Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan

berkualitas sebagai mana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integral yang
menunjang penyelenggaraan pendidikan kesempatan memperoleh pendidikan
yang berkualitas berlaku untuk

semua, mulai dari usia dini sampai jenjang

pendidikan yang tinggi, tanpa ada diskriminasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Salamanca tentang pendidikan inklusif, yaitu tanpa partisipasi aktif dari semua
pihak, tentunya sulit mewujudkan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena
itu upaya peningkatan kualitas harus dilakukan.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar. Kita semua tahu bahwa mulai tahun Ajaran 2006-2007
di Indonesia telah diberlakukan kurikulum baru yaitu kurikulum 2006 atau
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan diberlakukan KTSP ini
secara bertahap, membuktikan bahwa dunia pendidikan di Indonesia telah
mengalami pergantian.
Pengembangan kurikulum ini tentu saja perlu di imbangi dengan
pengembangan perangkat kerja lainnya, sehingga tercipta suasana pembelajaran
yang kondusif. Untuk itu guru harus dapat mengambil keputusan yang tepat ketika
peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar seperti yang di inginkan,

untuk itu guru harus memiliki kemampuan mengembangkan model - model


pembelajaran yang efektif, sehingga hasil pembelajaran dapat di tingkatkan.
Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak dengan berbagai bahan
ajar yang harus dihafal, pendidikan kita tidak diarahkan untuk membangun dan
mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki, dengan kata lain, proses
pendidikan kita tidak pernah diarahkan maslah hidup, serta tidak diarahkan untuk
membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di
dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi ; otak
anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut
untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari hari. Akibatnya ketika anak didik kita lulus dari sekolah,
mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi.
Menyampaikan bahan pelajaran berarti melaksanakan beberapa kegiatan,
tetapi kegiatan itu tidak ada gunanya jika tidak mengarah pada tujuan tertentu.
Artinya seorang pengajar harus mempunyai tujuan dalam kegiatan pengajarannya,
karena itu setiap pengajar menginginkan pengajarannya diterima sejelas
jelasnya oleh para peserta didiknya. Menurut Sagala (2010:173) Untuk mengerti
suatu hal dalam diri seseorang terjadi suatu proses yang disebut sebagai proses
belajar melalui model model mengajar yang sesuai dengan;kebutuhan proses
belajar itu dengan baik, pengajar harus mengetahui bagaimana model dan proses

pembelajaran itu berlangsung. Selama ini metode yang sangat dominan digunakan
dalam proses belajar mengajar adalah ceramah dan pemberian tugas. Sangat
jarang dijumpai guru menggunakan model pembelajaran yang aktif dan kreatif.
Teori perkembangan mental Piaget yang biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif bahwa setiap tahap
perkembangan intelektual dilengkapi dengan ciri ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan, (Ahmadi, dkk, 2011:42-43).
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki
kemiripan

makna,

sehingga

seringkali

orang

merasa

bingung

untuk

membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2)


strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5)
taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran (Sudrajat:17.10)

1.2

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai


berikut:
1.

Apakah definisi dari pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran,


metode pembelajaran, teknik pembelajaran dan model pembelajaran?

2.

Apa sajakah macam-macam pendekatan pembelajaran itu?

3.

Apa sajakah macam-macam model pembelajaran itu?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan atas pokok permasalahan diatas , maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.

Untuk

mengetahui

pembelajaran,

pengertian

pendekatan

pembelajaran,

strategi

metode pembelajaran, teknik pembelajaran dan model

pembelajaran.
2.

Untuk mengetahui macam-macam pendekatan pembelajaran.

3.

Untuk mengetahui macam-macam model-model pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK
DAN MODEL PEMBELAJARAN.
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki
kemiripan makna. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) Pendekatan pembelajaran; (2)
strategi pembelajaran; (3) metode pembelajran; (4) Teknik pembelajran; (5)
Taktik pembelajaran; dan (6) Model pembelajaran. Pendekatan pembelajaran
dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadai, menginspirasi, menguatkan,
danmelatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Istilah
pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran
yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu.
Kemp

(dalam

Sanjaya:2006:126)

menjelaskan

bahwa

strategi

pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru


dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Senada dengan pendapat diatas, Dick and Carey juga menyebutkan bahwa strategi
pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang
digunakan secara bersama sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of
activities designed to achieves a particular educational goal (rencana, metode,
atau serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu) (J. R. David dalam Sanjaya 2006:126). Jadi, dengan demikian strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan
dalam pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya,

arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan
demikian, penyusunan langkah langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai
fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.
Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas
yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam
implementasi suatu strategi.
Strategi

pembelajaran

sifatnya

masih

konseptual

dan

untuk

mengimplementasikannya digunakan metode pembelajaran. Misalnya, untuk


melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus
metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh karenanya, strategi
berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk
mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan
melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi merupakan a plan of operation
achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something
(Wina Senjaya (2008). Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1)
ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6)
pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan
sebagainya.
Sedangkan Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang
digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural,
yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah cara yang digunakan, yang
bersifat implementasi. Dengan perkataan lain, metode yang dipilih oleh masing
masing guru adalah sama, tetapi mereka menggunakan teknik yang berbeda.
Sedangkan menurut beberapa ahli yang telah diuraikan terdahulu bahwa strategi
pembelajaran harus mengandung penjelasan arti yang lebih luas dari metode dan
teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari
strategi pembelajaran.

Strategi pembelajaran adalah cara cara yang akan digunakan oleh


pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses
pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi
dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang
dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya
pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara
yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara
spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa
yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis
akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah
siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu
digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan
kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti
teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Pada berbagai situasi proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai
istilah yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan, atau
pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Istilah strategi, metode, atau teknik sering digunakan secara
bergantian, walaupun pada dasarnya istilah istilah tersebut memiliki perbedaan
satu dengan yang lain.
Gerlach dan Ely dalam (Hamzah, 2007:2) menyatakan bahwa Teknik
pembelajaran seringkali disamakan artinya dengan metode pembelajaran. Teknik
adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan
kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang ingin dicapai
Apabila antara pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran
sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang
disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan

teknik pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu


pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat
perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku- buku, film, komputer,
kurikulum, dan lain lain (Joyce dalam Ahmadi, dkk, 2011:8). Selanjutnya Joyce
menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam
mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga
tujuan pembelajaran tercapai.
Adapun Soekamto, dkk (dalam Ahmadi, dkk, 2011: 8) mengemukakan
bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.
2.2.

MACAM-MACAM

PENDEKATAN

BESERTA

MODEL

PEMBELAJARAN
Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk
memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode
pembelajaran yang efektif (Mulyasa 2008:95). Hal ini penting terutama untuk
menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Cara guru
melakukan suatu kegiatan pembelajaran mungkin memerlukan pendekatan dan
metode yang berbeda dengan pembelajaran lainnya. Sedikitnya terdapat lima
pendekatan pembelajaran yang perlu dipahami guru untuk dapat mengajar dengan
baik yaitu : Pendekatan kompetensi, pendekatan keterampilan proses, pendekatan
lingkungan, pendekatan kontekstual, dan pendekatan tematik. (Mulyasa 2008:9596).
2.2.1. PENDEKATAN KOMPETENSI
Mulyasa (2008:96) mengatakan bahwa Kompetensi menunjuk kepada
kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pembelajaran dan
latihan, kompetensi menunjuk kepada perbuatan (performance) yang bersifat

rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Kay (1997)
mengemukakan bahwa Competency based education, an approach to instruction
that aims to teach each student the basic knowledge, skill, attitudes, and values
essential to competence (Pendidikan berbasis kompetensi, pendekatan untuk
instruksi yang bertujuan untuk mengajar setiap siswa pengetahuan dasar,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai penting untuk kompetensi). Kompetensi selalu
dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran mengapa
dan bagaimana perbuatan tersebut dilakukan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kompetensi merupakan indikator yang menunjuk kepada
perbuatan yang bisa diamati, dan sebagai konsep yang mencakup aspek aspek
pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap serta tahap tahap pelaksanaannya
secara utuh.
Terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari pendidikan berdasarkan
pendekatan kompetensi. Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok
ke arah pembelajaran individual. Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas
(master learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah
suatu falsafah tentang pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem
pembelajaran yang tepat semua peserta didik akan dapat belajar dengan hasil yang
baik dari seluruh bahan yang diberikan. Landasan teoritis ketiga bagi
perkembangan pendidikan berdasarkan kompetensi adalah usaha penyusunan
kembali definisi bakat.
Implikasi terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut, Pertama,
pembelajaran perlu lebih menekankan pada pembelajaran individual meskipun
dilaksanakan secara klasikal, dalam pembelajaran perlu diperhatikan perbedaan
peserta didik. Dalam hal ini misalnya tugas diberikan secara individu, bukan
secara kelompok. Kedua, perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif,
dengan metode dan media yang bervariasi yang memungkinkan setiap peserta
didik mengikuti kegiatan belajar dengan tenang dan menyenangkan. Ketiga,dalam
pembelajaran perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelesaian
tugas/praktek pembelajaran agar setiap peserta didik dapat mengerjakan tugas
belajar dengan baik. Apabila waktu yang tersedia di sekolah tidak mencukupi,

berilah kebebasan kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugas tugas yang
diberikan di luar kelas.
Dalam kaitannya dengan pengembangan pembelajaran berdasarkan
pendekatan kompetensi, Ashan (1981) mengemukakan tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu menetapkan kompetensi yang ingin dicapai, mengembangkan
strategi untuk mencapai kompetensi, dan evaluasi.
Evaluasi

dilakukan

untuk

menggambarkan

perilaku

hasil

belajar

(behavioral outcomes) dengan respon peserta didik yang dapat diberikan


berdasarkan apa yang diperoleh dari belajar. Sejalan dengan uraian diatas
Sukmadinata (1983) mengemukakan tiga tahap yang dilakukan guru dalam proses
pembelajaran.yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan kompetensi yaitu :
2.2.1.1. Model Pembelajaran Mandiri

Konsep Belajar dan Pembelajaran Mandiri


Kemandirian dalam belajar ini menurut Wedemeyer (dalam Rusman
2011:353) perlu diberikan kepada peserta didik supaya mereka mempunyai
tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dalam
mengembangkan kemampuan belajar atas kemampuan sendiri. Belajar mandiri
bukan berarti balajar sendiri (Panen, 1997). Belajar mandiri bukan merupakan
usaha untuk mengasingkan peserta didik dari teman belajarnya dan dari
guru/instrukturnya. Hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah
peningkatan kemampuan dan ketrampilan peserta didik dalam proses belajar tanpa
bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya peserta didik tidak tergantung pada
guru/pendidik, pembimbing, teman atau orang lain dalam belajar. Teman dalam
proses belajar mandiri itu sangat penting. Kalau menghadapi kesulitan, peserta
didik seringkali lebih mudah atau lebih berani bertanya kepada teman daripada
kepada guru/instruktur.teman sangat penting, karena dapat menadi mitra dalam
belajar bersama dan berdiskusi.

