Trakeostomi
Trakeostomi
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Trakeostomi adalah suatu prosedur meliputi pembuatan lubang permanen atau
sementara melalui tindakan bedah ke dalam trakea pada cincin trakea kedua, ketiga,
atau keempat dan pemasangan selang indwelling untuk memungkinkan ventilasi dan
pembuangan sekresi. Indikasi trakeostomi meliputi edema trakea karena trauma atau
respons alergi, obstruksi jalan nafas mekanis, ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi trakeabronkial, pencegahan aspirasi pada klien tak sadar yang memerlukan
ventilasi mekanis jangka panjang, apnea tidur, perdarahan jalan nafas atas, fraktur
laring atau trakeal, dan luka bakar jalan nafas (Black, 1993).
Perawat sebagai care provider pasien dituntut mampu memahami trakeostomi
secara keseluruhan. Dimulai dari anatomi dan fisiologi trakea, definisi trakeostomi,
tata cara penatalaksanaan prosedur trakeostomi, dan asuhan keperawatan pada
prosedur trakeostomi.
1.2
Tujuan
mengetahui,
memahami
dan
mampu
mengaplikasikan
trakeostomi.
6. Mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu mengaplikasikan
trakeostomi.
8. Mengetahui dan memahami WOC trakeostomi.
9. Mengetahui
dan
memahami
indikasi
dan
kontraindikasi
pelepasan
trakeostomi.
10. Mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu mengaplikasikan
1.3
Rumusan Masalah
trakeostomi?
8. Bagaimana WOC pada trakeostomi?
9. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pelepasan trakeostomi?
10. Bagaimana mengaplikasikan asuhan keperawatan klien dengan trakeostomi?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Trakea
Gambar3.Trakeostomi
(http://www.mda.org/publications/i
mages/q56tracheo-lg.jpg)
Pada tahun 1932 dengan usulan Wilson bahwa koreksi jalan nafas dapat
dilakukan pada kasus kasus paralisis pernafasan yang sulit, khususnya
poliomielitis. Galloway juga ikut berperan dalam mengarahkan pemikiran pada era
ini, dengan melakukan trakeostomi untuk indikasi seperti cedera kepala, cedera
dada yang berat, intoksikasi barbiturat dan kontrol jalan nafas paska bedah.
Saat ini tengah dikembangkan teknik trakeostomi perkutaneus yang mana
secara umum adalah suatu prosedur elektif, teknik ini tidak sesuai untuk situasi
emergensi.
2.2.3 Fungsi Trakeostomi
1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi
oleh tekanan negative intratoraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang
normal.
Contoh
- Stenosis (penyempitan) subglotis atau trakea
atas.
- Anomali trakeoesofagus.
- Haemangioma (adalah kumpulan pembuluh
darah kecil yang membentuk benjolan di
bawah kulit). Haemangiomas pada, dagu
rahang atau leher anak kadang-kadang dapat
2.
Infeksi
3.
Keganasan
4.
Trauma
5.
Kelumpuhan
suara
6.
Benda asing .
Contoh
- Polyneuritis (terganggunya transmisi syaraf
atau jaringan syaraf yang kekurangan energi,
misalnya Guillain "Barre yaitu penyakit
yang menyerang radiks saraf yang bersifat
akut dan menyebabkan kelumpuhan yang
gejalanya dimulai dari tungkai bawah dan
meluas ke atas sampai tubuh dan otot-otot
wajah)
- Tetanus.
Adanya penyumbatan di rongga faring dan
laring karena difteri, laryngitis, atau tetanus
(kejang otot) sering ditanggulangi dengan
Trakeostomi.
- Bulbar poliomyelitis
- Multiple sclerosis
- Myasthenia gravis
Menyebabkan kelumpuhan vocal bilateral
dengan kegagalan pernafasan akut.
Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan
2.
3.
Koma
Trauma
3. Gagal nafas.
No.
Penyebab
1.
Kerusakan paru.
Contoh
Menyebabkan kapasitas vitalnya berkurang dan
trakeostomi mengurangi ruang rugi (dead air
space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut,
sekitar lidah dan faring.
- Eksaserbasi bronkitis kronis
- Emfisema
- Asma berat.
- Pneumonia berat.
2.
Penyakit paru
3.
Penyakit neurologis.
- Multiple sclerosis.
Kasus yang parah seperti Multiple Sclerosis
(MS) menyebabkan masalah seperti disfagia
(kesulitan menelan), batuk, dan gagal nafas.
