Anda di halaman 1dari 46

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal
ke tempat tujuan dan sebaliknya. Proses pengangkutan adalah dari mana kegiatan
dimulai atau gerakan dari tempat asal, ke tempat kegiatan pengangkutan diakhiri atau
tempat tujuan. Transportasi berperan penting untuk saling menghubungkan daerah
sumber bahan baku, daerah produksi, daerah pemasaran dan daerah permukiman
sebagai tempat tinggal konsumen. Transportasi juga sangat berperan penting untuk
kehidupan manusia yaitu untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas
sehari-hari(Jalan et al., 2015)
Persimpangan adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan.
Simpang jalan merupakan tempat terjadinya konflik lalu lintas. Kapasitas simpang
suatu jalan sangat menentukan banyaknya volume kendaraan lalu lintas (LHR) yang
ditampung suatu jaringan jalan (Kuncoro et al., 2019). Faktor utama dalam
menentukan penanganan yang paling tepat untuk mengoptimalkan fungsi simpang
adalah kinerja simpang. Parameter-parameter yang digunakan dalam menilai kinerja
suatu simpang tak bersinyal mencakup kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan
peluang antrian. Adanya penurunnan kinerja suatu simpang akan menimbulkan
kerugian bagi pengguna jalan karena akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kecepatan, peningkatan tundaan, dan antrian kendaraan sehingga akan membuat
naiknya biaya operasi kendaraan. Berbeda dengan simpang bersinyal, pengemudi di
simpang tak bersinyal dalam mengambil tindakan kurang mempunyai petunjuk yang
positif, pengemudi biasanya lebih agresif untuk memutuskan atau melakukan
manuver yang dilakukan ketika pengendara akan memasuki simpang (pertigaan).
(Keke, 2021)
Kabupaten Malang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
Kabupaten Malang adalah kabupaten terluas kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten

1
2

Banyuwangi dan merupakan kabupaten dengan populasi terbesar di Jawa Timur.


Kabupaten Malang mempunyai koordinat 112 ᵒ17” sampai 112ᵒ57” Bujur Timur dan
7ᵒ44” sampai 8ᵒ26” Lintang Selatan. Kabupaten Malang juga merupakan kabupaten
terluas ketiga di Pulau Jawa setelah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten
Sukabumi di Provinsi Jawa Barat. Ibu kota Kabupaten Malang adalah Kepanjen.
Kabupaten Malang terletak pada 112ᵒ035`10090” sampai 112ᵒ57`00” Bujur Timur
7044ᵒ55011” sampai 8026ᵒ35045” Lintang Selatan. Kabupaten Malang berbatasan
dengan Kota Malang tepat di tengah-tengahnya, Kabupaten Jombang, Kabupaten
Pasuruan; dan Kota Batu di sebelah utara, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten
Lumajang di sebelah timur, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri di sebelah barat
Simpang tiga di Jalan Raya Adi Mulya - Jalan Raya Tambakrejo - Jalan Raya
Kendalpayak , Kabupaten Malang merupakan daerah simpang tiga tak bersinyal yang
memiliki arus lalu lintas yang cukup besar dan dilewati berbagai jenis kendaraan
bermotor maupun tak bermotor. Simpang tiga ini merupakan jalur alternatif dari
Malang menuju daerah, Kapanjen, Blitar dan Dampit, sehingga pada kondisi jam
sibuk memiliki kepadatan arus yang cukup besar. Hal itu sering menyebabkan
terjadinya tundaan, antrian dan kemacetan pada simpang tiga tak bersinyal di daerah
tersebut.
Kemacetan panjang terjadi di seputaran Jalan Adi Mulyo hingga Tambak Rejo,
Kendalpayak, Kabupaten Malang pada Kamis (23/12/2021). Anggota Polsek Pakisaji
Saifudin menyampaikan, kehadirannya di TKP bertugas untuk membantu kelancaran
lalu lintas demi keselamatan penggendara yang melintas, khususnya di seputaran
Jalan Adi Mulyo, Kendalpayak terlebih sekarang musim penghujan. Pihaknya juga
mendapat informasi dari masyarakat setempat.(Doni, 2021)
Dengan adanya Permasalahan-permasalahan tersebut Peneliti melakukan
Penelitian dengan judul “Analisa Tingkat Kinerja Simpang Tiga Tak Bersinyal (Studi
Kasus Simpang Tiga Jalan Raya Adi Mulya - Jalan Raya Tambakrejo - Jalan Raya
Kendalpayak, Kabupaten Malang”. Penelitian ini dilakukan pada Masa Pandemi
sehinga dalam proses pengambilan data lalu-lintas harian rata-rata (LHR) dilakukan
3

selama seminggu, mulai dari hari senin-minggu. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana kinerja simpang tersebut.

Identifikasi Masalah
Identifikasi Masalah Identifikasi masalah yang penulis ajukan terkait penelitian
yang akan dilakukan dapat disajikan sebagai berikut:
1. Simpang Adi Mulya merupakan salah satu simpang penghubung dan jalur
alternatif antara beberapa ruas jalan diantaranya Adi Mulya, Jalan Raya
Tambakrejo dan Jalan Raya Kendalpayak. Hal ini menyebabkan tingginya
beban arus yang melalui simpang tersebut sehingga mengganggu fungsi
pelayanan tersebut, terutama pada jam-jam sibuk.
2. Kurang tertibnya pengguna kendaraan yang melewati simpang tersebut.
3. Kegiatan parkir di Jalan tersebut menyebabkan berkurangnya lebar badan
jalan yang digunakan untuk menampung arus lalulintas, sehingga hal ini akan
menurunkan kinerja ruas jalan.
4. Aktivitas pejalan kaki dan penyeberang jalan serta kurangnya fasilitas berupa
trotoar yang berada disisi kiri dan kanan jalan sehingga pejalan kaki dan
penyeberang jalan selalu berjalan dibagian badan jalan.
5. kendaraan yang keluar masuk dari area Rumah Sakit, dan dari gang – gang
kecil diseputaran simpang

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang penulis mengambil beberapa masalah dalam
penelitian di antaranya:
1. Bagaimana karakteristik pada simpang tiga tak bersinyal di Jalan Raya
Adi Mulya -Jalan Raya Tambakrejo - Jalan Raya Kendalpayak, Kabupaten
Malang?
2. Bagaimana tingkat kinerja dan Berapa besar kapasitas pada simpang tiga
tak bersinyal di Jalan Raya Adi Mulya -Jalan Raya Tambakrejo - Jalan
Raya Kendalpayak, Kabupaten Malang?
3. Bagaimana alternatif pemecahan masalah yang ditempuh untuk
meningkatkan kinerja simpang tak bersinyal di Jalan Raya Adi Mulya -
Jalan Raya Tambakrejo - Jalan Raya Kendalpayak, Kabupaten Malang?
4

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun maksut dan tujuan di lakukan penelitian ini sebagai berikut.
1. Mengetahui karakteristik pada simpang tiga tak bersinyal di Jalan Raya
Adi Mulya -Jalan Raya Tambakrejo - Jalan Raya Kendalpayak, Kabupaten
Malang
2. Untuk Menganalisis kinerja simpang dan Menghitung besarnya kapasitas
simpang tiga tidak bersinyal di Jalan Raya Adi Mulya -Jalan Raya
Tambakrejo - Jalan Raya Kendalpayak, Kabupaten Malang
3. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang terjadi pada simpang Tak
bersinyal di Jalan Raya Adi Mulya -Jalan Raya Tambakrejo - Jalan Raya
Kendalpayak, Kabupaten Malang

1.4 Batasan Masalah


Untuk memperoleh kemudahan penelitian saya sebagai penulis membatasi pokok
permasalahan di antara nya:
1. Lokasi penelitian adalah simpang tiga tak bersinyal di Jalan Raya Adi
Mulya -Jalan Raya Tambakrejo - Jalan Raya Kendalpayak, Kabupaten
Malang
2. Data primer yang di peroleh langsung dari survey di lapangan
3. Analisa kinerja simpang tak bersinyal di lakukan menggunakan Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI 2014)

1.5 Manfaat Penelitian


Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
perkembangan ilmu pendidikan Teknik Sipil, manfaat dari penelitian ini juga
diharapka dapat bermanfaat bagi :

1. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini dapat di pergunakan sebagai pedoman dan refrensi
yang akan melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan topik
5

Analisa Tingkat Kinerja Simpang Tiga Tak Bersinyal Jalan Raya Adi
Mulya - Jalan Raya Tambakrejo - Jalan Raya Kendalpayak.
2. Bagi Pemerintah
Bagi Pemerintah/Dinas Perhubungan dan Bina Marga : menjadi masukan
untuk mengoptimalkan kinerja jalan pada Simpang Tiga Tak Bersinyal
Jalan Raya Adi Mulya-Jalan Raya Tambakrejo - Jalan Raya Kendalpayak.
3. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan ilmu yang diperoleh di perkuliahan dengan kondisi
sesungguhnya yang terjadi di lapangan agar dapat di terapkan nanti di
dunia kerja
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Simpang


Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan, jalan.di suatu
daerah perkotaan biasanya banyak memiliki simpang, dimana pengendara atau
pengemudi harus memutuskan untuk berjalan lurus atau berbelok dan bahkan
berpindah jalan untuk mencapai satu tujuan. Menurut Khisty, 2005 Simpang dapat
didefinisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan atau lebih bersimpangan atau
bergabung, yang didalamnya termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan
lalulintas di dalamnya.

