Makalah Seminar Matematika
Makalah Seminar Matematika
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan akan mempengaruhi cara belajar yang
efektif, sehingga perlu adanya cara berpikir secara terarah dan jelas. Dengan
banyak permasalahanpermasalahan yang muncul,perlu adanya pembaharuan
pembaharuan di lingkungan
agar
dapat
berpikir
selalu
kritis
pendidikan
berpikir
kritis.
Banyak
memerlukan
suatu
tingkat
yang
beranggapan bahwa
kecerdasan
yang
tinggi.
Padahal, berpikir kritis dapat dilatih pada semua orang untuk dipelajari.
Disinilah peranan pendidikan memberi suatu konsep cara belajar yang efektif.
Kecakapan hidup seseorang tidak terjadi dengan sendirinya tetapi
melalui suatu proses yang terus berlanjut. Keberlanjutan perkembangan proses
belajar sebenarnya dapat diamati. Hal ini juga berlaku bagi siswa, dimana
perkembangan
keterampilan
berproses
seorang
siswa
selama
proses
pembelajaran dapat diikuti atau diamati. Saat kerjasama dengan orang lain,
mendengarkan dengan aktif, berani bertanya, mau menyampaikan pendapat
atau
menjawab
pertanyaan,
dan
kreatif
dalam
memecahkan
masalah
merupakan salah satu ciri kecakapan hidup. Proses menuju ke arah kecakapan
hidup tersebut perlu suatu latihan serta membutuhkan suatu proses yang
disebut dengan keterampilan berproses.
Keterampilan berproses merupakan aspek yang sangat penting dalam
belajar matematika. Rendahnya keterampilan berproses akan mempengaruhi
proses
pembelajaran
maupun
penyesuaian,
siswa
dimungkinkan
tersebut
antara
lain
mengajukan
pertanyaan,
menjawab
Penyebab
variasi
model
utama
pembelajaran
pembelajaran
hanya
secara
sehingga
aktif
rendahnya motivasi
berpusat
siswa
yang
pada
tepat.
guru,
masih
siswa
karena
Selama
dan
kurang
ini
yang
siswa tidak
dalam
kurangnya
terjadi
dilibatkan
hal kemampuan
kerjasama, berpikir kritis, dan sikap sosial. Kekurangan siswa ini perlu diatasi
dengan adanya perubahan model pembelajaran yang digunakan guru yaitu
dari
menggunakan
menggunakan
model
model
pembelajaran
pembelajaran
problem
konvensional
solving.
menjadi
Maka
jenis
pembelajaran
problem
solving.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini indikator aspek-aspek berpikir kritis meliputi:
Kemampuan pemecahan masalah soal matematika, seperti:
a.
benar
dalam
Menafsirkan
akalnya
solusi:
jawaban,
memperkirakan
dan
dan
memeriksa
jawaban,
masuk
semula
Berdasarkan latar belakang dan indikator di atas, permasalahan pokoknya
adalah:
Apakah
dengan
metode
problem
solving
dapat
meningkatkan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Department
of
Mathematics
and
Computer
Science,
1993)
Contohnya meminta siswa untuk mencari akar suatu persamaan kuadrat, atau
mencari turunan dari f(x) = 3x2 4x3 + 7x 5.
3.
4.
5.
Contoh (familiar):
Mali, Setya, dan Roni berbelanja pulpen, pensil dan buku tulis. Mereka membeli
pulpen, pensil dan buku tulis bermerek sama. Mali membeli sebuah pulpen, dua
buah pensil dan tiga buah buku tulis seharga Rp12.300,00, Setya membeli dua
buah pulpen, dua buah pensil dan sebuah buah buku tulis seharga Rp8.500,00
dan Roni membeli tiga pulpen dan sebuah buku tulis seharga Rp9.600,00.
Berapa harga sebuah pensil yang mereka beli? Soal ini merupakan terapan
masalah sistem persamaan linear.
Cara atau strategi dan juga hasil atau penyelesaian masalah bisa sangat
berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Contoh (unfamiliar):
Area parkir di SMA Teladan ada dua lokasi, yang satu berbentuk
persegipanjang, sedang yang lain berbentuk trapesium. Ukurlah ukuran-ukuran
panjang dan lebarnya! Sementara kendaraan yang diparkir ada mobil, sepeda
motor, dan sepeda kayuh (onthel). Hitung atau perkirakan jumlah masingmasing kendaraan! Bagaimana menurut kamu, pengaturan parkir yang baik di
sekolah kita.
