Abstrak. Jalan tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi sepanjang 61,8 km merupakan salah satu
program Sumatera Utara sebagai bagian dari rencana pembangunan Trans Sumatra. Jalan tol
ini memiliki 7 interchange yaitu: Tanjung Morawa, Kualanamu, Parbarakan, Lubuk Pakam,
Perbaungan, Teluk Mengkudu, dan Sei Rampah serta memiliki makna strategis untuk
mengembangkan pembangunan jaringan infrastruktur jalan. Dalam penulisan tugas akhir ini
dipilih lokasi pada wilayah 1 yaitu seksi 3 dan 4B. Pada seksi 3 terdapat junction Parbarakan,
sedangkan pada seksi 4B terdapat interchange Perbaungan dengan bentuk interchange trompet
dengan kombinasi direct ramp, semi direct ramp dan loop ramp. Dari perencanaan geometrik
ini dipilih 1 ramp untuk mewakili 4 ramp yang terdapat pada 1 junction dan 1 interchange
tersebut. Perencanaan geometrik ini meliputi perencanaan trase jalan, alinyemen horizontal dan
vertikal. Untuk alinyemen horizontal, jenis tikungan yang dipakai dalam desain interchange ini
yaitu tikungan FC, SS, SCS dan untuk alinyemen vertikal adalah vertikal cembung dan cekung.
Abstract. Medan toll road-Kualanamu-Tebing Tinggi along the 61.8 km is one of the programs
of North Sumatra as part of a plan to build the Trans Sumatra. The highway has 7 interchange
are: Tanjung Morawa, Kualanamu, Parbarakan, Lubuk Pakam, Perbaungan, Teluk
Mengkudu, and Sei Rampah and have strategic significance to develop road infrastructure
network development. In the writing of this final project selected the location on the region 1
i.e. section 3 and 4B. There are 3 sections on the junction Parbarakan, whereas in section 4B
there is interchange with the form a trumpet interchange Parbaungan with a combination of
direct ramp, semi-direct ramp and loop ramp. From the geometric planning have been one
ramp to represent 4 ramp located at junction 1 and 1 the interchange. This geometric planning
involves planning the road alignment, horizontal and vertical alignment. For horizontal
alignment, type of curve used in desain interchange is that twists FC, SS, SCS and vertical
alignment is vertical convex and concave.
1. PENDAHULUAN
Sektor perhubungan, khususnya darat merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam
pembangunan, mengingat sektor ini akan terus berkembang sejalan dengan pertumbuhan jumlah
penduduk, kebutuhan perjalanan dan aktifitas masyarakat yang menyebabkan meningkatnya arus lalu
lintas sehingga kebutuhan akan jalan raya sebagai sarana perhubungan darat akan semakin meningkat.
Dalam perkembangannya jalan yang merupakan sarana perhubungan tidak mampu berfungsi karena
arus lalu lintas yang makin padat sehingga terjadi berbagai permasalahan seperti terjadi kemacetan,
biaya perjalanan mahal, waktu tempuh yang lama serta kenyamanan lalu lintas tidak terjamin.
Dari permasalahan ini, dapat ditempuh beberapa alternatif pemecahannya, misalnya dengan
pelebaran jalan, penambahan lapisan perkerasan jalan (overlay) atau pembukaan jalan baru. Untuk
pembukaan jalan baru dapat dipilih alternatif jalan bebas hambatan. Pembangunan persimpangan tidak
sebidang adalah salah satu upaya penanganan masalah lalu lintas pada jalan tol dan pemilihan tipe
ramp pada interchange yang sesuai dengan kondisi lahan jalan tol merupakan solusi dari masalah lalu
lintas tersebut tanpa mengurangi kenyamanan dan keamanan pemakai jalan.
Adapun alasan pemilihan judul dan lokasi penelitian ini karena jalan tol ini memiliki 7
interchange yaitu: Tanjung Morawa, Kualanamu, Perbarakan, Lubuk Pakam, Perbaungan, Teluk
Mengkudu, dan Sei Rampah serta memiliki makna strategis untuk mengembangkan pembangunan
jaringan infrastruktur jalan yang terhubung antara suatu daerah dengan daerah lainnya, sehingga
diharapkan aktifitas pergerakan baik barang, jasa maupun manusia lebih mudah dan lebih efisien dalam
segi waktu dan jarak tempuh.
2. TINJAUAN PUSTAKA
1
Studi pustaka digunakan untuk memecahkan masalah yang ada, baik untuk menganalisa faktor-
faktor dan data pendukung maupun untuk merencanakan suatu konstruksi dalam hal ini perencanaan
geometrik ramp pada interchange jalan tol. Dalam bab ini secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu
landasan teori, standar perencanaan dan ketentuan teknis ramp pada junction dan interchange.
Terdapat beberapa karakteristik kunci keenam tipe utama interchange. Direktorat Jenderal
Prasarana Wilayah, (2004), telah membahas karakteristik kapasitas relatif, ROW, dan biaya terhadap
tipe diamond interchange, SPUI, partial cloverleaf, Full cloverleaf, trumphet dan directional, seperti
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1: Ringkasan karakteristik persimpangan tak sebidang (Direktorat Jenderal Prasarana Wilayah, 2004).
Tipe Keperluan
Kapasitas Biaya Keterangan
Simpang Right of Way
2
Acuan utama standar perencanaan ramp pada interchange jalan tol ini yaitu Standar Perencanaan
Geometrik Jalan Bebas Hambatan Untuk Jalan Tol (SPGJBHUJT) No. 007/BM/2009, Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TCPGJAK) No. 038/TBM/1997, dan Peraturan
Perencanaan Geometri Jalan Raya (PPGJR) Direktorat Jendral Bina Marga No No.13/1970. Dalam
standar perencanaan ini, secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu dari aspek teknis dan aspek
kelayakan ekonomi.
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada
perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberi pelayanan
yang optimum pada arus lalu lintas. Perencanaan geometrik secara umum menyangkut aspek-aspek
perencanaan bagian jalan:
1. Penampang melintang jalan/ trase jalan
2. Alinyemen horisontal, merupakan perhitungan perencanaan horizontal jalan yang digunakan
sebagai acuan untuk menentukan bentuk tikungan.
3. Alinyemen vertikal, merupakan perhitungan vertikal jalan yang digunakan untuk menentukan
jenis turunan dan panjang lintasan turunan.
Selesai
Gambar 2: Bagan alir penelitian.
4
a) Fungsi jalan : Jalan tol
b) Klasifikasi jalan : Kelas I
c) Kelas medan : Pegunungan
d) Jenis jalan : Arteri
e) Kecepatan rencana
1. Ramp 3 Parbarakan (Seksi 3) : 60 km/jam
2. Ramp 4 Perbaungan (Seksi 4B) : 40 km/jam
f) Lebar perkerasan :
g) Lebar bahu luar :3 m
h) Lebar bahu dalam :1 m
(1)
(2)
(3)
Titik lintasan yang dilewati pada trase jalan untuk Ramp 3 Pada junction Parbarakan (Seksi 3) dan
Ramp 4 Pada interchange Perbaungan (Seksi 4B) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2: Titik lintasan trase jalan ramp 3 pada interchange dan ramp 4 pada junction.
No. Nama Titik Koordinat X,Y Pada Ramp 3 junction Koordinat X,Y Pada Ramp 4 interchange
1 Titik Awal x = 483905,638 y = 391268,639 x = 500653,428 y = 390977,021
2 Titik PI1 x = 483910,749 y = 391226,025 x = 500640,987 y = 390988,562
3 Titik PI2 x = 483930,910 y = 390941,563 x = 500595,192 y = 391099,859
4 Titik PI3 x = 484464,737 y = 390831,315 x = 500394,904 y = 391154,954
5 Titik Akhir x = 484608,857 y = 390792,844 x = 500343,434 y = 391166,235
5
pandangan ditikungan. Data tikungan pada masing-masing ramp dapat dilihat pada Tabel 3 dan
perencanaan alinyemen horizontal yang telah diperhitungkan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3: Data tikungan ramp 3 pada junction dan ramp 4 pada interchange.
Tabel 3: Lanjutan.
6
Data tikungan ramp 4 pada interchange Perbaungan (Seksi 4B)
Data tikungan PI1 (SS) Data tikungan PI2 (SCS) Data tikungan PI3 (FC)
VR = 40 Km/jam VR = 40 Km/jam VR = 40 Km/jam
= = =
R = 57,8 m R = 125 m R = 2000 m
Ls = 50 m Ls = 50 m Ls =0m
emaks =7% emaks = NC (asumsi 2 %) emaks = NC (asumsi 2 %)
en =2% en =2% en =2%
Tabel 4: Hasil perhitungan bentuk tikungan alinyemen horizontal pada ramp 3 dan ramp 4.
