Anda di halaman 1dari 24

.

Makalah Seminar Matematika "UPAYA MENINGKATKAN


KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR MELALUI PENERAPAN
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH "
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan akan mempengaruhi cara belajar yang
efektif, sehingga perlu adanya cara berpikir secara terarah dan jelas. Dengan
banyak permasalahanpermasalahan yang muncul,perlu adanya pembaharuan
pembaharuan di lingkungan
agar

dapat

berpikir

selalu

kritis

pendidikan

yang mengarahkan pembelajaran

berpikir

kritis.

Banyak

memerlukan

suatu

tingkat

yang

beranggapan bahwa

kecerdasan

yang

tinggi.

Padahal, berpikir kritis dapat dilatih pada semua orang untuk dipelajari.
Disinilah peranan pendidikan memberi suatu konsep cara belajar yang efektif.
Kecakapan hidup seseorang tidak terjadi dengan sendirinya tetapi
melalui suatu proses yang terus berlanjut. Keberlanjutan perkembangan proses
belajar sebenarnya dapat diamati. Hal ini juga berlaku bagi siswa, dimana
perkembangan

keterampilan

berproses

seorang

siswa

selama

proses

pembelajaran dapat diikuti atau diamati. Saat kerjasama dengan orang lain,
mendengarkan dengan aktif, berani bertanya, mau menyampaikan pendapat
atau

menjawab

pertanyaan,

dan

kreatif

dalam

memecahkan

masalah

merupakan salah satu ciri kecakapan hidup. Proses menuju ke arah kecakapan
hidup tersebut perlu suatu latihan serta membutuhkan suatu proses yang
disebut dengan keterampilan berproses.
Keterampilan berproses merupakan aspek yang sangat penting dalam
belajar matematika. Rendahnya keterampilan berproses akan mempengaruhi

hasil belajar siswa di sekolah, khususnya mengenai pemecahan masalah.


Dengan menggunakan keterampilan berproses, siswa akan mampu menemukan
dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan nilai. Seluruh tindakan dalam proses belajar
mengajar akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan siswa aktif.
Salah satu upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis,
khususnya dalam pelajaran matematika adalah dengan menerapkan model
pembelajaran problem solving atau pemecahan masalah. Pemecahan masalah
merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena
dalam

proses

pembelajaran

maupun

penyesuaian,

siswa

dimungkinkan

memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang


sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak
rutin. Proses pemecahan masalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi
atau data untuk diolah menjadi konsep, prinsip atau simpulan. Oleh karena itu,
dalam pembelajaran diperlukan keterampilan berproses dalam memecahkan
masalah. Agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik, siswa terlebih dahulu
dilatih keterampilan-keterampilan proses memecahkan masalah. Keterampilanketerampilan

tersebut

antara

lain

mengajukan

pertanyaan,

menjawab

pertanyaan/menanggapi, menyampaikan ide/pendapat, mendengarkan secara


aktif, berada dalam tugas, dan sebagainya.
Kemampuan berpikir kritis saat ini masih sangat rendah. Rendahnya
kemampuan berpikir kritis terjadi karena rendahnya motivasi siswa dalam
belajar.

Penyebab

variasi

model

utama

pembelajaran

pembelajaran

hanya

secara

sehingga

aktif

rendahnya motivasi

berpusat
siswa

yang
pada

tepat.
guru,

masih

siswa

karena

Selama
dan

kurang

ini

yang

siswa tidak
dalam

kurangnya
terjadi

dilibatkan

hal kemampuan

kerjasama, berpikir kritis, dan sikap sosial. Kekurangan siswa ini perlu diatasi
dengan adanya perubahan model pembelajaran yang digunakan guru yaitu
dari

menggunakan

menggunakan

model

model

pembelajaran

pembelajaran

problem

konvensional
solving.

menjadi

Maka

jenis

pembelajaran yang baik digunakan adalah model

pembelajaran

problem

solving.

Rumusan Masalah
Dalam makalah ini indikator aspek-aspek berpikir kritis meliputi:
Kemampuan pemecahan masalah soal matematika, seperti:
a.

Memahami, apa yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal.

b. Memilih pendekatan atau strategi.


c.

Menyelesaikan model: melakukan operasi hitung secara

benar

dalam

menerapkan strategi, untuk mendapatkan solusi dari masalah.


d.

Menafsirkan
akalnya

solusi:

jawaban,

memperkirakan

dan

dan

memeriksa

jawaban,

masuk

apakah memberikan pemecahan terhadap masalah

semula
Berdasarkan latar belakang dan indikator di atas, permasalahan pokoknya
adalah:

Apakah

dengan

metode

problem

solving

dapat

meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa?


Tujuan
Tujuan peneliti adalah untuk mengetahui apakah metode problem solving
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penggunaan metode problem solving
(pemecahan masalah) antara lain:
1.Dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
masalah serta mengambil keputusan secara obyektif dan rasional.
2.Dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis dan analitis.
3.Menambah pengetahuan guru tentang model pembelajaran problem solving.

BAB II

PEMBAHASAN

A.

Pengertian Problem atau Masalah


Barangkali secara umum orang memahami masalah (problem) sebagai
kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Namun dalam matematika, istilah
problem memiliki makna yang lebih khusus. Kata Problem terkait erat
dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan problem solving.
Dalam hal ini tidak setiap soal dapat disebut problem atau masalah.
Departemen Matematika dan Ilmu Komputer di Saint Louis University
(dalam

Department

of

Mathematics

and

Computer

Science,

1993)

mengemukakan lima tipe soal matematika:


1.

Soal-soal yang menguji ingatan (memory).