PKJI 2014, simpang tak bersinyal adalah jenis simpang yang paling banyak
terdapat di daerah perkotaan. Jenis simpang ini cocok untuk di terapkan apabila arus
lalu lintas di jalan minor dan pergerakan membelok relatif kecil, namun kondisi
simpang yang akan diteliti tidak menunjukkan karakteristik tersebut

Ketentuan-ketentuan simpang tak bersinyal menurut PKJI 2014:

1. Pencapaian DJ ≤ 0.8
2. Mempertimbangkan keselamatan lalu lintas
3. Paling ekonomis, sesuai dengan kebutuhan dan kinerja lalu lintas yang
diharapkan.
4. mempertimbangkan dampaknya terhadap Lingkungan

Menurut Hobbs (1995), arus lalu lintas dari berbagai arah akan bertemu pada
suatu titik persimpangan, kondisi tersebut menyebabkan terjadinya konflik antara
pengendara dari arah yang berbeda. Konflik antar pengendara dibedakan menjadi dua
titik konflik yang meliputi beberapa hal sebagai berikut :

1. Konflik primer, yaitu konflik antara lalu lintas dari arah memotong.
2. Konflik sekunder, yaitu konflik antara arus lalu lintas kanan dan arus lalu
lintas arah lainnya atau antara arus lalu lintas belok kiri dengan pejalan kaki
7

2.2 Karakteristik Simpang


Setiap jaringan jalan tidak dapat dipisahkan dengan kata simpang baik jalan
pedesaan maupun perkotaan. Simpang menghubungkan jalan mayor maupun jalan
minor. Persimpangan yang sering ditemui yaitu simpang tiga ataupun simpang empat.
Persimpangan adalah pertemuan dua atau lebih ruas jalan dapat berupa Simpang atau
Simpang APILL atau Bundaran atau Simpang Tak Sebidang (Kementerian PU,
2014). Khisty, dkk (2005) menyebutkan bahwa simpang adalah dua jalan atau lebih
bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk
pergerakan lalu lintas di dalamnya.

Dalam suatu sistem lalu lintas tidak lepas dari istilah persimpangan. Disetiap
daerah dari perkotaan sampai semi perkotaan sering dijumpai adanya persimpangan.
Persimpangan menjadi faktor penting penentu kapasitas dan waktu perjalanan.
Simpang dapat diatur dengan memberi kanalisasi berupa marka atau pulau-pulau lalu
lintas, sehingga dapat mempertegas arah pergerakan kendaraan. Morlok (1998)
menjelaskan simpang berdasarkan cara pengaturannya dikelompokkan menjadi dua,
yaitu simpang tak bersinyal dan simpang bersinyal.

1. Simpang tak bersinyal (Unsignalized Intersection)


Kementerian PU, (2014) menyebutkan bahwa simpang tak bersinyal
merupakan pertemuan dua atau lebih ruas jalan sebidang yang tidak diatur
oleh Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL). Pada umumnya simpang tak
bersinyal sering digunakan untuk jalan dengan volume lalu lintas yang rendah.
2. Simpang bersinyal (Signalized Intersection)
Risdiyanto (2014) menyebutkan bahwa simpang bersinyal merupakan
simpang yang diatur dengan lampu lalu lintas yang dimasuki arus kendaraan
secara bergantian. Arus lalu lintas yang tinggi menyebabkan simpang tak
bersinyal mengalami kepadatan lalu lintas. Simpang bersinyal merupakan
simpang sebidang yang dilengkapi dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
(APILL) untuk pengaturan lalu lintasnya (Kementerian PU, 2014). Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) digunakan dipersimpangan untuk
8

mengatur arus lalu lintas yang terdiri dari tiga warga, yaitu hijau, kuning, dan
merah.

Menurut Hariyanto (2004), dalam perencanaan suatu simpang, kekurangan dan


kelebihan dari simpang bersinyal dan simpang tak bersinyal harus dijadikan suatu
pertimbangan. Adapun karakteristik simpang bersinyal dibandingkan simpang tak
bersinyal adalah sebagai berikut :

1. Kemungkinan terjadinya kecelakaan dapat ditekan apabila tidak terjadi


pelanggaran lalu lintas,
2. Lampu lalu lintas lebih memberi aturan yang jelas pada saat melalui simpang,
3. Simpang bersinyal dapat mengurangi konflik yang terjadi pada simpang,
terutama pada jam sibuk,
4. Pada saat lalu lintas sepi, simpang bersinyal menyebabkan adanya tundaan
yang seharusnya tidak terjadi.

Karakteristik persimpangan tak bersinyal diterapkan dengan maksud sebagai


berikut:

1. Pada umumnya digunakan di daerah pemukiman perkotaan dan daerah


pedalaman untuk persimpangan antara jalan setempat yang arus lalu lintasnya
rendah.
2. Untuk melakukan perbaikan kecil pada geometrik simpang agar dapat
mempertahankan tingkat kinerja lalu lintas yang diinginkan.

Simpang tak bersinyal berarti mencoba mengatasi atau menghilangkan konflik


pada persimpangan tanpa menggunakan lampu lalu lintas atau traffic light. Simpang
yang tak menggunakan sinyal baik simpang tiga atau lebih dianggap memiliki tingkat
kerawanan yang masih dapat dikendalikan dengan pengaturan tanpa sinyal.
Persimpangan merupakan tempat yang potensial terjadi kecelakaan, karena di
dalamnya mengandung konflik-konflik antara kendaraan dan kendaraan atau
kendaraan dengan pejalan kaki akibat penggunaan ruang bersama di dalam simpang.
Karena itu perlu adanya pengendalian. Masalah yang saling terkait pada
persimpangan adalah :
9

1. Volume dan kapasitas yang secara langsung mempengaruhi hambatan


2. Desain geometrik dan kebebasan samping
3. Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan.
4. Parkir, akses dan pembangunan yang sifatnya umum.
5. Pejalan kaki
6. Jarak antar persimpangan

2.3 Kondisi Simpang

Hitungan pada pertemuan jalan atau simpang tak bersinyal menggunakan PKJI
2014 yaitu melakukan analisis terhadap kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan
peluang antrian.

