis. Analisis terdiri dari memverifikasi data dan validasi kualitas dan jenis
data yang diperoleh, mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang ada serta membentuk basis data
yang operatif, serta analisis pemilihan persimpangan tidak sebidang.
Dari hasil analisa AHP dapat disimpulkan bahwa jenis persimpangan tidak sebidang terpilih adalah
jenis underpass dengan arah orientasi Barat-Timur (melayani 48,6% dari pergerakan total simpang)
dengan panjang rencana adalah 750 meter. Skenario-1 mempunyai bobot tertinggi dibandingkan
dengan skenario yang lain, yaitu: 0,302. Total rencana pembangunan simpang tak sebidang Jl. Jend
AH Nasution – Jl. BrigJen Katamso yang direncanakan adalah 1.898 meter, yang terdiri dari: 800
meter perencanaan underpass dan 1.098 meter pelebaran jalan dan pembenahan.
Kata kunci : persimpangan, simpang tak sebidang, AHP

1. PENDAHULUAN
Latar belakang
Banyak strategi yang telah dikembangkan dan diterapkan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang secara umum
daerah potensial penyebab kemacetan lalu lintas adalah pada lokasi persimpangan. Hal ini dimungkinkan, karena di
tempat ini merupakan lokasi pertemuan dari semua arus lalu lintas. Dengan demikian, diperlukan pengaturan dan
pembagian kesempatan sehingga semuanya memperoleh ruang.
Faktor penyebab permasalahan tersebut antara lain meningkatnya volume lalu lintas dan banyaknya persimpangan
sebidang pada sistem jalan primer perkotaan metropolitan yang melebihi kapasitas (jenuh), dimana hal ini terjadi
juga pada sistem jalan primer di kota Medan yaitu persimpangan Jl. Jenderal AH Nasution dan Jl. Brigjen Katamso.
Untuk menindaklanjuti kondisi tersebut, maka perlu dilakuan penelitian tentang kondisi persimpangan Jl. Jenderal
A.H Nasution dan Jl. Brigjen Katamso sehingga diketahui apakah perlu atau tidaknya dilakukan penanganan
terhadap persimpangan tersebut. Diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh suatu gambaran yang jelas akan
bentuk simpang tak sebidang alternatif yang terpilih dan yang paling menguntungkan sehingga dapat mengatasi
salah satu permasalahan lalu lintas pada lokasi tersebut.
Maksud dan tujuan penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja jaringan jalan primer dan kinerja persimpangan Jl.
Jend AH Nasution – Jl. BrigJen Katamso.

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 T-235


Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Transport

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu gambaran kinerja persimpangan Jl. Jend AH Nasution – Jl.
BrigJen Katamso serta skenario terbaik untuk penanganan persimpangan jalan sebagai bagian dari jaringan jalan
primer di Kota Medan yang nantinya dapat dipergunakan dalam perencanaan teknis.
Ruang lingkup
Beberapa ruang lingkup yang menjadi batasan penelitian ini adalah:
a. Daerah studi penelitian terletak pada daerah persimpangan Jl. Jend AH Nasution – Jl. BrigJen Katamso
b. Lingkup studi ini hanya menentukan alternatif tipe persimpangan tidak sebidang serta mengkaji mengenai
kriteria pemilihan simpang
c. Analisa yang dipergunakan dalam memilih alternatif tipe persimpangan tidak sebidang berdasarkan
Analytic Hierarchy Process (AHP)

2. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan jenis simpang tidak sebidang
Simpang tidak sebidang (interchange) didefinisikan oleh AASHTO sebagai suatu sistem penghubung jalan yang
diperbantukan dengan satu atau lebih pemisah bidang untuk melayani pergerakan lalulintas antara dua atau lebih
jalan atau jalan bebas hambatan pada level yang berbeda. Tujuan interchange adalah untuk membantu pengendara
yang akan berbelok untuk merubah arah dengan efisien dan selamat tanpa mengganggu arus pergerakan menerus
dari jalan utama, dan umumnya pada kedua jalan dari sistem persimpangan tersebut.
Menurut Bina Marga, 2004, simpang susun sistem (interchange system) adalah simpang tidak sebidang antara dua
atau lebih jalan bebas hambatan atau fasilitas akses terkontrol. Contoh: simpang tidak sebidang tipe directional dan
full cloverleaf. Simpang susun layanan (interchange service) adalah simpang tidak sebidang antara satu jalan bebas
hambatan atau fasilitas akses terkontrol dengan sebuah jalan dengan kelas lebih rendah. Contoh: simpang tidak
sebidang tipe diamond dan partial cloverleaf.
Overpass/flyover/flypass didefinisikan sebagai jembatan dengan level/tingkat yang lebih tinggi pada sebuah
pertemuan dua jalan/jalan bebas hambatan dengan level berbeda.
Underpass (highway underpass) didefinisikan dalam Roadway Design Manual (New Jersey Department of
Transportation) sebagai sebuah pemisahan bidang suatu jalan yang melintas di bawah jalan lainnya.
Ketika sebuah persimpangan tidak sebidang direncanakan, yang perlu dilakukan adalah mencari lokasi dan memilih
tipe persimpangan tidak sebidang yang sesuai dengan lokasi tersebut. Biasanya, para perencana mengandalkan data
lalulintas, kebutuhan ROW, masalah lingkungan, keamanan dan biaya proyek dalam menentukan jenis
persimpangan tidak sebidang yang paling efisien memberikan pelayanan sesuai kebutuhan daerah tersebut.
Garber & Fontaine, 1999, melakukan kajian yang difokuskan pada enam tipe persimpangan jalan tidak sebidang
yaitu:
a. Tipe Diamond
Persimpangan tidak sebidang tipe diamond adalah tipe paling sederhana dan paling umum, ditempatkan pada
persimpangan jalan mayor dan minor, dan umum digunakan baik di dalam maupun luar kota. Persimpangan ini
terdiri dari ramp diagonal satu arah yang berada pada setiap kuadran. Diagram tipe diamond terlihat pada
Gambar 1(a). Semua lalulintas dapat masuk dan keluar jalan mayor dengan kecepatan relatif tinggi, tetapi butuh
waktu lebih lama untuk pergerakan belok kanan.
b. Trumpet
Persimpangan tak sebidang tipe trumpet merupakan persimpangan dua jalan yang bertemu dalam sebuah bentuk
T. Lalulintas lurus harus ditempatkan pada alinyemen langsung, dimana pergerakan belok kanan dengan volume
yang lebih rendah akan melewati ramp lingkar (loop). Gambar 1(b) menunjukkan contoh tipikal persimpangan
tidak sebidang tipe trumpet. Tipe trumpet khususnya digunakan bila terdapat persimpangan dengan tiga kaki.
c. Full Cloverleaf
Tipe cloverleaf menyediakan ramp lingkar untuk semua pergerakan belok kanan. Gambar 1(c) menunjukkan
contoh simpang tidak sebidang tipe full cloverleaf. Beberapa kekurangan tersebut cenderung menjadikan tipe full
cloverleaf kurang diminati digunakan di lingkungan perkotaan. Sejumlah besar ROW diperlukan untuk
membangunnya, sehingga biaya tidak efektif lagi untuk di perkotaan. Sebab itulah tipe cloverleaf lebih sesuai
diaplikasikan di daerah luar kota dengan tingkat pergerakan arus belok yang rendah.
d. Partial Cloverleaf
Simpang tipe partial cloverleaf hampir mirip dengan tipe full cloverleaf, kecuali bahwa ramp lingkar hanya pada
tiga kuadran atau kurang. Contoh simpang partial cloverleaf dua kuadran terlihat pada Gambar 1(d). Partial
cloverleaf biasanya digunakan saat ROW tidak dimungkinkan pada sebuah kuadran atau saat lalulintas
pergerakan arah tertentu sangat kecil dibandingkan pergerakan arah lainnya. Pada partial cloverleaf, ramp harus

T-236 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5


Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Transport

dibuat sedemikian rupa sehingga arus masuk dan keluar menyebabkan gangguan minimal terhadap arus lalulintas
pada jalan mayor.
e. Directional
Simpang tidak sebidang tipe directional (Gambar 1(e)) memberikan kapasitas tertinggi dibandingkan tipe
simpang tidak sebidang lainnya, tetapi juga dengan biaya tertinggi. Keuntungan atas pemilihan simpang tipe
directional adalah berkurangnya jarak tempuh, naiknya kecepatan dan kapasitas, mengeliminasi jalinan
(weaving), mengurangi pusing bagi pengendara saat melintasi loop.

