Anda di halaman 1dari 22

I.

LATAR BELAKANG

Besi merupakan zat mikronutrien yang penting bagi tubuh. Mekanisme


metabolisme besi pada bayi baru lahir dan anak anak cenderung berbeda. Bayi
baru lahir, sehat dengan berat badan lahir cukup, terlahir dengan cadangan besi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang hingga usia 6 bulan.
Selama periode ini, bayi baru lahir hanya memerlukan sedikit tambahan sumber
besi eksogenus yang berasal dari ASI atau susu formula.(1)
Seriring bertambahnya usia, bayi dan anak anak memerlukan sumber
besi eksogenus lebih banyak, dan memulai proses metabolisme besi seperti orang
dewasa. Proses metabolisme besi meliputi proses absropsi, transport, uptake
jaringan, penyimpanan dan ekskresi. (2)
Beberapa penyakit kelainan darah belum memiliki teknik pengobatan
yang baik. Timbul kontroversi mengenai tindakan terapi akan menimbulkan
dampak bagi pasien. Pasien yang membutuhkan pengobatan transfusi berulang,
secara perlahan akan mengalami menupukan kadar besi sehingga timbul kondisi
iron overloaded. Efek dari hal tersebut adalah kegagalan multi organ akibat
destruksi organ penyimpan besi.
Untuk itu, perlu diketahui penyebab, mekanisme serta terapi dari kondisi
iron overloaded tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Besi
Besi (nomer atom: 26, berat atom 55,85) adalah elemen ke- 26 di tabel
periodik, membentuk triad horisontal pertama dari elemen transisi, bersama
dengan Cobalt dan Nikel. Besi memiliki status oksidasi maksimal 6 +, namun
yang sering ditemukan di lingkungan adalah 2+ dan 3+. Atom besi netral
memiliki 4 elektron yang tidak berpasangan di orbital ke-3 dan 2 elektron
berpasangan di orbital ke-4. Menghilangkan elektron 4s akan mengubah besi
menjadi status 2+, sementara menghilangkan elektron 3d akan mengubah besi
menjadi status 3+ .(3)
Terdapat perbedaan kelarutan antara mineral Fe2+ dan Fe3+. Mineral
Fe3+ cenderung insoluble , (Ksp untuk Fe (OH)3: 2,8 x 10-39: kelarutan
maksimal pada pH 7,0:10-17 M), sementara mineral Fe2+ larut pada 10-1 M.(3)

Gambar 1. Atom besi


Besi memiliki kapasitas luar biasa untuk merubah satu elektron pada
suatu reaksi biologis. Di lingkungan sel, baik Fe2+ maupun Fe3+, menetapkan
kompleks koordinasi dengan ligan yang bervariasi. Kompleks besi
menunjukkan potensial reduksi yang bervariasi, dari nilai sangat positif
hingga sangat negatif. Sifat ini ditentukan oleh konsep dasar koordinasi
kimia, yaitu ligan dapat memodifikasi awan elektron di sekeliling besi
sehingga memodifikasi potensial reduksi. Sifat ini memudahkan proses

potensial reduksi besi dan proses transfer elektron. Kekuatan potensial


reduksi besi di tingkat sel mencapai 0 V. Oleh karena itu, elemen besi
termasuk elemen yang sangat fleksibel untuk perubahan reaksi elektron dan
dapat digunakan luas di lingkungan.(3)
Atom besi merupakan agen penghasil reactive oxygen species (ROS)
intrinsik. Ketika satu atau lebih ligan pengikatnya tidak terikat erat, besi akan
melepaskan satu elektron, sehingga menghasilkan radikal bebas.(3)
Dalam tubuh, besi memiliki peran yang sangat esensial. Zat ini
terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu sintesa
hemoglobin.(4)
B. Metabolisme Besi
Proses metabolisme besi meliputi proses absropsi, transport, ambilan
jaringan, penyimpanan dan ekskresi.(2)
Absorpsi Besi
Besi terkandung dalam makanan sehari hari. Namun demikian, tidak
semua bentuk besi dapat diabsorpsi dengan baik. Lebih dari 90% besi dalam
makanan merupakan besi non-heme, terutama terkandung dalam garam,
produk nabati dan susu. Besi tersebut harus dilarutkan terlebih dahulu
sebelum diabsorpsi. Proses pelarutan dibantu oleh pH asam lambung. Proses
absorpsi besi terletak di duodenum. Hanya Fe2+ yang dapat diserap. Oleh
karena zat seperti vitamin C dapat mereduksi besi sehingga dapat
meningkatkan kandungan besi yang diserap, namun hanya bila dikonsumsi
bersamaan. Sementara itu, besi Hem 30-60% terkandung dalam daging dan
ikan. Besi bentuk ini dapat diserap 3 kali lebih cepat dibanding besi nonheme. Vitamin A juga diduga dapat mempercepat absorpsi besi. Bukti bahwa
tidak semua besi yang dikonsumsi dapat diserap tubuh, terlihat pada feses
yang berwarna hitam pada anak yang mengonsumsi suplemen besi. Hanya
10% besi yang terkandung dalam makanan yang diserap oleh tubuh. Hal ini
dikontrol melalui sebuah mekanisme regulator untuk mencegah kondisi
kelebihan besi dalam tubuh. Kandungan besi 2 gram dalam tubuh, merupakan
dosis letal bagi seorang anak.(5)