10

Kemandirian Peserta Didik dan Keberhasilan


Tingkat kemandirian peserta didik berkaitan erat dengan pemilihan program:
1.

Apakah memilih program yang kesempatannya untuk berdialog

tinggi dan kurang terstruktur


2.

Program yang kurang memberikan kesempatan berdialog dan

sangat terstruktur.
Bahan Belajar Mandiri
Jenis-jenis bahan belajar mandiri di antaranya adalah :
1.

Modul, yaitu suatu paket progam yang disusun dalam bentuk

satuan tertentu dan didesain semakin rupa guna kepentingan belajar


siswa.Satu paket modul biasanya memiliki komponen petunjuk guru,lembar
kegiatan siswa,lembar kerja siswa,kunci lembar kerja,lembar tes,dan kunci
lembaran tes
2.

Bahan

Pembelajaran

Berprogam,

yaitu

paket

progam

pembelajaran individual,hampir sama dengan modul.Perbedaanya dengan


modul,Bahan Pembelajaran Berprogam ini disusun dalam topik-topik kecil
untuk setiap bingkai atau halamanya.Satu bingkai biasanya berisi informasi
yang merupakan bahan pembelajaran,pertanyaan bingkai lain.
3.

Digital Content berbasis web, yaitu bahan pembelajaran online

dalam bentuk pembelajaran individual yang dapat diakses oleh siswa,baik


dalam bentuk tugas pembelajaran mandiri maupun sumber-sumber belajar
lainya yang dikemas dalam bentuk digital content
Kesimpulan
Model pembelajaran mandiri yang diterapkan secara penuh memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk ikut berperan dalam menentukan
tujuan,memilih isi pelajaran,dan cara mempelajarinya.Bahkan peserta didik juga
diberi

kesempatan

untuk

ikut

menentukan

cara

dan

kriteria

evaluasinya,Namun,dalam praktik tidak seluruh kemandirian itu diterapkan.


2.2.2 Pendekatan Keterampilan Proses

11

Mulyasa (2008:99) mengemukakan bahwa Pendekatan keterampilan proses


merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar,
aktivitas dan kreativitas peserta ddik dalam memperoleh pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari
hari. Dalam pengertian tersebut, termasuk di antaranya keterlibatan fisik, mental,
dan sosial peserta didik dalam proses pembelajaran, untuk mencapai suatu
tujuan.
Indikator-indikator
kemampuan

pendekatan

mengidentifikasi,

keterampilan

mengklasifikasi,

proses

antara

menghitung,

lain

mengukur,

mengamati, mencari hubungan, menafsirkan, menyimpulkan, menerapkan,


mengkomunikasikan, dan mengekspresikan diri dalam suatu kegiatan untuk
menghasilkan suatu karya.
Kemampuan kemampuan yang menunjukkan keterlibatan peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilihat melalui partisipasi dalam
kegiatan pembelajaran berikut :
a. Kemampuan bertanya
b. Kemampuan melakukan pengamatan
c. Kemampuan mengidentifikasi dan mengklasifikasi hasil pengamatan
d. Kemampuan menafsirkan hasil identifikasi dan klasifikasi
e. Kemampuan menggunakan alat dan bahan untuk memperoleh pengalaman
secara langsung
f. Kemampuan merencanakan suatu kegiatan penelitian
g. Kemampuan menggunakan dan menerapkan konsep yang telah dikuasai
dalam suatu situasi baru
h. Kemampuan menyajikan suatu hasil pengamatan dan atau hasil penelitian
Pendekatan keterampilan proses bertolak dari suatu pandangan bahwa setiap
peserta didik memiliki potensi yang berbeda, dan dalam situasi yang normal,
mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Oleh karena itu, tugas
guru adalah memberikan kemudahan kepada peserta didik dengan menciptakan
lingkungan yang kondusif agar semua peserta didik dapat berkembang secara
optimal.

12

Pembelajaran berdasarkan pendekatan keterampilan proses perlu memperhatikan


hal hal sebagai berikut :

Keaktifan peserta didik didorong oleh kemauan untuk belajar

Pendayagunaan potensi yang dimiliki peserta didik

Suasana kelas

Bimbingan dan motivasi guru

Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan keterampilan proses yaitu


2.2.2.1.

Model pembelajaran menggunakan Metode Eksperimen


Sagala ( 2010: 220) mengemukakan bahwa Eksperimen adalah percobaan

untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu. Eksperimen dapat


dilakukan pada laboratorium atau diluar laboratorium. Dalam proses pembelajaran
siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri,
mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan
menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses tertentu.
Peran guru dalam pembelajaran eksperimen sangat penting, khususnya berkaitan
dengan ketelitian dan kecermatan sehingga tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan
dalam memaknai kegiatan eksperimen tersebut.
Kebaikan-kebaikan eksperimen:

Dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan


berdasarkan hasil percobaan sendiri

Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi tentang


sains, teknologi, suatu sikap ilmuwan.

Siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau
kejadian.

Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan


realistis.

Mengembangkan sikap berpikir ilmiah

Kelemahan-kelemahan eksperimen:

13

Pelaksanaan pembelajaran eksperimen sering memerlukan berbagai


fasilitas peralatan dan bahan yang tidak mudah diperoleh dan murah.

Setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan.

Sangat menuntut penguasaan pengembangan materi, fasilitas peralatan.

2.2.3

Pendekatan Lingkungan
Menurut Mulyasa (2008:101) Pendekatan lingkungan merupakan suatu

pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta


didik melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini
berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik jika
apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaidah bagi
lingkungannya.
Dalam pendekatan lingkungan, pelajaran disusun sekitar hubungan dan
faidah lingkungan. Isi dan prosedur disusun hingga mempunyai makna dan ada
hubungannya antara peserta didik dengan lingkungannya. Pengetahuan yang
diberikan harus memberi jalan keluar bagi peserta didik dalam menanggapi
lingkungannya.

Pemilihan

tema

seyogyanya

ditentukan

oleh

kebutuhan

lingkungan peserta didik misalnya di lingkungan petani, tema yang berkaitan


dengan pertanian akan memberikan makna yang lebih mendalam bagi para peserta
didik. Demikian halnya dilingkungan pantai, tema tentang kehidupan pantai akan
sangat menarik minat dan perhatian peserta didik.
Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti peserta didik mendapatkan
pengetahuan dan pemahaman dengan cara mengamati sendiri apa apa yang ada
di lingkungan sekolah, baik lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah.
Dalam pada itu peserta didik dapat menanyakan sesuatu yang ingin diketahui
kepada orang lain di lingkungan mereka yang dianggap tahu tentang masalah
yang dihadapi.
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan
dua cara :

14

a. Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran.


Hal ini bisa dilakukan denga metode karyawisata, metode pemberian tugas,
dan lain lain.
b. Membawa sumber sumber dari lingkungan ke sekolah (kelas) untuk
kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli, seperti nara
sumber, bisa juga sumber tiruan seperti model dan gambar.
c. Guru sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan
menentukan cara cara yang tepat untuk mendayagunakannya dalam
kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan lingkungan yaitu:
2.2.3.1. Model Pembelajaran Alam Sekitar

Perintis model pembelajaran ini adalah Fr. Finger (1808-1888) diJerman


dengan heimatkunde (pengajaran alam sekitar), dan J.Ligthart (1859-1916) di
Belanda dengan Het Volle Leven (kehidupan senyatanya). Dalam model
pembelajaran ini alam sekitar sebagai fundamental pendidikan dan pengajaran
memberikan dasar emosional, sehingga anak menaruh perhatian yang spontan
terhadap segala sesuatu yang dibebrikan kepadanya asal itu didasarkan atas dan
diambil dari alam sekitar. Mengacu pada konsep pendidikan alam sekitar
Tirtarahardja dan Sula (dalam Sagala, 2010:180) berpendapat bahwa beberapa
tahun terakhir telah ditetapkan adanya materi pelajaran muatan lokal dalam
kurikulum, termasuk penggunaan alam sekitar. Dengan kurikulum muatan lokal
tersebut diharapkan anak semakin dekat dengan alam sekitar dan masyarakat,
sehingga dimungkinkan anak akan lebih menghargai, mencintai dan melestarikan
lingkungan alam sekitar sebagai sumber kehidupannya.
Prinsip-prinsip J.Ligthart (1859-1916) di Belanda dengan Het Volle
Leven (kehidupan senyatanya)

Anak harus mengetahui bendanya terlebih daluhu sebelum mendengar


namanya.

Pengajaran

sesungguhnya

harus

selanjutnya.

15

mendasarkan

pada

pengajaran

Harus diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya, agar siswa paham


akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya.

2.2.4

Pendekatan Tematik (Thematic Approach)


Menurut Mulyasa (2008: 104) Pendekatan Tematik (Thematic Approach)

merupakan

salah

satu

pendekatan

pembelajaran

yag

digunakan

dalam

implementasi kurikulum 2004, terutama di Taman Kanak Kanak dan Raudhatul


Athfal (TK dan RA), serta pada kelas rendah di Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidayah (SD dan MI).
Pendekatan

tematik

merupakan

pendekatan

pembelajaran

untuk

mengadakan hubungan yang erat dan serasi antara berbagai aspek yang
mempengaruhi peserta didik dalam proses belajar. Oleh karena itu pendekatan
tematik sering juga disebut pendekatan terpadu (integrated). Perlunya pendekatan
tematik pada pembelajaran yang mempunyai korelasi tinggi ialah kenyataan
bahwa Dunia nyata itu menujukkan adanya keterpaduan dan bahwa peserta
didik ternyata lebih baik bila belajar menghubung huungkan berbagai faktor
yang ada.
Pendekatan tematik bertujuan :
a. Membentuk pribadi yang harmonis dan sanggup bertindak dalam
menghadapi berbagai situasi yang memerluka keterampilan pribadi.
b. Menyesuaikan pembelajaran dengan perbedaan peserta didik.
c. Memperbaiki dan mengatasi kelemahan kelemahan yang terdapat pada
metode mengajar hafalan.
Pelaksanaan pendekatan tematik secara optimal perlu ditunjang oleh
kondisi sekolah sebagai berikut :
a. Guru mesti berpartisipasi dalam sebuah tim serta mempunyai tanggung
jawab untuk menyukseskan tujuan tim
b. Guru harus mempunyai kemampuan untuk mengembangkan program
pembelajaran tematis pada jadwal yang telah ditentukan.
c. Peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pendekatan tematik harus
tersedia, baik lingkungan sekolah maupun berupa pinjaman dari luar.