2.3.1 Kondisi Geometri


PKJI 2014, kondisi geometri digambarkan dalam bentuk sketsa yang

memberikan informasi lebar jalan, batas sisi jalan, lebar bahu, lebar median serta

petunjuk arah untuk setiap lengan simpang, jalan Mayor diberi notasi B dan D

sedangkan jalan Minor diberi notasi A dan C. Notasi ditunjukkan seperti gambar

2.1 dibawah ini:

Gambar 2.1 Lebar Entry Jalan


10

2.3.2 Kondisi Lingkungan


PKJI 2014, data kondisi lingkungan yang dibutuhkan dalam perhitungan

kapasitas adalah sebagai berikut:

1. Tipe lingkungan jalan


Tipe lingkungan jalan ditetapkan menjadi tiga yaitu komersil, pemukiman dan
akses terbatas. Pengkategorian tersebut berdasarkan fungsi tata guan lahan
tata guna lahan dan aksebilitas jalan dari aktivitas yang ada disekitar simpang.
Kategori tersebut ditetapkan berdasarkan penilaian teknis dengan kriteria
2. Kriteria hambatan samping
Hambatan samping dikategorikan menjadi tiga yaitu Tinggi, Sedang, dan
Rendah. Masing-masing menunjukkan pengaruh aktivitas samping jalan di
daerah Simpang terhadap arus lalu lintas yang berangkat dari pendekat,
misalnya pejalan kaki berjalan atau menyeberangi jalur, angkutan kota dan
Bus berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, kendaraan
masuk dan keluar halaman dan tempat parkir di luar jalur.
3. Klasifikasi ukuran kota
Ukuran kota diklasifikasikan dalam berdasarkan jumlah penduduk yang ada
kota tersebut, ukuran kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
kapasitas

2.4 Pengendalian Simpang


Atisusanti, (2009), sesuai dengan adanya kondisi lalu lintas, dimana terdapat
pertemuan jalan dengan arah pergerakan yang berbeda, simpang sebidang merupakan
lokasi yang potensial untuk menjadi titik pusat konflik lalu lintas, penyebab
kemacetan, akibat perubahan kapasitas, tempat terjadinya kecelakaan, konsentrasi
para penyeberang jalan atau pedestrian. Masalah utama yang saling mengkait pada
persimpangan yaitu:

1. volume dan kapasitas secara langsung mempengaruhi hambatan


2. desain geometrik, kebebasan pandangan dan jarak atara suatu persimpangan
3. kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan,
4. pejalan kaki, parkir, akses dan pembangunan yang sifatnya umum.
11

Abubakar, dkk., (1995), berpendapat bahwa sasaran yang harus dicapai pada
pengendalian suatu persimpangan yaitu:

1. mengurangi terjadinya suatu kecelakaan yang disebabkan oleh adanya titik-


titik konflik seperti: berpencar (diverging), bergabung (merging), berpotongan
(crossing), dan bersilangan (weavmg),
2. menjaga kapasitas persimpangan agar operasinya dapat optimal dan sesuai
dengan rencana,
3. harus memberikan petunjuk yang jelas dan sederhana, dalam mengarahkan
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Keputusan Menteri Perhubungan No.62 tahun 1993, Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas (APILL), perangkat peralatan pada teknis yang menggunakan isyarat lampu
untuk mengaturnya lalu lintas orang atau kendaraan disuatu persimpangan atau ruas
jalan. rus lalu lintas yang menggunakan persimpangan jalan

2.5 Kapasitas Simpang (C)


PKJI 2014, Kapasitas dasar merupakan kapasitas persimpangan jalan total untuk
suatu kondisi tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (kondisi dasar). Kapasitas
dasar (skr/jam) ditentukan oleh tipe simpang Untuk dapat menentukan kapasitas
harus melalui beberapa tahap maka terlebih dahulu menentukan kapasitas dasar (C 0),
faktor koreksi lebar rata-rata pendekat (FLP), faktor koreksi tipe median (FM), faktor
koreksi ukuran kota (FUK), faktor koreksi lingkungan jalan, hambatan samping, dan
kendaraan tak bermotor (FHS) , faktor koreksi rasio arus belok kiri (F BKi), faktor
koreksi rasio belok kanan (FBKa), dan faktor koreksi rasio arus arus dari jalan minor
(FRmi). Kapasitas simpang dihitung menggunakan rumus :

C = C0 × FLP × FM × FUK × FHS × FBKi × FBKa × FR𝑚i

Dengan :

C = Kapasitas Simpang (skr/jam)

C0 = Kapasitas dasar Simpang (skr/jam)

FLP = Faktor koreksi lebar rata-rata pendekat


12

FM = Faktor koreksi tipe median

FUK = Faktor koreksi ukuran kota

FHS = Faktor koreksi hambatan samping

FBKi = Faktor koreksi rasio arus belok kiri

FBKa = Faktor koreksi rasio arus belok kanan

FRmi = Faktor koreksi rasio arus dari jalan minor

2.5.1 Kapasitas Dasar (C0)


PKJI 2014, kapasitas dasar ditetapkan secara empiris dari kondisi Simpang yang
ideal yaitu Simpang dengan lebar lajur pendekat rata-rata 2,75 m, tidak ada median,
ukuran kota 1 – 3 Juta jiwa, hambatan samping sedang, rasio belok kiri 10%, rasio
belok kanan 10%, rasio arus dari jalan minor 20%, dan arus kendaraan tak bermotor
(qKTB) = 0. Penetapan tipe simpang dapat dilihat dalam tabel 3.1 dan nilai C 0
Simpang ditunjukkan dalam Tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2. 1 Penentuan Tipe Simpang
Kode Jumlah lengan Jumlah lajur Jumlah lajur
Tipe Simpang Simpang Jalan Minor Jalan Mayor
322 3 2 2
324 3 2 4
422 4 2 2
424 4 2 4
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Tabel 2. 2 Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang (C0)


Tipe Simpang C0, skr/jam
322 2700
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.5.2 Penetapan Lebar Rata-Rata Pendekat (LRP)


PKJI 2014, penetapan jumlah lajur perpendekat diuraikan dalam Gambar 3.1.
13

Pertama, harus dihitung lebar rata-rata pendekat jalan Mayor (LRP BD) dan lebar rata-
rata pendekat jalan Minor (L RP AC) yaitu rata-rata lebar pendekat dari setiap kaki
Simpangnya. Berdasarkan lebar rata-rata pendekat, tetapkan jumlah lajur pendekat
sehingga tipe Simpang dapat ditetapkan.
Tabel 2. 3 Penetapan Lebar Rata-rata Pendekat (LRP)
Lebar rata-rata pendekat Mayor (B-D) dan Minor (A- Jumlah lajur
C) (untuk kedua arah
b+2
d
2
LRP BD= <5,5 m
2

LRP BD ≥ 5,5m (ada median pada lengan B ) 4


ac 2
22
LRP AC = <5,5 m
2

LRP AC ≥ 5,5 m 4
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.5.3 Faktor Koreksi Lebar Pendekat Rata-Rata (FLP)


PKJI 2014, faktor koreksi lebar pendekat (F LP) ini merupakan faktor koreki untuk
kapasitas dasar sehubungan dengan lebar masuk persimpangan jalan F LP dapat
dihitung dari persamaan dibawah ini atau di peroleh dari Gambar 2.2, yang besarnya
tergantung dari lebar rata-rata pendekat simpang (LRP) yaitu lebar rata- rata pendekat.

Untuk Tipe Simpang 422 = FLP = 0,70 + 0,0866 LRP

Untuk Tipe Simpang 424 dan 444 = FLP = 0,62 + 0,0740 LRP

Untuk Tipe Simpang 322 = FLP = 0,73 + 0,0760 LRP

Untuk Tipe Simpang 324 atau 344 = FLP = 0,70 + 0,0646 LRP
14

Gambar 2. 2 Faktor Koreksi Lebar Pendekat (FLP)


Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.5.4 Faktor Koreksi Median Pada Jalan Mayor (FM)


PKJI 2014, median disebut lebar jika kendaraan ringan dapat berlindung
dalam daerah median tanpa mengganggu arus lalu lintas, sehingga lebar median ≥ 3
m. Klasifikasi median berikut faktor koreksi median pada jalan Mayor diperoleh
dalam Tabel 3.4. Koreksi median hanya digunakan untuk jalan Mayor dengan 4 lajur.