Pada apeks mukosa sel permukaan, terdapat enzim ferrireductase yang


dapat mereduksi besi non-heme (Fe3+/ ferri) menjadi bentuk Fe2+ / Ferro.
Proses ini juga dibantu oleh asam askorbat dan sitokrom duodenal B
(DcytB) pada permukaan brush border di bagian proksimal duodenum.(6)
Besi Ferro tersebut kemudian dibawa masuk sel mukosa oleh protein
DMT1 (Divalent Metal Transporter 1). Besi yang masuk ke dalam sel, dapat
disimpan di dalam sel dalam bentuk ferritin (dikenal sebagai intracellular
labil iron pool)atau dibawa keluar sel dengan bantuan mobilferrin dan
protein lain menuju permukaan basolateral sel. Di daerah tersebut, besi
mengalami proses re-oksidasi menjadi bentuk Fe3+ kembali oleh bantuan
hephaestin. Protein membentuk kompleks dengan transporter besi lain,
menjadi IREG (Ferroportin= MTP1), membawa Fe3+ menembus membran
sel menuju plasma, yang akan segera di tangkap oleh transferrin.
Transport Besi
Besi di sirkulasi, berikatan dengan plasma transferrin, heme dan plasma
ferritin. Transferrin (Tf) yang diproduksi oleh hepatosit, merupakan
glikoprotein terdiri dari rantai polipeptida tunggal dengan dua tempat
pengikatan besi (kedua tempat, A dan B, masing masing mengikat satu atom
besi Ferric) dan dua cabang rantai karbohidrat (glikan). Transferin dapat
membawa besi di dalam plasma dan mengantarnya ke sel target terutama
sumsum tulang, dimana besi diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Transferin dapat ditemukan dalam 4 bentuk molekul, yaitu: apotransferrin,
monoferric A transferrin, monoferric B transferrin dan diferric transferrin.
Keempat molekul tersebut mengikat besi dan termasuk homogenous pool.(7)
Konsentrasi ratarata besi plasma dan plasma transferin adalah 20 mol/L
dan 30 mol/L, dengan tingkat kejenuhan transferin 30%. Besi yang
berikatan dengan heme ditransportasikan sebagai hemoglobin, berikatan
dengan haptoglobin dan hemopexin. Besi ferritin merupakan kalkulasi besi di
sirkulasi selama satu menit, karena besi yang terkandung dalam plasma feritin
sangat sedikit. Normal kadar plasma ferritin kurang dari 300 g/L pada laki
laki dan 200 g/L pada perempuan. (7)

Beberapa besi juga ada yang berikatan dengan albumin dan molekul lain.
Besi yang terikat ini dalam sirkulasi mencegah dari bahaya oksidatif dan
mencegah penggunaan besi oleh bakteri. Faktor-faktor yang paling
berpengaruh pada transportasi besi ekstraseluler adalah protein pengikat besi
yaitu transferin dan aktivitas enzim seruloplasmin, yang merubah besi ke
dalam bentuk teroksidasi (Fe3+) sehingga dapat terikat pada transferin.(6)
Kadar transferrin menunjukkan kadar plasma pool besi. Plasma
transferrin membawa besi menuju depot cadangan besi atau langsung menuju
organ yang membutuhkan besi.(5)
Ambilan Jaringan
Secara teori, semua sel dalam tubuh merupakan sel target transferin.
Transferin akan berikatan dengan reseptor transferrin. Kompleks transferrinreseptor transferrin selanjutkan dibantu oleh proses endositosis dan di dalam
sel target, besi akan dilepaskan, dimana reseptor transferin akan di recycle ke
permukaan. Jaringan yang membutuhkan besi terbanyak adalah sumsum
tulang, karena besi akan digabungkan dengan hemoglobin, yaitu zat pewarna
sel darah merah. Setelah eritrosit berusia 120 hari, eritrosit akan didegradasi
oleh sel makrofag di limpa. Hemoglobin akan dipecah menjadi asam amino,
bilirubin dan besi. Besi tersebut kemudian dikembalikan ke plasma pool.(5)
Penyimpanan Besi
Besi sejumlah 75% disimpan dalam bentuk hemoglobin, 15% dalam hati,
sumsum tulang, dan lien, 10% sisanya disimpan dalam protein regulasi . Iron
storage (cadangan besi), disimpan dalam protein ferritin dan hemosiderin,
yang terdiri dari kelompok heterogenus produk degradasi ferritin, di parenkim
dan makrofag hati, otot dan organ RES (reticuloendothelial system). Hati,
otot dan organ RES mengandung sepertiga cadangan besi. Baik ferritin
maupun hemosiderin mengandung 20% besi total tubuh.(6)