Contohnya: meminta siswa menyebut teorema Pythagoras, atau meminta siswa


menyebut rumus integral parsial.
2.

Soal-soal yang menguji keterampilan (skills).

Contohnya meminta siswa untuk mencari akar suatu persamaan kuadrat, atau
mencari turunan dari f(x) = 3x2 4x3 + 7x 5.
3.

Soal-soal yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang


biasa (familiar).

4.

Soal-soal yang membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang


tidak biasa (unfamiliar) mengembangkan strategi untuk masalah yang
baru.

5.

Soal-soal yang membutuhkan ekstensi (perluasan) keterampilan atau


teori yang kita kenal sebelum diterapkan pada situasi yang tidak biasa
(unfamiliar).

Contoh (familiar):
Mali, Setya, dan Roni berbelanja pulpen, pensil dan buku tulis. Mereka membeli
pulpen, pensil dan buku tulis bermerek sama. Mali membeli sebuah pulpen, dua
buah pensil dan tiga buah buku tulis seharga Rp12.300,00, Setya membeli dua
buah pulpen, dua buah pensil dan sebuah buah buku tulis seharga Rp8.500,00
dan Roni membeli tiga pulpen dan sebuah buku tulis seharga Rp9.600,00.
Berapa harga sebuah pensil yang mereka beli? Soal ini merupakan terapan
masalah sistem persamaan linear.
Cara atau strategi dan juga hasil atau penyelesaian masalah bisa sangat
berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Contoh (unfamiliar):
Area parkir di SMA Teladan ada dua lokasi, yang satu berbentuk
persegipanjang, sedang yang lain berbentuk trapesium. Ukurlah ukuran-ukuran
panjang dan lebarnya! Sementara kendaraan yang diparkir ada mobil, sepeda
motor, dan sepeda kayuh (onthel). Hitung atau perkirakan jumlah masingmasing kendaraan! Bagaimana menurut kamu, pengaturan parkir yang baik di
sekolah kita.
Sebuah soal dikatakan bukan masalah bagi seseorang umumnya bila
soal tersebut terlalu mudah baginya. Suatu soal bersifat mudah, biasanya
karena soal tersebut telah sering (rutin) dipelajari dan bersifat teknis.
Umumnya, tipe soal ingatan termasuk kelompok soal-soal rutin (routine
problems),

yaitu

soal-soal

yang

tergolong

mudah

dan

kurang

dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam hal pemecahan masalah. Sementara


soal

tipe

terapan

umumnya

masih

sebatas

melatih

kemampuan

siswa

menerjemahkan situasi masalah ke dalam model matematika. Soal- soal dengan


tipe terbuka dan tipe situasi termasuk soal-soal yang cocok untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah.
Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan
memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem solving dalam
matematika memiliki kekhasan tersendiri. Secara garis besar terdapat tiga
macam interpretasi istilah problem solving dalam pembelajaran matematika,
yaitu (1) problem solving sebagai tujuan (as a goal), (2) problem solving sebagai
proses (as a process), dan (3) problem solving sebagai keterampilan dasar (as a
basic skill). (Branca, N. A. dalam Krulik, S. & Reys, R. E., 1980:3-6).

B.

Pentingnya Problem solving


Menurut Polya (1945: 155), pekerjaan pertama seorang pendidik adalah
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membangun kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah. Mengapa hal ini menjadi penting? Alasan
pertama adalah karena siswa (bahkan guru, kepala sekolah, orang tua, dan
setiap orang) setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, disadari
atau tidak. Karena itu pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan
agar

siswa

dapat

menyelesaikan

problematika

kehidupannya.

Dalam

pembelajaran matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin


penting. Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang
logis, sistematis, berpola, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki
justifikasi

atau

pembuktian.

Sifat-sifat

matematika

ini

menuntut

siswa

menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam pemecahan masalah,


seperti berpikir logis, berpikir strategik. Selain itu secara timbal balik maka
dengan

mempelajari

matematika,

siswa

terasah

kemampuan

dalam

memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah


matematika bersifat universal sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang
universal (artifisial, simbolik). Selain itu, McIntosh, R. & Jarret, D. (2000:6)
menyatakan The thinking and skills required for mathematical problem solving
transfer to other areas of life.

Dengan fokus pada problem solving maka matematika sebagai alat dalam
memecahkan masalah dapat diadaptasi pada berbagai konteks dan masalah
sehari-hari. Selain sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan matematika
dan membantu memahami masalah sehari-hari, maka problem solving juga
merupakan cara berpikir (way of thinking). Dalam perspektif terakhir ini maka
problem solving membantu kita meningkatkan kemampuan penalaran logis.
Terakhir,

problem

solving

juga

memiliki

nilai

aestetik.

Problem

solving

melibatkan emosi/afeksi siswa selama proses pemecahan masalah. Masalah


problem solving juga dapat menantang pikiran dan bernuansa teka-teki bagi
siswa sehingga dapat meningkatkan rasa penasaran, motivasi dan kegigihan
untuk selalu terlibat dalam matematika.

C.