Tabel 2. 4 Faktor Koreksi Median Jalan Mayor (FM)


Kondisi Simpang Tipe Faktor koreksi (FM)
median
Tidak ada median jalan mayor Tidak ada 1,00
Ada median jalan mayor, lebar < 3 m Sempit 1,05
Ada median jalan mayor, lebar ≥ 3 m Lebar 1,20
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.5.5 Aktor Koreksi Ukuran Kota (FUK)


PKJI 2014, faktor koreksi ukuran kota dipengaruhi oleh besar kecilnya
jumlah penduduk dalam variabel juta, dicantumkan dalam tabel 2.5.
15

Tabel 2. 5 Klasifikasi dan Faktor Koreksi Ukuran Kota (FUK)


Ukuran kota Penduduk (juta) Faktor penyesuaian ukuran kota
Sangat kecil < 0,1 0,82
Kecil 0,1 – 0,5 0,88
Sedang 0,5 – 1,0 0,94
Besar 1,0 – 3,0 1,00
Sangat besar >3,0 1,05
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.5.6 Faktor Koreksi Lingkungan Jalan, Kriteria Hambatan Samping (FHS) dan
Rasio Kendaraan Tak Bermotor
PKJI 2014, Pengkategorian tipe lingkungan dan hambatan samping, sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan masing-masing pada Tabel 2.6 dan 2.7 yang
keseluruhannya digabungkan menjadi satu nilai termasuk rasio Kendaraan Tak
Bermotor (RKTB), disebut faktor koreksi Hambatan Samping (FHS) ditunjukkan dalam
Tabel 2.8 dibwah ini.
Tabel 2. 6 Tipe Lingkungan Jalan
Hambatan Samping
Tinggi Arus berangkat pada tempat masuk dan keluar Simpang
terganggu dan berkurang akibat aktivitas samping jalan di
sepanjang pendekat.
Sedang Arus berangkat pada tempat masuk dan keluar Simpang
sedikit terganggu dan sedikit berkurang akibat aktivitas
samping jalan di sepanjang pendekat.
Rendah Arus berangkat pada tempat masuk dan keluar Simpang
tidak terganggu dan tidak berkurang oleh hambatan
samping.
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Tabel 2. 7 Kriteria Hambatan Samping


Tipe Lingkungan Kritea
Jalan
Komersial Lahan yang digunakan untuk kepentingan
komersial, misalnya pertokoan, rumah makan,
perkantoran, dengan jalan masuk langsung baik
bagi pejalan kaki maupun kendaraan.
16

Pemukiman Lahan digunakan untuk tempat tinggal dengan


jalan masuk langsung baik bagi pejalan kaki
maupun kendaraan.
Akses Terbatas Lahan tanpa jalan masuk langsung atau sangat
terbatas, misalnya karena adanya penghalang
fisik; akses harus melalui jalan samping.
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Tabel 2.8 FHS Sebagai Fungsi dari Tipe Lingkungan Jalan, HS dan RKTB
Tipe Kelas Hambatan Faktor Koreksi Hambatan Samping (FHS)
lingkungan Samping (HS) RKTB:0,00 0,05 0,03 0,15 0,20 >0,25
jalan
Komersial Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71
Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71
Pemukiman Tinggi 0,96 0,91 0,87 0,82 0,77 0,72
Sedang 0,97 0,92 0,88 0,83 0,78 0,73
Rendah 0,98 0,93 0,89 0,84 0,79 0,74
Akses Tinggi /Sedang/ 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Terbatas Rendah
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Kementerian PU, (2014) menyatakan bahwa hambatan samping (F HS) adalah


interaksi antara arus kendaraan-kendaraan dan kegiatan samping simpang jalan yang
mengakibatkan turunnya kapasitas jalan pda pendekat yang bersangkutan Rasio
kendaraan tak bemotor (RKTB) adalah perbandingan arus kendaraan tak bermotor
terhadap jumlah arus kendaraan bermotor dan kendaraan tak bermotor. (Kementerian
PU, 2014) Untuk mencari nilai faktor hambatan samping (FHS)

2.5.7 Faktor Koreksi Rasio Arus Belok Kiri (FBKi)


PKJI 2014, untuk menghitung faktor koreksi rasio arus belok kiri (FBKi),
persamaan yang digunakan adalah persamaan di bawah atau dapat ditentukan
melalui diagram pada gambar 3.3 dibawah ini.
FBKi = 0,84 + 1,61 RBki

Keterangan:
FBKi = Faktor koreksi arus belok kiri.
RBKi = Rasio belok kiri.
17

Gambar 2. 3 Faktor Koreksi Rasio Arus Belok Kiri (FBki)


Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.5.8 Faktor Koreksi Rasio Arus Belok Kanan (FBKa)


PKJI 2014, karna simpang yang akan diteliti adalah Simpang tiga maka faktor
koreksi rasio arus belok kanan, FBka = 1,09 – 0,922 RBka

2.5.9 Faktor Koreksi Rasio Arus Jalan Minor (Fmi)


PKJI 2014, faktor koreksi rasio arus dari jalan minor (Fmi) dapat ditentukan
menggunakan persamaan-persamaan yang ditabelkan dalam Tabel 2.9 atau diperoleh
secara grafis menggunakan diagram dalam Gambar 2.4, F Rmi tergantung dari rasio
dari jalan Minor (RMi) dan tipe simpang, Agar diperhatikan ketentuan umum tentang
keberlakuan rasio dari jalan Minor (RMi) untuk analisis kapasitas.
Tabel 2.9 Faktor Koreksi Rasio Arus Jalan Minor (F mi) Dalam Bentuk
Persamaan

Tipe FMi RMi


Simpang
422 1,19 × RMi2 − 1,19 × RMi + 1,19 0,1 – 0,9
18

424 & 444 1,66 × RMi4 − 33,3 × RMi3 + 25,3 0,1 – 0,3
× RMi2 − 8,6 × RMi + 1,95 1,11
× RMi2 − 1,11 × RMi + 1,11 0,3 – 0,9

322 1,19 × RMi2 − 1,19 × RMi + 1,19 0,1 – 0,5


−0,595 × RMi2 + 0,595 × RMi 0,5 – 0,9
+ 0,74

324 & 244 16,6 × RMi4 − 33,3 × RMi3 + 25,3 0,1 – 0,3
× RMi2 − 8,6 × RMi + 1,95 1,11
× RMi2 − 1,11 × RMi + 1,11 0,3 – 0,5
−0,595 × RMi2 + 0,555 × RMi 0,5 – 0,9
+ 0,69

Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Gambar 2. 4 Faktor Koreksi Rasio Arus Jalan Minor (Fmi)


Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.5.10 Batas Variasi Data Empiris


Batas data empiris ini merupakan ketetapan dalam PKJI 2014 yang digunakan
untuk menghitung kapasitas Simpang.
19

Tabel 2. 10 Batas Variasi Data Empiris Kapasitas Simpang


Variabel Rata-rata Minimum Maksimum
LP 5,40 3,50 9,10
RBki 0,17 0,10 0,29
RBka 0,13 0,00 0,26
Rmi 0,38 0,27 0,50
%KR 56 29 75
%KS 3 1 7
%SM 33 19 67
RKTB 0,08 0,01 0,22
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.6 Derajat Kejenuhan (DJ)


Derajat Kejenuhan (DJ) adalah semua arus lalu lintas yang masuk simpang dalam
satuan skr/jam dibagi dengan kapasitas simpang itu sendiri dalam satuan skr/jam
(Kementerian PU, 2014). Oleh karena itu nilai derajat kejenuhan (DJ) tidak memiliki
satuan. Simpang yang mempunyai tingkat kinerja lebih baik yaitu simpang yang
memiliki nilai derajat kejenuhan tidak lebih dari 0,85 pada jam puncak tahun rencana.
Apabila nilai derajat kejenuhan lebih besar dari 0,85 maka kinerja simpang dalam
melayani lalu lintas tersebut masih buruk, untuk itu perlu dilakukan upaya perbaikan
baik berupa perubahan desain geometriknya maupun manajemen lalu lintas. Derajat
kejenuhan merupakan rasio arus lalu lintas total terhadap kapasitas. Derajat
Kejenuhan dapat dihitung menggunakan rumus (PKJI 2014) :

DJ = q / C

Keterangan
q = Semua arus lalu lintas yang masuk Simpang dalam satuan skr/jam. q
dihitung menggunakan rumus
q = qkend x Fskr

Fskr : Faktor skr yg dihitung menggunakan persamaan


Fskr = ekrKR x %qKR + ekrKS x %qKS + ekrSM x %qSM
ekrKR, ekrKS, ekrSM masing-masing adalah ekr untuk KR, KS, dan
SM yang dapat diperoleh dari Tabel 3.11. q KR, qKS, qSM masing-
masing adalah q untuk KR, KS, dan SM.
20

C : Kapasitas (skr/jam)
Tabel 2. 11 Tabel Ekivalen Kendaraan Ringan untuk KS dan SM
Jenis kendaraan ekr
QTOTAL ≥ 1000 QTOTAL < 1000
skr/jam skr/jam
KR 1,0 1,0
KS 1,8 1,3
SM 0,2 0,5
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.7 Tundaan (T)