Data tikungan ramp 3 pada junction Parbarakan (Seksi 3)
Komponen tikungan PI1 Komponen tikungan PI2 Komponen tikungan PI3
Full Circle (FC) Spiral Circle Spiral (SCS) Full Circle (FC)
`
4.4 Perencanaan Alinyemen Vertikal
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan menggunakan lengkung
vertikal. Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangent)
adalah lengkung vertikal cekung dan lengkung vertikal cembung. Untuk menghitung lengkung vertikal
diperlukan elevasi tanah yang telah disurvei sebelumnya, kemudian menghitung kelandaian
memanjang menggunakan Pers. 4.
gn (4)
Perhitungan elevasi vertikal dan stationing vertikal pada ramp 3 junction Parbarakan dan ramp 4
interchange Perbaungan dapat dilihat Tabel 5 dan Tabel 6.
7
Tabel 6: Perhitungan kelandaian memanjang ramp 4 Perbaungan.
Perhitungan lengkung vertikal selanjutnya dapat dihitung menggunakan Pers. 5, Pers. 6 dan Pers.
7 sehingga didapat hasil perhitungan lengkung vertikal, elevasi vertikal, dan stationing vertikal (lihat
Tabel 7 dan Tabel 8).
(5)
(6)
(7)
8
Lengkung Vertikal Cekung
PVI 1 g1 (%) - 3,140 Elv. PLV1 18,443 Sta. PLV1 4+033
Sta. g2 (%) - 0,095 Elv. Y1 18,208 Sta. Y1 4+41,5
Tabel 8: Lanjutan.
Ramp 3 pada junction Parbarakan (Seksi 3) Ramp pada interchange Perbaungan (Seksi 4B)
Panjang Horizontal Jalan Panjang Horizontal Jalan
No. Jalan (Stationing) No. Jalan (Stationing)
(m) (m)
STA. A 3 + 0,000 STA. A 4 + 0,000
STA. TC1 3 + 0,000 STA. TS1 4 + 1,691
STA. PI1 3 + 42,923 STA. PI1 4 + 26,970
STA. CT1 3 + 85,846 STA. PLV1 4 + 33,000
STA. PLV1 3 + 86,425 STA. PPV1 4 + 50,000
STA. PPV1 3 + 125,000 STA. SS1 4 + 50,279
STA. TS2 3 + 141,213 STA. ST1 4 + 52,249
STA. PTV1 3 + 163,575 STA. TS2 4 + 60,825
STA. PLV2 3 + 175,000 STA. PTV1 4 + 67,000
STA. PPV2 3 + 200,000 STA. SC2 4 + 136,675
STA. PTV2 3 + 225,000 STA. PI2 4 + 147,500
STA. SC2 3 + 284,886 STA. CS2 4 + 157,205
STA. PI2 3 + 328,099 STA. PLV2 4 + 158,000
STA. CS2 3 + 374,062 STA. PPV2 4 + 175,000
STA. ST2 3 + 472,062 STA. PTV2 4 + 192,000
STA. PLV3 3 + 525,000 STA. TS2 4 + 207,205
STA. PPV3 3 + 550,000 STA. TC3 4 + 302,360
STA. PTV3 3 + 575,000 STA. PI3 4 + 355,228
STA. PLV4 3 + 700,000 STA. CT3 4 + 408,096
STA. TC3 3 + 723,992 STA. B 4 + 408,096
STA. PPV4 3 + 725,000
STA. PTV4 3 + 750,000
STA. PI3 3 + 873,192
STA. CT3 3 + 1022,358
STA. B 3 + 1022,358
9
1) TC-2 (Ruas Kayu Besar/ Tanjung Morawa – Bandara Kualanamu). Masjid Nurul Huda, Dusun V,
Desa Telaga Sari, Batang Kuis (KM 20)
2) TC-3 (Ruas Kayu Besar/ Tanjung Morawa – Lubuk Pakam). Mall Suzuya (KM 15)
3) TC-4 (Ruas Lubuk Pakam – Perbaungan). SPBU Galangan (KM 28)
Lokasi survei perhitungan lalu lintas TC-2, TC-3 dan TC-4 dapat dilihat pada Gambar 3.
Awal
Proyek
Interchange
Sei Rampah
Akhir
Proyek
Gambar 3: Lokasi survei penghitungan lalu lintas (TC) (PT. Eskapindo Matra).
Perhitungan LHR di lokasi TC-2, TC-3 dan TC-4 untuk masa konsesi jalan tol selama 40 tahun
dapat diperhitungkan dengan menggunakan Pers. 8 dengan data sekunder yang diperoleh dari PT.
Eskapindo Matra (lihat Tabel 10).
(8)
Tabel 10: Perhitungan LHR untuk masa konsesi jalan tol di lokasi TC-2, TC-3 dan TC-4.
Data awal Data awal Data awal
Pertumbuhan Untuk 40 Untuk 40 Untuk 40
TC-2 TC-3 TC-4
Lalulintas (i) Tahun Tahun Tahun
(27,71 %) (8,86 %) (7,89 %)
Mobil
penumpang 22.489 398.993.977 26.093 398.993 22.652 472.448
(kend/ hari)
Bus
508 9.012.803 3.913 116.746 3.603 75.147
(kend/ hari)
Truk ¾ As
658 11.674.064 3.116 92.967 1.785 37.229
(kend/ hari)
Truk 2 As
201 3.566.089 2.953 88.104 2.033 42.402
(kend/ hari)
Truk 3 As
122 2.164.492 2.557 76.289 1.067 22.254
(kend/ hari)
Truk 4 As
8 141.934 1.596 47.617 1.115 23.255
(kend/ hari)
Truk 5 As/
lebih 13 230.643 1.236 36.877 1.172 24.444
(kend/ hari)
Total LHR
23.999 425.784.004 41.464 1.237.098 33.427 697.180
(kend/ hari)
10
5. KESIMPULAN
Dari hasil studi yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Acuan utama standar perencanaan ramp pada interchange jalan tol ini yaitu Standar Perencanaan
Geometrik Jalan Bebas Hambatan Untuk Jalan Tol (SPGJBHUJT) No. 007/BM/2009, Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TCPGJAK) No. 038/TBM/1997, dan Peraturan
Perencanaan Geometrik Jalan Raya (PPGJR) Direktorat Jendral Bina Marga No No.13/1970.
2. Dari ke tujuh lokasi interchange yang terdapat pada proyek jalan tol Medan-Kualanamu-Tebing
Tinggi ini, dipilih 2 lokasi dalam tugas akhir ini yaitu junction Parbarakan di seksi 3 dan
interchange Perbaungan di seksi 4B, dimana perencanaan ramp diperhitungkan pada salah satu
ramp yang terdapat pada junction dan interchange. Ramp yang diperhitungkan adalah ramp 3 pada
junction Parbarakan dan ramp 4 pada interchange Perbaungan.
3. Bentuk interchange yang diterapkan dalam perencanaan ini yaitu jenis interchange tiga kaki
dengan tipe interchange trumphet yang memiliki bentuk ramp yang beragam seperti direct ramp,
semi direct ramp dan indirect ramp atau loop, yang menghubungkan antara jalan utama tol dengan
jalan akses untuk tetap mendukung aksesibilitas transportasi pada wilayah persimpangan tersebut.
4. Perhitungan trase jalan dari titik awal ke titik akhir dengan koordinat yang telah diketahui pada
setiap ramp di junction dan interchange:
a) Ramp 3 pada junction Perbarakan (Seksi 3)
1. Jarak titik awal ke titik PI1 = 42,923 m
2. Jarak titik PI1 ke titik PI2 = 285,176 m
3. Jarak titik PI2 ke titik PI3 = 545,093 m
4. Jarak titik PI3 ke titik akhir = 149,166 m
Total jarak titik awal ke titik akhir = 1022,358 m
b) Ramp 4 pada interchange Perbaungan (Seksi 4B)
1. Jarak titik awal ke titik PI1 = 26,970 m
2. Jarak titik PI1 ke titik PI2 = 120,350 m
3. Jarak titik PI2 ke titik PI3 = 207,728 m
4. Jarak titik PI3 ke titik akhir = 52,692 m
Total jarak titik awal ke titik akhir = 407,739 m
5. Total lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) untuk masa konsesi jalan tol selama 40 tahun pada
masing-masing TC adalah:
a) TC-2 = 23.999 kend/hari, menjadi 425.784.004 kend/ hari dengan i = 27,71 %
b) TC-3 = 41.464 kend/ hari, menjadi 1.237.098 kend/ hari dengan i = 8,86 %
c) TC-4 = 33.427 kend/ hari, menjadi 697.180 kend/ hari dengan i = 7,89 %
DAFTAR PUSTAKA
_______(2009) No. 007/BM/2009. Geometri Jalan Bebas Hambatan Untuk Jalan Tol. Direktorat
Jendral Bina Marga, Jakarta.
http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20120426145821.PDF
diakses 15 Januari 2017.