(b)
(a)

(d)

(c) (e)

Gambar 1. Persimpangan Tipe (a) Diamond, (b) Trumpet, (c) Full Cloverleaf ,
(d) Partial Cloverleaf , (e) Directional
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Dalam pengambilan keputusan hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat pengambilan data, dimana data ini
diharapkan dapat mendekati nilai yang sesungguhnya. Salah satu analisa yang dapat digunakan dalam menentukan
prioritas adalah dengan menggunakan Proses Hirarki Analitik atau AHP. AHP merupakan salah satu metode untuk
membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria (multi criteria).
Karena sifatnya yang multi kriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas. AHP adalah
prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk kondisi evaluasi atribut-atribut kualitatif.
Atribut-atribut tersebut secara matematik dikuantitatif dalam satu set perbandingan berpasangan.
Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya karena adanya struktur yang hirarki, sebagai konsekuensi dari
kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetail serta memperhitungkan validasi sampai
dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan (Saaty,
1993). Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstruktur. Kegiatan
tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang representatif berkaitan dengan alternatif-alternatif yang akan disusun
prioritasnya.
Penilaian perbandingan elemen
Ada dua tahap penilaian atau membandingkan antar elemen yaitu perbandingan antar kriteria dan perbandingan
antar pilihan untuk setiap kriteria. Perbandingan antar kriteria dimaksudkan untuk menentukan bobot untuk masing-
masing kriteria. Di sisi lain, perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria dimaksudkan untuk melihat bobot suatu
pilihan untuk suatu kriteria. Penilaian ini dimaksudkan untuk melihat seberapa penting suatu pilihan dilihat dari
kriteria tertentu. Untuk mengkuantifikasi pendapat kualitatif tersebut digunakan skala penilaian sehingga akan
diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Nilai dan definisi pendapat kualitatif dalam skala
perbandingan Saaty ada pada Tabel 1.

Tabel 1. Skala matriks perbandingan berpasangan


Intensitas
Definisi Penjelasan
Kepentingan
Elemen yang satu samapentingnya dibanding Kedua elemen menyumbang sama besar pada sifat
1
dengan elemen yang lain (equal importance) tersebut
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada Pengalaman menyatakan sedikitmemihak pada satu
3
elemen yang lain (moderate more importance) elemen
4 Elemen yang satu jelas lebih penting dari pada Pengalaman menunjukkan secara kuat memihak pada

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 T-237


Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Transport

elemen yang lain (essential,strong more satu elemen


importance)
Elemen yang satu sangat jelas lebih penting dari Pengalaman menunjukkan secara kuat disukai dan
7
pada elemen yang lain (demonstrated importance) didominasi oleh sebuah elemen tampak dalam praktek
Elemen yang satu mutlak lebih penting dari pada Pengalaman menunjukkan satu elemen sangat jelas
9
elemen yang lain (absolutely more importance) lebih penting
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Nilai ini diberikan bila diperlukan kompromi
2,4,6,8
(grey area)
Jika kriteria C1 mendapatkan satu angka bila Jika kriteria C1 mempunyai nilai x bila dibandingkan
1/(2-9) dibandingkan dengan kriteria C2 memiliki nilai dengan kriteria C2, maka kriteria C2 mendapatkan nilai
kebalikan bila dibandingkan C1 1/x bila dibandingkan kriteria C1
Sumber: Saaty, Thomas L., 1993, “Pengambilan Keputusan bagi para pemimpin – AHP”

Dengan menggunakan penilaian seperti Tabel 1, maka perbandingan antar kriteria (CR) akan menghasilkan Tabel 2
berikut:

Tabel 2. Perbandingan antar kriteria


Kriteria CR1 CR2 CR3 CR4 Jumlah Bobot
CR1 - C12 C13 C14 C1 bc1=c1/c
CR2 C21 - C23 C24 C2 bc2=c2/c
CR3 C31 C32 - C34 C3 bc3=c3/c
CR4 C41 C42 C43 - C4 bc4=c4/c
Jumlah C
Dengan menggunakan prosedur yang sama, maka dilakukan perbandingan antar pilihan (OP) untuk masing-masing
kriteria.