16

d. Pelaksanaan pendekatan tematik harus ada dalam struktur sekolah,


sehingga guru dapat menggunakan berbagai sarana sekolah yang diperlukan.
Pendekatan tematik dapat dilaksanakan oleh seorang guru, jadi semua bahan
ajar menjadi tanggung jawabnya. Dapat pula dilaksanakan beberapa orang guru
secara kolektif, namun harus dilandasi dengan kelancaran komunikasi, semangat
kerjasama, dan mengadakan koordinasi yang baik di antara mereka. Tema yang
dipilih hendaknya diangkat dari lingkungan kehidupan peserta didik, agar
pembelajaran menjadi hidup dan tidak kaku.
Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan Tematik sama dengan
judulnya yaitu :
2.2.4.1. Model Pembelajaran Tematik
Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) model pembelajaran
untuk anak tingkat Sekolah dasar kelas rendah, yaitu kelas 1, 2, dan 3 adalah
pembelajaran yang dikemas dalam bentuk tema-tema (Rusman, 2011: 249). Tema
meupakan wadah atau wahana untuk mengenal konsep materi kepada anak didik
secara menyeluruh.
2..4.1.1. Latar Belakang Pembelajaran Tematik
Berdasarkan paduan KTSP, pengelolaan kegiatan pembelajaran pada kelas
awal Sekolah Dasar dalam mata pelajaran dan kegiatan belajar pembiasaan
dilakukan

dengan

menggunakan

model

pembelajaran

tematik

dan

diorganbisasikan sepenuhnya oleh sekolah / madrasah. Tema-tema yang bisa


dikembangkan di kelas awal Sekolah Dasar mengacu kepada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Pengalaman mengembangkan tema dalam kurikulum mengembangkan
tema dalam kurikulum disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan
dikembangkan.
2. Dimulai dari lingkungan yang terdekat dari lingkungan anak (expending
community approach).
3. Dimulai dari hal-hal yang mudah menuju yang sulit, dari hal yang
sederhana menuju yang kompleks, dari hal yang kongkret menuju yang
abstrak.

17

KTSP merupakan kurikulum, operasional yang berbasis kompetensi


sebagai hasil refleksi, pemikiran dan pengkajian yang mendalam dari kurikulum
yang telah berlaku beserta pelaksanaannya. Dalam kurikulum ini diharapakan
dapat membantu mempersisapkan peserta didik menghadapi tantangan-tantangan
di masa depan. Kompetensi-kompetensi yang dikembangkan dalam KTSP
diarahkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam
kondisi yang penuh dengan berbagai perubahan, persaingan, ketidak pastian , dan
kerumitan dalam kehidupan. Kuruikulum

ini ditunjukkan untuk menciptakan

lulusan yang kompeten dan cerdas dalam membangun integritas social, serta
membudidayakan dan memwujudkan karakter nasional.
2..4.1.2. Pengertian Pembelajaran Tematik
Menurut Rusman (2011: 254) Model pembelajaran tematik adalah model
pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang melibatkan
beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari
suatu tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan
memperhatikan keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema adalah pokok
pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan ( Poerwadarminta,
1983). Tujuan dari adanya tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep
dalam suatu mata pelajaran, akan tetapi juga keterkaitannya dengan konsepkonsep dari mata pelajaran lainnya.
Dengan adanya tema ini akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
1.

Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.

2.

Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan pengembangan berbagai


kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama.

3.

Pemahaman terhadap materi m\pembelajaran lebih mendalam dan berkesan.

4.

Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata


pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.

18

5.

siswa dapat lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi
disajikan dalam konteks tema yang jelas.

2..4.1.3. Landasan Pembelajaran Tematik


Secara filosofis , kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi
oleh tiga aliran filsafat berikut:

Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan


pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana
alamiah dan memperhatikan pengalaman siswa.

Aliran Konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa sebagai kunci


dalam pembelajaran.

Aliran Humanisme melihat siswa dari segi keunikan/ kekhasannya, potensi


, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan

Pesikologis

terutama

berkaitan

dengan

psikologi

perkembangan peserta didik dan pesikologi belajar. Pesikologi perkembangan


diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang
diberikan kepada siswa agar tingkat kelulusan dan kedalamannya sesuai dengan
tahap perkembangan peserta didik.
Landasan Yuridis berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan
yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Dalam UU
No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dinyatakan bahwa setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9).
2.4.1.4. Karakteristik Model Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran di Sekolah Dasar, pembelajaran tematik
memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :

Berpusat pada siswa


Hal ini sesuai dengan pendekatan beajar modern yang lebih banyak
menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak
berperan sebagai fasilitator.

Memberikan pengalaman langsung

19

Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang


nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas


Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi
tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tematema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran


Pembelajaran tematik menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat
memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini daperlukan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari.

Bersifat fleksibel
Guru dapat mengaitkan bahan ajar dari suatu mata pelajarandengan mata
pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa
dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.

Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa


Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.

Menggunakan prinsip belajar sambil bernain dan menyenangkan.

2.4.1.5. Rambu-rambu Pembelajaran Tematik


Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik yang harus diperhatikan guru
adalah sebagai berikut.
1. Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan
2. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester
3. Kompetentensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan
untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan
secara mandiri.
4. kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap
diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.

20

5. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis,


dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral.
6. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa,minat,
lingkungan, dan daerah setempat.
2.4.1.6. Ruang Lingkup Pembelajaran Tematik

Ruang lingkup pengembangan pembelajaran tematik meliputi seluruh


mata pelajaran pada kelas I, II, dan III Sekolah Dasar, yaitu pada mata pelajaran
pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam,
pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan
ketrampilan, Pendidikan Jasmani, dan Olahraga
2.4.1.7.

Implementasi Pembelajaran Tematik

Keberhasilan pembelajaran tematik dipengaruhi oleh seberapa jauh


pembelajaran tersebut direncanakan sesuai dengan kondisi dan potensi siswa.
Dalam merancang pembelajaran tematik di Sekolah Dasar bisa dilakukan dengan
dua cara.
Pertama, dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu tema-tema tertentu
yang akan di ajarkan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan
kompetensi dasar pada mata pelajaran yang diperkirakan relevan dengan tematema tersebut.
Kedua, dimulai dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa
mata pelajaran yang memiliki hubungan, dilanjutkan dengan penetapan tema
pemersatu. dengan demikian, tema-tema pemersatu tersebut ditentukan setelah
mempelajari kompetensi dasar dan indikator yang terdapat pada masing-masing
mata pelajaran.
Alur atau langkah-langkah dalam mengembangkan rencana pelaksanaan
pembelajaran tematik meliputi tujuh tahap, yaitu :
Menetapkan Mata Pelajaran yang akan Dipadukan
Mempelajari Kompetensi dasar dan Indikator dari Mata Pelajaran yang
akan Dipadukan

21

Memilih dan Menetapkan Tema/Topik Pemersatu


Membuat Matriks atau Bagan Hubungan Kompetensi Dasar dan
Tema/Topik Pemersatu.
Menyusun Silabus Pembelajaran Tematik
Penyusunan Rencana Pembelajaran Tematik
Adapun tambahan beberapa macam pendekatan pembelajaran yang
digunakan

pada

kegiatan

belajar

mengajar

Menurut

Idaha

riyanti

(http://idahariyanti.student.fkip.uns.ac.id.diakses 30-03-2011:19.30 ). Antara lain :


2.2.5

Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat


Yager (dalam http://www.papantulisku.com. diakses 30-03-2011:18.46)

mendefinisikan STS (Science Technology Society) atau IPA Teknologi


Masyarakat sebagai belajar dan mengajar mengenai IPA/teknologi dalam
konteks pengalaman manusia. Dengan mengutip dari NSTA (National Science
Teachers Association). Sedangkan National Science Teachers Association
(NSTA) (1990 :1) memandang STM sebagai the teaching and learning of science
in the context of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran
yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan
ini siswa diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan
konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM
dikemukakan oleh PENN STATE (2006:1) bahwa STM merupakan an inter
disciplinary approach which reflects the widespread realization that in order to
meet the increasing demands of a technical society, education must integrate
acrossdisciplines (sebuah pendekatan antar disiplin yang mencerminkan realisasi
luas bahwa dalam rangka memenuhi peningkatan permintaan masyarakat teknis,
pendidikan harus mengintegrasikan seluruh disiplin ilmu).
Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah
diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin (ilmu) dalam
rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan
masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara
sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi

22

terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalam


pengembangan pembelajaran di era sekarang ini. Pandangan tersebut senada
dengan pendapat NC State University (2006:1), bahwa STM merupakan an
interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways
that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such
factors shape science and technology (bidang disciplinery antar studi yang
berusaha untuk mengeksplorasi memahami banyak cara dan teknologi yang
scinence membentuk budaya, nilai, dan institusi, dan bagaimana faktor-faktor
seperti bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi). STM dengan demikian adalah
sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan
teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana
situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association (NSTA)
(dalam Poedjiadi, 2000) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan
menggunakan

pendekatan

STM

mempunyai

beberapa

perbedaan

jika

dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan
aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan.
Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang
diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah,
tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari hari,
yang

dalam

pemecahannya

menggunakan

langkah

langkah

(http://smacepiring.wordpress.com. diakses 30-03-2011:17.31).


Yager (dalam http://www.papantulisku.com. Diakses 30-03-2011: 18.50)
memberikan ciri-ciri khas pembelajaran dengan model STS sebagai berikut :
1. peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di daerahnya
dan dampaknya,
2. menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan bahan)

untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan


masalah,

23

3. keterlibatan peserta didik secara aktif dalam mencari informasi yang dapat
diterapkan untuk memecahkan masalah,
4. penekanan pada keterampilan proses IPA, agar dapat digunakan oleh
peserta didik dalam mencari solusi terhadap masalahnya, dan
5. sebagai perwujudan otonomi setiap individu dalam proses belajar.
Horsley, et.al, (dalam http://www.papantulisku.com. Diakses 30-03-2011:
18.59) mengemukakan bahwa pembelajaran ipa dan teknologi diperlukan agar
konsisten dengan cara-cara para ahli dalam melakukan penyelidikan yang bersifat
ilmiah dan teknologi. Model pembelajaran IPA dan teknologi melibatkan peserta
didik dalam kegiatan-kegiatan penyelidikan, mengkonstruksi makna yang mereka
temukan, mengajukan penjelasan dan solusi yang masih tentatif, menelusuri
kembali konsep-konsep,dan menilai konsep-konsep yang dijadikan rujukan.
Model pembelajaran IPA dan teknologi yang berorientasi pada konstrukstivisme
dengan model STS yang diajukan oleh Horsley, et.al, (1990:59), Carin (1997:74),
dan Yager (1992:15) meliputi empat tahap, yaitu tahap:
a. invitasi,
b. eksplorasi, penemuan, dan penciptaan,
c. pengajuan penjelasan dan solusi,
d. pengambilan tindakan.

