PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spirochaeta adalah bakteri berukuran besar, kelompok heterogen
bakteri spiral yang motil. Satu famili (spirochaetaceae) dari ordo
Spirocahetales terdiri dari tiga genus organisme yang hidup bebas, berukuran
besar dan berbentuk spiral. Famili lainnya (Treponemataceae) meliputi tiga
genus yang patogen bagi manusia yakni Treponema, Boriela, dan Leptospira
(Jawetz, 2008). Bakteri spirochetes berbentuk spiroket panjang dengan
banyak uliran. Pada beberapa kelompok bakteri spiroket seperti Treponema,
Leptospira, dan Borrelia, bergerak dengan suatu gelombang uliran berjalan,
suatu tipe gerakan sel untuk menembus medium kental (Jawetz, 2008)
Bekteri ini tidak memiliki flagella, berbentuk spiral halus, langsing,
fleksibel, merupakan gram negatif, bersifat anaerob, fakulatif anaerob atau
mikroaerofil. Ukuran lebar 0.1 0.3 um, panjang 5 300 um. Walaupun
tanpa flagella dapat bergerak aktif secara cepat melalui 3 cara yakni rotasi,
kontraksi, dan gerakan seperti ular. Gerakan tersebut disebabkan karena
kuman ini memiliki beberapa lembar filament yang terletak diantara dinding
sel dan membrane sitoplasma terentang dari ujung satu keujung lainya
(Jawetz, 2008).
Spirochaeta hidup bebas didalam air yang mengandung H2S,
dilumpur, atau didasar laut. Bagi pertumbuhanya dibutuhkan media yang
diperkaya dengan serum dan dalam suasana anaerob. Kuman ini dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop medan gelap atau dengan pengecatanm
khusus seperti Giemsa Fontana, atau Levaditti (impregnasi perak). (Jawetz,
2008).
Penyakit Infeksi bakteri Spirochaeta diantaranya sifilis, frambusia,
borelia dan leptospirosis. Penyakit sifilis merupakan penyakit infeksi
menular kronik yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum pallidum.
Sedangakan penyakit frambusia disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum
pertenue. Bakteri golongan spirochaeta berbentuk spiral. Terdapat empat
subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum,
Treponema pallidum pertenue, Treponema
angka prevalensi yang cukup tinggi yaitu Papua Barat (15,00), Papua (10,01),
Sulawesi Tenggara (7,92), Nusa Tenggara Timur (2,80), danMaluku (1,08)
(Depkes RI, 2007).
Prevalensi penyakit frambusia di Kota Jayapura berfluktuasi dari tahun
2005 sampai 2007. Pada tahun 2005 prevalensi frambusia 1,7 per 10.000
penduduk sedangkan pada tahun 2006menjadi 1,4 per 10.000 penduduk
namun pada tahun 2007, prevalensi penyakit frambusia di Kota Jayapura
sebesar 5,4 per 10.000 penduduk (Dinkes jayapura, 2008). Angka ini lebih
tinggi dari kebijakan Departemen Kesehatan yaitu < 1 per 10.000 penduduk
(Depkes RI, 2005).
Penularan penyakit sifilis diketahui dapat terjadi melalui kontak
langsung melalui perpindahan bakteri Treponema pallidum yang terdapat
pada lesi di area genital dan kulit luar area genital, hubungan seksual dan
perilaku serta melalui kontak tidak langsung yang mungkin dapat terjadi
seperti penggunaan barang yang bersifat pribadi bersama seperti handuk,
pisau cukur, alas tidur dan tinggal dalam kamar yang sama ataupun
menggunakan
fasilitas
toilet
secara
bersama.
Sejumlah
penelitian
a.
b.
c.
C. Manfaat
Manfaat dari penulisan referat adalah menambah wawasan mengenai
Spirochaeta..
A. SIFILIS
1.
Definisi
Sifilis adalah satu penyakit kelamin menahun dengan remisi dan
eksaserbasi, dapat mengenai semua alat tubuh, mempunyai masa laten
dan dapat ditularkan dari ibu ke janin (Siregar, 2004).
Sifilis ialah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum; sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat
menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit,
mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin (Djuanda,
2008).
2.
Epidemiologi
Asal penyakit tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di
Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk indian
yang dibawa oleh anak buah Columbus waktu mereka kembali ke
Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di napoli.
Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore
disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh
infeksi yang sama.
Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860
maorbilitas sifilis di Eropa menurun cepat, mungkin karena perbaikan
sosioekonomi. Selama perang dunia kedua insidensnya meningkat dan
mencapai puncaknya pada tahun 1946, kemudian makin menurun.
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada ahun 1996
berkisar anatar 0,04 0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan
yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%
(Djuanda, 2008).
3.
Etiologi
Tiga generasi spirochetes menyebabkan infeksi pada manusia :
a.
b.
c.
Treponema pallidum .
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn
dan
Spirochaetales,familia
Spirochaetaceae,
dan
genus
Treponema.
Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15
um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya
berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka
botol. Membiak secara pembelahan melintang,
yang
frambusia,
yang
Treponema
menyebabkan
bejel,
pallidum
sub
Treponema
species
carateum
Faktor risiko
Faktor risiko sifilis adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
Pengetahuan yang kurang tentang bahaya penyakit, mendorong orangorang melakukan hubungan seksual di luar nikah.
d.
Klasifikasi
Sifilis dibagi menjadi sifilis congenital dan sifilis akuisata
(didapat). Sifilis congenital dibagi menjadi dini (sebelum dua tahun),
lanjut (sesudah dua tahun), dan stigmata. Sifilis akuisata dapat dibagi
menurut dua cara, secara klinis dan epidemiologik. Menurut cara pertama
sifilis dibagi menjadi tiga stadium : stadium I, stadium II dan stadium III.
Secara epidemiologic menurut WHO dibagi menjadi (Djuanda, 2008) :
a. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas S I,
S II, stadium rekuren dan stadium laten dini.
b. Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri
atas stadium laten lanjut dan S III.
6.
Patogenesis
a. Stadium dini
T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau
selaput
lendir, biasanya
melalui
sanggama.
Kuman
tersebut
perivaskular di sekitarnya.
endotelium
(enarteritis
kecil
yang
obliterans).
menyebabkan
erosi,
menyebabkan
menimbulkan
Kehilangan
perubahan
obliterasi
pendarahan
lumen
akan
(Djuanda, 2008).
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah
bening regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi
pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di
badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini
diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai
delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena
kuman
di
tempat
tersebut
jumlahnya
berkurang,
kemudian
dapat berlangsung
bertahun-tahun, rupanya
destruktif
dan
berlangsung bertahun-tahun.
Setelah
turunnya berat badan, malaise, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi
dan artralgia (Djuanda, 2008).
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada
kulit, selaput lendir dan organ tubuh. Lesi kulit biasanya simetris,
dapat berupa makula, papul, folikulitis, papulaskuamosa dan pustul
serta yang khas pada S II adalah kelainan kulit ummnya tidak gatal.
Selain member i kelainan pada kulit, S II dapat juga member kelainan
pada mukosa, kelenjar getah bening, mata , hepar, tulang dan saraf
(Hutapea, 2009) .
Sifilis laten dibagi menjadi awal dan akhir laten laten. Perbedaan
ini penting karena pengobatan untuk masing-masing berbeda. Periode
laten awal adalah tahun pertama setelah resolusi sifilis primer atau
sekunder. Pasien tanpa gejala yang memiliki tes serologi aktif setelah
hasil tes serologis negatif dalam waktu 1 tahun juga dianggap berada
dalam periode laten awal. Akhir latency sifilis tidak menular, namun,
perempuan di tahap ini dapat menyebarkan penyakit dalam rahim
(Euerle, 2012).
d. Sifilis rekuren
Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip
S II, maupun serologik yang telah negatif menjadi positif. Hal ini
terjadi teruatam pada sifilis yang tidak diobati atau yang mendapat
pengobatan tidak cukup. Umumnya bentk relaps adalah S II, kadangkadang S I. Kadang-kadang relaps terjadi pada tempat afek primer dan
disebut monorecidive (Djuanda, 2008).
2. Sifilis Lanjut
Sifilis tersier (S III)
Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun
setelah S I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip,
kronis, biasanya melunak, dan destruktif. Besar guma bervariasi dari
lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-mula
tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan.
setelah
beberapa
bulan
mulai
melunak,
biasanya
mulai
dari
ke
luar.
curam,
Beberapa
seolah-olah
kulit
tersebut
mempunyai
kecenderungan
untuk
bergerombol
atau
yang
berkonfluensi
seperti
lilin
dan
dapat
tumbuh
terus
yang
(Djuanda, 2008).