Ekskresi Besi
Tubuh tidak memiliki mekanisme ekskresi besi yang baik. Jika kadar besi
dalam tubuh cukup, maka cadangan besi di mukosa feritin tidak akan dilepas
ke aliran darah. Sel mukosa akan meluruh setelah beberapa hari dan besi yang
terkandung di dalamnya akan ikut diekskresikan bersama feses. Mekanisme
ini dapat mengekskresi lebih dari separuh sisa besi. Sisa besi tersebut akan
dibuang ke melalui urin, empedu dan keringat. Banyaknya besi yang hilang
melalui mekanisme ini setiap harinya mencapai 0,5-1 mg. Wanita pada usia
reproduksi kehilangan lebih banyak besi selama menstruasi.(5)

Gambar 2. Transport Fe dari duodenum menuju aliran darah.(5)


C. Regulasi Homeostasis Besi dalam Tubuh
Homeostasis besi dikontrol melalui 2 mekanisme utama: regulasi
ambilan besi, dan regulasi sintesis protein pengikat besi. Ketika besi
diabsorbsi oleh sel villus di duodenum, ambilan besi di mukosa diregulasi
oleh satu atau lebih protein sensor besi di sel kripta duodenum. HFE
transferin receptor complex di permukaan basolateral sel kripta diduga kuat
merupakan sensor protein tersebut. Sensor menerima informasi dari jaringan
mengenai kandungan besi dalam tubuh sehingga dapat mengatur program
ambilan besi di sel kripta sesuai dengan kebutuhan tubuh. Program tersebut
meliputi, utamanya ekspresi protein transport besi. Dalam beberapa hari

sesuai dengan siklus hidupnya, sel kripta bermigrasi menuju ujung dari vili
dan menjadi sel vilus, telah memiliki pengaturan yang sesuai untuk
absorpsi besi.(5)
Mekanisme lain yang terkait dengan regulasi homeostasis besi adalah
sintesis protein-protein yang terlibat dalam metabolisme besi. Ketika kadar
besi intraselular rendah, ekspresi reseptor transferin di permukaan
ditingkatkan dan sintesis feritin dikurangi. Mekanisme ini diatur oleh iron
regulatory proteins (IRPs) yang akan berikatan langsung dengan special
loop-like binding site dari messenger RNAs (mRNAs). Daerah ikatan ini
dinamakan iron-responsive elements (IREs). Ketika IRPs berikatan dengan
IREs, pemecahan mRNA reseptor transferin secara enzimatik akan dihambat.
Sementara itu, di feritin, translasi mRNA menuju protein juga dihambat.
Selain itu, mRNA dari beberapa protein lain yang terlibat dalam metabolisme
besi dapat mengaktivasi IRPs.

Gambar 3. Mekanisme Kontrol Regulasi Homeostasis Besi.(5)


Melalui perkembangan ilmu beberapa waktu terakhir, para ahli
menyetujui bahwa kontrol regulasi homeostasis besi juga dikendalikan oleh
Human Hepcidin. Zat ini merupakan zat peptida antimikroba yang
diproduksi liver sebagai regulator sentral homeostasis besi, berfungsi
mengontrol absopsi intestine, export dari makrofag dan pelepasan cadangan
besi tubuh. Hepcidin juga bekerja untuk mngurangi keluarnya besi dari sel
(enterosit, makrofag dan hepatosit) dengan cara berikatan dengan ferroportin,
protein exportir besi sehingga terjadi internalisasi dan degradasi. Sintesis
7

hepcidin menurun terkait kondisi anemia dan hipoksemia, namun meningkat


akibat inflamasi dan kondisi iron overload. Ekspresi hepcidin diregulasi oleh
Interleukin-6 selama infeksi bakteri dan inflamasi, mencegah absorpsi besi
intestinal dan pelepasan besi dari makrofag dan hepatosit.(7,2)
D. Kebutuhan Zat Besi pada Anak
Pembentukan sel darah merah dan destruksinya merupakan proses
sirkulasi zat besi di dalam tubuh. Pada lelaki dewasa, 95% keburuhan zat besi
untuk produksi sel darah merah diambil dari pemecahan sel darah merahnya
sendiri, 5% kebutuhan zat besi lainnya diambil dari luar (makanan).
Sedangkan pada bayi, 70% zat besi diambil dari pemecahan sel darah merah
dan sisanya dari makanan. Selama 3-4 bulan pertama kehidupan, bayi hanya
memerlukan sedikit zat besi dari luar oleh karena mereka masih
menggunakan kembali hemoglobin fetus. Setelah usia 6 bulan, bayi
membutuhkan makanan dengan sumber zat besi oleh karena adanya
pertumbuhan cepat dan menurunnya simpanan zat besi di tubuh bayi.
Dibandingkan dengan bayi normal, bayi berat lahir rendah memiliki
simpanan lebih rendah namun mempunyai kecepatan pertumbuhan lebih
tinggi dan kemungkinan juga kehilangan darah lebih banyak oleh karena
pengambilan darah yang dilakukan pada tubuh bayi sehingga usia umur 203
bulan simpanan zat besi mulai berkurang.
Pada bayi normal, pada bulan pertama kehidupannya walaupun
jumlah volume darah meningkat, jumlah besi secara keseluruhan tetap
sehingga kadar Hb pada periode ini sedikit menurun. Oleh karena itu, ADB
pada kondisi ini jarang terutama jika ada perdarahan gastointestinal.
Selama minggu pertama kehidupan, eritropoiesis hampir berhenti,
jumlah eritrosit menurun hinga level terendah. Besi disimpan sampai
eritropoiesis dimulai lagi biasanya setalah Hb mencapai 11-12 g/dL. Menurut
AAP, bayi cukup bulan yang sehat memiliki cadangan zat besi yang cukup
sampai bayi berusia 4 bulan karena pada usia 4 bulan cadangan besi bayi
dapat berkurang hingga separuhnya, pada saat itu pemberian besi diperlukan
untuk mempertahankan Hb selama pertumbuhan cepat antara 4-12 bulan.
Absorpsi besi dari makanan dibutuhkan 0.8 mg/hari, 0.6 mg dibutuhkan