PKJI 2014, tundaan terjadi karena dua hal, yaitu tundaan lalu lintas (T LL) dan

tundaan geometrik (TG). Tundaan lalu lintas adalah tundaan yang disebabkan oleh

interaksi antara kendaraan dalam arus lalu lintas Tundaan lalu lintas dibedakan dari

seluruh simpang, dari jalan Mayor saja atau jalan Minor saja. Waktu Tundaan (T)

dihitung menggunakan persamaan berikut :

Waktu Tundaan dapat dihitung menggunakan rumus (PKJI 2014):

T = TLL + TG)

Keterangan:

TLL = Tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang
masuk Simpang dari semua arah, dapat dihitung menggunakan
persamaan di bawah atau ditentukan dari kurva empiris sebagai fungsi
dari DJ dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Untuk DJ ≤ 0,60: TLL = 2 + 8,2078 DJ – (1 – DJ)2
1,0504 2
Untuk DJ > 0,60 : TLL = -(1-DJ)
(0,2742-0,2042 DJ)
21

Gambar 2. 5 Tundaan Lalu Lintas Simpang Sebagai Fungsi dari DJ


Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.7.1 Tundaan Lalu Lintas Untuk Jalan Mayor


Tundaan lalu lintas untuk jalan Mayor (T LLma) adalah tundaan lalu lintas rata-
rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk Simpang dari jalan Mayor, dapat
dihitung menggunakan persamaan dibawah atau ditentukan dari kurva empiris
sebagai fungsi dari DJ (Gambar 2.6).
Untuk DJ ≤ 0,60: TLLma = 1,8 + 5,8234 DJ – (1 – DJ)1,8

1,0503 1,8
Untuk DJ > 0,60 : TLL = -(1-DJ)
(0,3460-0,246 DJ)
22

Gambar 2.6 Tundaan Lalu Lintas Jalan Mayor Sebagai Fungsi dari DJ
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

2.7.2 Tundaan Lalu Lintas Untuk Jalan Minor (TLLmi)


Tundaan lalu lintas untuk jalan minor (TLLmi) adalah tundaan lalu lintas rata- rata
untuk semua kendaraan bermotor yang masuk Simpang dari jalan minor, ditentukan
dari TLL dan TLLma, dihitung menggunakan persamaan dibawah :

qTOT X TTL-qma x TLLma


TLLmi =
qmi

Keterangan:

qTOT = arus total yang masuk simpang, skr/jam


qma = arus yang masuk simpang dari jalan mayor, skr/jam

2.7.3 Tundaan Geometrik (TG)


PKJI 2014, Tundaan geometrik adalah tundaan yang disebabkan oleh
perlambatan dan percepatan yang terganggu saat kendaraan-kendaraan membelok
pada suatu Simpang dan/atau terhenti. Tundaan geometrik rata-rata seluruh
Simpang, dapat diperkirakan menggunakan persamaan dibawah :
Untuk DJ < 1: TG = (1 – DJ) x {6 RB + 3 (1 – RB)} + 4 DJ, (dtk/skr)
Untuk DJ ≥ 1: TG = 4 dtk/skr
23

Keterangan:
TG = Tundaan geometrik, detik/skr
RB = Rasio arus belok terhadap arus
Total Simpang DJ = Derajat kejenuhan

2.8 Peluang Antrian (PA)

Peluang antrian (PA) dinyatakan dalam rentang kemungkinan (%) dan dapat

ditentukan menggunakan persamaan dibawah atau ditentukan menggunakan

Gambar 2.7 PA tergantung dari DJ Nilai derajat kejenuhan (DJ) digunakan sebagai

salah satu dasar penilaian kinerja lalu lintas simpang.

Batas Atas peluang PA = 47,71 DJ – 24,68 DJ2 + 56,47 DJ3

Batas Bawah peluang PA = 9,02 DJ + 20,66 DJ2 + 10,49 DJ3

Keterangan:
PA = Peluang antrian
DJ = Derajat Kejenuhan

Gambar 2. 7 Peluang Antrian Sebagai Fungsi dari DJ


Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)
24

 Penilaian Kinerja

Untuk mencapai kinerja simpang yang baik, maka perlu dilakukan terhadap
analisis simpang dengan penilaian kinerja simpang. Kementerian PU, (2014)
menjelaskan cara melakukan penilaian kinerja dengan melihat nilai derajat
kejenuhan, yaitu (DJ ≤ 0,85). Jika nilai DJ yang diperoleh terlalu tinggi (misal > 0,85),
maka perlu dilakukan perubahan desain ulang yang berkaitan dengan lebar pendekat
dan membuat perhitungan baru. Hal itu dilakukan agar meningkatkan pelayanan
simpang, utamanya dengan penambahan lebar rata-rata pendekat atau manajemen lalu
lintas yang lain untuk memungkinkan arus lalu lintas masuk simpang berkurang.
Besarnya nilai DJ mempengaruhi nilai T dan PA. Nilai T ini dapat digunakan untuk
menganalisis biaya manfaat akibat kehilangan nilai waktu Sedangkan nilai PA
digunakan untuk mengevaluasi desain geometrik terkait panjang lajur khusus untuk
lajur membelok agar antrian yang terbentuk tidak menghalangi arus lalu lintas pada
lajur utama dan ketersediaan ruang untuk menampung kendaraan yang antri, sehingga
tidak menutupi pergerakan kendaraan-kendaraan pada simpang yang berdekatan
(Kementerian PU, 2014).
25

2.9 Penelitian Terdahulu


Tabel 2. 12 PENELITIAN TERLEBIH DAHULU
Nama Dan Judul Tujuan Penelitian Variabel yang Manfaat Perbandingan
Penelitian Diteliti

Celsilya Iryon Keke - Untuk mengetahui Kinerja Penulis dapat Perbandingan dengan penelitian
(2021) Analisa kinerja kinerja simpang tak simpang tak mengetahui kinerja ini adalah pada variabel penelitian
bersinyal Jalan Eltari
simpang tak bersinyal bersinyal simpang tak bersinyal yang mana tujuan penelitian
Ende terhadap arus
jalan eltari Ende, nusa lalu lintas. serta hambatan apa saja berbeda diantaranya penelitian
tenggara timur - Untuk mengetahui yang mempengaruhi lalu sebelumna mengetahui Kinerja
hambatan apa saja
lintas di setiap ruas jalan simpang tak bersinyal
yang mempengaruhi
lalu lintas di setiap simpang tak besinyal. Tetapi peneliti mengetahui Berapa
ruas jalan simpang tak besar kapasitas pada simpang tiga
besinyal Jalan Eltari
tak bersinyal
Ende.
- Untuk mengetahui
apa solusi yang paling
optimal agar simpang
tak bersinyal Jalan
Eltari Ende dapat
digunakan oleh
masyarakat senyaman
mungkin.

Gusmulyani (2020). - Untuk memperbaiki kinerja Penulis dapat Perbandingan dengan penelitian
Optimalisasi Kinerja kinerja simpang agar simpang saat mengevaluasi kinerja ini adalah pada variabel penelitian
26

Simpang Tiga Tak dapat berfungsi ini, dan persimpangan yang mana tujuan penelitian
Bersinyal (Studi optimal sebagaimana manajemen berdasarkan MKJI 1997, berbeda diantaranya penelitian
Kasus Simpang Tiga mestinya lalu-lintas merencanakan siklus sebelumna memperbaiki kinerja
Smkn1) - Untuk mengevaluasi waktu lampu lalu lintas simpang agar dapat berfungsi
kinerja persimpangan (traffic light). optimal sebagaimana mestinya

Tetapi peneliti mengetahui Berapa


besar kapasitas pada simpang tiga
tak bersinyal

Faisol Dwi Prasetyo - Mengevaluasi kembali kinerja Ruas Penulis dapat mengetahui Perbandingan dengan penelitian
(2019) Evaluasi kinerja Ruas Jalan jalan diwaktu 5 kinerja Ruas jalan ini adalah pada variabel penelitian
kinerja simpang tiga saat ini. tahun kedepan diwaktu 5 tahun kedepan yang mana tujuan penelitian
tak bersinyal di jalan - Mengevaluasi simpang dan dan Menganalisis berbeda diantaranya penelitian
Raya lumajang - Tiga tak bersinyal mengevaluasi alternatif pemecahan sebelumna untuk Mengevaluasi
probolinggo desa saat ini. simpang Tiga tak masalah yang terjadi kembali kinerja Ruas Jalan saat
kebonan - Menganalisa kinerja bersinyal saat ini. pada ruas Jalan tersebut. ini mengevaluasi simpang Tiga
Kec. Klakah kab. Ruas jalan diwaktu 5 tak bersinyal saat ini menganalisa
Lumajang tahun kedepan. kinerja Ruas jalan diwaktu 5
- Menganalisa simpang
27

tiga diwaktu 5 tahun tahun kedepan.


kedepan.
Tetapi peneliti mengetahui Berapa
- Menganalisis alternatif besar kapasitas pada simpang tiga
pemecahan masalah tak bersinyal
yang terjadi pada ruas
Jalan tersebut.

