Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL

ANALISA KONSEP JALAN SATU ARAH PADA RUAS JALAN WAIRKLAU

KOTA MAUMERE

OLEH :

KRISANTUS OKTAVIANUS MEAK

022150015

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA NIPA

MAUMERE

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi dari waktu ke waktu semakin berkembang. Pada

zaman dahulu transportasi masih menggunakan tenaga manusia, hewan

dan sumber tenaga lain yang berasal dari alam. Dengan kemajuan zaman

yang berpengaruh terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia

mulai menciptakan alat transportasi modern yang sesuai dengan

kebutuhannya.

Sebagian besar masyarakat lebih banyak menggunakan transportasi

darat dibandingkan jenis transportasi lainnya seperti transportasi air dan

transportasi udara. Jenis moda perangkutan transportasi darat lebih banyak

macamnya dan mudah dijangkau seperti kereta api, angkutan perkotaan,

bus, sepeda motor, hingga becak sebagai alat transportasi tradisional.

Dalam perkembangan suatu kota, sistem transportasi sebagai

penyusunnya pun ikut berkembang. Dengan berkembangnya sistem

transportasi maka pengadaan fasilitas penunjang dan pelengkap serta

kualitas jalan menjadi sangat penting. Untuk itu, keberadaan sarana dan

prasarana serta fasilitas penunjang lainnya harus memiliki ukuran dan

1
standar baik secara kualitas dan kuantitas yang aman, lancar, nyaman,

serta terjamin.

Penduduk Kabupaten Sikka berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2018 adalah

318.920 jiwa, yang terdiri atas 150.522 jiwa laki-laki dan 168.398 jiwa perempuan. Laju

pertumbuhan penduduk Kabupaten Sikka tahun 2018 adalah 0,51 %. Rasio jenis

kelamin tahun 2018 adalah 89,7 yang berarti dari 100 perempuan hanya terdapat 89-90

laki-laki, atau penduduk laki-laki lebih sedikit dari pada penduduk perempuan.

Kepadatan penduduk Sikka adalah 184 jiwa per km², yang terpadat adalah Kecamatan

Alok Timur dengan 2.363 jiwa per km². (RPI-JM Kab. Sikka, 2018)

Penambahan jumlah penduduk Kota akan mengakibatkan meningkatnya

jumlah pengguna kendaraan bermotor, perkembangan jumlah pergerakan atau

meningkatkan jumlah pemakai dan pemakaian jalan di dalam kota, sehingga

terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan jumlah kendaraan

dengan pertumbuhan ruang jalan serta kurang meratanya sebaran

pusat-pusat kegiatan kota, sehingga mendorong terjadinya

permasalahan pergerakan lalu lintas kota.

Tingginya pertumbuhan kendaraan yang beroperasi di jalan

umum didominasi oleh kendaraan pribadi baik mobil maupun sepeda

motor sebagai dampak dari masih rendahnya kualitas pelayanan

kendaraan umum. Jumlah kendaraan yang lebih lengkap dijelaskan pada

Tabel 1.

2
Tabel 1.1 Jumlah Kendaraan di Kabupaten Sikka
TAHUN
NO JENIS KENDARAAN
2015 2016 2017

1 Sepeda Motor 33207 36332 39517

2 Mobil Penumpang 1732 1528 1569

3 Truk 2054 1656 1763

Sumber : sikkakab.bps.go.id 2017

Peningkatan jumlah kendaraan di Kabupaten Sikka tidak diimbangi

dengan adanya penambahan panjang maupun lebar jalan juga menjadi salah satu

penyebab semakin kompleksnya masalah lalu lintas perkotaan. Kondisi prasarana

jalan yang ada di Kabupaten Sikka memiliki panjang keseluruhan 624,09 km.

Keseluruhan panjang tersebut dibagi atas tiga kewenangan jalan yaitu jalan

Nasional sepanjang 183,45 km, jalan Provinsi sepanjang 28,57 km, dan jalan

Kota/Kabupaten sepanjang 807,55 km. (nttbangkit.wordpress.com).

Kondisi permukaan jalan dapat dibedakan menjadi 3 bagian (Pudya, 2008:81) yaitu :

1. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan rata dan tidak ada

gelombang

2. Jalan dalam kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan

perkerasan sedang, tidak ada kerusakkan dan tidak ada gelombang.

3. Jalan dalam kondisi rusak ringan dan rusak berat, yaitu jalan dengan

permukaan bergelombang, terdapat tambalan, retak-retak buaya dan

terkelupas.

3
Faktor penyebab permasalahan lalu lintas dapat berasal dari unsur

teknik lalu lintas, sarana perangkutan, pengguna jalan dan penyediaan

lahan parkir yang tidak sesuai dengan semestinya. Untuk mengatasi

masalah-masalah yang timbul dari permasalah transportasi perkotaan yang

ada dibutuhkan suatu kebijakan-kebijakan yang mampu mengontrol atau

me-manage lalu lintas yang biasa disebut manajemen dan rekayasa lalu

lintas di jalan.

Manajemen dan rekayasa lalu lintas dilaksanakan dengan tujuan untuk

mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan guna meningkatkan keselamatan,

ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan. Salah satu implementasi

majememen dan rekayasa lalu lintas di Kabupaten Sikka berupa penerapan jalan

satu arah yang diterapkan pada ruas jalan Wairklau – Kota Maumere, khususnya

pada ruas jalan depan SDK Maumere IV sampai pada persimpangan jalan Eltari.

Adanya pemusatan kegiatan perekonomian dan pusat kegiatan manusia

seperti adanya Pertokoan, Warung Makan, Perkantoran, Sekolah, Rumah Sakit

dan Fasilitas Umum lainnya mengakibatkan meningkatnya arus lalu lintas yang

menimbulkan banyak titik-titik konflik antar kendaraan dengan kendaraan lain

maupun pejalan kaki.

