Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
26
dapat merangsang adenilsiklase dalam sel mukosa usu halus (Evans, 1972; Sujudi,
1983).
E.coli enteropatogenik (Entheropathogenic E.coli (EPEC)). Pada tahun 1945
Bray berhasil menemukan tipe antigen spesifik E.coli pada bayi penderita kolera.
Selain itu dikemukakan terdapatnya bau yang khas seperti semen dari cairan yang
dihasilkan oleh organisme itu. Tidak lama kemudian Kauffman berhasil menyusun
satu sistem untuk menentukan tipe E.coli yang didasarkan atas antigen somatik
(antigen O), antigen kapsular (antigen K) dan antigen Flagelar (antigen H). Sejak itu
ditemukan 15 serogrup, diantaranya yang dikenal sebagai bentuk EPEC yang telah
diketahui pula sebagai penyebab epidemi diare pada bayi (Evans, 1979). Yang paling
banyak didapatkan ialah: O26 B6, O55 B5, O111 B4 dan yang agak kurang O114 B14, O126
B16, O127 B8, O128 B12 (Cruickshank, 1974). Pada kira-kira 2-3% bayi sehat ditemukan
EPEC.
Indonesia, sejak tahun 1968 E.coli lebih banyak diperhatikan sebagai
penyebab diare pada bayi atas dasar hasil yang diperoleh pada tahun tersebut di
Bandung oleh Soeprapti Thaib dkk.(1968) yaitu 41,9% (88 dari 210 tinja) pada bayi
yang berumur 0-6 bulan dan 35,3% (45 dari 136 tinja) pada bayi umur 6-12 bulan,
Ono Dewanoto dkk.(1969) melaporkan 36,2% (163 dari 448 tinja) untuk bayi
berumur 0-24 bulan dan Gracey dkk.(1973) melaporkan angka 35,0% (7 dari 20 tinja
bayi 0-24 bulan yang dirawat di Bangsal Gastroenterologi Anak RSCK/FKUI
Jakarta) pada tahun 1973. Sejak tahun 1975, perhatian terhadap penyakit diare akut
biasanya juga terdapat didalam faeces, meskipun dalam jumlah jauh lebih sedikit dari
pada E.Coli.
Spora bakteri ini dalam air dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan
dengan bakteri dari kelompok coliform, serta tahan terhadap proses klorinasi pada
proses yang biasa digunakan pada praktek sanitasi air. Ditemukannya spora dari
Clostridium Perfringens pada suatu sampel air menunjukkan adanya kontaminasi
oleh faeces, dan bahwa pencemaran tersebut telah terjadi dalam waktu yang agak
lama.
Aerobacter dan Klebsiela yang biasa disebut golongan perantara, mempunyai
sifat seperti coli, tetapi lebih banyak didapatkan di dalam habitat tanah dan air
daripada di dalam usus, sehingga disebut non-fekal, dan umumnya tidak patogen
(Suriawiria, 2008).
Tabel 2.1 Standar Mutu Bakteriologis Air
Klasifikasi
Mutu bakteri yang dapat diterapkan hanya
pada penanganan penyucihamaan
Mutu bakteri yang memerlukan cara-cara
penanganan konvensional penggumpalan,
penyaringan, penyucihamaan
Polusi berat yang memerlukan jenis-jenis
penanganan yang ekstensif
Polusi yang sangat berat, tak dapat diterima
kecuali digunakan penanganan khusus yang
dipersiapkan untuk air semacan itu; sumber
digunakan hanya bila tidak ada pilihan lain
5000 50000
>50000
hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa
lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air
minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam tubuh manusia itu
sendiri. Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian
yang diakibatkan oleh dehidrasi. Karenanya orang dewasa perlu meminum minimal
sebanyak 1,5-2 liter air sehari untuk keseimbangan dalam tubuh dan membantu
proses metabolisme (Slamet, 2007).
Dalam tubuh manusia, air diperlukan untuk transportasi zat zat makanan
dalam bentuk larutan dan melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh.
Misalnya untuk melarutkan oksigen sebelum memasuki pembuluh-pembuluh darah
yang ada disekitar alveoli (Mulia, 2005).