24

Sintaks pembelajaran IPA dengan model STS menurut Carin (1997:74),


Horsley et.al, (1990:59), dan Yager (1992:15) tersebut diilustrasikan seperti pada
Gambar 3.3 berikut ini.

Sumber: Carin1997:74 dan Horsley, (1990:59)


Gambar 3.3 Bagan sintaks Pembelajaran IPA dan teknologi dengan model STS

Invitasi
Pada tahap ini guru merangsang peserta didik mengingat atau

menampilkan kejadian-kejadian yang ditemui baik dari media cetak maupun


media elektronik yang berkaitan dengan topik yang merupakan hasil observasi.
Selanjutnya peserta didik merumuskan masalah yang akan dicari jawabannya
dengan tetap mengaitkan kepada topik yang dibahas, peran Guru sangat

25

diperlukan untuk menghaluskan rumusan masalah yang diajukan peserta didik dan
mengacu kepada sumber belajar, bisa berupa LKS yang telah ada atau
menyiapkan LKS yang baru. Guru dan peserta didik mengidentifikasi bersama
mengenai masalah atau pertanyaan dan jawaban sementara yang paling mungkin
dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan dan alokasi waktu
pembelajaran serta topik.

Eksplorasi
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peserta didik merupakan upaya

untuk mencari jawaban atau menguji jawaban sementara yang telah dibuat dengan
mencari data dari berbagai sumber informasi (buku, koran, majalah, lingkungan,
nara sumber, instansi terkait, atau melakukan percobaan). Hasil yang diperoleh
peserta didik hendaknya berupa suatu hasil analisis dari data yang diperoleh.
Kegiatan yang dilakukan peserta didik dapat mengacu kepada LKS yang telah ada
untuk topik tersebut atau dapat juga mengembangkan sendiri berdasarkan LKS
yang telah ada atau membuat LKS yang baru. Kegiatan peserta didik dapat
berlangsung di dalam kelas, halaman sekolah, atau di luar sekolah yang
diperkirakan memungkinkan dilakukan oleh peserta didik. Kegiatan peserta didik
pada tahap ini di antaranya dapat berupa iuran pendapat, mencari informasi,
bereksperimen, mengobservasi fenomena khusus, mendesain model, dan
mendiskusikan pemecahan masalah.

Penjelasan dan Solusi


Pada tahap ini peserta didik diajak untuk mengkomunikasikan gagasan

yang diperoleh dari analisis informasi yang didapat, menyusun suatu model
penjelasan (baru), meninjau dan mendiskusikan solusi yang diperoleh, dan
menentukan beberapa solusi. Guru membimbing peserta didik untuk memadukan
konsep yang dihasilkannya dengan konsep yang dianut oleh para ahli IPA. Peran
Guru hendaknya dapat menghaluskan atau meluruskan konsep peserta didik yang
keliru.

Penentuan tindakan
Pada tahap ini peserta didik diajak untuk membuat suatu keputusan dengan

mempertimbangkan penguasaan konsep IPA dan keterampilan yang dimiliki

26

untuk berbagai gagasan dengan lingkungan, atau dalam kedudukan peserta didik
sebagai pribadi atau sebagai anggota masyarakat. Peserta didik juga diharapkan
merumuskan pertanyaan lanjutan dengan ditemukannya suatu penjelasan terhadap
fenomena alam (konsep IPA), dan juga mengadakan pendekatan dengan berbagai
unsur untuk meminimalkan dampak negatif suatu hal atau yang merupakan
tindakan positif suatu masyarakat. Pengambilan tindakan ini di antaranya dapat
berupa

kegiatan

pengambilan

keputusan,

penerapan

pengetahuan

dan

keterampilan, membagi informasi dan gagasan,dan mengajukan pertanyaan baru.


2.2.6

Pendekatan Konstektual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna

dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya
sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi
target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan
daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran
yang variatif dengan prinsip membelajarkan memberdayakan siswa, bukan mengajar
siswa. (http://smacepiring.wordpress.com. Diakses 30-03-2011:20.20).

Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,


guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara
mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak
hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya
(http.//www.contextual.org.id).

Pemahaman,

penyajian

ilmu

pengetahuan,

keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang
dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen,
2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan
kepada pemikiran agar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di
lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benarbenar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan
lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam
mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada

27

memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang


bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas
yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil menemukan sendiri dan
bukan dari apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk
mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah
yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan
sesama teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga
mengembangkan ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6).
Lebih lanjut Schaible,Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172)
menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang
sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang
penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau
metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara
dalam mengatasi masalah.
Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan konstektual yaitu :
2.3.8 Model Kontekstual (Contextual Teaching and learning)

Elaine B.Johnson (dalam Rusman, 201:187) mengatakan pembelajaran


Kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun polapola yang mewujudkan makna. Pembelajaran kontekstual merupakan usaha untuk
membuat sisiwa aktif dalam memompa kemampuan diri, sebab siswa berusaha
mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkan dengan dunia nyata.
Melalui

model

pembelajaran

kontekstual,

mengajar

bukan

transformasi

pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghapal sejumlah konsep-konsep


yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada
upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skill) dari
apa yang dipelajarinya. Ciri khas CTL ditandai oleh tujuh omponen utama yaitu
1). Contructivism; 2) inquiry; 3) Questioning; 4) learning community; 5)
modelling; 6) reflection; dan 7) Authentic Assessment.

28

Adapun tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan guru


yitu:
1). Konstruktivisme.
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas. Manusia harus membangun pengetahuan itu
memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Pengalaman akan dirasakan
memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak langsung berhubungan
dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri.
2). Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan inti dari CTL melalui upaya menemukan akan
memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuankemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat,
seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
3). Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya, oleh karena itu
bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Melalui penerapan bertanya
pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran
yang lebih luas dan mendalam. Dengan bertanya maka: 1) dapat menggali
informasi, 2) mengecek pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon siswa, 4)
mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa, 5). Mengetahui hal-hal yang
diketahui siswa, 6). Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan siswa, dan 7).
menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
4). Masyarakat Belajar (learning community)
Maksudnya adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan
memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Ketika kita dan siswa
dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat
itu pula kita atau siswa mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari
komunitas lain.
5). Pemodelan (modeling)

29

Perkembangan ilmu pengetahan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup


yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beraneka
ragam, telah berdampak pada keterbatasan kemampuan guru. Oleh karen itu maka
kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Karena dengan
segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami
hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu tahap pembuatan model dapat
dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar dapat membantu
mengatasi keterbatasan yang dimiliki guru.
6). Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang
dipelajari. Melalui model

baru terjadi atau baru saja

CTL pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan

dimiliki ketika seseorang siswa berada dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting
dari itu bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar kelas yaitu pada
saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
7). Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir adalah melakukan penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan
berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk
terhadap pengalaman belajar siswa.
2.2.7

Pendekatan Kontruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual.

Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba
(Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel
(1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999)
kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan
secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan

30

pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran


terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur
kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan
atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang
akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini
dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang
boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali
sebagai penalaran atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep
dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, yaitu berdasarkan
pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993)
konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia
ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran
kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubung kaitkan
perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam
proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu
perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999)
membuktikan

kumpulan

pelajar

yang

diajar

menggunakan

pendekatan

konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan


berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional.
Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis
(1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahwa pendekatan konstruktivisme
dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang
lebih tinggi dan signifikan.
Model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan Kontruktivisme
yaitu
2.2.7.1. Model kontruktivis

31

Model kontruktivisme yang dikemukankan Piaget memberi arahan pada


guru untuk membangkitkan kemampuan berpikir anak dalam belajar, adapun halhal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Menyiapkan benda-benda nyata untuk digunakan siswa.
Dengan maksud: 1) adanya pengetahuan fisik diperoleh dengan berbuat
pada benda-benda, dan melihat bagaiman benda-benda itu bereaksi. Misal:
untuk mengetahui apakah sebuah bola yang dibuat dari tanah liat dapat
terapung ditanah, anak harus berbuat sesuai pada benda-benda itu.
2). siswa harus bekerja dengan benda-benda , bahwa inilah satu-satunya
cara mereka belajar logika, matematika kenyataan. Bukan dengan cara
belajar kata-kata namun para siswa menjadi lebih berpikir mengenai alam
nyata.
b. Memperhatikan empat cara berbuat terhadap benda-benda.
1. Melihat bagaimana benda-benda bereaksi
2. Berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan suatu efek
yang diinginkan
3. Menjadi sadar bagaimana seorang menghasilkan efek.
4. Menjelaskan.
c. Memperkenalkan kegiatan
Kegiatan-kegiatan itu mungkin menarik bagi siswa tetapi jangan
dipaksakan pada mereka, para siswa hendaknya mempunyai kebebasan
untuk mengikuti perhatian mereka sendiri, oleh karena itu hanya akan
dapat berkembang bila siiwa itu terlibat langsung dalam pembelajaran.
d. Menciptakan pertanyaan, masalah dan pemecahannya
Dewasa ini para pendiidk dianjurkan menciptakan masalah-masalah dan
pengajuan

pertanyaan-pertanyaan,

dan

siswa

mencoba

menajwab

pertanyaan-pertanyaan atau memecahkan masalah-masalah mereka. Hal


tersebut akan menjadikan siswa termotivasi dalam berfikir.
e. Saling berinteraksi
Menurut piaget, pertukaran gagasan-gasan tidak dapat dihindari untuk
perkembangan penalaran. Walupun penalaran tidak dapat diajarkan secara

32

langsung, tetapi perkembanganya dapat distimulasi oleh teman-teman


setingkatnya.
f. Hindari istilah teknis dan tekankan berpikir
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bahasa dapat memperjelas dan
memperkaya

gagasan-gagasan

bila

para

siswa

sudah

tingkat

perkembangan yang tinggi. Tetapi, kerap kali kata-kata dan istilah teknis
merintangi berpikir, oleh karena itu guru hendaknya dapat membangkitkan
gagasan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikr siswa.
g. Memperkenalkan kembali materi kegiatan.
Alasanya anak-anak memperoleh pengetahuan dengan cara-cara yang
berbeda dari cara orang dewasa.
2.2.8. PENDEKATAN EKSPOSITORI
Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan
penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditemukan oleh guru. Hakekat menurut
pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa
dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan guru. Komunikasi
yang digunakan dalam interaksinya dengan siswa menggunakan komunikasi satu
arah. Guru yang kreatif biasanya dalam memberikan informasi dan penjelasan
kepada siswa menggunakan alat bantu seperti gambar, bagan grafik, dan lain-lain.
Pendekatan ekspositori menempatkan guru sebagai pusat pengajaran, karena guru
lebih

aktif

memberikan

informasi,

menerangkan

suatu

konsep,

mendemosntrasikan ketrampilan dalam memperoleh pola, memberi contoh soal


dan guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya.
Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan ekspositori yaitu :
2.2.8.1.

