Anda di halaman 1dari 227

Kompilasi

Silsilah Jawaban
asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau

Silsilah Jawaban
Rabiul Awal 1435 H Rabiul Awal 1436 H
Januari 2014 Desember 2014

Dikumpulkan dan Diterjemahkan oleh:


Yahya Abdurrahman
(Yoyok Rudianto)

Jumadul Ula 1436 - Maret 2015

-1-

DAFTAR ISI

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.

Membunuh Nyamuk Dengan Listrik ................................................................


4
Konferensi, Long March, Aksi, Diskusi, dan Apakah Hizbut Tahrir
Mengubah Thariqahnya? .................................................................................
8
Cukai di Daulah Islamiyah ................................................................................ 16
Apakah Istilah al-Khilafah Merupakan Istilah Fikhiyah atau Istilah Politis?
Dan Apakah Hukuman di Dunia Menebus Dosa pada Hari Kiamat? ............... 19
Menutup Kedua Kaki Perempuan .................................................................... 25
Apakah Saya Termasuk Orang-Orang yang Duduk Tidak Berjuang? ............... 29
Dalil-Dalil Penggunaan Qiyas dan Jual Beli Tepung Gandum dengan Roti ...... 32
Jangka Waktu Syirkah dan Bay al-Muzayadah (Jual Beli Lelang) ................... 37
Seputar Telah Tetapnya Pendapat Pada Utsman ra. Sebagai Khalifah
untuk Kaum Muslimin ..................................................................................... 43
Hubungan Penundaan Pemakaman Jenazah Rasul saw dengan Baiat ........... 45
Seputar Perkawinan dan Keadaannya ............................................................. 49
Pemikiran Rasul Untuk Berhijrah ke Madinah ................................................. 56
Wanita dalam Hadits Tujuh Golongan Yang Dinaungi Allah Dalam
Naungan-Nya Pada Hari Tidak Ada Naungan Kecuali Naungan-Nya ............... 64
Zakat Perdagangan .......................................................................................... 70
Penggunaan Lukisan, Pemanfaatan Najis dan Aktifitas Pekerja Dengan
Nisbah Tanpa Upah Yang Jelas ........................................................................ 72
Fakta Etanol Menurut Pandangan Islam ......................................................... 79
Mengenai Harta Riba ....................................................................................... 84
Seputar Vaksinasi dan Penimbunan ................................................................ 87
Ijtihad pada Nash-Nash Qathiy Dilalah ........................................................... 92
Hukum Menutup Kedua Kaki dan Pernyataan Sultan Brunei Berniyat
Menerapkan Syariah......................................................................................... 94
Seputar Hadits dan Siapa Yang Tidak Mau Membayarnya maka Kami
Mengambilnya dan Separo Hartanya ............................................................ 97
Bolehkan Syarik Bekerja Sebagai Ajir di Syirkah al-Ayan dengan Upah
Tertentu Disamping Bagiannya dari Laba? ....................................................... 102
Apakah Zakat Wajib Pada Perhiasan Emas Yang Disiapkan Untuk
Tabungan (Simpanan)? .................................................................................... 104
Seputar Terputusnya Shalat Karena Lewatnya Wanita di Depan Mushalli ..... 107
Nishab Zakat Barang Dagangan ....................................................................... 109
Apakah Murabahah Halal ataukah Haram? .................................................... 111
Seputar Operasi Sterilisasi Wanita ................................................................... 113
Penjelasan Jihad Bukan Metode Untuk Menegakkan al-Khilafah ............... 117
Penjelasan Pasal 33 di Muqaddimah ad-Dustur (Kosongnya Jabatan al-Khalifah
dan Muawin Yang Paling Tua Menjadi Amir Muaqat) .................................... 120
Demonstrasi dan Long March dan Hadits Keluarnya Kaum Muslim
-2-

31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.

dalam Dua Shaf ................................................................................................


Wanita Dan Jabatan Qadhi ..............................................................................
Proklamasi Tegaknya al-Khilafah oleh ISIS ......................................................
Taqlid Dan Meninggalkan Pendapat Seorang Mujtahid Kepada Mujtahid Lain
dan Merealisasi Lebih Dari Satu Nilai dalam Satu Perbuatan .........................
Hak Khalifah Memberhentikan Muawin .........................................................

123
128
140
145
158

Penyerahan Jabatan Qadhi Hisbah Oleh Umar Kepada asy-Syifa ra

Dan Dalil Bolehnya Wanita Menjabat Qadhi ...................................................


Zakat Barang Perdagangan ..............................................................................
Perlakuan Terhadap Non Muslim Dalam Perkara Makanan dan Pakaian
Menurut Agama Mereka ..................................................................................
Tanah Sahabat Tamim ad-Dari ra. ....................................................................
ash-Shaghir dan al-Kabir ..............................................................................
Ijmak Sahabat Penjelasan Untuk Nash Yang Mujmal ...................................
Hukum Rikaz ....................................................................................................
Hadits-Hadits Yang Dinyatakan di Buku-Buku Para Imam Fukaha ..................
Penyewaan as-Saniyah dan Hukum Muzaraah ..............................................
Apakah Perjuangan Penegakan Daulah Islamiyah Terbatas Hanya Atas
Negeri Arab Saja? .............................................................................................
Harta Riba Pasca Berdirinya al-Khilafah ..........................................................
Pengaruh Fisikal Doa .......................................................................................
Dalil-Dalil Tafshili Tentang Hukum Zakat Barang Dagangan ...........................
Obyek Beban Taklif Pada Zakat Harta Milik Anak Kecil dan Orang Gila ..........
Pendorong-Pendorong Pergolakan Antar Negara ...........................................
Makna al-Qudrah dalam Syarat-Syarat Iniqad al-Khilafah .............................
Berutang dari Negara Asing .............................................................................
Makna Manthiqul Ihsas dan Ihsasul Fikriy ......................................................
Penjelasan Makna Tabarruj .............................................................................
Penjelasan Mafhum al-Fitnah ..........................................................................

-3-

160
170
172
175
178
181
183
185
189
193
195
198
204
206
208
210
212
214
217
220


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan Seputar: Membunuh Nyamuk Dengan Raket Listrik
Kepada Muneeb Shere

Pertanyaan:
Saya salah seorang syabab Hizbut Tahrir di Pakistan. Saya juga mendapat sedikit
pengajaran ilmu-ilmu ijtihad seperti ilmu bahasa arab dan ushul fiqih. Saya telah
memperlajari ushul fiqih dari buku Anda. Satu kesempatan dalam pertemuan kami,
salah seorang ikhwah menanyakan tentang raket elektrik, apakah boleh digunakan
untuk membunuh nyamuk. Lalu musyrif saya meminta saya mengkaji masalah tersebut
untuk diterapkan apa yang saya pelajari. Saya juga mengirimkan masalah tersebut
kepada Hizb rincian kajian yang saya lakukan dan hasil-hasilnya di file terlampir dalam
surat ini.
Kemudian, setelah beberapa waktu Hizb menjawab dan jawabannya berbeda dengan
pembahasan saya. Saya mohon rincian pandangan tentang pembahasan saya dan
ajarkan kepada saya pandangan Anda tentangnya dan topik kekeliruan saya dalam
istinbath sesuai ushul dan lainnya Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik
kepada Anda.
Jawab:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya sudah menelaah pembahasan, dan saya punya tiga catatan:
1.
Pertama bahwa Anda punya perhatian dan konsern dengan istinbath hukum.
Metode pembahasan Anda baik dimana Anda kaji dalil-dalil dan darinya Anda istinbath
hukum sesuai metode kita dalam ushul Dan ini memberikan berita gembira. Dan saya
memohon kepada Allah SWT pertolongan dan taufik untuk Anda.
2.
Sesungguhnya tahqiq manath terkait terbakarnya nyamuk itu belum mencukupi.
Anda membedakan antara membakar dengan api dengan membakar dengan listrik
padahal masalahnya sama. Menyalanya kayu menghasilkan panas yang sampai pada
terbakar dengan tatacara tertentu. Hubungan listrik juga menghasilkan panas yang
mengantarkan pada terbakar dengan mekanisme tertentu. Oleh karena itu, apa yang
berlaku atas pembakaran dengan api juga berlaku atas pembakaran dengan listrik.
-4-

3.
Ketika Anda memaparkan terbunuhnya nyamuk dengan raket elektrik, Anda
tetapkan nyamuk terbunuh sebelum terbakar dengan listrik. Dimana Anda katakan:
sebab terbakarnya adalah mengalirnya listrik pada tubuh nyamuk sehingga hal itu
menghasilkan panas Panas tersebut menyebabkan terbakarnya tubuh nyamuk Jadi
matinya nyamuk itu karena aliran listrik bukan dari terbakarnya, dimana terbakar itu
terjadi setelah terjadinya kematian nyamuk. Artinya, terbakarnya nyamuk itu telah
terjadi dan nyamuk itu telah mati Ini ya saudaraku, perlu kajian dan memerlukan
pengkajian lebih dalam dari pakar. Hal itu bahwa nyamuk telah dipukul dengan listrik
dan terbakar. Nyamuk itu sebelumnya hidup, bukan mati. Kemudian ketika tersengat
listrik menjadi mati dan terbakar. Lalu kenapa ada ucapan bahwa nyamuk itu mati
dengan pukulan (sengatan) listrik kemudian terbakar dengan listrik setelah itu? Nyamuk
itu ditemukan mati terbakar setelah dipukul (disengat) listrik akibat kerja raket elektrik.
Jadi kita perlu pandangan pakar yang ahli di bidangnya mengenai sebab matinya
nyamuk dengan raket elektrik: apakah terbakar dengan listrik sehingga terhadapnya
berlaku nash-nash yang dinyatakan tentang haramnya membakar makhluk hidup? Atau
bahwa terbakar itu terjadi setelah kematian nyamuk itu? Berdasarkan tahqiq manath ini
bisa diberikan hukum syaranya.
4.

Dalil pembunuhan dengan membakar adalah gamblang. Diantara dalil itu:

Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abu Hurairah ra,ia berkata: Rasulullah saw
mengutus kami dalam satu misi, beliau bersabda:




Jika kalian mendapati Fulan dan Fulan maka bakarlah keduanya dengan api!
Kemudian ketika kami ingin keluar Rasulullah saw bersabda: aku memerintahkan
kalian untuk membakar Fulan dan Fulan, dan sesungguhnya api itu tidak boleh
mengazab dengannya kecuali Allah, maka jika kalian temukan keduanya bunuhlah
keduanya!
Imam Ahmad telah mengeluarkan di Musnad-nya dari Abu Hurairah, ia berkata:
Rasulullah saw mengutus kami dalam satu misi, beliau bersabda:

:


.


Jika kalian menemukan Fulan dan Fulan, untuk dua orang laki-laki dari Quraisy, maka
bakarlah keduanya dengan api! Kemudian ketika kami ingin keluar beliau bersabda:
aku sebelumnya memerintahkan kalian untuk membakar Fulan dan Fulan dengan api,
dan sesungguhnya api itu tidak boleh seorang pun mengazab dengannya kecuali Allah
azza wa jalla, maka jika kalian temukan keduanya, bunuhlah keduanya!

-5-

Begitulah, membakar makhluk hidup dengan api adalah haram. Dan itu bersifat umum
dan tidak dikhususkan hanya untuk manusia. Oleh karena itu, dia bersifat umum
mencakup semua makhluk. Dan hukum syara pengharaman menyiksa dengan api dan
membunuh dengan api dan semua yang ada pada makna itu seperti menyiksa dengan
listrik atau membunuh dengan listrik.
5.
Adapun hadits yang Anda sebutkan dan Anda pahami bahwa membunuh dengan
api dan membakar dengan api adalah makruh dan bukan haram dengan dalalah:



Sungguh aku malu kepada Allah
Maka istinbath itu marjuh. Sebab Rasul saw bersabda sesudahnya:




Tidak layak bagi seorang pun menyiksa dengan azab Allah.
Nash hadits tersebut sebagai berikut:
Said bin Manshur telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Ibn Abiy Najih, ia
berkata: maka Rasulullah saw mengutus detasemen, lalu beliau bersabda:



...
Jika kalian menemukan dia maka jadikan dia diantara ikat kayu lalu nyalakan api pada
kayu itu. Kemudian beliau bersabda: aku sungguh malu kepada Allah, tidak layak
siapapun menyiksa dengan azab Allah
Seperti yang Anda lihat, Rasul saw setelah bersabda: sugguh aku malu kepada Allah.
Beliau bersabda: tidak layak siapapun menyiksa dengan azab Allah Dan jika hadits
ini dipertemukan dengan hadits al-Bukhari maka jelaslah bahwa azab dan pembunuhan
dengan api adalah haram.
Ringkasnya, bahwa hukum syara itu bergantung pada tahqiq manath pembunuhan
dengan raket elektrik itu untuk mengetahui apakah terbunuhnya nyamuk itu dengan
terbakar atau terbakar itu terjadi setelah pukulan memukul nyamuk kemudian mati,
dan berikutnya terjadi aliran listrik pada tubuh nyamuk itu dan terbakar. Ini memerlukan
tambahan pengkajian dari ahli. Berdasarkan hal itu maka diistinbath hukum syaranya.
Saya ulangi, awal surat saya, bahwa Anda punya perhatian dan semangat melakukan
istinbath hukum. Dan metode pembahasan Anda baik dimana Anda kaji dalil-dalil dan
Anda istinbath darinya hukum sesuai metode kita dalam ushul Ini memberikan berita
kebaikan. Dan sungguh saya memohon keapda Allah pertolongan dan taufik untuk
Anda.

-6-

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
1 Rabiul Awal 1435 H
2 Januari 2014 M
http://cms.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_32141

-7-


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut
Tahrir Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan:
Seputar Konferensi, Long March, Aksi, Diskusi, dan Apakah Hizbut Tahrir Mengubah
Thariqahnya?
Kepada Ummu Akasyah Wassim Kordoghli Nona Amer

Pertanyaan:
a. Ummu Ukasyah


Syaikhuna al-jalil Atha bin Khalil Abu Rasytah:
Saya memohon kepada Allah SWT agar menolong Anda atas apa yang Anda kerahkan
berupa daya upaya besar demi Islam dan kaum Muslimin, dan semoga Allah memberi
imbalan upaya ini dengan deklarasi tegaknya al-khilafah melalui kedua tangan Anda,
Allahumma amin.
Amma badu. Ada orang yang mengklaim bahwa Hizb telah mengubah sebagian dari
thariqahnya dan bahwa penyelenggaraan berbagai konferensi tidak berhubungan
dengan keberadaan Hizb sebagai partai intelektual
Dan jazakumullah khayran.
b. Kepada Nona Amer


Saya punya pertanyaan dan saya berharap Anda menjawabnya dinyatakan dalam
hal-hal yang ditabanni oleh al-Alim Taqiyuddin rahimahullah bahwa beliau menolak
demonstrasi dan sekarang kami melihat demonstrasi menyebar luar biasa dan Anda
sendiri mengorganisasikannya Lalu apakah ada dalil syariy atas aktifitas Anda??


c. Kepada Wassim Kordoghli


-8-

Di dalam kitab ad-Dawlah al-Islamiyyah halaman 245 dinyatakan: oleh karena itu
penyelenggaraan berbagai konferensi khilafah bukan merupakan thariqah untuk
tegaknya daulah al-islamiyyah Pertanyaan saya syaikhuna: kenapa Hizb
menyelenggarakan berbagai koferensi dan diskusi sementara di dalam kitab-kitabnya
Hizb menolak dilakukannya aktifitas-aktifitas itu Kami mohon penjelasan masalah ini
sehingga kerancuan hilang dari kami.
Jawab:


Pertanyaan-pertanyaan Anda mirip dari sisi topik. Yaitu tentang berbagai konferensi,
long march, aksi, diskusi dan apakah Hizb mengubah thariqahnya?
Jawabnya: wahai saudara-saudara bahwa Hizb tidak mengubah thariqahnya sebab
thariqah Hizb itu telah diistinbath dengan istinbath yang shahih dari kitabullah dan
sunnah nabi-Nya saw. dan thariqah Hizb itu telah dirinci secara jelas tidak ada
kerancuan tentangnya di buku-buku Hizb. Tatsqf, taful dan tegaknya al-Khilafah
Semuanya beserta dalil-dalilnya dijelaskan di dalam buku-buku kami.
Kami mengajak manusia untuk mengemban dakwah dan siapa saja yang memenuhi
ajakan kami, kami kelompokkan di dalam hizb dan ia menjadi syabab Hizb Demikian
juga kami melakukan aktifitas-aktifitas umum untuk mewujudkan opini umum yang
terpancar dari kesadaran umum dan kita meminta nushrah ahlul quwwah dan kita
tegakkan al-Khilafah dengan izin Allah.
Thariqah untuk menegakkan daulah ini, seperti yang kami katakan, diistinbath dengan
metode yang shahih dengan izin Allah, mengikuti apa yang ditempuh oleh Rasulullah
saw sejak diwahyukan kepada beliau sampai beliau menegakkan daulah di Madinah alMunawarah. Yakni thariqah itu adalah tatsqif untuk membangun tubuh Hizb, tafaul
maa al-ummah (berinteraksi bersama ummat) dengan aktifitas-aktifitas umum untuk
mewujudkan opini umum yang terpancar dari kesadaran umum (al-wayu al-m), dan
berikutnya thalab an-nushrah kemudian penegakan daulah
Tampak kerancuan pada diri si penanya datang dari mencampurkan antara aktifitas
opini umum pada tahapan tafaul dengan penegakan daulah dan masalah
percampuran ini menjadi jelas sebagai berikut:
1. Jika dikatakan apa aktifitas opini umum selama tahapan tafaul, kami katakan semua
aktifitas yang di dalamnya terjadi interaksi dengan umat, tegak di atas ide Islam dan
hukum-hukumnya. Misalnya, penyelenggaraan ceramah, diskusi, konferensi publik, aksi
long march, aksi demonstrasi yang kami pimpin dan kami gerakkan dengan panji kami
dan yel-yel kami jika kami mampu- dan aktifitas semacamnya :
a. Rasul saw mengumpulkan orang di bukit Shafa dan beliau menyeru mereka:
- Imam al-Bukhari telah mengeluarkan riwayat dari Ibn Abbas ra. ia berkata:

-9-

:


:

- -

:



:
:

:

.

Ketika turun ayat (artinya) dan berilah peringatan kepada kerabat terdekatmu, Nabi
saw naik ke bukit Shafa, dan beliau mulai menyeru: wahai Bani Fihrin, wahai Bani Adi
untuk satu marga Quraisy- sehingga mereka berkumpul, dan jika seorang laki-laki tidak
bisa keluar dia mengirim utusan untuk melihat apa itu. Lalu datanglah Abu Lahab dan
Quraisy, maka beliau bersabda: bagaimana pendapatmu seandainya aku beritahukan
bahwa pasukan ada di lembah ingin menyerang kalian apakah kalian membenarkanku?
Mereka berkata: benar, kami tidak punya pengalaman denganmu kecuali engkau
jujur. Beliau bersabda: aku memberi peringatan kepada kalian di depan azab yang
pedih. Maka Abu Lahab berkata: celakalah kamu sepanjang hari, apakah untuk ini
engkau mengumpulkan kami? Maka turunlah ayat (artinya): Binasalah kedua tangan
Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta
bendanya dan apa yang ia usahakan. (TQS al-Masad [111]: 2)
- Imam Muslim telah mengeluarkan dari Ibn Abbas, ia berkata:




:

:
: :

:


:


:


:



:


:


.

Ketika turun ayat (artinya): dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat
dan tokoh-tokohmu diantara mereka yang ikhlas. Rasulullah saw keluar hingga beliau
naik ke bukit Shafa dan berteriak: wahai pagi. Mereka berkata: siapa yang berteriak
itu? Mereka mengatakan: Muhammad lalu mereka berkumpul kepada beliau. Maka
beliau bersabda: ya bani fulan, ya bani Fulan, ya bani Fulan, ya bani Abdu Manaf, ya
bani Abdul Muthallib. Mereka pun berkumpul kepada beliau. Lalu beliau bersabda:
bagaimana pendapat kalian seandainya aku beritahukan bahwa sepasukan berkuda
keluar di balik gunung ini apakah kalian membenarkan aku? Mereka menjawab: kami
tidak punya pengalaman denganmu kecuali engkau benar. Beliau bersabda: maka aku
memberi peringatan kepada kalian di depan azab yang sangat pedih. Ibn Abbas
berkata: maka Abu Lahab berkata: celakalah kamu, apakah engkau mengumpulkkan
kami untuk ini? Kemudian turun surat ini Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan
sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa
- 10 -

yang ia usahakan. (TQS al-Masad [111]: 2) Demikianlah al-Amasy membaca surat ini
hingga akhir surat.
- Ahmad bin Yahya bin Jabir bin Dawud al-Baladzuri (w. 279 H) meriwayatkan dalam
kitabnya Jamal bin Ansb al-Asyrf ia berkata: Muhammad bin Saad dan al-Walid bin
Shalih telah menceritakan kepadaku dari Muhammad bin Umar al-Waqidi dari Ibn Abiy
Sabrah dari Umar bin Abdullah dari Jafar bin Abdullah bin Abi al-Hakam, ia berkata:



...
.






:

...

.

.
:

.


.

.



. .




" :


.

.

.






.

" :
" .



. :
" . .
Ketika turun kepada Nabi saw ayat (artinya) dan berilah peringatan kepada kerabat
terdekatmu, hal itu menjadi hal yang berat dan membuat dada beliau terasa sempit
ketika pagi hari Rasulullah saw mengutus kepada Bani Abdul Muthallib. Lalu mereka
hadir dan bersama mereka sejumlah orang dari Bai Abdu Manaf, semuanya empat puluh
lima orang lalu Rasulullah mengumpulkan mereka kedua kalinya. Dan beliau
bersabda: segala puji hanya bagi Allah aku memuji-Nya, akumeinta pertolongan-Nya
dan aku beriman kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada
tuhan kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya. Kemudian beliau bersabda:
ssungguhnya seorang pemimpn tidak membohongi warganya. Dan demi Allah
seandainya aku berdusta kepada seluruh manusia, aku tiak akan berdusta kepada kalian.
Seandainya aku menipu manusia niscaya aku tidak akan menipu kalian. Demi Allah yang
tiada tuhan melainkan Dia, sesungguhnya aku adalah Rasulullah kepada kalian secara
khusus dan kepada manusia seluruhnya. Demi Allah tidaklah kalian mati seperti kalian
tidur, dan sungguh klaian akan dibangkitkan seperti kalian dibangunkan, dan sungguh
kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian perbuat, dan sungguh
kalian diberi balasan atas kebaikan dengan kebaikan dan keburukan dibalas keburukan.
Dan sungguh adalah surga itu kekal dan neraka itu kekal. Dan kalian sungguh adalah
orang pertama-tama yang aku peringatkan. Lalu Abu Thalib berkata: alangkah senang
bagi kami membantu dan menyertaimu dan kami menyambut nasehatmu dan sangat
membenarkan pembicaraanmu. Dan mereka anak bapak moyangmu berkumpul.
Melainkan aku adalah salah seorang dari mereka. Hanya saja aku demi Allah yang paling
- 11 -

cepat kepada apa yang engkau sukai. Jalankan apa yang diperintahkan kepadamu. Demi
Allah aku akan terus melingkupi dan melindungimu. Hanya saja aku tidak menemukan
diriku suka untuk meninggalkan agama Abdul Muthallib hingga aku mati diatas apa
sebagaimana dia. Kaum itu berbicara lembut. Kecuali Abu lahab, ia berkat: wahai bani
Abdul Muthallib, ini demi Allah adalah keburukan. Tindaklah dia sebelum dia ditindak
oleh selain kalian. Jika kalian menyerahkan dia saat itu, kalian dihinakan. Dan jika kalian
melindunginya maka kalian diperangi. Abu Thalib berkata: demi Allah sungguh kami
akan melindunginya selama kami ada.

Begitulah, mengumpulkan orang dan berbicara di tengah mereka adalah bagian


dari aktifitas umum yang dilakukan.
b. Rasul saw memimpin kaum Muslimin dalam dua barisan di barisan pertama dipimpin
ole Umar dan dibarisan kedua Hamzah:
Abu Nuaim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin Mihran al-Ashbahani
(w. 430 H) meriwayatkan di dalam kitabnya Hilyatu al-Awliy wa Thabaqtu al-Ashfiy
dari Ibn Abbas, ia berkata:

:

" :
: ...
:


:
: ...

:


: :

: :
:



"



Aku bertanya kepada Umar ra.: karena apa engkau dipanggil al-Faruq? Umar
menjawab: Hamzah masuk Islam tiga hari sebelumku. Kemudian Allah melapangkan
dadaku untuk Islam Aku katakan: di mana Rasulullah saw? Saudariku berkata:
belliau di Dar al-Arqam di bukit Shafa lalu aku mendatangi rumah itu Lalu aku
katakan: aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah semata tidak ada sekutu
baginya, dan akku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Umar
berkata: maka penghuni rumah itu bertakbir dengan takbir yang bisa didengar oleh
orang yang ada di masjid. Umar berkata: lalu aku katakan: ya Rasulullah bukankah
kita di atas kebenaran jika kita mati dan jika kita hidup? Beliau menjawab: benar dan
demi Dzat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian di atas kebenaran
jika kalian mati dan jika kalian hidup. Umar berkata: maka aku katakan: lalu kenapa
kita bersembunyi? Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran sungguh
engkau keluar. Maka kami keluar dalam dua baisan, Hamzah di salah satunya dan akku
di barisan satunya lagi. Sampai kami masuk ke masjid. Umar berkata: maka Quraisy
melihat kepadaku dan kepada Hamzah, dan mereka ditimpa kesedihan yang belum
pernah menimpa mereka. Maka Rasul menyebutkan pada hari itu al-Faruq dan
memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
- 12 -

Jadi long march termasuk aktifitas opini umum untuk menggerakkan orang dan
menyadarkan mereka atas ide-ide dan hukum-hukum Islam. Aktifitas itu dilakukan
dengan syarat kita mampu melakukannya dengan panji kita dan yel-yel kita dan ide-ide
kita. Akan tetapi kita tidak bergabung dengan selain kita dalam aktifitas umum yang
tidak kita pimpin karena Rasul saw ketika memimpin kaum Muslimin pada aksi long
march itu, kaum muslimin tidak bergaung dengan gerakan-gerakan lain dengan berbagai
kepemimpinan. Akan tetapi kaum muslimin keluar dalam dalam barisan pada long
march dengan kepemimpinan rasulullah saw.
2. Adapun jika dikatakan apa thariqah penegakan al-khilafah: apakah demonstrasi, maka
kami katakan tidak Apakah ceramah-ceramah, maka kami katakan tidak apakah
berbagai konferensi? Maka kami katakan tidak Sebab semua itu dan semisalmnya
merupakan aktifitas opini umum yang dilakukan pada tahapan tafaul, dan itu bukan
thariqah penegakan daulah, melainkan thariqah penegakan daulah adalah apa yang
telah kami sebutkan di awal dan berakhir dengan aktifitas thalab an-nushrah dan
penegakan daulah.
Inilah topik itu dan mudah-mudahan sekarang telah menjadi jelas. Oleh karena itu, tidak
ada pertentangan antara yang ada di buku-buku kami dengan aktifitas-aktifitas kami.
Ucapan kami di dalam buku-buku kami bahw akonferensi dan long march demonstrasi
dan diskusi-diskusi bukan itu yang menjadi thariqah syariy yang dibangun dengan
dalil-dalil untuk menegakkan daulah ini adalah ucapan yang benar. Demikian juga
ucapan kami bahwa aktifitas-aktifitas ini adalah aktifitas-aktifitas umum yang dilakukan
pada tahapan tafaul jika kami mampu sesuai syara ucapan ini juga benar. Dan tidak
ada pertentangan diantara apa yang ada di buki dengan aktifitas yang kami lakukan
Yang wajib adalah Anda baca kalimat-kalimat ini di buku-buku kami pada konteks yang
kalimat itu digunakan, Anda baca dengan akal yang paham dan pandangan cemerlang
maka masalahnya akna menjadi sangat jelas dengan izin Allah
Tinggal masalah yang tidak dinyatakan di dalam pertanyaan akan tetapi kadang terlintas
di benak sebagian mereka, yaitu: jika begitu kenapa Hizb tidak menyelengarakan
konferensi atau aktifitas long march pada tahun-tahun sebelumnya?
Jawabnya adalah jelas dalam paparan sebelumnya. Kami tidak melakukan aktifitas opini
umum berupa long march atau demonstrasi dan semacamnya kecuali jika kami mampu
memimpinnya secara menonjol dan terbuka, dan dengan panji dan yel-yel kami, tanpa
bercampur dengan panji-panji lain dan yel-yel lain dari sisi bercampurnya tinta dengan
susu, dan temat serta waktunya sesuai dengan tujuan yang kami perjuangkan Jika hal
itu mungkin maka kami lakukan aktifitas itu dan jika tidak mungkin maka tidak kami
lakukan
Perlu diketahui dahulu pada tahun enam puluhan ketika ada kunjungan Borghuiba ke
Yordania menyerukan perdamaian dengan Yahudi Hizb pada masa Abu Ibrahim
rahimahullah telah mengorganisir delegasi yang sebagiannya menyerupai long march
dan mereka keluar ke perdana menteri di Amman, dan di al-Quds ke gubernurnya, dan
- 13 -

di al-Khalil kepada gubernurnya Dan aku bersama mereka di al-Khalil (Hebron).


Dengan begitu akan saya nukilkan apa yang aku ikut di dalamnya:
Hizb telah menyuruh syabab dan pada pendukung mereka untuk berkumpul pada jam
tertentu sepuluh pagi di jalan utama di kota al-Khalil. Kemudian kami keluar ke kantor
gubernur al-Imarah yang sekarang sudah dihancurkan. Ketika kami ada di jalan,
datang komandan keamanan dan terjadilah diskusi dan debat yang penting kami tidak
bisa kelaur jalan kaki akan tetapi diijinkan kai keluar dengan kendaraan, maka kami naik
kenadaraan dan bus dan kami pergi ke al-Imarah dan jumlah kami waktu itu banyak
dan kai tunaikan tugas kami dan kami kembali begitulah masalahnya adalah bahwa
semisal aktifitas ini jika mampu kita lakukan dengan kepemimpinan kami saja, dan kami
pandang itu tepat, maka kami lakukan. Dan jika kami tidak mampu memimpinnya dan
mengontrolnya atau kami memandang situasinya tidak tepat aka tidak kami lakukan.
Ini semisal pendirian Maktab Ilami. Itu termasuk aktifitas opini umum jika bisa kami
lakukan. Dan jika tidak bisa maka tidak kami lakukan. Misalnya, hal itu tidak mungkin
pada masa pendiri Hizb untuk kami umumkan juru bicara resmi hizb, maka kami tidak
melakukannya. Dan pada masa Amir kedua, Beliau membebaniku untuk menjadi juru
bicara di Yordania. Maka akupun akhirnya berada di penjara yang hampir-hampir aku
tidak keluar sampai aku kembali lagi ke dalamnya Akan tetapi sekarang dengan segala
puji hanya bagi Allah kami dirikan lebih dari satu Maktab Ilami dan semuanya adalah
aktifitas opini umum. Akan tetapi seandainya seseorang bertanya: apakah pendirian
Maktab Ilami merupakan thariwah untuk menegakkan al-Khilafah? Maka jawabnya
adalah tidak.
Dan sekarang kami kembai ke awal, maka kami ditanya:
Apakah ceramah-ceramah termasuk aktifitas opini umum, yang kami lakukan pada
tahapan tafaul? Jawabnya benar.
Apakah konferensi-konferensi termasuk aktifitas opini umum yang kami lakukan pada
tahapan tafaul? Jawabannya benar.
Apakah longmarch deostrasi yang kami pimpin dengan manejemen kami apakah itu
termasuk aktifitas opini umum yang kami lakukan pada tahapan tafaul? Jawabannya
benar Apakah pendirian Maktab-Maktab Ilami termasuk aktifitas opini umum yang
kami lakukan pada tahapan tafaul? Jawabannya benar.
Akan tetapi seandainya kami ditanya:
Apakah ceramah-ceramah adalah thariqah penegakan daulah? Jawabannya tidak.
Apakah konferensi-konferensi merupakan thariqah penegakan daulah? Jawabannya
tidak.
Apakah longmarch demonstrasi merupakan thariqah penegakan daulah? Jawabannya
tidak.
Apakah pendirian Maktab-Maktab Ilami merupakan thariqah penegakan daulah?
Jawabannya tidak.
- 14 -

Jelas bahwa pertanyaan pertama adalah tentang aktifitas opini umum pada tahapan
tafaul. Sementara pertanyaan-pertanyaan kedua adalah tentang thariqah penegakan
daulah. Keduanya adalah dua masalah yang berbeda, bukan satu masalah. Untuk
masing-masing ada jawabannya, dan tidak ada pertentangan di antara kedua masalah
itu dan di antara kedua jawabannya
Kami memohon kepada Allah SWT agar masalah ini telah menjadi jelas, tanpa ada
kerancuan dan ambiguitas. Dan yang demikian bagi tiap orang yang berusaha untuk
mencari kebenaran maka niscaya ia memahaminya dan melakukannya. Sedangkan
mereka yang berusaha mencari kebatilan maka tambahan penjelasan tidak akan
berguna baginya. Hal itu karena mereka tidak mencari kebatilan dalam rangka agar
mengetahui kebenaran. Keduanya adalah perkara yang tidak akan bertemu. Dan Allah
berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
06 Rabiul Awal 1435 H
07 Januari 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_32263

- 15 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebok Beliau
Jawaban Pertanyaan: Cukai di Daulah Islamiyah
Kepada Samih Raihan Abu Maysarah

Pertanyaan:
Assalamu alaikum.
Di dalam kitab Nizhm al-Islm dinyatakan bahwa daulah islamiyah tidak mendapatkan
sumber-sumber pendanaan kecuali dengan jalan yang legal (masyru). Dan juga
dinyatakan bahwa Daulah Islamiyah mengambil bea cukai sesuai dengan hukum
supervisi daulah terhadap perdagangan dalam dan luar negeri.
Lalu sejauh mana kesesuaian ini dengan penggambaran Anda untuk politik bea cukai
saat ini dari sisi hadits Rasul saw:




Pemungut cukai tidak masuk surga?
Dan apakah yang dimaksud dengan perdagangan dalam negeri bahwa negara
mewajibkan bea cukai terhadap perdagangan antar wilayah (propinsi) daulah islamiyah
sendiri?
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullhi wa baraktuhu.
- Hadits cukai, dikeluarkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak ala ash-Shahhayn dan
al-Hakim berkata tentang hadits tersebut hadits shahih menurut syarat muslim tetapi
beliau tidak mengeluarkannya. Dan teksnya adalah: Dari Uqbah bin Amir, ia berkata:
aku mendengar Rasulullah saw bersabda:



Pemungut cukai tidak masuk surga.

- 16 -

Hadits tersebut adalah terkait dengan rakyat negara, baik muslim maupun ahlu
dzimmah. Mereka tidak boleh dipungut cukai atas perdagangan mereka. Jadi mereka
berdagang dan tidak diambil cukai dari mereka baik apakah itu perdagangan antar
wilayah (propinsi) daulah islamiyah yakni perdagangan dalam negeri, atau antara daulah
islamiyah dengan luar negeri, yakni perdagangan luar negeri Para pedagang daulah
islamiyah, muslim maupun ahlu dzimmah, dari mereka tidak diambil pajak Hal itu
ditegaskan oleh apa yang dinyatakan oleh Rasulullah saw dalam surat beliau kepada
kaum muslimin yang masuk Islam dan mereka tidak dipungut usyur, yakni tidak
dipungut dari mereka usyur, bea cukai atas perdagangan:
- Abu Ahmad Humaid bin Mikhlad bin Qutaibah bin Abdullah al-Khurasani yang dikenal
dengan Ibn Zanjawaih (w. 251 H) meriwayatkan dalam kitabnya al-Amwl bahwa
Rasulullah saw menulis sebuah kitab untuk Tsaqif pada saat keislaman mereka dan di
dalamnya dinyatakan: Humaid telah menceritakan kepada kami dari Urwah bin azZubair, ia berkata: ini kitab Rasulullah saw untuk Tsaqif:

... ...

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah kitab dari
Muhammad Nabi, Rasulullah saw, untuk Tsaqif dan mereka tidak dipungut usyur
(pungutan bea cukai sepuluh persen)
Yakni tidak dipungut dari mereka bea cukai atas perdagangan mereka.
- Ibn Syabbah di dalam Trkh al-Madinah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menulis
kitab untuk Nashrani Najran sebagai Ahlu dzimmah bahwa tidak dipungut bea cukai dari
perdagangan mereka Di dalamnya dinyatakan: Abu al-Walid telah menceritakan
kepada kami dari Abi al-Fath bahwa Rasulullah saw mengikat perjanjian dengan
penduduk Najran, dan beliau menulis kitab untuk mereka:


...


Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini kitab Muhammad
Nabi, Rasulullah, untuk penduduk Najran jika hukum (pemerintahan)-nya berlaku atas
mereka mereka tidak dipungut usyur
Yakni tidak dipungut bea cukai atas perdagangan pahlu dzimmah. Hal itu karena
Nashrani Najran diikat perjanjian sebagai ahlu dzimmah dengan dalalah apa yang

dinyatakan di dalam kitab Nabi saw itu ...


yakni hukum (pemerintahan)
Rasulullah saw.

- Abu Ubaid telah mengeluarkan di al-Amwl dari Abdurrahman bin Maqil, ia berkata:
aku bertanya kepada Ziyad bin Hudair: siapa yang kalian pungut usyur? Ia berkata:
kami tidak memungut usyur dari seorang muslim dan tidak pula seorang muahad.
Aku katakan: lalu siapa yang kalian pungut usyur? Ia berkata: para pedagang Harb
sebagaimana mereka memungut usyur dari kami jika kami datang kepada mereka. Dan
al-syir adalah orang yang memungut supuluh persen atas komoditi yang masuk ke Dar
al-Islam dari Dar al-Harb.
- 17 -


Oleh karena itu, para pedagang yang memiliki kewarganegaraan islamiyah baik
seorang muslim atau dzimmi, darinya tidak dipungut bea cukai

Sedangkan al-muhriban hukman maka atas perdagangan mereka dipungut bea


cukai seperti negara-negara mereka memungut bea cukai dari para pedagang kita Hal
itu seperti yang dinyatakan dalam karya Abu Ubaid di dalam al-Amwl: aku katakan:
lalu siapa yang kalian pungut usyur? Ia berkata: para pedagang harb seperti mereka
memungut usyur dari kami jika kami datang kepada mereka. Juga seperti dinyatakan
oleh Ibn Qudamah di al-Mughni: dari Abu Mujliz Lahiq bin Humaid ia berkata: mereka
berkata kepada umar: bagaimana kita mengambil dari ahlu al-harb jika mereka datang
kepada kita? Umar berkata: bagaimana mereka mengambil dari kalian jika kalian
datang kepada mereka? Mereka menjawab: sepuluh persen. Umar berkata:
demikian juga ambillah dari mereka!
Ringkasnya:

Tidak dipungut bea cukai dari para pedaang daulah islamiyah baik pedagang itu
seorang muslim atau dzimmi.

Bea cukai dipungut dari pedagang muahad sesuai syarat-syarat yang dinyatakan
atasnya di dalam perjanjian.

Bea cukai dipungut dari para pedagang daulah muharibah hukman sebagaimana
negara-negara itu memungut dari para pedagang kita.

Sedangkan daulah muharibah filan kita dan mereka dalam perang riil maka
pedagang negara itu tidak boleh masuk ke negeri kita sebab hubungan dengan mereka
adalah hubungan perang riil.

Saudaramu
Atha bin khalil Abu ar-Rasytah
16 Rabiul Awal 1435 H
17 Januari 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_32525

- 18 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-RasytahAmir HIzbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan:
1- Apakah Istilah al-Khilafah Merupakan Istilah Fikhiyah atau Istilah Politis?
2- Apakah Hukuman di Dunia Menebus Dosa pada Hari Kiamat?
Kepada Samih Raihan Abu Maysarah

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullh wa baraktuhu.
Pertama, apakah istilah al-Khilafah untuk daulah islamiyah merupakan istilah fiqhiyah
yang diwajibkan oleh Allah terhadap daulah ataukah merupakan istilah politis?
Kedua, sudah diketahui bahwa dalam Islam seorang hamba jika ia berbuat maksiyat lalu
khalifah melaksanakan had atau qishash atau tazir terhadapnya maka gugurlah darinya
azab kemaksiyatan itu pada hari kiamat kelak, pertanyaannya di sini:
Hari ini kita ditundukkan kepada pemerintahan diktator sekuler dan kita hidup di dar alkufur, jika seorang hamba berdosa lalu dihukum dengan hukuman yang keluar dari
undang-undang positif buatan manusia (orang membunuh maka dibunuh) atau orang
mencuri lalu dipenjara, perlu diketahui bahwa hukuman pencuri adalah dipotong
tangan, lalu apakah akan gugur darinya dosa kemaksiyatan ini pada hari kiamat?
Semoga Allah memberikan balasan kepada Anda dan kaum muslimin dengan segala
kebaikan.
Jawaban:
Waalaikumussalam wa rahmatullh wa baraktuhu.
Berkaitan dengan pertanyaan pertama, sistem pemerintahan yang difardhukan oleh
Allah terhadap umat adalah al-khilafah. Dengan begitu maka istilah al-khilafah adalah
istilah fiqhiyah, yakni merupakan hakikat syariyyah. Demikian juga, al-Khilafah, sistem
pemerintahan Islam, di dalamnya ada aktifitas-aktifitas politik yang dilakukan oleh
khalifah. Perinciannya sebagai berikut:
1. Al-khilafah merupakan istilah fiqhiyah haqiqah syariyyah sebab nash-nash syariyah
menunjukkan atas yang demikian. Di antara nash-nash ini:
- 19 -

- Allah SWT berfirman:

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik. (TQS an-Nur [24]: 55)
- Ahmad dan Abu Dawud ath-Thayalisi mengeluarkan dari Hudzaifah bin al-Yaman,
Rasulullah saw bersabda:




Sesungguhnya kalian ada pada era kenabian, dan atas kehendak Allah akan tetap ada.
Kemudian Allah mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan
ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian, dan akan terus ada sesuai kehendak
Allah. Kemudian Allah akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya.
Kemudian akan ada kekuasaan yang menggigit (mulkan dhan) dan akan terus ada
sesuai kehendak Allah. Kemudian Allah akan mengangkatnya jika Dia berkehandak
mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan diktator dan akan terus ada sesuai
kehendak Allah. Kemudian Allah akan mengangkatnya jika Dia berkehendak
mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.
Hudzaifah berkata: kemudian beliau diam.
- Imam Muslim telah mengeluarkan dari Abu Hazim, ia berkata: aku ikut majelis Abu
Hurairah selama lima tahun dan aku mendengarnya menceritakan hadits dari Nabi saw,
beliau bersabda:





:

Dahulu Bani Israel diatur urusan mereka oleh para nabi, setiap kali seorang nabi wafat
digantikan oleh nabi yang lain, dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, dan akan
ada para khalifah dan mereka banyak. Mereka (para sahabat) berkata: lalu apa yang
- 20 -

engkau perintahkan kepada kami? Beliau bersabda: penuhilah baiat yang pertama
lalu yang pertama, berikan kepada mereka hak mereka, dan sesungguhnya Allah akan
meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang mereka diminta mengurusnya.
- Imam Muslim telah mengeluarkan dari Abu Said al-Khudzri, ia berkata: Rasulullah
saw bersabda:


Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya
Jadi nash-nash syariyah menjelaskan bahwa sistem itu khilfah, dan para penguasa
(pemerintah) di dalam sistem itu adalah khulafpara khalifah-. Begitulah Rasul saw
menyebutnya begitu, menyebut al-khulafa ar-rasyidun dan Khalifah adalah amirul
mukminin dan imam kaum muslimin yang memutuskan perkara mereka dengan syariah
Allah SWT, yakni bahwa khilafah dan khalifah merupakan istilah fiqhiyah haqiqah
syariyyah yang dinyatakan oleh syara. Diantaranya adalah nash-nash yang disebutkan
di atas.
2. Sedangkan bahwa sistem al-Khilafah adalah fardhu, maka dalil-dalil yang dinyatakan
tentang demikian, as-sunnah dan ijmak sahabat. Diantaranya:
Adapun al-kitab,Allah SWT berfirman menyeru Rasul saw:




Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
datang kepadamu. (TQS al-Maidah [5]: 48)
Dan firman Allah:





Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhatihatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (TQS al-Maidah [5]: 49)
Dan seruan kepada Rasul saw untuk memutuskan perkara di antara mereka dengan apa
yang telah diturunkan oleh Allah merupakan seruan kepada umat beliau saw.
Mafhumnya adalah hendaknya mereka mengadakan seorang hakim (penguasa) setelah
Rasul saw yang memutuskan perkara di antara mereka dengan apa yang telah
diturunkan oleh Allah. Dan perintah dalam seruan (khithab) itu memberi faedah jazm
(tegas) sebab topik seruan adalah fardhu. Ini merupakan qarinah (indikasi) atas jazm
(tegas) seperti yang ada dalam ketentuan ushul. Dan penguasa yang memutuskan
perkara di antara kaum muslimin dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah setelah
Rasulullah saw adalah khalifah. Dan sistem pemerintahan berdasarkan konteks ini
- 21 -

adalah sistem khilafah. Ini di samping bahwa penegakan hudud dan seluruh hukum
adalah wajib. Dan kewajiban ini tidak bisa ditegakkan dengan sempurna kecuali dengan
penguasa, sementara suatu kewajiban tidak sempurna dengan sesuatu maka hukum
sesuatu itu menjadi wajib. Artinya, mengadakan penguasa yang menegakkan syara
adalah wajib. Dan penguasa berdasarkan konteks ini adalah khalifah dan sistem
pemerintahan adalah sistem khilafah.
Adapun as-sunnah, diriwayatkan dari Nafi, ia berkata; Abdullah bin Umar berkata
kepadaku:


Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, niscaya ia menjumpai Allah pada
Hari Kiamat kelak tanpa memiliki hujjah, dan siapa saja yang mati sementara di
pundaknya tidak ada baiat maka ia mati seperti kematian jahiliyah. (HR Muslim)
Rasul saw mewajibkan atas setiap muslim agar di pundaknya ada baiat. Dan beliau
menyifati orang yang mati sementara di pundaknya tidak ada baiat bahwa ia mati
dengan kematian jahiliyah. Dan setelah Rasul saw baiat tidak ada kecuali kepada
khalifah, bukan kepada yang lain. Jadi hadits tersebut mewajibkan adanya baiat di
pundak setiap muslim, yakni adanya khalifah yang dengan keberadaannya akan
merealisasikan adanya baiat di pundak setiap muslim. Dan jika tidak maka orang yang
lalai ia mati dengan kematian jahiliyah. Ini untuk menunjukkan atas besarnya dosa
akibat tidak beramal untuk mewujudkan khalifah yang memutuskan perkara dengan
Islam.
Adapun ijmak sahabat, mereka ridhwanullah alayhim, mereka berijmak atas keharusan
menegakkan khalifah (pengganti) rasulullah saw setelah wafat beliau. Penegasan ijmak
sahabat atas penegakan khalifah itu tampak dari pengakhiran pemakaman jenazah Rasul
saw pasca wafat beliau dan kesibukan mereka untuk mengangkat khalifah (pengganti)
beliau. Padahal memakamkan mayit pasca kematiannya adalah fardhu. Dan para
sahabat yang wajib menyibukkan diri menyiapkan jenazah Rasul saw dan
menguburkannya, sebagian mereka menyibukkan diri mengangkat khalifah daripada
menyibukkan diri memakamkan jenazah Rasul saw, sementara sebagian yang lain dari
mereka diam dari kesibukan itu dan berserikat dalam mengakhirkan pemakaman
jenazah Rasul selama dua malam padahal mereka mampu memgingkarinya dan mampu
memakamkan. Rasul saw wafat pada waktu dhuha hari Senin, dan belum dikuburkan
malam selasa dan selasa siang dimana Abu Bakar dibaiat, kemudian jenazah Rasul saw
baru dikuburkan tengah malam, malam Rabu. Artinya penguburan ditunda dua malam,
dan Abu Bakar dibaiat sebelum penguburan jenazah Rasul saw. Maka hal itu menjadi
ijmak atas menyibukkan diri mengangkat khalifah dari menguburkan mayit. Dan hal itu
tidak terjadi kecuali jika mengangkat khalifah lebih wajib dari memakamkan mayit.

Berdasarkan hal itu maka penegakan khilafah adalah fardhu. Dan berikutnya
mengadakan khalifah adalah fardhu, dan sebaik-baik fardhu.

- 22 -

3. Adapun bahwa khilafah, sistem pemerintahan Islam, di dalamnya ada aktifitasaktifitas politik yang dilakukan oleh khalifah, maka hal itu karena politik (as-siysah)
berarti riyah asy-syun (pengaturan urusan). Dan aktifitas pokok khilafah dan khalifah
adalah riyah syun al-ummah, dan riyah asy-syun dari seorang penguasa adalah
politik.
Kata politik (as-siysah) secara bahasa berasal dari ssa yassu yakni yar al-hkim
asy-syuna (penguasa mengatur urusan). Di al-Qms al-Muhth dinyatakan: sustu arraiyyata siysatan, amrtuh wa nahaytuh (aku mengatur rakyat sebagai politik artinya
aku memerintah dan melarang rakyat).
Di dalam Mukhtr ash-shihh pada pasal sa wa sa dikatakan: ssa ar-raiyata yassuh
siysatan.
Ada hadits-hadits yang mengaitkan riyah syun al-ummah dengan khalifah.
Diantaranya:
Al-Bukhari telah mengeluarkan dari Ibn Syihab bahwa Salim menceritakan kepadanya:
bahwa Abdullah bin Umar berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda:


...



Setiap dari kalian adalah pemelihara, dan setiap kalian diminta pertanggungjawaban
atas pemeliharaannya, seorang imam adalah pemelihara dan dia akan dimintai
pertanggungjawaban atas pemeliharaan urusan rakyatnya
Jadi khalifah aktifitasnya adalah riyah asy-syun. Dan siyah asy-syun dari seorang
penguasa adalah politik sesuai makna bahasanya itu.
4. Sedangkan pertanyaan lain: apakah sanksi hukuman menebus dosa pada hari kiamat?
Ini benar jika sanksi hukuman itu syariy dari daulah islamiyah, yakni dari negara yang
memutuskan perkara dengan syariah Allah, bukan memutuskan perkara dengan
undang-undang positip (buatan manusia). Detilnya adalah:
Imam Muslim telah mengeluarkan dari Ubadah bin ash-Shamit, ia berkata: kami
bersama Rasulullah saw dalam suatu majleis, lalu beliau bersabda:






Kalian membaiat aku atas kalian tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak
berzina, tidak mencuri, tidak membunuh jiwa yang telah diharamkan oleh Allah kecuali
dengan haq, maka siapa saja diantara kalian yang memenuhinya, pahalanya menjadi
tanggungan Allah, dan siapa saja dari kalian yang melanggar sesuatu dari itu lalu
dihukum maka itu merupakan kafrah (penebus) baginya, dan siapa yang melanggar
dan Allah menutupinya, maka perkaranya kembali kepada Allah jika Dia berkehendak,
Dia maafkan, dan jika Dia berkehendak Dia mengazabnya
- 23 -

Jadi hadits ini menjelaskan bahwa siapa saja yang dihukum di dunia maka hukumannya
itu menjadi kafrah (penebus) baginya pada hari kiamat kelak sehingga ia tidak akan
disiksa atas dosa itu pada hari kiamat kelak. Dan jelas dari hadits ini bahwa hukuman
yang menebus dosa itu adalah hukuman daulah islamiyah yang di dalamnya seorang
khalifah dibaiat untuk memutuskan perkara dengan Islam. Hadits Rasul saw tersebut
dimulai dengan tubyin -kalian membaiatku- maka siapa saja yang memenuhinya,
pahalanya menjadi tanggungan Allah, dan siapa yang melanggarsesuatu dari hal itu lalu
dihukum maka itu menjadi kafarah (penebus) baginya. Jadi hukuman yang menjadi
penebus itu bergantung pada baiat, dan baiat adalah untuk penguasa yang memutuskan
perkara dengan Islam. Atas dasar itu maka hukuman dunia yang menjadi penebus dosa
di akhirat adalah hukuman daulah yang memutuskan perkara dengan Islam. Wallh
alam.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
21 Raibul Awal 1435 H
22 Januari 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_32713

- 24 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Menutup Kedua Kaki Perempuan
Kepada Ummu Sudayn al-Maqdisiyyah

Pertanyaan:
Assalmu alaikum wa rahmatullh wa baraktuhu semoga Allah menerima ketaatan
Anda.
Saya memohon kepada Allah Taala agar mengaruniai Anda dan kita nushrah dan
kekuasaan serta peneguhan kedudukan, dan semoga Allah menolong Anda dan
memuliakan Anda dengan khilafah kedua yang mengikuti manhaj kenabian, sehingga
Anda menjadi khulafa ar-Rasyidin keenam, sesungguhnya Dia penolong atas hal itu dan
sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Syaikhuna al-fadhil, di dalam buku Nizhm al-Ijtimiy f al-Islm cetakan iv (1424 H2003 M) pada topik: Memandang Wanita, dalam masalah karakteristik pakaian yang
dikenakan perempuan di atas pakaian rumahannya, pada halaman 49-50 dinyatakan:
dan disyaratkan pada jilbab itu hendaknya diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua
kaki. Sebab Allah SWT berfirman:


"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (TQS al-Ahzab
[33]: 59)
Yakni hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka, sebab kata min di sini bukan untuk
menyatakan sebagian (laysa li at-tabdh) tetapi untuk penjelasan (li al-bayn). Artinya
hendaklah mereka mengulurkan mantel dan baju kurung mereka ke bawah. Sebab
diriwayatan dari Ibn Umar bahwa ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

:

:

:
.
Siapa saja yang mengulurkan pakaiannya karena sombong tidak akan dipandang oleh
Allah pada Hari Kiamat kelak. Ummu Salamah berkata: lalu bagaimana perempuan
memperlakukan ujung pakaiannya? Rasulullah bersabda: hendaklah mereka ulurkan
sejengkal. Ummu Salamah berkata: kalau begitu kedua kaki mereka terlihat.
- 25 -

Rasulullah saw bersabda: hendaklah mereka ulurkan sehasta dan jangan mereka
tambah. (HR at-Tirmidzi)
Ini gamblang bahwa pakaian (luar) yang dikenakan perempuan di atas pakaian (pakaian
rumahan) yakni mantel atau baju kurung- agar diulurkan ke bawah sehingga menutupi
kedua kakinya. Jika kedua kakinya tertutup oleh kaos kaki atau sepatu maka yang
demikian itu tidak membuatnya cukup untuk tidak mengulurkan ke bawah dalam
bentuk yang menunjukkan adanya irkha. Dan tidak harus pakaian luar itu menutupi
kedua kaki dan keduanya tertutup:
1. Saya merasa ada kontradiksi di paragraf ini, ketika paragraf ini mengatakan: Ini
gamblang bahwa pakaian (luar) yang dikenakan perempuan di atas pakaian
(rumahannya) yakni mantel atau baju kurung- agar diulurkan ke bawah sehingga
menutupi kedua kakinya. Dengan ungkapan paragraf ini: Dan tidak harus pakaian luar
itu menutupi kedua kaki dan keduanya tertutup. Lalu bagaimana kita bisa memahami
masalah ini, apakah perempuan harus menutup kedua kakinya dengan jilbabnya,
ataukah bahwa tertutupnya kedua kaki dengan kaos kaki membuatnya cukup untuk
tidak menutupinya dengan jilbab?
Masalah lain yang syaikhuna al-fadhil dan saya mohon maaf sebab saya memperpanjang
pertanyaan kepada Anda
2. Terkait hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Umar ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

:

:

:
.
Siapa saja yang menjulurkan pakaiannya karena sombong tidak akan dipandang oleh
Allah pada Hari Kiamat kelak. Ummu Salamah berkata: lalu bagaimana perempuan
memperlakukan ujung pakaiannya? Rasulullah bersabda: hendaklah mereka ulurkan
sejengkal. Ummu Salamah berkata: kalau begitu kedua kaki mereka terlihat.
Rasulullah saw bersabda: hendaklah mereka ulurkan sehasta dan jangan mereka
tambah. (HR at-Tirmidzi)
Dari mana ukuran Ummu Salamah untuk masalah tersebut, apakah dari mata kaki atau
dari pertengahan betis?
Dan apa ukuran perempuan mengulurkan jilbabnya, apakah ia jadikan terulur sampai
tanah, atau menutupi seluruh kaki, atau cukup sampai mata kaki, atau ia tutupi kedua
kakinya dengan kaos kaki akan berpahala atau apa??
Semoga Allah memberikan barakah pada Anda dan segala upaha Anda. Dan assalmu
alaikum wa rahmatullh wa baraktuhu.
Ummu Sudayn Baitul Maqdis.
Jawab:
Wa alaikumussalm wa rahmatullh wa baraktuhu.
- 26 -

1. Dahulu para perempuan khususnya di kampung, berjalan bertelanjang kaki atau


memakai terompah atau yang serupa yang tidak menutupi kedua kakinya seluruhnya.
Maka kedua kaki perempuan itu terlihat kecuali ia mengulurkan pakaiannya sampai
tanah supaya tidak terlihat kedua kakinya selama ia berjalan. Ketika Rasulullah saw
melarang mengulurkan pakaian karena sombong, Ummu Salamah melihat bahwa
perempuan jika pakaiannya tidak terulur sampai tanah, maka ketika dia berjalan, dan
menggerakkan kedua kakinya pada saat berjalan, maka kedua kakinya terlihat. Hal itu
karena kedua kaki itu tidak tertutup dan perempuan itu berjalan bertelanjang kaki atau
memakai terompah yang tidak menutupi kedua kakinya Maka Ummu Salamah
bertanya kepada Rasulullah saw: lalu bagaimana perempuan memperlakukan ujung
pakaiannya? Sebab perempuan waktu itu jilbabnya atau mantelnya diulurkan sampai
nyasar tanah agar kedua kakinya tidak terlihat Lalu Rasulullah saw memperbolehkan
mereka untuk mengulurkannya sejengkal kemudian sehasta melebihi kedua kaki
sehingga jika perempuan itu berjalan bertelanjang kaki tidak terlihat kedua kakinya
selama pakaiannya diulurkan melebihi kedua kakinya sampai nyasar tanah Jadi
topiknya adalah: (mengulurkan pakaian untuk menutupi kedua kaki) Artinya bahwa
pertanyaan itu untuk menutupi kedua kaki. Dengan ungkapan lain, mengulurkan jilbab
sampai tanah melebihi kedua kaki itu adalah untuk menutupi kedua kaki. Jadi illat
mengulurkan pakaian sampai tanah sebagai tambahan atas irkha adalah menutupi
kedua kaki. Dan al-mall beredar bersama illat dari sisi ada dan tidaknya. Jika kedua
kaki tertutup maka tidak perlu mengulurkan pakaian sampai tanah, akan tetapi cukup
agar memenuhi makna mengulurkan (al-idn) yakni al-irkh yang dinyatakan di dalam
ayat:


"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (TQS al-Ahzab
[33]: 59)
Yakni, agar pakaian diulurkan sehingga kedua kaki tertutupi.
2. Adapun dari mana Ummu Salamah mengukur sejengkal atau sehasta, maka
masalahnya tersebut adalah mengulurkan pakaian sampai tanah. Inilah yang
ditanyakan oleh Ummu Salamah, dimana ia meminta penjelasan tentangnya. Ummu
Salamah melihat bahwa jika pakaian tidak diulurkan sampai tanah maka kedua kaki akan
terlihat ketika perempuan berjalan. Dan ini benar. Pakaian itu jika tidak diulurkan
sampai tanah sedikit, dan seorang perempuan berjalan bertelanjang kaki atau memakai
terompah yang tidak menutupi kaki, maka perempuan itu ketika menggerakkan kedua
kakinya pada saat berjalan akan terlihat bagian-bagian kedua kakinya Maka Rasulullah
saw mengijinkan perempuan mengulurkan pakaiannya sejengkal sampai tanah sebab
hadits tersebut tentang mengulurkan pakaian. Dan kata jarra mengulurkan- berarti
sampai tanah. Dan ini menunjukkan bahwa sejengkal yang diulurkan sampai tanah itu
yakni dari bawah (ujung-telapak) kaki.
Saya ulangi, bahwa ini adalah sehingga kaki tidak terlihat pada saat berjalan. Jika kaki
tertutup dengan kaos kaki, maka cukuplah irkha (mengulurkan) jilbab ke bagian atas
- 27 -

kaki yang tertutup dengan kaos kaki. Yakni cukup sampai kedua mata kaki, selama kedua
kaki itu tertutup.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
26 Raibul Awal 1435 H
27 Januari 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_32844

- 28 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Apakah Saya Termasuk Orang-Orang yangf Duduk Tidak
Berjuang?
Kepada Nayef Shoshari

Pertanyaan:
Asy-syaikh as-sayid al-amir.
Assalmu alaikum wa rahmatullhi wa baraktuhu.
Saya menelaah salah satu jawaban Anda kepada salah seorang ikhwah yang
meninggalkan aktifitas politik di dalam kutlah al-Hizb. Dan ungkapan itu telah
meninggalkan pengaruh besar di dalam diri saya (engkau telah rela bersama orangorang yang duduk tidak beramal al-qidn-)
Padahal saya mengadopsi semua ide Hizb secara ide dan perilaku dan saya tidak
membiarkan satu tempat atau pertemuan kecuali saya beritahukan kepada orang ide
Hizb, sampai nama saya dikaitkan dengan Hizb. Meski saya sekarang tidak terpaut
dengan kutlah Hizb karena sebab tertentu yang memaksa saya, sesuatu di luar kehendak
saya, seperti yang saya deskripsikan.
Dan setelah itu, apakah saya sekarang termasuk bersama orang-orang yang duduk tidak
beramal (al-qidn)?
Saudaramu Abu Muhammad Nawfal
Jawaban:
Wa alaikumussalm wa rahmatrullh wa baraktuhu.
Ya akhiy, sungguh perjuangan Islam guna melanjutkan kehidupan islami di muka bumi
dengan tegaknya daulah al-Khilafah ar-Rasyidah bukan dalam bentuk aktifitas individual,
akan tetapi merupakan aktifitas kutlah yakni jamaah, yang urusannya diatur dengan
disiplin sesuai syariah Rabbnya SWT.
Adapun dalil hal itu adalah firman Allah SWT:

- 29 -

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung. (TQS Ali Imran [3]: 104)
Dan makna ummah yakni jamaah.
Kemudian sesungguhnya yadna il al-khayr menyeru kepada kebaikan- yakni Islam
seluruhnya. Kata al-khayr diawal dengan al-alf dan al-lm, yakni al-Islam seluruhnya. Ini
mencakup penegakan daulah untuk menerapkan hudud, menyebarkan Islam dengan
dakwah dan jihad. Dan semua itu tidak terjadi dengan amal individual.
Demikian juga, sirah Rasulullah saw mengatakan demikian. Para sahabat berada di
sekitar beliau disiplin bersama, berpegang teguh kepada tali agama yang satu. Jadi
mereka adalah jamaah yang berkelompok (sebuah kutlah), dan bukan individu-individu
yang berserakan
Nash-nash syariah tentang kekuatan jamaah banyak. Di antaranya:
Imam at-Tirmidzi telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Ibn Abbas, ia berkata:
Rasulullah saw bersabda:



Tangan Allah bersama jamaah
Imam an-Nasai telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Arfajah bin Syuraih alAsyjaiy, ia berkata: aku melihat Nabi saw berada di atas mimbar berpidato kepada
masyarakat. Beliau bersabda:


...



tangan Allah di atas jamaah. Dan setan bersama orang yang memisahkan dari
jamaah dan lari
Ibn Hibban telah mengeluarkan di dalam Shahh-nya juga dari Arfajah dengan lafazh:


...



Tangan Allah bersama jamaah dan setan bersama orang yang memisahkan diri dari
jamaah dan lari (dari jamaah)
Al-Hakim telah mengeluarkan di dalam al-Mustadrak al Shahiyhayn dari Ibn Umar, ia
berkata: Rasulullah saw bersabda:

- 30 -

Tangan Allah di atas jamaah maka ikutilah kelompok yang lebih besar, sebab siapa yang
menyimpang ia menyimpang di neraka
Dan tentu saja, jamaah yang dituntut adalah jamaah yang disiplin (diatur dengan baik)
dengan kitabullah SWT dan sunnah Rasulullah saw seperti yang telah dijelaskan oleh
ayat yang mulia:




Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung. (TQS Ali Imran [3]: 104)
Semua ini menunjukkan bahwa perjuangan (amal) itu wajib dilakukan dalam jamaah dan
bukan secara individual. Dan juga menunjukkan bahwa jamaah itu haruslah disiplin
dengan syara
Sementara Anda ya akhiy yang mulia, siap untuk berada di dalam jamaah yang shahih
selama Anda mengemban idenya dan terikat dengannya dan membicarakannya, maka
sempurnakanlah kebaikan yang Anda pikul ini dengan menjadi bagian integral (masuk)
di dalam jamaah ini, sehingga Anda akan mulia di dunia dan akhirat, insyaa Allah.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
02 Rabiuts Tsani 1435 H
02 Februari 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_32983

- 31 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan:
1. Dalil-Dalil Penggunaan Qiyas
2. Jual Beli Tepung Gandum dengan Roti
Kepada Basyir al-Khilafah al-Qadimah
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullhi wa baraktuhu.
Syaikhuna al-habib semoga Allah menolong Anda atas urusan Anda dan memberi Anda
taufik kepada apa yang Dia ridhai, amma badu:
Saya membaca di buku asy-Syakhshiyyah juz 3 pada topik al-Qiyas sesuatu yang menarik
perhatian saya bahwa Hizb berdalil atas bahwa qiyas merupakan dalil syariy dengan
dalil-dalil qathiy dan yang lain zhanni. Padahal ketika membantah pendapat orang yang
mengatakan ijmak khulafau ar-rasyidin dan yang lain, Hizb mengatakan bahwa dalildalilnya zhanni tidak layak untuk beristidlal. Barangkali dikatakan bahwa Hizb bersikap
ramah dengan dalil. Jika demikian masalahnya, kenapa kita tidak mengisyaratkan
kepada masalah ini khususnya buku tersebut telah dicetak ulang?
Saya juga melihat demikian. Dan saya menduga bahwa saya keliru. Bahwa aspek istidlal
dengan dalil-dalil qathiy atas qiyas tidak secara sharih dalam dalalah melainkan
merupakan istinbath dari dalil menurut makna: bahwa selama nas qathiy di dalamnya
ada illat yang membangkitkan hukum maka ini cukup untuk memperbolehkan qiyas.
Saya merasa bahwa ini bukan istidlal dengan sharh al-kalm.
Pertanyaan lain:
Sebagian orang memberikan kepada tukang roti di kedai roti umum sekantong tepung
gandum dan mereka mengambil penggantinya berupa sejumlah roti setiap hari selama
satu bulan misalnya. Apakah ini boleh? Dan apakah masalah ini masuk dalam konteks
ijarah atau jual beli padahal kedua pihak tidak menyatakan secara gamblang atas salah
satu dari kedua hal itu (yakni apakah jual beli atau ijarah)?
Saya mohon jawaban segera jika dimungkinkan. Semoga Allah menolong Anda dan
memberi Anda taufik dan menjadikan pertolongan dan peneguhan menyertai Anda dan
menghimpunkan Anda dan kami dalam waktu dekat di Dar al-Islam.
Wassalmu alaikum wa rahmatullhi wa baraktuhu.
- 32 -

Jawab:
Wa alaikumussalm wa rahmatullh wa baraktuhu.
Pertama: terkait dengan qiyas. Dalilnya adalah nas yang di dalamnya dinyatakan illat.
Jika illat itu dinyatakan di dalam al-Kitab maka dalil qiyas itu adalah al-Kitab. Dan jika
illat itu dinyatakan di dalam as-Sunnah maka dalil qiyas itu adalah as-Sunnah
Dan ini adalah dengan kalimat yang gamblang (sharh al-kalm), lalu bagaimana Anda
mengatakan: saya merasa ini bukan istidlal dengan sharh al-kalm?
Perhatikan dalil-dalil illat maka Anda akan melihat jawaban tersebut:

Ambil contoh firman Allah SWT:


Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
(TQS al-Hasyr [59]: 7)
Sekarang jawab pertanyaan ini: apakah khalifah boleh memberi dari kepemilikan negara
kepada orang-orang fakir dan tidak memberi kepada orang-orang kaya?
Jawabannya tentu saja: boleh. Dan sekarang saya lengkapi pertanyaan: apa dalil hal itu?
Bukankah jawabannya adalah firman Allah (yang artinya): supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.?

Ambil contoh hadits:

... ...
Dan dalam domba yang digembalakan jika mencapai empat puluh ekor, maka di
dalamnya ada seekor domba betina sytun- (HR Abu Dawud)
Sekarang jawablah pertanyaan berikut: apakah domba yang diberi makan di rumah dan
tidak digembalakan atasnya wajib dikeluarkan zakat?
Jawabannya tentu saja: tidak ada zakat atasnya. Dan sekarang saya lengkapi pertanyaan:
apa dalil hal itu?
Bukankah jawabannya adalah hadits Rasul saw: Dan dalam domba yang
digembalakan jika mencapai empat puluh ekor, maka di dalamnya ada seekor domba
betina sytun-. (HR Abu Dawud)
Begitulah, Anda lihat bahwa dalil-dalil tersebut sharih dalam tema tersebut.
Adapun Anda maksudkan ucapan Anda dengan sharh al-kalm bahwa illat yang
dinyatakan di nash-nash dan yang merupakan topik qiyas itu tidak selalu sharh akan
tetapi bersifat sharh dan tidak sharh yakni secara dalalah, intinbathan dan qiyasiyah,
maka ini benar. Misalnya:




- 33 -

Tidak lain dijadikannya meminta izin dikarenakan melihat (HR al-Bukhari)


Jadi illat tersebut sharh min ajli karena-. Sedangkan as-s`imah maka itu adalah
illat secara dalalah sebab merupakan sifat yang memberi mafhum (shifatun
mufhimun) Dan jika yang Anda maksudkan adalah ini, maka ini benar (shahih). Akan
tetapi, ini adalah topik lain berkaitan dengan dalil tafshili (dalil kasuistik). Sedangkan
dalil ijmali al-ushuli (dalil global bersifat ushul), maka itu adalah dengan penetapan
bahwa al-Kitab itu telah dipastikan (al-maqth bihi) dan dengan penetapan bahwa assunnah adalah telah dipastikan (al-maqth bihi). Dan karenanya, al-qiyas juga telah
dipastikan (al-maqth bihi) sebab ia kembali kepada al-Kitab dan as-Sunnah. Ini bukan
dalil tafshil (dalil kasuistik). Begitulah, dalil tafshiliy yang bersifat fikhiyah untuk illat
kadang sharh dan kadang tidak sharh. Ini bahasan lain, bukan topik istidlal atas qiyas.
Adapun perhatian Anda seputar apa yang dinyatakan di dalam buku tersebut: sungguh
telah ditetapkan keberadaan qiyas sebagai dalil syara dengan dalil qathiy dan dalil
zhanni. Ucapan Anda ada sisi benarnya. Meski bahwa kata dalil itu digunakan dalam
konteks ushul dan konteks fikih, akan tetapi madll (konotasi)-nya berbeda dari sisi
qathiy dan zhanni. Dan karena topik di sini adalah tentang dalil-dalil ushul, maka yang
lebih utama adalah dibatasi pada dalil qathiy tanpa dalil zhanni. Atas dasar itu, yang
lebih afdhal adalah dikoreksi dan kami akan mengoreksinya, insyaa Allah. Perlu
diketahui, saya telah menyebutkan di buku saya Taysr al-Wushl il al-Ushl sebagai
berikut:
(Kehujahan al-qiyas datang dari kehujahan dalil-dalil yang memuat illat, yakni al-Quran,
as-Sunnah dan Ijmak. Dan karena kehujahan al-Kitab, as-Sunnah dan Ijmak Sahabat
telah ditetapkan seperti yang kami sebutkan sebelumnya maka demikian juga telah
ditetapkanlah kehujahan al-Qiyas.
Rasul saw telah menunjukkan penggunaan al-qiyas. Yaitu ketika Rasul saw ditanya
tentang qadha haji selesai.
Kedua, sedangkan pertanyaan Anda tentang jual beli tepung gandum dengan roti, maka
ini ya Akhiy bukan merupakan masalah baru. Akan tetapi para fukaha pada era-era awal,
mereka telah berbeda pendapat tentangnya dikarenakan perbedaan mereka dalam
menjawab pertanyaan:
Apakah komoditas ribawiyah jika berubah dengan rekayasa (engineering) seperti
gandum jika telah di goreng, gandum telah menjadi tepung gandum atau adonan/pasta
atau roti dan semisalnya, apakah semua itu masih satu jenis yang sama, yakni
terhadapnya berlaku lafazh al-qumhu (gandum) al-burr. Dan berikkutnya tidak boleh
diperjualbelikan kecuali serah terima kontan (yadan bi yadin) dan sama? Atau telah
menjadi jenis lain? Dan itu merupakan jenis lain dari komoditas ribawi sehingga boleh
dipertukarkan secara saling berlebih akan tetapi dengan serah terima kontan (yadan bi
yadin)? Atau itu merupakan jenis lain yang bukan ribawi sehingga boleh dijual secara
bertempo? Begitulah masalah tersebut menurut mereka:

- 34 -

1.
Mereka yang menganggapnya satu jenis, maka mucul masalah menurut mereka
yaitu kesamaan itu tidak mungkin. Bagaimana menakar atau menimbang gandum
dengan roti, atau ditimbang adonan/pasta dengan tepung, atau dengan tepung terigu
dsb. Oleh karena itu mereka mengatakan tidak boleh menjual gandum dengan roti atau
tepung karena tidak mungkinnya ada kesamaan (tamtsul).
2.
Yang lainnya mengatakan bahwa keduanya adalah dua jenis berbeda akan tetapi
keduanya termasuk ribawi, yakni biji gandum adalah jenis ribawi dan tepung gandum
adalah jenis ribawi, tepung terigu adalah jenis ribawi dan roti adalah jenis ribawi Oleh
karena itu mereka mengatakan selama tidak satu jenis maka boleh menjualbelikannya,
yakni boleh menjual biji gandum dengan tepung gandum atau roti sesuka kalian akan
tetapi harus serah terima kontan.
3.
Ada golongan yang mengatakan bahwa itu adalah jenis-jenis berbeda. Produk
dari biji gandum bukan merupakan jenis ribawi, akan tetapi merupakan sesuatu yang
lain. Oleh karena itu, roti, adonan/pasta, atau tepung terigu, bukanlah jenis ribawi. Atas
dasar itu maka boleh menjual biji gandum dengan roti dan tepung gandum sesuka kalian
dan juga boleh bertempo. Sebab itu bukanlah jenis ribawi, yakni bahwa biji gandum
boleh dijual dengan jenis lain yang bukan jenis ribawi

Atas dasar itu pendapat para mujtahid dalam masalah tersebut berbeda-beda
dan saya kutipkan pendapat sebagian fukaha mutabar:
a.