Yoza Wildan Fahmi - Untuk menganalisa kinerja simpang Penulis dapat mengetahui Perbandingan dengan penelitian
(2019). Analisa kinerja bagaimana waktu dan waktu kebijakan dalam hal ini adalah pada mtode yang di
simpang jl.gajah mada tempuh pada putar tempuh pada manajemen lalulintas gunakan yaitu metode PKJI 2014
dan jl.sentot prawiradirjo balik kendaraan putar balik pada sedangkan peneliti menggunakan
akibat bangkitan - Untuk menganalisa kendaraan MKJI 1997
simpang
perjalanan masjid bagaimana analisa
roudhotul muchlisin kinerja simpang
dengan metode pkji 2014 Sebelum Adanya
(Simpang Jl.Gajah Mada Traffic Light?
Dan Jl.Sentot - Untuk menganalisa
Prawiradirjo Kabupaten bagaimana analisa
Jember, Jawa Timur ) kinerja simpang
-
28

2.10 Kerangka Teori


Berdasarkan rumusan masalah serta literatur yang ada selanjutnya penulis
membuat sebuah kerangka pemikiran dalam menganalisa tingkat kinerja simpang tiga
tak bersinyal. Adapun kerangka peneliti sebagai berikut

Judul

Rumusan Masalah

Bagaiman karakteristik pada Bagaimana tingkat kinerja Memberikan alternatif


simpang tiga tak bersinyal di pada simpang kapasitas pemecahan masalah yang
Jalan Raya Adi Mulya -Jalan simpang tiga tak bersinyal di terjadi pada simpang
Raya Tambakrejo - Jalan Raya Jalan Raya Adi Mulya-Jalan tersebut.
Kendalpayak,Kabupaten Raya Tambakrejo - Jalan Raya
Malang? Kendalpayak, Kabupaten
Malang?

Kapasitas simpang menurut Menurut Kementerian PU, Menurut Kementerian PU,


Pedoman Kapasitas Jalan Pedoman Kapasitas Jalan Pedoman Kapasitas Jalan
Indonesia (PKJI 2014) Indonesia (PKJI 2014) ukuran Indonesia (PKJI 2014)
atau parameter kinerja lalu lintas
diantaranya

Karakteristik simpang - Kapasitas(C) 1. Manajemen lalu-lintas


- Derajat kejenuhan (DJ) 2. Geometrik simpang
- Geomerik simpang - Tundaan (T)
- pergerakan lalu-lintas - Peluang antrian (PA).
29

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian bertempat pada Simpang tiga di Jalan Raya Adi Mulya
Kabupaten Malang dengan lengan-lengan simpang tersebut sebagai berikut : arah
Utara : Jl. Kendalpayak, arah Selatan : Jl. Adi Mulya dan arah Timur: Jl. Tambakrejo.
Lokasi Penelitian terlampir pada gambar dibawah ini

Arah Timur Arah Utara


Jl.Tambakrejo :Jl.Kendalpayak

Arah Selatan
:Jl.Adi Mulya

Gambar 3. 1 Lokasi Penelitian


30

3.2 Peralatan Penelitian


Dalam penelitian ini digunakan beberapa alat untuk menunjang pelaksanaan
penelitian di lapangan sebagai berikut :
1. Formulir penelitian dan alat tulis, untuk mencatat arus lalu lintas.
2. Alat pengukur Panjang (meteran), untuk mengukur dimensi geometric jalan.
3. Tally Counter, dan Traffic Counter menghitung berapa banyaknya jumlah
kendaraan yang melewati persimpangan
4. Jam tangan, di gunakan untuk mengukur waktu awal mulai dan akhir
pengamatan.

3.3 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan proses menghimpun data dan informasi yang
relevan dengan kebutuhan studi. Dalam kegiatan pengumpulan data perlu di
perhatikan beberapa hal seperti jenis data, tempat memperoleh nya, cara memperoleh,
dan jumlah data yang harus di kumpulkan.
Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam menyusun penelitian ini
adalah:

3.3.1 Data Primer


Data primer di lakukan untuk memperoleh data yang terkait dengan pembahasan
penelitian yang di dapatkan secara langsung melalui objek penelitian dan selanjutnya
akan di gunakan dalam proses analisis metode survei primer yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Menggunakan teknik observasi lapangan. Adapun kegiatan observasi
lapangan yang di gunakan untuk menghimpun data dalam penelitian ini
adalah observasi, kinerja operasional persimpangan di gunakan untuk
mengetahui tingkat kinerja simpang.
2. Dokumentasi kondisi simpang
Dokumentasi dilakukan sebagai bahan bukti nyata dilapangan yang
dilakukan oleh peneliti
31

Meliputi survei lalu lintas harian rata-rata, survei inventarisasi dan geometric
jalan, dan survei aktivitas sisi jalan.
a. Survei Volume Lalu Lintas
Survei volume lalu lintas di lakukan dengan menggunakan metode
survei lalu lintas harian rata-rata (LHR). Survei lalu lintas harian rata-rata
pada penelitian ini di lakukan satu minggu kalender yang mana dianggap
mewakili standar Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014), di
karenakan standar waktu peneliti yang terbatas. Tujuan dari observasi ini
adalah untuk mengetahui volume lalu lintas harian dan perubahan arus yang
terjadi. Kegiatan survei lalu lintas harian rata-rata di lakukan dengan cara
menghitung jumlah dan jenis kendaraan yang melintas pada ruas Jalan
tersebut. Dari kegiatan survei akan di peroleh jumlah kendaraan dalam satuan
penumpang yang kemudian di konversikan dalam satuan mobil penumpang
(smp) sehingga di peroleh kesetaraan satuan.
b. Survei Goemetrik Jalan
Pengamatan pengukuran geometric jalan di lakukan dengan mencatat
jumlah lajur dan arah, bahu jalan, trotoar, menentukan lebar jalan Lebar
pendekat efektif (WE) pada masing-masing pendekat, Lebar masuk
(WMASUK) pada masing-masing pendekat, Lebar keluar (WKELUAR) pada
masing-masing pendekat pengukuran di lakukan pada malam hari agar tidak
mengganggu kelancaran arus lalu lintas

3.3.2 Data Sekunder


Data sekunder, data yang di peroleh dari instansi-intansi terkait yang berkaitan
dengan pengamatan yang di lakukan. Data sekunder ini berfungsi sebagai data
pendukung dari data primer dalam penelitian ini yaitu dari Jurnal dan Buku :
1. Analisa Kinerja Simpang Tak Bersinyal Jalan Eltari
2. Analisis Kinerja Simpang Tak Bersinyal Simpang Yomani - Lebaksiu -
Balapulang
32

3. Evaluasi Kinerja Simpang Tiga Tak Bersinyal Pada Jalan Raya Menganti
-Jalan Mastrip Kota Surabaya
4. Analisis Kinerja Simpang Tiga Tidak Bersinyal Jalan Sucipto-Wijaya
Kusuma Kabupaten Situbondo
5. Buku Direktorat Jenderal Bina Marga Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia
(PKJI 2014)

3.4 Pelaksanaan Survey


Pelaksanaan survey dilakukan pada waktu yang akan direncanakan, untuk data
primer yaitu data arus lalu lintas, Waktu pengambilan data dilakukan selama 7 hari
yaitu pada hari Rabu sampai hari Selasa.