untuk pertumbuhan, dan 0.2 mg untukj menggantikan yang hilang. ASI hanya
mengandung sedikit zat besi sehingga diperlukan tambahan zat besi 1
mg/kgBB/hari sejak bayi berusia 4 bulan hingga mampu mendapat makanan
pendamping dengan fortifikasi zat besi. Bayi usia 6-12 bulan memerlukan zat
besi 11 mg/hari. Ketika makanan pendamping diberikan, daging merah dan
sayuran kaya zat besi harus diberikan sedini mungkin. Supelemen zat besi
digunkaan jika bayi kurang mendapat asupan dari susu maupun makanan
pendampingnya.Sedangkan pada bayi prematur diperlukan hingga dua sampai
tiga kali lebih banyak. Osky (1985) memperkirakan bila tidak ada tambahan
zat besi, walaupun tidak ada kehilangan darah, bayi berat lahir rendah
(BBLR)/prematur akan menghabiskan simpanan besinya pada saat berat
badannya mencapai dua kali berat badan lahi, biasanya pada usia 2 bulan. Di
bawah ini adalah tabel kebutuhan fisiologis besi :
Tabel 1. Kebutuhan Fisiologis Besi
Umur
4-12 bulan
13-24 bulan
2-5 tahun
Wanita hamil
Wanita datang bulan

g/KgBB/hari
120
56
44
24
43

mg/hari
0.96
0.61
0.70
1.31
2.38

E. Besi dan Stress Oksidatif


Metabolisme besi dan metabolism superoksida sangat berkaitan,
terutama pada kondisi patologis. Masing-masing dapat meningkatkan
toksisitas satu sama lain. Besi memiliki kapasitas untuk menerima dan donasi
elektron, dengan cara merubah bentuk ferric (Fe3+) menjadi bentuk ferrous
(Fe2+). Kapasitas ini digunakan dalam komponen sitokrom, molekul pengikat
oksigen (contoh: hemoglobin dan mioglobin) dan beberapa enzim lain. Iron
Sulfur Cluster dan Iron-Protoporphyrin (contoh: heme) merupakan cofactor
dari enzim tersebut.(9)
Meskipun begitu, besi juga dapat merusak jaringan dengan
mengkatalisir perubahan superoksida dan hidrogen peroksida menjadi radikal
bebas yang dapat merusak membran selular, protein dan DNA. Efek ini dapat

dicegah dengan mengikat besi di sirkulasi dengan protein plasma transferrin


dan besi yang terakumulasi di sel dengan ferritin.(9)
Pada kondisi normal, tubuh tidak dapat menerima adanya besi bebas
(besi yang dikelasi oleh berat molekul rendah). Pelepasan Fe 2+ akan segera
dikelasi dan bereaksi di dalam sel dengan senyawa sitrat atau adenosin
phosphate, dan senyawa free iron atau labile iron ini bereaksi dalam
reaksi Haber Weiss, mengkatalisir pembentukan radikal hidroksil (OH.) .(9)
Besi adalah penghasil reactive oxygen species (ROS) intrinsik. Ketika
satu atau lebih dari keenam ligan tidak terikat erat, besi dapat melepaskan
elektron dan berpotensi menghasilkan radikal bebas. Sebenarnya, toksisitas
besi adalah hasil pelepasan elektron dikombinasikan dengan lingkungan
intraselular reduktif dan keberadaan Oksigen. Fe2+ dapat bereaksi dengan O2
untuk menghasilkan radikal superoxide yang dapat dikatalisir oleh dengan
cepat merubah O2 dan H2O2. Fe2+ juga dapat bereaksi dengan H2O2 untuk
menghasilkan radikal bebas hidroksil yang sangat reaktif. Hal ini tergambar
dalam reaksi 1-3 sebagai berikut.(3)