Tabel 3. Perbandingan antar pilihan untuk kriteria C1


C1 OP1 OP2 OP3 OP4 Jumlah Bobot
OP1 - o12 o13 o14 o1 bo11=o1/o
OP2 o21 - o23 o24 o2 bo21=o2/o
OP3 o31 o32 - o34 o3 bo31=o3/o
OP4 o41 o42 o43 - o4 bo41=o4/o
Jumlah O
Tabel 3 mengilustrasikan perbandingan antar pilihan (4 pilihan) untuk kriteria 1 (C1) dengan penjelasan sebagai
berikut :
1. oij merupakan hasil penilaian/perbandingan antara pilihan i dengan k untuk kriteria ke j
2. oi. merupakan penjumlahan nilai yang dimiliki pilihan ke i
3. o merupakan penjumlahan semua nilai oi
4. boij merupakan nilai pilihan ke i untuk kriteria ke j

3. PENGUMPULAN DATA
Survei pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan dengan maksud untuk mengetahui gambaran umum wilayah studi, permasalahan
maupun potensi permasalahan. Pada arah Barat dari lokasi terdapat jembatan dengan elevasi lebih rendah dari
simpang Jl. AH Nasution- Jl. Brigjen Katamso yang berjarak ±150 m serta terdapat simpang Jl. Karya Jaya yang
berjarak ±650 m. Sedangkan pada arah Timur terdapat bekas rencana KA yang berjarak ±300m serta terdapat
simpang Jl. STM yang berjarak ±650m.
Lokasi simpang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Kegiatan

T-238 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5


Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Transport

Data sekunder
Data sekunder, diperoleh dari instansi terkait, seperti P2JJ Kota Medan, BPS Kota Medan, Pemerintah Kota
(Bappeda, Dinas Perhubungan dan lain-lain) untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi lalulintas pada
persimpangan serta memberikan indikasi awal mengenai solusi pemecahan masalah pada simpang.
Data Primer
Pemeriksaan terhadap kinerja persimpangan eksisting pada Simpang Brigjend Katamso – AH Nasution Medan
dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi lalulintas yang membebani persimpangan serta
memberikan indikasi awal mengenai solusi pemecahan masalah pada simpang.
Data sekunder, diperoleh dari instansi terkait, seperti P2JJ Kota Medan, BPS Kota Medan, Pemerintah Kota
(Bappeda, Dinas Perhubungan dan lain-lain) untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi lalulintas pada
persimpangan serta memberikan indikasi awal mengenai solusi pemecahan masalah pada simpang.

Tabel 4. Indikasi Orientasi Persimpangan Tidak Sebidang Berdasarakan Pola Pergerakan


Indikasi Orientasi Persimpangan Tidak Sebidang
Nama Simpang Kap Vol Maks LHR VCR Pergerakan
(smp/jam) (smp/jam) (smp) Dominan
Simp. Nasution 24.000 16.259 232.271 0,68
Lalu lintas a. Jl. Nasution (Barat) 6.720 5.823 83.186 0,87
b. Jl. Katamso (Utara) 6.720 3.193 45.614 0,48 Barat –Timur 48,6 %
c. Jl. Nasution (Timur) 6.720 4.782 68.314 0,71
d. Jl. Biru (Selatan) 3.840 2.461 35.157 0,64
Fungsi a. Jl. Nasution (Barat) Arteri Primer
dan b. Jl. Katamso (Utara) Arteri Sekunder
Barat – Timur Arteri Primer
Kelas Jalan c. Jl. Nasution (Timur) Arteri Primer
d. Jl. Biru (Selatan) Kolektor Primer
Sumber: Hasil analisis

Dari data Tabel 4 diketahui bahwa pergerakan Barat – Timur menjadi pergerakan dominan pada persimpangan Jl.
Brigjend Katamso – Jl. AH Nasution Medan. Jika trase yang akan terpilih memiliki orientasi pergerakan yang sama,
maka perlu ditinjau kembali bagaimana dampak arus lalulintas terhadap simpang terdekat dalam hal ini simpang Jl.
Karyajaya dan simpang Jl. STM. Tabel 5 memperlihatkan kondisi simpang Karyajaya dan simpang STM serta
alternatif solusi permasalahan yang akan terjadi.