Direct instruction ( pengajaran langsung)

Suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam


menerapkan

model

pengajaran

langsung

guru

harus

mendemontrasikan

pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada sisswa secara

33

langkah demi langkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan,
maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.

Landasan Teoritik
Model pengajaran langsung bertumpu pada prinsip-prinsip psikologi

perilaku dan teori belajar sosial khususnya tentang pemodelan

Tujuan Hasil belajar siswa


Sebagian

besar tugas

guru ialah

membantu

siswa memperoleh

pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan


sesuatu, misalnya bagaimana cara menggunakan neraca lengan dan bagaimana
melakukan

eksperimen. Guru juga membantu

siswa untuk memahami

pengetahuan deklaratif,yaitu pengetahuan tentang sesuatu (dapat di ungkapakan


dengan kata-kata).

Langkah langkah pengajaran langsung


1. Guru menyampaikan tujuan, informasi latar belakang pelajaran
pentingnya pelajaran ini, mempersiapkan siswa untuk belajar.
2. Guru mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau menyajikan
informasi tahap demi tahap.
3. Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.
4. Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan
baik, memberi umpan balik.
5. Guru mmempersiapakan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan,
dengan perhatian khusus padqa penerapan kepada situasi lebih
kompleks dak kehidupan sehari-hari.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan

siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa terutama
melalui: memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab)yang
terencana. Ini berarti pembelajaran tidak bersifat otoriter, dingin, dan tanpa

34

humor. Ini berarti lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi
agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.

35

2.2.9

PENDEKATAN KOOPERATIF
Teori

yang

melandasi

pembelajaran

kooperatif

adalah

teori

konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar


adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan
menstraformasikan informasi yang kompleks. Menurut Slavin (dalam Rusman,
2010:201), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif
dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan
ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah
konstruktivisme.

Dengan

demikian,

pendidikan

hendaknya

mampu

mengondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan


membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta
(Kreativitas), sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses
pembelajaran. Dalam teori konstruktivisme ini lebih mengutamakan pada
pembelajaran siswa yang dihadapkan masalah masalah kompleks untuk dicari
solusinya, selanjutnya menemukan bagian bagian yang lebih sederhana atau
keterampilan yang diharapkan. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama
dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak (Ratna dalam
Rusman, 2010:201).
Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai
fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang
lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan
pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam
pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
langsung dalam menerapkan ide ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi
siswa untuk menemukan dan menerapkan ide ide mereka sendiri.
Menurut pandangan Piaget dan Vigotsky adanya hakikat sosial dari sebuah
proses belajar dan juga tentang penggunaan kelompok kelompok belajar dengan
kemampuan anggotanya yang beragam, sehingga terjadi perubahan konseptual.
Piaget menekankan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan
disusun di dalam pikiran siswa. Oleh karena itu, belajar adalah tindakan kreatif

36

dimana konsep dan kesan dibentuk dengan memikirkan objek dan bereaksi pada
peristiwa tersebut.
Di samping aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses
pembelajaran dituntut interaksi yang seimbang, interaksi yang dimaksudkan
adalah adanya interaksi atau komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa, dan siswa dengan guru. Dalam proses belajar diharapkan adanya
komunikasi banyak arah yang memungkinkan akan terjadinya aktivitas dan
kreativitas yang diharapkan.
Berkaitan dengan karya Vigotsky dan penjelasan Piaget, para konstruktivis
menekankan pentingnya interaksi dengan teman sebaya, melalui pembentukan
kelompok belajar. Dengan kelompok belajar memberikan kesempatan kepada
siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan
siswa kepada teman akan membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas
bahkan melihat ketidaksesuaian pandangan mereka sendiri.
2.2.9.1 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran

kooperatif

(Cooperatif

learning)

merupakan

bentuk

pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas,
yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic comunication).
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi
(Nurulhayati dalam Rusman, 2010:203). Dalam sistem belajar yang kooperatif,
siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa
memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan
membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam
sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.

37

Tom V. Savage (1987:217) mengemukakan bahwa cooperatif learning


adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam
kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan
pembelajaran kelompok yang dilakukan asal asalan. Dalam pembelajaran
kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa
dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan
sebaya (peerteaching) lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.
Cooperatif Learning adalah teknik pengelompokkan yang didalamnya
siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang
umumnya terdiri dari 4 5 orang. Belajar Cooperatif adalah pemanfaatan
kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama
untuk memaksimalkan belajar mereka dan anggota lainnya dalam kelompok
tersebut (Johnson dalam Rusman, 2010:204)
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat 4 hal penting dalam strategi
pembelajaran kooperatif, yakni : (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2)
adanya aturan main dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok,
(4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.
Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan
atas : (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3)
perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli
pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Slavin (dalam Rusman, 2010:205-206) dinyatakan bahwa : (1) penggunaan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus
dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan
menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi
kebutuhan

siswa

dalam

berpikir

kritis,

38

memecahkan

masalah,

dan

mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut,


strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni : (1) Cooperative test
atau tugas kerja sama dan (2) Cooperative incentive structure, atau struktur
intensif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang
menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang
telah diberikan. Sedangkan struktur intensif kerja sama merupakan sesuatu hal
yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka
mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya
upaya peningkatan prestasi belajar siswa (student achievement) dampak penyerta,
yaitu sikap toleransi dan mengahrgai pendapat orang lain.
Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila : (1) guru
menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual, (2)
guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin
menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru
menhendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki
kemampuan siswa dalam memecahkan berabagai permasalahan (Sanjaya dalam
Rusman, 2010:206).
2.2.9.2 KARAKTERISTIK MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga
adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama
inilah yang menjadi ciri khas dari cooperative learning.
Karakteristik atau ciri ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan
sebagai berikut :

39

1. Pembelajaran secara tim


Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu
membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk
mencapai tujuan pemebelajaran.
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen kooperatif mempunyai tiga fungsi yaitu : (a) fungsi manajemen
sebagai perencanaan pelaksanaan, (b) fungsi manajemen sebagai organisasi, (c)
fungsi manajemen sebagai kontrol
3. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan
dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran
kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
4. Keterampilan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk
mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
2.2.9.3 PROSEDUR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Prosedur atau langkah langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya
terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut :
1.

Penjelasan Materi : tahap ini merupakan tahap penyampaian pokok pokok


materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahap
ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

2.

Belajar Kelompok : tahap ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan


materi, siswa bekerja dlam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.

3.

Penilaian : penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui


tes atau kuis.

40

4.

Pengakuan Tim : penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim
paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.

2.2.9.4 MODEL MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF


Adapun beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif,
walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, jenis
jenis model tersebut adalah sebagai berikut :
2.2.9.4.1

Model Pembelajaran Jigsaw

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot


Aronsons. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus
siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Model
Pembelajaran Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif yang menitikberatkan
pada kerja kelmpok siswa dalam bentuk kelompok kecil Rusman (2011:218).
Menurut Lie (dalam Rusman (2011:218) Pembelajaran Kooperatif model Jigsaw
ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan
siswa bekerja sama ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara
mandiri
Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur
seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model
pembelajaran Jigsaw dalam matematika, yaitu:
1.

Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 6 orang

2.

Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk


membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli

3.

Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling
membantu untuk menguasai topik tersebut

4.

Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke


kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan
kelompoknya

41

5.

Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi


yang telah didiskusikan

6.

Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota


kelompok untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar
dapat mengerjakan tes dengan baik.
Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model

pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:


1.

Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok


ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya

2.

Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih


singkat

3.

Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam
berbicara dan berpendapat.

Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan/kekurangan yaitu :


1.

Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung


mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus
benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar
para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga
ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.

2.

Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan


mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai
tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli
secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan
materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.

3.

Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. Untuk mengantisipasi hal ini
guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar
siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi.

4.

Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti


proses pembelajaran.

42

2.2.9.4.2 Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Strategi belajar Group Investigation dikembangkan oleh Shlomo Sharan


dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel.

Secara umum perencanaan

pengorganisasian

teknik

kelas

dengan

menggunakan

kooperatif

Group

Investigation adalah kelompok dibentuk oleh sisiwa itu sendiri dengan


beranggotakan 2 6 anak, tiap kelompok bebas memilih subtopic dari
keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian
membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok
mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk
berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka.
Belajar kooperatif dengan teknik Group Investigation sangat cocok untuk
bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi (Slavin, 1995a,
dalam Rusman, 2011:221) yang mengarah pada kegiatan penelitian, analisis, dan
sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatau masalah.
Implementasi stategi belajar Group Investigation meliputi:
1. Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok.
2. Guru bersama siswa merencanakan tugas-tugas belajar.
3. Melaksanakan investigasi ( siswa mencari informasi, menganalisis data,

dan membuat kesimpulan).


4. Menyiapkan laporan akhir.
5. Mempresentasikan laporan.

6. Evaluasi, para sisiwa berbagi informasi terhadap topik yang dikerjakan,


kerja yang telah dilakukan, pengalaman-pengalaman siswa.
Manfaat menggunakan model pembelajaran Group Investigation:
1. Pengembangan kreativitas siswa.

2. Dengan adanya pembagian tugas dan tanggungjawab, anak-anak belajar


bertanggungjawab.
3. Komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak rasional
lebih penting dari pada yang rasional, misal; menumbuhkan jiwa sosial.
4. Untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memcahkan masalah.