S III pada tulang
Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula,
dan humerus. Gejala nyeri, biasanya pada malam had. Terdapat
dua bentuk, yakni periostitis gumatosa dan osteitis gumatosa, keduaduanya dapat didiagnosis dengan sinar-X (Djuanda, 2008).
S III pada alat dalam
Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering
diserang. Guma bersifat
hingga
hepar
multipel,
mengalami
jika
sembuh
terjadi
fibrosis,
terjadi
SIFILIS KARDIOVASKULER
Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten
15-30 tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria
lebih banyak tiga kali daripada wanita (Djuanda, 2008).
Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau
aneurisms, berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini
telah lanjut, akan sangat mudah dikenal. Secara teliti harus diperiksa
kemungkinan
adanya hipertensi,
arteriosklerosis,
penyakit
jantung
Neurosifilis asimtomatik.
2.
3.
4.
Guma.
SIFILIS KONGENITAL
Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama
sifilis dini sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah. treponema
masuk secara hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat
terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu (Djuanda, 2008).
Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I
setelah infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan sampai
90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi sakit 80%, bila
sifilis lanjut 30 % (Djuanda, 2008).
Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang
kemudian menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi
abortus pada bulan kelima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan,
berikutnya janin dengan sifilis kongenital yang akan meninggal dalam
beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi yang hidup dengan
sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi yang sehat.
Keadaan ini disebut hukum Kossowitz (Djuanda, 2008).
Pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak terlihat adanya atrofi
lengkap. Hal yang demikian saat ini tidak dianut lagi sebab ternyata
infeksi bayi dalam kandungan dapat terjadi pada saat 10 minggu masa
kehamilan. Setiap
lahir
ialah bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadangkadang pada tempat lain di badan. Cairan bula mengandung banyak T.
pallidum. Bayi tampak sakit. Bentuk ini adakalanya disebut pemfigus
sifilitika (Djuanda, 2008).
Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa
minggu dan mirip erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau
papulo-skuamosa yang simetris dan
pada
sehingga kulit berkeriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan
belakang kepala. Kuku dapat terlepas akibat papul dibawahnya; disebut
onikia sifilitika. Jika tumbuh uku yang baru akan kabur dan bentuknya
berubah (Djuanda, 2008).
Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques
muqueuses seperti pada S
pada daerah
mukopurulen
diserang
pada
waktu
bayi
berumur
beberapa
digerakkan;
seolah-olah
fraktur
patologik,
dan artritis
terlepasnya
Guma
pada palatum
penebalan
yang
disebut
sabre
tibia.
generalisata
juvenilia biasanya terjadi antara umur sepuluh sampai tujuh betas tahun.
Taber
tetapi
hanya
sebagian
Pemeriksaan Penunjang
Untuk
menegakkan
diagnosis
sifilis,
diagnosis
klinis
harus
primer,
dibersihkan
dengan
larutan
NaCl
fluoresensi.
Penelitian
lain
gelap.
2. Tes Serologik Sifilis (T.S.S)
Pada S I pada mulanya member hasil T.S.S negative (seronegatif),
kemudian menjadi positif (seropositif) dengan titer rendah. Pada S II
yang masih dini reaksi menjadi positif agak kuat, yang akan menjadi
sangat kuat pada S II lanjut. Pada S III reaksi menurun lagi menjadi
positif lemah atau negative.
T.S.S dibagi menjadi dua berdasarkan antigen yang dipakai :
1. Nontreponemal (tes reagen)
Contoh tes nontreponemal :
a. Tes Fiksasi komplemen: Wasserman (WR), Kolmer
b. Tes Flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories),
Khan, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Tes),
RST (Reagen Screen Test)
Diantara tes-tes tersebut, yang dianjurkan ialah VDRL dan RPR
secara kuantitatif, karena secara teknis lebih mudah dan lebih sensitive
dalam hal menilai terapi. Tes RPR dilakukan dengan antigen VDRL,
kelebihan RPR ialah flokulasi dapat dilihat secara makroskopis, lebih
sederhana, serta dapat dibaca setelah sepuluh menit sehingga dapat
dipakai untuk screening. Jika titer seperempat atau lebih tersangka
penderita sifilis, mulai positif setelah dua sampai empat minggu sejak
S I muncul. Titer akan meningkat hinggamencapai puncaknya pada S
II lanjut (1/64 atau 1/28) kemudian berangsur-angsur menurun dan
menjadi negative (Djuanda, 2008).