Siklus hidrologi merupakan suatu fenomena alam. Hidrologi sendiri
merupakan suatu ilmu yang mempelajari siklus air pada semua tahapan yang
dilaluinya (Chandra, 2006). Menurut Sutrisno (2004) dalam buku Teknologi
Penyediaan Air Bersih, jumlah air di alam ini tetap ada dan mengikuti suatu aliran
yang dinamakan siklus hidrologi. Dalam siklus ini dengan adanya penyinaran
matahari, maka semua air yang ada di permukaan bumi akan menguap. Penguapan
terjadi pada air permukaan, air yang berada pada lapisan tanah bagian atas, air yang
ada di dalam tumbuhan, hewan, dan manusia. Karena adanya angin, maka uap air ini
akan bersatu dan berada di tempat yang tinggi yang sering dikenal dengan nama
awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa makin lama makin tinggi dimana
temperatur di atas makin rendah, yang menyebabkan titik-titik air dan jatuh ke bumi
sebagai hujan. Air hujan ini ada yang mengalir langsung masuk ke dalam air
permukaan (run-off), ada yang meresap ke dalam tanah (perkolasi) dan menjadi air
tanah yang dangkal maupun yang dalam, dan ada yang diserap oleh tumbuhan. Air
tanah dalam akan timbul ke permukaan sebagi mata air dan menjadi air permukaan.
Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi, umumnya berbentuk
sungai-sungai dan jika melalui suatu tempat rendah (cekung) maka air akan
berkumpul, membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak diantaranya yang
mengalir ke laut kembali dan kemudian akan mengikuti siklus hidrologi ini.
Berdasarkan Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 736/
Menkes/ Per/ VI/ 2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum bahwa
yang dimaksud air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum.
Sumber Air Bersih
2.2.1
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber
yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut
antara lain:
a. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
c. Tidak berasa dan tidak berbau
kelemahan dibanding sumber air lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral
dalam konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral semacam
magnesium, kalsium, dan logam berat seperti besi dapat menyebabkan kesadahan air.
Selain itu, untuk menghisap dan mengalirkan air ke atas permukaan, diperlukan
pompa (Chandra, 2007).
Air tanah terdiri atas:
1) Air tanah dangkal yaitu air yang terjadi karena proses peresapan air dari
permukaan tanah. Lumpur akan tertahan juga bakteri sehingga air tanah akan
mengandung zat kimia karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur
kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Pengotoran juga masih terus
berlangsung terutama pada muka air ynag dekat dengan muka tanah. Air tanah ini
digunakan sebagai sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal. Sebagai
sumber air minum, ditinjau dari segi kualitas agak baik. Tetapi dari segi kuantitas
kurang cukup dan tergantung pada musim.
2) Air tanah dalam yaitu air tanah yang terdapat setelah lapisan rapat air yang
pertama. Pengambilan air tanah dalam ini tidak semudah pengambilan air tanah
dangkal. Biasanya air tanah dalam ini berada pada kedalaman antara 200 300
meter. Kualitas air tanah dalam lebih baik dari air tanah dangkal karena
penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. Susunan unsur-unsur
kimia tergantung pada lapis-lapis tanah yang dilalui. Jika melalui tanah kapur
maka air menjadi sadah karena mengandung Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2.
3) Mata air yaitu air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata
air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruhi oleh musim dan
kualitasnya sama dengan air tanah dalam (Sutrisno, 1996).
2.3
kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena lantainya
maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air.
Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air sumur pun dapat merupakan
sumber kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air
dengan timba. Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang baik,
bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam sumur.
Pada segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila
cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya. Pencegahan
ini dapat dipenuhi dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang
didasarkan atas kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya
lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur
sekurang-kurang berdiameter 1 meter jaraknya dari dinding sumur dan kedap air,
saluran pembuangan air limbah (SPAL) minimal 10 meter dan permanen, tinggi bibir
sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki
tutup sumur yang kuat dan rapat (Entjang, 2000).