Berdasarkan paparan tentang kondisi lalu lintas di Kabupaten Sikka

khususnya pada jalan Wairklau – Kota Maumere, maka dilakukan penelitian

yang bertujuan untuk Mengetahui kapasitas kendaraan, Hambatan samping,

4
Kinerja Lalu Lintas sebelum dilakukan Sistem Satu Arah ( SSA ) pada jalan

Wairklau – Kota Maumere yang mengacu pada Standar Pedoma Kapasitas Jalan

Indonesia ( PKJI 2014 ). Sehingga dengan latar belakang masalah yang telah

dijabarkan, maka penulis melakukan penelitian sebagai bahan Skripsi

dengan Judul ” Analisa Konsep Jalan Satu Arah Pada Ruas Jalan

Wairklau - Kota Maumere ”

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah kinerja Lalu Lintas pada ruas jalan Wairklau – Kota Maumere,

khususnya ruas jalan depan SDK Maumere IV sampai pada persimpangan

jalan Eltari Sudah sesuai Pedoman Kajian Jalan Indonesia 2014 ?

2. Berapa besar hambatan samping yang mempengaruhi kinerja jalan

tersebut berdasarkan Pedoman Kajian Jalan Indonesia 2014 ?

3. Berapa kapasitas kendaraan pada jalan Wairklau – Kota Maumere,

khususnya pada ruas jalan depan SDK Maumere IV sampai pada

persimpangan jalan Eltari berdasarkan Pedoman Kajian Jalan Indonesia

2014 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin di capai pada penelitian ini adalah :

5
1 Untuk mendapatkan gambaran Efektivitas dampak terhadap

Kinerja Lalu Lintas atas penerapan Sistem Satu Arah.

2 Untuk mengetahi kapasitas kendaraan pada ruas jalan Wairkalu – Kota

Maumere.

3 Untuk mengetahui seberapa besar hambatan samping yang

mempengaruhi kinerja jalan Wairklau – kota Maumere, khususnya ruas

jalan depan SDK Maumere IV sampai pada persimpangan jalan Eltari

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1 Sebagai salah satu syarat mencapai gelar Serjana S1 pada Program

Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Nusa Nipa-Maumere.

2 Sebagai bahan studi bagi pengembangan penelitian dalam masalah

yang sejenis di kemudian hari.

3 Memberikan informasi dan bahan masukan kepada instansi terkait

(Dinas Perhubungan) yang selanjutnya dapat dipergunakan sebagai

bahan evaluasi untuk perbaikan terhadap kondisi yang ada pada saat

ini.

1.5 Batasan Masalah

Dalam penyusunan Skripsi ini, terdapat batasan ruang lingkup

pembahasan agar tidak menyimpang dari permasalahan dan mudah dimengerti.

6
Sesuai judul yang dikemukakan, maka pembahasan dalam Studi Analisa ini

adalah sebagai berikut :

1 Ruas jalan yang diamati adalah sepanjang Jalan Wairklau - Kota

Maumere, Pada ruas jalan depan SDK Maumere IV – Simpang Eltari.

2 Dalam pembahasan penulis menggunakan Standar Pedoman Kajian

Jalan Indonesia 2014 ( PKJI 2014 ).

3 Menganalisa Konsep Pemberlakuan System Satu Arah ( SSA ) pada

ruas jalan Wairklau – Kota Maumere.

4 Mengabaikan Perilaku pengendara.

5 Tidak mengamati dampak langsung perubahan system penataan satu

arah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sekitar.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jalan Satu Arah

1. Pengertian Jalan Satu Arah

Jalan satu arah adalah jalan hanya diperbolehkan untuk arus lalu lintas

satu arah saja, arah yang sebaliknya menggunakan jalan paralel didekatnya.

Menurut Oglesby (1993: 409), Jalan satu arah adalah jalan dimana lalu lintas

kendaraan bergerak hanya satu jurusan saja. Di banyak kota, jaringan jalan di

dalam kota menggunakan basis operasi satu arah sedangkan arah lalu lintas

yang berlawanan menggunakan jalan alternatif. Di beberapa lokasi lain

sepasang jalan satu arah merupakan jalan arteri lalu lintas utama.

Sistem jaringan transportasi dicerminkan dalam bentuk ruas dan

simpul yang dihubungkan ke pusat zona. ruas jalan dapat berupa potongan

jalan raya atau kereta api. sedangkan simpul bisa berupa persimpangan, stasiun

dan lain-lain. Di Jalan Wairklau – Kota Maumere sendiri terdapat sistem

jaringan jalan yang berupa jalan satu arah masing-masing mencerminkan satu

ruas jalan atau pergerakan membelok di persimpangan dan berakhir pada titik

ujung masing-masing yang disebut simpul. Penghubung pusat zona adalah

jenis ruas jalan yang bersifat abstrak yang menghubungkan setiap pusat zona

dengan sistem jaringan jalan.

8
Menurut Hobbs (1995: 271), untuk merancang jalan satu arah

diperlukan jalan-jalan pelengkap dengan frenkuensi jalan-jalan sambungan

yang tepat. Tata letak jenis grid adalah ideal karena memungkinkan adanya

pasangan jalan dengan kapasitas yang sama. Titik pemberhentian pada jalan

satu arah merupakan tempat kritis yang memerlukan perancangan yang hati-

hati untuk menangani tempat-tempat konflik yang ditimbulkan oleh tuntutan

adanya belokan-belokan tambahan. Pada tempat-tempat dengan arus lalu lintas

padat, jalan simpang dengan satu arah akan menguntungkan.

Dengan meningkatnya arus lalu lintas yang menimbulkan banyak

masalah antara kendaraan satu dengan yang lainnya maupun antara kendaraan

dan pejalan kaki. Hal itu yang mendorong dilakukan penerapan jalan satu arah.