Sebuah soal dikatakan bukan masalah bagi seseorang umumnya bila
soal tersebut terlalu mudah baginya. Suatu soal bersifat mudah, biasanya
karena soal tersebut telah sering (rutin) dipelajari dan bersifat teknis.
Umumnya, tipe soal ingatan termasuk kelompok soal-soal rutin (routine
problems),
yaitu
soal-soal
yang
tergolong
mudah
dan
kurang
dapat
tipe
terapan
umumnya
masih
sebatas
melatih
kemampuan
siswa
B.
siswa
dapat
menyelesaikan
problematika
kehidupannya.
Dalam
atau
pembuktian.
Sifat-sifat
matematika
ini
menuntut
siswa
mempelajari
matematika,
siswa
terasah
kemampuan
dalam
Dengan fokus pada problem solving maka matematika sebagai alat dalam
memecahkan masalah dapat diadaptasi pada berbagai konteks dan masalah
sehari-hari. Selain sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan matematika
dan membantu memahami masalah sehari-hari, maka problem solving juga
merupakan cara berpikir (way of thinking). Dalam perspektif terakhir ini maka
problem solving membantu kita meningkatkan kemampuan penalaran logis.
Terakhir,
problem
solving
juga
memiliki
nilai
aestetik.
Problem
solving
C.
melalui
model
pembelajaran
strategi
pemecahan
masalah
atau
strategi
pemecahan
sebagai
pemecahan
masalah
strategi
itu
atau
masalah,
sendiri.
model
Yang
atau
dan
(2)
pertama
pendekatan
pembelajaran
dengan
model
pemecahan
masalah
sambil
2.
3.
4.
5.
6.
Ajari siswa untuk bertanya pada diri sendiri apa yang mereka pahami dari
masalah dan apa yang mereka (harus) lakukan dalam usaha memecahkan
masalah tersebut.
7.
8.
9.
10. Bantu siswa untuk belajar tanpa harus menerapkan pendekatan terpusat guru
(teacher-centered approachs). Beri mereka secara hati-hati serangkaian contoh
dan masalah untuk dipecahkan.
11.
Beri waktu
pada
dan
D.
menerapkan
rencana
Untuk dapat melakukan tahap 1 dengan baik, maka perlu latihan untuk
memahami masalah baik berupa soal cerita maupun soal non-cerita, terutama
dalam hal:
a.
b. apa saja data yang dipunyai dari soal/masalah, pilih data-data yang relevan,
c.
Memilih
rencana
penyelesaian
mungkin.
Untuk dapat melakukan tahap 2 dengan baik, maka perlu keterampilan dan
pemahaman tentang berbagai strategi pemecahan masalah .
3.
mengenai:
a. keterampilan berhitung,
b. keterampilan memanipulasi aljabar,
c. membuat penjelasan (explanation) dan argumentasi (reasoning).
4.
Memeriksa jawaban
argumentatif (beralasan).
Untuk dapat melakukan tahap 4 dengan baik, maka perlu latihan mengenai:
a.
E.
1.
strategi
yang
penyelesaian.
2. Temukan pola (find a pattern)
gamblang
(cepat
dan
tepat)
untuk
memperoleh
Bila kita dapat melihat sebuah pola pada sebuah masalah maka jangan abaikan.
Gunakan pola tersebut untuk memperoleh penyelesaian masalah tersebut.
3. Dugalah sebuah jawaban lalu memeriksanya (guess and check atau trial and error)
Strategi ini mungkin merupakan strategi yang paling remeh dan dapat dilakukan
semua orang. Namun strategi ini dapat membuka mata kita pada penyelesaian
yang menyeluruh, yang mungkin sangat sukar bila ditempuh dengan cara
formal atau tradisional. Perlu pula kita camkan bahwa strategi coba-coba dalam
matematika memiliki landasan penalaran, bukan asal coba. Strategi ini dapat
dibedakan menjadi dua: sistematis dan inferensial. Systematic trial adalah
mencoba semua kemungkinan (ini baik bila memungkinkan atau bila cacah
kemungkinannya sedikit), sedang inferensial trial adalah mencoba dengan
memilah-milah yang paling relevan berdasarkan konsep atau aturan tertentu.