_______(1970) No.13/1970. Peraturan Perencanaan Geometri Jalan Raya (PPGJR) Direktorat Jendral
Bina Marga. PU. Jakarta.
http://pustaka.ustjogja.ac.id/index.php?p=show_detail&id=5503.pdf
diakses 20 Januari 2017
_______(1997) No. 038/TBM/1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Direktorat
Jendral Bina Marga, Jakarta.
http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20120703162920.pdf
diakses 27 Januari 2017.
Haryanto, J. (2004) Perencanaan Persimpangan Tidak Sebidang Pada Jalan Raya. Jurnal Universitas
Sumatera Utara, hal. 1-14.
Munajat, W. (2015) Tugas Resume Perencanaan Geometri Jalan, Jurnal Universitas Mercu Buana,
hal. 1-41.
11
Mowemba, Y. (2014) Tugas Besar Perancangan Geometrik Jalan. Jurnal Universitas Tadulako, hal 1-
109.
Setiawan, R. (2005) Desain Geometri Loop Ramp dengan Metode Compound Curve Radii. Jurnal
Universitas Kristen Petra, hal.1-8.
Sukirman, S. (1999) Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Bandung: Penerbit Nova.
Sunarto (2009) Perencanaan Jalan Raya Cemorosewu-Desa Pacalan Dan Rencana Anggaran Biaya.
Jurnal Universitas Sebelas Maret, hal.1-161.
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja ruas lalu lintas pada ruas jalan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Volume lalu lintas (Q), Kapasitas (C), Derajat
Kejenuhan (DS). Arus Jenuh menggunakan 6 variabel yaitu kapasitas dasar (S O), faktor
penyusuaian ukuran kota (FCS), faktor penyesuaian hambatan samping (FSF), faktor penyesuaian
parkir (FP), faktor penyuyesuaian belok kanan (F RT), dan faktor penyuyesuaian belok kanan (F LT).
Kapasitas pendekat Utara 1504 smp/jam, Volume (Q) 1317 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan)
0,90, Arus Jenuh 6045 smp/jam, Arus Jenuh Dasar 6390 smp/jam, Hambatan Samping (F SF) 0,946.
Kapasitas pendekat Timur 887 smp/jam, Volume (Q) 1310 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 1,52,
Arus Jenuh 4938 smp/jam, Arus Jenuh Dasar 5220 smp/jam, Hambatan Samping (F SF) 0,946.
Kapasitas pendekat Barat 866 smp/jam, Volume (Q) 1387 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 1,65,
Arus Jenuh 2844 smp/jam, Arus Jenuh Dasar 3000 smp/jam, Hambatan Samping (F SF) 0,948.
Kapasitas pendekat Selatan 1384 smp/jam, Volume (Q) 1146 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan)
0,86, Arus Jenuh 6058 smp/jam, Arus Jenuh Dasar 6390 smp/jam, Hambatan Samping (F SF) 0,948.
Pada setiap ruas jalan yaitu ada yang menjadi tidak stabil yaitu ruas pendekat Barat (1.65).
Berdasarkan MKJI apabila nilai D/S > 1 maka aruas jalan dikatakan sudah tidak stabil dan macet
yang terlalu lama.
Kata Kunci: Volume Lalu Lintas (Q), Kapasitas Jalan (C), Derajat Kejenuhan (DS).
Abstract. This study aims to determine the performance of road traffic on the roads. This research
was conducted using the traffic volume (Q), capacity (C), Degree of Saturation (DS). Flow
Saturated using six variables, the basic capacity (SO), factor penyusuaian size of the city (FCS),
the adjustment factor side friction (FSF), the adjustment factor park (FP), a factor penyuyesuaian
turn right (FRT), and factors penyuyesuaian turn right (FLT ). North closers capacity of 1504 smp
/ hour, Volume (Q) 1317 smp / hour, DS (Degree of Saturation) 0.90, Saturated Flow 6045 smp /
hour, Saturated Flow Basic 6390 smp / hour, Barriers Side (FSF) 0.946. 887 East closers capacity
smp / hour, Volume (Q) 1310 smp / hour, DS (Degree of Saturation) 1.52, Saturated Flow 4938
smp / hour, Saturated Flow Basic 5220 smp / hour, Barriers Side (FSF) 0.946. 866 West closers
capacity smp / hour, Volume (Q) 1387 smp / hour, DS (Degree of Saturation) 1,65, Saturated Flow
2844 smp / hour, Saturated Flow Basic 3000 smp / hour, Barriers Side (FSF) 0.948. South closers
capacity of 1384 smp / hour, Volume (Q) 1146 smp / hour, DS (Degree of Saturation) 0.86,
Saturated Flow 6058 smp / hour, Saturated Flow Basic 6390smp / hour, Barriers Side (FSF)
0.948. At every street that no one becomes unstable that segment closers West ( 1,65). Based MKJI
if the value of D / S> 1 then aruas road is said to be unstable and stalled for too long.
Keywords: Traffic Volume (Q), Highway Capacity (C), Degree of Saturation (DS).
1. PENDAHULUAN
12
Peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern mengisyaratkan adanya
peningkatan kebutuhan ruang untuk aktivitas perekonomian. Dengan berdirinya The
Manhattan Mall and Condominium pusat perbelanjaan baru dan apertemen di Medan maka
akan menimbulkan dampak terhadap arus lalu lintas dan menambah volume lalu lintas.
Masalah lalu lintas/kemacetan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pemakai jalan,
terutama dalam hal pemborosan waktu (tundaan), pemborosan bahan bakar, pemborosan
tenaga dan rendahnya kenyamanan berlalu lintas serta meningkatnya polusi baik suara
maupun polusi udara
Berdirinya suatu pusat perbelanjaan baru disuatu lokasi, tentunya akan membawa dampak
bagi segala pihak. Baik itu dampak positif dan dampak negative. Tentunya pemerintah
menginginkan dampak yang baik untuk semua pihak, baik itu ekonomi dan sosialnya.
Pembangunan lokasi baru perbelanjaan juga akan berpengaruh untuk lalu lintasnya, dengan
adanya pusat perbelanjaan baru, otomatis kelancaran arus lalu lintasnya pun akan berubah
seiring aktivitas yang ada di tempat tersebut.
1.1. Persimpangan
Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika
berkendara didalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan didaerah perkotaan biasanya
memiliki persimpangan, dimana pengemudi dapat memutuskan untuk jalan terus atau membelok dan
pindah jalan. Persimpangan jalan dapat didefinisikan sebagai daerah umum di mana dua jalan atau
lebih bergabung atau persimpangan termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu-lintas
Tabel 1: Nilai konversi satuan mobil penumpang pada simpang (MKJI, 1997).
Nilai emp untuk tipe pendekat
Jenis Kendaraan
Terlindung Terlawan
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4
Menghitung volume lalu lintas digunakan Pers. 1 (MKJI, 1997) sebagai berikut:
Q = QLV + QHV x empHV + QMC x empMC (1)
C = S x g/c (2)
13
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam).
S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau
(smp/jam hijau = smp per-jam hijau).
g = Waktu hijau (det).
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal
hijau yang beruntun pada fase yang sama).
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0) yaitu arus
jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi
sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan (MKJI, 1997)
sebelumnya.
Dimana:
FCS = Faktor penyesuai ukuran kota, berdasarkan jumlah penduduk Kota Medan yakni sebesar
2,2 juta jiwa (berada pada range 1 – 3 juta jiwa), maka nilai F CS = 1.00 (untuk nilai semua
pendekat).
FSF = Faktor penyesuaian hambatan samping, berdasarkan kelas hambatansamping, dari
lingkungan jalan tersebut, maka dinyatakan lingkunganjalan adalah termasuk kawasan
komersial (COM). Jalan yang ditinjau merupakan jalan dua arah dipisahkan oleh median
dengan tipe fase terlindung, sehinggadengan rasio kendaraan tak bermotor.
FG = Faktor penyesuaian terhadap kelandaian (G), berdasarkan naik (+) atau turun (-)
permukaan jalan, FG = 1,00 (mendatar).
FP = Faktor penyesuaian parkir (P), berdasarkan jarak henti kendaraan parkir,FP = 1,00.
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri, ditentukan sebagai fungsi dari rasiobelok kiri PLT. Untuk
jalan yang dilengkapi dengan lajur belok kiri jalan terus (LTOR) maka nilai FLTtidak
diperhitungkan, FLT = 1.00.