Tabel 5. Kondisi Simpang Terdekat dan Alternatif Solusi


Isu Pemasalahan
Lokasi Nama Simpang Kap Vol Maks LHR VCR Pergerakan Dominan
(smp/jam) (smp/jam) (smp)
Simpang Jl. Karya Jasa 19.440 13.351 190.728 0.69
a. Jl. Nasution (Barat) 6.720 4.544 64.914 0,68
Barat – Timur
650 m sebelah Barat b. Jl. Karya Jasa (Utara) 2.880 2.184 31.200 0,76
52,16 %
c. Jl. Nasution (Timur) 6.720 5.079 72.557 0,76
d. Jl. Karya Jasa (Selatan) 3.120 1.544 22.057 0,49
Simpang Jl. STM 18.768 11.696 167.086 0,62
a. Jl. Nasution (Barat) 6.720 4.802 68.600 0,71
Barat – Timur
650 m sebelah Barat b. Jl. STM (Utara) 2.880 1.433 20.471 0,53
68,73%
c. Jl. Nasution (Timur) 6.720 4.475 63.929 0,67
d. Jl. STM (Selatan) 2.640 986 14.086 0,37
Sumber: Hasil Analisis

Berdasarkan hasil wawancara kepada instansi terkait, diketahui bahwa pengembangan persimpangan tidak sebidang
pada simpang Jl. Brigjend. Katamso – Jl. AH Nasution Medan direncanakan dengan arah orientasinya yang sejalan
dengan gambaran hasil survey pendahuluan yang memberikan indikasi pergerakan dominan pada arah Barat –
Timur yang secara tidak langsung mengakomodir pergerakan jaringan lintas lingkar luar Medan.
Beberapa titik yang menjadi sorotan dengan indikasi arah orientasi Persimpangan Tidak Sebidang antara lain:
· Jembatan Bentang 35m berada 150m sebelah Barat dengan ketinggian cukup berbeda
· Simpang Jl. Karyajaya berada 650m sebelah Barat dengan kepadatan yang cukup tinggi
· Bekas Perlintasan KA yang berada 300m sebelah Timur dengan status reaktivasi yang belum jelas
· Simpang STM berada 650m sebelah Timur dengan kepadatan yang cukup tinggi
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skematik potongan memanjang koridor Barat-Timur (Jalan AH. Nasution)
pada Gambar 3.

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 T-239


Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Transport

Gambar 3. Skematik Lokasi Permasalahan

4. ANALISIS
Terdapat dua hal utama yang dibahas pada analisis ini, yaitu:
1. Pemilihan jenis simpang tidak sebidang, apakah overpass atau underpass,
2. Penentuan trase simpang tidak sebidang (yang melayani pergerakan arah Timur-Barat) apakah hanya di Simpang
Jl. Brigjend. Katamso – Jl. AH Nasution atau melewati juga Simpang Jl. Karyajaya dan Jl. Simpang STM.
Pada satu sisi, lokasi persimpangan Brigjend. Katamso – AH. Nasution yang berbentuk punggungan dimana lokasi
simpang ini relatif lebih tinggi dari lengan arah Barat-Timur memberikan keuntungan untuk pilihan jenis konstruksi
underpass. Adapun standar perencanaan yang akan digunakan dalam evaluasi pemilihan alternatif jenis simpang
tidak sebidang adalah sebagai berikut:
1. Kriteria Desain Geometrik Jalan Utama Perkotaan, Direktorat Bina Jalan Kota, September 1995.
2. Standar perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan
Jalan Kota, Maret 1992
3. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13, 1970
Berbasis pada rumusan permasalahan yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, jenis konstruksi dan trase
Persimpangan Tidak Sebidang bermuara pada alternatif sebagai berikut:
a. Alternatif 1 (underpass) à Underpass hanya pada simpang studi (Barat – Timur 4/2)
b. Alternatif 2 (overpass 1) à Overpass hanya pada simpang studi (Barat – Timur 4/2)
c. Alternatif 3 (overpass 2) à Overpass melewati simpang Karyajaya dan simpang STM (Barat–Timur 4/2)
d. Alternatif 4 (overpass 3) à Overpass hanya pada simpang studi (Utara – Selatan 4/2)
Kriteria pemilihan simpang tak sebidang
Kriteria pemilihan trase beserta pembobotannya didasarkan pada Pedoman studi kelayakan proyek jalan dan
jembatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Teknik, Dirjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Departemen
Pekerjaan Umum dengan mengembangkan beberapa variabel sesuai dengan kondisi di wilayah studi.
Dari alternatif yang diusulkan selanjutnya dilakukan analisis berdasarkan pembobotan dari karakteristik masing-
masing skenario meliputi karakteristik pelayanan, kemudahan pelaksanaan, biaya konstruksi, dukungan terhadap
rencana pengembangan, serta dampak terhadap kinerja jaringan jalan. Keenam kriteria yang digunakan pada analisis
pada masing-masing alternatif disampaikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kriteria Pemilihan Skenario Trase Persimpangan Tidak Sebidang