4.
Luka dada
Contoh
- Infeksi saluran pernafasan akut
2.
Penurunan
kesadaran
tingkat
3.
Trauma ke kandang
otot toraks
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat.
Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan
tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih
cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh
lebih kecil. Menggunakan teknik insisi vertikal.
2.Non-Darurat
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang
operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
Menggunakan teknik insisi horizontal
Untuk lebih jelasnya perhatikan table berikut :
No.
Waktu dilakukan
Lama Penggunaan
Teknik Insisi
Tindakan
1.
Darurat
Sementara
2.
Non-darurat
Permanen
trakea
dan
1.
Selain itu, terdapat Mini trakeostomi, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada
pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan
kawat dan dilator (Bradley, 1997).
2.5.2 Persiapan Alat
1. Alat alat ;
a.Spuit yang berisi analgesia.
b.Pisau bedah.
c.
Pinset anatomi.
d.
e.
f.
Benang bedah.
g.
h.
b. Uncuffed Tubes.
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai
risiko aspirasi.
d.
e. Fenestrated Tubes.
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya,
sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu,
bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara (Kenneth,
2004).
3.
Ukuran.
b.
c. Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup
dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan
fossa suprasternal secara infiltrasi.
b. Dengan gunting panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan
lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea
yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila
lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah
ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral.
Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika
tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya.
Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke
lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.
Waktu
- Intraoperatif
Komplikas
- Haemorrhage (pendarahan).
- Rasa panas pada jalan nafas
- Cedera pada trakea dan laring
- Cedera pada struktur trakeal
- Emboli udara
- Apnea
- Henti jantung
- Perforasi
- Ruptur pleura viseralis
- Sumbatan darah/secret
2.
Postoperatif
- Emfisema subkutan
- Pneumotoraks / pneumomediastinum
- Tabung berpindah
- Tabung tersumbat
- Infeksi luka
- Trakea nekrosis
- Pendarahan sekunder
- Masalah menelan
3.
Jangka panjang
selama pengisapan.
2. Siapkan alat alat yang diperlukan
3. Cuci tangan
4. Hidupkan mesin suction (portable atau wall dengan tekanan sesuai kebutuhan)
9. Ambil kateter pengisap dengan tangan non dominan dan hubungkan ke pengisap
10. Masukkan selang kateter samapi pada karina tanpa memberikan isapan, untuk
tanpa menyentuh lapisan mucus saluran napas (lakukan pengisapan maksimal 10-15
detik karena pasien dapat hipoksia)
12. Reoksigenasikan dan inflasikan paru pasien selama beberapa kali nafas
13. Ulangi 4 langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Trakeost
omi
Udara keluar
masuk tanpa
system
penyaringan
Pre
operasi
Kurang
pengetahuan
Ansiet
as
Perubahan
anatomi
leher
Gaggua
n citra
diri
Mikroorganisme
/ benda asing
masuk ke dalam
trakhea
Menstimulus sel
goblet untuk
memproduksi
mukus
Produksi
mucus
meningkat
Post
operasi
Insisi
pada
kulit
leher
Kerusak
an
integrita
s kulit
Trakeostomi
tube menekan
pita suara
Ganggua
n
komunik
asi
Resiko
infeksi
Akumulasi
sekret
Bersihan jalan
napas tidak efektif
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1
Anamnnesa
a. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
b. Data Subyektif : sesak napas, nyeri
c. Data obyektif : RR meningkat, Saturasi O2 menurun
3.1.2
Pemeriksaan Fisik
2.
3.
Makna Klinis
Kemampuan klien untuk membaca
dan menulis akan mempengaruhi
komunikasi
pascaoperasi
dan
kebutuhan penyuluhan.
Intervensi
Rasional
1.
Pertegas
penjelasan
dokter
tentang
pembedahan
dan
alasannya. Bila memungkinkan,
jelaskan bahwa trakeostomi
sementara diindikasikan dalam
edema pascaoperasi setelah
biopsy, distress pernafasan berat,
dan gangguan lain, dan bahwa
trakeostomi permanen adalah
alternative
untuk
intubasi
endotrakeal atau nasotrakeal
2.
3.
4.
Dengan
meminta
klien
mempraktikkan teknik komunikasi
sebelum prosedur memungkinkan
perawat untuk mendeteksi dan
berupaya untuk memperbaiki adanya
kekurangan yang serius. Penguasaan
terhadap pengganti komunikasi
dapat
membantu
menurunkan
perasaan asing dan kesepian,
meningkatkan rasa kontrol klien dan
mengurangi ansietas.