Pembelajaran Problem solving


Walaupun secara umum para pendidik hanya terfokus pada materi
matematika ketika menyinggung pembelajaran pemecahan masalah, namun
sesungguhnya ada dua dimensi atau dua materi yaitu: (1) pembelajaran
matematika

melalui

model

pembelajaran

strategi

pemecahan

masalah

atau

strategi

pemecahan
sebagai

pemecahan

masalah

strategi

itu

atau

masalah,

sendiri.
model

Yang

atau

dan

(2)

pertama

pendekatan

pembelajaran, sedang yang kedua pemecahan masalah sebagai materi


pembelajaran. Menurut hemat penulis kedua dimensi ini sama-sama penting,
karena materi yang pertama terkait dengan pentingnya problem solving
secara fungsional, sedang materi kedua terkait dengan pentingnya problem
solving sebagai logikal. Barangkali yang dapat dilakukan kita adalah
menerapkan

pembelajaran

dengan

model

pemecahan

masalah

sambil

mengarahkan siswa untuk memahami dan memiliki keterampilan pemecahan


masalah.
Ada kalanya kita kurang memahami karakteristik seorang pemecah
masalah (problem solver) yang baik, sehingga seringkali identifikasi kita hanya
terfokus pada hasil (apa yang ditemukan siswa, jawaban siswa), atau pada
kecocokan proses penyelesaian. Dengan mengenali karakteristik pemecah
masalah, maka kita dapat melihat potensi apa yang dimiliki oleh siswa serta apa

yang harus kita lakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam


memecahkan masalah.
Dalam buku What Successful Math Teachers Do, Grade 6-12 (2005)
karya Posamentier & Jaye diulas mengenai berbagai tips dalam pembelajaan
problem solving berdasarkan 79 penelitian yang relevan.
Berikut ini saran-saran mengenai pembelajaran problem solving.
1.

Upayakan agar siswa berpikir keras saat berusaha memecahkan masalah.

2.

Upayakan agar siswa menulis model penyelesaian saat belajar memecahkan


masalah.

3.

Giatkan siswa untuk membuat gambaran mental saat menerapkan aturan


untuk memecahkan masalah.

4.

Berikan petunjuk atau pertanyaan yang mengarah saat siswa membutuhkan


bantuan.

5.

Beri bantuan secara bertahap untuk menjaga agar penyelesaian diperoleh


siswa secara mandiri.

6.

Ajari siswa untuk bertanya pada diri sendiri apa yang mereka pahami dari
masalah dan apa yang mereka (harus) lakukan dalam usaha memecahkan
masalah tersebut.

7.

Tekankan prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar penyelesaian suatu


masalah.

8.

Ujilah pengetahuan matematika siswa dan gunakan informasi tersebut untuk


membuat masalah yang menantang sehingga membuat mereka enjoy.

9.

Susun pengajaran konsep dan keterampilan matematika dengan menggunakan


masalah (problem-centerd or problem-based approach to teaching).

10. Bantu siswa untuk belajar tanpa harus menerapkan pendekatan terpusat guru
(teacher-centered approachs). Beri mereka secara hati-hati serangkaian contoh
dan masalah untuk dipecahkan.
11.

Beri waktu

pada

siswa untuk menemukan

dan

penyelesaian yang mereka buat.

D.

Tahapan Pemecahan Masalah Matematika

menerapkan

rencana

Seringkali kita melihat siswa mengabaikan tahap-tahap penting dalam


memecahkan masalah. Oleh karena itu, kita sendiri (guru) seharusnya
mengetahui dan memahami tahap-tahap penting pemecahan masalah. Polya
dalam bukunya, Mathematical Discovery menyatakan: The teacher should [...]
show his students how to solve problems but if he does not know, how can he
show them?. (Gardiner, 1987:vii).
Ada empat tahap pokok atau penting dalam memecahkan masalah yang
sudah diterima luas, dan ini bersumber dari buku George Polya tahun 1945
berjudul How to Solve It. Keempat langkah tersebut adalah:
1.

Memahami soal/masalah - selengkap mungkin.

Untuk dapat melakukan tahap 1 dengan baik, maka perlu latihan untuk
memahami masalah baik berupa soal cerita maupun soal non-cerita, terutama
dalam hal:
a.

apa saja pertanyaannya, dapatkah pertanyaannya disederhanakan,

b. apa saja data yang dipunyai dari soal/masalah, pilih data-data yang relevan,
c.

hubungan-hubungan apa dari data-data yang ada.


2.

Memilih

rencana

penyelesaian

dari beberapa alternatif yang

mungkin.
Untuk dapat melakukan tahap 2 dengan baik, maka perlu keterampilan dan
pemahaman tentang berbagai strategi pemecahan masalah .
3.

Menerapkan rencana tadi dengan tepat, cermat dan benar.


Untuk dapat melakukan tahap 3 dengan baik, maka perlu dilatih

mengenai:
a. keterampilan berhitung,
b. keterampilan memanipulasi aljabar,
c. membuat penjelasan (explanation) dan argumentasi (reasoning).

4.

Memeriksa jawaban

apakah sudah benar, lengkap, jelas dan

argumentatif (beralasan).
Untuk dapat melakukan tahap 4 dengan baik, maka perlu latihan mengenai:
a.

memeriksa penyelesaian/jawaban (mengetes atau mengujicoba jawaban),

b. memeriksa apakah jawaban yang diperolah masuk akal,


c.

memeriksa pekerjaan, adakah yang perhitungan atau analisis yang salah,

d. memeriksa pekerjaan, adakah yang kurang lengkap atau kurang jelas.


Siswa seringkali terjebak pada tahap 3 saja, sering melupakan tahap 4 dan
mengabaikan tahap 1 dan tahap 2.

E.

