NO 2,5, Permasalahan Gigi Pada Lansia
NO 2,5, Permasalahan Gigi Pada Lansia
Oleh :
Suhariani S. Kusnandi, drg.,Sp.Prost.
Populasi pasien lansia di dunia meningkat, hal ini disebabkan oleh perbaikan keadaan sosial,
pengobatan serta perawatan kesehatan yang semakin maju.
Di Amerika peningkatan proporsi pasien lansia, didominasi oleh kelompok usia 75 tahun atau
lebih (Berkey dkk,1996)
Berbeda dengan New England pertumbuhan populasi lansia paling banyak adalah usia 85 tahun
lebih ( Marcus dkk, 1996).
Sedangkan di Indonesia populasi usia 65 tahun ke atas dari waktu ke waktu
terusmeningkat.Tahun 2000 diperkirakan terdapat 9,99% (22.277.700 jiwa) jumlah orang lansia
di Indonesia (Hamzah ,1998)
Salah satu definisi proses penuaan adalah suatu perubahan yang progresif irrevesibel daalam
sel,organ,atau organisme secra keseluruhan sejalan dengn berlalunya waktu (Davidoff dkk,1972)
Senil atropi merupakan atropi yang secara fisiologis terjadi diusia tua. Secara teoritis, atropi
menunjukkan suatu perubahan kuantitatif, yaitu berkurangnya jumlah sel-sel yang
mengakibatkan ukuran jaringan atau oergan jadi berkurangnya.(grant dkk,1979). Jika hal ini
terjadi pada jaringan periondontal maka akan terlihat recessi ginggiva, berkurangnya ketinggian
tulang alveolar, berkurangnya elemen sellular jariingan ikat ginggiva dan semakin tipisnya
serabut membran periodontal yang dapat menyebabkan kegoyangan gigi.(Glickman, 1958)..
Namun timbulnya kesadaran akan pentingnya kesehatan gigi, tersedianya pelayanan gigi, serta
peningkatan pemakaian pasta gigi berflour dan obat kumur,menyebabkan meningkatnya jumlah
lansia yang masih bergigi (Natamiharja,2000)
Berdasarkan penelitian di Japan oleh Miyasaki tahun 1992, jumlah gigi rata-rata yang dimiliki
usia 65-74 tahun, 75-84 tahun dan diatas 85 tahun.(Hamzah,1998)
Lansia rata2 kehilangan gigi 10 sampai 20 buah, banyaknya jumlah pasien lansia yang tidak
mempunyai gigi menyebabkan perawatan gigi diutamakan pada perawatan Prostodontik.
PERUBAHAN FISIOLOGIS RONGGA MULUT PADA LANSIA.
Gigi tiruan dibuat tidak hanya sekedar mengganti gigi yang hilang saja tetapi harus mampu
memenuhi syarat-syarat keberhasilan sebuah gigi tiruan serta mampu mempertahankan
kesehatan jaringan mulut yang masih tinggal Gigi tiruan yang baik dan memuaskan adalah gigi
tiruan .yang dapat memperbaiki fungsi pengunyahan, memperbaiki fungsi estetik dan fonetik
Pembuatan gigi tiruan pada pasien lansia harus mempertimbangkan perubahan-peribahan
fisiologis dalam rongga mulut yaitu:
Perubahan Mukosa Mulut .
Pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan,
berkurangnya keratinisasi, berkurangnya kapiler dan suplai darah, penebalan serabut kolagen
pada lamina propia.
Akibat secara klinis mukosa mulut memperlihatkan kondisi yang menjadi lebih pucat,
tipis kering,dengan proses penyembuhan yang lambat. Hal ini menyebabkan mukosa mulut lebih
mudah mengalami iritasi terhadap tekanan atau gesekan yang diperparah dengan berkurangnya
aliran saliva.
Perubahan Ukuran Lengkung Rahang.
Proses penuaan disertai dengan perubahan-perubahan osteoporosis pada tulangnya.
Pada Rahang Atas arahnya ke bawah dan keluar, maka pengurangan tulangnya pada umumnya
juga terjadi kearah atas dan dalam.Karena lempeng kortikalis tulang bagian luar lebih tipis
daripada bagian dalam. Resorbsi bagian luar lempeng kortikalis tulang berjalan lebih banyak dan
lebih cepat. Dengan demikian lengkung maksila akan berkurang menjadi lebih kecil sehingga
permukaan landasan gigi menjadi berkurang.
Pada Rahang Bawah. Inklinasi gigi anterior umumnya keatas dan ke depan dari bidang oklusal,
sedangkan gigi-gigi posterior lebih vertikal atau sedikit miring ke arah lingual.
Permukaan luar lempeng kortikalis tulang lebih tebal .Resorbsi pada tulang alveolar mandibula
terjadi kearah bawah dan belakang kemudian kedepan. Terjadi perubahan-perubahan pada otot
sekitar mulut, hubungan jarak antara mandibula dan maksila sehingga terjadi perubahan posisi
mandibula dan maksila.
Resorbsi linggir alveolar.
Tulang akan mengalami resorbsi dimana resorbsi berlebihan pada puncak tulang alveolar
mengakibatkan bentuk linggir yang datar dan merupakan masalah karena gigi tiruan lengkap
kurang baik dan terjadi ketidak seimbangan oklusi.
Resorbsi paling besar terjadi 6 bulan pertama sesudah pencabutan gigi anterior atas dan bawah.