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan, ditentukan sebagai fungsi rasiobelok kanan PRT. Untuk
jalan yang dilengkapi dengan median, nilaiFRT tidak diperhitungkan.
Dimana,
UM = Data survei tidak bermotor.
MV = Kendaraan total bermotor (MC+LV+HV).
Untuk pendekat terlidung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari leher efektif pendekat (We),
yang telah ditetapkan (MKJI, 1997) sebagai berikut:
S0 = 600 x We (5)
Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masing-
masing pendekat. Derajat kejenuhan diperoleh (MKJI, 1997) sebagai berikut:
DS = Q/C (6)
Dimana:
DS = derajat kejenuhan.
Q = volume kendaraan (smp/jam).
C = kapasitas jalan (smp/jam).
Level of Service (LOS) dapat diketahui dengan melakukan perhitungan perbandingan antara
volume lalu lintas dengan kapasitas dasar jalan (V/C). Dengan melakukan perhitungan terhadap nilai
14
LOS, maka dapat diketahui klasifikasi jalan atau tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan tertentu.
Adapun standar nilai LOS dalam menentukan klasifikasi jalan adalah seperti pada Tabel 2.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi yang digunakan untuk mendapatkan seluruh data yang akan digunakan dalam analisis
dan evaluasi diilustrasikan pada Gambar 2. Beberapa asumsi-asumsi maupun batasan-batasan
digunakan dalam hubungannya dengan kualitas maupun kuantitas data yang dibutuhkan.
Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah:
a. Metode literatur, yaitu mengumpulkan, mengidentifikasi serta mengolah data tertulis dan
metode kerja yang dapat dipergunakan sebagai input pembahasan materi.
b. Metode observasi yaitu dengan melakukan peninjauan lapangan secara langsung.
c. Metode wawancara, yaitu mendapatkan data dengan menanyakan langsung kepada instansi
terkait atau nara sumber yang dianggap benar sebagai input dan referensi.
Tabel 2: Standar nilai LOS (Hightway Capacity Manual, 2000).
C 0,70 < V/C < 0,80 Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol oleh lalu lintas
Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume
D 0,80 < V/C < 1
mendekati kapasitas
Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas
F >1 kapasitas, sering terjadi kemacetan pada waktu yang
cukup lama.
15
Gambar 2: Diagram alir penelitian.
Data geometrik simpang merupakan data yang memuat kondisi geometrik jalan pada simpang
yang diamati. Data ini dapat diperoleh langsung di lapangan berupa data primer kondisi eksisting
melalui survei. Survei dulakukan pada saat kondisi jalan masih sepi dari kendaraan untuk menghindari
gangguan arus lalu lintas. Adapun data geometrik persimpangan yang diperoleh dapat dilihat pada
Tabel 2.
Setiap kaki persimpangan diberi kode pendekat U, S, T, dan B dengan keterangan sebagai berikut :
U (Utara) adalah kaki persimpangan di sebelah utara Jalan Asrama.
S (Selatan) adalah kaki persimpangan di sebelah selatan Jalan Gagak Hitam.
B (Barat) adalah kaki persimpangan di sebelah barat yakni Jalan Gatot Subroto arah Binjai.
T (Timur) adalah kaki persimpangan di sebelah timur yakni Jalan Gatot Subroto arah Medan.
Tabel 2: Kondisi Geometrik Jalan Asrama, Jalan Gatot Subroto, Jalan Gagak Hitam.
PENDEKAT UTARA TIMUR SELATAN BARAT
Tipe lingkungan jalan COM COM COM COM
Hambatan samping Rendah Rendah Rendah Rendah
Median Ada Ada Ada Ada
Lebar Median (m) 2,00 1,50 2,00 0.50
Belok Kiri jalan terus Ada Ada Ada Ada
Lebar Pendekat (m) 12,86 11,4 12,86 7,50
Lebar Pendekat Masuk (m) 10,65 8,70 10,65 5,00
Lebar Pendekat LTOR (m) 2,21 2,70 2,21 2,50
Lebar Pendekat Keluar (m) 10,65 8,70 10,65 5,00
Rasio
Pendekat Volume (smp/jam) Kapasitas (smp/jam) Volume/kapasitas Tingkat Pelayanan
(smp/jam)
Utara 2424 1504 1,6 F
16
Selatan 2253 887 1,6 F
Timur 2417 866 2,7 F
Barat 2494 1384 2,8 F
4. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil survei selama satu minggu dari tanggal 16 Mei 2016 – 22 Mei 2016 yang dilakukan,
puncak pengaruh kepadatan kendaraan itu terjadi pada Hari Senin. Nilai volume yang terjadi pada
Hari Senin yaitu untuk bagian Utara sebesar 1317 smp/jam, bagian Timur sebesar 1310 smp/jam,
bagian Barat sebesar 1387 smp/jam, dan bagian Selatan sebesar 1146 smp/jam.
2. Nilai Derajat kejenuhan dan tingkat pelayanan pasca sebelum beroperasi diperoleh:
- Pada pendekat Utara diperoleh = 0,90, dapat dikategorikan dalam tingkat pelayanan masuk
golongan D “arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati
kapasitas”.
- Pada pendekat Timur diperoleh = 1,52 dapat dikategorikan dalam tingkat pelayanan masuk
golongan F “arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, sering terjadi
kemacetan pada waktu yang cukup lama”.
- Pada pendekat Selatan diperoleh = 0,86 dapat dikategorikan dalam tingkat pelayanan masuk
golongan D “arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati
kapasitas”.
- Karena adanya proyek pembangunan The Manhattan Mall and Condominium disisi ruas
persimpangan Jalan Gatot Subroto Sisi Barat ke arah Binjai dan ruas jalan yang terlalu kecil,
maka nilai Derajat kejenuhan pendekat Barat diperoleh = 1,65 dapat dikategorikan dalam
tingkat pelayanan masuk golongan F “arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas
kapasitas, sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup lama”,
DAFTAR PUSTAKA
17
Direktorat Jendral Bina Marga (1997) Manual kapasitas jalan Indonesia. Departemen Pekerjaan
Umum. Jakarta.
Direktorat Jendral Bina Marga (1970) Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta.
Morlok, E.K. (1978) Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga.
Marlok, E.K. (1998) Klasifikasi Tingkat Pelayanan Jalan. Terjemahan Yani Sianipar. Jakarta:
Erlangga.
Siahaan, J.B. (2014) Analisa Kinerja Simpang Empat Bersinyal Dengan Menggunakan Program KAJI
dan SIDRA(Studi Kasus: Simpang Pondok Kelapa, Medan). Laporan Tugas Akhir. Universitas
Sumatera Utara.
Situmorang, I. (2012) Pengaruh Pusat Perbelanjaan Baru Terhadap Dampak Lalu Lintas (Studi Kasus:
Medan Focal Poin Jl. Ringroad Gagak Hitam. Laporan Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara.
Tamin, O.Z. (1997) Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Wibowo, S.S. (1997) Pengantar Rekayasa Jalan. Bandung.
Widodo, A.S. (2007) Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN) Pada Pusat Perbelanjaan Yang
Telah Beroperasi Ditinjau Dari Tarikan Perjalanan (Studi Kasus Pada Pasific Mall Tegal. Tesis
Program Magister Teknik Sipil, Jurusan Manajemen Rekayasa Infrastruktur. Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro. Semarang.
18
STUDI PEMANFAATAN AIR HUJAN DARI ATAP BANGUNAN SEBAGAI SOLUSI
MENGHEMAT PEMAKAIAN AIR PDAM PADA GEDUNG PERKANTORAN
DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN
Abstrak. Kebutuhan air perkotaan semakin besar akibat dari peningkatan jumlah penduduk
dan perubahan fungsi lahan menyebabkan tidak adanya lahan untuk penyerapan air hujan
sehingga limpasan air hujan meningkat. Untuk itu perlu dilakukannya konservasi air dengan
upaya panen air hujan, dimana air hujan yang di panen dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air
baku di kecamatan Medan Belawan salah satunya pada gedung perkantoran di wilayah
tersebut. Data yang dikumpulkan berupa luas atap gedung perkantoran dari pemodelan
bangunan dengan menggunakan software Autocad, data curah hujan harian maksimum dari
BMKG Sampali dan kebutuhan air yang diperlukan. Dari hasil analisa didapatkan kapasitas
bak penampung pada gedung perkantoran sebesar 100m³, dapat menghemat pemakaian air
PDAM selama 12 bulan. Dari hasil analisa dapat disimpulkan penggunaan air hujan dapat
menghemat air dari PDAM sebesar 78% biaya yang dapat di hemat sebesar Rp 7,093,655
dalam waktu 12 bulan, dari normalnya biaya pembayaran air PDAM yang dikeluarkan sebesar
Rp 8,378,424 dalam waktu 12 bulan.
