Anda di halaman 1dari 3

FISIOLOGI MENSTRUASI

Siklus menstruasi normal mencakup proses ovulasi sehingga disebut sebagai


siklus ovulatorik. Fase pertama pada siklus menstruasi ovulatorik adalah fase folikular
yang ditandai dengan pengeluaran hormon GnRH secara pulsatil dari hipotalamus.
Hormon ini akan menginduksi sekresi hormon gonadotropik (FSH dan LH) dari
hipofisis untuk menstimulasi pertumbuhan folikel-folikel ovarium (Rimsza, 2003).
Gonadotropik dilepaskan melalui kontrol umpan balik positif dan negatif oleh kadar
estradiol, progesteron serta inhibin A dan inhibin B. Progesteron dan 17-estradiol
bekerja pada hipotalamus dan hipofisis (kalenjar pituitari) sementara inhibin bekerja
pada level hipofisis (Molina, 2006)
Folikel yang tumbuh secara dominan akan mensekresikan estrogen untuk
merangsang proliferasi endometrium. Estrogen merangsang proliferasi sel epitel,
kalenjar dan pembuluh darah di endometrium sehingga ketebalan lapisan ini dapat
mencapai 3-5 mm. Fase proliferatif yang didominasi estrogen berlangsung dari akhir
haid sampai ovulasi. Kadar estrogen puncak memicu lonjakan LH yang menyebabkan
ovulasi (Sheerwood, 2001) atau fase kedua yang terjadi 12 jam setelah lonjakan LH.
Fase ketiga adalah fase luteal yang terjadi setelah ovulasi. Pada fase ini, korpus
luteum yang terbentuk akibat lutenisasi sel folikular mulai memproduksi estrogen dan
secara dominan, progesteron (Rimsza, 2003). Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi
sel tambahan pada endometrium selama fase siklus ini, sedangkan progresteron
menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik endometrium.
Kalenjar makin berkelok; kelebihan substansi sekresi bertumpul di dalam sel epitel
kelenjar. Selain itu sitoplasma dari sel stroma bertambah banyak, simpanan lipid dan
glikogen sangat meningkat dalam sel stroma dan suplai darah ke dalam endometrium

lebih lanjut akan meningkat sebanding dengan perkembangan aktivitas sekresi, dengan
pembuluh darah yang menjadi sangat berkelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar 1
minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium mencapai 5-6 mm (Guyton, dan Hall,
2006). Pembentukan lapisan yang subur ini untuk menunjang perkembangan mudiqah
bila terjadi fertilisasi (Sheerwood, 2001).
Tanpa fertilisasi dan terbentuknya hormon human chorionic gonadotropin (hCG),
korpus luteum tidak dapat bertahan dan terjadi regresi. Regresi korpus luteum
menyebabkan produksi estrogen dan progesteron turun (Rimsza, 2003). Berkurangnya
hormon tersebut akan menyebabkan akumulasi enzim proteolitik pada membrana
basalis serta berkurangnya integritas membran sehingga terjadi lisis kelenjar uterina,
sel-sel stroma, serta endotel vaskular. Iskemia akibat vasokonstriksi pembuluh darah
pada fase menstruasi awal menyebabkan ruptur kapiler sehingga terjadi perdarahan.
Selain itu, sekresi prostaglandin F2 secara signifikan pada fase sekretori akhir
berperan dalam pelepasan asam hidrolase dari lisosom serta meningkatkan kontraksi
miometrium untuk mengeluarkan sisa-sisa dinding endometrium yang meluruh
(Molina, 2006).

Gambar 2.1. Siklus Menstruasi Ovulatorik (Rimsza, 2003)

DAFTAR PUSTAKA
Molina, Patricia E. 2006. Endocrine Physiology Edisi 2. United States of America: The
McGraw-Hill Companies. Hal 50, 209, 222
Rimsza, Mary E. 2002. Dysfunctional Uterine Bleeding. Pediatric in Review. Vol 22, No. 7
Sheerwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Hal 716-7
Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC. Hal 1073

Anda mungkin juga menyukai