Sumur gali ada yang memakai pompa dan yang tidak memakai pompa. Syarat
konstruksi pada sumur gali tanpa pompa meliputi dinding sumur, bibir sumur, lantai
sumur, serta jarak dengan sumber pencemar. Sumur gali sehat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Entjang, 2000):
1) Jarak
Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah jarak
sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah (cesspool, seepage pit), dan
sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut tergantung pada keadaan serta
kemiringan tanah, lokasi sumur pada daerah yang bebas banjir dan jarak sumur
minimal 15 meter dan lebih tinggi dari sumber pencemaran seperti kakus,
kandang ternak, tempat sampah, dan sebagainya (Chandra, 2007). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Gotaas, dkk dalam Soeparman (2002), sumber kontaminasi
yang berupa tinja manusia yang ditempatkan dalam lubang yang menembus
permukaan air tanah. Sampel positif organisme coliform didapatkan pada jarak 4
sampai 6 m dari sumber kontaminasi. Daerah kontaminasi melebar ke luar sampai
kira-kira 2 m pada titik yang berjarak sekitar 5 m dari jamban dan menyempit
pada kira-kira 11 m. Kontaminasi tidak bergerak melawan arah aliran air tanah.
Setelah beberapa bulan, tanah sekitar jamban akan mengalami penyumbatan
(clogging), dan sampel yang positif dapat diperoleh hanya pada jarak 2-3 m dari
lubang. Dengan kata lain, daerah kontaminasi tanah telah menyempit. Pola
pencemaran secara kimiawi sama bentuknya dengan pencemaran bakteriologis,
hanya jarak jangkaunya lebih jauh.
Berdasarkan sudut pandang sanitasi, yang penting diperhatikan adalah jarak
perpindahan maksimum dari bahan pencemar dan kenyataan bahwa arah
perpindahan selalu searah dengan arah aliran air tanah. Dalam penempatan sumur,
harus diingat bahwa air yang berada dalam lingkaran pengaruh sumur mengalir
menuju sumur tersebut. Tidak boleh ada bagian daerah kontaminasi kimiawi
ataupun bakteriologis yang berada dalam jarak jangkau lingkaran pengaruh sumur
(Soeparman, 2002).
Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2916-1992 tentang
Spesifikasi Sumur Gali untuk Sumber Air Bersih, bahwa jarak horizontal sumur
ke arah hulu dari aliran air tanah atau sumber pengotoran (bidang resapan/tangki
septic tank) lebih dari 11 meter, sedangkan jarak sumur untuk komunal terhadap
perumahan adalah lebih dari 50 meter.
Menurut Kusnoputranto (1985) dalam soeparman (2002), pola pencemaran oleh
zat kimia mengikuti bentuk yang hampir sama dengan pencemaran bakteri. Pada
jarak 25 meter dari sumber pencemar area kontaminasi melebar sampai + 9 meter
untuk kemudian menyempit hingga jarak + 95 meter. Dengan demikian, sumber
air yang ada di masyarakat sebaiknya harus berjarak lebih dari 95 meter dari
tempat pembuangan bahan kimia.
Jarak aman antara Lubang Kakus dengan Sumber Air Minum dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain :
a) Topografi tanah: Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah
dan sudut kemiringan tanah.
b) Faktor hidrologi: yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain Kedalaman
air tanah, Arah dan kecepatan aliran tanah, Lapisan tanah yang berbatu dan
berpasir. Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan
dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk
dari tanah liat.
c) Faktor Meteorologi : di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus
lebih jauh dari kakus.
d) Jenis mikroorganisme: Karakteristik beberapa mikroarganisme ini antra lain
dapat disebutkan bahwa bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan
lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5
bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam 1 bulan.
e) Faktor Kebudayaan: Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur
tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.
f) Frekuensi Pemompaan: Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil
untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat untuk
mengisi kekosongan (Chandra, 2007).