Jalan satu arah biasanya dilakukan dengan cara Jalan satu arah permanen dan

jalan satu arah sementara dimana pada saat jam sibuk dibuat jalan satu arah

tetapi pada jam tidak sibuk merupakan jalan dua arah.

2. Karakteristik Jalan Satu Arah

Tipe jalan ini meliputi semua jalan satu arah dengan lebar jalur lalu

lintas dari 5 meter sampai dengan 10,5 meter. Kondisi dasar tipe jalan ini dari

mana kecepatan arus bebas dasar dan kapasitas ditentukan didefinisikan

sebagai berikut:

1. Lebar jalur Lalu Lintas 7 Meter

2. Lebar bahu efektif paling sedikit 2 m pada setiap sisi

9
3. Tidak ada median

4. Hambatan samping rendah

5. Ukuran kota 1,0 - 3,0 Juta

6. Tipe alinyemen datar.

3. Manfaat Jalan Satu Arah

a. Meningkatkan kapasitas

1). Mengurangi hambatan-hambatan pada persimpangan yang ditimbulkan

oleh konflik kendaraan dengan penyebrang jalan.

2). Memungkinkan penyesuaian lebar jalur lalu lintas yang dapat

menambah kapasitas maupun menambah lajur baru.

3). Meningkatkan waktu tempuh

4). Memungkinkan perbaikan pengoperasian angkutan umum dengan

terhindarnya berangkat dan pulang melalui jalan yang sama.

5). Terjadinya penyebaran lalu lintas guna menghindari kemacetan pada

jalan-jalan yang berdekatan

b. Meningkatkan keselamatan

1). Pengurangan konflik antar arus kendaraan dan antar arus kendaraan

dengan penyeberang jalan pada persimpangan

2). Terhindarnya penyeberangan jalan terjebak ditengah arus lalu lintas

yang berlawanan arah

10
3). Perbaikan pada pengamatan di persimpangan bagi pengemudi.

4. Kerugian Jalan Satu Arah

a. Sejumlah pemakai jalan (kendaraan bermotor) harus memutar untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Hal ini akan menambah biaya perjalanan.

b. Bagi pendatang baru mungkin pengaturan ini membingungkan, khususnya

apabila geometri jaringan jalan tidak beraturan serta marka dan rambu tidak

jelas.

c. Bagi kendaraan-kendaraan untuk kebutuhan darurat seperti pemadam

kebakaran dan ambulance dalam hal ini terpaksa memutar.

5. Perencanaan Jalan Satu Arah

Sebelum menerapkan sistem jalan satu arah maka beberapa

pertimbangan yang harus diperhatikan antara lain :

a. Mempertimbangkan jaringan jalan yang ada, apakah dapat diperoleh

sepasang jalan untuk mendistribusikan arus yang sebelumnya dua arah

b. Pengaruh yang timbul terhadap pengoperasian angkutan umum.

c. Apakah perlu dilakukan pertimbangan terhadap larangan parkir untuk

memenuhi jumlah lajur yang cukup.

d. Perubahan apa saja yang perlu dilakukan dalam perambuan, marka, lampu

pemberi isyarat lalu lintas dan peralatan pengontrol lainnya.

e. Memperhitungkan pengaruh dari angkutan barang.

11
f. Memperhitungkan pengaruh terhadap daerah-daerah pembangkit lalu lintas

sekitar jalan satu arah tersebut dan diperhitungkan pula pengaruh dari sistem

perparkirannya.

g. Pertimbangan geometri jalan satu arah harus diperhatikan sehingga pada

pertemuannya dengan lalu lintas dua arah tidak menimbulkan kemacetan

maupun masalah keselamatan.

2.2. Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 14 Tahun 2006

Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah kegiatan yang dilakukan untuk

mengoptimalkan penggunaan seluruh jaringan jalan guna peningkatan

keselamatan, ketertiban dan kelancaraan lalu lintas.

Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan dengan tujuan

untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan guna meningkatkan

keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan, dengan ruang

lingkup seluruh jaringan jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota

dan jalan desa yang terintegrasi, dengan mengutamakan hirarki jalan yang

lebih tinggi.

Kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan, dilaksanakan

melalui tahapan perencanaan lalu lintas, pengaturan lalu lintas, rekayasa lalu

lintas, pengendalian lalu lintas dan pengawasan lalu lintas.

12
Pada tahap perencanaan lalu lintas meliputi :

a. Intervensi tingkat pelayanan yaitu kegiatan pengumpulan data untuk

mengetahui tingkat pelayanan pada setiap ruas jalan dan/atau persimpangan

meliputi :

(1) Data dimensi dan geometrik jalan terdiri dari panjang ruas jalan, lebar

jalan, jumlah lajur lalu lintas, lebar bahu jalan, lebar median, lebar

trotoar, lebar drainase, alinyemen horisontal dan alinyemen vertikal.

(2) Data perlengkapan jalan meliputi jumlah, jenis, dan kondisi

perlengkapan jalan terpasang.

(3) Data lalu lintas meliputi antara lain volume dan komposisi lalu lintas,

kecepatan lalu lintas, kecepatan perjalanan rata-rata, gangguan samping,

operasi alat pemberi isyarat lalu lintas, jumlah dan lokasi kejadian

kecelakaan, jumlah dan lokasi kejadian pelanggaran lalu lintas.

b. Evaluasi tingkat pelayanan yaitu kegiatan pengolahan dan pembandingan

data untuk mengetahui tingkat pelayanan dan indikasi penyebab masalah

lalu lintas yang terjadi pada sustu jalan dan/atau persimpangan.

c. Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan merupakan kegiatan

penentuan tingkat pelayanan ruas jalan dan/atau persimpangan berdasarkan

indikator tingkat pelayanan.

13
d. Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas dilakukan untuk

mempertahankan tingkat pelayanan yang diinginkan melalui upaya-upaya

antara lain :

(1) Peningkatan kapasitas ruas jalan, persimpangan dan/atau jaringan jalan;

(2) Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau menggunaan jalan


tertentu;

(3) Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan

tertentu dengan mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar moda;

(4) Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi

pengguna jalan.