Sederet reaksi ini dikenal sebagai reaksi Haber-Weiss, sementara


reaksi 3, reaksi dari Fe2+ dengan hidrogen peroksida untuk menghasilkan
radikal hidroksil dikenal sebagai reaksi Fenton. Reaksi 2 dan 3 memiliki
nilai G negatif kuat dan menyebabkan reaksi 1 untuk menghasilkan anion
superoksida (O2.-). Penggabungan reaksi 1-3 menghasilkan reaksi 4 sebagai
berikut,

Media intraselular menyediakan kekuatan reduktor dalam bentuk


Ascorbat dan Glutation tereduksi (GSH), sehingga menghasilkan status fero :

10

Keseimbangan dari reaksi 1-5 dapat dilihat di reaksi 6:

Kesimpulannya, di lingkungan reduktif dan mengandung O2 seperti di


lingkungan intraselular, besi menghasilkan radikal hidroksil dengan
menggunakan O2 dan konsumsi GSH. Reaksi in vivo, reaksi 6 menegaskan
bahwa di bawah kondisi normal, sitoplasma memiliki konsentrasi milimolar
GSH dan konsentrasi sub mikromolar besi reaktif. Oleh karena itu, seiring
bertambahnya usia, dan dibawah kondisi iron overload, konsentrasi redoxactive iron dalam sel meningkat dan menghasilkan radikal hidroksil.(10)
Pada sel dopaminergik, sumber lain radikal bebas didapat dari
oksidasi non-enzymatic dari dopamine dimediasi oleh redox-active iron,
menghasilkan semiquinons dan H2O2. Oleh karena itu, besi redoks aktif, baik
melalui reaksi Fenton maupun melalui oksidasi dopamin adalah agen prooxidant yang berbahaya.(11)
Mekanisme proteksi organisme terhadap stres oksidatif
Organisme hidup, melindungi diri sendiri dari kerusakan oksidasi
akibat besi dengan dua cara. Untuk mencegah kerusakan oksidatif, protein
menyelubungi besi. Ion besi di sirkulasi berikatan dengan protein plasma
transferrin sedangkan besi yang terakumulasi di sel berikatan dengan protein
ferritin. untuk mencegah penyimpanan berlebih, absorpsi besi juga diregulasi
oleh mekanisme tertentu.(9)
F. Non-transferrin Binding Iron (NTBI)
Besi di sirkulasi, ditemukan dalam ikatan dengan 3 protein utama, yaitu
transferrin, heme dan ferritin. Selain besi plasma tersebut, ditemukan besi
spesies lain, yaitu non-transferrin bound iron (NTBI). Besi bentuk ini,
pertama kali diidentifikasi oleh Herschko et al, dan diduga berperan penting
dalam kondisi patologis yang didominasi oleh kelebihan besi yang ditandai
dengan peningkatan signifikan kadar transferin.(7)

11

NTBI merupakan besi yang tidak hanya tidak terikat dengan transferrin,
namun juga tidak terikat dengan heme atau ferritin. oleh karena itu,
penggunakan NTBI, sebenarnya kurang tepat.(7)
Bentuk molekul NTBI, perlu untuk diidentifikasi. Terdapat variasi
bentuk NTBI pada beberapa kondisi, diduga terkait dengan perbedaan derajat
kelebihan besi, durasi dan etiologi. Penelitian dengan simulasi komputer
menyebutkan bahwa bentuk molekul NTBI adalah besi III sitrat. Sampel
pasien dengan hemochromatosis mengindikasikan bahwa senyawa sitrat
ataupun asetat dapat terlibat. Hal ini berbeda pasien thalassemia, penelitian in
vitro mengindikasikan bahwa NTBI terikat longgar dengan albumin, menjadi
ternary iron-citrate-albumin complex. Bentuk spesial NTBI lain di plasma
juga telah dikenali, dan tergantung kemampuan terlibat dalam siklus redox.
Bentuk ini disebut sebagai labile plasma iron (LPI) .(7)
Ambilan Selular dan Pelepasan NTBI
NTBI dapat tertimbun di beberapa jaringan, dan menjadi sumber organ
deposit besi. NTBI dapat diambil dengan baik oleh jaringan hepar. Pada
penelitian di tikus yang diinduksi plasma transferin jenuh, dari total besi yang
yang terserap, sebanyak 58-75% dideposit dalam jumlah besar di hepar.
Target utama NTBI adalah hepatosit. Penelitian dengan hepar tikus
menunjukkan bahwa besi ferrous terakumulasi sebagai partikel padat
elektron, yang kemudian menjadi inti ferritin di hepatosit dengan lokasi
utama di lisosom. Hepatosit tikus, dapat mengambil NTBI dalam bentuk Fesitrat.
NTBI di liver tidak dapat dikendalikan kadarnya oleh hepatosit,
sehingga terjadi akumulasi besi berlebih. Berbeda dengan ambilan besi
transferin yang dapat dikendalikan kadarnya ketika kadar besi dalam sel
meningkat, dengan sistem IRE/IRP. Sistem ini akan menekan ekspresi
reseptor transferin di permukaan sel.(7)
Penelitian pada tikus hipotransferrinemic meunjukkan bahwa organ
eksokrin pankreas juga sering mengalami kelebihan besi. Hal ini akibat
pengaruh sel sentro asinar dan duktur interkalatus serta makrofag yang