Pendapat asy-Syafiiy tentang ketidakbolehan jual beli tersebut:

Di dalam al-Majm an-Nawawi asy-Syafiiy (w. 676 H): tidak boleh menjual tepung
gandum dengan rotinya sebab ia dimasukkan ke api, dicampur garam dan air, dan hal itu
menghalangi terjadinya kesamaan (tamtsul), dan karena roti ditimbang dan gandum
ditakar maka tidak mungkin diketahui kesamaan diantara keduanya.
b.

Pendapat Abu hanifah tentang ketidakbolehan jual beli tersebut:

Di al-Binyah Syarh al-Hidyah oleh Badrudin al-Ayni al-Hanafi (w. 755 H) dari Abu
Hanifah bahwa tidak ada kebaikan di dalamnya yakni dalam jual beli roti dengan biji
gandum dan tepung terigu, yakni tidak boleh.
c.
Pendapat sahabat Abu Hanifah (Abu Yusuf dan Muhammad) tentang kebolehan
jual beli tersebut secara saling berlebih dengan serah terima kontan (yadan bi yadin):
Di al-Binyah Syarh al-Hidyah dinyatakan: dan boleh menjual roti dengan gandum dan
tepung terigu secara saling berlebih jika serah terima kontan. Dan Badrudin al-Ayni
menambahkan: jual beli roti dengan roti secara saling berlebih secara jumlah atau
timbangan boleh dalam pendapat Abu Yusuf dan Muhammad rahimahumallh, secara
serah terima kontan (yadan bi yadin).
Di dalam al-Binyah Syarh al-Hidyah dinyatakan dan fatwa menurut yang pertama
yakni tidak bolehnya jual beli roti dengan gandum dan tepung terigu.
d.

Pendapat Abu Yusuf tentang bolehnya jual beli bertempo, yakni secara kredit:

- 35 -

Di al-Binyah Syarh al-Hidyah dinyatakan: jika gandumnya bertempo maka boleh


juga. Dan jika rotinya bertempo boleh menurut Abu Yusuf, dan fatwa dibangun atas
dasar itu.
Diatas semua itu, Anda bisa bertaklid dalam masalah tersebut kepada mujtahid yang
Anda merasa tenteram dengan ijtihadnya, dan semoga Allah bersama Anda.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasyta
07 Rabiuts Tsani 1435 H
07 Februari 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_33099

- 36 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban pertanyaan:
1. Jangka Waktu Syirkah
2. Bay al-Muzayadah (Jual Beli Lelang)
Kepada Hanin Islem

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Bagaimana kondisi Anda syaikhuna al-fadhil dan alimuna al-jalil? Saya memohon
kepada Allah agar berada pada keadaan yang terbaik.
Pertanyaan saya: pertama, apakah asy-syarik (mitra syirkah) bisa keluar dari syirkah
kapan saja ia inginkan, perlu diketahui bahwa ada jangka waktu tertentu yang disepakati
sebelumnya yaitu satu tahun? Mohon disertai rincian dan dalil-dalil, semoga Allah
memberkahi Anda.
Kedua, didirikan balai lelang umum untuk penyelenggaraan bay al-muzayadah (lelang).
Disitu terjadi penawaran harga yang meningkat diantara para pedagang di dalamnya
harga mencapai harga tertinggi berkali-kali lipat dari harga dasar yang menyebabkan
kerugian sebagian pedagang. Apakah secara syariy boleh pedagang menambah
penawaran atas harga sampai pada derajat yang menyebabkan kerugian pesaingnya dan
pada beberapa kondisi membuatnya bangkrut? Mohon disertai dengan dalil-dalil dan
rinciannya, semoga Allah memberkahi Anda.
Ketiga, untuk menjauhi terus meningkatnya penawaran harga, dilakukan kesepakatan di
antara pedagang di pelelangan umum dan swasta sebelum terjadi lelang: yakni sebagian
memberi harta kepada sebagian yang lain sehingga tidak terjadi tawaran yang terus
meningkat diantara mereka di dalam lelang atau harga tidak sampai pada batas
tertinggi. Apa hukum harta yang diberikan di antara para pedagang antar sesama
mereka itu? Apa hukum aktifitas perdagangan ini? Mohon disertai rincian dan dalil-dalil,
dan semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada Anda.
Saya mohon maaf karena panjangnya dan banyaknya pertanyaan. Saya tahu besarnya
beban tanggungjawab Anda, semoga Allah menolong Anda dan memberikan
kemenangan melalui tangan Anda. Semoga Allah menyiapkan ahlu nushrah untuk Anda
sebagaimana dahulu Allah menyiapkannya untuk kekasih-Nya al-Mushthafa saw.
- 37 -

Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertama, pertanyaan Anda tentang jangka waktu dalam syirkah:
1.
Syirkah secara bahasa adalah percampuran dua bagian atau lebih dimana tidak
bisa dibedakan lagi satu dari yang lain. Dan syirkah secara syariy adalah akad antara dua
orang atau lebih yang bersepakat di dalamnya untuk melakukan aktifitas finansial
dengan maksud memperoleh laba. Akad syirkah mengharuskan adanya ijab dan qabul
secara bersama, seperti semua akad lainnya. Dan ijab adalah salah satu pihak
mengatakan kepada pihak lain aku bersyirkah denganmu dalam hal demikian,
sementara pihak lain mengatakan aku terima Akan tetapi akad itu harus mengandung
makna berserikat atas sesuatu.
Syirkah hukumnya boleh. Rasulullah saw diutus dan masyarakat bermuamalah
dengannya lalu Rasul saw menyetujuinya. Maka persetujuan beliau saw terhadap
muamalah masyarakat itu merupakan dalil syariy atas kebolehannya. Abu Dawud
meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi saw beliau bersabda:

:



Sesungguhnya Allah berfirman: Aku menjadi pihak ketiga dari dua orang yang
bersyirkah selama yang satu tidak mengkhianati yang lain, dan jika dia
mengkhianatinya maka Aku keluar dari keduanya.
2.
Penyebutkan jangka waktu di dalam akad syirkah bukan keharusan. Syirkah tidak
perlu jangka waktu dalam pengakadannya. Akan tetapi syirkah itu terakadkan dan tidak
ada kemajhulan di dalam akadnya sehingga memerlukan penentuan jangka waktu
seperti ijarah misalnya. Dimana ijarah menjadi majhul jika tidak disebutkan jangka
waktunya, sehingga tidak terakadkan (dengan sempurna) kecuali disebutkan jangka
waktu baik jangka waktu saja terpisah dari lainnya harian, bulanan, tahunan ataupun
berkaitan dengan pekerjaannya sendiri misal ijarah membangun dinding, atau menggali
sumur sehingga jangka waktunya berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan.
3.
Pembubaran syirkah bergantung pada keinginan para syarik. Dua orang syarik
mengakadkan syirkah atas aktifitas tertentu. Keduanya bisa membubarkan syirkah itu
kapan mereka inginkan. Di dalam Nizham al-Iqtishdiy disebutkan sebagai berikut:
(Dan syirkah secara syariy termasuk al-uqd al-j`izah. Dan syirkah itu batal dengan
kematian salah seorang dari dua orang yang bersyirkah, atau dia gila atau dihijr atas
kelemahan akalnya. Atau syirkah itu batal dengan fasakh oleh salah satu dari keduanya
jika syirkah itu terdiri dari dua orang. Sebab syirkah adalah aqdun j`izun maka dengan
semua itu batal seperti halnya wakalah. Jika salah seorang dari kedunya mati dan ia
memiliki pewaris yang rasyd (tidak lemah akal), maka pewarisnya itu berhak
menggantikannya di dalam syirkah dan mengizinkan mitra syirkahnya dalam melakukan
- 38 -

tasharruf. Pewarisnya itu juga berhak meminta pembagian. Dan jika salah seorang dari
kedua mitra syirkah meminta pembubaran (fasakh) maka bagi mitra syirkah lainnya
wajib memenuhi permintaan itu. Jika mereka mitra syirkah banyak dan salah seorang
dari mereka meminta pemfasakhan syirkah sementar ayang lainnya ridha
dipertahankan, maka syirkah yang ada difasakh dan diperbaharui diantara yang masih
bertahan. Hanya saja harus dibedakan antara syirkah mudharabah dengan lainnya.
Dalam syirkah mudharabah, jika penelola meminta dijual dan pemilik modal (shahibul
mal) meminta pembagian, maka permintaan pengelola yang dipenuhi. Sebab haknya
ada dalam laba sementara laba itu tidak akan tampak kecuali dalam penjualan.
Sedangkan dalam jenis syirkah lainnya, maka salah satu meminta dibagin dan yang lain
meminta dijual, maka yang dipenuhi adalah permintaan dibagi, bukan dijual.) selesai.
Ini yang kami tabanni dalam hal terakadkannya syirkah tanpa disebutkan jangka waktu.
Dimana jangka waktu itu bukan keharusan untuk keabsahan aqad syirkah.
4.
Adapun jika disebutkan jangka waktu di dalam syirkah tersebut, maka ini telah
diperselisihkan oleh para fukaha. Anda boleh bertaklid kepada mujtahid yang ijtihadnya
menenteramkan Anda dalam masalah tersebut. Saya kutipkan pendapat sebagian
mujtahid mutabar dalam masalah tersebut:
Boleh ditentukan jangka waktu mudharabah menurut hanafiyah dan hanabilah.
Yakni ditentukan jangka waktu untuk syirkah mudharabah. Dan jika berakhir jangka
waktu itu selesailah syirkah tersebut.
Malikiyah dan syafiiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak menerima
penentuan waktu. Sebab hukumnya seperti yang dikatakan oleh malikiyah: tidak ada
jangka waktu. Masing-masing dari keduanya boleh meninggalkannya kapan saja ia mau.
Dan karena penentuan jangka waktu seperti yang dikatakan syafiiyah- menyebabkan
kesempitan terhadap pengelola dalam aktifitasnya. An-Nawawi menyebutkan di
Raudhah ath-Thalibin: tidak dijadikan patokan di dalam al-qiradh mudharabah
penjelasan jangka waktu
Kedua, pertanyaan Anda tentang bay al-muzyadah:
1.
Bay al-muzyadah adalah boleh. Yakni penjual menawarkan barangnya kepar
apara pembeli dan ia menjualnya kepada orang yang membayar paling tinggi. Yang
demikian:
Ibn Majah telah mengeluarkan dari Anas bin Malik:




:
:



:
:


:
:
:
:

...






- 39 -

Bahwa seorang laki-laki dari Anshar datang kepada Nabi saw bertanya kepada beliau.
Beliau bertanya: engkau punya sesuatu di rumahmu? Ia berkata: benar, sebuah alas
pelana kami pakai sebagian dan kami hamparkan sebagian dan sebuah gelas yang kami
gunakan untuk minum air. Nabi bersabda: bawa keduanya kepadaku. Anas berkata:
maka ia membawanya kepada Nabi saw, dan beliau mengambil keduanya darinya.
Kemudian Nabi saw besabda: siapa yang mau membeli kedua barang ini? Seorang
laki-laki berkata: saya ambil keduanya dengan satu dirham. Nabi bersabda: siapa
yang menambah atas satu dirham? Beliau ucapkan dua atau tiga kali. Seorang laki-laki
berkata: saya ambil keduanya dengan dua dirham. Maka Nabi memberikan keduanya
kepada orang itu dan beliau mengambil darinya dua dirham dan beliau berikan kepada
laki-laki anshar itu
2.
Akan tetapi tidak boleh an-najasy dalam jual beli ini: yakni menambah
penawaran harga bukan untuk mmebeli, akan tetapi untuk mempedaya orang lain agar
mmebelinya dengan harga tinggi Al-Bukhari telah mengeluarkan dari Said bin alMusayyab bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda:

... ...
Jangan kalian saling menawar untuk meninggikan harga (an-najasy)
Al-Bukhari juga mengeluarkan dari Ibn Umar ra. Ia berkata:

Nabi saw melarang an-najasy


An-najasy adalah menambah harga barang padahal ia tidak membelinya. Yakni
menambah tawaran harga pada suatu barang orang yang tidak ingin membelinya untuk
menuntun orang lain yang menawarnya, sehingga orang itu menduga bahwa jika dia
tidak menambah tawaran dari harga (angka) itu kecuali menyamainya, sehingga ia
tertipu dengan itu dan menambah tawaran harganya agar ia bisa membelinya.
3.
Demikian juga tidak boleh para pembeli bersepakat diantara mereka untuk
merendahkan harga barang. Dan mereka bersepakat untuk tidak membayar lebih dari
harga yang rendah dan tidak menambah dari harga itu. Hal itu agar penjual menjual
dengan harga murah itu sebab ia tidak mendapati pedagang yang mau membayar lebih
banyak Biasanya par apedagang sepakat dengan pedagang lain yang memberi mereka
harta sebagai imbalan agar mereka tidak menambah tawaran dari harga yang ia bayar,
sementara ia membayar harga yang rendah untuk barang tersebut sedangkan para
pedagang lainnya mau membayar harga yang lebih rendah dari harga itu sesuai
kesepakatan di antara para pedagang itu. Dan berikutnya penjual itu pun menjual
barang tersebut kepada pedagang yang menawar dengan harga murah itu sebab semua
pedagang lainnya hanya mau membayar harga lebih murah, di mana itu sesuai
kesepakatan dengan pedagang yang membeli tersebut. Ini termasuk dalam bab alkhadah. Ibn Hibban telah mengeluarkan di dalam Shahh-nya dari Zirru dari Abdullah ia
berkata: Rasulullah saw bersabda:
- 40 -



Siapa yang menipu maka dia bukan bagian dari golongan kami dan makar dan
tipudaya di neraka.
Ishhaq bin Rahuwaih telah mengeluarkan di dalam Musnadnya dari Abu Hurairah dari
Nabi saw, beliau bersabda:



Makar dan tipudaya di neraka
Dan juga dikeluarkan oleh al-Bazar di Musnad-nya.
Demikian juga Allah SWT melarang merugikan manusia pada hak-hak mereka. Maka
para pedagang menampakkan bahwa nilai barang itu rendah. Hal itu untuk menipu
pemilik barang itu sehingga ia menjualnya dengan harga murah. Allah SWT berfirman:



Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya. (26: 183)
Al-Qurthubi berkata di dalam Tafsirnya untuk ayat tersebut:


. [


..
.

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya. Al-Bakhsu adalah annaqshu (pengurangan). Dan itu terjadi pada barang dengan mencacatnya dan
merendahkan tentangnya, atau menipu tentang nilai, dan melakukan muslihat dalam
menambah takaran dan menguranginya. Semua itu termasuk aktifitas memakan harta
dengan jalan yang bathil selesai.
Oleh karena itu, jika para pedagang bersepakat di antara mereka untuk membeli barang
si Fulan dengan harga murah, dan dia memberi mereka harta sehingga mereka tidak
menaikkan tawaran harga dari harga yang ia ingin beli. Dan dengan ungkapan lain, para
pedagang sepakat untuk membayar harga lebih kecil dari harga yang diinginkan oleh
orang itu untuk membeli barang tersebut dengan imbalan orang itu membayar harta
kepada mereka, aktifitas ini adalah haram. Sebab itu masuk dalam bab al-khadah
(tipudaya) terhadap pemilik barang untuk dibeli darinya dengan harga murah. Dan harta
yang diabil oleh pedagang itu dari para pedagang lainnya adalah haram.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
- 41 -

12 Rabiuts Tsani 1435 H


12 Februari 2013 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_33244

- 42 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Seputar Telah Tetapnya Pendapat Pada Utsman ra. Sebagai
Khalifah untuk Kaum Muslimin
Kepada Mohamed Ali Bouazizi

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Di dalam kitab Ajhizah Dawlah al-Khilafah tepatnya pada paragraf pembatasan calon,
pada halaman 31 dinyatakan:
Kemudian Abdurrahman bin Awf berdiskusi kepada yang lain dan membatasi
mereka pada dua orang, Ali dan Utsman Setelah itu ia mengeksplorasi pendapat
masyarakat dan akhirnya pendapat tetap pada Utsman sebagai khalifah. Sementara
pada halaman 33 dinyatakan lalu Abdurrahman bin Awf memanggil Ali dan Utsman
kemudian ia mengambil tangan Ali. Kenapa Ali sementara Utsman telah ditetapkan
untuk khilafah?
Saudaramu Bouazizi.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Yang tampak jelas untuk Abdurrahman bin Awf adalah bahwa masyarakat
menginginkan Ali jika ia memutuskan dalam suatu kasus yang diajukan kepadanya
dengan keputusan yang telah diputuskan oleh Abu Bakar dan Umar, jika kasus itu telah
terjadi kasus serupa pada masa keduanya. Dan Ali tidak setuju sementara Utsman
menyetujuinya. Ketika itu Utsman ditetapkan sebagai khalifah
Kalimat (dan Umar mencalonkan untuk kaum Muslimin enam orang dan ia batasi pada
mereka, agar mereka memilih salah seorang dari mereka sebagai khalifah. Kemudian
Abdurrahman bin Awf berdiskusi dengan lima lainnya dan membatasi mereka pada dua
orang: Ali dan Utsman setelah yang lain mewakilkan kepadanya. Dan setelah itu ia
mengeksplorasi pendapat masyarakat dan tetaplah pendapat atas Utsman sebagai
khalifah.). Kalimat itu tidak berarti bahwa Utsman telah ditetapkan sebagai khalifah
pada saat Abdurrahman meminta masukan, akan tetapi Utsman ditetapkan sebagai
khalifah ketika Ali menolak sementara Utsman menyetujui.
- 43 -

Tampak bahwa yang rancu bagi Anda adalah anggapan Anda bahwa huruf athaf
diantara istathlaa ra`ya an-ns ia mengeksplorasi pendapat masyarakat- dan
istaqarra ar-rayu al utsmn khalfatan telah tetap pendapat pada Utsman sebagai
khalifah-. Anda menggangap bahwa huruf al-wwu diantara keduanya adalah
menunjukkan susunan dan segera terjadi. Padahal masalahnya tidak demikian. Huruf
athaf al-wwu hanya menunjukkan athaf kata sambung-. Jika Anda katakan j`a
Umarun wa Khlidun Umar dan Khalid datang- bukan berarti bahwa keduanya datang
bersama atau segera satu menyusul yang lain. Akan tetapi bisa jadi ada jeda waktu
diantara keduanya. Yang ini datang sebelum zhuhur sedangkan yang itu datang setelah
zhuhur.
Begitulah, kalimat yang disebutkan istathlaa ra`ya an-ns ia mengeksplorasi
pendapat masyarakat- bisa saja telah selesai pada malam, dan istaqarra ar-ra`yu al
Utsmn khalfatan telah tetap pencapat pada Utsman sebagai khalifah- terjadi pada
waktu fajar setelah shalat Subuh dan setelah ditanyakan kepada Ali dan Utsman.
Untuk menjelaskan apa yang terjadi, kami katakan:

Abdurrahman mengekplorasi pendapat masyarakat dan ia mendapati


masyarakat menginginkan Ali jika Ali setuju atas syarat mereka, dan jika tidak maka
Utsman jika dia setuju terhadap syarat-syarat mereka

Setelah itu Abdurrahman berkata: maka panggilkan untukku Ali dan Utsman,
lalu ia menyodorkan kepada Ali syarat tersebut dan Ali tidak setuju. Kemudian ia
menyodorkannya kepada Utsman dan ia setuju

Setelah itu maka hasilnya wa istaqarra ar-rayu al Utsmn khalfatan dan


telah tetap pendapat pada Utsman sebagai khalifah.
Saya berharap masalah tersebut telah jelas.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
17 Rabiuts Tsani 1435 H
17 Februari 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_33395

- 44 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Hubungan Penundaan Pemakaman Jenazah Rasul saw dengan
Baiat
Kepada Hafedh Amdouni

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Semoga Allah memberi Anda taufik
dan juga kepada seluruh pengemban kalimat ini dengan izin-Nya kepada apa yang Dia
sukai dan ridhai.
Ada orang yang mengatakan bahwa istidlal Hizb dan sebagian fukaha atas penundaan
pemakaman jenazah Nabi saw sebagai dalil wajibnya baiat adalah tidak benar.
Melainkan penundaan itu adalah dikarenakan sebab-sebab lainnya seperti penundaan
kaum Muslimin untuk penyiapan jenazah Akan tetapi yang menjadi dalil adalah
semata kewafatan Nabi saw lalu mereka mengangkat seorang imam dan ini adalah dalil
wajibnya baiat dan bukan penundaan pemakanan jenazah Nabi saw. Jadi tidak ada
hubungan antara penundaan itu dengan baiat!! Sudikah Anda jelaskan kepada kami hal
itu secara rinci??
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ya akhiy sebelum menjawab tentang penundaan pemakaman saya sebutkan
beberapa perkara ushuli tentang hukum-hukum syara:
Asal dalam perintah secara syariy, baik ucapan atau perbuatan, bahwa itu memberi
pengertian tuntutan dan memerlukan indikasi (qarinah) yang menjelaskan jenis
tuntutan tersebut. Jika qarinah itu memberi faedah pasti (jazm) maka tuntutan itu
bersifat jazm (pasti) yakni fardhu. Dan jika qarinah itu tidak memberi pengertian jazm
akan tetapi memberi pengertian penguatan (tarjih) kebaikan di dalamnya maka
tuntutan itu tidak jazim yakni mandub. Dan jika qarinah itu memberi pengertian pilihan
maka tuntutan tersebut menunjukkan mubah.
Dan ini berlaku atas setiap nas syariy baik nas berupa ucapan di dalam kitabullah SWT
atau dalam sunnah Rasulullah saw, atau berupa perbuatan Rasul saw, atau berupa
- 45 -

perbuatan yang disepakati oleh para sahabat ridhwanullah alayhim, atau berupa
persetujuan dari Rasulullah saw :
1.

Misal: firman Allah SWT:





Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (TQS alJumuah *62]: 10)
Di sini ada perintah fa[i]ntasyir maka bertebaranlah kalian-, yakni tuntutan keluar
dari masjid setelah Shalat Jumat. Dan kita mencari qarinah untuk kita lihat jika intisyr
yakni keluar dari masjid setelah selesai shalat itu sebagai fardhu, mandub atau mubah
Lalu kita mendapati bahwa kaum Muslimin dahulu setelah selesai Shalat Jumat, mereka
ada yang keluar segera dan ada juga yang duduk sebentar atau lama Yang demikian itu
mereka lakukan dengan persetujuan Rasul saw Artinya orang yang keluar dan yang
duduk sama saja. Ini menunjukkan bahwa fa[I]ntasyir maka bertebaranlah kalian-
merupakan perintah yang menunjukkan tuntutan atas ibahah (mubah).
2.

Misal: berdiri untuk menghormati jenazah:

An-Nasai telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya, ia berkata: Syubah telah


menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Abi as-Safar, ia berkata: aku mendengar
asy-Syabiy menceritakan dari Abiy Said:


:


Sesungguhnya Rasulullah saw dilewati sesosok jenazah lalu Beliau berdiri. Dan Amru
berkata: sesungguhnya Rasulullah saw dilewati sesosok jenazah lalu beliau berdiri.
Disini Rasul saw berdiri untuk jenazah yang melewati beliau. Dan perbuatan ini
berfaedah tuntutan untuk berdiri, kemudian kita mencari qarinah untuk mengetahui jika
tuntutan itu untuk jazm sehingga menjadi fardhu atau tidak jazm disertai tarjih sehingga
menjadi mandub, atau untuk pilihan sehingga menjadi mubah. Dan kita temukan di
Sunan an-Nasai dari Ayyub dari Muhammad:







:



:



Bahwa sesosok jenazah melewati al-Hasan bin Ali dan Ibn Abbas lalu al-Hasan berdiri
sementara Ibn Abbas tidak berdiri, lalu al-Hasan berkata: bukankah Rasulullah saw
berdiri untuk jenazah seorang Yahudi? Ibn Abbas berkata: benar, kemudian beliau saw
duduk.
Ini menunjukkan bahwa berdiri dan duduk itu pilihan, yakni mubah.
- 46 -

Begitu jugalah baiat di Saqifah. Itu merupakan perbuatan yang disepakati oleh para
sahabat. Maka itu menunjukkan tuntutan baiat khalifah jika jabatan khilafah kosong.
Dan untuk menetapkan bahwa tuntutan ini merupakan fardhu, mandub atau mubah,
maka kita mencari qarinah dan kita temukan qarinah itu memberi faedah jazm sebab
para sahabat mengedepankan baiat atas pemakaman jenazah dan memakamkan
jenazah itu adalah fardhu. Ini berarti bahwa baiat adalah fardhu dan lebih penting dari
kefardhuan memakamkan jenazah.
Atas dasar itu, dalil atas baiat khalifah jika jabatan khilafah kosong adalah fardhu, dalil
atas yang demikian adalah penundaan pemakaman jenazah Rasulullah saw. Begitulah,
penundaan pemakaman sampai baiat sempurna, dan karena pemakaman jenazah
adalah fardhu maka yang dijadikan lebih utama darinya adalah fardhu.
Begitulah, penundaan pemakaman sampai sempurna dilakukan baiat, adalah yang
menjelaskan bahwa baiat kepada khalifah adalah wajib dan sebaik-baik fardhu.
Ini dari sisi fikhiyah.
Adapun dari sisi ucapan bahwa penundaan pemakaman tidak ada hubungannya dengan
baiat, akan tetapi penundaan kaum Muslimin untuk menyiapkan jenazah, maka perkara
ini jauh dari fakta yang terjadi. Berita wafatnya Rasul saw menjadi kejadian yang
gamblang di dengar oleh para sahabat di Madinah dan sekitarnya. Dan kaum Muslimin
berbondong ke Madinah dan ke masjid akan tetapi mereka lebih menyibukkan diri
dengan baiat untuk Abbu Bakar baik baiat iniqad maupun baiat thaat Dan berikut
adalah Silsilah kejadian seperti yang dinyatakan di dalam berbagai kitab sirah:
Rasul saw wafat pada waktu Dhuha hari Senin. Jenazah beliau belum dimakamkan
malah selasa, siang selasa dimana pada waktu itiu Abu Bakar dibaiat. Kemudian jenazah
Rasul saw dimakamkan pada tengah malam, malam Rabu, sementara Abu Bakar dibaiat
sebelum pemakaman jenazah Rasul saw. Maka yang demikian itu menjadi ijmak atas
lebih menyibukkan diri dengan mengangkat khalifah daripada pemakaman jenzah. Dan
yang demikian itu tidak terjadi kecuali bahwa mengangkat khalifah adalah lebih wajib
dari pemakaman jenazah.
Dan oleh karena itu penundaan pemakanan bukanlah karena agar kaum Muslimin
berkumpul untuk menyiapkan jenazah. Akan tetapi, mereka berkumpul dan khususnya
para sahabat, akan tetapi mereka menybukkan diri dengan baiat. Dan ketika mereka
telah longgar dari baiat baik baiat iniqad maupun baiat thaat, mereka menyibukkan diri
dengan memakamkan jenazah Rasulullah, dan kapan? Pada tengah malam setelah
longgar dari baiat. Seandainya penundaan itu agar masyarakat berkumpul untuk
jenazah, niscaya pada siang hari Senin atau malam selasa atau selasa siang akan tetapi
mereka menunggu sampai sempurnanya baiat untuk Abu Bakar dengan baiat iniqad
dan thaat, dan setelah selesai mereka bersegera langsung menyibukkan diri dengan
memakamkan jenazah Rasulullah saw pada malam Rabu.
Oleh karena itu, maka dengan pemikiran dan perenungan atas penundaan pemakaman
jenazah maka jelaslah bahwa penundaan itu tidak karena suatu sebab kecuali sebab

- 47 -

telah longgar dari baiat Abu Bakar, baiat iniqad dan thaat. Maka itu jelas merupakan
jantung hubungan dengan baiat.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
22 Rabiuts Tsani 1435 H
22 Februari 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_33558

- 48 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah atas Pertanyaan di
Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Seputar Perkawinan dan Keadaannya
Kepada Mysite Fantastica dan

Pertanyaan Mysite Fantastica


Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Apakah Anda mungkin menjawab pertanyaan ini jika Anda berkenan?
Saya seorang pemuda muslim, saya mencintai Allah dan Islam. Dan saya mencintai
penerapan apa yang dibawa oleh kekasih kita dan penghulu kita Muhammad saw
Saya hidup di lingkungan yang disitu tidak ada agama dan akhlaq. Islam di tengah kami
hanya sebutan atau simbol yang disematkan terhadap kami Sekolah-sekolah kami
mempelajari kurikulum yang bertentangan dengan Islam
Pertanyaan: saya tidak ingin menikah. Sebab saya tahu, saya tidak akan mampu
membuat anak-anak dan puteri-puteri saya berpegang kepada Islam seolah-olah saya
memegang bara api.
Saya tahu bahwa anak-anak saya akan mempelajari apa yang justru membahayakan
mereka sementara saya tidak punya waktu untuk mengajari mereka disebabkan
kesibukan saya. Dan juga kondisi akan memaksa isteri saya bekerja juga
Ringkasnya, ada hadits yang mengatakan bahwa pernikahan adalah separo agama dan
saya benar-benar membacanya. Dan ada juga hadits yang mengatakan yang maknanya
bahwa fusq al-ummah mereka adalah al-uzb (orang yang tidak menikah), apakah ini
benar, bahwa jika saya tidak menikah berarti tidak akan sempurna agama saya?...
Saya mohon memperoleh jawaban dari Anda dan saya ucapkan banyak terima kasih.
Pertanyaan:

.
.
.

- 49 -

1.
,
.
, , ,

( ). ,
,
?
2.
,
, .

?
Terjemahan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Semoga Allah menjaga Anda dan memasukkan Anda ke dalam surga.
Saya punya dua pertanyaan:
1.
Saya ingin menikah. Ketika saya menemukan seorang ukhti dan saya temui
walinya untuk mendapat izin bertemu dengan puterinya, bapak konservatif itu yang
tidak mengenal saya secara personal memberi saya izin bertemu puterinya. Dan
biasanya pertemuan in terjadi di taman umum atau kedai. Bukankah lebih afdhal
pertemuan itu terjadi di rumah ukhti itu? Khususnya bahwa para akhwat merasa ragu
karena perasaan mereka akan ketidakseriusan ketika bertemu dengan mereka di tempat
rekreasi atau kedai yang menyebabkan akhwat itu menolak pernikahan, biasanya.
2.
Banyak akhwat di sini di Crimea bertekat untuk menikah akan tetapi banyak dari
akhwat tidak menikah dan mengutamakan sekolah dengan alasan bahwa sekolah adalah
sunnah. Di sini saya ingin bertanya, bukankah yang lebih afdhal di sisi Allah SWT adalah
akhwat itu menikah dan mengutamakan dan mengedepankan hal itu dari sekolah di
lembaga-lembaga sekuler ini?
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertanyaa Mysite Fantastica dan memiliki kemiripan, keduanya
berhubungan dengan pernikahan dan keadaannya. Oleh karena itu jawaban saya di
bawah ini adalah untuk keduanya. Semoga Allah memberi keduanya petunjuk kepada
perkara mereka yang paling lurus:
1.
Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikan diantara tanda kekuasaan-Nya
adalah Dia menciptakan suami isteri laki-laki perempuan, dan Dia jadikan diantara

- 50 -

keduanya rasa cinta dan kasih sayang dalam pernikahan sesuai hukum-hukum syara.
Allah SWT berfirman:



Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (TQS ar-Rum [30]: 21)
2.
Islam mendorong untuk menikah. Menikah itu lebih menundukkan pandangan,
lebih menjaga kemaluan, lebih menenangkan jiwa dan lebih menjaga agama:
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abdullah ra, ia berkata: kami bersama
Nabi saw lalu beliau bersabda:






Siapa saja diantara kalian yang sanggup menikah maka hendaklah dia menikah,
sesungguhnya itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, dan siapa
saja yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu perisai
baginya.
Al-Hakim telah mengeluarkan di al-Mustadrak dari Anas bin Malik ra., bahwa
Rasulullah saw bersabda:



Siapa yang diberi Allah isteri shalihah, maka sungguh Allah telah menolongnya atas
separo agamanya, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separo lainnya.
Al-Hakim berkata: hadits ini sanadnya shahih. Dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
3.
Kemudian oran yang berusaha untuk menikah guna menjaga kesuciannya, dia
adalah salah seorang dari tiga golongan yang akan ditolong Allah SWT. Imam Ahmad
telah mengeluarkan di Musnad-nya dari Abu Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda:


:
Tiga golongan yang masing-masing menjadi hak Allah SWT untuk menolongnya:
seorang mujahid di jalan Allah, orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya, dan
al-muktab (hamba sahaya yang mengikat perjanjian dengan tuannya membayar
sejumlah harta untuk memerdekakan dirinya) yang ingin membayarnya.

- 51 -

4.
Rasulullah saw melarang tidak menikah bagi orang yang mampu menikah. AnNasai telah mengeluarkan dari Samurah bin Jundub dari Nabi saw:


Bahwa Beliau melarang membujang (tidak menikah selamanya)
Ibn Majah juga telah mengeluarkan yang demikian.
5.
Rasul saw telah berpesan kepada para bapak jika datang kepada mereka orang
yang mereka ridhai agama dan akhlaknya agar menikahkannya. At-Tirmidzi telah
mengeluarkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:




Jika datang mengkhitbah kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya
maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan
kerusakan yang besar.
Ibn Majah telah mengeluarkan dengan lafazh:



Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai akhlaknya dan agamanya maka
nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan
kerusakan yang besar.
6.
Demikian juga Rasul saw berpesan agar dipilih seorang wanita shalihah yang
memiliki kebaikan agama yang menjaga suaminya, anak-anaknya dan rumahnya. AlBukhari dan Muslim telah mengeluarkan dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw, Beliau
bersabda:

Seorang wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya,


kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama,
niscaya selamat tanganmu.