Kata kunci: Pemanenan air hujan, kebutuhan air, gedung perkantoran, bak penampung,
penghematan.
Abstract. The increasing urban water demand due to the increase of population and the
change of land function caused the absence of land for rain water absorption so that
rainwater runoff increased. Therefore, it is necessary to do water conservation with rain water
harvesting efforts, where rain water in harvest can be utilized for the need of raw water in
Medan Belawan district one of them in office building in the area. The data collected in the
form of roof area of office building from building modeling using Autocad software, maximum
daily rainfall data from BMKG Sampali and needed water requirement. From the analysis
results obtained the capacity of a container in an office building of 100m³, can save water
usage PDAM for 12 months. From the results of the analysis, it can be concluded that the use
of rain water can save water from PDAM by 78% cost which can be saving Rp 7.093,655 in
12 months, from the normal paying cost of PDAM issued by Rp 8,378,424 within 12 months.
1. PENDAHULUAN
Kebutuhan air bersih yang semakin meningkat saat ini harus diimbangi dengan jumlah air bersih
yang tersedia. Terutama didaerah perkotaan seperti kota Medan, seiring pesatnya pembangunan
gedung-gedung dan perumahan, kebutuhan air bersih akan selalu meningkat sementara air bersih
tersebut semakin langka dan harus dibayar mahal. Sedangkan krisis sumber daya air disebabkan oleh
19
kebutuhan air yang semakin besar akibat dari peningkatan jumlah penduduk dan perubahan fungsi
lahan akan berdampak pada perubahan siklus hidrologi.
Perubahan fungsi lahan menyebabkan peningkatan volume aliran limpasan air permukaan
sehingga volume air yang mengalami infiltrasi dan menjadi air tanah menjadi berkurang. Sedangkan
air yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kegiatan konsumsi hanya air tawar yang jumlahnya
sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan di bumi.
Pada akhirnya hal ini akan menimbulkan krisis air bagi manusia yang akan berdampak buruk bagi
kehidupan manusia yang sangat bergantung akan keberadaan air. Oleh karena itu perlu segera
dilakukan konservasi sumber daya air untuk menjaga kelestarian sumber daya air secara berkelanjutan
diantaranya melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya air, baik dari sisi penggunaannya maupun
penyediaannya sangat diperlukan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Air menjadi salah satu aspek yang paling menentukan dalam kelangsungan bumi beserta isinya.
Air merupakan kandungan zat terbesar dibumi yaitu sekitar sepertiga dari kandungan bumi. Air
mempunyai sifat dan bentuk yang berbeda-beda, tergantung dalam kondisi apa air itu berada.
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran, sifat-sifat kimia dan
fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan mahluk-mahluk hidup
(Seyhan, 1990).
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus
hidrologi. Siklus hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke
atmosfir (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut.
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui
vegetasi atau media lainnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi
(pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun didalam tanah yang
berakhir di laut.
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari alam yang terdapat di
atmosfir. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Hujan berasal dari uap air di atmosfir,
sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan
tekanan atmosfir. Uap air tersebut akan naik ke atmosfir sehingga mendingin dan terjadi kondensasi
menjadi butir-butir air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh sebagai hujan (Triatmodjo, 1998).
Dibumi kita ini 97% adalah air asin. Dan hanya 3% berupa air tawar yang lebih dari 2 per tiga
bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air tawar yang tidak membeku dapat
ditemukan terutama didalam tanah berupa air tanah, dan hanya sebagian kecil berada diatas
permukaan tanah dan di udara.
Berdasarkan Low Impact Development Design Strategies (An Integrated Design Approach), tujuan
utama dari penerapan metode ini adalah untuk menata ulang fungsi hidrologi pada suatu daerah yang
berskala kecil, sehingga keadaannya hampir sama dengan sebelum dilakukannya pembuangan pada
daerah tersebut dengan teknik desain site yang dapat menyimpan, infiltrasi, evaporasi, dan menangkap
limpasan (runoff).
Metode Rainwater harvesting adalah metode yang terkait dengan pemanenan air hujan.
Metode kuno ini dipopulerkan kembali dengan menampung air hujan untuk kemudian dapat
dimanfaatkan kembali. Pertimbangan untuk menggunakan air hujan adalah air hujan memiliki pH
yang mendekati netral dan relatif bebas dari bahan pencemar.
Keuntungan-keuntungan dari panen air hujan adalah sebagai berikut:
a. Air merupakan benda bebas; satu-satunya biaya adalah hanya untuk pengumpulan.
b. Tidak dibutuhkan sistem distribusi yang rumit dan mahal.
c. Air hujan dapat menjadi sumber air alternatif ketika air tanah tidak tersedia.
d. Panen air hujan mengurangi arus ke aliran limpasan permukaan dan juga mengurangi polusi.
e. Panen air hujan mengurangi permintaan kebutuhan air puncak musim kemarau.
f. Panen air hujan mengurangi biaya PDAM.
Persyaratan bahan pembuatan Penampung Air Hujan (PAH) harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut (Dirjen Cipta Karya, 2009):
1. PAH harus dilaksanakan oleh orang yang berpengalaman.
20
2. Lokasi tempat PAH dipilih pada daerah-daerah kritis.
3. Pelaksanaan konstruksi PAH harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. PAH dipasang di lokasi atau daerah rawan air minum.
5. Penempatan PAH harus dapat menampung air hujan.
6. Adanya partisipasi masyarakat setempat dalam pelaksanaan pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan PAH.
7. PAH dapat digunakan secara individual maupun kelompok masyarakat.
8. Air hujan jatuh pertama setelah musim kemarau tidak boleh ditampung.
9. PAH harus kedap air.
Kapasitas bak penampung ditentukan berdasarkan berikut ini:
1. Luas bidang penangkap air (minimal sama dengan luas satu atap rumah)
2. Kebutuhan pokok pemakaian air.
3. Jumlah air kemarau.
4. Jumlah penduduk terlayani.
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari pengumpulan data, analisa data
dan interpretasi hasil analisis. Data yang dibutuhkan berupa luas atap gedung perkantoran di
Kecamatan Medan Belawan, data hujan harian maksimum dari Stasiun Medan Belawan dan data
jumlah pegawai di gedung perkantoran (Gambar 1).
Studi Pustaka
Pengolahan data
4. HASIL DANPEMBAHASAN
21
4.1 Analisis Curah Hujan Rencana
Analisis curah hujan rencana adalah analisis curah hujan untuk mendapatkan tinggi curah hujan
tahunan tahun ke-n yang mana akan digunakan untuk mencari debit air. Jika didalam suatu areal
terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk
mendapatkan nilai curah hujan area. Untuk mendapatkan harga curah hujan areal dapat dihitung
dengan metode rata-rata aljabar (Tabel 1).
Perhitungan curah hujan rencana dengan metode distribusi Log Pearson III (Tabel 2). Perhitungan
curah hujan rencana dengan metode Log Pearson Type III (Tabel 3).
Tabel 1: Data curah hujan harian maksimum dari Stasiun BMKG Sampali Deli Serdang.
Log Xi –
(Log Xi – Log (Log Xi – Log
No. Tahun Xi Log Xi Log
Xrt)² Xrt)³
Xrt
1 2007 103 2,013 -1,70262 -3,72206 -7,774
2 2008 190 2,279 -1,64872 -3,66816 -7,7201
3 2009 96 1,982 -1,70936 -3,7288 -7,78074
4 2010 101 2,004 -1,70457 -3,72401 -7,77595
5 2011 62 1,792 -1,75313 -3,77257 -7,82451
6 2012 59 1,770 -1,75849 -3,77793 -7,82987
7 2013 114 2,056 -1,69344 -3,71288 -7,76482
8 2014 100 2 -1,70544 -3,72488 -7,77681
9 2015 81 1,908 -1,72589 -3,74533 -7,79727
10 2016 109 2,037 -1,69748 -3,71691 -7,76885
Jumlah 1015 19,841 -17,0991 -37,2935 -77,8129
Rata-rata 1015 1,9841 -62,17389
Tabel 3: Perhitungan curah hujan rencana metode Log Pearson Type III.
Perhitungan debit rencana dengan periode ulang 2 tahun (Q2). Diketahui data sebagai berikut:
22
=(
=(
I = x
I = 163,022 mm/jam
Perhitungan Intensitas curah hujan untuk periode 5 dan 10 tahun (Tabel 4).
