Anda di halaman 1dari 5

Praktikum 1-2

PEMETAAN BIODIVERSITAS
Selain peta topografi, pada era globalisasi pemetaan spasial telah mengalami perkembangan sangat
pesat termasuk peta biodiversitas. Pemetaan tidak hanya dilakukan oleh instansi pemerintah dalam dan luar
negeri namun sejak tahun 1996 an, masyarakat juga didorong untuk melakukan pemetaan partisipatif yang
dapat dipakai sebagai alat untuk mediasi dan fasilitasi dalam setiap penyelesaian batas dan pemanfataan
ruang. Lembaga adat kecamatan dan kabupaten berperan sebagai sumber informasi dan memberikan masukan
dan argumen dalam pemanfaatan ruang dan persoalan batas berdasarkan nilai-nilai dan ketentuan yang
berlaku secara turun temurun. Tataruang Mikro sebagai wujud dari implementasi peran serta masyarakat di
dalam pengelolaan sumberdaya ruang dilindungi oleh berbagai payung hukum.
Beberapa payung hukum terkait dengan hal itu adalah UUD 1945, Amandemen ke-2, pasal 28, yang
berbunyi setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi. Kemudian UU No 28 Tahun1999 tentang Penyelengaraan Negara Bebas KKN, dimana masyarakat
berhak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi dalam rangka penyelenggaraan pemerintah,
dan berhak untuk menyampaikan pendapat dan masukan terhadap kebijakan penyelenggaraan pemerintah,
ditambah dengan Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 1996 tentang Peran Serta Masyarakat di dalam
Penataan Ruang dan Permendagri No. 5 Tahun1998 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang
Propinsi dan Kabupaten/Kota. Sebenarnya tataruang bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat, nenek
moyang sudah mempunyai konsep pengelolaan ruang. Beberapa warisan pemikiran yang bijak senantiasa
diturunkan oleh para tetua adat, misalnya yang lereng ditanami pohon, yang datar dibuat ladang, yang
berlumpur di buat sawah, yang kering dibuat pekuburan, yang berair dibuat kolam ikan, yang di lembah untuk
kubangan kerbau dan yang keras untuk pemukiman. Gambaran tersebut merupakan bukti kalau secara
tradisional masyarakat adat dan lokal telah mampu membuat perencanaan ruang (tata ruang mikro) yang
berbasis pada potensi lokal. Tata ruang mikro sebagai wujud dari implementasi peran serta masyarakat di dalam
pengelolaan sumberdaya untuk mendiskusikan visi masyarakat tentang masa depan kampungnya, memprediksi
ancaman serta mengantisipasinya.
Guna membekali mahasiswa tentang ketrampilan mahasiswa membuat peta, maka praktikum akan
melatih mahasiswa membuat peta kawasan dan peta biodiversitas. Pada tahap awal, mahasiswa akan belajar
bagaimana menggunakan alat dan metode sederhana untuk membuat peta kawasan dan peta vegetasi. Hal ini
akan mendasari ketrampilan mahasiswa menggunakan teknik GIS.
Praktikum 1. Pemetaan suatu kawasan menggunakan kompas
Peta suatu kawasan dibuat untuk memperoleh gambaran bentuk, luas area dan kelak biodiversitas yang
diamati. Dengan peta ini pula, upaya mempelajari penyebaran tumbuhan/hewan di suatu area bisa dilakukan secara
lebih detail berdasarkan pada klasifikasi komunitas yang akan dipelajari. Teknik pemetaan sederhana ini
menggunakan kompas, busur derajat dan meteran besar. Terdapat dua teknik pemetaan sederhana yang sering
dilakukan, yaitu : 1) pemetaan dengan pengukuran jarak dan arah, 2) pemetaan berdasarkan dua titik konstan.
Dalam praktikum ini akan dipelajari teknik yang pertama saja.
Tujuan
Teknik pemetaan sederhana dengan pengukuran jarak dan arah
Permasalahan
Bagaimana bentuk kawasan yang ditugaskan dan berapa luasnya?
Metode
Titik awal ditentukan terlebih dahulu dan diberi tanda. Selanjutnya titik kedua (yang masih bisa terlihat dari titik
awal) ditentukan, jarak kedua titik diukur dengan meteran dan arah garis 1-2 ditentukan dengan kompas.
Pengukuran yang sama dilanjutkan untuk titik-titk berikutnya, sehingga pada akhirnya susunan titik ini dapat disusun
Tabel 1. Contoh data pemetaan kawasan pantai pasir berbatu pasang surut
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Titik - titik
1-2
2-3
3-4
4-5
5-6
6-7
7-8
8-9
9-1