Teknik-teknik pemecahan permasalahan lalu lintas dalam upaya

mempertahankan tingkat dilakukan pada ruas jalan dan pada persimpangan.

Pada ruas jalan mencakup jalan satu arah, lajur pasang surut (tidal flow),

pengaturan pembatasan kecepatan, pengendalian akses ke jalan utama,

kanalisasi, dan/atau pelebaran jalan. Sedangkan pada persimpangan mencakup

antara lain simpang prioritas, bundaran lalu lintas, perbaikan geometrik

persimpangan, pengendalian persimpangan tidak sebidang.

e. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya.

Pada tahapan pengaturan lalu lintas meliputi kegiatan penetapan

kebijakan lalu lintas atau ruas jalan dan/atau persimpangan tertentu. Aturan

14
lalu lintas yang bersifat perintah atau larangan dinyatakan dengan rambu-

rambu lalu lintas, marka jalan atau alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL).

Jika pada lokasi yang sama dipasang rambu-rambu lalu lintas, marka jalan

atau alat pemberi isyarat lalu lintas(APILL), maka urutan prioritas berupa

perintah atau larangan yang berlaku pertama yaitu alat pemberi isyarat lalu

lintas (APPILL), kedua rambu lalu lintas dan ketiga marka jalan.

Pada tahap rekayasa lalu lintas meliputi :


1) Perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan jalan

2) Perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan perlengkapan


jalan.

Rekayasa lalu lintas dilakukan oleh Direktur Jendral untuk jalan

nasional, Gubernur untuk jalan provinsi, Bupati untuk jalan kabupaten dan

jalan desa serta Walikota untuk jalan kota.

Pada tahap pengendalian lalu lintas mencakup pemberian arah dan

petunjuk dalam penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas serta

memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak

dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan lalu lintas.

Dalam tahapan terakhir yaitu tahapan pengawasan lalu lintas

meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas, penilaian

terhadapan pelaksanaan kebijakan lalu lintas untuk mengetahui efektifitas

15
kebijakan lalu lintas serta tindakan korektif terhadap pelaksanaan kebijakan

lalu lintas.

2.3. Volume Kendaraan

Volume kendaraan adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu jalur

gerak persatuan waktu. Untuk mendapatkan data lalu lintas suatu jalan maka

dilakukan survai lalu lintas yang biasanya dilakukan oleh dinas perhubungan.

Data yang ada mencakup pengelompokan kendaraan berdasarkan jenis dan

muatan sumbu.

Volume biasanya dihitung dalam satuan kendaraan/jam (Qkend), atau

skr/jam (Qskr), atau skr/hari (LHR). Namun volume dapat juga dinyatakan

dalam satuan yang lain tergantung kepada kedalaman analisis yang

diinginkan. Karena volume ini berinteraksi dengan sistem jaringan jalan,

maka ketika arus meningkat pada suatu ruas jalan dengan sendirinya waktu

tempuh akan meningkat karena kecepatan turun.

Volume dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Qkend = (KR) + (KB) + (SM)………………………………..… ( 2.1 )

Dimana :

Qkend : volume lalu lintas (kend/jam)


KR : jumlah kendaraan ringan
KB : jumlah kendaraan berat
SM : jumlah sepeda motor

16
Sedangkan, untuk menghitung persentasi setiap jenis kendaraan menggunakan

persamaan sebagai berikut :

𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
Pjenis kendaraan = x 100% …………….…….. ( 2.2 )
𝑄𝑘𝑒𝑛𝑑/𝑗𝑎𝑚

Dimana :

Jenis kendaraan : KR, KB, SM (jumlahnya)

P : persentase (%)

2.4. Kapasitas Jalan Perkotaan

1. Penetapan Kapasitas ( C )

Menurut PKJI 2014, kapasitas jalan didefinisikan sebagai arus lalu lintas

maksimum dalam satuan kendaraan ringan per jam (skr/jam) yang dapat

dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu dalam kondisi tertentu, yaitu yang

melingkupi geometrik, lingkungan, dan lalu lintas. Menurut PKJI 2014, besarnya

kapasitas jalan perkotaan dapat diformulasikan sebagai berikut:

C = Co x FCLJxFCspxFCHSxFCUK…………………………...( 2.3 )

Dimana: C = Kapasitas (skr/jam)

Co = Kapasitas dasar (skr/jam)

FCLJ = Faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas

FCsp = Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisah arah hanya pada

jalan tak terbagi

17
FCHS = Faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu atau

berkereb

FCUK = Faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota

a. Kapasitas dasar (C0)

C0 ditetapkan secara empiris dari kondisi Segmen Jalan yang

ideal, yaitu Jalan dengan kondisi geometrik lurus, sepanjang 300m, dengan

lebar lajur rata-rata 2,75m, memiliki kereb atau bahu berpenutup, ukuran

kota 1-3Juta jiwa, dan Hambatan Samping sedang. C0 Jalan Perkotaan

ditunjukkan dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kapasitas Dasar ( Co )

Co
Tipe Jalan Catatan
( skr/jam)

4/2 T atau Jalan


satu arah 16,50 Per lajur ( satu arah )

2/2 TT 2900 Per lajur (dua arah )

Sumber : PKJI 2014

b. Faktor penyesuaian (FC)

Nilai C0 disesuaikan dengan perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas

(FCLJ), pemisahan arah (FCPA), Kelas hambatan samping pada jalan berbahu

(FCHS), dan ukuran kota (FCUK). Besar nilai masing-masing FC ditunjukkan

dalam Tabel 2.2 hingga Tabel 2.6.