Makna Klinis
1.
Status pernafasan.
2.
Batuk.
3.
Sekresi.
Intervensi
Rasional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pertahankan
optimal.
status
d. Dokumentasi
1. Masukan dan haluaran.
2. Berat jenis urine.
3. Jumlah dan karakter sekresi.
4. Pemberian pelembaban.
5. Catatan perkembangan.
Makna Klinis
oleh sekresi.
b.
Intervensi
Rasional
2.
Drainase
abnormal
dapat
menunjukkan infeksi (purulen, bau)
atau kebocoran duktus torakal (seperti
susu).
3.
4.
5.
segera
untuk
memudahkan
pengkajian dan pembersihan.
c.Bila
selang
trakeostomi
dijahit, bersihkan sekitar stoma
menggunakan bola kapas.
c.
Dokumentasi :
1.
Perawatan trakeostomi,
2.
Kondisi letak.
3.
Catatan perkembangan.
Kriteria hasil.
1. Klien akan mengkomunikasikan kebutuhan dasar dengan menggunakan
bentuk komunikasi pengganti.
No.
1.
huruf atau
membaca rendah.
Defisit pendengaran.
Makna klinis
untuk Pengkajian
kesulitan
sebelum
trakeostomi memungkinkan perawat
merencanakan strategi penyuluhan
tingkat yang tepat dan intervensi lain untuk
memaksimalkan
kemampuan
komunikasi pasca bedah klien
Defisit penglihatan.
Kerusakan kognitif.
e.
2.
No.
Rasional
1.
Klien
mungkin
memerlukan
intervensi intensif, khusus unutk
memastikan
komunikasi
yang
efektif.
2.
3.
5.
Klien
akan
tidak
menggunakan interkom.
mampu
komunikasi
efektif
oleh
yang
b. Kurangirangsangeksternal
komunikasi.
d. Berikan waktu yang ade-kuat
untuk klien melaku-kan,
menyelesaikan,
dan
berespons terhadap komunikasi.
e. Hindari
menyela
atau
menyelesaikan kalimat ya-ng
klien ucapkan, biarkan klien
berkomunikasi
sesu-ai
keinginannya.
f. Gunakan
untuk
haman.
pernyataan ulang
memastikan pema-
g. Gunakan
keterampilan
endengar aktif.
m-
h. Berikan
dukungan emosional,
menenangkan
dan
dorongan.
6.
c. Dokumentasi.
1.
Catatlah perkembangan.
2.
5. Resiko
Makna Klinis
1.
2.
Pengkajian
ini
membantu
menentukan apakah kondisi fisik
klien memungkinkan untuk bentuk
ekspresi seksual yang biasanya.
Intervensi
Rasional
seksualitas.
2.
3.
4.
6.
Penunjukkan
masalah
dan
kekhawatiran spesifik membantu
klien dan pasangan dalam adaptasi
terhadap perubahan.
mengikatnya.
d. Keletihan.
Anjurkan periode istirahat
sebelum melakukan aktivitas
seksual, dan anjurkan posisi
yang
meminimalkan
penggunaan energi klien
(misal ; klien di bawah atau
kedua pasangan miring).
Penurunan Libido.
Jelaskan bahwa ini adalah
normal setelah pembedahan,
karena
banyak
factor
termasuk
keletihan,
kekhawatiran
tentang
penampilan, dan bau, nyeri,
dan ansietas. Tenangkan
klien bahwa libido akan
kembali bila faktor-faktor
tersebut teratasi.
7.
f.
Dokumentasi
1. Catatan perkembangan
2. Interaksi.
3. Penyuluhan klien.
5. Resiko Tinggi terhadap Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh yang
berhubungan dengan proses penyakit, anoreksia, disfagia, odinofagia, dan status
puasa pasca operasi.
a. Kriteria Hasil :
1. Klien mempertahankan berat badan atau penurunan tidak lebih dari 2 kg
dalam periode pasca operasi.
1.
2.
3.
4.
5.
Nafsu
makan,
intoleransi
makanan, alergi, dan status
usus.
6.
Pola
masukan
praoperasi.
7.
8.
Makna Klinis
1-3. Status nutrisi praoperasi, riwayat
medikal/bedah, gigi, dan makanan
kesukaan dapat mempengaruhi status
nutrisi pasca operasi dan pasca pulang.
makanan
c. Intervensi
No.