43

2.2.9.4.3 Model Student Teams Achievement Division (STAD)

Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di


Universitas John Hopkin Menurut Slavin (dalam Rusman: 2007) Dalam Student
Teams Achievement Division (STAD), siswa dibagi menjadi kelompok
beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin dan
sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan sisiwa-siswa didalam kelompok
memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bias menguasai pelajaran
tersebut. Akhirnya semua sisiwa menjalani kuis perseorangan tentang materi
tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling membnatu satu sma lain.
Metode Student Teams Achievement Division (STAD) tepat

digunakan

untuk mengajarkan materi-materi Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris.


Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Secara garis besar tahap-tahap
kooperatif tipe STAD dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tahap persiapan
Pada tahap ini, Guru mempersiapkan materi berikut perangkat pengajaran

termasuk lembar kerja peserta didik dan soal quiz serta menentukan metode
pembelajaran dan penyajian materi pada awal pembelajaran.Pembagian kelompok
diatur berdasarkan skor awal, masing-masing kelompok terdiri dari 46 orang
dengan prestasi yang bervariasi, jenis kelamin dan ras yang berbeda. Guru
menjelaskan bahwa tugas utama kelompok adalah membantu anggota untuk
menguasai materi dan mempersiapkan quiz serta setiap anggota hendaknya
berusaha untuk memperoleh nilai yang baik karena prestasi individu akan
berpengaruh besar terhadap kelompok.

Tahap Penyajian Materi


Sebelum pembelajaran, Guru menginformasikan kepada peserta didik tujuan

yang hendak dicapai dan prasyarat yang harus dimiliki. Penyajian materi
dilakukan

secara

klasikal.

Dalam

menyajikan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

44

materi

pelajaran,

Guru

mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari

peserta didik dalam kelompok.


menekankan kepada peserta didik bahwa belajar adalah memahami makna

bukan hafalan
mengontrol pemahaman peserta didik sesering mungkin
memberikan penjelasan tentang benar atau salahnya jawaban dari suatu

pertanyaan.
Setelah peserta didik memahami permasalahan, selanjutnya beralih pada materi
berikutnya.

Tahap kegiatan kelompok


Dalam tahap ini peserta didik mempelajari materi dan mengerjakan tugas-

tugas yang diberikan Guru dalam LKS. Dalam kegiatan kelompok peserta didik
saling membantu dan berbagi tugas. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab
atas kelompoknya. Peran Guru dalam tahap ini sebagai fasilitator dan motivator
kegiatan tiap kelompok

Tahap pelaksanaan tes individu


Setelah materi dipelajari dan dibahas secara berkelompok, peserta didik

diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah
dicapainya. Hasil tes digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan untuk
perolehan skor kelompok

Tahap perhitungan skor perkembangan individu

Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih perolehan tes


sebelumnya (skor awal) dengan tes akhir. Berdasarkan skor awal, setiap peserta
didik memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor
maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya.
2.2.9.4.4 Model Make a Match (Membuat Pasangan).

Metode Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis


dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai konsep atau topik, dalam suasana menyenangkan
(Rusman, 2011:223).

45

Keunggulannya adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai


suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Langkah-langkah:
1.

Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi bebrapa konsep/topik yang


cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sis sebaliknya
berupa kartu jawabnnya)

2.

Setiap siswa mendapat kartu dan mimikirkan jawaban atau soal dari kartu
yang dipegang.

3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya

(kartu soal/kartu jawaban).


4. Siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu diberi point.
5. Setelah babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat karu yang berbeda

dari sebelumnya, demikian seterusnya.


6.

Kesimpulan.

2.2.9.4.5 Model TGT (Teams Games Tournaments)

Menurut Saco (dalam Rusman, 2011:224), dalam TGT siswa memainkan


permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim
mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang
dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok
(identitas kelompok mereka).
Permaianan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis
pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa misalnya akan mengambil sebuah
kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari
semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi
kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah
untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai
kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam

46

bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula
sebagai review materi pembelajaran.
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan
sisiwa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang
sisiwa yang mempunyai kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang
berbeda. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada tiap kelompok.
Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada dari anggota kelompok yang lain tidak mengerti dengan tugas yang
diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk
memberikan jawaban atau menjelaskan. Menurut Slavin (dalam Rusman,
2011:225) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan
yaitu: tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok
(teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan
kelompok (team recognition).Adapun cirri-ciri TGT sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
b. Games tournament.
c. Penghargaan kelompok.
Cara turnamen
a. Salah satu siswa mengocok kartu poin dan diletakkan di atas meja
turnamen
b. Setiap pemain mengambil satu kartu poin
c. Siswa yang mendapat kartu terbesar 1 menjadi reader 1, terbesar 2 menjadi
penantang 1, terbesar 3 menjadi penantang 2, dan terkecil menjadi reader 2.
d. Reader 1 mengocok kartu poin dan mengambil salah satu lalu disesuaikan
dengan karu soal, membaca soal sekaligus menjawab.
e. Penantang 1 setuju, tidak setuju atau pas terhadap jawaban reader 1, jika
tidak setuju, jawab yang lain dengan alasan, penantang 2 : penantang 1.
f. Reader 2 juga sebagai penantang 3 dan bertugas membuka kunci jawaban
dan memberikan kartu poin kepada pemain yang jawabanya benar. Jika
jawaban reader dan penantang betul semua maka reader 1 berkesempatan

47

mendapat kartu poin, tetapi jika salah, kartu poin di kembalikan dan ditaruh
dipaling bawah.
g. Posisi kartu poin berputar sesuai jarum jam, sehingga terjadi perubahan
posisi reader1 menjadi reader2, reader 2 menjadi penantang 2, penantang 2
menjadi penantang 1, dan penantang 1 menjadi reader1.
h. Permainan dilanjutkan sampai kartu soal terjawab semua.
i. Reader 1 pada soal terakhir, mencatat jumlah kartu yang diperoleh
masing-masing-masing pemain pada teamnya.
Kelebihan TGT
Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
Proses belajar bmengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
Motifasi belajar lebih tinggi
Hasil belajar lebih baik
Kelemahan TGT
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen
dari segi akademis.
Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak.
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.
2.2.9.4.6 Model Role Playing

Model Role Playing disebut juga sosio drama, dalam proses pembelajaran
diharapkan para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan
perasaan-perasaan, dengan bermain peran diharapkan siswa terampil atau
menghayati dalam berbagai figur khayalan atau figure sesungguhnya dalam
berbagai situasi, dalam metode ini dapat melibatkan aspek-aspek kognitif dan
aspek afektif atas tokoh yang mereka perankan, role playing termasuk permainan
pendidikan yang dapat dipakai untuk menjelaskan peranan,sikap, tingkah laku dan

48

nilai-nilai dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berfikir
orang lain.
Tujuan dan manfaat Role Playing menurut Shaftel
a.

Agar menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam realitas
hidup.

b.

Agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana
akibatnya.

c.

Untuk mempelajari indra dan rasa siswa terhadap sesuatu.

d.

Sebagai penyalur ketegangan atau pelepas dan perasaan-perasaan.

e.

Sebagai alat pendiagnosa keadaan kemampuan siswa.

Langkah-langkah metode Role Playing


1.

Guru menyusun atau menyiapkan sekenario yang akan ditampilkan.

2.

Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum


kegiatan belajar mengajar.

3.

Guru membentuk kelompok siswa yang anggotannya 5 orang.

4.

Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.

5.

Memanggil para siswa yang sudah di tunjuk untuk melakukan skenario yang
sudah dipersiapkan.

6.

Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil


memperhatikan mengamati skenario yang sedang di peragakan.

7.

Setelah selesai di pentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai


lembar kerja untuk membahas.

8.

Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.

9.

Guru memberikan kesimpulan secara umum.

10. Evaluasi.
11. Penutup.
2.2.9.4.7 Metode Think Pair and Share

Metode ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya dari


Universitas Maryland dan mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan
diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan.

49

Metode Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa untuk berpikir dan


merespons serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru
saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca
suatu tugas. Selanjutnya, guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara
lebih serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah
dibaca. Guru tersebut memilih metode Think-Pair-Share daripada metode Tanya
jawab untuk kelompok secara keseluruhan (whole-group question and answer).
Lyman dan kawan-kawannya.
Menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Langah 1 Berpikir (Thinking): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang

terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir
sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.
2. Langkah 2 Bepasangan (Pairing): Selanjutnya guru meminta kepada siswa

untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan.


Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu
pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu soal
khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau
5 menit untuk berpasangan.
3. Langkah 3 Berbagi (Sharing): Pada akhir ini guru meminta pasangan-

pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara
keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini
akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke
pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan
tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Model ini dirancang untuk
menggabungkan insentif motivasional dari penghargaan kelompok dengan
program pembelajaran individual yang cocok dengan tingkatan yang dimiliki
oleh siswa.
Siswa dikelompokkan kedalam empat atau lima orang secara heterogen.
Setiap siswa mengerjakan unit-unit program matematika sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Artinya, dalam suatu tim bisa saja si A mngerjakan
unit 2, si B mengerjakan unit 5. para siswa mengikuti rangkaian kegiatan yang

50

teratur, mulai dari membaca lembar pembelajaran, mengerjakan lembar kerja,


memeriksa apakah dia telah menguasai keterampilan dan mengikuti tes.
Anggota tim bekerja secara berpasangan, saling bertukar lembar jawaban
dan memeriksa pekerjaan temannya. Jika seorang siswa berhasil mencapai atau
melampaui skor 80, dia mengikuti final tes. Anggota tim bertanggung jawab
meyakinkan bahwa temannya telah siap mengikuti final tes. Baik tanggung jawab
individual dan penghargaan kelompok ada di dalam Think Pair Share ini. Setiap
minggu guru menjumlahkan banyaknya unit yang telah diselesaikan oleh semua
anggota tim dan memberikan sertifikat atau penghargaan lainnya kepada tim yang
memenuhi kriteria berdasarkan jumlah final tes yang berhasil dilampau.

51

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Guru sebagai tenaga profesional dituntut untuk memiliki kompetensi
paedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
sosial. Upaya untuk menguasai keempat kompetensi itu melalui pendidikan
formal hanyalah merupakan syarat mutlak bagi guru. Akan tetapi upaya
peningkatan kemampuan terus menerus (continuous improvement) merupakan
syarat yang tidak perlu ditawar-tawar lagi Ada kecenderungan dewasa ini untuk
kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek
tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangka panjang. Pendekatan, strategi, metode, teknik dan model-model
pembelajaran perlu dipahami dan diterapkan oleh para pendidik, guna
menciptakan pembelajaran PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan) yang selanjutnya untuk

mewujudkan makna

pendidikan

nasional yakni usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Sehingga peningkatan mutu pendidikan nasional
menjadi harga mati, oleh karena itu guru semakin dituntut untuk menggunakan
model pembelajaran yang dapat menarik minat dan motivasi siswa.