Berbagai Strategi Pemecahan Masalah


Seringkali kita (guru maupun siswa) terjebak pada model penyelesaian
matematis-simbolik, bahkan hanya memikirkan penerapan rumus. Kita kadang
lupa bahwa ada banyak strategi atau pendekatan atau model penyelesaian lain
yang berguna dan kadang lebih baik.
Ada banyak strategi penyelesaian masalah dalam matematika, mulai dari
yang algoritmik (semisal penggunaan rumus) hingga yang heuristik (semisal
dengan bantuan gambar). Kita perlu mengenal dan memahami bermacam
strategi penyelesaian tersebut. Hal ini menjadi bekal terpenting bagi kita agar
dapat membimbing siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
Berikut ini beberapa strategi yang penting dalam penyelesaian masalah
matematika. Selain itu perlu dipahami bahwa bisa jadi beberapa strategi berikut
digunakan secara simultan dalam penyelesaian suatu masalah matematika.

1.

Lukis sebuah gambar atau diagram (make a picture or a diagram)

Umumnya strategi ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas


suatu masalah (terutama masalah geometri), juga untuk mendapatkan ide cara
penyelesaian masalah. Contoh berikut menunjukkan strategi melukis gambar
sebagai

strategi

yang

penyelesaian.
2. Temukan pola (find a pattern)

gamblang

(cepat

dan

tepat)

untuk

memperoleh

Bila kita dapat melihat sebuah pola pada sebuah masalah maka jangan abaikan.
Gunakan pola tersebut untuk memperoleh penyelesaian masalah tersebut.
3. Dugalah sebuah jawaban lalu memeriksanya (guess and check atau trial and error)

Strategi ini mungkin merupakan strategi yang paling remeh dan dapat dilakukan
semua orang. Namun strategi ini dapat membuka mata kita pada penyelesaian
yang menyeluruh, yang mungkin sangat sukar bila ditempuh dengan cara
formal atau tradisional. Perlu pula kita camkan bahwa strategi coba-coba dalam
matematika memiliki landasan penalaran, bukan asal coba. Strategi ini dapat
dibedakan menjadi dua: sistematis dan inferensial. Systematic trial adalah
mencoba semua kemungkinan (ini baik bila memungkinkan atau bila cacah
kemungkinannya sedikit), sedang inferensial trial adalah mencoba dengan
memilah-milah yang paling relevan berdasarkan konsep atau aturan tertentu.
4. Lakukan analisis mulai dari jawaban yang dikehendaki (working backward)

Banyak manipulasi aljabar juga masalah lain matematika yang sukar dikerjakan
dengan arah ke depan (yaitu memulai dari data menuju ke hasil), namun begitu
mudah diselesaikan setelah kita mencoba bergerak dari belakang (mulai dari
hasil menuju data).
5. Gunakan masalah yang lebih sederhana (use a simpler problem)

Suatu masalah kadang lebih mudah diselesaikan bila kita membuatnya menjadi
lebih sederhana. Cara ini dapat ditempuh dengan menyederhakan bentuk atau
variabel.
6. Gunakan konteks yang lebih khusus atau kasus (use a case problem)

Hampir mirip dengan strategi use a simpler problem, strategi ini menggunakan
contoh atau kasus masalah untuk mendapatkan ide penyelesaian yang
menyeluruh. Hal ini dapat ditempuh dengan mensubstitusi nilai pada variabel
atau mengaplikasi variabel pada kejadian khusus.
7.

Temukan masalah yang serupa atau analog, menyelesaikannya, lalu membandingkannya dengan soal
semula (use a similar problems)

8. Gunakan kasus yang ekstrim (considering extreme cases)

Strategi ini patut untuk dicoba pada setiap masalah. Penyelesaian yang
diperoleh lewat strategi ini begitu elegan (sederhana dan tuntas).
9. Gunakan titik pandang berbeda (adopting a different point of view)

Kita harus membiasakan diri melihat suatu masalah dalam cara pandang
berbeda. Hal ini untuk menambah alternatif menggali ide penyelesaian suatu
masalah.
10. Gunakan sifat simetri atau pencerminan (use a symmetry)

Sifat simetri amat membantu kita menyelesaikan masalah, contohnya ketika


ingin menghitung luas daerah tertutup antara kurva sebuah fungsi kuadrat dan
sumbu x. Namun kita juga harus melihat sifat simetri ini pada masalah-masalah
lain yang tidak menunjukkan kesimetrian pada pernyataan masalahnya. Kejelian
kita dibutuhkan untuk melihat adakah kesimetrian pada masalah, dapatkah sifat
simetri dimunculkan, dan lain-lain.
11. Buat persamaan (make an equation) atau buat notasi yang tepat (use appropriate notation)
12. Pecahkan masalah menjadi beberapa submasalah lalu menyelesaikannya (devide into subproblems)
13. Buat tabel atau bentuk daftar lain yang sistematis seperti diagram pohon,
diagram alir, atau barisan (make a table or an organized list)
14. Gunakan kontradiksi (use contradiction)

Selain yang telah dijelaskan di atas, masih banyak lagi strategi yang
dapat

digunakan

misalnya:

melakukan

percobaan

(experimenting)

dan

mempraktekkan masalah (act out the problem). Strategi lain yang sudah lebih
mengarah ke prosedural antara lain: menggunakan deduksi atau rumus (use
deduction), menggunakan induksi matematika, menggunakan counterexample
(contoh

menyimpang),

menggunakan

prinsip

without loss of generality,

menggunakan prinsip sarang merpati (pigeonhole principle), serta beberapa


teknik pembuktian (proving) lainnya. Teknik-teknik dasar pembuktian yang
sebagian dipelajari pada pokok bahasan Logika Matematika juga masih relevan
untuk kita pahami sebagai bekal dalam pemecahan masalah.