Sedangkan untuk pengukuran geometric dilakukan pada salah satu hari. Pada
pelaksanaan survei ini membutuhkan enam orang surveyor dengan tugas sebagai
berikut :

Gambar 3. 2 Posisi Surveyor


33

Proses perhitungan jumlah kendaraan dicatat dalam interval 15 menit pada


formulir survei volume lalu lintas dengan pembagian jenis kendaraan meliputi
sepeda motor, kendaraan ringan, kendaraan berat dan kendaraan tak bermotor.
1. Penjelasan cara kerja
2. Untuk memudahkan dalam mendapatkan data hasil survei yang tepat dan
akurat, harus diadakan penjelasan kepada seluruh surveyor dengan tugas dan
tanggung jawab masing-masing terdiri dari :
a. Pengisian formulir survey volume lalulintas dicatat dalam interval 15
menit.
b. Pembagian tugas menyangkut pembagian arah dan jenis kendaraan sesuai
dengan formulir yang dipegang.
c. Pengambilan data kondisi geometrik, mengukur lebar pendekat pada
masing-masing lengan yang dilakukan oleh 2(dua) orang dengan
menggunakan pita ukur atau meteran.
d. Data kondisi lalulintas didapat dengan mencatat jumlah jenis kendaraan
pada Gerakan disetiap lengan, yaitu gerak belok kiri, belok kanan dan
lurus. Hasil pencacahan berdasarkan jenis kendaraan di setiap arah
gerakan di setiap lengan dimasukan kedalam formulir survey.

3.5 Waktu Pengambilan Data


Waktu untuk pengambilan sampel dilakukan pada hari senin-minggu selama satu
minggu. Pertimbangan dalam pemilihan hari didasarkan pada kegiatan yang terjadi di
sekitar simpang yang akan dilaksanakan penelitian.Volume lalulintas ini perlu
diamati karena terkait dengan waktu pengamatan, periode jam sibuk, arah dan jumlah
kendaraan.Survey dilakukan selama satu minggu, agar mendapatkan volume
kendaraan yang maksimal. Waktu pengamatan per 15 menit Setiap pengamatan
mencatat kendaraan yang melalui pendekatan untuk semua Gerakan kendaraan,
menurut klasifikasi sebagai berikut:
a. Kendaraan tidak bermotor (KTB) meliputi : sepeda, becak, andong, dan
sebagainya
34

b. Sepeda motor (SM)


c. Kendaraan ringan (KR) meliputi : mobil penumpang, minibus, jeep, dan bus
kecil.
d. Kendaraan berat (KS) meliputi : Bis, truk 2 as, truk 3 As, dan kendaraan
bermotor lebih dari 4 roda
e. Formulir Survey
f. Formulilr Surveyor

Tabel 3. 1 Formulir Survey

FORMULIR SURVEY VOLUME LALU LINTAS


Persimpangan :
Lokasi :
Hari/Tangga :
Waktu :

Jenis Kendaraan
Kendaraan
Arah Sepeda
Waktu (menit) Tidak Kendaraan Kendaraan
Gerakan Motor
Bermotor Ringan Berat (KS)
(SM)
(KTB) (KR)
06.00-06.15
06.15-06.30
06.30-06.45
06.45-07.00
07.00-07.15
07.15-07.30
07.30-07.45
07.45-08.00
08.00-08.15
08.15-08.30
08.30-08.45
08.45-09.00
09.00-09.15
09.15-09.30
09.30-09.45
35

09.45-10.00
10.00-10.15
10.15-10.30
10.30-10.45
10.45-11.00
11.00-11.15
11.15-11.30
11.30-11.45
11.45-12.00
12.00-12.15
12.15-12.30
12.30-12.45
12.45-13.00
13.00-13.15
13.15-13.30
13.30-13.45
13.45-14.00
16.00-16.15
16.15-16.30
16.30-16.45
16.45-17.00
17.00-17.15
17.15-17.30
17.30-17.45
17.45-18.00
18.00-18.15
18.15-18.30
18.30-18.45
18.45-19.00
19.00-19.15
19.15-19.30
19.30-19.45
19.45-20.00

Tabel 3. 2 Formulir Survey Hambatan Samping


36

Formulir Survey Hambatan Samping


Kendaraan Kendaraan Kendaraan
Pejalan kaki
Waktu parkir/berhenti keluar/masuk lambat
(PED)
(PSV) (EEV) (SMV)
06.00-06.15
06.15-06.30
06.30-06.45
06.45-07.00
07.00-07.15
07.15-07.30
07.30-07.45
07.45-08.00
08.00-08.15
08.15-08.30
08.30-08.45
08.45-09.00
09.00-09.15
09.15-09.30
09.30-09.45
09.45-10.00
10.00-10.15
10.15-10.30
10.30-10.45
10.45-11.00
11.00-11.15
11.15-11.30
11.30-11.45
11.45-12.00
12.00-12.15
12.15-12.30
12.30-12.45
12.45-13.00
13.00-13.15
13.15-13.30
13.30-13.45
13.45-14.00
16.00-16.15
16.15-16.30
16.30-16.45
16.45-17.00
17.00-17.15
17.15-17.30
17.30-17.45
17.45-18.00
18.00-18.15
18.15-18.30
18.30-18.45
18.45-19.00
19.00-19.15
19.15-19.30
19.30-19.45
19.45-20.00

Tabel 3. 3 Jadwal Surveyor


37

Formulir Surveyor
Waktu survey Keterangan
06.00-14.00 Pengambilan Data volume lalu-lintas
14.00-15-59 waktu istirahat
16.00-20.00 Pengambilan Data volume lalu-lintas

3.6 Metode Analisis Data


Untuk analisis data ini lebih mengacu pada hasil kinerja operasinal dan kinerja
simpang Analisis ini digunakan untuk mengetahui kinerja simpang serta pengaruhnya
terhadap kinerja simpang.
Data yang diperoleh dari penelitian di lapangan kemudian dilakukan Analisa
berdasarkan Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014) untuk mengetahui
kondisi kinerja dari simpang yang diteliti. Dari hasil tersebut di dapat nilai kapasitas,
derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian berdasarkan metode yang ada dalam
buku Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014) Apa bila simpang yang diteliti
tidak memenuhi syarat sesuai dengan buku Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, maka
perlu dilakukan perbaikan tingkat pelayanan dan kinerja simpang. Beberapa
tahapanan alisis yaitu :

Analisis Simpang

Analisis diperhitungkan terhadap data kondisi saat ini kemampuan dan


kapasitas jalan supaya tidak terjadi kemacetan dapat meningkatkan kapasitas
simpang yang ditinjau

a. Kapasitas (C)
C = C0 × FLP × FM × FUK × FHS × FBKi × FBKa × FR𝑚i
Dengan :
C = Kapasitas Simpang (skr/jam)
C0 = Kapasitas dasar Simpang (skr/jam)
FLP = Faktor koreksi lebar rata-rata pendekat
FM = Faktor koreksi tipe median
FUK = Faktor koreksi ukuran kota
38

FHS = Faktor koreksi hambatan samping


FBKi = Faktor koreksi rasio arus belok kiri
FBKa = Faktor koreksi rasio arus belok kanan
FRmi = Faktor koreksi rasio arus dari jalan minor
b. Derajat Kejenuhan (DJ)

DJ = q / C

Keterangan :
Dj = derajat kkejenuhan
q = Semua arus lalu lintas yang masuk Simpang dalam satuan smp/jam. q
dihitung menggunakan rumus
q = qkend x Fskr

Fskr = Faktor skr yg dihitung menggunakan persamaan


Fskr = ekrKR x %qKR + ekrKS x %qKS + ekrSM x %qSM
ekrKR, ekrKS, ekrSM masing-masing adalah ekr untuk KR,
KS, dan SM yang dapat diperoleh dari Tabel 3.11. qKR, qKS, qSM
masing-masing adalah q untuk KR, KS, dan SM.