2. Treponemal
Tes ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau
ekstraknya dan dapat digolongkan menjadi empat kelompok:
FTA-Abs DS
Diagnosis Banding
SI
Dasar diagnosis S I pada anamnesis dapat diketahui masa inkubasi; gejala
konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada
rasa nyeri. Pada afek primer yang penting adalah terdapat erosi/ ulkus
yang bersih, soliter, bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi;
T.pallidum positif. Kelainan dapat nyeri jikadisertai infeksi sekunder.
Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak berkelompok, dan
tanpa supurasi. Tes serologik beberapa minggu bereaksi positif lemah.
Sebagai diagnosis bandingnya:
a. Herpes simpleks
b. Skabies
c. Balanitis
d. Limfogranuloma venereum
e. Karsinoma sel skuamosa
f. Ulkus mole (Djuanda, 2008).
S II
Dasar diagnosis S II untuk membedakannya dengan penyakit lain ada
beberapa pegangan. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah
menderita luka di alat genital (S I) yang tidak nyeri. Klinis yang penting
umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S II dini kelainan generalisata,
hampir simetrik. Pad S II lambat terdapat kelainan setempat, berkelompok,
dapat tersusun menurut susunan tertentu. Biasanya terdapat limfadenitis
generalisata. Tes serologik positif kuat. Sebagai diagnosis andingnya
adalah:
a. Erupsi obat alergik
b. Morbili
c. Pitiriasis rosea
d. Psoriasis
e. Dermatitis seboroik
f. Kondiloma akuminata
g. Alopesia areata (Djuansda, 2008).
10. Pengobatan
Penisilin adalah pengobatan pilihan untuk mengobati sifilis. Obat
tersebut dapat menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada
janin dan dapat menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk
neurosifilis (Djuanda, 2008).
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan
kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares
bertahan dalam serum selama sepuluh sampai empat betas hari untuk
sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hari untuk neurosifilis dan sifilis
kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih
dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat
berkembang biak (Djuanda, 2008).
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh
Pengobatan
Pemantuan serologik
Sifilis
prime
dan
r dan
setiap
sifilis
sekun
der
diberi
0,6
juta
aluminium
Sifilis
tersier
ke-II
XII
dan
enam
disebabkan
reaksi
Jarish-Herxheimer
ialah
dengan
sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua sampai
tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai
tiga hari kemudian (Djuanda, 2008).
Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500
mg/hari, atau aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100
mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi
stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan.
Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni 90100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Selain itu obat yang lain
ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg sehari
selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m.
atau i.v. selama 15 hari (Djuanda, 2008).
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama
dinegara yang sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.
Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10
hari.
11. Prognosis
Prognosis sifilis menjadi lebih baik sejak ditemukannya penisilin.
Jika sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5%
akan mendapat S III, 10 % mengalami sifilis kardiovaskular, neurosifilis
pada pria 9% dan pada wnaita 5 %, 23% akan meninggal (Djuanda,
2008).
B. FRAMBUSIA
1. Definisi
Frambusia adalah penyakit treponematosis menahun, hilang timbul dengan
tiga stadium, ialah ulkus atau granuluma pada kulit (mother yaw), lesi non-
destruktif yang dini, dan destruktif yang lanjut pada kulit, tulang dan
perios (Djuanda, 2009).
2. Epidemiologi
Frambusia disebabkan oleh Treponema pertenueyang tergolong spiroketa,
berukuran 5-15 x 0,5 mikron, dengan jumlah lekukan 5-10. Frambusia
terdapat di daerah tropik dan lembab. Populasi yang padat seperti sekolah,
asrama, pasar memudahkan penyebaran penyakit. Umumnya pada orang
yang kurang mampu dan kebersihan yang buruk. Frambusia dapat
menyerang anak dan dewasa muda pria maupun wanita (Djuanda,2009 dan
Siregar, 2004).
3. Gejala Klinis
Frambusia tidak menyerang jantung, pembuluh darah, otak, dan saraf.
(Djuanda, 2009).
Stadium I
Umumnya pada tungkai bawah, tempat yang mudah mendapat trauma.
Masa tunas berkisar antara 3-6 minggu. Kelainan mulai sebagai papul
eritematosa, menjadi besar dan terjadi ulkus dengan dasar papilomatosa.