No Kriteria Variabel kriteria
1 Aspek Teknis 1.a. Jarak/panjang STS (meter)
1.b. Persentase lalulintas terlayani
2 Aspek Tata ruang 2.a. Tata Guna Lahan Sepanjang Trase:
- pemukiman (m’)
- komersil (m’)
- lahan kosong (m’)
2.b ROW rencana (meter)
3 Aspek Finansial 3.a. Pembebasan Lahan (m2)
3.b. biaya konstruksi (milyar rupiah)
4 Aspek Pengembangan / Perencanaan 5.a. Rencana pengembangan transportasi wilayah
5.b. Hirarki dan Integrasi dengan jaringan jalan di sekitarnya
5 Aspek Ekonomi / Manfaat 6.a. Potensi pengurangan kemacetan di jalan utama (%)
6.b. Potensi penghematan waktu perjalanan (%)
6 Aspek Lingkungan Efek pada lahan publik

T-240 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5


Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Transport

Analisis pemilihan simpang tak sebidang


Selanjutnya karakteristik dari masing-masing alternatif tersebut dinilai berdasarkan perbandingan obyektif. Dalam
konteks ini, alternatif terbaik mendapat nilai tertinggi dan menjadi acuan untuk dibandingkan dengan alternatif
lainnya untuk masing-masing karakteristik yang dibandingkan. Selanjutnya skoring dilanjutkan dengan
memperhitungkan hasil penilaian tersebut dengan nilai bobot dari masing-masing kriteria. Adapun nilai bobot
kepentingan dari masing – masing kriteria disampaikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Bobot Tingkat Kepentingan Karakteristik