52

3.2. SARAN
Masa depan generasi penerus bangsa sebagian ada ditangan para pendidik,
untuk itu kami sebagai pendidik dan calon pendidik menyusun makalah ini dalam
rangak menambah pengetahuan. Dalam penulisan makalah ini penulis tentu
terdapat kekuarangan dan kelebihan, untuk itu saran dan kritik dari pembaca demi
kesempurnaan.makalah.ini.kami.harapkan.

53

DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Iif Khoiru, dkk. (2011). Paikem Gembrot Mengembangkan
Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira
dan Berbobot. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya
Mulyasa, Enco. (2008). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Sagala, Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV.
Alvabeta
Sanjaya Wina. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo.
http://idahariyanti.student.fkip.uns.ac.id/files/2009/12/SBM-TGL-7.docx.doc

2004. Hasil dari Modul Workshop Rencana Program dan Implementasi Life Skill
SMA Jawa Timur. Jawa Timur.
http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/.
http://www.papantulisku.com/2010/04/model-pembelajarn-ipa teknologi_5715.html

http://imamahmadi.wordpress.com/2010/04/23/model-pembelajaran/

54

BAB IV : Pertanyaan Kelompok Lain


Hari/tanggal Presentasi

: Rabu, 16 April 2011

a.

Moderator : Zeria

b.

Penanya

: 1. Munip

2. Yusuf
3. Rahayu
c. Penjawab

: 1. Nur Affandi
2. Adi Kurniawan
3. Nunik Ekowati

d. Penyanggah

: 1. Tri Pujianto
2. Nur Sholihah

e. Penyempurna

: Dra. Sri Rahayu, S.Pd.,M.Pd.

A. PERTANYAAN
1. Munip
Bagaimanakah cara mengoptimalkan model pembeajaran dalam suatu
kelas yang karakteristiknya unik?
2. Yusuf
Praktekkan salah satu model pembelajaran yang saudara bahas untuk mata
pelajaran Matematika!
3. Rahayu
Bagaimanakah Teknik mengajarkan tematik secara utuh?
A. JAWAB
1. Nunik

55

Cara mengoptimalkan pembelajaran dalam suatu kelas yang


karakteristiknya unik adalah dengan menggunakan model apapun guru
harus menyampaikan aturan-aturan diawal pembelajaran, aturan tersebut
berasal dari siswa itu sendiri, apabila ada siswa yang melanggar aturan
tersebut, maka guru mengingatkan dan meminta anak untuk mematuhinya.
Sanggahan
a.

Tri Pujianto

Biasanya anak-anak mempunyai kemampuan berpikir yang berbeda,


bagaimana caranya, agar mereka mendapatkan kemampuan yang sama.
b.

Nunik Ekowati

Guru membingbing anak yang kemapuannya masih kurang, tetapi tidak


mengabaikan anak yang berkemampuan sedang dan tinggi, selain itu guru
dapat melakukan pengajaran tambahan pada anak tersebut, bisa dengan
menambah jam belajar (15 menit) atau memberi PR.
Tambahan
Bu Yayuk
Menurut bu Yayuk solusi yang tepat adalah menggunakan modul.
2. Fandi
Mempraktekkan model kontruktivistik dalam menemukan luas jajaran
genjang dari penurunan persegi panjang
Adi mempraktekkan model Talking Stik
3. Adi
Mengacu pada implementasi pembelajaran Tematik. Dalam merancang
pembelajaran tematik di Sekolah Dasar bisa dilakukan dengan dua cara:

56

Pertama, dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu tema-tema tertentu


yang akan di ajarkan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan
kompetensi dasar pada mata pelajaran yang diperkirakan relevan dengan
tema-tema tersebut.
Kedua, dimulai dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa
mata pelajaran yang memiliki hubungan, dilanjutkan dengan penetapan
tema pemersatu. dengan demikian, tema-tema pemersatu tersebut
ditentukan setelah mempelajari kompetensi dasar dan indikator yang
terdapat pada masing-masing mata pelajaran.
Sanggahan.
a.

Nur Sahalihah

Pada kenyataanya tematik disekolah belum dilaksanakan secara utuh,


bagaimana agar guru dapat melakukan pembelajaran tematik secara utuh?
b. Nunik Ekowati

Apabila seorang guru paham dengan cara berpikir anak usia kelas 1, 2, 3
yakni pemikirannya masih global belum bisa dipisah-pisah, tentu guru
akan banyak-banyak belajar serta berusaha menerapkan pembelajaran
tematik secara utuh. Saat ini telah tersedia buku-buku pelajaran (buku
paket) Tematik, jadi guru bisa belajar dan mengajar dari buku tersebut,
dan selanjutnya guru menambahkan materi yang menunjang tema-tema
yang ada pada buku tersebut.
Tambahan
dari Bu Yayuk.
Idealnya kelas 1.2.3 menggunakan pembelajaran tematik.
Di Indonesia tema ditentukan oleh guru, siswa hanya pengikut/pelaksana.
Dalam pelaksanaannya sebelum mengajar guru menstimulasi anak tentang
tema yang akan dibahas. Misal: anak-anak ditelevisi melihat berita tentang
banjir atau bencana alam? selanjutnya guru menyampaikan tema umum
yakni lingkungan dan sub tema gejala alam.
Tetapi di luar negeri, tema ditentukan oleh anak.
Tematik ada 2 macam yakni tematik terpadu dan temaik tidak terpadu

57

Dalam pembelajaran terpadu, guru harus menyusun jaring laba-laba


(spider web) yang mana disana terdapat tema umum, sub tema dan
indikator-indikator.
Pada kelas tinggi (4, 5, 6) juga bisa menggunakan tematik tetapi bisanya
terkendala pada guru, karen guru kelas tinggi adalah guru mata pelajaran,
mereka harus rajin untuk berkumpul bersama guru mata pelajaran lain
untuk menyusun jaring laba-laba (spider web).

58

BAB V : Lampiran data dari Internet


Lampiran I
Data dari : (http://idahariyanti.student.fkip.uns.ac.id/files/2009/12/SBM-TGL7.docx.doc)

MACAM MACAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN


Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada
kegiatan belajar mengajar, antara lain :
1. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar
lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam
lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan
memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan
materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran
lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk
merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip
membelajarkan

memberdayakan

siswa,

bukan

mengajar

siswa(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-danmetode-pembelajaran/).
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran
kontekstual,
guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara
mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup
dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya
(http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa
yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen
Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa
dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam

59

pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan


aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari,
masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam
mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi
daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu
yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari
hasil menemukan sendiri dan bukan dari apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak
hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga
untuk
mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan
masalah
yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi
dengan sesama
teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga
mengembangkan
ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut
Schaible,
Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa
pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya
dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang
penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual
atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk
merancang cara dalam mengatasi masalah.
2. Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme

merupakan

landasan

berfikir

pendekatan

kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi

60

sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan
Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik
Aziz (1999)

kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang

membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara


pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran
terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina
sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada
struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia
mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman
(1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur
kognitifnya

dengan

menghubungkan

pengetahuan

baru

dengan

pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai
accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh
berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali
sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsepkonsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu
berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich,
dan

Yekovich

(1993)

konsep

baru

juga

boleh

dibina

dengan

menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini


dikenali sebagai parcing.
Pendekatan

konstruktivisme

sangat

penting

dalam

proses

pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan


menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang
sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan
pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999)
membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan
konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan

61

signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan


pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie
dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan
bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk
mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan
signifikan.
3. Pendekatan Deduktif Induktif
a. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi
dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif
dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan
berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah
persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
b. Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi
adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk
memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan
data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi
dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional
adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teoriteori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik
dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan
kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit
memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak
mengkaitkan

dengan

pengalaman

mereka.

Pembelajaran

dengan

pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau


pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan
penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: All new
learning involves transfer of information based on previous learning,

62

artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis


pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan
deduktif

dimulai

dengan

menyajikan

generalisasi

atau

konsep.

Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan


pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan
beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk
menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran
pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh
pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri,
pembelajaran

berbasis

masalah,

pembelajaran

berbasis

proyek,

pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran


dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati
terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus,
atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep,
aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan
induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran
diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju
konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang
kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak
harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada
abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta
memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua
kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu
metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat
deduktif. Matematika sebagai ilmu hanya diterima pola pikir deduktif.
Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada

63

hal yang bersifat khusus Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan


memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan
menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya
digunakan secara bergantian.
(http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikirinduktif-deduktif.html)
4. Pendekatan Konsep dan Proses
a. Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep
berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui
pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses
pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang
menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk
memahami

konsep.

(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-danmetode-pembelajaran/).
b. Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses
seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan
mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan
dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan
proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan
belajar.
(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-danmetode-pembelajaran/).
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus
selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam
pendidikan.

Pertama,

proses

mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman


pribadi

bagi

64

peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan


menjadi

bagian

integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan


pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya
sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta
didik
setiap

dalam
proses

pendidikan

yang

dialaminya

(http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).
5. Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National

Science

Teachers

Association

(NSTA)

(1990

1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in


thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses
pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia.
Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam
kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN
STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach
whichreflects the widespread realization that in order to meet the
increasingdemands of a technical society, education must integrate
acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan
STMharuslah

diselenggarakan

dengan

cara

mengintegrasikan

berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan


yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti
bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi
masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap
hubungan-hubungan

tersebut

menjadi

bagian

yang

penting

dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.


Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University
(2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that

65

seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology
shape culture, values, and institution, and how such factors shape science
and technology. STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan
merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial
mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA
) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan
menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika
dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek :
kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep
pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai
fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat.
Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM
ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih
ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari hari, yang dalam
pemecahannya

menggunakan

langkah

langkah

(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-danmetode-pembelajaran/).
Sumber :
Abdul Rahim Rashid. (1998). Ilmu Sejarah: Teori dan amalan dalam pengajaran
A
dan pembelajaran Sejarah. Kertas kerja yang dibentangkan dalam Simposium
Sejarah, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 3031 Oktober.
Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung:
Penerbit
Alfabeta.
Ausubel, D. P. (1963). The psychology of meaningful verbal learning. New York:
A
Grune & Stratton Inc.

66

Bybee, R. W. (1993). Leadership, responsibility and reform in science education.