Perhitungan debit air baku pada atap bangunan untuk kala ulang 2 tahun:
Q=
Q=
Q = 0,000618 m³/detik = 0,618 liter/detik
Perhitungan debit air baku pada atap bangunan untuk kala ulang 5 tahun:
Q=
Q=
Q = 0,000620 m³/detik = 0,62 liter/detik
Perhitungan debit air baku pada atap bangunan untuk kala ulang 10 tahun:
Q=
Q=
Q = 0,000616 m³/detik = 0,616 liter/detik
23
Kecepatan aliran = V = = = 0,007725 m/detik
Koefisien manning = 0,025
Rumus manning : ν= . .
0,007725 = . .
Untuk menghitung kebutuhan air baku digunakan standar SNI 03-7065-2005 untuk pemakaian
kebutuhan air sesuai fungsi bangunan. Untuk kawasan permukiman memiliki spesifikasi sebagai
berikut:
1. Jenis bangunan : Perkantoran swasta (Asumsi)
2. Lokasi : Kecamatan Medan Belawan
3. Luas area : 2292 m³
4. Jumlah pegawai : 60 orang (Asumsi)
5. Luasan atap : 1435 m²
Berikut ini adalah perhitungan kebutuhan air baku untuk gedung perkantoran:
Kebutuhan air rata-rata : 50 liter/pegawai/hari
Kebutuhan air baku per hari : Jumlah penduduk x kebutuhan air rata-rata
: 60 x 50 liter/hari
: 3000 liter/hari
: 3,00 m³/hari
Kebutuhan air baku perbulan : Kebutuhan air baku perhari x jumlah hari
: 3,00 m³/hari x 27
: 81 m³/bulan
24
Agustus 26 51 1435 69,5258
September 26 58 1435 79,0685
Oktober 27 72 1435 98,154
November 26 43 1435 58,6198
Desember 26 29,5 1435 40,2159
Jumlah 316 539,5 735,4734
Januari:
Curah hujan andalan (R) : 51
Luas atap (A) : 1435 m²
Koefisien run off (C) : 0,9
Dari Tabel 6 diperoleh suplai air hujan pada gedung perkantoran swasta sebesar 735,47 m³
sedangkan kebutuhan air mencapai 948 m³, hanya mampu memenuhi 78% dari kebutuhan air yang
dibutuhkan. Jika terjadi kekurangan pada suplai air maka dapat digunakan sumber air dari PDAM.
Suplai
Hujan Luas
Jumlah air Kebutuhan Kekurangan Kelebihan
Bulan andalan Atap
hari hujan air (m³) air (m³) air (m³)
(mm) (m²)
(m³)
Januari 27 51 1435 69,526 81 11,4743 -
Februari 24 22 1435 29,992 72 42,0085 -
Maret 27 35 1435 47,714 81 33,2863 -
April 26 19 1435 25,902 78 52,0983 -
Mei 27 48 1435 65,436 81 15,564 -
Juni 26 59 1435 80,432 78 - 2,4318
Juli 27 52 1435 70,889 81 10,111 -
Agustus 27 51 1435 69,526 81 11,4743 -
September 26 58 1435 79,069 78 - 1,0685
Oktober 27 72 1435 98,154 81 - 17,154
November 26 43 1435 58,620 78 19,3803 -
Desember 26 29,5 1435 40,216 78 37,7841 -
Jumlah 316 539,5 735,47 948 165,177 47,3495
Dalam menentukan volume tangki PAH terdapat 3 metode yang dipilih adalah metode perhitungan
neraca air. Metode ini menyesuaikan dengan kondisi 2 musim, sehingga suplai air yang ditampung
pada musim penghujan ada sebagian yang ditabung untuk menutupi kekurangan air sehingga neraca
suplai dengan demand menjadi seimbang. Berikut perhitungan neraca air dari bulan Januari sampai
Desember (Tabel 7).
25
Tabel 7: Perhitungan neraca air.
Bulan Volume Suplai (m³) Kebutuhan Air (m³) Volume Tangki (m³)
Januari 69,5258 81 -11,4743
Februari 29,9915 72 -42,0085
Maret 47,7138 81 -33,2863
April 25,9018 78 -52,0983
Mei 65,436 81 -15,564
Juni 80,4318 78 2,4318
Juli 70,889 81 -7,6792
Agustus 69,5258 81 -11,4743
September 79,0685 78 1,0685
Oktober 98,154 81 18,2225
November 58,6198 78 -1,1577
Desember 40,2159 78 -37,7841
Total 735,4734 948
Perhitungan tarif dasar air PDAM didasarkan pada golongan tempat tinggal, gedung ataupun
bangunan lain. Perhitungan penghematan biaya pemakaian air PDAM pada gedung perkantoran
swasta yang ada di kecamatan Medan Belawan dapat dilihat sebagai berikut:
- Januari:
Volume air yang digunakan : 60 x 50 x 27 hari kerja/bulan
: 81000 liter – Volume suplai air hujan
: 81000 liter – 69526 liter
: 11474 liter = 11,474 m³
Tarif pemakaian air : 11,474 m³ x Rp 5838/m³ = Rp 66,985
Biaya Administrasi = Rp 3,000 +
Total = Rp 69,985
- Februari:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 24 hari kerja/bulan
: 72000 liter – Volume suplai air hujan
: 72000 liter – 29992 liter
: 42008 liter = 42,008 m³
Tarif pemakaian air : 42,008 m³ x Rp 5838/m³ = Rp 245,242
Biaya Administrasi = Rp 3,000 +
Total = Rp 249,242
- Maret:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 27 hari kerja/bulan
: 81000 liter – Volume suplai air hujan
: 81000 liter – 47414 liter
: 33286 liter = 33,286 m³
Tarif pemakaian air : 33,286 m³ x Rp 5838/m³ = Rp 194,323
Biaya Administrasi = Rp 3,000 +
Total = Rp 197,323
- April:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 26 hari kerja/bulan
: 78000 liter – Volume suplai air hujan
: 78000 liter – 25902 liter
: 52098 liter = 52,098 m³
26
Tarif pemakaian air : 52,098 m³ x Rp 5838/m³ = Rp 304,148
Biaya Administrasi = Rp 3,000 +
Total = Rp 307,148
- Mei:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 27 hari kerja/bulan
: 81000 liter – Volume suplai air hujan
: 81000 liter – 65436 liter
: 15564 liter = 15,564 m³
Tarif pemakaian air : 15,564 m³ x Rp 5838/m³ = Rp 90,862
Biaya Administrasi = Rp 3,000 +
Total = Rp 93,862
- Juni:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 26 hari kerja/bulan
: 78000 liter – Volume suplai air hujan
: 78000 liter – 80432 liter
: -2432 liter = -2,432 m³
Tarif pemakaian air : Tidak membayar biaya air PDAM
- Juli:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 27 hari kerja/bulan
: 81000 liter – Volume suplai air hujan
: 81000 liter – 70889 liter
: 10111 liter = 10,111 m³
Tarif pemakaian air : 10,111 m³ x Rp 5838/m³ = Rp 59,028
Biaya Administrasi = Rp 3,000 +
Total = Rp 62,028
- Agustus:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 27 hari kerja/bulan
: 81000 liter – Volume suplai air hujan
: 81000 liter – 69526 liter
: 11474 liter = 11,474 m³
Tarif pemakaian air : 11,474 m³ x Rp 5838/m³ = Rp 66,985
Biaya Administrasi = Rp 3,000 +
Total = Rp 69,985
- September:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 26 hari kerja/bulan
: 78000 liter – Volume suplai air hujan
: 78000 liter – 79069 liter
: -1069 liter = -1,069 m³
Tarif pemakaian air : Tidak membayar biaya air PDAM
- Oktober:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 27 hari kerja/bulan
: 81000 liter – Volume suplai air hujan
: 81000 liter – 98154 liter
: -17154 liter = -17,154 m³
Tarif pemakaian air : Tidak membayar biaya air PDAM
- November:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 26 hari kerja/bulan
: 78000 liter – Volume suplai air hujan
: 78000 liter – 58620 liter
: 19380 liter = 19,380 m³
Tarif pemakaian air : 19,380 m³ x Rp 5838/m³ = Rp 113,140
Biaya Administrasi = Rp 3,000 +
Total = Rp 116,140
27
- Desember:
Volume air yang digunakan: 60 x 50 x 27 hari kerja/bulan
: 78000 liter – Volume suplai air hujan
: 78000 liter – 40216 liter
: 37784 liter = 37,784m³
Tarif pemakaian air : 37784 m³ x Rp 5838/m³ = Rp 220,582
Biaya Administrasi = Rp 3,000 +
Total = Rp 223,582
Dari uraian diatas mengenai tarif pemakaian air diperoleh pengeluaran biaya pemakaian air
PDAM selama 12 bulan adalah Rp 1,284,769 dibanding tarif normal tanpa menggunakan suplai air
hujan biaya yang dikeluarkan selama 12 bulan adalah Rp 8,378,424 maka biaya yang dihemat dalam
12 bulan dengan pemanfaatan suplai air hujan adalah Rp 8,378,424 - 1,284,769 = Rp 7,093,655.