12

mengandung siderosom, di insula, sitosol sel B jarang terlihat mengandung


siderosom dan feritin.
Penelitian pada tikus hipotransferrinemic, menunjukkan bahwa
kardiomiosit organ jantung, mengalami kelebihan besi secara significant.
Kecepatan ambilan NTBI lebih dari 300 kali lipat dibanding besi transferrin.
Ambilan Fe di otak sekitar 80-85% lebih besar pada tikus
hipotransferinemic dibanding kontrol.

Gambar 4. Sumber dan Target Organ NTBI.(7)


G. Iron Overload
Kondisi kelebihan besi dapat diakibatkan kelainan primer atau sekunder
terhadap penyakit tertentu. Primary haemochromatosis adalah kelainan
primer idiopatik kelebihan besi yang ditandai dengan rendahnya kadar
hepcidin. Hal ini diakibatkan oleh abnormalitas gen yang bertugas mengkode
HFE

(haemochromatosis

type

1),

haemojuvelin

(HJV;

juvenile

haemochromatosis 2a) dan transferrin receptor 2 (TfR2; haemochromatosis


type 3). Abnormalitas ini menyebabkan disregulasi produksi hepcidin.
Pengecualian terjadi pada mutasi yang menyerang hepcidin secara langsung
(juvenile hamochromatosis 2b) atau ferroportin (haemochromatosis type 4).(4)

13

Rendahnya kadar plasma hepcidin mengakibatkan tingginya kadar


ferroportin sehingga dapat meningkatkan ambilan besi, kelebihan besi pada
hepar dan rendahnya besi yang tersimpan di makrofag. Sebagai tambahan,
ketika transferrin menjadi jenuh, muncul non-transferrin bound iron di
sirkulasi. Bentuk besi ini sangat reaktif dan menghasilkan radikal bebas yang
dapat merusak sel.(4)
Meskipun setidaknya terdapat 32 mutasi dari gen HFE, bentuk umum
haemochromatosis type 1 muncul sebagai akibat mutasi pada Cys282Tyr
HFE, sehingga tidak dapat berikatan dengan 2 mikroglobulin dan gagal
menempel pada membran permukaan seL.(4)
Sementara itu, pada haemochromatosis tipe 4, mutasi terjadi pada gen
ferroportin sehingga mengakibatkan kegagalan ekspor besi yang ditandai
dengan hiperferritinemia tanpa kenaikan tingkat jenuh transferin dan
makrofag.(4)
Sebaliknya, pada kondisi kelebihan besi sekunder akibat terapi kronik
transfusi (contoh: thalasemia mayor, anemia aplastik), kadar plasma hepcidin
meningkat, diikuti dengan degradasi ferroportin. Kadar differic transferin
yang meningkat pada kondisi kelebihan besi, meningkatkan ekspresi TfR2
pada membran hepatosit. Ikatan differic transferin dengan TfR2 menghambat
pembelahan gen HJV oleh furin, sehingga menghambat pelepasan soluble
HJV dan diikuti oleh semakin responsif nya permukaan HJV terhadap bone
morphogenetic proteins dan meningkatkan kadar hepcidin. Penurunan kadar
ferroportin membatasi ambilan besi dari usus, menurunkan ekspor dari
makrofag dan meningkatkan cadangan besi.(4)
Pada penyakit anemia hemolitik kronik seperti thalasemia intermedia,
pyruvate kynase deficience atau anemia dengan eritropoiesis tidak efektif
(contoh: congenital dyserythropoetic anaemias, syderoblastic anemia, lowgrade myelodysplastic syndrome), kelebihan besi diakibatkan oleh rendahnya
kadar hepcidin. Pasien dengan anemia ini jarang ditransfusi. Selain karena
peningkatakn cadangan besi, peningkatan eritropoiesis melepaskan sejumlah
growth differentiation factor, yang akan mensupresi produksi hepcidin .(13)

14

Tabel 2. Klasifikasi Sindrom Iron Overload.(4)

H. Diagnosis Iron Overload


Tanda dan gejala kelebihan besi sangat tidak sensitif dan tidak spesifik.
Tanda dan gejala utama yang sering ditemukan pada pasien adalah: kelelahan
kronik,

kulit

semakin gelap, nyeri

sendi, impotensi, osteoporosis,

hepatomegali, kardiomiopati gangguan endokrin.(4) Uji tapis utama untuk iron


overload adalah kadar ferritin serum, dan saturasi transferin. Hasil uji lab
yang mendukung diagnosis iron overload, adalah kadar ferritin di atas 200
g/ml pada wanita atau 300 g/ml pada pria, disertai dengan saturasi
transferrin (TSAT) >45% pada wanita atau 50% pada pria. Penting untuk
memeriksa CRP bersamaan dengan saturasi transferin. Hal ini dikarenakan
TSAT juga meningkat pada kondisi inflamasi.(12)
Berikut algoritma untuk menegakkan diagnosis kelebihan besi,