18
Tabel 2.2. Faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar lajur atau jalur
lalu lintas, FCLJ

Lebar jalur lalu lintas efektif (WC)


Tipe jalan FCL J
(m)

Lebar per lajur, 3,00 0,92

3,25 0,96
4/2 T atau Jalan satu arah
3,50 1,00

3,75 1,04

4,00 1,08

Lebar jalur dua arah,5,00 0,56

6,00 0,87

7,00 1,00
2/2 TT
8,00 1,14

9,00 1,25

10,00 1,29

11,00 1,34

Sumber : PKJI 2014

Tabel 2.3. Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah lalu lintas,
FCPA

Pemisah arah PA %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30


FCPA 2/2TT 1,00 0,97 0,94 0,88
Sumber : PKJI 2014

19
Tabel 2.4. Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada jalan berbahu, FCHS
FCHS
Tipe KHS Lebar bahu efektif LBe, m
Jalan
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
SR 0,96 0,98 1,01 1,03
R 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 T S 0,92 0,95 0,98 1,00
T 0,88 0,92 0,95 0,98
ST 0,84 0,88 0,92 0,96
SR 0,94 0,96 0,99 1,01
2/2 T atau R 0,92 0,94 0,97 1,00
Jalan satu S 0,89 0,92 0,95 0,98
arah T 0,82 0,86 0,90 0,95
ST 0,73 0,79 0,85 0,91

Sumber : PKJI 2014

Tabel 2.5. Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada jalan berkereb
dengan jarak dari kereb ke hambatan samping terdekat sejauh LKP, FCHS

FCHS
Tipe KHS Jarak: kereb ke penghalang terdekat LKP, m
Jalan
< 0,5 1,0 1,5 >2,0
SR 0,95 0,97 0,99 1,01
R 0,94 0,96 0,98 1,00
4/2 T S 0,91 0,93 0,95 0,98
T 0,86 0,89 0,92 0,95
ST 0,81 0,85 0,88 0,92
SR 0,93 0,95 0,97 0,99
2/2 T atau R 0,90 0,92 0,95 0,97
Jalan satu S 0,86 0,88 0,91 0,94
arah T 0,78 0,81 0,84 0,88
ST 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber : PKJI 2014

20
Tabel 2.6. Faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota, FCUK

Faktor penyesuaian untuk


Ukuran kota (Jutaan penduduk) ukuran kota, (FCUK)
< 0,1 0,86
0,1 - 0,5 0,90
0,5 - 1,0 0,94
1,0 - 3,0 1,00
> 3,0 1,04

Sumber : PKJI 2014

Untuk segmen ruas jalan eksisting, jika kondisinya sama dengan

kondisi dasar (ideal), maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas

menjadi sama dengan kapasitas dasar. FCHS untuk jalan 6-lajur dapat ditentukan

dengan menggunakan nilai FCHS untuk jalan 4/2T yang dihitung menggunakan

rumus berikut :

FC6HS = 1 - { 0,8 X ( 1 - FC4HS ) } ………………….. ( 2.4 )

keterangan:
FC6HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam-lajur
FC4HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat-lajur

2. Derajat Kejenuhan ( Dj )

DJ adalah ukuran utama yang digunakan untuk menentukan tingkat kinerja

segmen jalan. Nilai DJ menunjukkan kualitas kinerja arus lalu lintas dan bervariasi

antara nol sampai dengan satu. Nilai yang mendekati nol menunjukkan arus yang tidak

jenuh yaitu kondisi arus yang lengang dimana kehadiran kendaraan lain tidak

mempengaruhi kendaraan yang lainnya. Nilai yang mendekati 1 menunjukkan kondisi

21
arus pada kondisi kapasitas, kepadatan arus sedang dengan kecepatan arus tertentu

yang dapat dipertahankan selama paling tidak satu jam. DJ dihitung menggunakan

rumus berikut :

DJ = Q / C………………………………………….... ( 2.5 )

keterangan:

DJ adalah derajat kejenuhan

Q adalah arus lalu lintas, skr/jam

C adalah kapasitas,skr/jam

3. Kinerja Lalu Lintas Jalan

Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai DJ atau

VT pada suatu kondisi jalan tertentu terkait dengan geometrik, arus lalu lintas,

dan lingkungan jalan baik untuk kondisi eksisting maupun untuk kondisi

desain. Semakin besar nilai DJ atau semakin tinggi VT menunjukkan semakin

baik kinerja lalu lintas.

Untuk memenuhi kinerja lalu lintas yang diharapkan, diperlukan

beberapa alternatif perbaikan atau perubahan jalan terutama geometrik.

Persyaratan teknis jalan menetapkan bahwa untuk jalan arteri dan kolektor, jika

DJ sudah mencapai 0,85, maka segmen jalan tersebut sudah harus

dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya, misalnya dengan menambah

lajur jalan. Untuk jalan lokal, jika DJ sudah mencapai 0,90, maka segmen jalan

22
tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya.

Cara lain untuk menilai kinerja lalu lintas adalah dengan melihat DJ

eksisting yang dibandingkan dengan DJ desain sesuai umur pelayanan yang

diinginkan. Jika DJ desain terlampaui oleh DJ eksisting, maka perlu untuk

merubah dimensi penampang melintang jalan untuk meningkatkan

kapasitasnya.

Perlu diperhatikan bahwa untuk jalan terbagi, penilaian kinerja harus

dikerjakan setelah mengevaluasi setiap arah, kemudian barulah dievaluasi

secara keseluruhan.

Untuk tujuan praktis dan didasarkan pada anggapan jalan memenuhi

kondisi dasar (ideal), maka dapat disusun Tabel 2.7 untuk membantu

menganalisis kinerja jalan secara cepat. Tabel 2.7 membantu menghitung DJ

dan VT yang diturunkan dari empat data masukan, yaitu 1) ukuran kota; 2) Tipe

jalan; 3) LHRT; dan 4) faktor-k.