F. Langkah langkah pembelajaran


Sementara itu terkait dengan pembelajaran matematika, langkah-langkah
dan peran guru pada model pembelajaran problem solving adalah sebagai
berikut:
Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran sesuai materi


yang akan diberikan dan membuat soal soal yang berisi masalah yang sesuai
dengan model pembelajaran problem solving.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Disini guru menyampaiakan materi pembelajaran, kemudian memberikan
contoh-contoh soal yang berkaitan dengan materi tersebut.
Langkah 3. Pemberian Masalah
Dalam pemberian masalah ini, siswa diberi soal-soal atau masalahmasalah yang berkaitan dengan materi yang diberikan oleh guru dan soal
tersebut

dapat

meningkatkan

kemampuan

ketrampilan

siswa

untuk

menyelesaikan masalah.
Langkah 4. Penyelesaian Masalah
Setelah diberi soal soal, maka setiap siswa menyelesaiakan soal
tersebut sesuai tingkat pemahaman mereka. Saat penyelesaian masalah guru
membantu siswa yang mengalami kesulitan.
Langkah 5. Diskusi masalah
Dalam diskusi masalah ini, salah satu siswa disuruh maju ke depan kelas
untuk mempresentasikan hasil penyelesaian soal tersebut. Kemudian guru
bersama siswa yang lain memperhatikan apakah penyelesaian tersebut sudah
sesuai

dengan

tahap-tahap

penyelesaian

sesuai

dengan

masalah

yang

diberikan. Jika ada kesalahan, guru dan siswa yanga lain memberikan masukan.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua masalah
masalah yang telah diberikan tadi.

G. Hasil Penelitian yang Relevan


1. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti pada tahun 2009, dengan judul
Pengaruh Penggunaan Metode Pemecahan Masalah Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Matematika Di Kelas XI Jurusan IPA SMA
Srijaya Negara Palembang
Secara umum penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan metode
pemecahan masalah berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis
siswa pada pembelajaran
Palembang.

Matematika di kelas

XI SMA Srijaya Negara

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang dilakukan


untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh penggunaan metode
pemecahan

masalah

terhadap

kemampuan

berpikir

kritis

siswa

pada

pembelajaran Matematika di SMA Srijaya Palembang. Penelitian ini dilakukan


dengan menggunakan metode quasi eksperimen dengan nonequivalen groups
pretest-posttest. Populasi adalah seluruh siswa kelas XI Jurusan IPS tahun ajaran
2008/2009 berjumlah 151 orang yang tercakup dalam 4 kelas paralel yaitu kelas
XI IPS 1 sampai kelas XI IPS 4. Sampel penelitian adalah kelas XI IPS 2 sebagai
kelas eksperimen dan kelas XI IPS 4 sebagai kelas kontrol.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes, kuesioner dan
pedoman observasi. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menggambarkan bahwa kemampuan berpikir kritis yang


dicapai siswa merupakan pengaruh dari penggunaan metode pemecahan
masalah yang diterapkan dalam pembelajaran matematika. Kemampuan
berpikir kritis terungkap dari hasil pengolahan data dalam bentuk skor tes yang
dilaksanakan sebelum pelaksanaan pembelajaran (pre-test) dan sesudah
pembelajaran (post-test). Untuk mendukung data kemampuan berpikir kritis
disajikan juga data hasil kuesioner dalam bentuk prosentase tanggapan siswa
tentang pelaksanaan pembelajaran melalui penggunaan metode pemecahan
masalah. Data observasi juga digunakan selama pelaksanaan pembelajaan
dengan metode tersebut.
Analisis data menunjukkan bahwa nilai rerata pre-test untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan. Hal ini disebabkan
subjek belum diberi perlakuan. Hasil pre-test menunjukkan bahwa nilai rerata
kelas eksperimen 4,32, Angka ini lebih tinggi dari kelas kontrol yaitu sebesar
4,26. Namun hasil analisis statistik inferensial menunjukkan bahwa ternyata
tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan berpikir kritis
siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada pengukuran awal

(pre-test). Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar 0,293 dengan p-value
0,770 lebih besar dari = 0,05 yang berarti H0=diterima.
Nilai rerata post-test kelas eksperimen menunjukkan hasil yang lebih baik
daripada kelas kontrol. Nilai rerata post-test kelas eksperimen adalah sebesar
5,57. Angka ini lebih tinggi dari nilai post-test kelas kontrol yang hanya sebesar
4,45 . Hasil analisis statistik inferensial menunjukkan bahwa data hasil post-test
kedua kelas menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam kemampuan
berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada
pengukuran akhir (post-test). Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar 3,868
dengan p-value 0,000 lebih kecil dari = 0,05 yang berarti H0 = ditolak.
Nilai rerata pre-test dan post-test kelas eksperimen menunjukkan
perbedaan. Hal ini disebabkan karena guru menggunakan metode pemecahan
masalah

dalam

pembelajaran

yang

bertujuan

untuk

mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil rerata pre-tes kelas eksperimen adalah
sebesar 4,32. Angka ini lebih rendah dari nilai post-test sebesar 5,57. Hasil
analisis statistik ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan posttest pada kelompok eksperimen dengan perlakuan metode
pemecahan masalah. Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar -10,285 yang
dengan p-value 0,000 lebih kecil dari = 0,05 yang berarti H0= ditolak.
Sedangkan nilai rerata pre-test dan post-test kelas kontrol tidak berbeda jauh.
Hal ini disebabkan karena metode pembelajaran yang digunakan masih
menggunakan metode konvensional yang lebih banyak mengarahkan siswa
pada kemampuan menghapal materi dari pada kemampuan berpikir secara
kritis dalam memecahkan masalah. Nilai rerata pre-test kelas kontrol sebesar
4,26 dan post-test sebesar 4,45 setelah dianalisis secara statistic inferensial
ternyata kedua nilai tidak berbeda artinya tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil pre-test dengan post-test pada kelompok kontrol tanpa
perlakuan. Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar -1,184 dengan p-value
0,244 lebih besar dari = 0,05 yang berarti H0= diterima.
Jika dilihat dari nilai gain kelompok eksperimen sebesar 0,22 sedangkan
kelompok kontrol 0,02 menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini didukung hasil
uji t hitung sebesar 5,041 dengan p-value 0,000 lebih kecil dari = 0,05 yang