No. Kriteria/Kandidat Variabel Bobot
1 Aspek Teknis 0.166
2 Aspek Tataruang 0.109
3 Aspek Finansial 0.166
4 Aspek Pengembangan/Perencanaan 0.157
5 Aspek Ekonomi/Manfaat 0.207
6 Aspek Lingkungan 0.195
Hasil skoring merupakan hasil perkalian antara nilai dari masing – masing karakteristik yang telah dibandingkan
satu dengan lainnya berdasarkan karakteristik yang sama dengan bobot untuk masing – masing kriteria yang didapat
dari beberapa sudut pandang yang mewakili semua stake holder (Regulator, Operator, User).Adapun hasil
Pembobotan pada analisis pemilihan trase simpang tak sebidang Brigjend Katamso – AH Nasution Medan
disampaikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pembobotan Skenario Pemilihan Trase Simpang Tak Sebidang Jl. Brigjend Katamso – Jl. AH
Nasution Medan
Underpass Overpass 1 Overpass 2 Overpass 3
No Kriteria/Kandidat Variabel subbobot
B - T 4/2 B - T 4/2 B - T 4/2 U - S 4/2
1 Aspek Teknis 0.166 0.047 0.040 0.033 0.045
a Jarak (m) 50.00% 0.023 0.016 0.009 0.035
b %-tage Lalulintas terlayani 50.00% 0.024 0.024 0.024 0.010
2 Aspek Tataruang 0.109 0.032 0.020 0.012 0.045
a Tatagunalahan sepanjang trase (m')
*Pemukiman (m') 23.53% 0.007 0.002 0.001 0.016
*Komersil (m') 47.06% 0.019 0.010 0.005 0.017
*lahan kosong (m') 11.76% 0.002 0.002 0.001 0.008
b Row Rencana 17.65% 0.004 0.005 0.005 0.005
3 Aspek Finansial 0.166 0.062 0.034 0.024 0.045
a Pembebasan Lahan 50.00% 0.032 0.020 0.016 0.014
b Biaya Konstruksi (Milyar Rupiah) 50.00% 0.030 0.014 0.008 0.031
4 Aspek Pengembangan/Perencanaan 0.157 0.048 0.048 0.048 0.014
a Kesesuaian dengan rencana transportasi 50.00% 0.024 0.024 0.024 0.007
b Hirarki Jalan Yang Terhubung 50.00% 0.024 0.024 0.024 0.007
5 Aspek Ekonomi/Manfaat 0.207 0.053 0.053 0.083 0.018
a Potensi pengurangan kemacetan di Jalan Utama (%) 50.00% 0.026 0.026 0.044 0.007
b Potensi Penghematan waktu perjalanan (%) 50.00% 0.027 0.027 0.039 0.010
6 Aspek Lingkungan 0.195 0.059 0.053 0.053 0.030
a Efek Pada Lahan Publik 100.00% 0.059 0.053 0.053 0.030
BOBOT TOTAL 1.000 0.302 0.248 0.253 0.196

5. KESIMPULAN & SARAN


Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendekatan pengembangan jaringan jalan ini diharapkan akan meningkatkan aksesibilitas Kota Medan dan
sekitarnya serta diharapkan dapat meningkatkan aktifitas perekonomian wilayah. Lebih lanjut diharapkan
bahkan dapat membantu mengurangi kompleksitas permasalahan jalur transportasi jalan di Kota Medan,
dengan menurunkan hambatan samping dan konflik primer.
2. Terdapat (4) empat alternatif trase dengan berbagai jenis struktur serta arah pergerakan dan trase terpilih pada
alternatif jenis simpang tak sebidang underpass dengan arah pergerakan Barat – Timur (lengan pendekat jalan
AH Nasution Medan) dengan panjang underpass ±800 meter
3. Total rencana pembangunan simpang tak sebidang Brigjend Katamso – AH Nasution Medan yang
direncanakan adalah 1.898 meter, yang terdiri dari:
· 800 meter perencanaan underpass

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 T-241


Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Transport

· 1.098 meter pelebaran jalan dan pembenahan


Saran
Secara umum beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan Simpang Tak Sebidang
(underpass) Brigjend Katamso – AH Nasution Medan adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut yang bersifat lebih rinci dan detail untuk perencanaan pembangunan
Simpang Tak Sebidang (underpass) Brigjend Katamso – AH Nasution Medan ini, yaitu: Detail Engineering
Design (DED) dan kajian-kajian lainnya.
2. Berkaitan dengan adanya kebutuhan pembangunan simpang tak sebidang dengan jalan kereta api, perlu
dilakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama dengan Ditjen Perkeretaapian.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kotamadya Medan, Medan dalam Angka 2010, Medan
Dirjen Bina Karya (Persero), 1995, Kriteria Desain Geometrik Jalan Utama Perkotaan, Jakarta
Dirjen Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Departemen Pekerjaan Umum, 1992, Standar perencanaan
Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Jakarta
Dirjen Bina Marga, Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota, Departemen Pekerjaan Umum, 2010, Studi
kelayakan Simpang tak Sebidang Jl. Brigjen Katamso–Jl. AH. Nasution Medan, Jakarta
Dirjen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, 2004, Pedoman Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang,
Jakarta
Garber, N.J and M.D. Fontaine, 1999, Guidelines for preliminary selection of the optimum interchange type for a
specific location, Virginia Transportation Research Council, Charlottesville, Virginia
Saaty, L. Thomas, 1993, Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan
Keputusan dalam Situasi yang Kompleks, Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

T-242 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5


Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

Anda mungkin juga menyukai