7.
Sedangkan ucapan Anda ada hadits yang mengatakan yang maknanya fusq alummah adalah orang yang tidak menikah, maka hadits ini dhaif. Hadits itu seperti
berikut: Ahmad telah mengeluarkan di Musnad-nya dari seorang laki-laki dari Abu Dzar,
ia berkata: seorang laki-laki yang disebut Akaf bin Bisyr at-Tamimi menemui Rasulullah
saw lalu Nabi saw bersabda kepadanya:

... :
... :



- 52 -

Ya Akaf apakah kamu punya isteri? Ia menjawab: tidak Nabi bersabda:


sesungguhnya sunnah kami adalah pernikahan. Dan seburuk-buruk dari kalian adalah
orang yang tidak menikah (uzb)
Hadits ini sanadnya dhaif karena kemajhulan seorang perawi dari Abu Dzar. Dan karena
kekacauan yang terjadi pada sanad-sanadnya. Ath-Thabarani mengeluarkan di Mujam
al-Kabr dan yang lain dari jalur Buqiyah bin Walid, keduanya dari Muawiyah bin Yahya
dari Sulaiman bin Musa dari Makhul dari Udhaif bin al-Harits dari Athiyah bin Busrin alMazini, ia berkata: Akaf bin Wadaah al-Hilali datang kepada Rasululla saw lalu ia
menyebutkannya. Sanad ini dhaif karena Muawiyah bin Yahya ash-Shadfiy, dan Buqiyah
bin al-Walid juga dhaif.
Oleh karena itu, orang yang tidak menikah (al-uzb) tentu saja bukan lantas seburukburuk manusia. Akan tetapi bisa jadi seburuk-buruk orang itu ada dari al-uzb, dan dari
selain mereka, sesuai sejarah masing-masing.
Ringkasnya, Rasul saw mendorong untuk menikah bagi orang yang mampu untuk
menikah. Menikah itu lebih menjaga agama seseorang, lebih membentengi kemaluan
dan lebih menundukkan pandangan Demikian juga Rasul saw melarang membujang
(at-tabattul) yakni tidak menikah selamanya Atas dasar itu, selama Anda wahai
penanya, mampu menikah, maka saya berpesan untuk menikah dan Anda pilih seorang
wanita shalihah, Anda kerahkan segenap usaha dalam membangun keluarga yang saleh,
ikhlaskan untuk Allah SWT, dan jujurlah dengan Rasulullah saw. Dan sungguh Anda
dengan izin Allah SWT Anda akan mampu menumbuhkan anak-anak Anda dengan
pertumbuhan yang saleh. Dan Allah menjadi penolong orang-orang saleh.
8.
Adapun apa yang dinyatakan di pertanyaan seorang pemuda Ukraina, maka
jawabannya sebagai berikut:
a.
Rasul saw berpesan kepada siapa yang ingin mengkhitbah seorang wanita agar
melihatnya. Rasulullah saw dalam apa yang telah dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dari Bakri
bin Abdullah al-Muzani dari al-Mughirah bin Syubah bahwa ia mengkhitbah seorang
wanita maka Rasulullah saw bersabda kepadanya:



Lihat dia, sesungguhnya itu lebih melanggengkan diantara kalian berdua.
Dan dalam hal ini (juga ada riwayat) dari Muhammad bin Maslamah, Jabir, Abu Humaid,
Abu Hurairah dan Anas. Ini hadits hasan. Dikeluarkan oleh al-Hakim juga dan dia
berkata shahih menurut syarat syaikhayni, dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
Maka dimungkinkan untuk orang yang mengkhitbah tersebut pergi ke keluarga wanita
itu dan melihat apa yang mubah dari wanita itu yakni wajah dan kedua telapak tangan.
- 53 -

Akan tetapi tidak boleh berkhalwat dengannya atau keluar bersamanya sebab ia tetap
orang asing bagi wanita itu. Oleh karena itu, saya heran dengan apa yang dinyatakan di
pertanyaan bahwa Anda ingin melihat wanita itu di rumah keluarganya, dan mereka
berkata kepada Anda, tidak tetapi keluarlah bersamanya dan lihat dia! Seolah-olah ada
kerancuan di dalam pertanyaan itu.
b.
Adapun yang ada dalam pertanyaan: apakah menyelesaikan sekolah perguruan
tinggi bagi perempuan lebih utama dari menikah jika datang orang yang datang
kepadanya yang dia ridhai agama dan akhlaknya, maka yang benar adalah yang
dinyatakan di hadits Rasulullah saw yang telah dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dari Abu
Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda:




Jika datang mengkhitbah kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya
maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan
kerusakan yang besar.
Ibn Majah telah mengeluarkan dengan lafazh:



Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai akhlaknya dan agamanya maka
nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan
kerusakan yang besar.
Jelas bahwa qarinah larangan itu adalah jazim untuk para wali wanita menolak orang
yang mengkhitbah jika tidak ada sesuatu yang dicela dalam hal agama dan akhlaknya,
yakni bukan hanya shalat dan puasa laki-laki itu akan tetapi muamalahnya dengan
orang, baiknya perilaku dia dan keterikatannya dalam semua itu dengan hukum-hukum
syara. Jika keluarga itu bertanya tentang agama laki-laki itu dan muamalahnya dengan
orang lain terikat dengan hukum-hukum syara dan terbukti bagi mereka bahwa agama
dan akhlaknya mereka ridhai dengan izin Allah, maka haram bagi wali untuk menolak
dan melarang pernikahan puteri mereka dari orang yang mengkhitbah itu dengan alasan
agar puterinya itu menyelesaikan studi perguruan tinggi. Akan tetapi hendaknya mereka
menyetujui dan tidak menghalangi puteri mereka menikah. Ini lebih menjaga agama dan
lebih lurus dengan izin Allah.
Pada penutup, saya berpesan kepada setiap orang yang mampu menikah agar menikahi
seorang wanita shalihah. Wanita shalihah itu merupakan perhiasan dunia seperti yang
ada di Umdah al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari dari Ali ra., bahwa:

- 54 -


"

"

Kebaikan di dunia adalah wanita shalihah, dan di akhirat adalah surga yang ada di
dalam ayat yang mulia: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (TQS al-Baqarah [2]: 201)

Saudaramu
27 Rabiuts Tsani 1435 H
27 Februari 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_33798

- 55 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim ATha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Seputar Pemikiran Rasul Untuk Berhijrah ke Madinah
Kepada Ayman Alfjjary

Pertanyaan:
Assalamau alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Di kitab ad-Dawlah al-Islmiyah pada topik Baiat Aqabah kedua dan setelahnya
dinyatakan tentang Rasul saw bahwa Beliau berpikir pada banyak topik, padahal topik
itu merupakan wahyu dari Allah dan bukan pemikiran dari Rasul saw. Misal, pemikiran
berhijrah, sementara hijrah tersebut merupakan wahyu dari Allah.
Saya mohon penjelasan yang dimaksud dari pemikiran di sini. Dan semoga Allah
memberikan barakah pada Anda.
Jawab:
Alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Sebelum menjawab langsung tentang pemikiran Rasul saw untuk berhijrah, saya ulangi
kepada Anda awal thalab an-nushrah hingga baiat aqabah kedua kemudian hijrah. Hal
itu agar jawaban menjadi jelas, dengan izin Allah.
1.
Khadijah ra. wafat tiga tahun sebelum hijrah. Pada tahun yang sama, Abu Thalib
juga meninggal dunia. Hal itu seperti yang dinyatakan di Uyn al-Atsar:
( dari Qatadah ia berkata: Khadijah wafat di Mekah tiga tahun sebelum hijrah. Ia
adalah orang pertama yang beriman kepada Nabi saw. Qatadah berkata kemudian
Khadijah binti Khuwailid dan Abu Thalib wafat pada tahun yang sama. Jadi berturutturut terjadi dua musibah terhadap Rasulullah saw: wafatnya Khadijah dan Abu Thalib.
Khadijah merupakan pembantu yang benar di atas Islam. Rasululalh saw merasa
tenteram kepadanya. Ziyad al-Bakaiy mengatakan dari Ibn Ishhaq: Khadijah dan Abu
Thalib wafat pada tahun yang sama. Hal itu setelah sepuluh tahun berlalu sejak
diutusnya Rasulullah saw dan tiga tahun sebelum hijrah Rasul saw ke Madinah. Ibn
Qutaibah menyebutkan bahwa Khadijah wafat tiga hari setelah Abu Thalib. Al-Baihaqi
menyebutkan semisalnya. Selesai.

- 56 -

2.
Dari al-Waqidi: Khadijah wafat tiga puluh lima malam sebelum Abu Thalib, dan
juga dikatakan selain itu. Ketika Abu Thalib meninggal, Quraisy bisa menimpakan
serangan kepada Rasulullah saw yang tidak mereka angankan semasa hidup Abu Thalib.
Sampai orang-orang bodoh Quraisy berani menyerang beliau dan menaburkan tanah di
atas kepala beliau. Maka Rasulullah saw masuk ke rumah beliau sementara tanah ada di
kepala beliau. Lalu salah seorang putri beliau mencuci kepala beliau dari tanah sambil
menangis. Rasululalh saw pun bersabda:

Jangan menangis putriku, sesungguhnya Allah melindungi bapakmu. Dan beliau


diantara itu bersabda; Quraisy tidak berani menimpakan kepadaku sesuatu yang tidak
aku suka sampai Abu Thalib meninggal.
3.
Di tengah situasi sulit itu, Allah memuliakan Rasulullah saw dengan dua peristiwa
besar nan agung, yaitu Isra dan Mikraj dan diizinkannya beliau mencari pertolongan
dari ahlul quwah dari kabilah-kabilah untuk melindungi dakwah dan penegakan daulah...
Topik Isra dan Mikraj bukan disini tempat menjelaskannya. Sedangkan thalabun
nushrah, maka pengarang Uyn al-Atsar dan yang lain dari para ahli sirah mengatakan:
Rasulullah saw keluar ke Thaif pada akhir bulan Syawal tahun ke sepuluh kenabian.
Beliau keluar ke Thaif sendirian. Ibn Saad mengatakan: dan bersama beliau Zaid bin
Haritsah- mencari pertolongan dari Tsaqif dan perlindungan mereka dari kaum beliau.
Beliau berharap mereka mau menerima apa yang beliau bawa dari Allah. Ketika beliau
tiba di Thaif, beliau sengaja menemui sekelompok orang dari Tsaqif, mereka kala itu
adalah pemimpin dan pemuka Tsaqif. Mereka adalah tiga bersaudara: Abdu Yalail,
Masud dan Habib banu Amru bin Umair bin Awf bin Uqdah bin Ghayrah bin Awf bin
Tsaqif... tetapi mereka tidak menjawab... bahkan mereka membujuk orang-orang bodoh
mereka ... selesai.
4.
Setelah itu berturut-turut beliau mencari nushrah. Rasulullah saw menawarkan
diri beliau di musim-musim haji jika berada di kabilah-kabilah arab, beliau menyeru
mereka kepada Allah dan memberitahu mereka bahwa beliau adalah nabi yang diutus
dan meminta mereka membenarkan beliau dan melindungi beliau sehingga beliau bisa
menjelaskan kepada mereka apa yang Allah utus beliau dengannya... Maka Beliau
mendatangi Kindah di tempat-tempat tinggal mereka. Diantara mereka ada pemimpin
mereka yang disebuut Mulaih. Maka Beliau menyeru mereka kepada Allah Azza wa Jalla
da menawarkan diri beliau kepada mereka dan mereka enggan menerimanya... Dan
Beliau mendatangi Bani Kilab di tempat tinggal mereka kepada satu marga mereka yang
disebut Banu Abdillah. Beliau menyeru mereka kepada Allah dan menawarkan diri
beliau kepada mereka. Sampai beliau bersabda: wahai Bani Abdillah sesungguhnya
Allah telah memperbagus nama bapak kalian dan mereka tidak menerima apa yang
beliau tawarkan... Beliau mendatangi Bani Hanifah di tempat tinggal mereka. Beliau
menyeru mereka kepada Allah dan menawarkan diri beliau, dan tidak ada seorang pun
dari orang arab yang lebih tercela penolakannya dari mereka... Beliau pun mendatangi
- 57 -

Bani Amir bin Shashaah. Beliau menyeru mereka kepada Allah dan menawarkan diri
kepada mereka. Lalu mereka mensyaratkan agar urusan dalam pemerintahan menjadi
milik mereka setelah Rasulullah saw. Maka Rasul saw bersabda: urusan kekuasaan itu
milik Allah dan Dia letakkan kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka mereka menolak
dan berkata kami tidak butuh dengan urusanmu... Kemudian Rasul keluar ditemani
Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib ... Ali berkata: Abu Bakar dalam segala kebaikan lebih
di depan. Abu Bakar berkata: siapakah kaum itu? Mereka berkata: dari keturunan
Syaiban bin Tsalabah. Maka Abu Bakar berpaling kepada Rasulullah saw dan berkata:
demi bapakku engkau dan ibuku, mereka itu yang terbaik di kaum mereka. Dan
diantara mereka ada Maruf bin Amru... Ia berkata: mungkin engkau saudara Quraisy.
Abu Bakar berkata: bukankah telah sampai kepada kalian bahwa beliau adalah
Rasulullah, maka inilah ia? Maruf berkata: telah sampai kepada kami bahwa ia
menyebutkan demikian, lalu kepada apa engkau menyeru wahai saudara Quraisy?
Maka Rasulullah saw maju dan bersabda: saya menyeru kepada syahadat bahwa tidak
ada tuhan melainkan Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa aku adalah
rasulullah, dan agar kalian mendukungku dan menolongku. Quraisy telah menentang
perintah Allah dan mendustakan utusan-Nya dan mencukupkan diri dengan kebatilan
dari kebenaran dan Allah adalah Zat Maha Kaya dan Maha Terpuji... Maka kaum itu
berkata: ...sesungguhnya kami tinggal diatas perjanjian yang diambil terhadap kami
oleh Kisra agar kami tidak mengadakan hal baru dan tidak menolong orang yang
mendatangkan hal baru, dan aku melihat bahwa perkara yang engkau serukan adalah
apa yang tidak disukai oleh para raja, jika aku memenuhinya dan kami mendukung dan
menolongmu terhadap apa yang mengikuti air arab maka kami lakukan. Rasul saw pun
bersabda: engkau tidak buruk dalam menolak, sebab engkau jelaskan dalam kejujuran
dan sesungguhnya agama Allah tidak akan ditolong kecuali oleh orang yang
melingkupinya dari semua sisinya.
5.

Kemudian dinyatakan di Uyn al-Atsar dan buku-buku sirah lainnya:

(Ibn Ishhaq berkata: ketika Allah berkehendak mengunggulkan agama-Nya dan


memuliakan nabi-Nya serta menunaikan janji-Nya kepada beliau, Rasulullah keluar pada
musim haji yang disitu beliau bertemu kelompok dari Anshar, sekelompok orang dari
Khazraj, maka Rasul saw berkata kepada mereka: apakah kalian tidak (mau) duduk
untuk aku bicara kepada kalian? Mereka berkata: baiklah. Maka mereka duduk
bersama beliau dan beliau menyeru mereka kepada Allah dan menawarkan Islam
kepada mereka... Ketika Rasulullah saw berbicara kepada kelompok itu dan menyeru
mereka kepada Allah maka sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain: kalian
tahu demi Allah ia sungguh seorang nabi yang diancamkan oleh Yahudi kepada kalian
maka jangan sampai mereka mendahului kalian kepadanya, maka mereka memenuhi
apa yang beliau serukan kepada mereka dengan mereka membenarkan dan menerima
apa yang ditawarkan kepada mereka berupa Islam. Mereka berkata kepada beliau:
kami meninggalkan kaum kami dan tidak ada kaum yang lebih keras permusuhan dan
keburukan di tengah kaum itu daripada mereka, maka jika Allah menghimpun mereka
terhadapmu maka tidak ada seorang laki-laki pun yang lebih mulia dari engkau.

- 58 -

Kemudian mereka pulang ke negeri mereka dan mereka telah beriman dan
membenarkan... selesai.
Ketika satu tahun berlalu dan bulan-bulan haram kembali dan waktu haji ke Mekah pun
tiba, pada muslim haji tahun ke-12 datang orang-orang dari penduduk Yatsrib dan
mereka bertemu dengan nabi di Aqabah. Mereka membaiat beliau dengan baiat
Aqabah pertama. Di dalam Had`iq al-Anwr wa Mathli al-Asrr fi Srati an-Nabiyyi alMukhtr dinyatakan: dan pada musim haji tahun ke-12 sebanyak dua belas laki-laki dari
Anshar memenuhi nabi dan mereka membaiat di Aqabah dengan baiat an-nisa...
Imam Ahmad telah mengeluarkan di Musnad-nya dari Ubadah bin ash-Shamit, ia
berkata: aku termasuk orang yang menghadiri Aqabah pertama, kami dua belas orang
dan kami membaiat Rasulullah saw atas baiat an-nisa. Hal itu sebelum diwajibkan
perang. Kami membaiat atas: agar kami tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun,
kami tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami dan tidak
mendatangkan kebohongan yang kami buat-buat diantara kedua tangan dan kaki kami
dan agar kami tidak menyalahi beliau dalam kemakrufan. (Beliau bersabda) jika kalian
memenuhi maka untuk kalian surga, dan jika kalian menipu (melanggar) sesuatu dari hal
itu maka urusan kalian kepada Allah jika Dia berkehendak Dia mengazab kalian dan jika
Dia berkehendak, Dia mengampuni kalian.
6.
Ketika mereka kembali, Rasulullah saw mengutus Mushab bin Umair, seperti
yang ada di Srah Ibn Hisym dan buku-buku sirah lainnya: Ibn Ishhaq berkata: ketika
kaum tersebut (Anshar) kembali dari beliau, Rasulullah saw mengutus bersama mereka
Mushab bin Umair. Ia tinggal di Asad bin Zurarah bin Udas Abu Umamah... Ibn Ishhaq
berkata: telah menceritakan kepadaku Ubaidullah bin al-Mughirah bin Muaiqib dan
Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazmin: bahwa Asad bin Zurarah
keluar bersama Mushab bin Umair hendak menuju ke kampung Bani Abdul Asyhal dan
kampung Bani Zhafar. Dan Saad bin Muadz anak pamannya Asad bin Zurarah, maka
Asad masuk ke salah satu kebun Bani Zhafar ... ia duduk di kebun itu dan keduanya
bertemu dengan seorang laki-laki yang sudah masuk Islam. Saad bin Muad dan Usaid
bin Hudhair kala itu adalah pemimpin kaumnya dari Bani Abdul Asyhal... akan tetapi
Allah melapangkan dada keduanya untuk Islam ... maka keduanya masuk Islam. Saad
sengaja menuju balai pertemuan kaumnya dan dia bersama Usaid bin Hudhair... ketika
ia berdiri di hadapan mereka (kaumnya) ia berkata: wahai Bani Abdul Asyhal,
bagaimana kalian mengetahui urusanku di tengah kalian? Mereka menjawab:
pemimpin kami (dan yang paling menyampaikan dari kami) dan yang paling afdhal
pendapat dan paling tepat pandangannya diantara kami. Saad berkata: ucapan lakilaki dan wanita kalian haram atasku sampai kalian beriman kepada Allah dan rasul-Nya.
Keduanya ( Ubaidullah bin al-Mughirah dan Abdullah bin Abu Bakar) berkata: maka
pada sore harinya di kampung Bani Abdul Asyhal tidak ada seorang laki-laki dan wanita
pun kecuali ia muslim dan muslimah. Asad dan Mushab kembali ke kediaman Asad bin
Zurarah. Mushab tinggal di situ menyeru manusia kepada Islam...
7.
Di dalam Srah Ibn Hisym dan Had`iq al-Anwr dan buku sirah lainnya
dinyatakan: (kemudian Mushab bin Umair kembali ke Mekah. Dan orang muslim yang
- 59 -

mau dari kaum Anshar keluar pada musim haji tahun ke-12 kenabian bersama jemaah
haji kaum mereka dari orang-orang musyrik, hingga mereka sampai ke Mekah. Mereka
berjanji dengan Rasulullah bertemu di Aqabah pada pertengahan hari Tasyriq, ketika
Allah menginginkan kemuliaan dari mereka dan pertolongan untuk nabi-Nya dan
memuliakan Islam dan pemeluknya serta menghinakan kesyirikan dan penganutnya...
Kaab berkata: kemudian kami keluar ke haji. Kami berjanji dengan Rasulullah bertemu
di Aqabah pada pertengahan hari Tasyriq. Kaab berkata: ketika kami selesai dari haji,
pada malam kami janjikan kepada Rasulullah ... maka kami tidur pada malam itu
bersama kaum kami di tempat singgah kami, sampai sudah berlalu sepertiga malam,
kami keluar dari tempat singgah kami untuk bertemu dengan Rasulullah saw, kami
berjalan mengendap-endap secara sembunyi-sembunyi, sampai kami berkumpul di
celah bukit Aqabah, dan kami 73 orang laki-laki dan dua orang wanita dari isteri-isteri
kami... Kaab berkata: kami berkumpul di celah tersebut menunggu Rasulullah saw...
Kaab berkata:

) (

:
.


:





.) (
:


:


-
-




:

...
Maka Rasulullah saw bersabda, membaca al-Quran dan berdoa kepada Allah dan
memberikan dorongan dalam Islam, kemudian beliau bersabda: aku terima baiat kalian
agar kalian melindungiku dari apa yang darinya kalian lindungi wanita dan anak-anak
kalian. Kaab berkata: al-Bara bin Marur mengambil tangan beliau, kemudian ia
berkata: baiklah, demi Zat yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran
(sebagai nabi), sungguh kami melindungi engkau dari apa yang darinya kami lindungi
keluarga kami. Maka kami membaiat Rasulullah. Kami demi Allah adalah anak-anak
perang dan ahli strategi, kami warisi dari tokoh-tokoh kami. Maka ucapan itu disela,
sementara al-Bara berbicara kepada Rasulullah saw, oleh Abu al-Haytsam bin atTayhan. Ia berkata: ya Rasulullah, sungguh diantara kami dengan orang-orang itu ada
ikatan dan kami memutusnya yakni Yahudi-. Apakah Anda berharap jika kami
melakukan hal itu kemudian Allah memenangkan engkau, engkau kembali ke kaummu
dan meninggalkan kami? Kaab berkata: maka Rasulullah saw tersenyum, kemudian
bersabda; akan tetapi darah adalah darah, kehancuran adalah kehancuran, aku bagian
dari kalian dan kalian dariku, aku perangi orang yang kalian perangi dan aku berdamai
dengan orang yang kalian berdamai...
Ibn Ishhaq berkata: Ubadah bin al-Walid bin Ubadah bin ash-Shamit menceritakan
kepadaku dari bapaknya al-Walid dari kakeknya Ubadah bin ash-Shamit, dan ia kala itu
salah seorang dari para wakil (an-nuqaba), ia berkata:
- 60 -



:

-


-


...


Kami membaiat Rasulullah saw dengan baiat perang Ubadah adalah salah seorang
dari dua belas orang yang membaiat beliau pada baiat Aqbah pertama dengan baiat
perempuan- untuk mendengar dan taat dalam kesulitan atau kemudahan, yang kami
sukai dan yang tidak kami sukai, dan kami lebih utamakan beliau atas diri kami, dan agar
kami tidak merebut perkara dari yang berhak, agar kami mengatakan kebenaran dimana
saja kami berada kami tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela... selesai.
8.
Begitulah, sempurna berlangsung baiat Aqabah kedua, baiat nushrah setelah
Islam menyebar di Madinah. Kemudian terjadilah hijrah dan penegakan daulah. Dari
semua itu jelas bahwa Rasul saw diperintahkan mencari pertolongan (thalab annushrah) sejak tahun ke sepuluh kenabian, yakni sekitar tiga tahun sebelum baiat
Aqabah kedua pada musim haji tahun ketiga belas kenabian. Artinya Rasul saw
mendapat wahyu untuk melakukan aktifitas thalab an-nushrah, lalu beliau mencari ahlul
quwah dari kabilah-kabilah dan meminta pertolongan mereka. Ketika sampai beritaberita Madinah dari Mushab bin Umair, kemudian datang 73 orang laki-laki dan dua
orang perempuan dan mereka membaiat Rasul saw dengan baiat Aqabah kedua, Rasul
saw memandang bahwa Madinah layak untuk menolong beliau guna menegakkan
daulah dan memuliakan Islam dan kaum Muslimin, dan beliau berfikir berhijrah ke
Madinah sebab beliau saw mencari ahlul quwah untuk menolong beliau dan beliau akan
pergi kepada mereka dan menegakkan pemerintahan Islam. Jadi pemikiran berhijrah itu
dituntut oleh thalab an-nushrah itu sendiri. Maka seperti sebelumnya Rasulullah saw
pergi ke kabilah dan meminta nushrahnya, demikian juga ketika beliau mengetahui
bahwa Madinah al-Munawarah menjadi layak untuk memberikan nushrah dan
ditegakkan daulah di situ, dan oleh karena itu maka pemikiran Rasul saw berhijrah ke
Madinah tidak keluar dari konsekuensi-konsekuensi thalab an-nushrah yang telah
diwahyukan kepada beliau sejak tiga tahun sebelum baiat Aqabah kedua. Meski
demikan, Rasul saw belum berhijrah ke Madinah kecuali setelah Allah menunjukkan
kepada beliau negeri hijrah dan mengizinkan beliau saw berhijrah, seperti yang ada
dalam riwayat al-Bukhari: (Ibn Syihab berkata: telah memberitahu kami Urwah bin azZubair bahwa Aisyah ra, isteri Nabi saw, berkata:



:
...




:
:
... :

- 61 -

Saya tidak mengenal kedua orang tuaku kecuali keduanya beragama, dan tidak berlalu
satu haripun atas kami kecuali Rasulullah saw datang kepada kami pagi dan petang...
maka Nabi saw bersabda kepada kaum Muslimin: aku telah diperlihatkan negeri hijrah
kalian, negeri yang memiliki kurma diantara dua gunung, maka orang yang ingin pun
berhijrah ke Madinah, dan orang yang sebelumnya berhijrah ke Habasyah umumnya
kembali dan hijrah ke Madinah. Abu Bakar bersiap menuju Madinah. Maka Rasulullah
saw bersabda: tunggu, aku berharap diberi izin (berhijrah). Maka Abu Bakar berkata:
apakah engkau mengharapkan itu, demi bapakku? beliau menjawab: benar.
Ibn Syihab berkata: Urwah berkata: Aisyah berkata:

:

:

. :


:


:
:
... :



Ketika kami pada satu hari duduk di rumah Abu Bakar pada tengah hari panas, ada
seseorang yang berkata kepada Abu Bakar; ini Rasulullah saw mengenakan penutup
muka, pada saat dimana biasa beliau tidak datang kepada kami. Abu Bakar berkata;
tebusan untuknya bapakku dan ibuku, demi Allah, demi Allah tidaklah beliau datang
pada saat begini kecuali ada perkara penting. Aisyah berkata: maka Rasulullah saw
datang dan beliau meminta izin, dan beliau diberi izin dan beliau pun masuk. Lalu Nabi
saw bersabda kepada Abu Bakar: keluarkan orang yang bersamamu. Abu Bakar
berkata; melainkan mereka adalah keluargamu, demi bapakku engkau ya Rasulullah.
Beliau bersabda: aku telah diizinkan keluar (berhijrah). Maka Abu Bakar berkata: aku
menjadi teman (berhijrah) demi bapakku, engkau ya Rasulullah? Rasulullah saw
menjawab: benar.
9.
Begitulah, pemikiran berhijrah ke Madinah setelah sampai kepada beliau saw
berita-beritanya adalah bagian dari konsekuensi thalab an-nushrah yang Allah izinkan
beliau melakukannya sejak tahun ke sepuluh kenabian. Itu seperti Rasul saw pergi ke
Thaif, Bani Syaiban, Bani Amir ... Akan tetapi Rasul saw tidak menerjemahkan pemikiran
itu ke aktifitas kecuali setelah Allah memperlihatkan kepada beliau negeri hijrah dan
mengizinkan beliau saw keluar berhijrah:


aku telah diperlihatkan negeri hijrah kalian, punya pohon kurma diantara dua gunung.
Dan aku telah diizinkan keluar berhijrah.
Seperti yang ada di riwayat al-Bukhari dari Aisyah Ummul Mukminin ra.

- 62 -

Saya berharap topik tersebut telah menjadi jelas untuk engkau, wa Allh subhnahu
waliyyu at-tawfq.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
3 Jumadul Awal 1435 H
4 Maret 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_33990

- 63 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Wanita dalam Hadits Tujuh Golongan Yang Dinaungi Allah
Dalam Naungan-Nya Pada Hari Tidak Ada Naungan Kecuali Naungan-Nya
Kepada Khilafa Islamia
Pertanyaan:
Assaslamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Dalam hadits dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw, beliau bersabda:

Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada
naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: imam yang adil; pemuda yang tumbuh dalam
ibadah kepada Rabbnya; laki-laki yang hatinya terpaut pada masjid; dua orang laki-laki
yang saling mencintai karena Allah bertemu dan berpisah karena Allah; laki-laki yang
diminta oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu ia berkata: aku takut
kepada Allah; laki-laki yang bersedekah ia menyembunyikannya hingga tangan kirinya
tidak tahu apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya; dan laki-laki yang mengingat
Allah dikala sendirian lalu kedua matanya berurai air mata. (Muttafaq alayhi)
Kenapa tidak disebutkan wanita dalam topik-topik ini dikhususnya penyebutan laki-laki
di dalamnya-, artinya laki-laki disebutkan secara khusus dalam semua kondisi tersebut
dan tidak disebutkan wanita?
Saya mohon penjelasan tuntas, dan semoga Allah memberkahi Anda dan menguatkan
Anda dengan pertolongan-Nya.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahatullh wa baraktuhu.
Sebelum menjawab Anda tentang hadits mulia tersebut, dan kenapa tidak disebutkan
wanita, saya sebutkan dahulu hal-hal berikut:
- 64 -

1.
Ada uslub menurut orang arab yang disebut uslub at-taghlb. Yaitu seruan
menggunakan redaksi mudzakar (laki-laki) dan di dalamnya juga masuk redaksi muanats
(perempuan) dengan at-taghlb. Seperti firman Allah SWT:


Hai orang-orang yang beriman
Jadi di dalamnya juga masuk muanats (perempuan).
Misal lain, apa yang telah dikeluarkan oleh al-Bukhari dari Abu Hurairah ra.: Nabi saw
bersabda:




Laki-laki siapapun yang membebaskan seorang muslim, Allah akan menyelamatkan
dengan setiap organ laki-laki yang dimerdekakan itu, organ orang yang memerdekakan
itu dari api neraka.
Ini juga berlaku atas wanita dengan uslub at-taghlb. Artinya wanita siapapun yang
memerdekakan seorang muslim
Misal lain, hadits an-Nasai tentang zakat onta dari Abu Hurairah ra., ia berkata: aku
mendengar Rasulullah saw bersabda:

:

:


...

Laki-laki siapapun memiliki onta yang tidak diberikan haknya pada najdah dan rislunya. Mereka bertanya: ya Rasulullah, apakah najdah dan rislu-nya itu? Beliau
menjawab: pada kemudahan dan kesukarannya. Maka dia datang pada Hari Kiamat
kelak seperti berjalan cepat dulunya, gemuk dan kurusnya, ia ditelungkupkan untuk onta
itu di dataran tanah rendah lalu onta itu menginjaknya dengan kuku-kuku kakinya, jika
datang yang terakhir maka dikembalikan lagi terhadapnya onta yang pertama, pada
hari yang kadarnya lima puluh ribu tahun sampai selesai diputuskan diantara manusia
sehingga diketahui jalannya
Hadits ini juga berlaku pada wanita dengan uslub at-taghlb jika wanita itu tidak
menyucikan onta yang dia miliki.

Seperti Anda lihat, lafazh mudzakar atau ar-rajul (laki-laki) dengan uslub attaghlb berlaku atas lafazh muanats atau al-mar`ah (perempuan) pada kondisi secara
umum.

- 65 -

2.

Akan tetapi uslub at-taghlb ini tidak diberlakukan jika dibatalkan oleh nash:

Misalnya, firman Allah SWT:




Telah diwajibkan atas kalian berperang dan itu kalian benci (TQS al-Baqarah [2]: 126)
Seruan disini dengan redaksi mudzakar (laki-laki). Akan tetapi at-taghlb tidak
diberlakukan di sini sehingga tidak bisa dikatakan bahwa ini juga mencakup wanita
dengan uslub at-taghlb dengan lafazh kutiba alaikunna al-qitl telah diwajibkan atas
kalian para wanita berperang-. Sebab ini dibatalkan oleh nash lain yang menjadikan
jihad sebagai kewajiban atas laki-laki. Ibn Majah telah mengeluarkan dari Habib bin Abi
Amarah dari Aisyah binti Thalhah dari Aisyah ummul mukminin ra., ia berkata:



:


:



Aku katakan, ya Rasulullah apakah wajib atas wanita berjihad? Nabi saw menjawab:
benar, mereka wajib jihad, tidak ada perang di dalamnya: al-hajj dan umrah.
Artinya, bahwa jihad dengan makna perangnya tidak fardhu atas wanita.
Misal lain, firman Allah SWT:







Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (TQS al-Jumuah *62]: 9)
Yakni bahwa diharamkan bagi laki-laki terus dalam jual beli pada waktu adzan Jumah. Di
sini tidak berlaku uslub at-taghlb. Artinya tidak diharamkan bagi wanita berjual beli
pada waktu adzan Jumat. Sebab shalat Jumah tidak fardhu bagi wanita dikarenakan
sabda Rasulullah saw yang dikeluarkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak al ashShahhayn dari Abu Musa dari Nabi saw, beliau bersabda:

Shalat Jumah adalah hak wajib bagi setiap muslim dalam jamaah kecuali empat
golongan: hamba sahaya, wanita, anak-anak atau orang sakit
Al-Hakim berkata: ini adalah hadits shahih menurut syarat asy-syaykhayn, dan
disetujui oleh adz-Dzahabi.
3.
Berdasarkan hal itu, kita pahami hadits tersebut (yang ditanyakan) sebagai
berikut:
- 66 -

Nash hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahh-nya dari Abu Hurairah dari
Nabi saw, beliau bersabda:

Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada
naungan kecuali naungan-Nya: imam yang adil; pemuda yang tumbuh dalam ibadah
kepada Rabbnya; laki-laki yang hatinya terpaut pada masjid; dua orang laki-laki yang
saling mencintai karena Allah bertemu dan berpisah karena Allah; laki-laki yang diminta
oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu ia berkata: aku takut kepada
Allah; laki-laki yang bersedekah ia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak
tahu apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya; dan laki-laki yang mengingat Allah
dikala sendirian lalu kedua matanya berurai air mata.
Hadits ini berlaku dengan uslub at-taghlb atas wanita terkait lima golongan dari tujuh
golongan yang tidak dibatalkan oleh nash lain. Jadi hadits ini berlaku atas seorang
pemudi yang tumbuh dalam ibadah kepada Rabbnya , berlaku atas dua orang wanita
yang saling mencintai karena Allah dan wanita yang diminta laki-laki dan wanita
yang bersedekah dan wanita yang mengingat Allah dikala sendiri lalu berurai air mata
kedua matanya
Akan tetapi uslub ini tidak berlaku atas imam yang adil dan laki-laki yang hatinya terpaut
pada masjid, sebab keduanya dibatalkan oleh nash:
Adapun imam yang adil, maka uslub at-taghlb tidak berlaku sebab wanita tidak
memegang pemerintahan seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw dalam hadits alBukhari dari Abu Bakrah, ia berkata: ketika sampai kepada Rasulullah saw berita bahwa
penduduk Persia mengangkat putri Kisra sebagai ratu mereka, beliau bersabda:


Tidak akan pernah beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan)
mereka kepada wanita
Maka wilyah al-amri yakni al-hukmu (pemerintahan) tidak boleh dilakukan oleh wanita,
Sedangkan selain pemerintahan seperti al-qadha (peradilan), pemilihan khalifah,
wanita memilih dan dipilih dalam majelis ummah, dan yang tugas-tugas masyru lainnya
yang bukan termasuk pemerintahan maka boleh untuk wanita Ini berarti bahwa
kalimat al-imm al-dil (imam yang adil) tidak mencakup wanita. Meski demikian ada
beberapa mufassir yang menakwilkan al-imm al-dil dengan makna ar-riy al-dil
(penggembala pemelihara- yang adil) sehingga berlaku atas wanita sesuai nash hadits

- 67 -

yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dari Abdullan bin Umar ra., ia berkata: aku
mendengar Rasulullah saw bersabda:

...