23
Tabel 2.7. Kondisi dasar untuk menetapkan kecepatan arus bebas dasar dan kapasitas
dasar Spesifikasi penyediaan prasarana jalan

Uraian Jalan Jalan Raya Jalan Raya Jalan Satu-


Sedang tipe tipe 4/2T tipe 6/2T arah tipe 1/1,
2/2TT 2/1, 3/1
Lebar jalur lalu lintas,
7,0 4x3,5
m
Lebar Bahu efektif di Tanpa bahu, tetapi dilengkapi
1,5 2,0
kedua sisi, m kereb di kedua sisinya
Jarak terdekat kereb ke
- 2,0 2,0 2,0
penghalang, m
Ada, tanpa Ada, tanpa
Median Tidak ada -
bukaan bukaan
Pemisah arah, % 50-50 50-50 50-50 -
Kelas hambatan
Rendah Rendah Rendah Rendah
samping
Ukutan kota, juta jiwa 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0
Tipe alinemen jalan Datar Datar Datar Datar
Komposisi
60%:8%:32% 60%:8%:32% 60%:8%:32% 60%:8%:32%
KR,KB,SM
Faktor-k 0,08 0,08 0,08
Sumber : PKJI 2014

Tabel 2.7 dapat digunakan untuk:

a. Memperkirakan kinerja lalu lintas pada berbagai tipe jalan dengan LHRT

atau qJP tertentu. Interpolasi linier dapat dilakukan untuk nilai arus yang

terletak di antara dua nilai.

b. Memperkirakan arus lalu lintas yang dapat ditampung oleh berbagai

tipe jalan dalam batas derajat kejenuhan dan kecepatan yang diijinkan.

Jika anggapan dasar mengenai faktor-k dan komposisi lalu lintas

tidak sesuai dengan kondisi yang diamati, maka Tabel 2.7 masih dapat

digunakan dengan menghitung qJP yang disesuaikan. Langkah perhitungan

24
yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1) Hitung qJP berdasarkan rumus

qJP = LHRT x k………………………………….( 2.6 )

2) Hitung Faktor skr untuk mengubah kend/jam menjadi skr/jam dengan

menggunakan komposisi lalu lintas dan ekr sebagai berikut:

Kondisi eksisting:

Pek = KRek + KBek + ekrKB + smek + eksm .................. ( 2.7 )


100

Anggapan kondisi standar:

Pas = KRas + KBas + ekrKB + smas + eksm…………. ( 2.8 )


100

keterangan:

Pek , Pas adalah prosentase komposisi kendaraan

eksisting dan anggapan,

KRek, KBek, SMek adalah prosentase arus KR eksisting, KB

eksisting, dan SM eksisting, %

KRas, KBas, SMas adalah prosentase arus KR anggapan, KB

anggapan, dan SM anggapan, %

3) Hitung arus lalu lintas jam desain yang disesuaikan (qJP -disesuaikan) dalam

kend/jam.

25
qJP – disesuaikan = k x LHRT x Pek (kend/jam……………… ( 2.9 )
Pas

4) Gunakan nilai qJP -disesuaikan untuk perhitungan kinerja lalu lintas dan

gunakan Tabel 2.7.

Jika kondisi aktual sangat berbeda dari kondisi anggapan dasar, maka nilai

dasar yang diperlukan untuk dapat menggunakan Tabel 6 adalah mengubah LHRT

menjadi qJP. Tipikal perbedaan dalam analisis operasional adalah:

1) jika arus lalu lintas yang diperkirakan sangat berbeda dengan

anggapan ideal, misalnya karena nilai faktor k yang berbeda,

komposisi arus lalu lintas yang berlainan, atau pemisahan arah

yang berlainan.

2) jika lebar jalur lalu lintas untuk segmen yang dianalisis sangat

berbeda dengan anggapan kondisi dasar.

3) jika hambatan samping berbeda lebih dari satu kelas dengan anggapan

kondisi dasar.

26
2.5. Peneliti Tedahulu

1. Studi Perbandingan Kinerja Sebelum Dan Sesudah Perubahan Sistem


Lalu Lintas Satu Arah Di Kota Jember.
Kurnia Widayanti. 2012. Universitas Jember

Kepadatan penduduk Kabupaten Jember meningkat dari 664 jiwa/km²

pada tahun 2000 menjadi 707 jiwa/km² pada tahun 2010. Perkembangan

pembangunan di kota Jember yang cukup pesat dan adanya beban lalu lintas

terhadap ruas jalan tertentu yang mengakibatkan level of service (los) dengan

tingkat pelayanan D. Terjadinya hambatan gerak kendaraan dan kemacetan lalu

lintas pada beberapa ruas jalan (Jl.A.Yani, Jl.Gajah Mada), serta belum ada

keseimbangan antara berkembangnya sarana transportasi dengan prasarana

yang tersedia melatarbelakangi untuk melakukan penataan sistem lalu lintas

satu arah pada pusat kota Jember. Menurut perhitungan adapun ruas jalan yang

mengalami level of service rendah adalah Jl. A. Yani dengan derajat kejenuhan

0,8638. Begitu pula yang terjadi pada ruas Jl.Gajah Mada dari arah barat-timur

dengan derajat kejenuhan 0,8202.

Untuk mengetahui seberapa besar perubahan kinerja lalu lintas antara

sebelum dan sesudah diberlakukan penataan sistem lalu lintas satu arah adalah

dengan mengikuti prosedur perhitungan Formulir UR-1, UR-2 dan UR-3 dalam

Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997. Maka didapatkan angka derajat

kejenuhan (DS) sebagai patokan kinerja lalu lintas. Penelitian ini juga

menggunakan analisis statistika uji beda berpasangan yang membandingkan

27
nilai Derajat Kejenuhan dan Kecepatan pada arus lalu lintas antara sebelum

dan sesudah penataan sistem lalu lintas satu arah.

Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata nilai DS sebelum dan sesudah

perubahan arus lalu lintas tidak mengalami perubahan yang signifikan terhadap

adanya kinerja lalu lintas pusat Kota Jember.