Jarak (m)
20
40
25
10
45
35
20
40
24

Arah (o)
120
90
150
60
320
260
0
250
110

menggambarkan bentuk dan sekaligus luas dari daerah yang dipetakan. Untuk mempermudah pengerjaan di
lapangan, lembar data pengamatan perlu disiapkan terlebih dahulu. Di laboratorium, peta digambarkan dengan
skala tertentu berdasarkan data yang diperoleh, dibantu penggaris dan busur derajat. Jika data di atas digambarkan
di kertas grafik dengan skala 1 : 1000.000, maka kawasan pantai pasang surut digambarkan dalam peta berikut.
Dalam praktikum, mahasiswa melakukan pengukuran jarak dan arah di lapang dengan kompas dan menggunakan
data tersebut untuk membuat peta di kertas milimeter. Setiap mahasiswa membawa penggaris, busur dan selembar
kertas milimeter. Tentukan bentuk kawasan, panjang keliling, luas dan bandingkan dengan hasil kelompok lain.

8
6
7

120o
1

90o
2

5
4

Gambar 1.1 : Kawasan hasil pemetaan sederhana

2. Biodiversity mapping
Pemetaan biodiversitas menjadi bagian penting dari pengelolaan ekosistem karena fungsi dan layanan
ekosistem, misalnya gas regulation, climate regulation, disturbance regulation, water regulation, water supply,
erosion control and sediment retention, nutrient cycling, water treatment, pollination, biological control, refugia)
(Perrings & Vincent, 2003). Dengan demikian maka peta menjadi kebutuhan dasar bagi pengelola lingkungan
dan pembuat keputusan berdasar pertimbangan yang lebih holistik. Untuk itu, kemampuan mengelola database,
mengolah data dan sistem informasi dalam sebuah peta sangat diperlukan mahasiswa Biologi. Berbagai peta
dapat diintegrasikan dengan beberapa data, sehingga diperoleh peta tataguna lahan, peta lahan kritis, peta
ancaman tanah longsor, peta kekayaan burung, peta pencemaran logam dst. Dalam pengelolaan hutan, data
geospasial didukung oleh data topografi dan infrastruktur dapat dikompilasi menjadi peta :
current cover of major forest types
current status of important wetlands
current and planned protected areas, terrestrial and marine
current status of marine coastal ecosystems e.g. coral reefs (Indonesia), mangroves, and sea grasses
current status of targeted important terrestrial species e.g. flagship mammals, endemic bird areas,
trade in endangered species
current status of marine species e.g. important turtle beaches, dugong sites (Indonesia)
people e.g. location of indigenous groups and their access rights
threat data e.g. actual and planned logging activities, road building, settlement, dynamite fishing, other
development
Pembuatan peta dengan berbagai skala dapat menggunakan tanda alam/alat dari yang sederhana
(bintang), kompas, theodolit, Geographic Positioning System (GPS) yang didukung data foto udara dan satellite
imagery, diikuti dengan pengolahan sistem informasi sederhana hingga menggunakan software Geographic
Information System (GIS). Untuk berbagai kepentingan tersebut, maka data ekologis dan meteorologis hasil
survey di lapangan dan hasil analisisnya, perlu diintegrasikan dengan remotely sensed data (primarily satellite
imagery) dan akhirnya diolah dengan GIS. Dalam rangka mengantisipasi adanya Biological Globalisation maka
mahasiswa dapat belajar lebih lanjut tentang kasus ancaman dan konsekuensinya di ekosistem.

Biological Globalisation: Diversity of introduced organisms. The fundamental change in global


biodiversity caused by the activities of humankind is a well-known problem. Discussion in the past
covered mainly the issues of fragmentation and destruction of habitats. Another phenomenon has
generally been acknowledged for a long time, but has been developed only recently into a central topic
of the scientific debate about the threat to global species richness: the displacement of indigenous by
introduced species. This "biological globalisation" leads to far-reaching consequences for biodiversity
research. First of all, the indigenous (autochtonous) taxa or autophytes (all taxa that evolved in an area
or immigrated without the direct or indirect assistance of man; they form the autodiversity) should be
distinguished from the introduced (allochtonous) taxa or allophytes (taxa imported into a given area by
man; they form the allodiversity).