2) Konstruksi sumur gali
Dalam hal konstruksi sumur gali, hal yang harus diutamakan adalah dinding
sumur gali. Kriteria yang harus diperhatikan dalam membuat dinding sumur gali
adalah:
a) Jarak kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur gali harus
terbuat dari tembok yang kedap air (disemen). Hal tersebut dimaksudkan agar
tidak terjadi perembesan air/pencemaran oleh bakteri dengan karakteristik
habitat hidup pada jarak tersebut. Selanjutnya pada kedalaman 1,5 meter
dinding berikutnya terbuat dari pasangan batu bata tanpa semen, sebagai
bidang perembesan dan penguat dinding sumur (Entjang, 2000).
b) Pada kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur harus dibuat
dari tembok yang tidak tembus air, agar perembesan air permukaan yang telah
tercemar tidak terjadi. Kedalaman 3 meter diambil karena bakteri pada
umumnya tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut. Kira-kira 1,5 meter
berikutnya ke bawah, dinding ini tidak dibuat tembok yang tidak disemen,
tujuannya lebih untuk mencegah runtuhnya tanah (Azwar, 1995).
c) Dinding sumur bisa dibuat dari batu bata atau batu kali yang disemen. Akan
tetapi yang paling bagus adalah pipa beton. Pipa beton untuk sumur gali
bertujuan untuk menahan longsornya tanah dan mencegah pengotoran air
sumur dari perembesan permukaan tanah. Untuk sumur sehat, idealnya pipa
beton dibuat sampai kedalaman 3 meter dari permukaan tanah. Dalam
keadaan seperti ini diharapkan permukaan air sudah mencapai di atas dasar
dari pipa beton. (Machfoedz, 2004).
d) Kedalaman sumur gali dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang
mengandung air cukup banyak walaupun pada musim kemarau (Entjang,
2000).
Selanjutnya adalah bibir sumur gali. Untuk keperluan bibir sumur ini terdapat
beberapa pendapat antara lain :
a) Di atas tanah dibuat tembok yang kedap air setinggi minimal 70 cm untuk
mencegah pengotoran dari air permukaan serta untuk aspek keselamatan
(Entjang, 2000).
b) Dinding sumur di atas permukaan tanah kira-kira 70 cm, atau lebih tinggi dari
permukaan air banjir, apabila daerah tersebut adalah daerah banjir
(Machfoedz, 2004).
c) Dinding parapet merupakan dinding yang membatasi mulut sumur dan harus
dibuat setinggi 70-75 cm dari permukaan tanah. Dinding ini merupakan satu
kesatuan dengan dinding sumur (Chandra, 2007).
Dalam konstruksi sumur gali, salah satu juga yang harus diperhatikan adalah
lantai sumur gali. Ada beberapa pendapat konstruksi lantai sumur antara lain :
a) Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air 1,5 m lebarnya dari dinding
sumur. Dibuat agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah,
bentuknya bulat atau segi empat (Entjang, 2000).
b) Tanah di sekitar tembok sumur atas disemen dan tanahnya dibuat miring
dengan tepinya dibuat saluran. Lebar semen di sekeliling sumur kira-kira 1,5
meter, agar air permukaan tidak masuk (Azwar, 1995).
c) Lantai sumur kira-kira 20 cm dari permukaan tanah (Machfoedz, 2004).
3) Saluran Pembuangan Air Limbah
Penentuan persyaratan dari sumur gali didasarkan pada hal-hal sebagai
berikut:
1) Kemampuan hidup bakteri patogen selama 3 hari dan perjalanan air dalam tanah 3
meter/hari.
2) Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara vertical sedalam 3 meter.
3) Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara horizontal sejauh 1 meter.
adalah air pipa atau air kran. Air bersih yang bersumber dari air kran di salurkan
melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Namun, setiap PDAM di setiap
daerah belum tentu memiliki kualitas dan kuantitasnya sama dengan daerah lainnya.
Secara teknis pelayanan air bersih dengan sistem perpipaan harus memenuhi
unsur-unsur sebagai:
2.4
sehingga
limbah
tersebut
mudah
mengalami
pembusukan.
Dalam
proses
2.6
Kualitas Air
Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air adalah
sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air
yang mencakup kualitas fisik, kimia dan biologis (Effendi, 2003).
Analisis kualitas air dapat dilakukan di laboratorium maupun secara sederhana.