berarti H0 = ditolak. Hasil uji hipotesis di atas menunjukkan bahwa penggunaan


metode pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika memberikan
pengaruh yang positif terhadap kemampuan berpikir
kritis siswa.
Hasil kuesioner siswa pada kelas eksperimen juga menunjukkan bahwa
sebagian

besar

siswa

82.5%

menyatakan

metode

pemecahan

membantu mereka mengembangkan kemampuan berpikirnya.

masalah

Peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
dapat dilihat dari perhitungan nilai gain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
skor gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 0,22 (kategori rendah) lebih
tinggi dibandingkan dengan skor gain kelas kontrol sebesar 0,02 (kategori
rendah). Skor gain secara keseluruhan menunjukkan bahwa peningkatan
kemampuan berpikir rasional siswa kelas eksperimen (1,08) lebih tinggi dari
gain kelas kontrol (0,07) atau dengan kata lain peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan metode
pemecahan

masalah

lebih

tinggi

dari

yang

memperoleh

pembelajaran

konvensional.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Haryanti tahun 2009 dengan judul Penerapan
Model Pembelajaran Problem Solving sebagai Upaya Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Kelas VII Mata Pelajaran Matematika SMP NEGERI 2
Jatiyoso Tahun Ajaran 2009/2010
Secara umum penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas
VII Mata Pelajaran Matematika SMP NEGERI 2 Jatiyoso Tahun Ajaran 2009/2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, rata-rata nilai awal (diambil dari
nilai rapor) sebelum penerapan model pembelajaran problem solving sebesar
59,89. Meskipun nilai rata-rata siswa berselisih dengan nilai batas tuntas atau
batas minimal yaitu 75 namun data yang diperoleh menunjukkan prestasi
belajar siswa kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dari 40 siswa, 14 siswa

mendapat nilai dibawah 75, sedangkan yang mendapatkan nilai 75 dicapai oleh
15 anak, 80 diraih 6 anak dan 90 diraih 5 anak.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan hanya 65% siswa yang mencapai
nilai di atas 75 dan sisanya, 35% mendapatkan nilai di bawah batas ketuntasan.
Penyajian materi dengan menggunakan model pembelajaran problem solving
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini terbukti pada siklus I, nilai
ulangan siswa berkisar antara 65 - 100 dengan nilai rata-rata 73. Terjadi
peningkatan

nilai

dibandingkan

dengan

sebelum

penerapan

model

pembelajaran problem solving, yaitu sebesar sedangkan pada siklus II nilai ratarata sebesar 79. Dalam hal ini terjadi peningkatan nilai dibandingkan dengan
sebelum penerapan model pembelajaran problem solving yaitu sebesar 6. Pada
pelaksanaan siklus I dan siklus II seluruh siswa mendapatkan nilai di atas 75.
dengan demikian baik siklus I maupun siklus II sudah tercapai 100% dari 75 %
yang direncanakan.
Pembahasan
Hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I dan II menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keaktifan
dan prestasi belajar siswa pada mata diklat IPS Terpadu. Hasil penelitian ini
sesuai dengan pendapat Robert E.Slavin,dkk (2009) yang mengemukakan
bahwa model pembelajaran

Problem solving

adalah pembelajaran yang

memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama
lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru serta kemampuan
dalam memecahkan masalah, sehinggapara siswa bisa berpartisipasi dalam
kelompok dan mendapatkan poin kemajuan yang dapat meningkatkan prestasi
akademik siswa.
Berdasarkan data data yang diperoleh Penerapan model pembelajaran
problem solvingini meningkatkan prestasi belajar siswa, hal ini ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas. Sebelum menerapkan model
pembelajaran problem solvingrata-rata kelas adalah 59,89 tetapi setelah
penerapan model pembelajaran problem solvingratarata kelas menjadi 72di
mana seluruh siswa mendapat nilai di atas 75 sebanyak 28 anak. Dengan
demikian pada siklus I telah belum tercapai indikator kinerja ketercapaian tujuan

tindakan yaitu 70%. Siklus II 32 anak mendapatkan nilai diatas 75 sedangkan 8


anak mendapatkan nilai dibawah 75, indikator ketercapaian sebesar 100% pada
siklus kedua.jadi prestasi siswa meningkat setelah diterapkan pembelajaran
problem solving.

H. Penggalian Masalah
Dengan membahas masalah tentang cara meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa melalui pembelajaran problem solving ini, maka ada
beberapa pertanyaan mengenai problem solving, yaitu antara lain:
1. Pembelajaran problem solving ini dapat diterapkan pada jenjang pendidikan
mana saja?
2. Model pembelajaran apakah yang cocok untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah pada siswa ?
3. Bagaimana cara menerapkan pembelajaran problem solving pada siswa SD?
4. Apakah dalam pembelajaran problem solving membedakan tingkat prestasi
yanag dimiliki siswa dalam penerapannya !
5. Bagaimana cara kita menerapkam pembelajaran masalah jika siswa itu sendiri
memiliki masalah, yaitu bermasalah dengan pelajaran matematika karena
mereka beranggapan matematika itu adalah pelajaran yang sulit!