5. KESIMPULAN
1. Kebutuhan pemakaian air rata-rata adalah 3m³ setiap hari atau sekitar 81m³/bulan dihitung
berdasarkan hari kerja pegawai.
2. Dengan menggunakan distribusi Log Pearson Type III, diperoleh data curah hujan rencana
maksimum pada periode ulang 10 tahun adalah 260,717mm/jam yang disebabkan intensitas curah
hujan yang tinggi.
3. Untuk ukuran dimensi bak penampung air hujan yang dapat menghemat air PDAM selama 12
bulan adalah 6,75 x 6 x 2,5 meter.
4. Penghematan penggunaan air PDAM selama 12 bulan adalah 78% dengan biaya penghematan
sebesar Rp 7,093,655.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. (2010) Pemanfaatan Potensi Air Hujan dengan menggunakan rainwater harvesting
sebagai alternative sumber air bersih pada gedung Department Teknik Sipil FTUI (skripsi).
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Departemen PU (2009) Persyaratan bahan pembuatan PAH. Jakarta: Ditjen Cipta Karya.
Direktorat Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum (1998) Tata Cara Penyusunan Rencana Induk
Air Bersih Perkotaan, Jakarta.
Direktorat Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara Survey dan Pengkajian
Kebutuhan dan Pelayanan Air Minum, Jakarta, 1998.
Rendra, E. (2014) Analisis dan perencanaan PAH sebagai sumber air baku alternatif, Skripsi S1,
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
Seyhan (1990) Dasar-dasar hidrologi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Triatmodjo, B. (1998) Hidrologi terapan, Yogyakarta: Beta Offset.
28
PERBANDINGAN RUANG HENTI KHUSUS UNTUK SEPEDA MOTOR PADA
PERSIMPANGAN JALAN DI KOTA MEDAN
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan Ruang Henti Khusus (RHK)
bagi pengguna sepeda motor di persimpangan bersinyal Jalan Ir. H. Juanda-Jalan
Sisingamangaraja dan Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Brigjend katamso. Dan untuk mengetahui kinerja
ruas lalu lintas pada persimpangan bersinyal Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Sisingamangaraja dan Jalan
Ir. H. Juanda-Jalan Brigjend katamso sesuai dengan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
Tahun 1997. Perilaku lalu lintas persimpangan kondisis eksisting Jalan Ir. H. Juanda-Jalan
Sisingamangaraja XII (pendekat selatan) adalah, volume (Q) 855 smp/jam, kapasitas 1919
smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,446, panjang antrian 106,1 m, jumlah kendaraan terhenti 568
smp/jam, dan tundaan rata-rata 180,5 det/smp. Sedangkan perilaku lalu lintas persimpangan
kondisis eksisting Jalan Ir.H. Juanda-Jalan Brigjend Katamso (pendekat utara) adalah volume (Q)
419 smp/jam, kapasitas 1337 smp/jam, DS (Derajat Kejenuhan) 0,314, panjang antrian 72,5 m,
jumlah kendaraan terhenti 290 smp/jam, dan tundaan rata-rata 362,7det/smp. Ruang Henti Khusus
persimpangan Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Sisingamangaraja XII pada pendekatan utara yaitu 2 lajur
dan luasnya 58,76 m2; pada pendekat selatan yaitu 2 lajur dan luasnya 60,9 m2, pada pendekat
barat yaitu 2 lajur dan luasnya 64,2 m2, pada pendekat timur yaitu 2 lajur dan luasnya 61,8 m2,
sedangkan pada PersimpanganJalan Ir.H. Juanda-Jalan Brigjend Katamso pada pendekatan utara
yaitu 2 lajur dan luasnya 120 m2; pada pendekat selatan yaitu 2 lajur dan luasnya 89,78 m2, pada
pendekat barat yaitu 2 lajur dan luasnya 117,6 m2, pada pendekat timur yaitu 2 lajur dan luasnya
86,4 m2.
29
Kata Kunci: Ruang henti khusus (RHK), persimpangan, kinerja lalu lintas, perilaku lalu lintas.
Abstract. This study aimed to compare the Special Ending Lounge (RHK) for motorcycle users in
signalized intersection of Ir. H. Juanda-Singamangaraja Road and Ir. H. Juanda-Brigjend
Katamso Road. And to determine the performance of road traffic at signalized intersections Ir. H.
Juanda-Singamangaraja Road and Ir. H. Juanda-Brigjend Katamso Road according to the
Highway Capacity Manual Indonesia (MKJI) 1997. Traffic behavior kondisis existing intersection
Ir. H. Juanda-SIsingamangaraj XII Road (closers south) is, volume (Q) 855 smp/hour, capacity of
1919 smp/hour, DS (Degree of Saturation) 0.446, queue length 106.1 m, the number of vehicles
stalled 568 smp/hour, and the average delay 180.5 det smp. While Behavior kondisis existing
traffic intersection Ir.H. Juanda-Brigjend Katamso Road (closers north) is the volume (Q) 419
smp/hour, capacity of 1337 smp/hour, DS (Degree of Saturation) 0.314, queue length 72.5 m, the
number of vehicles stalled 290 smp/hour, and the average delay -rata 362,7det/smp. Space Special
Stop junction Ir. H. Juanda-Sisingamangaraja XII Road in northern approach is 2 lanes and
breadth of 58.76 m², on the south closers are 2 lanes and a breadth of 60.9 m², on the western
closers are 2 lanes and a breadth of 64.2 m², on the eastern closers are 2 lanes and a breadth of
61.8 m², whereas in intersection Ir.H. Juanda-Brigjend Katamso Road on the northern approach
is 2 lanes and a breadth of 120 m², on the south closers are 2 lanes and a breadth of 89.78 m², on
the western closers are 2 lanes and breadth of 117.6 m², on the eastern closers are 2 lanes and a
breadth of 86,4 m².
1. PENDAHULUAN
Penumpukan sepeda motor pada persimpangan Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Brigjend Katomso dan
Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Sisingamangaraja XII sering terjadi karena pengendara sepeda motor dewasa
ini sangat tidak tertib yang memenuhi ruas jalan dan mulut-mulut persimpangan selama fase merah
sangat berpengaruh pada penurunan kinerja persimpangan. Kejadian lainnya yaitu pada saat fase hijau,
mobil sering tertabrak oleh sepeda motor ketika hendak melaju karena berebut ruang pada jalan. Hal
ini kemudian menyebabkan lalu lintas dipersimpangan Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Brigjend Katamso dan
Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Sisingamangaraja XII terhambat sehingga menyebabkan kemacetan. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan rekayasa lalu lintas dengan cara memberikan ruang henti
khusus untuk sepeda motor (RHK). Dengan memisahkan sepeda motor dari kendaraan lain diharapkan
mampu mengurangi hambatan yang berasal dari sepeda motor, sehingga dapat meningkatkan arus lalu
lintas yang dilewatkan pada waktu nyala hijau dipersimpangan bersinyal.
2. PERSIMPANGAN
Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika
berkendara didalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan didaerah perkotaan biasanya
memiliki persimpangan, dimana pengemudi dapat memutuskan untuk jalan terus atau membelok dan
pindah jalan. Persimpangan jalan dapat didefinisikan sebagai daerah umum di mana dua jalan atau
lebih bergabung atau persimpangan termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu-lintas.
30
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi
arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang, dan sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan
(belok-kiri QLT, lurus QST dan belok kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan
mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk
masing-masing pendekat terlindung dan terlawan dapat dilihat Tabel 1.
Tabel 1: Nilai konversi satuan mobil penumpang pada simpang (MKJI, 1997).
Menghitung volume lalu lintas digunakan Pers. 1 (MKJI, 1997) sebagai berikut:
Q = QLV + QHV x empHV + QMC x empMC (1)
4. MODEL DASAR
Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan (MKJI, 1997) sebagai berikut:
C = S x g/c (2)
dimana:
C = Kapasitas (smp/jam).
S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau
(smp/jam hijau = smp per-jam hijau).
g = Waktu hijau (det).
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal
hijau yang beruntun pada fase yang sama).
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0) yaitu arus jenuh
pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya,
dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan (MKJI, 1997) sebelumnya.
dimana:
FCS = Faktor penyesuai ukuran kota, berdasarkan jumlah penduduk Kota Medan yakni sebesar 2,2
juta jiwa (berada pada range 1 – 3 juta jiwa), maka nilai F CS= 1.00 (untuk nilai semua
pendekat).