Pemerikasaan di laboratorium akan menghasilkan data yang lengkap dan bersifat
kuantitatif, sedangkan pemeriksaan sederhana hanya bersifat kualitatif. Pemeriksaan
sederhana mempunyai keuntungan karena murah dan mudah sehingga setiap orang
dapat melakukannya tanpa memerlukan bahan-bahan yang mahal (Kusnaedi, 2006).
Masalah air baku untuk industri air bersih menjadi sangat penting. Kualitas air
bersih yang dipengaruhi kualitas air baku tersebut akan berpengaruh pada kesehatan
masyarakat yang mengkonsumsinya (Amsyari, 1996). Kualitas air bersih sangat erat
kaitannya dengan kualitas air bakunya. Umumnya air baku dari air sumber (air tanah)
kualitasnya sudah cukup baik sehingga tidak sulit menjadikannya air bersih yang
memenuhi persyaratan kesehatan. Pada sisi lain air bersih dalam jumlah banyak harus
mengambil dari sumber air yang besar pula. Ini sering terjadi di kota besar dan
akhirnya memilih air sungai yang ada di dekatnya sebagai sumber air baku. Kualitas
air sungai sebagai air permukaan jelas berbeda dengan air sumber dan air tanah dalam
sehingga perlu proses yang lebih banyak. Pada awalnya proses itu pun tidak begitu
berat karena air sungai hanya terkait dengan limbah rumah tangga yang jumlahnya
pun terbatas sehingga proses penjernihannya pun relatif sederhana (Amsyari, 1996).
Dengan perkembangan industri masalah air baku tidak hanya karena
pencemaran dari limbah domestik, akan tetapi juga dari limbah industri yang pekat
dengan macam bahan kimiawi yang luas. Bahan beracun dan berbahaya jelas tidak
banyak dikeluarkan oleh limbah rumah tangga. Bahan seperti itu umumnya dari
industri yang melibatkan banyak reaksi kimia, seperti industri kertas, cat dan lainnya.
Jelas proses pengolahan air bersih yang akan dilakukan akan lebih kompleks
(Amsyari, 1996).
2.6.1 Kualitas Bakteriologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air
angkasa, air permukaan, maupun air tanah. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai
dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Penyakit yang ditransmisikan
melalui faecal material dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan metazoa.
Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari
bakteri patogen. Bakteri golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri
patogen, tetapi bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri
patogen (Soemirat, 2000). Menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990,
bakteri coliform yang memenuhi syarat untuk air bersih bukan perpipaan adalah < 50
MPN.
Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung golongan Coli
dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia (Sutrisno, 2004). Berdasarkan
Kempenkes RI Nomor 907/ MENKES/SK/VII/2002, persyaratan bakteriologis air
minum adalah dilihat dari Coliform per 100 ml sampel air dengan kadar maksimum
yang diperbolehkan adalah 0 (nol). Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002, Air bersih adalah air yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum setelah dimasak. Air bersih didapat dari sumber mata air yaitu air tanah,
sumur, air tanah dangkal, sumur artetis atau air tanah dalam. Air bersih ini termasuk
golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan bakterinya
menurut SK. Dirjen PPM dan PLP No. 1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK
Pedoman Kualitas Air Tahun 2000/2001, dapat dibedakan ke dalam 5 kategori
sebagai berikut.
1. Air bersih kelas A ketegori baik mengandung total Coliform kurang dari 50
Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan oleh
adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme
mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan
bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber.
Intensitas bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Karena
pengukuran bau dan rasa ini tergantung pada reaksi individu maka hasil yang
dilaporkan tidak mutlak. Untuk standard air bersih sesuai dengan Permenkes RI
No.416/MENKES/PER/IX/1990 menyatakan bahwa air bersih tidak berbau dan
tidak berasa .
3) Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan
kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur,
bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang tersuspensi.
Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam
penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan
mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan
mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 1991). Tingkat kekeruhan air
dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dengan metode Turbidimeter.