Jaringan granulasi banyak mengeluarkan serum bercampur darah dengan
banyak mengandung treponema. Serum mengering menjadi krusta
berwarna kuning-hijau (Djuanda, 2009). Papula yang ditutupi oleh krusta
kuning disebut induk patek (frambusia). Kelenjar getah bening membesar,
penderita panas dingin, sakit keras dan malaise. Terjadi pembesaran
kelenjar limfe regional, berkonsistensi keras tidak nyeri, dan tidak terjadi
perlunakan. Stadium ini dapat menetap beberapa bulan kemudian sembuh
sendiri dengan meninggalkan sikatriks yang cekung dan atropik (Siregar,
2004).
Stadium II
Dapat timbul setelah stadium I sembuh atau lebih sering terjadi tumpang
tindih (overlapping). Erupsi yang generalisata timbul pada 3-12 bulan
setelah penyakit berlangsung. Kelainannya berkelompok, tempat predileksi
di sekeliling lubang badan, muka, dan lipatan-lipatan (Djuanda, 2009).
Papul-papul yang miliar menjadi lentikular dan dapat tersusun
korimbiform, arsinar, atau numular. Kelainan ini membasah, berkrusta,
Pada dermis terdapat infiltrat yang padat terdiri atas sel plasma,
neutrofil, eosinofil, limfosit, histiosit, dan fibroblas. Tidak ada kelainan
pada pembuluh darah (terdapat kelainal pada sifilis). Stadium II seperti
stadium I. Stadium lanjut seperti sifilis, tetapi tanpa kelainan pembuluh
darah (Djuanda, 2009).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Serologik, yaitu tes serologi untuk sifilis seperti WR dan
VDRL.
b. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dari induk patek dan anak
patek.
c. Pemeriksaan radiografi untuk melihat destruksi tulang (Siregar, 2004).
5. Diagnosis
Penyakit ini terdapat di daerah tropik, kelainannya khas dan pemeriksaan
laboratorik akan membantu diagnosis(Djuanda, 2009).
6. Diagnosis Banding
Stadium I
a. Ulkus tropik
kehijauan.
b. Furunkel : Biasanya menonjol, daerah sekitar meradang dan nyeri.
Stadium II
a. Ektima
b. Impetigo
Stadium III
Sifilis stadium lanjut : Hanya dibedakan dari cara infeksi, ada lesi di
mukosa, dan dapat ditularkan kepada bayi yang dikandung (Siregar, 2004).
7. Penatalaksanaan
Umum : Memperbaiki higiene dan kebersihan
Khusus : Penisilin 2,4 juta unit pada orang dewasa, pada anak dibawah
umur 12 tahun diberikan dosis setengahnya. Bila penderita alergi terhadap
BAB III
KESIMPULAN
1. Dua penyakit tersering yang disebabkan oleh infeksi bakteri Spirochaeta
adalah Sifilis dan Frambusia.
2. Sifilis adalah satu penyakit kelamin menahun yang disebabkan oleh
Treponema palidum, dengan remisi dan eksaserbasi, dapat mengenai semua
alat tubuh, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.
3. Klasifikasi sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisata dengan
stadium I-III.
4. Penisilin adalah pengobatan pilihan untuk mengobati siflis dengan dosis
sesuai stadium Sifilis.
5. Prognosis sifilis menjadi lebih baik sejak ditemukannya penisilin. Jika sifilis
tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat
S III, 10 % mengalami sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada pria 9% dan
pada wnaita 5 %, 23% akan meninggal
6. Frambusia adalah penyakit treponematosis menahun, hilang timbul dengan
tiga stadium, ialah ulkus atau granuluma pada kulit (mother yaw), lesi nondestruktif yang dini, dan destruktif yang lanjut pada kulit, tulang dan perios
7. Treponema pertenue akan masuk ke tubuh penderita melalui lesi pada kulit.
Penderita baru terbanyak terdapat pada musim hujan. Penyakit ini dibagi
menjadi 3 stadium
8. Pemeriksaan penunjang yang diusulkan yaitu pemeriksaan seroogik,
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan pemeriksaan radiografi untuk
melihat dsistruksi tulang
9. Terapi yang diberikan adalah Penisilin 2,4 juta unit pada orang dewasa, pada
anak dibawah umur 12 tahun diberikan dosis setengahnya. Bila penderita
alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin. Tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada anak kecil
DAFTAR PUSTAKA