2. Evaluasi Kinerja Jalan Pada Penerapan Sistem Satu Arah Di Kota Bogor.
Riyadi Suhandi, Budi Arief , Andi Rahmah. 2017. Universitas Pakuan

Penerapan jalur Sistem Satu Arah (SSA) pada ruas jalan yang

melingkari Istana Kepresidenan Bogor dan Kebun Raya Bogor mulai

dilaksanakan pada bulan Maret 2016. Penerapan jalur SSA dilakukan sebagai

upaya untuk mengurangi tingkat kemacetan yang terjadi pada jalur tersebut.

Maksud penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengevaluasi kinerja jalan pada

Penerapan Sistem Satu Arah (SSA) di Kota Bogor, sedangkan tujuannya untuk:

menghitung karakteristik arus lalu lintas dan mengevaluasi kinerja ruas jalan

Sistem Satu Arah. Data volume lalu lintas sebelum penerapan SSA pada jalan

Pajajaran adalah 3036.0 smp/jam, jalan Otto Iskandardinata 4488.0 smp/jam,

jalan Ir. H. Djuanda 5130.0 smp/jam dan jalan Jalak Harupat 2610.4 smp/jam,

sedangkan volume lalu lintas setelah penerapan SSA pada jalan Pajajaran

adalah 3343 smp/jam, jalan Otto Iskandardinata 4659 smp/jam, jalan Ir. H.

Djuanda 4285 smp/jam dan jalan Jalak Harupat 3132 smp/jam. Hasil evaluasi

kinerja jalan sebelum penerapan dan sesudah penerapan SSA yaitu; pada jalan

28
Pajajaran turun dari 0.61 menjadi 0.59, jalan Otto Iskandardinata turun dari

0.77 menjadi 0.73, jalan Ir. H. Djuanda turun dari 0.79 menjadi 0.67dan jalan

Jalak Harupat turun dari 0.76 menjadi 0.65. Perbandingan Level of Service

setelah dan sebelum penerapan SSA pada segmen jalan Otto Iskandardinata,

jalan Ir. H. Djuanda dan jalan Jalak Harupat meningkat dari D menjadi C,

sedangkan jalan Pajajaran tetap pada tingkat pelayanan C. Berdasarkan hasil

diperoleh bahwa penerapan jalur Sistem Satu Arah memberikan peningkatan

pada kinerja jalan dan juga tingkat pelayanan jalan.

3. Penerapan Jalan Satu Arah (One Way Street) Di Kota Surakarta.


Yuliani. 2011. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif spasial.

Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi, observasi

lapangan dan wawancara. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Hal ini

dikarenakan pengambilan data dilakukan pada seluruh objek dalam penelitian,

dengan populasi seluruh ruas jalan yang diberlakukan jalan satu arah pada

kelas jalan arteri, kolektor dan lokal. Analisis data yang digunakan adalah

pengharkatan (skoring). Penentuan skor pada tiap parameter dilakukan dengan

pertimbangan unsur atau variabel yang memiliki daya dukung yang tinggi

terhadap objek penelitian diberi nilai yang tinggi dan variabel yang memiliki

unsur penghambat diberikan nilai yang rendah, selanjutnya skor digunakan

sebagai dasar pengelompokan untuk kelas jalan Arteri dan Kolektor. Hasil

29
penelitian dan analisis data divisualisasikan dalam peta jalan satu arah dan peta

kondisi geometrik jalan satu arah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Lokasi

yang diberlakukan jalan satu arah berada di pusat kota. Terdapat 29 jalan dari

268 jalan atau 11 % dari total keseluruhan jalan di Kota Surakarta. 2)

Perkembangan dan perubahan ruas jalan satu arah terjadi pada ruas ruas jalan

tertentu yaitu Jalan Slamet Riyadi, Jalan Hasanudin, dan Jalan Mayor Sunaryo .

Pada tahun 2003 terdapat 47 ruas jalan yang diberlakukan jalan satu

arah. Pada tahun 2007 mengalami perubahan dan perkembangan menjadi 51

ruas jalan. Pada tahun 2010 terdapat 52 ruas jalan yang diberlakukan jalan satu

arah. 3) Kondisi geometrik jalan satu arah diklasifikasikan menjadi 2 yaitu

kondisi geometrik kurang sesuai dan kondisi geometrik sesuai dengan standar

minimal yaitu a) Lebar jalur lalu-lintas tujuh meter, (b) Lebar bahu efektif

paling sedikit 2 m pada setiap sisi, (c) Tidak ada median, (d) Hambatan

samping rendah, (e) Ukuran kota 1,0 - 3,0 juta, (f) Tipe alinyemen datar. Jalan

yang termasuk kategori sesuai antara lain : Jalan Wora-Wari, Jalan Kalitan,

Jalan Slamet Riyadi, Jalan Mayor Sunaryo, Jalan Alun-Alun Utara, Jalan

Honggowongso, Jalan Gatot Subroto, Jalan Diponegoro, Jalan Kartini, Jalan

Siswo, Jalan Sutan Syahrir, Jalan Sugio Pranoto, Jalan Saharjo, dan Jalan

Kapten Mulyadi. Sedangkan yang termasuk kategori kurang sesuai antara lain :

Jalan R.E martadinata, Jalan Ronggowarsito, Jalan Dr Radjiman, Jalan Kyai

30
Gede Sala, Jalan Supit Urang, Jalan Kalilarangan, Jalan Hasanudin, Jalan RM

Said, Jalan Kahar Muzakir, Jalan Teuku umar, Jalan S.Parman, Jalan

Suryopranoto, Jalan KH Hasyim Ashari, Jalan Sekitar monumen 45 dan Jalan

Ahmad Dahlan.