Untuk
standar
air
bersih
ditetapkan
oleh
Permenkes
RI
No.
yang
diperbolehkan
seperti
tercantum
dalam
Permenkes
RI
416/MENKES/PER/IX/1990.
Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia
yang melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik bagi
kesehatan dan material yang digunakan manusia. Contohnya pH; pH Air sebaiknya
netral yaitu tidak asam dan tidak basa untuk mencegah terjadinya pelarutan logam
berat dan korosi jaringan. pH air yang dianjurkan untuk air minum adalah 6,59. Air
merupakan pelarut yang baik sekali maka jika dibantu dengan pH yang tidak netral
dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya (Soemirat, 2000).
2.7
a. Proses fisik
Setelah melalui proses fisik, kualitas air sudah dapat diperbaiki sampai sekitar
90%. Benda-benda yang terlarut dalam air akan mengendap dalam waktu 24 jam
dan air akan bertambah jernih
b. Proses kimiawi
Selama proses penampungan juga berlangsung proses kimiawi. Dalam proses ini ,
bakteri aerobik akan mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat didalam air
dengan bantuan oksigen bebas. Akibatnya, konsentrasi amonia akan berkurang
sementara konsentrasi nitrat justru meningkat.
c. Proses biologis
Organisme patogen berangsur-angsur akan mati. Keadaan ini dapat terlihat jika air
disimpan selama 5-7 hari. Dalam kondisi tersebut, jumlah bakteri dalam air akan
berkurang sampai 90%.
Batas waktu yang optimum untuk penampungan berkisar antara 10-14 hari, bila lebih
lama akan berkembang tumbuh-tumbuhan air seperti alga yang dapat menimbulkan
rasa dan bau tidak enak dan perubahan warna pada air.
2.7.2 Penyaringan
Proses penyaringan atau filtrasi merupakan tahap kedua dari proses purifikasi
air. Proses ini sangat penting karena dapat mengurangi jumlah bakteri sampai sekitar
98-99% dalam air yang dihasilkan. Proses filtrasi dapat dilakukan melalui slow sand
filter (filter biologis) dan rapid sand filter (filter mekanis). Metode-metode tersebut
2.8
bagi kehidupan. Tidak satupun kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung
terus tanpa tersedianya air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat
mutlak, karena sebenarnya zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari
air, yang jumlahnya sekitar 73 % dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak (Azwar,
1995).
Kegunaan air bagi tubuh manusia antara lain untuk proses pencernaan,
metabolisme, mengangkat zat-zat makanan dalam tubuh, mengatur keseimbangan
suhu tubuh dan menjaga tubuh jangan sampai kekeringan. Air yang dibutuhkan oleh
manusia untuk hidup sehat harus memenuhi syarat kualitas. Disamping itu harus pula
dapat memenuhi secara kuantitas (jumlahnya). Diperkirakan untuk kegiatan rumah
tangga yang sederhana paling tidak membutuhkan air sebanyak 100 L/orang/hari.
Angka tersebut misalnya untuk :
a. Berkumur, cuci muka, sikat gigi, wudhu : 20L/orang/hari
b. Mandi/mencuci pakaian dan alat rumah tangga : 45L/orang/hari
c. Masak, minum : 5L/orang/hari
d. Menggolontor kotoran : 20L/orang/hari
e. Mengepel, mencuci kendaraan : 10L/orang/hari (Entjang, 2000).
Jumlah air untuk keperluan rumah tangga perhari perkapita tidaklah sama
untuk tiap negara. Pada umumnya, dapat dikatakan pada negara-negara yang sudah
maju, jumlah pamakaian air per hari per kapita lebih besar dari dari pada negara
berkembang. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air sangatlah bervariasi
sehingga rata-rata pemakaian air per orang per hari berbeda untuk satu negara dengan
negara lainnya, satu kota dengan kota lainnya, satu desa dengan desa lainnya.