Pada rahang atas sesudah 3 tahun dan resorbsi sangat kecil dibandingkan rahang bawah.
Berikut ini merupakan penyakit-penyakit sistemik yang biasa terjadi pada lansia diantaranya.:
1.
Diabetes Mellitus.
- Menurunnya resistensi terhadap infeksi yang dikombinasi dengan masalah sirkulasi peredaran
darah, megakibatkan jaringan gingiva pada pasien diabetes menjadi sensitif.Edema, perdarahan
dan penyakit periodontal semakin meningkat, rasa terbakar pada lidah adalah simptom yang
paling sering muncul.
Kandidiasis juga dapat terjadi pada pasien ini. Pemeliharaan kesehatan rongga mulut yang
efektif adalah faktor yang sangat penting untuk mencegah infeksi gingiva.Dokter gigi harus
mengetahui riwayat pengobataan dan beberapa penyakit yang dapat menyertai serta dapat
memilih modifikasi perawatan yang tepat ( Papas,dkk,1991)
Sebelum melakukan perawatan, kadar gula pasien perlu dipertimbangkan (Berkey,dkk,1996).
2. Hipertensi dan Stroke.
Pasien yang pernah mengalami stroke sering kali meminum obat-obat antikoagulan,
antihipertensi. Keteka merencanakan suatu perawatan terhadap pasien yang menderita hipertensi
atau pernah mengalami kerusakan serebrovascular, dokter gigi jhrus mengurangi faktor- faktor
yang dapat meningkatkan stress, lebih berhati hati terhadap pemberian obat (Berkey,dkk,1996 )
3. Penyakit Parkinson
Gerakan ritmik pada mulut atau lidah, serta tetesan saliva yang tidak terkontrol sering menyertai
penderita penyakit Parkinson.Keadaan ini kan menyulitkan operator untuk mencatat hubungan
antara rahang atas dan bawah. secara akurat untuk keperluan pembuatan gigi tiruan
(Burket,1971; Baster,dkk.,1996)
4. Artritis.
Bila artritis mengenai tangan, maka sulit bagi pasien untuk membersihkan gigi tiruannya
(Basker, dkk., 1996).
Gigi tiruan sebagian lepasan harus didesain sedemikian rupa sehingga insersi dan pelepasannya
dapat dilakukan dengan mudah. Menggunakan larutaan pembersih sangat membantu pasien
untuk mencegah penumpukan plak pada gigi tiruan (Basker, dkk,1996).
Osteoatriitis merupakan penyakit degenerasi sendi yang umumnya terjadi karena proses penuaan.
Osteoartritis pada sendi temporomadibular dapat menyebabkan pecahnya permukaan artikular
bahkan perforasi diskus artikular sehingga menimbulkan rasa sakit dan pergerakan rahang yang
terbatas. Sedangkan rematoid artritis mampu mengikis tulang dan kartilago sehingga
menyebabkan malfungsi dan maloklusi.
5. Endokarditis
6. Kanker
7. Arterio sclerosis
8. Kelainan pernafasan
FAKTOR RESIKO UTAMA DALAM MEMPERTIMBANGKAN PERAWATAN PADA
LANSIA OMPONG SEBAGIAN DALAH DIHUBUNGKAN DENGAN:
1.
Faktor resiko untuk penyakit periodontal pada lansia. yaitu:
- Oral hygiene yang buruk
- Kehilangan gigi
- Penyakit periodontal yang parah
- Gigi tiruan (Desain, kebiasaan penggunaan)
- Intake vitamin C rendah
- Perokok
- Penyakit jantung coroner.
2.
Faktor Resiko untuk karies pada pasien usia lanjut
- Usia, adat, perokok, intake karbohidrat yang tinggi, jarang menyikat gigi,serostomia,OH buruk,
resesi gusi, kehilangan gigi, riwayat karies mahkota dan akar
3.
Faktor resiko untuk masalah fungsi pada pasien lansia ompong sebagian.
- Resorpsi llinggir, adaptasi gigi tiruan kurang baik, bruxim, atrisi.
4.
Faktor Resiko Pasien dengan Perawatan yang buruk pada Gigi tiruan Lengkap.
- Masaalah Pengunyahan : Resorpsi linggir alveolar, atropi otot
- Reaksi sakit lokal
- Mulut terasa terbakar : desain gigi tiruan yang buruk, penyakit sistemika,lergi terhadap komponen
gigi tiruan.
- Kekecewaaaan pada keadaan gigi tiruan: kualitas gigi tiruan yang buruk
- Kurangnya saliva.
Pasien pada waktu akan dilakukan pencabutan pasien menderita kecemasan, dengan pendekatan
psikologi dapat dilakukan dengan dibawah sadar tetapi masih ada rasa cemas, sehingga tensi dan
nadi akan naik, harus diberi oksigenasi 100% : 3-4 liter/menit agar pasien lebih nyaman , nadi
dan tensi akan terkendali.
1.
2.
3.
4.
KESIMPULAN.
Seorang Dokter gigi dalam merawat lansia pada dasarnya tidak berbeda dengan merawat pasien
usia muda.
Untuk menentukan rencana perawatan yang baik pada lansia diperlukan identifikasi gejala-gejala
klinis pada pasien, mempertimbangkan faktor resiko dan menentukan prognosis beik jangka
pendek ataupun jangka panjang sehingga kita dapat melakukan perawatan yang tepat bagi lansia
tersebut.