PEMBAHASAN

1. Pembelajaran problem solving ini dapat diterapkan pada jenjang


pendidikan mana saja?
Pembelajaran

problem

solving

adalah

metode

pembelajaran

yang

menginginkan siswa dapat memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah.


Sehingga

dalam

pembelajaran

guru

memberikan

masalah

yang

dapat

merangsang kemampuan berpikir kritis siswa sesuai materi yang yang telah
diberikan. Jadi dalam memberikan masalah, guru menyesuaikan dengan materi
yang diberikan. Sehingga pembelajaran dengan problem solving ini dapat
diterapkan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA dan tingkat
kuliah. Yang penting disini dalam memberikan masalah, harus sesuai tingakatan
pengetahuan atau materi yang telah diterimanya.

Jadi model pembelajaran problem solving ini dapat diterapkan pada


jenjang pendidikan mana saja, mulai dari SD, SMP,SMA dan juga di jenjang
kuliah.
2. Model pembelajaran apakah yang cocok untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah pada siswa ?
Dalam kegiatan belajar mengajar, pemecahan masalah dapat di pandang
sebagai proses berpikir siswa dalam menyelesaiakan soal, dan pemecahan
masalah itu sendiri dapat juga dapat dipandang sebagai model pembelajaran.
Pada pelajaran matematika, setiap siswa diharapkan dapat menyelesaikan
masalah masalah yang diberikan oleh guru dan dapat menerapkannya pada
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana model pembelajaran yang
digunakan oleh guru, pasti mempunyai tujuan yang sama bahwa diharapkan
siswa itu dapat menyelesaiakan masalah-masalah yang ada dan dapat berpikir
kritis.
Jadi semua model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan pada setiap
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan
ketrampilan berpikir kritis siswa. Salah satau model pembelajarannya antara
lain dengan problem possing, yaitu model pembelajaran yang siswa tersebut
diberi tugas untuk membuat soal. Dengan membuat soal tersebut maka siswa
diarahkan untuk membuat masalah, kemudian harus dapat menyelesaikkannya
secara bertahap dan dapat memilih strategi untuk menyelesaikkan masalah
tersebut. Jadi secara tidak langsung kemampuan pemecahan masalah siswa
dapat berkembang dengan sendirinya.
3. Bagaimana cara menerapkan pembelajaran problem solving pada
siswa SD?
Pembelajaran problem solving dapat diterapkan pada siswa SD. Namun
ada hal- hal yang perlu diperhatikan dalam penarapannya, mengingat siswa SD
pengetahuan matematika yang dimiliki mereka masih sedikit dibanding siswa
yang sudah SMP atau SMA. Maka dari itu dalam penerapannya untuk
menyelesaikan masalah, masih perlu adanya campur tangan atau bantuan dari

guru.

Dalam

menyelesaikan

masalah

siswa

tidak

langsung

sendiri

menyelesaikan masalah, tetapi di bantu oleh guru dengan cara memberi


rangsangan, dan masalah yang diberikan dibuat semenarik mungkin agar siswa
tidak menganggap soal tersebut sulit. Apabila memberi masalah, maka setiap
siswa

diminta

untuk

menyampaikan

pendapat

masing-masing

untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Kemudian dibuat, dalam pembelajaran itu


siswa aktif untuk bertanya, dan apabila bertanya guru jangan langsung
menjawab. Dalam pembelajaran guru juga diharapkan untuk sabar dan dapat
mengendalikan emosi.
4. Apakah dalam pembelajaran problem solving membedakan tingkat
prestasi yang dimiliki siswa dalam penerapannya !
Dalam penerapannya, model pembelajaran problem solving ini tidak
membedakan kelompok berdasarkan tingkat prestasi. Namun memang hasil
yang dicapai akan lebih baik, jika siswanya mempunyai tingkat kecerdasan yang
sama. Karena pada pembelajaran problem solving ini prestasi atau nilai yang
baik bukan hal utama yang diinginkan, tetapi proses penyelesaian masalahnya
maka tidak ada perbedaan mengenai tingkat kepintaran siswa, karena proses
ketrampilan berpikir kritis ini dapat dikembangkan pada semua siswa, asal siswa
tersebut mempunyai kemauan. Yang membedakan kemampuan berpikir kritis
siswa melalui problem solving ini adalah masalah waktu, siswa yang pandai
akan lebih cepat dapat menyelesaiakan masalah,

sedangkan siswa yang

kemempuannya sedang akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk


menyelesaikan masalah.
5. Bagaimana kita menerapkam pembelajaran pemecahan masalah jika
siswa itu sendiri memiliki masalah, yaitu bermasalah dengan pelajaran
matematika karena mereka beranggapan matematika itu adalah
pelajaran yang sulit!
Sudah tidak kaget jika kita mendengar bahwa banyak orang menganggap
pelajaran matematika itu sulit. Sebenarnya kalau kita sudah kenal, begitu
mengasyikkan matematika itu. Bagaimana bisa pembelajaran problem solving
itu dapat diterapkan jika matematika itu sendiri merupakan masalah bagi siswa.