C = Kapasitas (skr/jam)
c. Tundaan
Waktu Tundaan dapat dihitung menggunakan rumus (PKJI 2014):

T = TLL + TG)

Keterangan:

TLL = Tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua kendaraan


bermotor yang masuk Simpang dari semua arah, dapat dihitung
menggunakan persamaan di bawah atau ditentukan dari kurva empiris
sebagai fungsi dari DJ dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Untuk DJ ≤ 0,60: TLL = 2 + 8,2078 DJ – (1 – DJ)2
39

1,0504 2
Untuk DJ > 0,60 : TLL = -(1-DJ)
(0,2742-0,2042 DJ)

1. Tundaan Lalu Lintas Untuk Jalan Mayor (TLLma)


Untuk DJ ≤ 0,60: TLLma = 1,8 + 5,8234 DJ – (1 – DJ)1,8

1,0503 1,8
Untuk DJ > 0,60 : TLL = -(1-DJ)
(0,3460-0,246 DJ)

2. Tundaan Lalu Lintas Untuk Jalan Minor (TLLmi)


qTOT X TTL-qma x TLLma
TLLmi =
qmi

Keterangan:

qTOT = arus total yang masuk simpang, skr/jam


qma = arus yang masuk simpang dari jalan mayor, skr/jam

3. Tundaan Geometrik (TG)

Untuk DJ < 1: TG = (1 – DJ) x {6 RB + 3 (1 – RB)} + 4 DJ,


(dtk/skr)
Untuk DJ ≥ 1: TG = 4
dtk/skr Keterangan:
TG = Tundaan geometrik, detik/skr
RB = Rasio arus belok terhadap arus
Total Simpang DJ = Derajat kejenuhan

d. Peluang Antrian (PA)

Batas Atas peluang PA = 47,71 DJ – 24,68 DJ2 + 56,47 DJ3


Batas Bawah peluang PA = 9,02 DJ + 20,66 DJ2 + 10,49 DJ3

Keterangan:
PA = Peluang antrian
DJ = Derajat Kejenuhan
40

3.7 Kapasitas Ruas Jalan


Kapasitas suatu ruas jalan didefinisikan sebagai jumlah maksimum kendaraan
yang dapat melintasi suatu ruas jalan satu jalur dua arah dengan median atau total dua
arah untuk jalan satu jalur tanpa median, selama satuan waktu tertentu pada kondisi
jalan dan lalulintas yang tertentu.

Ada beberapa factor yang mempengaruhi kapasitas jalan antara lain:

1. Faktor jalan seperti lebar jalur, kebebasan lateral, bahu jalan, kondisi
permukaan jalan, trotoar dan lain-lain.
2. Data volume lalu lintas yang digunakan adalah volume lalu lintas total yang
terjadi pada jam puncak (peak hours). Jam puncak ini merupakan jam
tertinggi terjadinya arus volume lalulintas, yang diperoleh dari jumlah arus
terbanyak pada waktu tertentu. Kementerian PU (2014) menyatakan bahwa
volume lalu lintas total (q) adalah jumlah kendaraan yang masuk simpang dari
semua arah dinyatakan dalam kend/hari atau skr/hari. Adapun jenis kendaraan
yang melewati simpang di klasifikasikan menjadi lima kode, ditentukan
berdasarkan jenis kendaraan dan tipikal kendaraan. Setiap jenis kendaraan
mempunyai nilai ekivalen kendaraan ringan, yang digunakan untuk faktor
koreksi untuk jenis kendaraan sedang, kendaraan berat, dan sepeda motor
dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan dampaknya
terhadap kapasitas jalan (Kementerian PU, 2014).
3. Parameter kondisi lingkungan simpang yaitu ukuran kota dan gabungan dari
tipe lingkungan, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor.
Pengelompokan ukuran kota di tetapkan menjadi lima berdasarkan kriteria
populasi penduduk. Pengelompokan tipe lingkungan jalan ditetapkan menjadi
tiga, yaitu komersiil, permukiman dan akses terbatas, yang didasarkan pada
penilaian teknis dengan kriteria yang telah diuraikan. Sedangkan
pengelompokan hambatan samping ditetapkan menjadi tiga, yaitu tinggi,
sedang rendah, dan dengan kriteria yang menunjukkan pengaruh aktivitas
41

simpang terhadap arus lalu lintas yang berangkat dari pendekat. Besarnya
kapasitas jalan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

3.7.1 Kapasitas Dasar


Kapasitas Dasar (C0) merupakan arus lalu lintas total maksimum yang masuk ke
simpang yang dapat dipertahankan selama waktu paling sedikit satu jam dalam
kondisi cuaca dan geometrik yang baku, dalam satuan kend/jam atau skr/jam
(Kementerian PU, 2014). Nilai C0 dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut :
Tabel 3. 4 Kapasitas Dasar Simpang 3 dan Simpang 4

Tipe CO,
Simpang skr/jam
322 2700
324 3200
atau 244
422 2900
424 3400
atau 444
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Tabel 3. 5 Faktor Koreksi Median Jalan Mayor (FM)


Kondisi Simpang Ti Faktor
pe koreksi (FM)
m
edian
Tidak ada median jalan mayor Ti 1
Ada median jalan mayor, dak ada ,00
lebar < 3 m Ada median jalan mayor, Se 1
lebar ≥ 3 m mpit ,05
Lebar 1
,20
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)
Tabel 3. 6 Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping
Tip Kelas Hambatan Faktor Koreksi Hambatan Samping
e Samping (HS) (FHS)
lin RK 0 0 0 0 >
gkungan TB:0,00 ,05 ,03 ,1 ,20 0,25
jalan 5
42

Kom Ti 0, 0 0 0 0 0
ersial nggi 93 ,88 ,84 ,7 ,74 ,70
9
Se 0, 0 0 0 0 0
dang 94 ,89 ,85 ,8 ,75 ,71
0
Re 0, 0 0 0 0 0
ndah 95 ,90 ,86 ,8 ,76 ,71
1
Pemu Ti 0, 0 0 0 0 0
kiman nggi 96 ,91 ,87 ,8 ,77 ,72
2
Se 0, 0 0 0 0 0
dang 97 ,92 ,88 ,8 ,78 ,73
3
Re 0, 0 0 0 0 0
ndah 98 ,93 ,89 ,8 ,79 ,74
4
A Tinggi / 1, 0 0 0 0 0
kses Sedang/ 00 ,95 ,90 ,8 ,80 ,75
Ter Rendah 5
batas
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Tabel 3. 7 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FUK)


Ukura Pen Faktor penyesuaian
n kota (UK) duduk ukuran kota (FUK)
(juta)
Sanga <0,1 0,82
t kecil
Kecil 0,1 0,88
– 0,5
Sedan 0,5 0,94
g – 1,0
Besar 1,0 1,00
– 3,0
Sanga >3,0 1,05
t besar
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

3.7.2 Volume lalulintas


Dihitung berdasarkan data hasil observasi lalulintas harian rata-rata. Untuk
mengetahui besarnya volume pada ruas jalan yang diamati, maka jumlah volume
kendaraan yang berasal dari data Lintas Harian Rata-rata (LHR) dikalikan dengan
43

lama waktu pengamatan yang dinyatakan dalam jam. Cara penghitungan volume
lalulintas melalui lalulintas harian rata-rata dapat dihitung dengan persamaan :
Jumlah lalu-lintas selama pengamatan
LHR =
Lamanya pengamatan

Volume lalulintas dapat dihitung berdasarkan data hasil observasi LHR yang
dikalikan dengan besaran factor ekivalensi (emp) untuk masing-masing jenis
kendaraan.
a. Rasio Volume Lalu Lintas (VCR)
Setelah melakukan perhitungan kapasitas jalan dan volume lalulintas, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan penghitungan rasio volume lalulintas
rasio volume lalulintas menunjukkan kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam
melayani arus lalulintas yang melewatinya Rasio volume lalulintas dapat
dihitung dengan rumus (Morlok, 1991 : 212) :

VCR = V/C
Dimana :

VCR = Rasio volume lalulintas


V = Volume kendaraan
C = Kapasitas
b. Analisa geometrik jalan
Didalam menganalisa geometrik jalan, penyusun mengadakan survey
langsung di sepanjang jalan Pengamatan yang penyusun lakukan meliputi:
1. Keadaan fisik topografi daerah
2. Klasifikasi jalan
3. Penampang melintang jalan

3.8 Bagan Alir Metode penelitian


Bagan alir merupakan langkah yang akan ditempuh dalam penelitian, sehingga
penelitian sesuai koridor yang telah ditetapkan. Bagan alir penelitian dapat dilihat
pada gambar 3.4 berikut :
44

Mulai

Identifikasi Masalah

Rumusan Masalah

Tinjauan Pustaka

Metode Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


1. Peta ruas jalan
1. Kondisi Geometrik
2. Arus Lalulintas
45

1. Analisa data Lalulintas


2. Kinerja Simpang Tak Bersignal (PKJI
2014)
 Kapasitas,
 Derajat Kejenuhan
 Tundaan
 Peluang Antrian.

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3. 3 Bagan Alir Penelitian.


46

Anda mungkin juga menyukai