15

Gambar 5. Algoritma iron overload.(12)

Gambar 6. Algoritma Iron Overload feritin level.(12)


Tabel 3. Tes Laboratorium Penegakan Diagnosis.(12)

16

I. Manajemen Iron Overload


1. Removal Blood
Alasan rasional removal blood bagi semua pasien haemochromatosis
adalah deplesi besi akan berkurang atau menghilangkan besi potensial
untuk kerusakan jaringan. Hal ini dapat mencegah komplikasi
haemochromatosis dan atau mengurangi intensitas deplesi besi. Terapi
ini dapat mengurangi keluhan klinis seperti dispneu, pigmentasi,
kelelahan, nyeri sendi , hepatomegali, mengontrol diabetes mellitus dan
fungsi ventrikel diastolik kiri. Namun demikian, risiko komplikasi sirosis
hepatis, kanker hati, hipertiroidisme, hipotiroidisme tidak berubah
(Munoz, Garcia-Erce dan Remacha, 2011) .(4)
Bagi kebanyakan pasien dengan haemochromatosis dan besi
berlebih, standar terapi adalah cuci darah tiap minggu, untuk menurunkan
kadar ferritin normal (20-50g/ml). Kemudian diikuti dengan jadwal
phlebotomi rutin untuk mencegah fibrosis liver.(4)
Jumlah darah yang akan dikeluarkan ditentukan berdasarkan
ditemukannya nekrosis hepar dan sumber inflamasi lain yang
menyebabkan hiperferritenemia, 1 g/ml ferritin berkoresponsi dengan 8
mg besi dan 500 cc darah mengandung sekitar 200 mg besi. Maka, pasien
dengan serum feritin 1000 g/ml diterapi dengan membuang 40 unit

17

darah untuk menurunkan besi. Removal blood dapat dilakukan dengan


phlebotomi konvensional atau erithrocitapheresis.(9)
Konvensional phlebotomi (250-500 cc, dilakukan satu atau dua kali
tiap minggu selama fase inisial, tergantung dari karakterestik pasien dan
kadar kelebihan besi, diikuti dengan 500 cc tiap 2-4 bulan selama
hidupnya). Terapi ini efektif untuk deplesi besi, namun memerlukan
eritropoiesis normal dan kontrol rutin ke rumah sakit.(4)
2. Terapi Kelasi Besi
Manajemen kelebihan besi dan terapi toksisitas besi dengan terapi
kelasi pada pasien kelebihan besi sekunder telah terbukti menurunkan
kadar besi dan meningkatkankan survival rate. Berdasarkan panduan
konsensus terbaru, pasien dengan serum feritin lebih dari 1000 g/ml dan
total volume sel darah merah yang ditransfusikan 120 cc/kggBB atau
lebih harus diterapi dengan terapi kelasi besi.(4)
Serum feritin harus dimonitor setiap 3 bulan selama terapi kelasi
besi untuk mengecek keberhasilan terapi dalam menurunkan kadar besi.
Karakteristik utama dari agen kelasi besi III meliputi dosis, rute
pemberian, farmakokinetik, kelebihan dan kekurangan, efek samping,
monitoring serta indikasi ditampilkan dalam tabel 7.
Tabel 4. Agen Kelasi Besi.
Deferoxamine

Deferiprone

Deferasirox

Messylate
Desferal
Inisial : 40 mg/kg/hari

Ferriprox
Inisial : 75 mg/kg/hari.

Exjade
Inisial : 20 mg/kg/hari.