2.9
mengandung mineral atau zat-zat yang tidak sesuai untuk dikonsumsi sehingga air
dapat menjadi media penular penyakit. Didalam menularkan penyakit air berperan
dalam empat cara:
a. Water Borne
Kuman petogen dapat berada dalam air minum untuk manusia dan hewan. Bila air
yang mengandung kuman patogen ini terminum maka dapat menjadi penyakit
pada yang bersangkutan. Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara
langsung ini sering kali dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau Water
Borne Disease. Penyakit-penyakit tersebut diantaranya : kholera, penyakit
typhoid, penyakit hepatitis infeksiosa, penyakit disentri basiler. Penyakit
penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke
dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.
b. Water Washed
Cara penularan penyakit ini berkaitan erat dengan air bagi kebersihan umum
alatalat terutama alat-alat dapur, makan, dan kebersihan perorangan. Dengan
terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit-penyakit
tertentu dapat dikurangi pada manusia. Kelompok-kelompok penyakit ini banyak
terdapat di daerah tropis. Peranan terbesar air bersih dalam penularan cara water
washed terutama berada di bidang hygiene sanitasi. Mutu air yang diperlukan
tidak seketat mutu air bersih untuk diminum, yang lebih menentukan dalam hal
ini adalah banyaknya air yang tersedia.
c. Water Bashed
Penyakit pada siklusnya memerlukan pejamu (host) perantara. Pejamu/perantara
ini hidup didalam air, contoh penyakit ini adalah penyakit schistosomiasis dan
dracunculus medinensis (guinea warm). Larva schistosomiasis hidup dalam
keong-keong air. Setelah waktunya, larva ini akan berubah bentuk menjadi
cercaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada dalam air tersebut.
Badan-badan air yang potensial untuk menjangkitkan jenis penyakit ini adalah
badan-badan air yang terdapat di alam yang sering berhubungan erat dengan
kehidupan manusia sehari-hari seperti menangkap ikan, mandi, cuci, dan
sebagainya.
d. Water Rellated Vektor Disease (vektor-vektor insekta yang berhubungan dengan
air). Air merupakan tempat perindukan bagi beberapa macam insekta yang
merupakan vektor beberapa macam penyakit. Air yang merupakan salah satu
unsur alam yang harus ada di lingkungan manusia merupakan media yang baik
bagi insekta untuk berkembang biak. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan
oleh insekta ini adalah malaria, yellow fever, dengue, onchocersiasis (river
blindness). Nyamuk aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit dengue dapat
berkembang biak dengan mudah bila pada lingkungan terdapat tempat-tempat
sementara untuk air bersih seperti gentong air, pot, dan sebagainya.
2.10
Landasan Teori
Landasan teoritis dalam penelitian ini menggunakan teori Simpul Kejadian
Penyakit. Teori simpul kejadian penyakit terdiri dari simpul satu yaitu tentang sumber
penyakit, simpul dua tentang media transmisi penyakit, simpul tiga tentang perilaku
pemajanan, dan simpul empat kejadian penyakit.
Simpul satu menarangkan bahwa sumber penyakit adalah titik mengeluarkan
atau mengemisi agent penyakit. Simpul dua tentang media transmisi penyakit adalah
komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit yaitu:
a. Udara
b. Air
c. Tanah/pangan
d. Binatang/serangga
e. Manusia/langsung.
Simpul tiga tentang perilaku pemajanan yaitu agent penyakit dengan atau
tanpa menumpang dengan komponen lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh melalui
satu proses yang kita kenal sebagai proses hubungan interaktif.
Masing-masing agent penyakit yang masuk ke dalam tubuh dengan cara yang
khas, ada tiga route of entry yakni:
1. Sistem pernafasan
2. Sistem pencernaan
3. Masuk melalui permukaan kulit.
Simpul 1
Simpul 2
Simpul 3
Limbah
Pasar
hewan
Air sumur
gali
(coliform)
Tindakan
Pengguna
Air
maupun
makhluk
hidup
lainnya.
Konsentrasi
berlebihan
dari
pemotongan hewan dan tumbuhan yang tumbuh di daerah atau tanah yang telah
tercemar mikroorganisme tersebut.
2.11
Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori tersebut di atas, maka pada penelitian ini
Variabel Dependen
Jumlah coliform
dalam air sumur
Gali
Tindakan Pengguna
Air
Sumur Gali