4. Lakukan analisis mulai dari jawaban yang dikehendaki (working backward)
Banyak manipulasi aljabar juga masalah lain matematika yang sukar dikerjakan
dengan arah ke depan (yaitu memulai dari data menuju ke hasil), namun begitu
mudah diselesaikan setelah kita mencoba bergerak dari belakang (mulai dari
hasil menuju data).
5. Gunakan masalah yang lebih sederhana (use a simpler problem)
Suatu masalah kadang lebih mudah diselesaikan bila kita membuatnya menjadi
lebih sederhana. Cara ini dapat ditempuh dengan menyederhakan bentuk atau
variabel.
6. Gunakan konteks yang lebih khusus atau kasus (use a case problem)
Hampir mirip dengan strategi use a simpler problem, strategi ini menggunakan
contoh atau kasus masalah untuk mendapatkan ide penyelesaian yang
menyeluruh. Hal ini dapat ditempuh dengan mensubstitusi nilai pada variabel
atau mengaplikasi variabel pada kejadian khusus.
7.
Temukan masalah yang serupa atau analog, menyelesaikannya, lalu membandingkannya dengan soal
semula (use a similar problems)
Strategi ini patut untuk dicoba pada setiap masalah. Penyelesaian yang
diperoleh lewat strategi ini begitu elegan (sederhana dan tuntas).
9. Gunakan titik pandang berbeda (adopting a different point of view)
Kita harus membiasakan diri melihat suatu masalah dalam cara pandang
berbeda. Hal ini untuk menambah alternatif menggali ide penyelesaian suatu
masalah.
10. Gunakan sifat simetri atau pencerminan (use a symmetry)
Selain yang telah dijelaskan di atas, masih banyak lagi strategi yang
dapat
digunakan
misalnya:
melakukan
percobaan
(experimenting)
dan
mempraktekkan masalah (act out the problem). Strategi lain yang sudah lebih
mengarah ke prosedural antara lain: menggunakan deduksi atau rumus (use
deduction), menggunakan induksi matematika, menggunakan counterexample
(contoh
menyimpang),
menggunakan
prinsip
dapat
meningkatkan
kemampuan
ketrampilan
siswa
untuk
menyelesaikan masalah.
Langkah 4. Penyelesaian Masalah
Setelah diberi soal soal, maka setiap siswa menyelesaiakan soal
tersebut sesuai tingkat pemahaman mereka. Saat penyelesaian masalah guru
membantu siswa yang mengalami kesulitan.
Langkah 5. Diskusi masalah
Dalam diskusi masalah ini, salah satu siswa disuruh maju ke depan kelas
untuk mempresentasikan hasil penyelesaian soal tersebut. Kemudian guru
bersama siswa yang lain memperhatikan apakah penyelesaian tersebut sudah
sesuai
dengan
tahap-tahap
penyelesaian
sesuai
dengan
masalah
yang
diberikan. Jika ada kesalahan, guru dan siswa yanga lain memberikan masukan.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua masalah
masalah yang telah diberikan tadi.
Matematika di kelas
masalah
terhadap
kemampuan
berpikir
kritis
siswa
pada
(pre-test). Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar 0,293 dengan p-value
0,770 lebih besar dari = 0,05 yang berarti H0=diterima.
Nilai rerata post-test kelas eksperimen menunjukkan hasil yang lebih baik
daripada kelas kontrol. Nilai rerata post-test kelas eksperimen adalah sebesar
5,57. Angka ini lebih tinggi dari nilai post-test kelas kontrol yang hanya sebesar
4,45 . Hasil analisis statistik inferensial menunjukkan bahwa data hasil post-test
kedua kelas menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam kemampuan
berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada
pengukuran akhir (post-test). Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar 3,868
dengan p-value 0,000 lebih kecil dari = 0,05 yang berarti H0 = ditolak.
Nilai rerata pre-test dan post-test kelas eksperimen menunjukkan
perbedaan. Hal ini disebabkan karena guru menggunakan metode pemecahan
masalah
dalam
pembelajaran
yang
bertujuan
untuk
mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Hasil rerata pre-tes kelas eksperimen adalah
sebesar 4,32. Angka ini lebih rendah dari nilai post-test sebesar 5,57. Hasil
analisis statistik ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dengan posttest pada kelompok eksperimen dengan perlakuan metode
pemecahan masalah. Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar -10,285 yang
dengan p-value 0,000 lebih kecil dari = 0,05 yang berarti H0= ditolak.