Setiap kalian adalah pemelihara dan setiap kalian bertanggungjawab atas


pemeliharaannya, seorang imam adalah pemelihara urusan rakyat dan dia
bertanggungjawab atas rakyatnya, dan seorang laki-laki adalah pemelihara pada
keluarganya dan dia bertanggungjawab atas pemeliharan (urusan)nya, dan seorang
wanita adalah pemelihara di rumah suaminya dan dia bertanggungjawab atas
pemeliharaan (urusan)nya
Akan tetapi yang lebih rajih bahwa at-taghlb disini tidak berlaku dimana kalimat alimm al-dil yang lebih rajih pada al-hkim (penguasa), dan itu tidak berlaku bagi
wanita.
Adapun dan laki-laki yang hatinya terpaut pada masjid maka dibatalkan oleh nash
yang memberi pengertian bahwa shalat wanita di rumahnya lebih afdhal dari shalatnya
di masjid. Hal itu karena hadits Rasulullah saw yang telah dikeluarkan oleh Ahmad dalam
Musnad-nya dari Abdullah bin Suwaid al-Anshari, dari bibinya Ummu Humaid isteri Abu
Humaid as-Saidi bahwa ia datang kepada Nabi saw dan berkata:




ya Rasulullah, aku suka shalat bersama Anda. Nabi menjawab: aku tahu bahwa
engkau suka shalat bersamaku, tetapi shalatmu di rumahmu lebih baik untukmu dari
shalatmu di kamarmu, dan shalatmu di kamarmu lebih baik untukmu dari shalatmu di
dar-mu dan shalatmu di dr-mu lebih baik untukmu dari shalatmu di masjid kaummu
dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik untukmu dari shalatmu di masjidku.
Begitulah, lima dari tujuh golongan dalam hadits tersebut berlaku atas wanita dengan
uslub at-taghlb. Sedangkan imam yang adil dan orang yang terpaut hatinya pada
masjid, tidak berlaku sebab keduanya dibatalkan dengan nas dan berikutnya disini tidak
diberlakukan uslub at-taghlb.
Untuk menyempurnakan faedah, saya sebtkan apa yang ada di Fath al-Br oleh Ibn
Hajar penjelasan hadits al-Bukhari yang disebutkan di atas, khususnya penutup tafsir
hadits tersebut. Ini teksnya:
( penyebutan ar-rijl (laki-laki) dalam hadits ini tiadk memiliki mafhum, akan tetapi
para wanita berserikat dengan para laki-laki dalam apa yang disebutkan kecuali jika yang
dimaksudkan imam yang adil adalah al-immatu al-uzhm, dan jika tidak maka wanita
mungkin masuk di dalamya dimana wanita itu punya keluarga lalu ia berlaku adil pada
mereka. Dan keluar juga mulazamah masjid sebab shalat wanita di rumahnya lebih
- 68 -

afdhal dari shalat wanita di masjid. Dan selain hal itu maka ikutsertanya wanita terjadi
selesai.
Atas dasar itu maka hadits tujuh golongan itu juga berlaku atas wanita kecuali terkait
imam yang adil dan orang yang terpaut hatinya pada masjid, ini tidak berlaku atas
wanita sebab uslub at-taghlb pada kedua kondisi ini dibatalkan oleh nash.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
8 Jumadul Awal 1435 H
9 Maret 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_34135

- 69 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebok Beliau
Jawaban Pertanyaan : Seputar Zakat Perdagangan
Kepada Kartal Kara

Pertanyaan:
Selamun aleykum, i've a question about zakat: first, i'll tell you the situation; i've make
profit on selling appartement, for example: i bought an appartement for 30000 and sold
it for 35000, after one year i've made 20000 profit. i had last year 100000 and now i
have 120000: on which amount i have to pay the zakat? 120000 or 20000?
Assalamu alaikum, saya punya pertanyaan tentang zakat: pertama-tama, saya
deskripsikan fakta masalah. Saya memperoleh keuntungan melalui penjualan
apartemen. Misalnya, saya membeli apartemen seharga 30.000 dan saya jual 35.000.
Setelah satu tahun saya memperoleh keuntungan sebesar 20.000. Pada tahun lalu saya
punya harta 100.000 dan sekarang harta saya menjadi 120.000. Jumlah mana yang wajib
dibayarkan zakatnya? 20.000 atau 120.000?
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakathu.
Jelas dari pertanyaan bahwa Anda berbisnis jual beli apartemen. Karena itu zakat disini
termasuk dalam zakat perdagangan. Dan komoditi yang diperdagangkan wajib di
dalamnya zakat, tanpa ada perbedaan diantara para sahabat. Dari Samurah bin Jundub
ia berkata:



Amma badu, sesungguhnya Rasulullah saw memerintahkan kita mengeluarkan zakat
dari apa yang kita siapkan untuk jual beli. (HR Abu Dawud)
Wajibnya zakat dalam perdagangan telah diriwayatkan dari Umar, Abdullah bin Umar,
Ibn Abbas dan para fukaha yang tujuh, al-Hasan, Jabir, Thawus, an-Nakhaiy, ats-Tsawri,
al-Awzaiy, asy-Syafiiy, Ahmad, Abu Ubaid, ashhabu ar-rayi dan selain mereka.

- 70 -

Zakat itu wajib pada komoditi perdagangan jika nilainya telah mencapai nilai nishab
emas atau nilai nishab perak, dan berlalu satu haul.
Jika seorang pedagang memulai perdagangannya dengan harta kurang dari nishab, dan
di akhir haul hartanya menjadi memenuhi nishab, maka tidak ada zakat atasnya, sebab
nishab tidak berlalu selama satu haul. Wajib atasnya zakat pada nishabnya ini setelah
berlalu satu haul penuh.
Jika seorang pedagang memulai perdagangannya dengan harta yang melebihi nishab,
misalnya ia memulai perdagangannya dengan 1.000 Dinar, dan di akhir tahun
perdagangannya tumbuh dan nilainya menjadi 3.000 Dinar, wajib atasnya mengeluarkan
zakat dari 3.000 Dinar, bukan 1.000 Dinar yang dia gunakan memulai perdagangannya,
dan bukan dari keuntungan saja yang dia peroleh. Akan tetapi dari jumlah total yang dia
miliki yakni dari 3.000 sebab pertumbuhan harta yang dia mulai itu mengikuti harta
pokok ini dan haul keuntungan hasil darinya juga adalah haul harta pokok itu
Dengan ungkapan lain, masalah tersebut sebagai berikut:
1.
Ketika nilai barang yang diperdagangkan sama dengan nishab, 20 Dinar emas
yakni 85 gram emas, atau 200 Dirham perak yakni 595 gram ketika itu tanggal tersebut
dicatat dan menjadi awal haul tahun berjalan.
2.
Pada akhir haul dihitung nilai barang yang diperdagangkan yang dimiliki: pokok
dan keuntungan, dan dikeluarkan zakatnya sebesar 1/40 atau 2,5%.
3.

Atas dasar itu, maka jawaban pertanyaan Anda sebagai berikut:

a.
Pada tahun lalu Anda punya 100.000 untuk perdagangan, dan ini lebih dari
nishab.
b.

Hasil perdagangan (bisnis) jual beli apartemen untung setahun 20.000.

c.

Akhir tahun haul Anda jadi punya 120.000.

d.
Zakat yang wajib adalah atas semua harta perdagangan, bukan hanya atas
keuntungan, artinya atas jumlah total perdagangan yaitu 120.000, zakatnya sebesar
2,5% yaitu 3.000.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
13 Jumadul Awal 1435 H
14 Maret 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_34261

- 71 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim ATha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di AKun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan:
1. Penggunaan Lukisan
2. Pemanfaatan Najis
3. Aktifitas Pekerja Dengan Nisbah Tanpa Upah Yang Jelas
Kepada Mohmad Nawaja
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ada tiga pertanyaan yang saya mohon kesediaan Anda menjawabnya:
1.
Hukum lukisan tangan dan lukisan bentuk yang ada kehidupan di dalamnya,
seperti manusia dan hewan dan menempatkan lukisan itu di rumah dan digantung di
dinding?
2.
Apakah boleh mengambil gen dari babi, misalnya gen pertumbuhan dan
meletakkannya di makanan yang halal semisal ketimun untuk merangsang
pertumbuhan?
3.
Hari-hari ini banyak pemanfaatan kata nisbah. Yakni jika Anda bulan ini menjual
120.000 dinar maka untuk Anda nisbah seperempat misalnya. Dan jika Anda tidak
berhasil menjual maka Anda tidak mendapat apa-apa. Apakah kondisi ini boleh?
Semoga Allah memberkahi Anda dan menguatkan jalan Anda dan memberikan
kemenangan melalui tangan Anda.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
1.
Berkaitan dengan lukisan tangan dan lukisan bentuk yang di dalamnya ada
kehidupan

Lukisan orang dan hewan yang menyerupai fakta

Terhadap ini berlaku pengharaman yang ada dalam dalil-dalil, baik apakah lukisan itu
dengan pena tangan atau menggunakan mouse komputer. Selama lukisan itu
menggunakan tenaga manusia yang meniru sesuatu yang memiliki ruh maka
pengharaman tersebut berlaku atasnya. Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari
hadits Ibn Abbas, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
- 72 -



Siapa yang melukis gambar maka Allah akan mengazabnya hingga dia meniupkan ruh
pada gambar itu sementara ia tidak bisa meniupkan ruh selamanya.
Imam al-Bukhari juga telah mengeluarkan dari jalur Ibn Umar bahwa Rasulullah saw
bersabda:





Sesungguhnya orang yang membuat gambar-gambar ini akan diazab pada Hari Kiamat
kelak, dikatakan kepada mereka hidupkan apa yang kalian ciptakan.

Adapun hukum menggunakan gambar dan menempatkannya di rumah dan


menggantungnya, maka hal itu sebagai berikut:
a.
Jika menempatkannya di tempat-tempat ibadah seperti sajadah shalat, tirai
masjid, pengumuman dan seruan untuk masjid dan semacamnya maka itu haram,
tidak boleh. Diantara dalil hal itu:
Hadits Ibn Abbas bahwa Rasul saw tidak mau masuk ke Kabah hingga gambar yang ada
di dalamnya dihapus. Penolakan Rasul saw masuk ke Kabah kecuali setelah gambar
yang ada di dalamnya dihapus adalah indikasi atas meninggalkan secara jazim
penempatan gambar di tempat-tempat ibadah. Maka itu menjadi dalil pengharaman
gambar di masjid-masjid:
Imam Ahmad telah mengeluarkan dari Ibn Abbas:

Nabi saw ketika melihat gambar di al-Bait yakni al-Kabah, beliau tidak masuk dan
memerintahkan gambar itu dihapus.
b.
Jika ditempatkan di selain tempat-tepat ibadah, maka dalil-dalil yang ada
menjelaskan bahwa ini boleh:

Disertai ketidaksukaan (karahah) yakni makruh jika diletakkan di tempat-tempat


untuk penghormatan atau pengagungan seperti tirai rumah, sarana-sarana penjelasan di
lembaga-lembaga tsaqafiyah atau pada baju yang dikenakan atau di sekolah, kantor,
pengumuman yang tidak ada hubungannya dengan ibadah, atau tergantung di dinding
ruangan atau dikenakan untuk memperbagus tampilan dan semacam itu maka semua
itu adalah makruh.

Mubah jika diletakkan di selain tempat-tempat ibadah dan bukan tempat-tempat


yang dihormati, misalnya di lantai yang diinjak-injak, alas tidur yang ditiduri (untuk tidur

- 73 -

di atasnya), tiang untuk bersandar, simbol-simbol di lantai (di bumi) yang diinjak-injak
atau semacamnya semua itu adalah mubah.
Diantara dalil-dalil hal itu adalah:

Hadits Abu Thalhah dalam riwayat Muslim dengan lafazh: aku mendengar
Rasulullah saw bersabda:



Malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya ada anjing atau gambar.
Dan dalam riwayat dari jalur yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Beliau saw
bersabda:


Kecuali gambar (bordiran) yang ada di pakaian.
Ini menunjukkan pengecualian gambar bordiran pada pakaian. Mafhumnya bahwa
Malaikat masuk rumah yang di dalamnya ada raqmu (lukisan) pada pakaian yakni
gambar yang digambar di pakaian itu.
Ini berarti bahwa gambar datar lukisan/gambar (bordiran) pada pakaian adalah boleh
sebab malaikat masuk rumah yang di dalamnya ada gambar datar itu, akan tetapi
hadits-hadits lain menjelaskan jenis kebolehan ini:

Hadits Aisyah ra., yang dikeluarkan oleh al-Bukhari, ia berkata:

Nabi saw masuk ke rumah dan di dalam rumah ada qiram (kelambu) yang ada
gambarnya maka raut muka beliau berubah kemudian beliau mengambil tirai itu dan
menyobeknya.
Al-qiram termasuk jenis pakaian. Dan al-qiram itu diletakkan sebagai tirai pintu rumah.
Berubahnya raut muka Rasul saw dan beliau menanggalkan tirai itu berposisi sebagai
tuntutan untuk meninggalkan (thalab at-tarki) meletakkan tirai pintu jika di tirai itu ada
gambar. Jika ini digabungkan dengan kebolehan masuknya Malaikat ke rumah yang di
situ ada gambar lukisan/gambar pada pakaian maka itu menunjukkan bahwa tuntutan
untuk meninggalkan (thalab at-tarki) itu tidak jazim, yakni makruh. Dan karena tempat
gambar ini di tirai yang di pasang di pintu, dan itu adalah tempat yang dihormati, maka
meletakkan gambar di tempat yang dihormati adalah makruh.

Hadits Abu Hurairah ra., yang dikeluarkan oleh Ahmad dari ucapan Jibril as
kepada Rasul saw:




dan perintahkan tirai itu dipotong dan dijadikan dua bantal yang diduduki.

- 74 -

Jadi Jibril memerintahkan Rasul saw menghilangkan tirai dari tempat yang dihormati,
dan dibuat dua buah bantal tempat duduk.
Ini berarti bahwa penggunaan gambar yang dilukis oleh pihak lain di tempat-tempat
tidak dihormati adalah mubah.
2.
Mengambil gen dari babi, dan memupuk tumbuhan dengannya untuk
meningkatkan pertumbuhan, seperti menggunakannya dalam menumbuhkan ketimun,
adalah tidak boleh. Hal itu karena dalil-dalil berikut:

Babi adalah haram, dan babi itu adalah najis berdasarkan dalil-dalil berikut:

Firman Allah SWT:


Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS al-Baqarah [2]: 173)
-

Firman Allah SWT:

...


Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah (TQS al-Maidah [5]: 3)
Ath-Thabarani telah mengeluarkan di Mujam al-Kabr dari Abu Tsalabah alKhusyani, ia berkata: Aku mendatangi Rasulullah saw lalu aku katakan: ya Rasulullah,
aku ada di wilayah ahli kitab dan mereka makan daging babi di bejana dan meminum
khamar di dalamnya apakah aku (boleh) makan dan minum dengan bejana itu?
Kemudian Rasulullah saw bersabda:


...:

Jika kamu menemukan kecukupan dari bejana kaum kafir maka jangan makan di
dalamnya, dan jika tidak kamu temukan kecukupan darinya maka bilas (cuci)lah dengan
air baik-baik kemudian makanlah di dalamnya.
Yakni jika kamu perlu bejana dan kamu tidak menemukan selainnya, maka cucilah baikbaik. Ini menunjukkan atas kenajisan khamr dan babi selama wadah itu perlu dicuci
untuk menyucikannya. Dalam riwayat ad-Daraquthni, Rasul saw menyebutkan bahwa
- 75 -

mencuci dengan air adalah menyucikan bejana itu. Dan itu adalah dillah (konotasi)
yang gamblang atas kenajisan babi dan khamr. Berikut riwayat ad-Daraquthni: al-Husain
bin Ismail telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Said bin
Yahya al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Abdurrahim bin Sulaiman dari alHajjaj bin Arthah dari Makhul dari Abu Idris dari al-Khusyaniy, ia berkata: aku katakan:
ya Rasulullah aku bergaul dengan orang-orang musyrik dan kami tidak punya wadah
atau bejana selain bejana mereka. Al-Khusyani berkata: maka Rasul saw bersabda:





Cukupkanlah darinya semampu kalian, dan jika kalian tidak mendapati (kecukupan dari
bejana itu) maka cucilah dengan air, sebab air menyucikannya kemudian masaklah di
situ.
Ini adalah nash yang gamblang bahwa khamr dan babi termasuk najis. Rasul saw
bersabda: air itu menyucikannya.

Pemanfaatan najis adalah haram juga, dan di antara dalil-dalilnya:

Al-Bukhari telah mengeluarkan dair Jabir bin Abdullah ra., bahwa ia mendengar
Rasulullah saw bersabda pada hari Fathu Mekah dan beliau berada di Mekah:










Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan menjual khamr, bangkai, babi dan
patung. Dikatakan: ya Rasulullah bagaimana pendapat Anda mengenai lemak bangkai,
itu bisa untuk memvernis perahu, menyemir kulit dan digunakan oleh orang untuk
penerangan. Maka Rasulullah saw bersabda: tidak, itu haram. Kemudian Rasulullah
saw bersabda pada yang demikian: semoga Allah membinasakan Yahudi,
sesungguhnya Allah telah mengharamkan gajih bangkai lalu mereka mencairkannya
kemudian mereka jual dan mereka makan harganya.
Imam Muslim telah mengeluarkan dari Ibn Abbas, ia berkata: telah sampai
kepada Umar bahwa Samurah menjual khamr. Maka Umar berkata: celaka Samurah,
tidakkah dia tahu bahwa Rasulullah saw bersabda:






Allah melaknat Yahudi, diharamkan atas mereka gajih, lalu mereka mencairkannya dan
mereka menjualnya.

- 76 -

Abu Dawud telah mengeluarkan dari Abu az-Zinad dari al-Araj dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah saw bersabda:




Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan harganya, mengharamkan
bangkai dan harganya; dan mengharamkan babi dan harganya.
Dalil-dalil ini menjelaskan keharaman pemanfaatan najis. Oleh karena itu, tidak boleh
mengambil gen dari babi dan digunakan untuk memupuk tanaman guna meningkatkan
pertumbuhannya, seperti menggunakannya dalam menumbuhkan ketimun dan lainnya,
maka itu tidak boleh karena keharaman pemanfaatan najis.
Tidak dikatakan bahwa ini seperti pengobatan yang boleh menggunakan najis disertai
ketidaksukaan (kemakruhan). Karena apa yang telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dari
jalur Anas ra.:

...


Bahwa orang dari Urainah terkena sakit perut di Madinah lalu Rasulullah saw
memberikan rukhshah agar mereka datang ke unta sedekah lalu mereka meminum air
susunya dan air kencing unta itu
Tidak dikatakan demikian sebab penumbuhan tanaman tidak masuk dalam cakupan kata
obat (ad-daw). Atas dasar itu maka tidak boleh menggunakan gen dari babi untuk
menumbuhkan tanaman.
3.
Pertanyaan terakhir, tentang orang yang bekerja pada pedagang di tempat
perdagangan, upahnya harus jelas. Boleh ditambahkan padanya nisbah dari penjualan,
sehingga upahnya misalnya 100 sebulan ditambah 10% dari jumlah penjualannya pada
bulan itu.
Adapun upahnya hanya berupa nisbah dari penjualannya, yakni jika dia berhasil menjual
barang maka ia mendapat 10%, dan jika ia tidak menjual maka ia tidak mendapat apaapa. Masalah ini ada beragam pendapat Yang saya rajihkan dalam masalah ini adalah
bahwa bekerja sebagai pegawai pada orang lain dengan menjual barang untuk orang
lain itu di tempat dagang dan upahnya adalah nisbah dari barang yang dijualnya, yakni
jika ia berhasil menjual ia mengambil nisbah dari barang yang dijual, dan jika ia tidak
menjual ia tidak mengambil apa-apa, ini tidak boleh menurut pendapat yang lebih rajih
menurut saya. Sebab ajir (pekerja) wajib jelas upah untuknya dan mungkin
ditambahkan untuknya nisbah dari penjualannya. Akan tetapi tidak boleh upah pekerja
itu adalah nisbah apa yang ia jual. Maka jika ia menjual barang, ia mengambil upah
nisbah dan jika ia tidak bisa menjual maka ia tidak mengambil apa-apa
Hal itu karena dalil-dalil berikut:

- 77 -

Ibn Abi Syaibah telah mengeluarkan di dalam Mushannaf-nya dari Abu Hurairah dan Abu
Said, keduanya berkata:


Siapa yang mempekerjakan seorang pekerja maka hendaklah ia beritahukan upahnya.
Al-Baihaqi telah mengeluarkan di dalam as-Sunan ash-Shaghr dari Abu Hurairah ra., ia
berkata: Rasulullah saw bersabda:


Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum kering keringatnya.
Atas dasar itu, maka seorang pekerja wajib jelas upah untuk pekerjaannya. Tidak sah ia
melakukan pekerjaan pada orang lain tanpa upah. Ini yang lebih rajih menurut saya
dalam masalah ini. Wallh alam wa ahkam.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
18 Jumadul Awal 1435 H
19 Maret 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_34429

- 78 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Fakta Etanol Menurut Pandangan Islam
Kepada Adhipati-Yudhistira Indradiningrat

Pertanyaan:
Assalamu'alaikum wa rahmatuLlaahi wa barakatuh,
To the honourable scholar Ata Bin Khalil Abu Al-Rashtah, may Allah safeguard and look
after him.
Can you please provide an explanation, what exactly the Islamic view on Ethanol is? Is
the substance itself considered as Khamr, and therefore prohibited, regardless whether
it stands alone or in a solution, and regardless of its amount (in a solution, e.g.: drinks,
perfume, etc?) I apologize, one more thing. Please also discuss about the ethanol in
fruits. BarakaLlaahu fiikum.
(Assalamualaikum wa rahmatuLlahi wa barakatuh.
Kepada al-Alim al-Jalil Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah hafizhahullh wa rahu.
Apakah memungkinkan Anda berikan penjelasan seputar fakta etanol menurut
pandangan Islam? Apakah zat etanol itu sendiri merupakan khamr, sehingga etanol
haram, tanpa memperhatikan apakah dipakai sendirian atau dalam suatu larutan, dan
tanpa memandang jumlahnya (dalam larutan semisal minuman, parfum, dsb)? Saya
mohon maaf, satu hal lagi, mohon juga didiskusikan tentang etanol dalam buah-buahan.
Barakallh fikum.
Jawab:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu:
Seperti yang saya ketahui dari para ahli tentang ilmu-ilmu alkohol, alkohol ada dua jenis:
alkohol etili dan alkohol metili. Jika etanol yang ada dalam pertanyaan termasuk jenis
alkohol etili, maka jawabannya sebagai berikut:
1.
Alkohol ada jenis yang disebut metili (metil alkohol atau metanol). Dikatakan
kepada saya bahwa itu tidak memabukkan akan tetapi beracun mematikan. Spirtus
- 79 -

bahan bakar termasuk dari jenis metili. Metil alkohol (metanol) ini diambil dari serbuk
kayu dan lainnya. Meminumnya bisa menyebabkan kebutaan dan bisa sampai
mengantarkan kepada kematian selama beberapa hari. Berdasarkan itu maka metil
alkohol (metanol) bukan khamr dan tidak mengambil hukum khamr dari sisi kenajisan
dan keharaman. Akan tetapi, dari sisi penggunaan metil alkohol (metanol) sebagai racun
sesuai kaedah dharar. Ibn majah telah mengeluarkan dari Ubadah bin ash-Shamit:

Sesungguhnya Rasulullah saw memutuskan tidak boleh mencelakakan diri sendiri dan
orang lain.
2.
Dari alkohol ada jenis yang disebut etil alkohol. Dan etil alkohol itu digunakan
dalam berbagai minuman memabukkan, didestilasi, dan spirtus pengobatan adalah dari
jenis ini. Seperti bahwa etil alkohol juga digunakan dalam industri. Digunakan sebagai
pengawet dan sebagai bahan pengering dari kelembaban, pelarut alkali dan lemak, anti
kempal, pelarut beberapa obat-obatan, pelarut parfum seperti kolonyet dan esence,
dan masuk juga dalam beberapa bahan furniture. Penggunaan-penggunaan ini ada tiga
jenis:
a.
Bagian yang disitu alkohol dipakai hanya sebagai pelarut, atau sebagai bahan
tambahan. Penggunan ini tidak menghilangkan identitas dan karakteristik alkohol.
Melainkan keadaannya tetap dari sisi susunan dan sifat memabukkan. Bagian ini haram
digunakan secara mutlak. Sebagai contoh, kolonyet. Kolonyet tidak halal digunakan dan
tetap najis. Sebab kenajisan pencampurnya dan alkohol disitu tetap alkohol
memabukkan sebagaimana kondisinya. Kolonyet itu adalah bahan yang dicampur
dengan khamr. Dan khamar adalah najis. Dalil hal itu adalah hadits al-Khusyani:
Ad-Daraquthni telah mengeluarkan dari al-Khusyani, ia berkata: aku katakan:

:
:






ya Rasulullah kami bergaul dengan orang-orang musyrik, dan kami tidak memiliki
bejana dan wadah selain bejana mereka. Rasulullah bersabda: cukupkanlah darinya
semampu kalian, jika kalian tidak mendapati maka cucilah dengan air, air sesungguhnya
menyucikannya, kemudian masaklah di situ.
Jadi Rasul bersabda: fa inna al-m thahruh air menyucikannya-, yakni bejana itu
menjadi najis dengan diletakkannya khamr disitu, dan disucikan dengan menyucinya. Ini
adalah dalil bahwa khamr adalah najis. Pertanyaan itu adalah tentang bejana yang disitu
diletakkan khamr, seperti yang ada dalam riwayat al-Khusyani menurut Abu Dawud dari
Abu Tsalabah al-Khusyani, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw, ia berkata:

- 80 -

Kami bertetangga dengan ahlul kitab dan mereka memasak babi dalam periuk mereka
dan meminum khamr dalam bejana mereka. Maka Rasulullah saw bersabda: jika kalian
menemukan yang lain maka makan dan minumlah di yang lain itu. Dan jika kalian tidak
menemukan selainnya maka cucilah dengan air dan makan minumlah (dengannya).
Jadi babi dan khamr adalah najis sehingga membuat najis bejana yang disitu diletakkan
khamr dan babi tersebut sehingga wajib dicuci untuk menyucikannya sebelum
digunakan.
b.
Bagian dimana alkohol berubah dari subtansinya dan kehilangan karakteristiknya
yang memabukkan. Dan dari alkohol dan bahan lain dibuat bahan baru yang memiliki
karakteristik berbeda dengan alkohol, akan tetapi tidak beracun. Bahan baru ini tidak
mengambil hukum khamr dan bersifat suci seperti bahan lain dan terhadapnya berlaku
kaedah al-ashlu f al-asyy` al-ibhah m lam yarid dallu at-tahrm hukum asal
sesuatu adalah mubah selama tidak ada dalil yang menyatakan pengharamannya-.
c.
Dan bagian dimana alkohol disitu berubah dari substansinya dan kehilangan
karakteristiknya yang memabukkan, dari alkohol dan bahan lain dibuat bahan baru yang
memiliki karakteristik berbeda dengan alkohol, akan tetapi beracun. Hukumnya adalah
hukum racun: suci akan tetapi penggunaannya haram untuk diminum atau untuk
menimpakan dharar kepada diri sendiri atau orang lain.
3.
Atas dasar itu, maka etil alkohol tersebut jika dicampur dengan bahan lain maka
hukumnya didapat dengan mengetahui apakah bahan campuran etil alkohol itu
kehilangan karakteristik memabukkan atau tidak, dan apakah bahan campuran itu
beracun atau tidak Ini memerlukan tahqiq manath menurut para ahli. Jika terbukti
secara keilmuan atau praktis bahwa bahan campuran ini memabukkan maka ia
mengambil hukum khamr dan menunjukkan bahwa etil alkohol dalam campuran ini
tidak kehilangan karakteristik dan identitasnya. Adapun jika terbukti secara keilmuan
atau praktis bahwa campuran ini tidak memabukkan dan tidak beracun maka tidak
mengambil hukum khamr dan tidak mengambil hukum racun. Dan jika terbukti secara
keilmuan atau praktis bahwa bahan campuran ini tidak memabukkan akan tetapi
beracun maka ia tidak mengambil hukum khamr, melainkan mengambil hukum racun.
Atas dasar itu, jika campuran yang dihasilkan itu memabukkan semisal kolonyet maka
mengambil hukum khamr. Dikarenakan sabda Rasulullah saw dalam hadits yang
dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah ummul mukminin ra., ia berkata:


- 81 -

Setiap minuman yang memabukkan maka haram.


Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Muslim dari Ibn Umar, ia berkata: Rasulullah saw
bersabda:

...
Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram
Dan dalam riwayat lain dari Ibn Umar:


Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram.
Dan khamr itu haram pada sepuluh topik dan bukan hanya jika diminum. At-Tirmidzi
telah mengeluarkan dari Anas bin Malik, ia berkata:

Rasulullah saw melaknat dalam khamr sepuluh pihak: orang yang memerasnya, yang
diperaskan, yang meminumnya, yang membawakan, yang dibawakan, yang
menuangkan, yang menjualnya, yang memakan harganya, yang membelinya dan yang
dibelikan.
Satu dari sepuluh itu adalah haram.
4.
Adapun pertanyaan Anda tentang etanol yang ada dalam buah-buahan,
pertanyaan Anda tidak jelas Jika yang dimaksud dari pertanyaan adalah buah-buahan
dengan fitrahnya, yakni ketika matang dan masih di pohon, maka sebagian etil alkohol
bisa jadi ada di dalamnya dengan penciptaan (alami). Artinya jika Anda analisis
kandungan jeruk misalnya, Anda temukan ada sedikit kandungan etil alkohol (etanol)
Jika masalahnya demikian maka itu tidak berpengaruh. Sebab alkohol disitu bukan pada
larutan cair yang memabukkan, akan tetapi pada buah-buahan padat yang di dalamnya
ada etil alkohol (etanol) secara fitrah (alami). Adapun jika buah yang di dalamnya ada
etanol itu menyebabkan dharar, maka tidak boleh dimakan sesuai kaedah dharar. Ibn
Majah telah mengeluarkan dari Ubadah bin ash-Shamit:

Sesungguhnya Rasulullah saw memutuskan bahwa tidak boleh mencelakakan diri


sendiri dan orang lain.
- 82 -

Adapun jika yang dimaksudkan dari pertanyaan adalah selain itu, maka jelaskan agar
bisa kami jawab, in syaa Allah.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
23 Jumadul Awal 1435 H
24 Maret 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_34566

- 83 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan Mengenai Harta Riba
Kepada Ibrahim Abu Fathi

Pertanyaan:
Amiruna al-jalil, semoga Allah senantiasa menjaga beliau dan menguatkan langkahnya.
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Seseorang membuka rekening di bank yang ada saat ini (bank ribawi). Dan menjadi jelas
baginya setelah itu bahwa bunga ditambahkan ke rekeningnya. Dan kita tahu bahwa
Allah SWT berfirman dalam wahyunya yang bersifat muhkam:



Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (TQS al-Baqarah [2]: 279)
Ada para syaikh dan ulama kontemporer yang memperbolehkan mengambil harta ini
dan tidak meninggalkannya untuk bank dengan dalih tidak membantu bank atas
keharaman dan tidak melakukan keharaman lain dengan meninggalkan bunga tersebut
untuk bank.
Pertanyaannya: apa yang harus dia lakukan dengan harta yang ditambahkan kepada
harta pokoknya itu? Apakah boleh ia mengambil harta bunga itu dan
membelanjakannya terhadap orang-orang fakir atau membayar utangnya? Dan apakah
ia mendapat pahala atas pembelanjaan harta itu kepada orang-orang fakir? Berilah
jawaban kepada kami. Semoga Alah memberikan berkah-Nya kepada Anda dan
menguatkan langkah Anda.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah w barakatuhu.
Sebelum menjawab tentang (apa yang harus dia lakukan dengan harta riba) maka
yang wajib bagi orang yang melakukan transaksi (muamalah) ribawi dengan bank adalah
menghentikan muamalah ribawinya segera, dan bertaubat kepada Allah SWT dengan
taubat nashuha. Allah SWT berfirman:
- 84 -



Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nashuha
(taubat yang semurni-murninya). (TQS at-Tahrim [66]: 8)
Allah juga berfirman:


Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh
pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka
mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan
memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (TQS an-Nisa *4]:
146)
Imam at-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Anas bahwa Nabi saw bersabda:



Setiap Anak Adam bisa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah
adalah mereka yang bertaubat.
Sehingga taubat itu sah dan Allah mengampuni orang yang bertaubat itu dari dosa
tersebut, maka wajib bagi orang yang bertaubat itu melepaskan diri dari kemaksiyatan
itu, menyesal karena telah melakukannya, dan bertekad bulat untuk tidak mengulangi
semisalnya. Dan jika kemaksiyatan itu berkaitan dengan hak adami, maka disyaratkan
mengembalikan kezaliman itu kepada yang berhak atau mendapatkan pembebasan dari
mereka. Jika ia memiliki harta yang dia ambil dari mereka dengan jalan mencuri atau
ghashab maka wajib harta itu dikembalikan kepada pemiliknya. Dan ia harus
melepaskan diri dari pendapatan haram itu menurut ketentuan syara. Jika ia
mendapatkan harta dengan jalan haram maka kesudahannya adalah keburukan. Imam
Ahmad telah mengeluarkan dari Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw
bersabda:

...
...
dan tidaklah seorang hamba memperoleh harta dari jalan haram kecuali harta itu
menjadi bekalnya ke neraka.
Imam at-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Kaab bin Ujrah bahwa Rasulullah saw
bersabda kepadanya:
- 85 -


Ya Kaab bin Ujrah, sesungguhnya tidaklah suatu daging tumbuh dari harta haram
kecuali neraka lebih layak dengannya.
Adapun berkaitan dengan riba bank atas hartanya dan bagaimana melepaskan diri
darinya, maka jawabannya sebagai berikut:
1.
Jika dia berkata kepada bank, saya ingin harta pokok saya saja, dan aturan bank
memperbolehkannya mengambil harta pokoknya saja maka cukup seperti itu, dan ia
mengambil harta pokoknya saja
2.
Adapun jika aturan bank tidak memperbolehkannya tetapi aturan tersebut
mewajibkannya mengambil riba beserta harta pokoknya sekaligus dan jika tidak maka
bank tidak akan memberikan harta pokoknya, dalam kondisi ini ia mengambil harta
pokoknya dan riba tersebut dan dia melepaskan diri dari riba, dan dia letakkan di
tempat-tempat kebaikan secara diam-diam (rahasia) tanpa menampakkan bahwa ia
bersedekah dengannya, sebab itu adalah harta haram, akan tetapi yang dituntut adalah
ia melepaskan diri dari harta haram itu Misalnya, bisa saja ia mengirimkannya ke
masjid tanpa seorang pun tahu atau mengirimkannya kepada keluarga fakir tanpa
mereka tahu siapa pengirimnya, dan dengan cara yang di dalamnya tidak tampak bahwa
ia bersedekah atau semacam itu.
3.
Adapun pahala atas infaknya itu, maka tidak ada pahala atas infak harta haram.
Pembelanjaannya di jalan kebaikan itu bukanlah shadaqah sebab bukan merupakan
harta halal yang ia miliki Akan tetapi, in sya Allh, ia mendapat pahala karena
meninggalkan keharaman, yakni menghapus muamalah ribawinya dengan bank dan
melepaskan diri dari harta haram. Allah SWT menerima taubat dari hamba-Nya dan
tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang memperbagus amal (melakukan amal
dengan ihsan).

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
28 Jumadul Awal 1435 H
29 Maret 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_34701

- 86 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan Seputar Vaksinasi dan Penimbunan
Kepada Yusuf Adamu
Pertanyaan:
Assalamu alaykum, may Allah (swt) preserve you the Ummah and give victory to the
ummah through you. Please I have two questions and prayed may Allah make it easy for
you.
1. What is your view according to Islam concerning polio vaccination the western worlds
and American are claiming to help some third world countries with free-of-charge?
2. Is it allowed according to shara'i to buy farm produce e.g Beans, during period of
harvest when they are in surplus in order to store them till the period when the supply
is meager and to sell at a profitable or higher price? Jazzakallahu Khayran
Yusuf Adamu, Abuja, Nigeria.
(Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu. Semoga Allah menjaga Anda dan
menjaga umat dan menjadikan pertolongan terealisasi melalui tangan Anda. Saya punya
dua pertanyaan, dan saya memohon kepada Allah untuk mempermudah Anda:
1.
Bagaimana pandangan Anda sesuai dengan Islam terkait vaksinasi polio anakanak yang diklaim oleh dunia barat dan Amerika bahwa mereka membantu beberapa
negara dunia ketiga tanpa kompensasi?
2.
Apakah sesuai syariah diperbolehkan menjual produk-produk pertanian,
misalnya kobis, selama masa panen ketika ada kelebihan, dan disimpan sampai
penawaran menurun, untuk dijual dengan harga lebih tinggi dan memperoleh laba lebih
besar? Semoga Allah memberikan balasan lebih baik kepada Anda.
Yusuf Adamu, Abuja, Nigeria.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuhu.
Pertama, vaksinasi adalah pengobatan. Dan berobat adalah mandub dan tidak wajib.
Dalil hal itu adalah:
- 87 -

1.
Imam al-Bukhari telah meriwayatkan dari jalur Abu Hurairah, ia berkata:
Rasulullah saw bersabda:


Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan obatnya.
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah dari Nabi saw, beliau
bersabda:





Untuk setiap penyakit ada obatnya, dan jika obat itu mengenai penyakit maka ia
sembuh dengan izin Allah azza wa jalla.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abdullah bin Masud:


Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, (itu) diketahui
oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak
mengetahuinya.
Hadits-hadits ini di dalamnya ada petunjuk bahwa untuk setiap penyakit ada obat yang
menyembuhkannya. Agar hal itu menjadi dorongan agar berupaya untuk berobat yang
bisa mengantarkan kepada kesembuhan penyakit itu dengan izin Allah SWT. Dan ini
adalah petunjuk (dorongan) dan bukan pewajiban.
2.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Anas, ia berkata: Sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda:


Sesungguhnya Allah ketika menciptakan penyakit, Allah juga menciptakan obat, maka
berobatlah.
Imam Abu Dawud telah meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik, ia berkata: aku datang
kepada Nabi saw dan para sahabat beliau, seolah-olah di atas kepala mereka ada
burung, maka aku mengucapkan salam lalu aku duduk. Maka seorang arab badui dari
arah sana dan sana, maka mereka berkata: ya Rasulullah, apakah kita berobat? Maka
Rasulullah saw bersabda:




- 88 -

Berobatlah, maka Allah azza wa jalla tidak menimpakan penyakit kecuali juga
menempatkan obat untuknya, kecuali satu yaitu al-harmu.
Yakni kecuali kematian.
Di dalam hadits pertama, Rasul saw memerintahkan berobat. Dan di dalam hadits
kedua, ada jawaban beliau kepada orang arab menyuruh berobat dan menyeru hamba
untuk berobat. Dan sesungguhnya Allah tidak menempatkan penyakit kecuali
menempatkan obat untuknya. Seruan dalam kedua hadits tersebut dinyatakan dengan
redaksi perintah. Dan perintah secara mutlak memberi faedah berupa tuntutan dan
tidak berfaedah kepada wajib kecuali jika perintah itu tegas (jzim). Dan ketegasan
(jazmu) itu memerlukan indikasi (qarnah) yang menunjukkannya. Dan tidak ada di
dalam kedua hadits tersebut suatu indikasi yang menunjukkan wajib. Tambahan lagi,
terdapat hadits-hadits yang menunjukkan kebolehan tidak berobat. Semua itu
menafikan kedua hadits ini memberi pengertian wajib. Imam Muslim telah
meriwayatkan dari Imran bin Hushain bahwa Nabi saw bersabda:

:


:

Sebanyak tujuh puluh ribu dari umatku masuk surga tanpa hisab. Mereka berkata:
siapakah mereka itu ya Rasulullah? Beliau bersabda: mereka adalah orang-orang
yang tidak melakukan kay dan tidak melakukan rukyah (jampi-jampi) dan mereka
bertawakal kepada Rabb mereka.
Rukyah dan kay adalah bagian dari pengobatan. Imam al-Bukhari telah meriwayatkan
dari Ibn Abbas, ia berkata:

:
...