In a more differentiated discussion, however, some other aspects of biodiversity apart from species numbers can be identified.
This list is even more extensive when evaluating the biological diversity of an area by means of quality criteria. Seven quality criteria
appear to be of basic significance:
1. Taxon richness. The majority of investigations concentrate on the number of species. However, for different questions particularly in
the area of biogeography and evolutionary research the genus or family number is also significant.
2. Abundance structure. The share of the number or biomass of individuals per species is discussed in various approaches. With
regard to the rarity with respect to local population size the abundance of a species is compared to the abundance of other species. By
contrast, the evenness of the distribution of individuals over the species is a characteristic of the whole observed species community in
the area of investigation. Evenness can be combined with species richness in diversity indices (e. g. Shannon-Index).
3. Taxonomic, phylogenetic and character diversity. These diversity conceptions, including the systematic, phenetic and cladistic
diversity as well as the taxic diversity, are closely interrelated. The term of taxonomic diversity is based on the idea that, in simple words,
for instance a system of 2 species of different genera shows a higher diversity than a system of 2 species of the same genus. As a solid
taxonomy aims at the reflection of the phylogeny, taxonomic diversity can be defined as an approximation of phylogenetic diversity. The
conception of character diversity (or feature diversity), by contrast, is based on the concept that a system is the more diverse the more
(genetic, phenetic, functional) features its species show. Feature diversity can be approximated by taxonomic and phylogenetic diversity
and is a possible indicator for the potential use of biological diversity.
4. Range sizes and degree of endemism. The range sizes of occurring species in a region are an important criterion for qualitative
studies: the occurrence of species with small ranges raises the value of a region. One assessment procedure, which is in many respects
imprecise, is the determination of the percentage of endemic species, i. e. of species which occur only in the area of investigation.
Several disadvantages of this index, particularly with respect to its mapping, are eliminated by newer calculation methods. They are
based on the range sizes of all occurring taxa and thus enable a continuous and area-related calculation of the degree of endemism.
5. Share of allodiversity. An important characteristic and quality criterion of the biodiversity within a region is the share of allodiversity, i.
e. the organisms introduced by man. It has a significant influence on total diversity in the medium- to long-term as indigenous species are
often replaced or eradicated by alien species.
6. Ecosystem Functions. An aspect, above all recognised in the research of global change, is the relevance of species for the
functioning of ecosystems, particularly with respect to global biogeochemical cycles. The ecosystematic relevance as a quality criterion of
biodiversity designates in this sense the function of a species or a species community for the ecological integrity of a larger spatial unit.
7. Actual and potential economic value. This aspect represents a central quality criterion from an anthropocentric point of view.

Praktikum 2. Pemetaan biodiversitas dengan GPS


Tujuan
Mempelajari aplikasi teknik pemetaan biodiversitas (vegetasi, sungai, lahan kosong, ..) dengan data koordinat lokasi
di GPS
Permasalahan
Bagaimana penyebaran biodiversitas di suatu kawasan dapat ditentukan dengan koordinat GPS? Bagaimana
kualitas penutupan vegetasi kawasan tersebut?

Metode
- Berdasarkan peta yang telah ada dari Google Earth atau dari tempat lain, mahasiswa melakukan survei lapang
untuk melakukan analisis diversitas ekosistem (semak, halaman berumput, hutan, sungai, rawa, ..). Letak dari
ekosistem ditentukan dengan GPS dengan mencatat koordinat (Perhatikan cara penggunaan GPS).
- Setiap kelompok melakukan pengamatan lapangan pada sub kawasan berbeda dengan kelompok lain. Data hasil
pengamatan lapangan tiap kelompok dikompilasikan menjadi data kelas.
- Visualisasi penyebaran diversitas ekosistem digunakan dengan GIS sehingga peta bisa dianalisis, misalnya
penyebaran penggunaan lahan, persentase penutupan hutan dan penutupan semak belukar. Data koordinat
diintegrasikan dengan peta Google Earth. Berdasar hasil analisis tersebut, maka peta dibahas dan
diinterpretasikan untuk mempelajari peran dan konsekuensi keberadaan biodiversitas bagi kelestarian ekosistem
(Tabel 1).
Cara penggunaan GPS
1. Turn on POWER.
2. Mencari sinyal satelit. Tunggu sampai sinyal satelit mencapai minimal 3 dengan block penuh pada diagram
batangnya. Jika sudah terpenuhi maka di bagian atas layar akan ada tampilan yang menunjukkan
koordinat lokasi awal.
3. Membuat peta atau jejak. Kembali ke menu utama dengan menekan tombol MENU 2x.
4. Untuk menandai titik awal tekan tombol MARK, OK. Layar akan kembali ke menu utama.
5. Pilih menu Track, ENTER.
6. Persentase di atas% menunjukkan ada rute yang telah dibuat sebelumnya. Pilih delete track, YES maka
persentase di layar sebelah atas harus 0%.
7. Di atas ada pilihan ON dan OFF. Pilih ON untuk membuat rute yang baru, ENTER.
8. Sdr bisa berjalan.
9. Menandai lokasi. Untuk menandai lokasi ditemukan spesies tertentu yang ditemukan, maka kembali ke
menu utama, tekan tombol MARK, OK.
10. Rename angka di samping bendera dilakukan dengan menekan tombol ENTER, ketik nama label yang
diinginkan. Tekan huruf-huruh kalau sudah selesai, ENTER dst...
11. Pilih OK yang diblock merah untuk rename, ENTER.
12. Pilih OK dipojok kanan bawah untuk menyimpan data marking, ENTER. Layar akan kembali menampilkan
menu utama.
13. Melanjutkan pemetaan dengan berjalan dan menandai. Apabila di tengah perjalanan menemukan spesies
yang lain, maka dilakukan marking kembali dengan tombol MARK, ENTER).
14. Setelah selesai, kembali ke menu Track, pilih OFF di pojok kanan atas, ENTER.
15. Menyimpan peta. Pilih SAVE, ENTER.
16. Untuk rename pemetaan yang dilakukan, maka pilih tanggal yang baru saja dilakukan, ENTER.
17. Pilih NAME, ENTER. Ketik nama yang diinginkan, OK di tengah, ENTER.
18. Pilih OK di pojok kanan bawah, ENTER.
19. Menampilkan peta. Untuk melihat peta, maka pilih nama FILE yang mau dilihat, ENTER.
20. Pilih tombol MAP, tekan ENTER. Maka peta akan muncul.
21. Untuk zoom dilakukan dengan menekan tombol IN (untuk memperbesar) dan OUT (untuk memperkecil).
22. Mengintegrasikan peta dengan peta Google Earth. Menginstall Google Earth dan Map Source Garmin
(MSG).
23. Buka program MSG dan koneksikan GPS ke PC. Pilih menu FILE, OPEN. Maka akan muncul GARMIN,
dan pilih USB driver, OPEN.
24. Melihat di Google Earth. Pilih menu VIEW, pilih View In Google Earth. Peta akan terintegrasikan dengan
peta di Google Earth.
Pustaka :
Barthlott, W., G.Kier & J. Mutke. 1999. Biodiversity - The Uneven Distribution of a Treasure. In: NNA Reports,
Vol. 12, Special Issue 2. Forests in Focus: Proceedings International Seminar on 'Biodiversity - Treasures
in the World's Forests', 3-7 July 1998.
Pagiola, S., P. Agostini, J. Gobbi, C. de Haan, M. Ibrahim, E. Murgueitio, E. Ramrez, M. Rosales, J. P. Ruz.
2004. Paying for Biodiversity Conservation Services in Agricultural Landscapes. Environment Department
Paper. World Bank. Washington.
Perrings, C. & J.R.Vincent. 2003. Natural Resources Accounting and Economic Development. Theory and
Practice. Edward Elgar. Cheltenham.
Tabel 1 : Kualitas dan jasa lingkungan dari biodiversitas (Pagiola et al., 2004)
No