Untuk mengatasi masalah tersebut, kita dapat memecahkan dengan


problem solving, karena kita dapat berpikir kritis maka perlu tahap-tahap untuk
menyelesaikkan masalah tersebut, yaitu dengan cara:
a. Memahami masalah - selengkap mungkin.
Disini kita harus memahami dan menyelidiki penyebab masalah siswa tersebut.
Masalah tersebut bias disebabkan dari berbagai macam faktor, misal :gurunya
yang galak sehingga siswa menjadi takut untuk belajar matematika, atau
gurunya yang membosankan kurangnya variasi model pembelajarn sehingga
siswa malas dan menjadi tidak bisa sehingga mempunyai anggapan bahwa
matematika itu sulit. Atau penyebabnya bisa berasal dari siswa itu sendiri,
memang siswanya yang malas untuk belajar. Atau dari segi materi, memang
materi itu sulit atau perlu pengetahuan yang lebih, untuk dapat memahami
materi tersebut.
b. Memilih rencana penyelesaian dari beberapa alternatif yang mungkin.
Setelah kita mengetahui akar penyebab dari masalah siswa tersebut, maka
proses selanjutnya kita memilih strategi untuk memecahkan masalah tersebut.
Akan banyak strategi untuk memecahkan masalah, untuk kita diharapkan dapat
memilih strategi yang paling pas untuk menyelesaiakan masalah tersebut. Misal
guru yang galak, kita dapat menyelesaiaknnya dengan menegur langsung guru
tersebut, jika tidak berani maka kita punya hak untuk lapor kepada kepala
sekolah untuk menegur guru tersebut agar dapat mengurangi sifat negatifnya.
Apabila penyebabnya karena model pembelajaran yang masih konvensional,
maka cara penyelesainnya adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif
yang lebih menarik dan menyenangkan, sehingga siswa aktif dan tidak jenuh
mengikuti pelajaran. Apabila dikarenakan siswanya yang malas, maka cara
penyelesainnya adalah dengan merubah sifat negative siswa tersebut, yaitu
dengan cara pendekatan, kita beri perhatian lebih pada siswa tersebut, beri
tugas pada mereka, jika perlu berikan hadiah bagi siswa yang meningkat nilai
prestasinya sehingga siswa semangat untuk belajar. Jika penyebab masalah
dikarenakan

materinya

yang

sulit,

cara

mengatasinya

tergantung

guru

menyampaiakan materi tersebut, bagaimana materi tersebut dibuat semenarik


mungkin sehingga tidak di anggap susah.

c.

Menerapkan rencana tadi dengan tepat, cermat dan benar.


Kita memilih strategi pemecahan masalah tersebut, maka kita juga harus dapat
menerapkannya.

Dalam

menerapkannya

diperluakan

ketrampilan

atau

persiapan yang matang sehingga rencana tadi dapat berjalan dengan lancar,
dan menghasilkan hasil yang baik seperti yang diharapkan.
d. Memeriksa jawaban atau hasil
Setelah rencana penyelesaian masalah tadi diterapkan, maka hasil yang
didapatkan perlu kita periksa, apakah masalah tadi sudah dapat diselesaikan
apa belum. Jika belum maka perlu strategi baru untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Jika sudah dapat diatasi maka perlu dipertahankan strategi tersebut.
Jadi dengan problem solving ini kita dapat menyelesaikan masalahmasalah yang ada pada pembelajarn matematika itu sendiri.

6. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Problem


Solving
Kelebihan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
1. Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.
2. Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.
3. Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
4. Mendidik siswa percaya diri sendiri.
Kelemahan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
1. Memerlukan waktu yang cukup banyak.
2. Kalau di dalam kelompok itu kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa
yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai
menjadi pasif sebagai pendengar saja.

BAB III

PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Model

pemecahan

masalah

merupakan

model pembelajaran

yang

merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas


pedapat yang disampaikan oleh siswa. Untuk menyelesaiakan masalah, siswa
harus menyelesaikannya sesuai dengan tahap tahap penyelesaian masalah
yang baik. Sehingga siswa dapat memiliki ketrampilan berproses.
Maka dengan model pembelajaran problem solving ini, siswa dapat
memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik yaitu dapat memahami
masalah,

dapat

memilih

pendekatan

atau

strategi

yang

baik

untuk

menyelesaikan masalah tersebut, dapat menyelesaikan masalah tersebut, serta


dapat menafsirkan jawaban tersebut. Dengan kata lain model pemecahan
masalah ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

B.

1.

SARAN

Siswa

sebaiknya

terus

berlatih

menyelesaiakan

meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka.

soal-soal,

agar

dapat

2.

Guru harus selalu mencari metode pembelajaran alternatif yang sesuai dengan
perkembangan jaman dan materi yang akan disampaikan.

3.

Model

pembelajaran

mengembangkan

problem

kreativitas

solving

berpikir

baik

kritis

digunakan

siswa

dalam

untuk

dapat

pembelajaran

matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Branca, N. A. Problem solving as a goal, process, and basic skill dalam Krulik, S. &
Reys, R. E. (editor). 1980. Problem solving in school mathematics. New York: the
National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Department of Mathematics and Computer Science. 1993. Success in Mathematics.
Saint
Louis
University
dalam
http://euler.slu.edu/Dept/SuccessinMath.html#problemsolving diakses 26 Maret
2007
Gardiner, A. 1987. Discovering Mathematics, the art of investigation. New York:
Oxford University Press Inc.
McIntosh, R. & Jarret, D. 2000. Teaching mathematical problem solving:
Implementing the vision. New York: NWREL, Mathematics and Science Education
Center.
Plooster, N. 1997. Teaching Tips for TAs: 10 Suggestions for Teaching Problem
Solving. California: TA Development Program, University of California.
Polya, G. 1945. How To Solve It, a new aspect of mathematical method. New Jersey:
Princeton University Press.
Posamentier, A. S. & Jaye, D. 2005. What Successful Math Teachers Do, Grade 6-12.
California: Corwin Press.
Taplin, Margaret. 2007.
Mathematics Through Problem solving. Dalam
http://www.mathgoodies.com/articles/ diakses Maret 2007.

Anda mungkin juga menyukai