: :


...

wanita berkulit hitam ini. Ia datang kepada Nabi saw dan berkata: saya punya
pengakit ayan, dan saya tersingkap (pakaian saya), maka berdoalah kepada Allah
untukku. Rasul bersabda: Jika engkau mau, engkau bersabar dan untukmu surga. Dan
jika engkau mau, aku berdoa kepada Allah agar menyembuhkanmu. Maka wanita itu
berkata: saya bersabar. Lalu wanita itu berkata: saya tersingkap (pakaian saya)
maka berdoalah kepada Allah untukku agar tidak tersingkap. Maka Rasul saw berdoa
untuknya
Jadi kedua hadits ini menunjukkan bolehnya meninggalkan berobat.

- 89 -

Semua itu menunjukkan bahwa perintah yang dinyatakan yaitu fatadwaw maka
berobatlah-, tadawaw berobatlah- itu bukan untuk menyatakan wajib. Dan dengan
begitu, maka perintah di sini boleh jadi untuk ibahah atau mandub. Dan karena kuatnya
dorongan Rasul saw untuk berobat, maka perintah berobat yang dinyatakan di haditshadits tersebut adalah untuk mandub.
Atas dasar itu, maka vaksinasi hukumnya mandub, sebab vaksinasi adalah pengobatan,
dan pengobatan (berobat) adalah mandub dan bukan wajib. Dan boleh saja berobat
kepada tabib (dokter) kafir baik apakah berobat itu dengan upah atau berupa bantuan
tanpa upah Jadi siapa yang ingin vaksinasi maka boleh.
Ada masalah lain yang ingin saya sebutkan di sini. Bantuan kaum kafir imperialis ke
negeri-negeri kaum Muslimin, baik berupa pengobatan atau selain pengobatan,
khususnya yang mereka katakan tentangnya bahwa itu bantuan gratis. Bantuan-bantuan
ini biasanya untuk mengadakan celah masuk untuk hegemoni kaum kafir imperialis dan
pengaruh mereka di negeri itu serta merampok kekayaan dan potensinya. Jadi negaranegara kapitalis tidak memberikan bantuan-bantuan gratis begitu tanpa kompensasi.
Mereka tidak punya nilai-nilai ruhiyah dimana mereka memberi bantuan kepada orangorang yang memerlukan, akan tetapi nilai-nilai mereka adalah nilai materi agar di
belakang bantuan-bantuan itu mereka bisa mendapatkan kepentingan-kepentingan
jahat Maka hendaklah kaum Muslimin memperhatikannya.
Kedua: penimbunan itu terlarang di dalam Islam secara mutlak. Dan penimbunan itu
adalah haram secara syari. Hal itu karena adanya larangan tegas di dalam sharih hadits.
Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam Shahh-nya dari Said bin al-Musayyib dari
Mamar bin Abdullah dari Rasulullah saw, beliau bersabda:


Tidaklah menimbun kecuali orang yang berbuat salah.
Jadi larangan di dalam hadits itu memberi faedah tuntutan untuk meninggalkan, dan
celaan kepada orang yang melakukan penimbunan, melalui pensifatan Rasul bahwa
orang itu berbuat salah dan orang yang berbuat salah adalah orang berdosa dan
bermaksiyat-. Dan ini merupakan indikasi yang menunjukkan bahwa tuntutan untuk
meninggalkan (thalab at-tarki) ini memberi pengertian jazm (tegas). Dan dari sini, maka
hadits tersebut menunjukkan keharaman penimbunan. Dan orang yang menimbun
adalah orang yang mengumpulkan barang menunggu harganya mahal, baik ia
mengumpulkannya dengan membeli, atau ia kumpulkan dari hasil tanahnya yang luas
karena ia menyendiri dengan tanah semacam itu atau karena kelangkaan pertaniannya,
lalu ia mengumpulkan sebagai penimbun barang itu sehingga ia menjualnya dengan
harga mahal dimana itu menyempitkan penduduk negeri untuk membelinya. Dan itu
dari aspek ini, yakni mahalnya harga terhadap masyarakat, adalah haram. Demikian juga
karena apa yang diriwayatkan dari Maqil in Yasar, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:


- 90 -

Siapa yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga kaum Muslimin untuk
membuatnya mahal terhadap mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk
mendudukkannya dengan tempat duduk dari neraka pada Hari Kiamat.
Begitulah, penimbunan adalah haram. Atas dasar itu, maka tidak boleh hasil pertanian
dibeli dengan harga rendah ketika ada di pasar, kemudian disimpan sehingga menjadi
sedikit atau tidak ada di pasar kemudian ditawarkan untuk jual beli dengan harga tinggi.
Sebab ini adalah realita penimbunan. Dan itu adalah haram sebagaimana kami jelaskan
di atas.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
2 Jumaduts Tsaniyah 1435 H
2 April 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_34839

- 91 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Seputar Ijtihad pada Nash-Nash Qathiy Dilalah
Kepada al-Abid lillah
Pertanyaan:
Di dalam buku Nizhm al-Islam dinyatakan:
Oleh karena itu, tujuan-tujuan luhur untuk menjaga entitas masyarakat bukan berasal
dari buatan manusia, akan tetapi itu adalah dari perintah-perintah dan laranganlarangan Allah. Dan itu bersifat tetap tidak berubah dan berevolusi. Penjagaan atas jenis
manusia, penjagaan atas akal, penjagaan atas kehormatan manusia, penjagaan atas jiwa
manusia, penjagaan atas kepemilikan individu, penjagaan atas agama, penjagaan atas
keamanan, penjagaan atas negara, semua itu merupakan tujuan-tujuan luhur yang
bersifat tetap untuk menjaga entitas masyarakat, tidak ditimpa perubahan dan
perkembangan.
Pertanyaan: tidakkah ada ijtihad-ijtihad di konstitusi untuk mengubah beberapa teks
sementara dinyatakan di teks tersebut tidak ditimpa perubahan dan perkembangan?
Saya mohon penjelasan hal itu semoga Allah memberkahi Anda dan menolong Anda.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ya akhiy, tidak ada ijtihad pada nash-nash, jika bersifat qathiy ats-tsubut qathiy addilalah. Yakni qathiy pada tsubutnya seperti ayat-ayat al-Quran dan hadits mutawatir,
dan qathiy dalam dilalahnya sesuai pembahasan bahasa dan klasifikasi al-kitab dan assunnah. Melainkan ijtihad itu terjadi pada nash-nash zhanniyah ad-dilalah, baik qathy
ats-tsubut ataupun zhanniy ats-tsubut Jadi selama dilalah itu bersifat zhanniy maka di
dalamnya bisa terjadi ijtihad seperti yang diketahui pada ilmu ushul dan fikih.
Dan perkara-perkara yang disebutkan di buku tersebut, bahwa itu adalah tujuan-tujuan
luhur untuk menjaga entitas masyarakat islami, adalah qathiy ats-tsubut qathiy addilalah: jadi hukumnya tidak berubah dengan ijtihad sebab ijtihad disini tidak bisa
terjadi. Nash-nash itu sesuai kondisinya adalah qathiy dan tidak ada ijtihad pada nashnash qathiyah.
Saudaramu
- 92 -

Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah


07 Jumaduts Tsaniyah 1435 H/07 April 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_34931

- 93 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: 1. Hukum Menutup Kedua Kaki. 2. Pernyataan Sultan Brunei
Berniyat Menerapkan Syariah.
Kepada Ahmad Uwais
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya mohon jawaban atas pertanyaan saya jika Anda memiiki waktu, semoga Allah
memberkahi Anda.
Pertanyaan pertama: dari buku Nizham al-Ijtimaiy:
1.
Dikatakan di dalam buku tersebut halaman 51 baris sebelum terakhir, dan tidak
perlu menutup kedua kaki karena keduanya tertutupi. Apakah kalimat ini berarti tidak
wajibnya mengenakan apa yang menutupi aurat kedua kaki di bawah pakaian
kehidupan umum?
2.
Halaman 51 baris ke-8 dikatakan, sebab pakaian luas yang diulurkan ke bawah
hingga kedua kaki adalah fardhu. Tidakkan lafazh hatt hingga- disini
mengisyaratkan tidak masuknya kedua kaki dalam tutup jilbab Ini dari sisi bahasa.
Dan jika tidak, paragraf sebelumnya menegaskan wajibnya menutupi, akan tetapi untuk
perbaikan secara bahasa bukankah lebih utama dikatakan hatt asfali al-qadamayn hingga bawah kedua kaki- lebih dalam?
Pertanyaan kedua: di beberapa berita Facebook dinyatakan bahwa sultan Brunei
menyatakan niyatnya menerapkan syariah dan bahwa ia berusaha mengubah konstitusi
untuk tujuan ini lalu apa realita masalah tersebut? Semoga Anda diberkahi wahai amir
kami.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertama: pertanyaan tentang kedua kaki:
1.
Kalimat pertama dari pertanyaan Anda: dan tidak perlu wanita menutupi kedua
kaki dan kedua kaki itu tertutup benar, itu berarti tidak perlu wanita mengenakan
pakaian yang menutupi kedua kakinya di bawah pakaian kehidupan umum jika pakaian
kehidupan umum itu terjulur ke tanah sejengkal atau sehasta tidak lebih seperti yang
- 94 -

ada di paragraf itu secara utuh yang darinya Anda kutip kalimat pertama pertanyaan
Anda.
2.
Kalimat kedua dari pertanyaan Anda: karena pakaian luas yang terjulur ke
bawah hingga kedua kaki adalah fardhu berarti bahwa kedua kaki jika tertutupi dengan
kaos kaki atau semacam itu, maka pakaian kehidupan umum cukup sampai ke kedua
kaki tanpa terjulur ke tanah lebih bawah dari kedua kaki. Irkha yang dinyatakan di ayat
telah terpenuhi. Demikian juga hal itu jelas di dalam paragraf tersebut secara utuh yang
darinya Anda kutip kalimat kedua dari pertanyaan Anda.
3.

Sehingga jelas deskripsi tersebut, saya ulangi lagi jawaban pertanyaan terdahulu:

a. Dahulu para perempuan khususnya di kampung, berjalan bertelanjang kaki atau


memakai terompah atau yang serupa yang tidak menutupi kedua kakinya seluruhnya.
Maka kedua kaki perempuan itu terlihat kecuali ia mengulurkan pakaiannya sampai
tanah supaya tidak terlihat kedua kakinya selama ia berjalan. Ketika Rasulullah saw
melarang mengulurkan pakaian karena sombong, Ummu Salamah melihat bahwa
perempuan jika pakaiannya tidak terulur sampai tanah, maka ketika dia berjalan, dan
menggerakkan kedua kakinya pada saat berjalan, maka kedua kakinya terlihat. Hal itu
karena kedua kaki itu tidak tertutup dan perempuan itu berjalan bertelanjang kaki atau
memakai terompah yang tidak menutupi kedua kakinya Maka Ummu Salamah
bertanya kepada Rasulullah saw: lalu bagaimana perempuan memperlakukan ujung
pakaiannya? Sebab perempuan waktu itu jilbabnya atau mantelnya diulurkan sampai
nyasar tanah agar kedua kakinya tidak terlihat Lalu Rasulullah saw memperbolehkan
mereka untuk mengulurkannya sejengkal kemudian sehasta melebihi kedua kaki
sehingga jika perempuan itu berjalan bertelanjang kaki tidak terlihat kedua kakinya
selama pakaiannya diulurkan melebihi kedua kakinya sampai nyasar tanah Jadi
topiknya adalah: (mengulurkan pakaian untuk menutupi kedua kaki) Artinya bahwa
pertanyaan itu untuk menutupi kedua kaki. Dengan ungkapan lain, mengulurkan jilbab
sampai tanah melebihi kedua kaki itu adalah untuk menutupi kedua kaki. Jadi illat
mengulurkan pakaian sampai tanah sebagai tambahan atas irkha adalah menutupi
kedua kaki. Dan al-mall beredar bersama illat dari sisi ada dan tidaknya. Jika kedua
kaki tertutup maka tidak perlu mengulurkan pakaian sampai tanah, akan tetapi cukup
agar memenuhi makna mengulurkan (al-idn) yakni al-irkh yang dinyatakan di dalam
ayat:


"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (TQS al-Ahzab
[33]: 59)
Yakni, agar pakaian diulurkan sehingga kedua kaki tertutupi.
b. Adapun dari mana Ummu Salamah mengukur sejengkal atau sehasta, maka
masalahnya tersebut adalah mengulurkan pakaian sampai tanah. Inilah yang
ditanyakan oleh Ummu Salamah, dimana ia meminta penjelasan tentangnya. Ummu
Salamah melihat bahwa jika pakaian tidak diulurkan sampai tanah maka kedua kaki akan
- 95 -

terlihat ketika perempuan berjalan. Dan ini benar. Pakaian itu jika tidak diulurkan
sampai tanah sedikit, dan seorang perempuan berjalan bertelanjang kaki atau memakai
terompah yang tidak menutupi kaki, maka perempuan itu ketika menggerakkan kedua
kakinya pada saat berjalan akan terlihat bagian-bagian kedua kakinya Maka Rasulullah
saw mengijinkan perempuan mengulurkan pakaiannya sejengkal sampai tanah sebab
hadits tersebut tentang mengulurkan pakaian. Dan kata jarra mengulurkan- berarti
sampai tanah. Dan ini menunjukkan bahwa sejengkal yang diulurkan sampai tanah itu
yakni dari bawah (ujung-telapak) kaki.
Saya ulangi, bahwa ini adalah sehingga kaki tidak terlihat pada saat berjalan. Jika kaki
tertutup dengan kaos kaki, maka cukuplah irkha (mengulurkan) jilbab ke bagian atas
kaki yang tertutup dengan kaos kaki. Yakni cukup sampai kedua mata kaki, selama kedua
kaki itu tertutup. Selesai.
Kedua, topik Brunei.
Benar, dinyatakan semisal apa yang Anda katakan di pertanyaan. Akan tetapi penerapan
hukum-hukum Islam bukan hanya penegakan hudud yang beku. Akan tetapi adalah
penerapan secara shahih dari negara yang mengadopsi Islam secara sempurna sebagai
sistem kehidupan, negara dan masyarakat. Jadi penerapan Islam di dalam negeri dan
mengembannya ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad, dan keamanan dan rasa
amannya dengan kekuasaan kaum Muslimin, dan kosong dari pengaruh kaum kafir
imperialis.
Dan Brunei kosong dari hal itu sampai hudud yang dinyatakan akan diterapkannya itu
adalah terhadap kaum Muslimin, dan tidak mencakup non muslim di wilayahnya! Sudah
diketahui bahwa Brunei terbuka untuk orang asing kafir secara kuat kemudian
keamanan dan rasa amannya bukan dengan kekuasaannya akan tetapi dengan
kekuasaan barat khususnya Inggris Oleh karena itu, masalah tersebut tidak lebih dari
kanalisasi emosi kaum Muslimin di sana

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
12 Jumaduts Tsaniyah 1435 H
12 April 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_35088

- 96 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Seputar Hadits dan Siapa Yang Tidak Mau Membayarnya
maka Kami Mengambilnya dan Separo Hartanya
Kepada Dua al-Furqan
Pertanyaan:
Amiruna yang mulia, assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu, dan semoga
Allah menjadikan kemenangan atas kedua tangan Anda.
Di buku al-Amwl pada topik al-gharmt (denda) halaman 123-124 dinyatakan,
demikian juga beliau mengambil dari orang yang tidak mau membayar zakat, separo
dari hartanya sebagai tambahan atas zakat yang wajib, sebagai tazir untuknya. Abu
Dawud dan Ahmad telah meriwayatkan dari Nabi saw:

...
dan siapa yang tidak mau membayarnya maka aku mengambilnya dan separo
hartanya.
Tampak dari yang dinyatakan bahwa pendapat yang mutabannat adalah bolehnya
mengambil denda dari orang yang tidak mau membayar zakat sebagai sanksi tazir meski
ada banyak perbedaan pendapat diantara para fukaha atas kemasyruannya, akan tetapi
yang ingin saya minta penjelasan dalam hal ini adalah:
1.
Hadits yang dijadikan dalil secara sempurna dari sisi sanad dan matan. Saya
mencarinya dan tidak menemukannya kecuali satu hadits: dari Bahzu bin Hakim dari
bapaknya dari kakeknya secara marfu:







Pada setiap onta yang digembalakan pada setiap empat puluh ekor ada zakat seekor
bintu labun (onta umur dua tahun jalan tiga tahun), dan onta itu tidak dipisahkan dari
hitungannya, siapa yang memberikannya mengharap pahala maka untuknya pahalanya
dan siapa yang tidak mau membayarnya maka kami mengambilnya darinya dan separo
ontanya, sebagai salah satu ketetapan kuat Rabb kita, tidak halal untuk keluarga
Muhamad sedikitpun darinya. (HR Ahmad)

- 97 -

Dan di dalam Sunan Abu Dawud dari Bahzu bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya
bahwa Rasulullah saw, beliau bersabda:





Pada setiap onta yang digembalakan pada empat puluh ekor zakatnya seekor bintu
labun (onta umur dua tahun jalan tiga tahun) dan onta tidak dipisahkan dari
hitungannya, siapa yang memberikannya mengharap pahala Ibn al-Ala berkata:
mengharap pahala dengannya- maka untuknya pahalanya dan siapa saja yang tidak
mau membayarnya maka kami mengambilnya dan separo hartanya, salah satu
ketetapan bulat Rabb kita, tidak ada untuk keluarga Muhammad sedikitpun darinya.
Sedangkan dengan lafazh:



maka aku mengambilnya dan separo hartanya
Tidak saya temukan.
2.
Apa maksud separo hartanya? Apakah separo dari semua hartanya? Ataukah
separo dari harta yang ia tidak bayarkan zakatnya? Atau separo kadar yang ditetapkan
sebagai zakat pada hartanya? Ataukah menurut apa yang dinyatakan oleh sebagian
yaitu bahwa ia menjadikan hartanya dua bagian lalu orang yang membayar diberi
pilihan dan sedekah (zakat) diambil dari bagian yang lebih baik sebagai sanksi karena ia
tidak mau membayar zakat? Semoga Allah memberkahi Anda dan memberi balasan
kepada Anda yang lebih baik.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Berkaitan dengan hadits yang Anda sebutkan maka aku mengambilnya dan separo
hartanya:
1.
Abu Dawud telah mengeluarkan dari Bahzu bin Hakim dari bapaknya dari
kakeknya bahwa Rasulullah saw bersabda:

-

-

Pada setiap onta yang digembalakan pada empat puluh ekor zakatnya seekor bintu
labun (onta umur dua tahun jalan tiga tahun) dan onta tidak dipisahkan dari
- 98 -

hitungannya, siapa yang memberikannya mengharap pahala Ibn al-Ala berkata:


mengharap pahala dengannya- maka untuknya pahalanya dan siapa saja yang tidak
mau membayarnya maka kami mengambilnya dan separo hartanya, salah satu
ketetapan bulat Rabb kita, tidak ada untuk keluarga Muhammad sedikitpun darinya.
2.
Ahmad dan an-Nasai telah mengeluarkan, dan lafazh Ahmad dari Bahzu bin
Hakim dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata: aku mendengar Nabi Allah saw
bersabda:


. . .

Pada setiap onta yang digembalakan, pada setiap empat puluh ekor zakatnya seekor
bintu labun (onta umur dua tahun jalan tiga tahun). Onta itu tidak dipisahkan dari
hitungannya. Siapa yang memberikannya dengan mengharap pahala maka untuknya
pahalanya. Dan siapa yang tidak mau membayarnya maka kami mengambilnya darinya
dan separo ontanya, sebagai satu ketetapan bulat Rabb kita. Tidak halal untuk keluarga
Muhammad sedikitpun darinya.
Hadits ini pemahamannya berbeda-beda pada para fukaha:
Sebagian dari mereka mengatakan klaim nasakh, sehingga tidak diambil kecuali hanya
zakat saja. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa riwayat syathru separo- bukan
dengan sukun huruf tha, akan tetapi menggunakan bina untuk majhul (redaksi pasif)
syuththira yakni hartanya dibagi dua separo-separo dan amil zakat memilih dari
separo yang mana saja ia ambil. Sebagian dari fukaha mengatakan bahwa perawinya
rancu, akan tetapi riwayatnya adalah fa inn khidzh min syathri mlihi -maka kami
mengambilnya dari separo hartanya- atau min syathri ibilihi -dari separo ontanya-
Yang rajib menurut pandangan saya dalam masalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Berkaitan dengan topik bina majhul (redaksi pasif), topik wahmu (kerancuan)
dan topik nasakh, maka saya menjauhkan semua itu:
Bina al-majhul (reaksi pasif) itu jauh sebab kata syathru dalam semua riwayat hadits
yang mutabar itu disebutkan tanpa redaksi pasif (bina majhul)
Sedangkan masalah wahmu (kerancuan) maka itu juga jauh, sebab riwayat tersebut
bukanlah fa inn khidzuh minhu syathra mlihi maka kami mengambil darinya
separo hartanya- untuk bisa dikatakan bahwa huruf al-h pada kata minhu adalah
kerancuan dari perawi. Perlu diketahui bahwa kerancuan di sini juga tidak ada sebab
jauh kemugkinannya bagi perawi yang mengetahui bahasa arab mengatakan minhu
syathra mlihi darinya separo hartanya- lalu bagaimana jika kata minhu itu malah
diikuti huruf al-wwu dan dikatakan bahwa perawi rancu pada lafazh minhu syathra
darinya separo- dan bukan min syathrin dari separo-? Ini jauh kemungkinannya
- 99 -

Ini dari sisi bina majhul dan wahmu (kerancuan), adapun nasakh maka itu jauh
kemungkinannya sebab sejarahnya tidak diketahui dan sebab dalil nasakh menurut
mereka tidak jelas. Dalil-dalil zakat bersifat umum tidak menasakh dalil zakat yang
bersifat khusus menyatakan sanksi untuk orang yang tidak mau membayar zakat
b.

Yang rajih menurut saya adalah bahwa hadits pertama:


maka kami mengambilnya dan separo hartanya.
Memberikan pengertian bahwa orang yang tidak mau membayar zakat maka diambil
zakat darinya secara paksa dan didenda separo hartanya. Dan mungkin dipahami dari
hadits tersebut separo hartanya keseluruhan. Artinya yang harta yang harus dibayar
zakatnya dan harta lain yang tidak mencapai nishab zakat berupa emas, perak, onta,
sapi, domba, gandum, jewawut, kurma, kismis, dan barang dagangan.
c.

Dan hadits lain:


maka kami mengambilnya darinya dan separo ontanya.
Setelah penyebutan zakat onta f kulli ibilin s`imatin -pada setiap onta yang
digembalakan- maka ini berarti bahwa separo itu ditambahkan pada onta yang
dimilikinya, artinya diambil zakat ontanya dan separo ontanya. Dengan ungkapan yang
lebih jelas seandainya ia memiliki onta yang digembalakan empat puluh ekor maka
zakatnya seekor bintu labun (onta umur dua tahun jalan tiga tahun), kemudian diambil
darinya denda lain yaitu separo dari empat puluh ekor itu.
d.
Dan jadilah hadits kedua mengkhususkan hadits yang sebelumnya, artinya tidak
didenda separo dari seluruh hartanya, akan tetapi separo harta yang dizakati.
e.
Sedangkan konotasi syathru apakah separo atau satu bagian, dinyatakan di alQmus al-Muhith (asy-syathru: nishfu asy-syay`i wa juz`uhu asy-syathru adalah
setengah sesuatu dan bagiannya-). Oleh karena itu, masalah ini diserahkan untuk
diadopsi oleh khalifah berkaitan untuk orang yang tidak mau membayar zakat: apakah
akan diambil zakat dan setengah harta yang harus dizakati, atau diambil darinya zakat
dan sebagian dari harta milik orang yang harus membayar zakat itu, dan itu adalah
denda untuk orang yang tidak mau membayar zakat Meski saya condong kepada
setengah harta yang harus dizakati sebab itu adalah denda dan denda itu di dalamnya
ada makna sanksi dan kekerasan Ini wallh alam wa ahkam.
Perlu diketahui, kami telah menyebutkan masalah ini pada dalil-dalil denda, yakni
bahwa pengambilan separo hartanya itu adalah denda, seperti yang dinyatakan di buku
al-Amwl dan buku Nizhm al-Uqbt.
- 100 -

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
17 Jumaduts Tsaniyah 1435 H
17 April 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_35261

- 101 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban pertanyaan: Bolehkan Syarik Bekerja Sebagai Ajir di Syirkah al-Ayan dengan
Upah Tertentu Disamping Bagiannya dari Laba?
Kepada Ahmad Maqdesy

Pertanyaan:
Assalamau alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ya syaikhuna yang mulia, semoga Allah memberi Anda taufik kepada apa yang Allah dan
Rasul-Nya sukai.
Saya punya pertanyaan, pada kondisi syirkah antara dua orang pada kendaraan kerja,
pihak pertama punya dua pertiga dan pihak kedua punya sepertiga. Pihak kedua itu juga
bekerja pada mobil kerja tersebut. Perjanjian diantara keduanya atas pembagian laba
sebagai berikut: dari laba bersih mobil kerja itu pihak kedua mengambil biaya hidup
sopir ditambah bagiannya sepertiga, dan dua pertiga lainnya untuk pihak pertama.
Apakah ini secara syariy boleh ataukah tidak? Semoga Allah memberikan berkah
kepada Anda.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Syirkah itu ada dua macam: syirkah kepemilikan (syirkah amlk) dan syirkah akad
(syirkah uqd):
Adapun syirkah al-amlk atau syirkah al-ayn, maka itu seperti syirkah atas kendaraan
misalnya
Sedangkan syirkah al-uqd maka itu seperti syirkah perdagangan, syirkah mudharabah
atau syirkah al-inn
1.
Pada syirkah al-uqd, tenaga di situ sebagai syarik dimana akad syirkah terjadi
padanya. Ia berhak atas bagian dari laba dan tenaganya untuk syirkah. Maka ia tidak
boleh mengambil ujrah (upah) sebagai kompensasi tenaganya. Sebab tenaganya untuk
syrikah kompensasi dari bagian laba yang disepakati. Dan kerugian yang ada
berdasarkan kadar harta.

- 102 -

2.
Pada syirkah al-amlk atau syirkah al-ayn, maka obyek akadnya adalah benda
atau kepemilikan, dan pada benda atau kepemilikan itulah terjadi syirkah, bukan atas
tenaga. Oleh karena itu, salah seorang syarik dalam syirkah tersebut boleh
mempekerjakan tenaganya untuk syirkah. Jadi ia bekerja sebagai sopir dengan upah jika
syirkah itu atas kendaraan
Akan tetapi, upah sopir bukan dari laba, sebab seorang ajir mengambil upahnya yang
disepakati karena ia menunaikan pekerjaannya. Jika upah itu dikaitkan dengan laba,
kadangkala tidak ada laba, dan karenanya tidak ada ujrah, dan ini tidak boleh secara
syariy sebab seorang ajir itu berhak mendapat ujrah jika ia menunaikan pekerjaannya
baik syirkah itu untung atau rugi. Akan tetapi ia berhak atas upahnya dari modal syirkah,
baik syirkah itu untuk ataupun rugi
Ibn Majah telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Abdurrahman bin Yazid bin
Aslam dari bapaknya dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:


Berikan kepada seorang ajir upahnya sebelum kering keringatnya.
Atas dasar itu, maka jawabannya adalah boleh bagi salah seorang syarik dalam syirkah
al-ayn bekerja sebagai ajir dengan upah yang jelas disamping bagiannya dari laba
sesuai kesepakatan para syarik. Sementara kerugian sesuai nisbah harta masing-masing
dari mereka.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
22 April 2014 M
22 Jumaduts Tsaniyah 1435 H
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_35361

- 103 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir HIzbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Apakah Zakat Wajib Pada PErhiasan Emas Yang Disiapkan Untuk
Tabungan (Simpanan)?
Kepada Luay Sbeih

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Amir kami yang mulia, apakah wajib zakat pada perhiasan emas yang disiapkan untuk
tabungan/simpanan (iddikhr)? Semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik
dan semoga Allah menolong dakwah ini melalui kedua tangan Anda
Jawab:
Wassalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
1.
Perhiasan adalah apa yang dijadikan perhiasan oleh wanita dan digunakan untuk
berhias, berupa emas atau perak, dipakai di kedua pergelangan tangannya, lehernya,
kedua telinganya atau di bagian tubuh lainnya.
Perhiasan tidak ada zakat di dalamnya, baik perhiasan itu terbuat dari emas atau terbuat
dari perak, atau terbuat dari berbagai jenis permata seperti mutiara, delima (ruby),
aquamarine, batu akik (agate) dan batu mulia lainnya, baik perhiasan itu sedikit atau
banyak, telah mencapai nishab atau lebih dari itu, maka tidak ada zakat pada semua itu.
Sebab semua itu untuk dipakai, dijadikan perhiasan dan digunakan untuk berhias oleh
wanita.
Dari al-Layts bin Saad dari Abu az-Zubair dari Jabir dari Nabi saw, beliau bersabda:

Tidak ada dalam perhiasan zakat. (disebutkan oleh Ibn Qudamah di al-Mughni)
Abu Ubaid juga telah meriwayatkan dari Amru bin Dinar, ia berkata:

: :

:



Jabir bin Abdullah ditanya: apakah di dalam perhiasan ada zakat? Ia berkata: tidak.
Dikatakan: meski mencapai sepuluh ribu? Jabir berkata: benar.
- 104 -

Dan dari Abdurrahman bin al-Qasim dari bapaknya:









Bahwa Aisyah, isteri Nabi saw, mengikuti anak-anak perempuan saudara laki-lakinya
yang yatim di dalam kamarnya, mereka memiliki perhiasan, dan ia tidak mengeluarkan
zakat dari perhiasan mereka. (Diriwayatkan oleh imam Malik di al-Muwatha)
Sedangkan hadits Amru bin Syuaib yang di dalamnya dinyatakan:


: :

:

Seorang wanita mendatangi Nabi saw dan ia bersama putrinya yang tangannya ada
dua pegangan dari emas, maka beliau bersabda: apakah engkau bayar zakatnya ini?
Wanita itu berkata: tidak. Beliau bersabda: apakah menggembirakanmu Allah
memagarimu dengan dua pagar dari neraka.
Hadits ini dikomentari oleh Abu Ubaid: tidak kita ketahui diriwayatkan kecuali dari satu
sisi dengan sanad yang dibicarakan (dikomentari/dikritik) oleh banyak orang baik dahulu
maupun sekarang. At-Tirmidzi berkata: tidak ada yang sahih dalam bab ini
sesuatupun.
Yang berpendapat tidak ada zakat pada perhiasan diantaranya Ibn Umar, Jabir, Anas,
Aisyah, Asma. Hal itu juga dikatakan oleh (menjadi pendapat) al-Qasim, asy-Syabi,
Qatadah, Muhammad bin Ali, Malik, asy-Syafiiy, Ahmad, Abu Ubaid, Ishaq dan Abu
Tsawr.
Ini tentang perhiasan yang digunakan berhias oleh wanita. Adapun jika diperdagangkan
maka atasnya ada kewajiban zakat perdagangan.
2.
Sedangkan jika bukan untuk perhiasan dan bukan pula diperdagangkan,
melainkan untuk disimpan, maka jika demikian diperlakukan dengan perlakuan al-kanzu,
yakni haram hingga meski dikeluarkan zakatnya. Diantara dalil pengharaman al-kanzu:
Allah SWT berfirman:




*




Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa
- 105 -

yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu". (TQS at-Tawbah [9]: 3435)
Ahmad meriwayatkan dengan sanad sahih dari Abu Umamah ra., ia berkata:

Salah seorang ahlu shufah meninggal, lalu ditemukan di saku bajunya satu dinar, maka
Rasulullah saw bersabda: satu cap. Abu Umamah berkata: kemudian salah seorang
ahlu shufah yang lain meninggal dan ditemukan di saku bajunya dua dinar, maka
Rasulullah saw bersabda: dua cap kayyatn-.
Imam ath-Thabari juga menyandarkan semisalmya kepada Abu Umamah al-Bahili. Ini
artinya pengharaman menimbun emas dan perak secara mutlak, meski itu berupa dua
dinar, dan meskipun hanya satu dinar, selama itu merupakan penimbunan (kanzu),
yakni menimbun harta tanpa ada keperluan yang ingin dibiayai nantinya. Rasul saw
mengatakan yang demikian terkait dua laki-laki tersebut sebab keduanya hidup dari
shadaqah tetapi keduanya memiliki emas. Beliau bersabda: satu cap kayyah- dan
dua cap kayyatn- mengisyaratkan kepada firman Allah:








Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka" (TQS at-Tawbah [9]: 35)
Yang merupakan bagian dari ayat kanzu, artinya beliau mengisyaratkan kepada ayat
kanu. Ini merupakan dalil atas pengharaman kanzu dengan pengharaman secara mutlak,
baik mencapai nishab akat atau belum mencapai, baik dikeluarkan zakatnay atau tidak,
maka kanzu itu semuanya adalah haram.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
27 Jumaduts Tsaniyah 1435 H
27 April 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_35487

- 106 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Seputar Terputusnya Shalat Karena Lewatnya Wanita di Depan
Mushalli
Kepada Ziyad Abu Thariq

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya berada di kamar rawat inap bapak saya yang sedang sakit. Selama saya
menunaikan shalat , di depan saya lewat perawat wanita (dan dia kafir), apakah shalat
saya batal? Perlu diketahui, saya tidak bisa meninggalkan ruang rawat inap.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Terputusnya shalat dengan lewatnya seorang wanita di depan mushalli merupakan
perkara yang diperselisihkan di kalangan fukaha. Dan itu merupakan perkara ibadah dan
saya tidak ingin mentabanni tentangnya. Akan tetapi saya kutipkan untuk Anda
pendapat para fukaha mutabar seputar topik tersebut, sehingga Anda bisa bertaklid
kepada siapa yang Anda mau diantara yang Anda yakini ijtihadnya dalam masalah
tersebut:
Pendapat hanafi bahwa shalat tidak terputus dengan lewatnya wanita dan
lainnya. Di dalam al-Mabsth karya Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahal Syams alA`immah as-Sarkhasi (w. 483):
Dan jika di depannya lewat seorang laki-laki atau wanita atau keledai atau anjing, tidak
terputus shalatnya menurut pendapat kami
Dan untuk kita ada hadits Abi Said al-Khudzri ra., Rasulullah saw bersabda:



Lewatnya sesuatu tidak memutuskan shalat, dan cegahlah semampu kalian.
Pendapat malikiyah: Dinyatakan di ad-Dakhrah karya Abu al-Abbas Syihabuddin
Ahmad bin Idris bin Abdurrahman al-Maliki yang terkenal dengan al-Qarafi w. 683 H:
- 107 -

Keenam, ia mengatakan di dalam buku, sesuatu yang lewat di depan mushalli tidak
memutus shalat
Pendapat syafiiyah: Dinyatakan di al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab karya Abu
Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syarf an-Nawawi W. 686 H:
Masalah ketiga, jika seseorang shalat menghadap sutrah lalu lewat di depannya
seorang laki-laki atau seorang wanita atau anak kecil atau seorang kafir atau seekor
anjing hitam atau keledai atau binatang melata lainnya, tidak batal shalatnya dalam
pandangan kami
Pendapat hambali: Dinyatakan di kitab al-Mughni karya Abu Muhammad
Muwafaquddin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Jamailiy alMaqdisi tsumma ad-Dimasyqi al-Hanbali, terkenal dengan Ibn Quadamah al-Maqdisi w.
620 H:
Masalah, Ia berkata: tidak memutus shalat kecuali anjing hitam al-bahm yakni jika
lewat di depannya. Ini yang masyhur dari Ahmad rahimahullah, dinukilkan oleh jamaah
dari beliau. Al-Atsram berkata: Abu Abdillah ditanya apa yang memutus shalat? Ia
menjawab: dalam pandanganku, tidak memutus shalat sesuatupun kecuali anjing hitam
al-bahm Makna al-bahm adalah yang hitam legam, tidak ada warna lain di tubuhnya
selain hitam. Dari imam Ahmad ada riwayat lain, bahwa shalat itu diputus oleh anjing
hitam, dan wanita jika lewat, dan keledai
Seperti yang Anda lihat, menurut hanafi, maliki dan syafiiy (lewatnya wanita)
tidak memutus shalat. Sedangkan menurut hanbali dalam salah satu pendapat, hal itu
memutus shalat.
Saya memohon kepada Allah SWT agar melapangkan dada Anda kepada yang baik.
Wassalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
3 Rajab 1435 H
2 Mei 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_35838

- 108 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebok Beliau
Jawaban Pertanyaan: Seputar Nishab Zakat Barang Dagangan
Kepada Luth Abu Sninah.
Pertanyaan:
Syaikhuna al-fadhil, pembukaan dan keberkahan yang baik dari sisi Allah.
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertanyaan saya berkaitan dengan nishab zakat pada barang dagangan: dinyatakan di alAmwl halaman 195 bahwa nishab zakat adalah 200 dirham yaitu 595 gram perak, atau
20 dinar emas yaitu 85 gram emas. Sekarang ini, nishab manakah yang kita jadikan
sandaran dalam perhitungan kita untuk barang dagangan, perlu diketahui ada
perbedaan besar antara harga emas dan harga perak. Satu dinar emas setara sekitar
seratus dirham perak. Seandainya kita hitung lima dinar emas niscaya sudah lebih dari
nishab perak. Maka nishab manakah yang kita jadikan sandaran sekarang ini? Semoga
Allah memberikan berkah kepada Anda dan memberikan manfaat kepada kami dengan
ilmu Anda.
Jawab:
Wa alaikumussalam warahmatullah wa barakatuhu.
Pertama, terkait dengan pemilik emas maka nishabnya adalah 85 gram emas, dan
terkait dengan pemilik perak nishabnya adalah 200 dirham perak, dan terkait dengan
uang substitusi maka sesuai back-up yang menjadi back-upnya, jika back-upnya emas
maka nishabnya mengikuti nishab emas dan jika back-upnya perak maka nishabnya
menikuti nishab perak.
Sedangkan uang yang nilainya karena kekuatan undang-undang dan bukan mata uang
substitusi baik emas atau perak seperti mata uang sekarang, maka yang saya rajihkan
adalah ditentukan nilainya dengan nishab terendah dari kedua nishab tersebut, yakni
dengan perak jika nilai uang kertas itu mencapai 200 dirham perak yaitu 595 gram
perak, yakni sekitar 20 oz perak, dan saya duga satu oz perak sekitar 30 dolar AS. Ini
artinya bahwa jika uang milik seorang muslim mencapai sekitar 600 dolar, anda hitung
lagi dengan tepat, dan ia tidak memiliki utang maka ia termasuk orang yang wajib
membayar zakat. Jika telah berlalu satu haul atas snishab tersebut tanpa berkurang dari
nishab tersebut, maka ia wajib membayar zakat.