FSF = Faktor penyesuaian hambatan samping, berdasarkan kelas hambatan samping, dari lingkungan
jalan tersebut, maka dinyatakan lingkunganjalan adalah termasuk kawasan komersial (COM).
Jalan yang ditinjau merupakan jalan dua arah dipisahkan oleh median dengan tipe fase
terlindung, sehinggadengan rasio kendaraan tak bermotor.
FG = Faktor penyesuaian terhadap kelandaian (G), berdasarkan naik (+) atauturun (-) permukaan
jalan, FG = 1,00 (mendatar).
FP = Faktor penyesuaian parkir (P), berdasarkan jarak henti kendaraan parkir,FP = 1,00.
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri, ditentukan sebagai fungsi dari rasiobelok kiri PLT. Untuk jalan
yang dilengkapi dengan lajur belok kiri jalan terus (LTOR) maka nilai FLT tidak
diperhitungkan, FLT = 1.00.
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan, ditentukan sebagai fungsi rasio belok kanan PRT. Untuk
jalan yang dilengkapi dengan median, nilai FRT tidak diperhitungkan.
31
FSF = UM/MV (4)
dimana,
UM = Data survei tidak bermotor.
MV = Kendaraan total bermotor (MC+LV+HV).
Untuk pendekat terlidung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari leher efektif pendekat
(We), yang telah ditetapkan (MKJI, 1997) sebagai berikut:
S0 = 600 x We (5)
Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masing-
masig pendekat. Derajat kejenuhan diperoleh (MKJI, 1997) sebagai berikut:
DS = Q/C (6)
dimana:
DS = derajatkejenuhan.
Q = volume kendaraan (smp/jam).
C = kapasitasjalan (smp/jam).
Level of Service (LOS) dapat diketahui dengan melakukan perhitungan perbandingan antara
volume lalu lintas dengan kapasitas dasar jalan (V/C). Dengan melakukan perhitungan terhadap nilai
LOS, maka dapat diketahui klasifikasi jalan atau tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan tertentu.
Adapun standar nilai LOS dalam menentukan klasifikasi jalan adalah seperti pada Tabel 2.
Tingkat
Rasio (V/C) Karakteristik
Pelayanan
32
Penempatan RHK sepeda motor dapat dilakukan pada:
1. Persimpangan yang memiliki minimum dua lajur pada pendekat simpang. Kedua lajur pendekat
tersebut bukan merupakan lajur belok kiri langsung seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut
ini:
Gambar 2: Penempatan RHK pada lajur pendekat di persimpangan tanpa belok kiri langsung dan tanpa pulau
jalan (Departemen PU, 2012).
Gambar 3: Penempatan RHK pada 3 lajur pendekat di persimpangan dengan belok kiri langsung dan dengan
pulau jalan (Departemen PU, 2012).
6. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kajian deskriptif untuk mencari
besarnya volume lalu lintas pada suatu ruas jalan terhadap kelancaran lalu lintas dengan
menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik observasi dan menggunakan data geometrik jalan. Langkah prosedur yang
digunakan seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendapatkan seluruh data mentah yang akan digunakan
dalam analisis dan evaluasi terhadap kinerja jalan di sekitar Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Sisingamangaraja
XII dan Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Brigjend Katamso. Pada dasarnya tahap ini merupakan tahap yang
paling banyak membutuhkan sumber daya, baik sumber daya manusia, dana maupun waktu.
Keberadaan dan kualitas sumber daya yang ada akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan
pengumpulan data.
Pada tahapan ini perlu dijelaskan pula mengenai asumsi-asumsi maupun batasan-batasan yang
digunakan dalam hubungannya dengan kualitas maupun kuantitas data yang dibutuhkan. Metode
pengumpulan data yang dipergunakan adalah:
a. Metode survei, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung kondisi eksisting di lapangan.
b. Metode parameter studi yang digunakan untuk menilai kinerja persimpangan.
33
Gambar 5: Diagram alir penelitian.
Hasil studi yang diperoleh dibuat ke dalam tabel memuat data jumlah kendaraan per jam puncak,
seperti yang disajikan di dalam Tabel 3 dan 4. Tabel 3 menyajikan hasil survey lapangan di Jalan Ir. H.
Juanda dan Jalan Sisingamangaraja XII. Tabel ini jelas menunjukkan bahwa jumlah kendaraan per jam
puncak pada sore hari lebih besar disbanding pagi hari dan tengah hari. Tabel 4 menyajikan hasil
survey dari Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Brigjend Katamso dimana menunjukkan gejala yang sama seperti
yang dikandung di Tabel 3.
Hasil studi terkait perilaku berlalu-lintas disajikan di dalam Tabel 5 dan 6. Data perilaku berlalu-
lintas di Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Sisingamangaraja XII disajikan di Tabel 5, sedangkan untuk
Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Brigjend Katamso disajikan di Table 6.
34
RABU 11 JANUARI 2017 8936 9448 14510 32894
KAMIS 12 JANUARI 2017 10409 8931 13562 32902
JUMAT 13 JANUARI2017 8869 9115 13070 31054
SABTU 14 JANUARI 2017 8755 9897 14705 33357
MINGGU 15 JANUARI 2017 7283 7096 13869 28248
Max= 44146
Tabel 5: Data perilaku lalu lintas di Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Sisingamangaraja XII.
Derajat Jumalah
Volume Kapasitas Panjang
Pendekat kejenuhan Kemdaraan Tundaan
(Q) (C) Antrian
(DS) Terhenti
855 1919
Selatan 0,446 106,1 m 568 smp/jam 180,5 det/jam
smp/jam smp/jam
Tabel 6: Data perilaku lalu lintas di Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Brigjend Katamso.
Derajat Jumalah
Volume Kapasitas Panjang
Pendekat kejenuhan Kemdaraan Tundaan
(Q) (C) Antrian
(DS) Terhenti
419 1337
Utara 0,314 72,5 m 290 smp/jam 362,7 det/jam
smp/jam smp/jam
8. KESIMPULAN
35
c. Jumlah kendaraan terhenti diperoleh pada pendekat Selatan Jalan Ir. H. Juanda-Jalan
Sisingamangaraja XII = 568 smp/jam, sedangkan untuk pendekat Utara Jalan Ir.H. Juanda-
Jalan Brigjend Katamso= 290 smp/jam.
d. Tundaan rata-rata diperoleh pada pendekat Selatan Jalan Ir. H. Juanda-Jalan Sisingamangaraja
XII = 180,5 det/smp, sedangkan untuk pendekat Utara Jalan Ir.H. Juanda-Jalan Brigjend
Katamso = 362,7 det/smp.
DAFTAR PUSTAKA
Akcelik, R. (1998) Traffic Signal Capasity and timing Analysis. Australia: Arrb Group.
Alamsyah, A. A. (2008) Rekayasa Lalu Lintas Edisi Revisi. Malang: Penerbit UMM Press.
Amelia, S. & Mulyadi, A. M. (2012) Fasilitas Ruang Henti Khusus Sepeda Motor pada
Persimpangan Bersinyal di Perkotaan: Bandung.
Departemen Pekerjaan Umum. (2012) Pedoman Perencanaan Ruang Henti Khusus (RHK) Sepeda
Motor Pada Persimpangan Bersinyal di Perkotaan. Direktorat Jenderal Bina Marga.
Puslitbang Jalan dan Jembatan: Bandung.
Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Direktorat Binamarga. (1997) Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI).
Muhammad, F. (2011) Peranan Balai Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan Bandung dalam
Mensosialisasikan Program Ruang Henti Khusus di Kalangan Pengendara Roda Dua di
Bandung. Perpustakaan UNIKOM: Bandung.
Muhammad, I. (2009) Penerapan Ruang HentiKhusus Sepeda Motor pada Persimpangan Bersinyal.
Direktorat Jenderal Bina Marga. Puslitbang Jalan dan Jembatan: Bandung.
Khisty, C. J & Lall, B. K. (2003) Dasar- dasar Rekayasa Transportasi Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Naomi, A. P. (2013) Perencanaan Ruang Henti Khusus(RHK) Sepeda Motor Pada Persimpangan
Bersinyal Di Medan Persimpangan Jl.H. Juanda–Jl. Brigjend KatamsoUniversitas
SumateraUtara: Medan.
Wall, G. T, Davies. D. G & Crabtree, M. (2003) Capacity Implcations of Advanced top Lines for
Cyclist. London, UK:TRL Report TRL 585. Transport Research Laboratory.
Widian, D. J. (2016) Perencanaan Ruang Henti Khusus(RHK) Sepeda MotorPada simpang 4
Bersinyal (Persimpangan Jl.Setia Budi–Jl.Ringroad) Politeknik Negeri Medan: Medan.
36