B
Science Educator, 2,19.
Depdiknas. (2002). Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, HighBased Education, dan Life Skills di SMU. Jakarta: Depdiknas.
Firdaus M Yunus. (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Paulo freire-Y.B
Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka
(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/)
(http.//www.contextual.org.id)
(http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktifdeduktif.html)
(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/
(http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907).
(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/).
IOWA State University. (2003). Incorporating Developmentally Appropriate
Learning Opportunities to Assess Impact of Life Skill Development.
Lifeskills4kids. (2000). Introduction & F.A.Q.
Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Lee, Kwuang-wu. 2000. English Teachers Barriers to the Use of Computer
assisted Language Learning. The Internet TESL Journal, Vol. VI, No. 12,
December 2000. http:/www..aitech.ac.jp/~iteslj/
(Frequently Asked Questions). kdavis@LifeSkills4Kids.com
Suhandoyo (1993). Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
Melalui
Interaksi Positif dengan Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP Yogyakarta.
Supriyadi. (1999). Buku Pegangan Perkuliahan Teknologi Pengajaran Fisika.
Yogyakarta: Jurdik Fisika FMIPA UNY
Suyoso. (2001). Ilmu Alamiah Dasar. Yogyakarta:

67

Trowbidge dan Byebee. (1986). Becoming a Secondary school science Teacher.


London: Merill Publishing Company.
Utah State Board of Education. (2001). Life Skills. www.caseylifeskills.org
Rusmansyah.(2000). Prospek Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat (STM) dalam pembelajaran Kimia di Kalimantan Selatan.

68

Lampiran II
http://imamahmadi.wordpress.com/2010/04/23/model-pembelajaran/
Model Pembelajaran
April 23, 2010 imamahmadi
oleh: Akhmad Sudrajat
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan
makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilahistilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3)
metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6)
model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan
harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke
dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun,
2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out
put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan
aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way)
yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan
dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan
ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan
(achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni
perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang
dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur,
metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau
kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru
dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

69

Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008)


menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan.
Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang
keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian
pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual
learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan
cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi
pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.
Dengan kata lain, strategi merupakan a plan of operation achieving something
sedangkan metode adalah a way in achieving something (Wina Senjaya (2008).
Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi;
(5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9)
simposium, dan sebagainya.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya
pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai
cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara
spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa
yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis
akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah
siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu
digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan
kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti
teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan
metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan,
terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin
akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang
satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki
sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense
of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia
memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak
keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini,
pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik
pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah
apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada
dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran

70

merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi
Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat)
kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model
pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi
tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model
pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya
dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah


desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola
umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain
pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem
lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika
dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai
kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah
gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan
kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan
cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang
diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria
penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah
ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan
yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif,
kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di
Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka

71

pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian


(penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan
sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat
memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses
(beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka
pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan
model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat
kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model
pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya
khazanah model pembelajaran yang telah ada.

72

Lampiran III
http://www.papantulisku.com/2010/04/model-pembelajarn-ipa teknologi_5715.html

Yager (1992:20) mendefinisikan STS (Science Technology Society) atau IPA


Teknologi Masyarakat sebagai belajar dan mengajar mengenai IPA/teknologi
dalam konteks pengalaman manusia. Dengan mengutip dari NSTA (National
Science Teachers Association) Yager memberikan ciri-ciri khas pembelajaran
dengan model STS sebagai berikut :
1. peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di daerahnya
dan dampaknya,
2. menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahanbahan)
untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan
masalah,
3. keterlibatan peserta didik secara aktif dalam mencari informasi yang dapat
diterapkan untuk memecahkan masalah,
4. penekanan pada keterampilan proses IPA, agar dapat digunakan oleh
peserta didik dalam mencari solusi terhadap masalahnya, dan
5. sebagai perwujudan otonomi setiap individu dalam proses belajar.
Horsley, et.al, (1990:59) mengemukakan bahwa pembelajaran ipa dan teknologi
diperlukan agar konsisten dengan cara-cara para ahli dalam melakukan
penyelidikan yang bersifat ilmiah dan teknologi. Model pembelajaran IPA dan
teknologi melibatkan peserta didik dalam kegiatan-kegiatan penyelidikan,
mengkonstruksi makna yang mereka temukan, mengajukan penjelasan dan solusi
yang masih tentatif, menelusuri kembali konsep-konsep,dan menilai konsepkonsep yang dijadikan rujukan. Model pembelajaran IPA dan teknologi yang
berorientasi pada konstrukstivisme dengan model STS yang diajukan oleh
Horsley, et.al, (1990:59), Carin (1997:74), dan Yager (1992:15) meliputi empat
tahap, yaitu tahap:
a. invitasi,
b. eksplorasi, penemuan, dan penciptaan,
c. pengajuan penjelasan dan solusi,
d. pengambilan tindakan.
PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN
Sintaks pembelajaran IPA dengan model STS menurut Carin (1997:74), Horsley
et.al, (1990:59), dan Yager (1992:15) tersebut diilustrasikan seperti pada Gambar
3.3 berikut ini.

73

Sumber: Carin1997:74 dan Horsley, (1990:59)


Gambar 3.3 Bagan sintaks Pembelajaran IPA dan teknologi dengan model STS
Invitasi
Pada tahap ini guru merangsang peserta didik mengingat atau menampilkan
kejadian-kejadian yang ditemui baik dari media cetak maupun media elektronik
yang berkaitan dengan topik yang merupakan hasil observasi. Selanjutnya peserta
didik merumuskan masalah yang akan dicari jawabannya dengan tetap
mengaitkan kepada topik yang dibahas, peran Guru sangat diperlukan untuk
menghaluskan rumusan masalah yang diajukan peserta didik dan mengacu kepada
sumber belajar, bisa berupa LKS yang telah ada atau menyiapkan LKS yang baru.
Guru dan peserta didik mengidentifikasi bersama mengenai masalah atau
pertanyaan dan jawaban sementara yang paling mungkin dilakukan dengan
mempertimbangkan keadaan lingkungan dan alokasi waktu pembelajaran serta
topik.
Eksplorasi
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peserta didik merupakan upaya untuk
mencari jawaban atau menguji jawaban sementara yang telah dibuat dengan
mencari data dari berbagai sumber informasi (buku, koran, majalah, lingkungan,
nara sumber, instansi terkait, atau melakukan percobaan). Hasil yang diperoleh
peserta didik hendaknya berupa suatu hasil analisis dari data yang diperoleh.
Kegiatan yang dilakukan peserta didik dapat mengacu kepada LKS yang telah ada
untuk topik tersebut atau dapat juga mengembangkan sendiri berdasarkan LKS
yang telah ada atau membuat LKS yang baru. Kegiatan peserta didik dapat
berlangsung di dalam kelas, halaman sekolah, atau di luar sekolah yang
diperkirakan memungkinkan dilakukan oleh peserta didik. Kegiatan peserta didik

74

pada tahap ini di antaranya dapat berupa iur pendapat, mencari informasi,
bereksperimen, mengobservasi fenomena khusus, mendesain model, dan
mendiskusikan pemecahan masalah.
Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini peserta didik diajak untuk mengkomunikasikan gagasan yang
diperoleh dari analisis informasi yang didapat, menyusun suatu model penjelasan
(baru), meninjau dan mendiskusikan solusi yang diperoleh, dan menentukan
beberapa solusi. Guru membimbing peserta didik untuk memadukan konsep yang
dihasilkannya dengan konsep yang dianut oleh para ahli IPA. Peran Guru
hendaknya dapat menghaluskan atau meluruskan konsep peserta didik yang
keliru.EATIF, EFEKTIF DAN
Penentuan Tindakan
Pada tahap ini peserta didik diajak untuk membuat suatu keputusan dengan
mempertimbangkan penguasaan konsep IPA dan keterampilan yang dimiliki
untuk berbagai gagasan dengan lingkungan, atau dalam kedudukan peserta didik
sebagai pribadi atau sebagai anggota masyarakat. Peserta didik juga diharapkan
merumuskan pertanyaan lanjutan dengan ditemukannya suatu penjelasan terhadap
fenomena alam (konsep IPA), dan juga mengadakan pendekatan dengan berbagai
unsur untuk meminimalkan dampak negatif suatu hal atau yang merupakan
tindakan positif suatu masyarakat. Pengambilan tindakan ini di antaranya dapat
berupa kegiatan pengambilan keputusan, penerapan pengetahuan dan
keterampilan, membagi informasi dan gagasan,dan mengajukan pertanyaan baru.
Model pembelajaran STS ini telah dikembangkan oleh Robert E. Yager et al
untuk membantu Guru-Guru dalam mengajarkan IPA untuk mencapai lima tujuan
utama. Tujuan-tujuan itu dikarakteristikkan sebagai "domain". Domain-domain
itu meliputi domain konsep, proses, aplikasi, kreativitas, dan sikap.
Domain konsep
Domain konsep memfokuskan pada muatan IPAnya. Domain ini meliputi faktafakta, prinsip, penjelasan-penjelasan, teori-teori dan hukum-hukum.
Domain proses
Domain ini menekankan pada bagaimana proses memperoleh pengetahuan yang
dilakukan oleh para saintis. Domain ini meliputi proses-proses yang sering disebut
keterampilan proses IPA, yaitu sebagai berikut: mengamati, mengklasifikasi,
mengukur, menginfer, memprediksi, mengenali variabel, menginterpretasikan
data, merumuskan hipotesis, mengkomunikasikan, memberi definisi operasional,
dan melaksanakan eksperimen.BELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DA
Domain Aplikasi
Domain ini menekankan pada penerapan konsep-konsep dan keterampilan
keterampilan dalam memecahkan masalah sehari-hari, misalnya menggunakan
proses-proses ilmiah dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan

75

sehari-hari, memahami dan menilai laporan media massa mengenai


pengembangan pengetahuan, pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
kesehatan pribadi, gizi, dan gaya hidup yang didasarkan atas pengetahuan/konsepkonsep IPA.
Domain kreativitas
Domain kreativitas terdiri atas interaksi yang komplek dari keterampilanketerampilan dan proses proses mental. Dalam konteks ini, kreativitas terdiri atas
empat langkah, yaitu tantangan terhadap imajinasi,
(melihat adanya tantangan), inkubasi, kreasi fisik, dan evaluasi.
Domain Sikap
Domain ini meliputi pengembangan sikap-sikap positif terhadap IPA pada
umumnya, kelas IPA, program IPA, kegunaan belajar IPA, dan Guru IPA, serta
yang tidak kalah pentingnya adalah sikap positif terhadap diri sendiri.

76

Anda mungkin juga menyukai