- 109 -

Saya mengatakan nishab yang lebih rendah, sebab jika telah mencapai nishab terendah
maka ia telah menjadi ahlu zakat (orang yang wajib zakat) sehingga ia tidak boleh
melewatinya menunggu nishab yang lebih tinggi. Akan tetapi ia wajib mencatat tanggal
yang ia telah menjadi ahlu zakat itu, kemudian setelah berlalu satu haul (satu tahun
komariyah), ia wajib membayar zakat jika tidak pernah berkurang dari nishab. Ini yang
saya rajihkan, wallh alam wa ahkam.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
8 Rajab 1435 H
7 Mei 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_35839

- 110 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Ab ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Apakah Murabah Halal ataukah Haram?
Kepada: Suha Mostafa

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Semoga Allah senantiasa menjaga Anda. Saya ingin menanyakan satu pertanyaan,
apakah murabahah itu halal ataukah haram? Yakni seseorang ingin membeli tanah
sementara ia tidak puya harganya, lalu ia datang kepada seseorang yang lain dan
berkata kepadanya aku ingin membeli tanah tetapi aku tidak punya harganya. Lalu
seseorang tersebut menjawab aku akan membelinya dan mencatatkan atas namaku
kemudian aku jual kepadamu dengan harga yang lebih mahal setelah jangka waktu
tertentu. Apakah kesepakatan ini boleh atau tidak? Dan apakah jumlah tambahan dari
harga tanah itu merupakan riba ataukah keuntungan? Semoga Allah memberi balasan
yang lebih baik kepada Anda.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Tidak boleh ada dua akad dalam satu akad, yakni keduanya saling dipersyaratkan satu
sama lain. Misalnya, tidak boleh kita sepakat untuk saya membeli mobilmu dengan
ketentuan engkau beli tanahku. Ini tidak boleh. Akan tetapi wajib masing-masing akad
dijalankan sesuai ketentuan syariahnya tanpa disyaratkan dengan akad lain.
Imam Ahmad telah mengeluarkan dari Abdurrahman bin Abdullah bin Masud dari
bapaknya, ia berkata:






Rasulullah saw melarang dua transaksi dalam satu transaksi.
Ini artinya larangan dari adanya dua akad dalam satu akad. Seperti seseorang berkata:
aku jual rumahku ini kepadamu dengan ketentuan aku jual rumahku yang lain dengan
sekian, atau dengan ketentuan engkau jual rumahmu, atau dengan ketentuan engkau
nikahkan aku dengan putrimu. Ini tidak sah, sebab ucapannya aku jual rumahku
- 111 -

adalah akad, dan ucapannya dengan ketentuan engkau jual rumahmu kepadaku
merupakan akad kedua dan keduanya dikumpulkan dalam satu akad. Ini tidak boleh.
Dan pertanyaanmu jatuh pada keharaman ini. Engkau bersepakat dengannya agar ia
sekarang membeli tanah tersebut dari pemiliknya secara kontan dengan syarat ia
menjualnya kepadamu setelah jangka waktu tertentu dengan harga yang lebih tinggi
Keduanya adalah akad yang saling dipersyaratkan satu sama lain, maka tidak boleh.
Akan tetapi masing-masing wajib dijalankan sendiri-sendiri tanpa dipersyaratkan dengan
akad yang lain Aku memohon kepada Allah SWT untukmu barakah pada harta,
keluarga dan anak.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
18 Rajab 1435 H
17 Mei 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_36094

- 112 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Seputar Operasi Sterilisasi Wanita
Kepada Haitham Alamour
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatulah wa barakatuhu.
Syaikhuna al-fadhil, saya punya pertanyan kesehatan dan sangat urgen untuk dijawab.
Saya seorang dokter. Saya bekerja di rumah sakit keperempuanan dan persalinan. Di
rumah sakit tersebut dilakukan operasi caesar jika seorang wanita membutuhkannya
jika nyawa janin atau kehidupan wanita itu terancam.
Ada sebagian wanita hamil yang menderita penyakit yang menyulitkannya pada fase
kehamilan dan melewati fase yang sangat sulit. Hal itu memaksanya untuk tidak hamil
atau menjauhkan jarak kehamilan minimal perlu 3-4 tahun. Maka ia terpaksa
menggunakan pencegah kehamilan. Akan tetapi sebagian wanita suatu metode
pencegahan kehamilan tidak manjur dalam menjauhkan kehamilan yang diinginkan,
sehingga ia tetap hamil dengan jarak yang berdekatan. Ini mengancam kehidupannya
karena menjalani sejumlah operasi caesar dalam waktu berdekatan. Diantara wanita itu
ada yang punya kerawanan di tulang belakang. Ada juga yang menderita pendarahan
akut sehingga para dokter terpaksa menutup saluran telur secara final sehingga ia tidak
bisa hamil jika telah punya beberapa anak. Maka menyebar diantara wanita untuk
datang ke rumah sakit dan mengklaim tidak mampu hamil dan bahwa ia tidak mampu
menggunakan pencegah kehamilan dan ingin menutup saluran telur secara final padahal
usianya tidak lebih dari 36 tahun. Ada diantara mereka yang usianya baru 32 tahun.
Maka wanita itu mendesak dokter spesialis untuk melakukan operasi caesar untuk
menutup saluran telur secara final.
Pertanyaannya: apa hukum syara bagi dokter tersebut yang memonitor kondisi wanita
pada fase-fase kehamilan dan dokter itu memandang wanita itu akan mengalami
kesulitan dan harus dilakukan operasi penutupan final saluran telur? Apa hukum dokter
yang hanya mengikuti ucapan wanita tanpa meneliti jika ternyata ucapan wanita itu
tidak tepat?
Jawab:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Mencegah kehamilan secara temporer adalah boleh berdasarkan dalil-dalil azl yang
sudah diketahui luas
- 113 -

Sedangkan mencegah kehamilan secara kontinu dan sterilisasi maka itu haram.
Penggunaan obat-obatan yang mencegah kehamilan secara final dan memutus
keturunan, dan operasi yang mencegah kehamilan secara final dan memutus keturunan,
hukumnya adalah haram, tidak boleh dilakukan. Sebab hal itu berlaku terhadapnya
hukum pengebirian, dan itu termasuk di dalamnya dan mengambil hukumnya. Sebab
penggunaan cara-cara ini memutus keturunan sebagaimana pengebirian memutus
keturunan. Ada larangan yang gamblang dari pengebirian. Dari Saad bin Abi Waqash ia
berkata:

Rasulullah saw menolak Utsman bin Mazhun untuk membujang, seandainya beliau
mengizinkan untuknya niscaya kami melakukan pengebirian. (Muttafaq alayh)
Utsman bin Mazhun telah datang keapda Rasulullah saw dan berkata:



:





:

Ya Rasulullah saya seorang laki-laki dimana berat bagi saya membujang maka izinkan
untukku dikebiri. Beliau bersabda: tidak, akan tetapi engkau harus berpuasa. Dan
dalam lafazh lain Utsman bin Mazhun berkata: ya Rasulullah saw apakah engkau
izinkan aku untuk dikebiri? Beliau bersabda: sesungguhnya Allah mengganti untuk kita
dengan kerahiban hanifiyah yang dermawan.
Dan dari Anas ia berkata:

Nabi saw memerintahkan kami untuk menikah, dan melarang dari membujang dengan
larangan yang keras. Beliau bersabda: nikahilah wanita yang penyayang dan subur
karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya kalian atas umat-umat lain
pada Hari Kiamat kelak. (HR Ahmad)
Begitu juga memutus keturunan seterusnya bertentangan dengan bahwa syara
menjadikan keturunan dan reproduksi sebagai yang asal dari perkawinan. Oleh karena
itu Allah SWT berfirman dalam memaparkan karunia terhadap manusia:


Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu
dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu. (TQS an-Nahl [16]: 72)
- 114 -

Oleh karena itu, operasi sterilisasi adalah haram untuk laki-laki dan perempuan.
Adapun jika seorang wanita hamil dan dokter ahli yang terpercaya memutuskan bahwa
kelangsungan janin di perut ibu akan mengancam kehidupan ibu dengan kematian, dan
kematian janin itu sekaligus, maka pada kondisi ini diperbolehkan menggugurkan janin
itu dan menyelamatkan kehidupan ibu. Menyelamatkan kehidupan diserukan oleh
Islam
Adapun ucapan seorang wanita bahwa dia sakit dan khawatir atas kehidupannya dari
kehamilan, maka ucapan itu jauh dari realita. Betapa banyak wanita hamil dan dia sakit
dan terus melanjutkan kehamilan dan melahirkan anak yang sehat wal afiat tanpa
cacat dan dia diberi oleh Allah kesehatan Meskipun demikian, seperti yang kami
katakan barusan, jika seorang wanita hamil dan berlanjutnya kehamilan itu akan
mengancam kehidupan ibu dengan kematian dan kematian janin sekaligus maka dengan
keputusan dokter ahli yang terpercaya janin itu boleh digugurkan.
Atas dasar itu, maka sterilisasi adalah haram. Dan pengobatan wanita selama masa
kehamilan merupakan perkara yang dituntut. Memelihara kehidupan wanita itu selama
masa kehamilan juga perkara yang dituntut hingga jika kehamilan itu mengancam
kehidupan wanita itu dengan kematian dan kematian janin sekaligus sesuai keputusan
para dokter ahli yang terpercaya maka menggugurkan kandungan tersebut boleh.
Adapun mengobati untuk mencegah kehamilan secara kontinu berdasarkan permintaan
wanita maka itu adalah haram.
Para dokter harus meremehkan perintah ini dan harus mengerahkan segenap daya
usaha dalam memeriksa kehamilan dan penyakit karena itu adalah amanah. Para
dokter harus berpegang dengan hal itu dan tidak menjual akhiratnya dengan secuil dari
dunia berapapun nilainya.



Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat
hanyalah sedikit. (TQS at-Tawbah [9]: 38)
Sebagai penutup, saya berpesan kepada para suami dan isteri untuk memperbanyak
keturunan dan membesarkan mereka dengan pendidikan yang baik. Rasul saw
berbangga dengan banyaknya umatnya pada Hari Kiamat kelak. Al-Baihaqi telah
mengeluarkan di dalam Sunan al-Kubra dari Abi Umamah ra., ia berkata: Rasulullah saw
bersabda:

...
Menikahlah, karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya kalian kepada
umat-umat lain pada Hari Kiamat kelak

- 115 -

Al-Hakim juga telah mengeluarkan yang serupa di al-Mustadrak al ash-Shahihayn dari


Maqil bin Yasar ra. dan al-Bazar dalam Musnad-nya dari Anas ra., dan selain mereka.
Dan Allah SWT melindungi laki-laki dan perempuan yang saleh.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
23 Rajab 1435 H
22 Mei 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_36257

- 116 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Sekitar: Penjelasan Ungkapan Jihad Bukan Metode Untuk Menegakkan alKhilafah
Kepada Lone Traveller

Pertanyaan:
(Assalamu Alaikum our honorable Ameer:
We say that establishment of Khilafah and Jihad are different obligations justifying the
point that Jihad can't be the methodology to establish the Khilafah. Can you explain that
these two are different obligations?
May Allah (swt) accept you and give you the responsibility to guide the Ummah) end
Asssalamu alaikum, amir kami yang mulia.
Kita mengatakan bahwa penegakan al-Khilafah dan Jihad adalah dua kewajiban yang
berbeda untuk justifikasi bahwa jihad tidak bisa menjadi metode untuk menegakkan
Khilafah. Dapatkan Anda menjelaskan bahwa itu merupakan dua kewajiban yang
berbeda?
Semoga Allah menerima amal Anda dan memberi Anda tanggungjawab untuk
memimpin umat.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ada perkara-perkara mendasar yang wajib dipahami dengan baik sebab hal itu akan
menjelaskan jawaban tersebut:
1. Dalil-dalil yang dituntut untuk mengistinbath hukum syara untuk satu masalah
adalah dalil-dalil atas masalah tersebut dan bukan dalil-dalil atas selain masalah
tersebut:
a. Misal, jika saya ingin mengetahui bagaimana berwudhu, maka saya mencari dalildalil wudhu bagaimana, baik apakah diturunkan di Mekah atau di Madinah, dan
darinya diistinbath hukum syara sesuai ushul yang diikuti... Akan tetapi, saya tidak
mencari dalil-dalil puasa untuk saya ambil darinya hukum wudhu dan tatacaranya.

- 117 -

b. Misal lain, jika saya ingin mengetahui hukum-hukum haji, maka demikian juga saya
mencari dalil-dalil tentang haji itu bagaimana, baik dalil itu diturunkan di Mekah atau
di Madinah, dan darinya diistinbath hukum syara sesuai ushul yang diikuti. Akan
tetapi saya tidak mencari dalil-dalil shalat untuk darinya saya ambil hukum haji dan
tatacaranya.
c. Misal, jika saya ingin mengetahui hukum-hukum jihad: apakah atas fardhu ayn atau
atas fardhu kifayah, defensif atau ofensif, hukum-hukum pembebasan dan
penyebaran Islam yang menjadi konsekuensi jihad, baik pembebasan itu anwatan
(melalui peperangan) atau shulhan (tanpa perang)... Maka saya mencari dalil-dalil
jihad itu seperti apa, baik dalil itu diturunkan di Mekah atau di Madinah, dan darinya
diistinbath hukum syara sesuai ushul yang diikuti. Akan tetapi saya tidak mencari
dalil-dalil zakat untuk saya ambil darinya hukum jihad dan rinciannya.
d. Begitulah dalam setiap masalah. Yaitu dicari dalil-dalil masalah tersebut baik
dinyatakan di Mekah ataupun di Madinah, dan diambil hukum syara untuk masalah
tersebut dari dalil-dalil itu sesuai ushul yang diikuti
2. Nah sekarang kita sampai pada masalah penegakan ad-daulah al-Islamiyah, dan kita
mencari dalil-dalilnya baik diturunkan di Mekah ataupun di Madinah, dan kita
istinbath hukum syara darinya sesuai ushul yang diikuti.
a. Sesungguhnya kita tidak menemukan dalil-dalil untuk menegakkan ad-daulah alIslamiyah kecuali yang dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam sirah beliau di Mekah alMukarramah. Beliau menyeru kepada Islam secara rahasia dan beliau mengadakan
kelompok (kutlah) yang mukmin dan sabar... Kemudian beliau mendeklarasikannya
diantara masyarakat di Mekah pada musim-musim haji... Kemudian beliau mencari
pertolongan ahlul quwah, dan Allah SWT pun memuliakan beliau dengan para
penolong (anshar), maka beliau pun berhijrah kepada mereka dan menegakkan
negara.
b. Rasul saw tidak memerangi penduduk Mekah untuk menegakkan daulah. Beliau
tidak memerangi kabilah manapun untuk menegakkan daulah. Padahal beliau saw
dan para sahabat ridhanullah alayhim mereka adalah orang-orang gagah berani
dalam perang dan sangat kuat... Akan tetapi beliau saw tidak menggunakan perang
untuk menegakkan daulah. Sebaliknya beliau terus menyeru dan meminta
pertolongan ahlul quwah sampai kaum Anshar memenuhi seruan beliau sehingga
beliau menegakkan daulah.
c. Kemudian diwajibkanlah hukum-hukum jihad untuk melakukan pembebasan dan
menyebarkan Islam, menjaga ad-daulah al-islamiyah. Jihad tidak diwajibkan untuk
menegakkan daulah. Semua itu jelas dalam sirah Rasulullah saw.
d. Begitulah, jika diinginkan mengetahui tata cara penegakkan daulah maka diambil
dari aktifitas Rasulullah saw mulai dari dakwah, thalabun nushrah dan pemenuhan
seruan itu dari kaum Anshar dan tegaknya daulah... Dan jika diinginkan mengetahui
hukum-hukum jihad, maka diambil dalil-dail syara terkait dengan jihad. Jadi setiap
kewajiban itu dalil-dalilnya diambil dari dalil-dalil syara yang berkaitan dengannya.
- 118 -

Penegakan daulah dalil-dalilnya diambil dari dalil-dalil penegakan daulah. Jihad dalildalilnya diambil dari dalil-dalil jihad. Yang demikian itu wajib mengikuti
ketentuannya, dan Allah SWT adalah Maha Penolong dan Maha Memberi taufik.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
28 Rajab 1435 H
27 Mei 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_36424

- 119 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Penjelasan Pasal 33 di Muqaddimah ad-Dustur
(Kosongnya Jabatan al-Khalifah dan Muawin Yang Paling Tua Menjadi Amir Muaqat)
Kepada Omar Almukhtar

Pertanyaan:
Dengan nama Allah yang Maha Agung, dan kepada-Nya aku meminta pertolongan.
Alimuna al-jalil, assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya punya dua pertanyaan dan mohon perkenan Anda menjawabnya. Saya memohon
kepada Allah agar menguatkan langkah-langkah Anda dan langkah-langkah para pejuang
untuk melanjutkan kehidupan islami:
Di dalam Muqaddimah ad-Dustr aw al-Asbb al-Mjibah bagian I halaman 135 pasal 33
ayat B dinyatakan: jika al-Khalifah wafat atau dipecat sebelum penunjukan amir
muaqat, atau kosongnya jabatan al-Khilafah pada kondisi selain karena wafat atau
dipecat, maka muawin yang paling tua menjadi amir muaqat. Apa dalil pasal ini? Dan
kenapa muawin yang paling tua yang menjadi amir muaqat dan bukan yang lebih
muda?
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pasal 33 dijelaskan dengan baik di Muqaddimah ad-Dustr, dan itu berkaitan dengan
dua perkara: pertama, penunjukkan amir muaqat oleh khalifah sebelum wafatnya, dan
kedua, urutan yang disebutkan jika khalifah sebelum wafatnya tidak menunjuk amir
muaqat.
Adapun perkara pertama, dalilnya seperti di pasal tersebut adalah ijmak. Di dalam
Muqaddimah ketika menjelaskan pasal ini dikatakan:
(Khalifah ketika merasa sudah dekat ajalnya, menjelang kosongnya jabatan al-Khilafah
dengan jangka waktu yang sesuai, khalifah berhak menunjuk amir muaqat untuk
mengurusi perkara kaum muslimin selama jangka waktu proses pengangkatan alKhalifah yang baru. Dan amir muaqat itu melangsungkan aktifitasnya setelah wafatnya
al-Khalifah. Dan aktifitasnya yang mendasar adalah menyelesaikan pengangkatan alKhalifah yang baru dalam jangka waktu tiga hari.
- 120 -

Amir muaqat tidak boleh mengadopsi hukum. Sebab itu adalah bagian dari wewenang
al-Khalifah yang dibaiat oleh umat. Demikian juga, amir muaqat tidak boleh
mencalonkan diri untuk al-Khilafah atau mendukung calon, sebab Umar ra., menunjuk
amir muaqat dari selain orang yang ia calonkan untuk al-Khilafah.
Jabatan amir muaqat berakhir dengan diangkatnya al-Khalifah yang baru. Sebab
tugasnya dibatasi jangka waktunya dengan tugas tersebut.
Adapun dalil hal itu adalah apa yang diperbuat oleh Umar pada saat tertikam. Yang
demikian itu diketahui oleh para sahabat ridhwanullah alayhim tanpa ada yang
mengingkari sehingga menjadi ijmak.
Umar ra. telah berkata kepada enam orang calon ketika Umar ra. tertikam:



dan hendaknya Shuhaib memimpin shalat kalian pada tiga hari dimana kalian
bermusyawarah.
Kemudian Umar berkata kepada Shuhaib seperti yang ada di Trkh ath-Thabar:

...

Pimpinlah shalat masyarakat tiga hari sampai ia berkata: jika lima orang sepakat dan
mereka ridha dengan seorang laki-laki, sementara satu orang lainnya menolak, maka
penggallah kepalanya dengan pedang
Ini berarti bahwa Shuhaib ditunjuk sebagai amir atas mereka. Dia telah ditunjuk sebagai
amir untuk shalat. Dan kepemimpinan shalat waktu itu berarti kepemimpinan
masyarakat. Dan karena ia diberi wewenang sanksi (uqubat) penggallah lehernya,
sementara tidak ada yang melaksanakan sanksi pembunuhan kecuali seorang amir.
Perkara ini telah sempurna terjadi diketahui oleh para sahabat tanpa ada yang
mengingkari, sehingga merupakan ijmak bahwa al-Khalifah berhak menunjuk amir
muaqat yang menangani proses pengangkatan al-Khalifah yang baru) selesai.
Adapun perkara kedua, yaitu tatacara penunjukan amir muaqat jika al-Khalifah tidak
menunjuk amir muaqat dan prioritas dalam hal itu, maka itu merupakan perkara
administratif dan boleh diadopsi pasal yang merinci perkara administratif ini. Atas dasar
itu maka disebutkan di dalam pasal 33: ( Muawin yang paling tua menjadi amir
muaqat, kecuali jika ia ingin mencalonkan diri untuk al-Khilafah, maka yang menjadi
amir muaqat adalah muawin tertua berikutnya begitulah. Dan jika semua muawin
ingin mencalonkan maka wuzara at-tanfidz yang paling tua menjadi amir muaqat,
kemudian yang tertua berikutnya jika ia (yang lebih tua) ingin mencalonkan diri untuk alKhilafah begitulah. Dan jika semua wuzara at-tanfidz ingin mencalonkan diri untuk alKhilafah maka amir muaqat itu dibatasi pada muaqin at-tanfidz yang paling muda.)
- 121 -

Perlu diketahui, dalam pengadopsian (tabanni) ini telah diperhatikan pertimbanganpertimbangan yang seharusnya. Para muawin adalah orang yang paling mengetahui
pemerintahan dan paling banyak penelaahan atas jalannya berbagai perkara pada masa
Khalifah sebelumnya. Berikutnya dalam hal pengetahuan dan pengalaman itu disusul
oleh wuzara at-tanfidz karena keterkaitan mereka dengan khalifah dan aktifitas-aktifitas
khalifah. Mereka semua adalah orang yang lebih afdhal untuk menangani
kepemimpinan sementara. Dan karena para muawin adalah sama, tidak ada yang lebih
utama diantara mereka dalam hal perbantuan (al-muwanah), dan wuzara at-tanfidz
juga demikian halnya, maka faktor usia menjadi faktor yang tepat untuk pengutamaan,
sebagaimana dalam hal kepemimpinan shalat. Jika para mushalli setara dalam hal
syarat-syarat imamah maka dikedepankan yang lebih tua. Imam Muslim telah
mengeluarkan di dalam Shahih-nya dari Syubah dari Ismail bin Raja, ia berkata: aku
mendengar Aws bin Dhamaj berkata: aku mendengar Abu Masud berkata: Rasulullah
saw bersabda kepada kita:






Yang mengimami kaum adalah yang paling paham terhadap Kitabullah dan paling
banyak bacaannya. Jika qiraah mereka setara, maka yang mengimami adalah yang
lebih dahulu hijrah. Jika mereka sama dalam hal hijrah, maka yang mengimami mereka
adalah yang lebih tua. Dan janganlah seseorang diimami pada keluarganya dan jangan
pula dalam kekuasaannya. Jangan duduk di tempat duduknya di rumahnya kecuali ia
mengijinkan untukmu, atau dengan izinnya.
Atas dasar itu, maka perkara administratif yang diadopsi dalam masalah ini adalah
dikedepankannya muawin yang paling tua, kemudian yang berikutnya. Kemudian
wuzara at-tanfidz yang paling tua, dan disusul yang berikutnya, begitulah.)

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
02 Syaban 1435 H
31 Mei 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_36543

- 122 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fikhiyah
Demonstrasi dan Long March dan Hadits Keluarnya Kaum Muslim dalam Dua Shaf

Pertanyan:
Kepada Moadh Seif Elmi
Syaikhuna al-fadhil, assalamu alaikum Apakah hadits keluarnya kaum Muslim dalam
dua barisan dimana pada kepala masing-masing barisan adalah Umar dan Hamzah
adalah hadits dhaif, terima kasih?
Kepada Andalusi Maqdisi Andalus
Assalamu alaikum, syaikhuna al-fadhil.
Dalam jawab soal Anda tentang demonstrasi, Anda berdalil dengan hadits Abu Nuaim
Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin Mahran al-Ashbahani (w. 430 H)
dalam kitabnya Hilyatu al-Awliy wa Thabaqt al-Ashfiy dari Ibn Abbas, ia berkata:
aku bertanya kepada Umar ra.:


: ... :



:
: ...

: :
:


:
:







Karena apa engkau disebut al-Faruq? Umar berkata: Hamzah masuk Islam tiga hari
sebelumku, kemudian Allah melapangkan dadaku untuk Islam Aku berkata: dimana
Rasulullah saw? Saudara perempuanku berkata: beliau di rumah al-Arqam bin alArqam di bukit Shafa, maka aku datang ke rumah itu lalu aku berkata: aku bersaksi
bahwa tidak ada tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Umar berkata: maka orang yang
ada di rumah itu meneriakkan takbir sehingga terdengar oleh orang-orang di masjid.
- 123 -

Umar berkata: lalu aku katakan: ya Rasulullah saw, bukankah kita di atas kebenaran
jika kita mati dan jika kita hidup? Beliau menjawab: benar demi Zat yang jiwaku ada di
genggaman tangannya, sungguh kalian berada di atas kebenaran jika kalian mati dan
jika kalian hidup. Umar berkata: lalu aku katakan: lalu kenapa sembunyi? Demi Zat
yang mengutusmu dengan membawa kebenaran sungguh kalian harus keluar. Maka
kami keluar dalam dua barisan, Hamzah di salah satunya dan aku di barisan satunya
lagi, ia memiliki garam halus seperti tepung, sampai kami masuk ke masjid. Umar
berkata: lalu aku memandang kepada Quraisy dan kepada Hamzah, maka mereka
ditimpa bencana yang semisalnya belum pernah menimpa mereka, maka Rasulullah saw
pada saat itu menamaiku al-Faruq, dan Allah memisahkan antara yang haq dan yang
batil. Selesai.
Pada saat menelaah hadits tersebut, al-Albani menyebutkan bahwa itu mungkar dan
didhaifkan oleh kebanyakan ahli hadits. Pertanyaanku: pertama, apakah boleh berdalil
dengan hadits dhaif? Jika boleh, kapan kita berdalil dengannya dan bagaimana kita
menghukuminya? Jika jawabannya tidak boleh, lalu apakah engkau punya takhrij selain
yang disebutkan dalam pertanyaan ini? Semoga Allah memberi manfaat kepada kami
dengan ilmumu. Semoga Allah memberkahimu dan memberikan kemenangan
kepadamu. Abdullah asy-Syami.)
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Dua pertanyaan tersebut topiknya sama. Karena itu, inilah jawaban kepada kalian
berdua.
Saudaramu yang mulia, jika engkau membaca ada orang yang mendhaifkan satu
riwayat bukan berarti riwayat itu dhaif secara pasti. Misalnya, ada para syaikh yang
mendhaifkan hadits-hadits di (Shahih) al-Bukhari dan Muslim, yakni mendhaifkan haditshadits yang ditakhrij oleh keduanya yang diambil oleh umat dengan penerimaan dan
ketenteraman. Al-Bukhari dan Muslim sangat memperhatikan standar-standar besar
dan agung dalam menshahihkan suatu riwayat baik secara sanad maupun matan
Meski demikian, ada orang yang mendhaifkan hadits-hadits yang ada di keduanya
(Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim)!
Benar, bahwa jika suatu hadits menjadi jelas dhaifnya maka tidak boleh beristidlal
dengannya. Akan tetapi, kadang kala para ahli hadits atau sebagian dari mereka
menyatakan suatu hadits adalah hadits dhaif, sementara orang-orang yang lain
menghukumi bahwa hadits itu hasan dan layak beristidlal dengannya. Siapa yang
memiliki pengetahuan ilmu hadits dan ushulnya, ia mengetahui masalah ini. Masalah ini
masyhur di kalangan ahli hadits, dan para mujtahid. Maka engkau temukan, yang ini
berdalil dengan hadits ini sementara yang itu tidak berdalil dengannya Kami telah
menjelaskan masalah ini secara rinci dalam kitab kita asy-Syakhshiyyah juz pertama bab
al-Hadts al-Maqbl wa al-Hadts al-Mardd dan bab Itibar al-Hadts Dallan f alAhkmi asy-Syariyyati.
- 124 -

Dan sekarang kami menjawab tentang keluarnya para sahabat di Mekah setelah
keislaman Umar ra.:
1.
Riwayat yang dinyatakan di jawab soal, diriwayatkan oleh Abu Nuaim Ahmad bin
Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin Mahran al-Ashbahani (w. 430 H) dalam
kitabnya Hilyatu al-Awliy wa Thabaqtu al-Ashfiy . Dan Abu Nuaim seorang hafizh
dan tsiqah. Az-Zarkali berkata tentangnya di Alm an-Nubal:
Abu Nuaim (336 430 H/948 1038 M), Ahmad bin Abdullah bin Ahmad al-Ashbahani,
Abu Nuaim: seorang hafizh, sejarahwan, termasuk orang yang tsiqah dalam hafalan dan
riwayat.
Ia lahir dan meninggal di Ashbahan. Diantara karyanya: (Hilyatu al-Awliy wa
Thabaqtu al-Ashfiy) sudah dicetak terdiri sepuluh juz, (Marifatu ash-Shahbah)
besar, sebagiannya masih berupa manuskrip dalam dua jilid, berdasarkan itu qraah
tahun 551 di perpustakaan Ahmad III di Thubuqbu Sarayi si Istanbul, nomor 497 seperti
yang disebutkan dalam memoar al-Maymini manuskrip, dan (Thabaqtu alMuhadditsin wa ar-Ruwt) dan (Dal`il an-Nubuwwah dicetak) dan (Dzikru Akhbr
Ashbahn dicetak) dua jilid dan kitab (asy-Syuara` -manuskrip), selesai.
Oleh karena itu, dimungkinkan bersandar kepada riwayatnya tentang keluarnya kaum
Muslimin dalam dua barisan setelah keislaman Umar.
2.
Meski demikian, itu bukan satu-satunya riwayat, akan tetapi ada riwayat-riwayat
lain yang shahih.:
-

Di dalam al-Mustadrak al ash-Shahhayn karya al-Hakim dinyatakan:

...


...
Dari Utsman bin Abdullah bin al-Arqam dari kakeknya al-Arqam, dan ia Badriyan, dan
Rasulullah saw berlindung di rumahnya di bukit Shafa sampai genap empat puluh orang
muslim, dan yang terakhir keislamannya adalah Umar bin al-Khaththab radhiyallh
anhum. Ketika mereka empat puluh orang mereka keluar kepada orang-orang
musyrik
Al-Hakim berkata: ini adalah hadits shahih sanadnya, tetapi al-Bukhari dan Muslim
tidak mentakhrijnya dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
Di Thabaqt al-Kubr karya Ibn Saad: ia berkata . dari Yahya bin Imran bin
Utsman bin al-Arqam, ia berkata; aku mendengar kakekku Utsman bin al-Arqam
mengatakan:
- 125 -

" :


"
:






...

Aku anak orang ketujuh di dalam Islam, bapakku masuk Islam sebagai orang ketujuh,
rumahnya di Mekah di bukit shafa, dan itu adalah rumah yang Nabi saw ada di situ
pada awal Islam, di situ beliau mengajak orang kepada Islam dan disitu banyak orang
telah masuk Islam. Beliau pada satu malam Senin berdoa: ya Allah muliakan Islam
dengan salah satu laki-laki yang lebih engkau sukai: Umar bin al-Khathab atau Amru bin
Hisyam. Lalu Umar bin al-Khathab datang besoknya pagi-pagi lalu dia masuk Islam di
rumah al-Arqam dan mereka keluar dari situ, mereka meneriakkan takbir dan berthawaf
mengelilingi baitullah terang-terangan dan rumah al-Arqam disebut Dar al-Islam
-

Ibn Ishaq berkata di as-Srah an-Nabawiyyah:



...