Land use

Biodiversity

C sequestration

Environmental service

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Annual crops (annual, grains, tubers)


Degraded pastures
Natural pasture without trees
Imroved pasture without trees
Semi permanent crops (plantain, sun coffea)
Natural pasture with low tree density (< 30 indiv.ha-1)
Natural pasture with recently-planted tree density (> 200
indiv.ha-1)
Improved pasture with recently-planted tree density (> 200
indiv.ha-1)
Monoculture fruit crops
Fodder bank
Improved pasture with low tree density (< 30 indiv.ha-1)
Fodder bank with woody species
Natural pasture with high tree density (>30 indiv.ha-1)
Diversified fruit crops
Diversified fodder bank
Monoculture timber plantations
Shade-grown coffea
Improved pasture with high tree density (>30 indiv.ha-1)
Bamboo forest
Diversified timber plantation
Scrub habitats
Riparian forest
Intensive silvopastoral system (>5,000 trees/ha)
Disturbed secondary forest (> 10 m2 basal area)
Secondary forest (> 10 m2 basal area)
Primary forest
New live fence or established live fence with frequent
pruning (per km)
Wind breaks (per km)

index
0.0
0.0
0.1
0.4
0.3
0.3
0.3

index
0.0
0.0
0.1
0.1
0.2
0.3
0.3

index
0.0
0.0
0.2
0.5
0.5
0.6
0.6

0.3

0.4

0.7

0.3
0.3
0.3
0.4
0.5
0.6
0.6
0.4
0.6
0.6
0.5
0.7
0.6
0.8
0.6
0.8
0.9
1.0
0.3

0.4
0.5
0.6
0.5
0.5
0.5
0.6
0.8
0.7
0.7
0.8
0.7
0.8
0.7
1.0
0.9
1.0
1.0
0.3

0.7
0.8
0.9
0.9
1.0
1.1
1.2
1.2
1.3
1.3
1.3
1.4
1.4
1.5
1.6
1.7
1.9
2.0
0.6

28
0.6
0.5
1.1
Notes:
The environmental service index is the sum of the biodiversity and carbon sequestration indices.
This approach can take into consideration the different impact that different land uses are likely to have on biodiversity. There are, of
course, limitations. The biodiversity impact depends not only on the characteristics of the land use, but also on its location, its extent, and
its relationship to other land uses.

Anda mungkin juga menyukai