Sedangkan nilai rerata pre-test dan post-test kelas kontrol tidak berbeda jauh.
Hal ini disebabkan karena metode pembelajaran yang digunakan masih
menggunakan metode konvensional yang lebih banyak mengarahkan siswa
pada kemampuan menghapal materi dari pada kemampuan berpikir secara
kritis dalam memecahkan masalah. Nilai rerata pre-test kelas kontrol sebesar
4,26 dan post-test sebesar 4,45 setelah dianalisis secara statistic inferensial
ternyata kedua nilai tidak berbeda artinya tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil pre-test dengan post-test pada kelompok kontrol tanpa
perlakuan. Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar -1,184 dengan p-value
0,244 lebih besar dari = 0,05 yang berarti H0= diterima.
Jika dilihat dari nilai gain kelompok eksperimen sebesar 0,22 sedangkan
kelompok kontrol 0,02 menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini didukung hasil
uji t hitung sebesar 5,041 dengan p-value 0,000 lebih kecil dari = 0,05 yang
besar
siswa
82.5%
menyatakan
metode
pemecahan
masalah
Peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
dapat dilihat dari perhitungan nilai gain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
skor gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 0,22 (kategori rendah) lebih
tinggi dibandingkan dengan skor gain kelas kontrol sebesar 0,02 (kategori
rendah). Skor gain secara keseluruhan menunjukkan bahwa peningkatan
kemampuan berpikir rasional siswa kelas eksperimen (1,08) lebih tinggi dari
gain kelas kontrol (0,07) atau dengan kata lain peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan metode
pemecahan
masalah
lebih
tinggi
dari
yang
memperoleh
pembelajaran
konvensional.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Haryanti tahun 2009 dengan judul Penerapan
Model Pembelajaran Problem Solving sebagai Upaya Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Kelas VII Mata Pelajaran Matematika SMP NEGERI 2
Jatiyoso Tahun Ajaran 2009/2010
Secara umum penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas
VII Mata Pelajaran Matematika SMP NEGERI 2 Jatiyoso Tahun Ajaran 2009/2010.
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, rata-rata nilai awal (diambil dari
nilai rapor) sebelum penerapan model pembelajaran problem solving sebesar
59,89. Meskipun nilai rata-rata siswa berselisih dengan nilai batas tuntas atau
batas minimal yaitu 75 namun data yang diperoleh menunjukkan prestasi
belajar siswa kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dari 40 siswa, 14 siswa
mendapat nilai dibawah 75, sedangkan yang mendapatkan nilai 75 dicapai oleh
15 anak, 80 diraih 6 anak dan 90 diraih 5 anak.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan hanya 65% siswa yang mencapai
nilai di atas 75 dan sisanya, 35% mendapatkan nilai di bawah batas ketuntasan.
Penyajian materi dengan menggunakan model pembelajaran problem solving
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini terbukti pada siklus I, nilai
ulangan siswa berkisar antara 65 - 100 dengan nilai rata-rata 73. Terjadi
peningkatan
nilai
dibandingkan
dengan
sebelum
penerapan
model
pembelajaran problem solving, yaitu sebesar sedangkan pada siklus II nilai ratarata sebesar 79. Dalam hal ini terjadi peningkatan nilai dibandingkan dengan
sebelum penerapan model pembelajaran problem solving yaitu sebesar 6. Pada
pelaksanaan siklus I dan siklus II seluruh siswa mendapatkan nilai di atas 75.
dengan demikian baik siklus I maupun siklus II sudah tercapai 100% dari 75 %
yang direncanakan.
Pembahasan
Hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I dan II menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keaktifan
dan prestasi belajar siswa pada mata diklat IPS Terpadu. Hasil penelitian ini
sesuai dengan pendapat Robert E.Slavin,dkk (2009) yang mengemukakan
bahwa model pembelajaran
Problem solving
memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama
lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru serta kemampuan
dalam memecahkan masalah, sehinggapara siswa bisa berpartisipasi dalam
kelompok dan mendapatkan poin kemajuan yang dapat meningkatkan prestasi
akademik siswa.