(5 kali tiap minggu),

Maintenance: 75-100

Maintenance: 10-30

Maintanance: 20-40

mg/kg/hari

mg/hari

mg/kg/hr
Subkutan, Intravena 8-

Oral, 3x/hari

Oral 1x/hr

10 jam/hari
Chelator to Iron Binding 1:1

3:1

2:1

Molar Ratio
Plasma paruh waktu
Ekskresi
Kelebihan

5-10 menit
Urin, Feses
Dapat digunakan luas,

47-143 menit
Urin
Kelasi baik untuk besi

8-16 jam
Feses, urin
Kelasi yang baik untuk

harga terjangkau,

hepar dan kardial,

besi hepar dan kardial,

sudah banyak diuji

harga terjangkau,

tidak ada

Nama dagang
Dosis umum

Rute Administrasi

18

klinis

banyak diuji klinis

menyebabkan
abnormalitas
pertumbuhan atau

Kekurangan

Efek samping

Monitoring

Indikasi

Tidak mampu

Kelasi bervariasi

agaranulositosis
Mungkin

mengkelasi besi

terhadap besi hepar

menimbulkan rasa

kardial

dan kardial, dosis

tidak enak pada pasien

Gangguan

terjadwal
neutropenia dan

anak
Gangguan

pendengaran,

agranulositosis, nyeri

gastrointestinal, rash

penglihatan, saraf,

otot dan sendi,

dan renal toksisitas

abnormalitas

intoleransi gaster,

pertumbuhan dan

disfungsi hepar,

tulang.
Audiometri dan

defisiensi zinc
Cek darah tiap

Cek Serum kreatinin

pemeriksaan mata

minggu, transaminasi

tiap bulan, protein urin

rutin

tiap bulan selama 3-6

dan transaminase,

bulan dan tiap 6 bulan

penilaian kadar besi

Kelebihan besi dengan

setelahnya
Kelebihan besi pada

rutin tiap 3-6 bulan


Untuk pasien

berbagai etiologi

Thalasemia mayor

kelebihan besi akibat

ketika didapat

transfusi besi pada

kontraindikasi atau

thalasemia major,

kegagalan

kontraindikasi atau

deferioxamine pada

kegagalan

thalasemia mayor

deferioxamine pada
thalasemia mayor dan
kelebihan besi akibat
transfusi lain.

19

III.

KESIMPULAN

1. Besi memiliki peran yang sangat esensial. Zat ini terutama diperlukan dalam
hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu sintesa hemoglobin.(4)
2. Atom besi merupakan agen penghasil reactive oxygen species (ROS)
intrinsik. Ketika satu atau lebih ligan pengikatnya tidak terikat erat, besi akan
melepaskan satu elektron, sehingga menghasilkan radikal bebas.(3)
3. Proses metabolisme besi meliputi proses absropsi, transport, ambilan
jaringan, penyimpanan dan ekskresi .(2)
4. Non-transferrin Binding Iron (NTBI) diduga berperan penting dalam kondisi
patologis yang didominasi oleh kelebihan besi yang ditandai dengan
peningkatan signifikan kadar transferin.(7)
5. Kondisi kelebihan besi dapat diakibatkan kelainan primer atau sekunder
terhadap penyakit tertentu.
6. Manajemen kelebihan besi dilakukan dengan removal blood dan terapi kelasi
besi

20

1.

DAFTAR PUSTAKA

2.
1. Agget, Peter J. C, Agostoni. I, Axelson. J-Louis, Bresson. O, Goulet. O,
Hernell et al., 2002. Iron Metabolism and Requirements in Early Chidhood
: Do We Know Enough? : A Commentary by the ESPGHAN Commitee on
Nutrition. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 34:337345
3.
2. Brittenham, Garry M. 2007. Iron Metabolism in Children: Confounding
factors. Food Nutr Bull. December ; 28 (4 Suppl): S510-S514
4.
3. Nunez, Marco T. P, Urrutia. N, Mena. P, Aguirre. V, Tapia dan J, Salazar.
2012. Iron Toxicity in Neurodegeneration. Biometals. DOI
10.1007/s10534-012-9523-0
5.
4. Munoz, Manuel. J, A, Garcia-Erce. A, F, Remacha. 2012. Disorders of Iron
Metabolism. Part II: Iron Deficiency and Iron Overload. J Clin Pathol
2011;64:287e296. doi:10.1136/jcp.2010.086991
6.
5. Hinzmann, Rolf. 2003. Iron Metabolism. Iron Deficiency and Anemia.
Sysmex Journal International. Vol 13 No 2
7.
6. Cheng C., Juul S. 2011. Iron Balance in the Neonate. Journal of The
American Academy of Pediatrics. Vol 12 : hal 148-156
8.
7. Brissot, P. M, Ropert. C, Le Lan. O, Loreal. 2012. Non-transferrin Bound
Iron: A Key Role in Iron Overload and Iron Toxicity. Biochimica et
Biophysica Acta. 1820 (2012) 403410
9.
8. Duru, Nilgun. 2014. Serum Hepcidin, Iron Metabolism and Infection
Parameters in Children with Anemia of Inflammatgion and with Iron
Deficiency Anemia. Turk J Biochem 2014; 39(4):529-533
10.
9. Emerit, J. C, Beaumont dan F, Trivin. 2001. Iron Metabolism, Free
Radicals and Oxidative Injury. Biomed Pharmacother. 55:333-9
11.
10. Glickstein H, El RB, Link G, Breuer W, Konijn AM, Hershko C, Nick H,
Cabantchik ZI. 2006. Action of chelators in ironloaded cardiac cells:
accessibility to intracellular labile iron and functional consequences.
Blood 108(9):31953203
12.
11. Zoccarato F, Toscano P, Alexandre A . 2005. Dopamine-derived
dopaminochrome promotes H(2)O(2) release at mitochondrial complex I:
stimulation by rotenone, control by Ca(2?), and relevance to Parkinson
disease. J Biol Chem 280(16):1558715594
13.
12. Fleming, Robert dan P, Ponka. 2012. Mechanism of Disease Iron Overload
in Human Disease. N Engl J Med 2012;366:348-59.

14.
13. Collard K. J. 2009. Iron Homeostasis in Neonate. Journal of The American
Academy of Pediatrics. Vol 123 (4) : hal 1208-1215
15.

Anda mungkin juga menyukai