Intervensi
Rasional
1.
2.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pertahankan hygiene oral yang Untuk menjaga suture tetap bersih dan
d.Dokumentasi
1. Flow record.
a. Masukan dan haluaran.
2. Catatan perkembangan.
a. Toleransi terhadap selang makanan.
b. Toleransi terhadap makan per oral.
1.
2.
Makna klinis
Pengkajian ini membantu menetapkan
kemampuan
klien
untuk
penatalaksanaan tracheostomy di
rumah
dan
mengidentifikasi
kebutuhan rujukan.
3.
Intervensi
Rasional
b. Suksion.
c. Perawatan selang.
d. Pengisian
salin
steril
tracheostomy
berfungsi
sebagai lavage dan mengiritasi
trakea dan bronkus, karenanya
merangsang
batuk
untuk
mengeluarkan sekresi kental.
Tindakan
ini
membatasi/
menghilangkan
kebutuhan
untuk suksion di rumah
(Martin, 1989).
f.
2.
3.
4.
5.
Instruksi
klien
untuk Faktor ini dan substansi mengiritasi
menghindari hal berikut :
membrane mukosa dan meningkatkan
resiko infeksi.
a. Lingkungan yang sangat
panas
atau
sangat
dingin.
meningkatkan
b. Pemajanan
terhadap
gelembung udara, debu,
dan semprotan aerosol.
6.
7.
Ajarkan
penatalaksanaan Memahami tentang penatalaksanaan
kedaruratan terhadap perubahan kedaruratan
yang
tepat
dapat
posisi selang.
mencegah
respons
panik
bila
perubahan posisi terjadi.
8.
Jelaskan
mengapa
klien Sebagai akibat tracheostomy, udara
mengalami penurunan indra yang diinspirasi mem-bypass ujung
penghirup dan pengecap.
organ olfaktori, mempengaruhi baik
penghirup atau pengecap. Pemahaman
Anjurkan masukan makanan mekanisme ini dan sifatnya yang
adekuat
meskipun
terjadi sementara dapat mengurangi ansietas.
perubahan pengecapan.
9.
10.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trakeostomi adalah tindakan operasi membuat jalan udara melalui
leher dengan membuat stoma atau lubang di dinding depan/ anterior trakea
cincin kartilago trakea ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan membuat stoma,
diikuti pemasangan kanul. Bertujuan mempertahankan jalan nafas agar udara
dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas saat pasien
mengalami ventilasi yang tidak adekuat dan gangguan lalulintas udara
pernapasan karena obstruksi jalan nafas bagian atas.
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan
permanen dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya,
trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak
ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika dibagi menurut waktu dilakukannya
tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada trakeostomi darurat dengan
persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi elektif (persiapan sarana
cukup) yang dapat dilakukan secara baik (Soetjipto, Mangunkusomu, 2001).
4.2 Saran
Mahasiswa yang mempelajari makalah ini memahami trakeostomi
secara keseluruhan dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
trakeostomi dengan cermat. Apabila ada kesalahan mohon disampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurseslab, (2011).Tracheostomy nursing care & management.nurseslabs. diakses 27
september 2011 pukul 19.42, dari web site http://nurseslabs.com/nursingprocedures/tracheostomy-nursing-care-management/
Lindman, MD; Chief Editor: Arlen D Meyers, MD, MBA, (2011). Tracheostomy. Medscape
reference.
Diakses
28
september
2011
pukul
06.16,
dari
web
site
http://emedicine.medscape.com/article/865068-overview
Aaron, (1996). Tracheostomy care. Diakses 28 september 2011 pukul 06.30, dari web site
http://www.tracheostomy.com/care/care.htm
Bryant, LR., Trinkle, J., Dublier L.(1971) Reappraisal of tracheal injury from cuffed
tracheostomy tubes. Journal of the American Medical Association 215:4
Gibson, I. (1983) Tracheostomy management. Nursing 2(18), pp538-540
Griggs, A. (1998) Tracheostomy: Suctioning and humidification. Nursing Standard
Continuing Education Reader pp18-23
Hooper, M. (1996) Nursing care of the patient with a tracheostomy. Nursing Standard 15(10),
pp 40-43
Claudia Russell.,&Basil Matta. (2004). Tracheostomy, A Multiprofesional Handbook.
London San Fransisco:GMM.
Davis, FA. Understanding The Respiratory System. 2007.