Berdasarkan data data yang diperoleh Penerapan model pembelajaran
problem solvingini meningkatkan prestasi belajar siswa, hal ini ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas. Sebelum menerapkan model
pembelajaran problem solvingrata-rata kelas adalah 59,89 tetapi setelah
penerapan model pembelajaran problem solvingratarata kelas menjadi 72di
mana seluruh siswa mendapat nilai di atas 75 sebanyak 28 anak. Dengan
demikian pada siklus I telah belum tercapai indikator kinerja ketercapaian tujuan
H. Penggalian Masalah
Dengan membahas masalah tentang cara meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa melalui pembelajaran problem solving ini, maka ada
beberapa pertanyaan mengenai problem solving, yaitu antara lain:
1. Pembelajaran problem solving ini dapat diterapkan pada jenjang pendidikan
mana saja?
2. Model pembelajaran apakah yang cocok untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah pada siswa ?
3. Bagaimana cara menerapkan pembelajaran problem solving pada siswa SD?
4. Apakah dalam pembelajaran problem solving membedakan tingkat prestasi
yanag dimiliki siswa dalam penerapannya !
5. Bagaimana cara kita menerapkam pembelajaran masalah jika siswa itu sendiri
memiliki masalah, yaitu bermasalah dengan pelajaran matematika karena
mereka beranggapan matematika itu adalah pelajaran yang sulit!
PEMBAHASAN
problem
solving
adalah
metode
pembelajaran
yang
dalam
pembelajaran
guru
memberikan
masalah
yang
dapat
merangsang kemampuan berpikir kritis siswa sesuai materi yang yang telah
diberikan. Jadi dalam memberikan masalah, guru menyesuaikan dengan materi
yang diberikan. Sehingga pembelajaran dengan problem solving ini dapat
diterapkan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA dan tingkat
kuliah. Yang penting disini dalam memberikan masalah, harus sesuai tingakatan
pengetahuan atau materi yang telah diterimanya.
guru.
Dalam
menyelesaikan
masalah
siswa
tidak
langsung
sendiri
diminta
untuk
menyampaikan
pendapat
masing-masing
untuk
materinya
yang
sulit,
cara
mengatasinya
tergantung
guru
c.
Dalam
menerapkannya
diperluakan
ketrampilan
atau
persiapan yang matang sehingga rencana tadi dapat berjalan dengan lancar,
dan menghasilkan hasil yang baik seperti yang diharapkan.
d. Memeriksa jawaban atau hasil
Setelah rencana penyelesaian masalah tadi diterapkan, maka hasil yang
didapatkan perlu kita periksa, apakah masalah tadi sudah dapat diselesaikan
apa belum. Jika belum maka perlu strategi baru untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Jika sudah dapat diatasi maka perlu dipertahankan strategi tersebut.
Jadi dengan problem solving ini kita dapat menyelesaikan masalahmasalah yang ada pada pembelajarn matematika itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Model
pemecahan
masalah
merupakan
model pembelajaran
yang
dapat
memilih
pendekatan
atau
strategi
yang
baik
untuk
B.
1.
SARAN
Siswa
sebaiknya
terus
berlatih
menyelesaiakan
soal-soal,
agar
dapat
2.
Guru harus selalu mencari metode pembelajaran alternatif yang sesuai dengan
perkembangan jaman dan materi yang akan disampaikan.
3.
Model
pembelajaran
mengembangkan
problem
kreativitas
solving
berpikir
baik
kritis
digunakan
siswa
dalam
untuk
dapat
pembelajaran
matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Branca, N. A. Problem solving as a goal, process, and basic skill dalam Krulik, S. &
Reys, R. E. (editor). 1980. Problem solving in school mathematics. New York: the
National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Department of Mathematics and Computer Science. 1993. Success in Mathematics.
Saint
Louis
University
dalam
http://euler.slu.edu/Dept/SuccessinMath.html#problemsolving diakses 26 Maret
2007
Gardiner, A. 1987. Discovering Mathematics, the art of investigation. New York:
Oxford University Press Inc.
McIntosh, R. & Jarret, D. 2000. Teaching mathematical problem solving:
Implementing the vision. New York: NWREL, Mathematics and Science Education
Center.
Plooster, N. 1997. Teaching Tips for TAs: 10 Suggestions for Teaching Problem
Solving. California: TA Development Program, University of California.
Polya, G. 1945. How To Solve It, a new aspect of mathematical method. New Jersey:
Princeton University Press.
Posamentier, A. S. & Jaye, D. 2005. What Successful Math Teachers Do, Grade 6-12.
California: Corwin Press.
Taplin, Margaret. 2007.
Mathematics Through Problem solving. Dalam
http://www.mathgoodies.com/articles/ diakses Maret 2007.