31
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Data

Data yang mendukung penelitian dikelompokkan dalam dua macam

yaitu data primer dan data sekunder. Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer. sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diambil secara langsung dari

lapangan yang berupa survey faktor-faktor yang berpengaruh dalam

penelitian. Adapun data primer yang didapat dalam penelitian ini berupa

observasi dan dokumentasi dengan uraian sebagai berikut :

a. Observasi atau pengamatan langsung dilakukan untuk


mendapatkan data Volume, Kapasitas, Hambatan samping
sebagai masukan untuk data kinerja lalu lintas.
b. Dokumentasi selama kegiatan penelitian berlangsung.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi dilakukan penelitian pada ruas jalan Wairklau – Kota Maumere

dari arah kantor PLN Maumere sampai pada simpang jalan Eltari depan kantor

Golkar. Sesi jalan yang disurvey adalah sepanjang ±350 dengan titik

32
pengamatan di depan SDK Tingkat Maumere sampai pada Kantor Statistik

Kabupaten Sikka.

Lokasi Penelitian :
Jln. Wairklau, Kota
Maumere

Titik Pengamatan :
Depan SDK Tingkat
Maumere

Lokasi Penelitian :
Jln. Wairklau, Kota Maumere,
Prov. NTT

Sumber : Google Maps, 2020

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

33
3.3. Peralatan Penelitian

Peralatan yang diperlukan atau dibutuhkan pada penelitian ini adalah antara lain

1. Alat tulis dan papan komputer

Digunakan untuk mencatat hasil survey

Gambar 3.2 Alat tulis dan papan komputer


Sumber : Google, 2020

2. Stopwatch / jam digital

Digunakan untuk mengatur interval waktu

Gambar 3.3 Stopwatch / jam digital


Sumber : Google, 2020

3. Roll Meter

Digunakan untuk mengukur badan jalan dan pengukuran lainnya yang di

butuhkan dalam data.

34
Gambar 3.4 Roll meter
Sumber : Google, 2020

4. Kamera

Digunakan untuk dokumentasi selama kegiatan penelitian berlangsung.

Gambar 3.5 Kamera


Sumber : Google, 2020

3.4. Persiapan Penelitian

Demi kelancaran penelitian, maka adapun langkah-langkah yang harus

dilakukan sebelum penelitian adalah :

1. Survey pendahuluan

Survey ini dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian sesungguhnya

dilakukan, yang termasuk kedalam survey ini antara lain :

35
a. Penentuan lokasi pengamatan,

b. Penentuan jenis amatan,

c. Penentuan waktu amatan,

d. Pengamatan kendala yang mungkin terjadi saat survey

sesungguhnya

2. Penjelasan teknik pengambilan data

Agar lebih efisien pada waktu pengambilan data maka dipakai

beberapa tenaga surveyor yang bertugas membantu peneliti dalam

mengambil data di lapangan. Sebelumnya tenaga surveyor ini telah diberi

penjelasan terlebih dahulu mengenai tugas mereka masing-masing di

lapangan.

3.5. Pelaksanaan Survey

1. Survey volume lalu lintas

Survey Volume Lalu lintas adalah survey yang dilakukan

dengan menghitung jumlah kendaraan yang melintas di ruas jalan pada

setiap arah lalu lintas. Target data yang akan dicatat melalui formulir

survey volume lalu lintas, mencakup:

a. Kendaraan ringan ( KR )

b. Kendaraan berat ( KB )

c. Sepeda motor ( SM )

d. Kendaraan tak bermotor ( KTB )

36
2. Survey Hambatan Samping

Survey hambatan samping dilakukan bersamaan dengan

survey volume lalu lintas. Target data hambatan samping yang akan

dicatat dalam formulir survey adalah

a. Jumlah pejalan kaki

b. Jumlah kendaraan berhenti dan parkir

c. Kendaraan yang masuk dan keluar dari badan jalan

d. Arus kendaraan yang bergerak lambat

3.6. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama 3 (tiga) hari. Hari yang ditentukan

untuk waktu pengamatan adalah :

a. Hari senin

b. Hari selasa

c. Hari rabu

Sedangkan untuk jam penelitian akan di laksanakan pada jam-jam sibuk selama

6 jam untuk setiap harinya yaitu :

.1.1. Pagi : ( 07.00 – 09.00 )

.1.2. Siang : ( 11.00 – 13.00 )

.1.3. Soreh : ( 16.00 – 18.00 )

37
3.7. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah data survey terkumpul. Dalam

pengelolaan data untuk mengetahui Volume kendaraan, hambatan samping dan

kinerja arus lalu lintas di Jalan Wairklau - Kota Maumere dengan mengacu

pada standar PKJI 2014. Berikut merupakan langkah-langkah menganalisa

data-data hasil penelitian diatas :

1. Perhitungan Volume kandaraan, menggunakan persamaan ( 2.1 )

sedangkan menghitung persentase jenis kendaraan menggunakan

persamaan ( 2.2 )

2. Penetapan kapasitas kendaraan diambil dari data volume arus lalu lintas

dan perhitungannya menggunakan persamaan ( 2.3 ) sedangkan

penyesuaian kapasitas dasar dihitung berdasarkan tabel 2.2 Hingga tabel

2.6.

3. Perhitungan Derajat jenuh menggunakan Persamaan ( 2.5 ) sedangkan

penentuan kinerja jalan dapat ditentukan berdasarkan nilai Dj dan Vt serta

tabel 2.7.

4. Analisa konsep jalan satu arah pada ruas jalan Wairklau kota Maumere

dapat ditentukan setelah melalui proses perhitungan dari data penelitian.

38
Penelitian ini direncanakan berdasarkan pada tahapan-tahapan seperti pada bagan

berikut ini :

Mulai

Survey pendahuluan

Pelaksanaan survey dan


pengumpulan data

Data primer :
1. Volume arus lalu lintas
2. Hambatan samping
3. Dokumentasi

Rekapitulasi data

Analisa data dan pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.6 Bagan Alir Penelitian

39

Anda mungkin juga menyukai