Umar berkata pada saat demikian: demi Allah, sungguh kita dengan Islam lebih
berhak untuk menyeru dan sungguh agama Allah akan nampak di Mekah, jika kaum
kita ingin zalim terhadap kita maka kita lawan mereka dan jika kaum kita berlaku fair
kepada kita maka kita terima dari mereka. Lalu Umar dan sahabat-sahabatnya keluar
dan mereka duduk di masjid. Ketika Quraisy melihat Islamnya umar maka jatuhlah (apa
yang ada) di tangan mereka.
Juga dinyatakan topik dua shaf itu di karya Taqiyuddin al-Maqrizi dalam Imt alAsm; dan Husain bin Muhammad ad-Diyar Bakri dalam Tarkh al-Khams f Ahwl
Anfusi an-Nafs, dan Muhammad Abu Syuhbah dalam as-Srah an-Nabawiyyah al
Dhaw al-Qurn wa as-Sunnah, dan Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam ar-Rahq alMakhtm dan selain mereka.
3.
Ini disertai menarik perhatian kepada bahwa pendapat bolehnya demonstrasi
dan long march tidak hanya berdalil dengan riwayat-riwayat ini saja. Sebab demonstrasi
dan long march adalah uslub untuk menampakkan pendapat dan menyampaikan ide,
persis sama seperti nasyrah (leaflet), pidato, seminar, video dan wasilah-wasilah serta
uslub-uslub lainnya. Dan hukum asal dalam uslub dan wasilah adalah mubah selama
tidak ada dalil yang mengharamkan sebagiannya, maka (wasilah dan uslub itu) terlarang
pada saat itu. Wasilah-wasilah dan uslub-uslub itu menggerakkan masyarakat untuk
mengemban Islam dan terikat dengannya, serta berinteraksi dengannya. Hizb
- 126 -

melakukan aktivitas ini sesuai kemampuan dengan syarat Hizb sajalah yang melakukan
dan mengaturnya dengan panji dan slogan-slogannya dan mengumpulkan masyarakat
dengan kepemimpinan Hizb bukan bergabung dengan yang lain dimana masingmasing mengusung panjinya dan slogan-slogannya Ini tidak dilakukan oleh Hizb. Jadi
apa yang bisa kita lakukan dengan pengaturan kita dan kepemimpinan kita, kita lakukan.
Dan kadang ada waktu kita tidak bisa (melakukannya) sedangkan pada waktu lain kita
bisa (melakukannya) Ini semisal uslub berupa Maktab-Maktab Ilami. Dahulu sulit
dilakukan pada masa Abu Ibrahim rahimahullah, dan lebih kecil kesulitannya pada masa
Abu Yusuf rahimahullah, maka beliau menugaskan aku menjadi juru bicara resmi di
Yordania. Dan sekarang seperti yang engkau lihat, Maktab-Maktab Ilami kita menarik
perhatian.
4.
Dan dalam penutup, ya saudaraku yang mulia, sungguh setiap amal yang kami
lakukan, setiap langkah yang kami tempuh, kami pikirkan dan kami renungkan, bukan
hanya kami menjauhkan diri dari keharaman, akan tetapi juga dari sesuatu yang
mendekatkan dari satu debu ke debu keharaman lainnya, seraya bertawakkal kepada
Allah SWT dalam kondisi rahasia maupun terang-terangan, kecil maupun besar
Sungguh kami mengemban tugas yang gunung enggan memikulnya. Apakah engkau
memandang kami mampu berjalan seandainya tidak terikat dengan hukum-hukum
syara di hati, lisan dan setiap lahiriah kami? Sungguh kami memohon kepada Allah
pertolongan dan hidayah kepada perkara yang paling lurus, dan Allah menolong orangorang shalih.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
10 Syaban 1435 H
8 Juni 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_36851

- 127 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Wanita Dan Jabatan Qadhi
Kepada Hani Aqduhu

Pertanyaan:
Saudaraku yang mulia, semoga Allah menjaga Anda. Assalamu alaikum wa rahmatullah
wa barakatuhu.
Ini topik yang dibicarakan oleh banyak syabab.
Topik, wanita menjadi qadhi, maksudnya disini wanita memegang jabatan qadhi.
Masalah ini harus ditinjau ulang. Perbuatan Rasul saw dan para sahabat setelah beliau
dan umat berpegang dengan itu sesudah mereka dan sepanjang sejarah yang panjang,
tidak dikenal masalah ini. Sejak daulah islamiyah pertama berdiri sampai akhir Daulah
Utsmaniyah, disana tidak ada seorang wanita menduduki jabatan qadhi Ketika
mengistinbath hukum wanita menduduki jabatan qadhi dan realita peradilan dan
pengeluaran keputusan, serta realita kehidupan umum dan adanya wanita di kehidupan
umum Jika wanita tidak boleh keluar dari rumah kecuali dengan izin suaminya dan
jika wanita tidak boleh berkhalwat dengan orang yang berperkara maka lebih utama lagi
wanita tidak menjadi qadhi diantara orang-orang yang berperkara selesai.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
1.
Sesungguhnya as-sunnah itu adalah ucapan Rasul saw, perbuatan beliau dan
taqrir (persetujuan) beliau terhadap suatu perkataan atau perbuatan Semua ini dalam
hal dalalah (konotasi) sama saja jika sahih dan sesuai dengan masalah.
Benar, bahwa perbuatan Nabi saw merupakan dalil sayriy. Dan perbuatan Nabi saw itu
bisa menjadi penjelasan terhadap apa yang global di dalam nash-nash syariah. Akan
tetapi ada ketentuan ushul yang diikuti (diadopsi) tentang bagaimana beristidlal dengan
perbuatan Nabi saw. Tidak dilakukannya suatu perbuatan oleh Nabi saw tidak bisa
menjadi dalil keharamannya akan tetapi harus ada dalil lain atau qarinah yang
menunjukkan bahwa tidak dilakukannya perbuatan itu oleh Nabi saw memberi
pengertian haramnya perbuatan itu. Nabi saw tidak mencalonkan khalifah sesudah
beliau. Dan para sahabat tidak memahami keharaman pencalonan khalifah itu, akan
- 128 -

tetapi mereka justru meminta Abu Bakar untuk mencalonkan orang sesudahnya, maka
Abu Bakar pun mencalonkan Umar bin al-Khathab ra Sebab tidak dilakukannya
perbuatan itu (pencalonan khalifah) oleh Nabi saw tidak disertai oleh dalil atau qarinah
bahwa melakukannya adalah haram. Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abdulah
bin Umar ra., ia berkata: dikatakan kepada Umar, tidakkah Anda menunjuk calon?
Umar berkata:

Jika aku menunjuk calon pengganti maka sungguh orang yang lebih baik dariku yakni
Abu Bakar telah menunjuk calon pengganti. Dan jika aku tidak menunjuk calon
pengganti maka orang yang lebih baik dariku yakni Nabi saw tidak menunjuk calon
pengganti.
Begitulah, setiap masalah yang tidak dilakukan oleh Rasul saw tidak berarti bahwa
melakukannya adalah haram, kecuali jika ada dalil atau qarinah yang menunjukkan
keharaman.
Semisal itu, tidak diangkatnya seorang wanita oleh Nabi saw sebagai qadhi. Realita itu
saja tidak menunjukkan keharaman. Akan tetapi kepadanya harus digabungkan dalil
atau dikaitkan dengan qarinah yang menunjukkan keharaman. Dan tidak ada dalil
ataupun qarinah itu. Begitulah.
Atas dasar itu, dari tidak adanya pelaksanaan satu perbuatan oleh Nabi saw tidak bisa
dipahami bahwa perbuatan itu adalah haram, kecuali dengan adanya dalil atau qarinah
yang menunjukkannya.
2.
Adapun batasan yang Anda sebutkan pada wanita bahwa wanita itu (ibu dan
pengatur rumah tangga, kehormatan yang harus dijaga, adanya udzur alami yang
menghalanginya dari banyak taklif syariah dan jika wanita itu tidak boleh keluar dari
rumah kecuali dengan izin suaminya dan jika wanita tidak boleh berkhalwat dengan
orang yan berperkara maka lebih utama lagi ia tidak menjadi qadhi diantara mereka).
Ini tidak berpengaruh pada bolehnya jabatan qadhi untuk wanita. Hukum syara tidak
menyatakan bahwa wanita memegang jabatan qadhi itu wajib, akan tetapi hanya boleh
baginya. Dan wanita itu lebih tahu tentang kondisi rumahnya dan kemampuannya
Kemudian semua perkara ini bukan merupakan syarat iniqad dan juga bukan syarat sah,
serta tidak dalam topik peradilan, sehingga khalwat dengan orang yang berperkara yang
Anda sebutkan seolah-olah Anda mengisyaratkan bahwa khalwat itu bagian dari
kesempurnaan pemeriksaan kasus, padahal tidak demikian. Jika tidak, niscaya seorang
qadhi laki-laki juga tidak boleh menjalankan peradilan, sebab orang yang berperkara itu
tidak semuanya laki-laki, akan tetapi juga ada yang wanita. Sebagaimana tidak boleh
bagi qadhi wanita berkhalwat dengan laki-laki yang berperkara, demikian juga bagi
qadhi laki-laki tidak boleh berkhalwat dengan wanita yang berperkara. Ini disamping
bahwa khalwat bukan keniscayaan untuk mengungkap kasus dengan gamblang, akan
- 129 -

tetapi biasanya di majelis peradilan itu juga ada orang-orang lain seperti penulis sidang,
saksi-saksi dan mahram dan semacam itu.
3.
Sesungguhnya nash-nash syariah jelas tentang bolehnya wanita melaksanakan
tugas peradilan (qadhi) untuk menyelesaikan persengketaan diantara masyarakat, dan
demikian juga peradilan hisbah. Sehingga jelas dalil-dalil dan kesesuaiannya terhadap
masalah wanita memegang tugas peradilan seperti yang baru saja kami sebutkan, saya
ulang beberapa perkara yang sudah saya jelaskan di laman ini. Hal itu untuk
memudahkan memahami nash-nash syariah dan mengistinbath hukum darinya:
a.
Ada uslub dalam bahasa yang disebut at-taghlb, dan itu dikenal dalam ushul
fikih bagi siapa yang memiliki pengetahuan tentangnya. Itu artinya, seruan itu jika
dengan redaksi mudzakkar atau dengan redaksi laki-laki maka juga berlaku atas redaksi
muannats secara at-taghlb, dan wanita tidak keluar dari cakupannya kecuali dengan
nash yang mengeluarkannya:
-

Misalnya, firman Allah SWT:


Wahai orang-orang yang beriman
Maka di dalamnya juga termasuk orang-orang beriman yang perempuan (mukminat)
meskipun ayat tersebut menggunakan redaksi mudzakkar, sebab tidak ada nash yang
mengeluarkan wanita dari hukum ini.
Contoh lain, apa yang dikeluarkan oleh imam al-Bukhari dari Abu Hurairah ra: Nabi saw
bersabda:




Laki-laki siapa saja yang memerdekakan seseorang budak muslim, niscaya Allah
menyelamatkannya dengan setiap organ hamba sahaya itu dari neraka.
Ini juga berlaku bagi wanita dengan uslub at-taghlb. Artinya wanita siapapun yang
memerdekakan seorang muslim sebab tidak ada nash yang mengeluarkan wanita dari
hukum ini.
Misal lain, hadits riwayat imam an-Nasai tentang zakat onta dari Abu Hurairah,
ia berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

:

:


...

- 130 -

Laki-laki siapapun yang memiliki onta tidak dia berikan haknya dalam najdah dan rislunya. Mereka berkata: ya Rasulullah apa najdah dan rislunya itu? Beliau bersabda:
dalam kemudahan dan kesusahannya, maka onta itu akan datang pada hari Kiamat
seperti keadaannya dahulu, gemuk dan kurusnya, lalu dia ditelentagkan di dasar latai
dan hewan itu megijakya dengan tungkai-tungkainya, jika datang hewa yang terakhir
maka diulag lagi dari yang pertama pada hari yang kadarnya lima puluh ribu tahun
sampai diputuska diantara mausia sehigga ia melihat jalannya
Ini berlaku juga terhada wanita dengan uslub at-taghlb jika ia tidak menzakati onta
yang dia miliki. Sebab tidak dinyatakan nash yang mengeluarkan wanita dari hukum ini.
-

Contoh lainnya lagi, firman Allah SWT:






Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya
kamu diberi rahmat. (TQS an-Nur [24]: 56)
Shalat, zakat dan taat kepada Rasul saw adalah fardhu terhadap laki-laki dan perempua.
Sebab tidak ada nash yang mengeluarkan perempuan dari hukum ini.
-

Contoh lain, firman Allah SWT:




Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung. (TQS Ali Imran [3]: 104)
Aktivitas politik dalam suatu kutlah yang menyerukan Islam, memerintahkan yang
makruf dan melarang yang mungkar, hal itu mencakup laki-laki dan perempuan. Sebab
tidak ada nash yang mengeluarkan perempuan dari hukum ini.
Cotoh lainnya: imam al-Bukhari telah mengeluarka di dalam Shahih-nya dari
Qatadah, dari Shalih Abu al-Khalil dari Abdullah bin al-Harits, ia memarfukannya kepada
Hakim bin Hizam ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

-
- :

Dua orang yang berjual beli (penjual dan pembeli) memiliki khiyar selama belum
berpisah, atau beliau bersabda hingga keduanya berpisah- dan jika ia jujur dan
- 131 -

menjelaskan (barangnya sebenar-benarnya) maka keduanya diberkahi dalam jual beli


mereka, dan jika keduanya menutupi dan berbohong maka dipupuslah keberkahan jual
beli keduanya.
Ini mencakup laki-laki dan perempua sebab tidak ada nash yang mengeluarkan
perempuan dari hukum ini.
b.
Akan tetapi, uslub at-taghlb ini tidak diterapkan jika dibatalkan oleh nash, yakni
jika dikhususkan dengan nash yang mengeluarkan perempuan dari keumumannya:
Contoh firman Allah SWT:




Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci. (TQS al-Baqarah [2]: 216)
Seruan disini menggunakan redaksi mudzakkar dan memberi pengertian fardhunya
jihad. Akan tetapi, di sini tidak digunakan uslub at-taghlb. Jadi tidak dikatakan bahwa ini
mencakup perempuan dengan uslub at-taghlb dengan lafazh kutiba alaikum al-qitl
diwajibkan atas kamu berperang-. Sebab ini dibatalkan dengan nash-nash lain yang
menjadikan jihad itu fardhu atas laki-laki. Ibn Majah telah mengeluarkan dari Habib bin
Abi Amrah dari Aisyah binti Thalhah dari Aisyah ummul mukminin ra., ia berkata: aku
katakan:



:


:



ya Rasulullah wajib bagi perempuan jihad? Beliau bersabda: benar, wajib atas
mereka jihad, tidak ada perang di dalamnya: haji dan umrah.
Artinya jihad dengan makna perang tidak fardhu atas perempuan.
Contoh lain, firman Allah SWT:







Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (TQS al-Jumuah [62]: 9)
Nash ini memberi pengertian fardhunya shalat Jumat dan wajibnya berusaha untuknya
jika ada seruan (adzan). Di sini tidak diberlakukan uslub at-taghlb yakni tidak diterapkan
fardhu Jumat pada perempuan. Sebab nash dinyatakan mengkhususkan fardhu Jumat
- 132 -

untuk laki-laki saja dan mengeluarkan peremuan dari fardhu ini dikarenakan sabda
Rasulullah saw dalam riwayat yang dikeluarkan oleh al-Hakim di al-Mustadrak al ashShahhayn dari Abu Musa dari Nabi saw, beliau bersabda:

Jumat adalah hak wajib atas setiap muslim dalam shalat jamaah, kecuali empat
golongan: hamba sahaya, perempuan, anak-anak atau orang yang sakit.
Al-Hakim berkata: ini hadits shahih menurut syarat asy-syaikhain dan disepakati oleh
adz-Dzahabi.
Contoh lain, firman Allah:



Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (TQS al-Maidah [5]: 45)
Ini merupakan seruan yang umum mencakup laki-laki dan perempuan, hingga meskipun
dinyatakan dengan redaksi mudzakkar. Hal itu sesuai uslub at-taghlb. Akan tetapi
keumuman ini dikhususkan untuk selain perempuan dalam hal pemerintahan. Imam alBukhari telah mengeluarkan dari Abu Bakrah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:


Tidak akan pernah beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan)
kepada perempuan.
Berdasarkan hal itu, tidak boleh bagi perempuan menduduki jabatan pemerintaha sebab
wilyat[u] al-amri artinya pemerintahan. Dengan begitu, seorang perempuan menjadi
pemerintah, itu tidak boleh. Artinya, perempuan dikeluarkan dari nash umum terkait
dengan pemerintahan. Ini tidak berarti bahwa perempuan lebih rendah pemahaman
dan pemikirannya dari laki-laki, akan tetapi ini adalah hikmah yang diketahui oleh Allah
yang di dalamnya ada kebaikan untuk laki-laki dan perempuan secara sama.
c.
Ada hadits-hadits yang menyeru laki-laki dan perempuan dengan berbagai
perkara, kemudian sebagiannya dikhususkan untuk laki-laki tanpa perempuan,
sedangkan perkara lainnya tetap mencakup laki-laki dan perempua.
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan di dalam Shahihnya dari Abu Hurairah dari Nabi
saw, beliau bersabda:
- 133 -

Tujuh golongan yang dinaungi oleh Allah pada hari dimana tidak ada naungan selain
naungan-Nya: imam yang adil; seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada
Rabbnya; laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid; dua orang laki-laki yang saling
mencintai karena Allah bertemu dan berpisah karena Allah; seorang laki-laki yang diajak
(berzina) oleh seorang perempuan yang memiliki kedudukan dan kecantikan dan lakilaki itu berkata: aku takut kepada Allah; seorang laki-laki yang bersedekah, ia
sembunyikan sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan
kanannya; dan seorang laki-laki yang mengingat Allah sendirian dan berlinang air
matanya.
Hadits ini dengan uslub at-taghlb berlaku atas perempuan terkait dengan lima dari
tujuh yang tidak dibatalkan oleh nash-nash lain. Jadi berlaku atas pemudi yang tumbuh
dalam ibadah kepada Rabbnya dan dua orang perempuan yang saling mencintai
karena Allah seorang perempuan yang diajak oleh laki-laki seorang perempuan yang
bersedekah dan seorang perempuan yang mengingat Allah sendirian dan berlinang
kedua matanya
Akan tetapi, uslub ini tidak berlaku atas imam yang adil da laki-laki yang hatinya terpaut
pada masjid sebab keduanya dibatalkan oleh nash, yakni perempuan dikeluarkan dalam
dua kondisi ini dari hukum ini sebagai berikut:
Adapun imam yang adil, disini uslub at-taghlb tidak diamalkan sebab perempuan tdak
boleh menduduki jabatan pemerintahan sebagaimana sabda Nabi saw dalam hadits alBukhari dari Abu Bakrah, ia berkata: ketika sampai kepada Rasulullah saw berita bahwa
penduduk Persia telah mengangkat puteri Kisra sebagai raja, beliau bersabda:


Tidak akan pernah beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan)
kepada perempuan.
Wilayat[u] al-amri, yakni pemerintahan tidak boleh dari kalangan perempuan.
Sedangkan selain pemerintahan seperti peradilan, pemilihan khalifah, memilih dan
dipilih dalam majelis ummat dan jabatan-jabatan masyru lainnya yang tidak termasuk
pemerintahan maka boleh untuk perempuan Ini berarti, bahwa kalimat imam yang
adil tidak mencakup perempuan, sebab perempuan tidak menduduki jabatan
pemerintahan dikarenakan hikmah yang diketahui oleh Allah SWT.
Meskipun demikian, sebagian mufassir ada yang menakwilkan imam yang adil dengan
makna pemelihara yang adil, sehingga juga diterapkan terhadap perempuan sesuai nash
- 134 -

hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dari Abdullah bin Umar, ia berkata: aku
mendengar Rasulullah saw bersabda:

...

Setiap kalian adalah pemelihara, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungan jawab
atas yang diurusnya, seorang imam adalah pemelihara dan bertanggungjaab atas
rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemelihara dalam keluarganya dan dia
bertanggungjawab atas pemeliharaannya, dan seorang perempuan adalah pemelihara
di rumah suaminya dan bertanggungjawab atas pemeliharaannya
Akan tetapi, yang lebih rajih bahwa at-taghlb di sini tidak diamalkan dimana kata imam
yang adil dirajihkan dalam penguasa, sehingga tidak berlaku atas perempuan.
Adapun laki-laki yang hatinya terpaut pada masjid maka dibatalkan dengan nash yang
memberi pengertian bahwa shalat seorang perempuan di rumahnya lebih afdhal dari
shalatnya di masjid. Yang demikian itu karena hadits Rasulullah saw yang dikeluarkan
oleh imam Ahmad di Musnad-nya dari Abdulla biin Suwaid al-Ashari, dari bibinya Ummu
Humaid isteri Abu Humaid as-Saidi bahwa ia datang kepada Nabi saw dan berkata: ya
rasulullah, saya suka shalat bersama Anda. Nabi saw bersabda:

Aku sudah tahu bahwa engkau suka shalat bersamaku, tetapi shalatmu di rumahmu
lebih baik untukmu dari shalatmu di kamarmu, dan shalatmu di kamarmu lebih baik dari
shalatmu di dar-mu, dan shalatmu di dar-mu lebih baik untukmu dari shalatmu di masjid
kaummu dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik untukmu dari shalatmy di
masjidku.
Untuk sempurnanya faedah, saya sebutkan apa yang ada di dalam tafsir Fath al-Bari
oleh Ibn Hajar untuk hadits yang disebutkan itu, khususnya peutup tafsir hadits itu.
Berikut teksnya:
( penyebutan laki-laki dalam hadits ini tidak memiliih mafhum, akan tetapi perempuan
juga berserikat dengan mereka dalam apa yang disebutkan kecuai jika yang
dimaksudkan imam yang adil adalah imamah al-uzhma, dan jika tidak maka perempuan
mungkin masih di dalamnya dimana ia memiliki keluarga dan dia berlaku adil pada
mereka. Dan keluar juga (dari apa yang disebutkan dalam hadits) mulazamah masjid
sebab shalat perempuan di rumahnya lebih afdhal dari di masjid. Sedangkan selain itu
maka berserikatnya perempuan di dalamnya terjadi selesai.
- 135 -

Atas dasar itu, maka hadits tujuh itu juga berlaku atas perempuan kecuali terkait dengan
imam yang adil dan laki-laki yang hatinya terpaut pada masjid. Keduanya tidak berlaku
atas perempuan sebab uslub at-taghlb dalam kedua kondisi tersebut dibatalkan oleh
nash.
4.
Dan sekarang saya sebutkan nash-nash yang berkaitan dengan peradilan agar
kita lihat jika itu mencakup laki-laki dan perempuan, atau ternyata dikhususkan pada
laki-laki saja tanpa perempuan:
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, ia
berkata; Abu Bakrah menulis kepada anak laki-lakinya, yang ada di Sijistan, bahwa aku
mendengar Nabi saw bersabda:

Janganlah seorang hakim memutuskan perkara diantara dua pihak sementara dia
sedang marah.
Al-Hakim mengeluarkan di al-Mustadrak al ash-Shahihayn dari Abdullah bin
Buraidah dari bapaknya dari Nabi saw, beliau bersabda:





:

.

:


Qadhi itu ada tiga golongan; dua golongan qadhi di neraka dan satu golongan qadhi di
surga. Qadhi yang mengetahui kebenaran lalu ia memutuskan dengannya maka dia di
surga. Sementara qadhi yang mengetahui kebenaran lalu ia berlaku keji secara sengaja
maka dia di neraka, dan qadhi yang memutuskan perkara tanpa pengetahuan maka ia
di neraka.
Al-Hakim berkata: ini hadits shahih sanadnya tetapi keduanya tidak mentakhrijnya, dan
ia memiliki pendukung dengan sanad-sanad shahih menurut syarat Muslim.
Ath-Thabarani telah mengeluarkan di Mujam al-Kabir dari Ibn Buraidah dari
bapaknya, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

Qadhi itu ada tiga golongan: dua golongan qadhi di neraka dan satu golongan di surga,
Qadhi yang memutuskan dengan tidak benar dan dia tahu maka itu di neraka, qadhi

- 136 -

yang memutuskan sementara ia tidak mengetahui lalu mencelakakan hak-hak manusia,


maka itu di neraka, dan qadhi yang memutuskan dengan kebenaran maka itu di surga.
At-Tirmidzi telah mengeluarka di dalam Sunan-nya dari Ibn Buraidah dari
bapaknya bahwa Nabi saw bersabda:






Qadhi ada tiga golongan: dua qadhi di neraka dan satu qadhi di surga. Orang (qadhi)
yang memutuskan dengan selain kebenaran dan dia mengetahui hal itu maka dia di
neraka, qadhi yang tidak mengetahui lalu mencelakakan hak-hak manusia maka dia di
neraka, dan qadhi yang memutuskan dengan benar maka yang itu di surga.
Ibn Majah telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Ibn Buraidah dari
bapakya dari Rasulullah saw, beliau bersabda:



Qadhi ada tiga golongan: dua di neraka dan satu di surga. Orang yang mengetahui
kebenaran lalu ia memutuskan dengannya maka dia di surga, orang yang memutuskan
untuk manusia di atas kebodohan maka dia di neraka, dan orang yang berbuat jahat
dalam memutuskan maka dia di neraka.
Al-Bazar telah mengeluarkan di dalam Musnad-nya dari Ibn Buraidah dari
bapaknya ra., bahwa Nabi saw bersabda:





Qadhi ada tiga golongan: dua di neraka dan satu di surga. Qadhi yang memutuskan
dengan jahat maka dia di neraka, qadhi yang memutuskan tanpa ilmu maka dia di
neraka, dan qadhi yang memutuskan dengan kebenaran maka dia di surga.
Mamar bin Rasyid telah mengeluarkan di Jmi-nya dari Abdurraaq, ia berkata:
Mamar telah memberitahu aku dari Qatadah bahwa Ali berkata:

- 137 -

Qadhi ada tiga: qadhi yang berijtihad lalu keliru maka dia di neraka, qadhi yang
melihat kebenaran lalu dia memutuskan dengan selainnya maka dia di neraka, dan
qadhi yang berijtihad dan benar maka dia di surga.
Dengan memperhatikan hadits-hadits ini kita temukan semuanya menggunakan redaksi
mudzakkar atau dengan lafazh laki-laki, maka dia mencakup laki-laki dan perempuan
kecuali perempuan dikeluarkan darinya dengan nash shahih, sementara tidak ada
pengkhususan untuk hadits-hadits ini dengan laki-laki saja, sebagaimana wilayat[u] alamri pemerintahan yang dikhususkan dengan laki-laki saja. Oleh karena itu, hukum
tersebut mencakup laki-laki dan perempuan. Jadi boleh bagi perempuan menjadi qadhi
untuk memutuskan persengketaan diantara manusia atau dalam posisi qadhi hisbah.
Adapun qadhi mazhalim yang memeriksa pencopotan penguasa maka itu mengikuti
ketidakbolehan perempuan menjabat pemerintahan, Oleh karena itu, tidak boleh untuk
perempuan menjabat qadhi mazhalim, yakni qadhi yang memiliki wewenang memeriksa
tentang pencopotan penguasa jika ada yang mengharuskan pencopotannya.
Semua itu menunjukkan dengan jelas bolehnya perempuan menduduki jabatan qadhi
qadhi biasa dan qadhi hisbah. Perkara itu boleh untuk laki-laki dan juga untuk
perempuan.
5.
Penutup, melihat sepintas realita perempuan pada zaman Nabi saw, akan Anda
lihat potret yang sama sekali berbeda dari apa yang ada di pertanyaan. Perempuan
zaman itu, mereka mengaruhi kehidupan seperti halnya laki-laki. Mereka melakukan
pergolakan intelektual dan perjuangan politik. Orang pertama yang syahid di dalam
Islam adalah seorang perempuan, Sumayyah, yang mengemban dakwah bersama Nabi
saw. Ummu Imarah dan Ummu Mani keduanya termasuk orang yang membaiat Rasul
saw dengan Baiat Nushrah dalam baiat Aqabah II disamping laki-laki. Para perempuan
itu mengobati orang yang luka di peperangan. Mereka melakukan amar makruf dan nahi
mungkar, mengoreksi khalifah Sungguh mereka itu saudara kandung bagi laki-laki.
Akan tetapi semua itu dalam koridor hukum-hukum syara yang mengatur interaksi lakilaki dengan perempuan. Para perempuan tidak menjadi tenaga yang terbengkalai dan
tidak hanya mendekam di rumah tidak keluar dari rumah sama sekali.
Terakhir, pendeskripsian terbaik potret realita perempuan dalam kehidupan islami
adalah firman Allah SWT:



Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka
- 138 -

taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orang-orang
mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir
sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus
di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang
besar. (TQS at-Tawbah [9]: 71-72)
Dan firman Allah SWT:

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang
mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan
perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan
yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar. (TQS al-Ahzab [33]: 35)

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
20 Syaban 1435 H
18 Juni 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_37115

- 139 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Politik
Proklamasi Tegaknya al-Khilafah oleh ISIS

Kepada semua saudara yang mengirimkan permintaan penjelasan tentang proklamasi


tegaknya al-Khilafah oleh ISIS dan mohon maaf tidak dituliskan nama-nama Anda
karena sangat banyak
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Kami telah kirimkan sebelumnya jawaban pada waktu itu dan saya ingin ulangi kepada
Anda:
Saudara-saudara yang dimuliakan,
1.
Sesungguhnya tanzhim (organisasi) apapun yang ingin memproklamirkan alKhilafah di suatu tempat maka yang wajib baginya adalah mengikuti thariqah Rasulullah
saw dalam hal itu. Diantaranya adalah, organisasi itu memiliki kekuasaan yang menonjol
di tempat tersebut yang menjaga keamanannya di dalam dan di luar, dan tempat
tersebut harus ada pilar-pilar negara di daerah yang disitu diproklamirkan al-Khilafah
Itulah yang dahulu ada pada Rasulullah saw ketika beliau mendirikan daulah islamiyah di
al-Madinah al-Munawarah: kekuasaan disana adalah milik Rasul saw, keamanan dalam
negeri dan luar negerinya dengan keamanan kekuasaan Islam, dan negara itu memiliki
pilar-pilar negara di daerah yang mengitarinya.
2.
Sementara itu organisasi yang memproklamirkan al-Khilafah itu tidak memiliki
kekuasaan atas Suria dan tidak pula atas Irak. Organisasi itu juga tidak merealisasi
keamanan dan rasa aman di dalam negeri dan tidak pula di luar negeri, hingga orang
yang dibaiat sebagai khalifah saja tidak bisa muncul di sana secara terbuka, akan tetapi
keadaannya tetap tersembunyi seperti keadaannya sebelum proklamasi daulah! Ini
menyalahi apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw sebelum daulah
boleh saja bersembunyi di goa Tsur. Akan tetapi beliau saw setelah berdiri daulah,
beliau memelihara urusan-urusan masyarakat, memimpin pasukan, memutuskan
perkara diantara orang-orang yang bersengketa, mengirim para utusan, dan beliau
menerima para utusan secara terbuka tanpa sembunyi. Jadi sebelum berdiri daulah
berbeda dengan sesudahnya Begitulah, proklamasi organisasi itu atas al-Khilafah
adalah ucapan sia-sia (laghwun) tanpa isi. Itu sama saja dengan yang sebelumnya dalam
hal proklamasi al-Khilafah tanpa realita riil di lapangan dan tidak memiliki pilar-pilar.
- 140 -

Akan tetapi itu hanya untuk memuaskan sesuatu yang ada di dalam diri mereka. Yang ini
memproklamirkan diri sebagai khalifah. Yang itu memproklamirkan diri sebagai alMahdi dan sebagainya, tanpa pilar-pilar, tanpa kekuasaan dan tanpa menguasai
keamanan dan rasan aman!
3.
Sesungguhnya al-Khilafah adalah negara yang punya bobot. Syariah telah
menjelaskan thariqah pendiriannya dan tatacara pengistinbathan hukum-hukumnya
tentang pemerintahan, politik, ekonomi, hubungan-hubungan internasional Bukan
hanya proklamasi nama tanpa isi, nama yang dilontarkan di situs-situs elektronik atau
media massa-media massa audio visual. Akan tetapi proklamasi al-Khilafah merupakan
kejadian agung yang mengguncang dunia. Akarnya menancap dalam di bumi.
Kekuasaannya menjaga keamanan dalam dan luar negeri atas wilayah tersebut,
menerapkan Islam di dalam negeri dan mengembannya ke seluruh dunia dengan
dakwah dan jihad
4.
Proklamasi yang terjadi adalah ucapan yang sia-sia (laghwun), tidak memajukan
dan tidak memundurkan dalam hal realita organisasi ISIS. ISIS adalah gerakan bersenjata
baik sebelum proklamasi dan setelah proklamasi. Posisinya seperti gerakan-gerakan
bersenjata lainnya yang saling memerangi satu sama lain dan juga berperang melawan
rezim tanpa satupun dari faksi-faksi itu bisa meluaskan kekuasaan atas Suria atau Irak
atau keduanya. Seandainya ada faksi dari faksi-faksi itu, termasuk ISIS, yang mampu
meluaskan kekuasaannya atas wilayah yang memiliki pilar-pilar negara dan
memproklamasikan al-Khilafah serta menerapkan Islam, niscaya layak untuk dibahas
guna dilihat jika al-Khilafah yang didirikannya sesuai hukum-hukum syariah, sehingga
pada saat itu diikuti. Hal itu karena penegakan al-Khilafah merupakan kewajiban atas
kaum Muslimin dan bukan fardhu atas Hizbut Tarir saja. Maka siapa saja yang berhasil
menegakkannya dengan benar, ia diikuti Adapun sedangkan perkaranya tidak lah
seperti itu. Akan tetapi semua faksi bersenjata milisi dan diantaranya ISIS, tidak
memiliki pilar-pilar negara, tidak memiliki kekuasaan atas wilayah, dan tidak menguasai
keamanan dan rasa aman, maka proklamasi oleh ISIS atas tegaknya al-Khilafah adalah
ucapan sia-sia (laghwun), tidak layak diperhatikan untuk dibahas pada realitanya sebab
sudah tampak jelas
5.
Akan tetapi yang layak untuk diperhatikan dan dikaji adalah kekhawatiran
adanya dampak negatif atas proklamasi ini terkait ide al-Khilafah pada orang-orang yang
berpikiran dangkal sehingga ide al-Khilafah pada diri mereka jatuh dari posisi sentralnya
yang agung, dan urgensitas besarnya bagi kaum Muslimin. Jatuh dari yang demikian
kepada pemikiran yang getas menyerupai hanya sekedar penyaluran perasaan-perasaan
gelisah pada sebagian person maka salah seorang dari mereka berdiri di lapangan atau
di medan atau di kampung lalu ia memproklamirkan diri bahwa dia adalah khalifah
kemudian dia mengundurkan diri dan menyangka telah berbuat sebaik-baiknya! Maka
al-Khilafah kehilangan urgensitas dan keagungannya pada hati orang-orang yang
berpikiran dangkal dan menjadi tidak lebih dari nama bagus yang dijadikan sebutan bagi
orang yang menginginkan tetapi tanpa isi Inilah yang layak untuk diperhatikan dan
khususnya pada waktu dimana al-Khilafah telah makin dekat, lebih dekat dari sebelumsebelumnya, dan kaum Muslimin telah menunggu pendiriannya dengan tidak sabar.
- 141 -

Mereka memandang Hizbut Tahrir meniti jalan dalam urusannya berpegang teguh
kepada thariqah Rasulullah saw tentang tatacara pendirian al-Khilafah di al-Madinah alMunawarah Kemudian mereka melihat adanya interaksi hidup yang ekspresif dan
berpengaruh antara Hizbut Tahrir dengan umat yang mengasuhnya. Maka dari interaksi
ini kaum Muslimin paham makna ukhuwah islam dan mereka mencari kabar gembira
akan kesuksesan Hizb dalam menegakkan al-Khilafah dan baiknya riayah asy-syuun dan
menjadi benar-benar Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian Pada waktu demikian,
justru datang proklamasi ini. Maka proklamasi itu mendatangkan potret kabur jika
bukan malah palsu tentang realita al-Khilafah di benak orang-orang yang berpikiran
dangkal diantara masyarakat
6.
Semua itu menjadikan ada tanda tanya bahkan banyak tanda tanya seputar
timing proklamasi ini tanpa kekuasan yang nyata dan stabil bagi pemilik proklamasi,
kekuasaan yang menjaga keamanan negara ini di dalam dan luar negeri. Akan tetapi
begitulah di Facebook atau media massa Timing ini mencurigakan, khususnya bahwa
gerakan-gerakan bersenjata yang tegak di atas selain asas takatuliyun fikriyun
(kelompok yang bersifat intelektual) membuat infiltrasi jadi mudah. Masuknya orangorang jahat timur dan barat di barisannya adalah mudah. Sudah diketahui bersama
bahwa barat dan timur terus melakukan tipu daya terhadap Islam dan al-Khilafah.
Kepentingan mereka adalah memalsukan potretnya. Jika mereka tidak bisa
memadamkan namanya, maka mereka sangat mementingkan agar al-Khilafah tidak lain
hanyalah nama yang digunakan oleh orang yang menginginkan tanpa isi sama sekali.
Sehingga kejadian agung yang menampar kaum kafir menjadi sekadar nama yang
dijadikan ejekan oleh musuh-musuh itu siang malam!
7.
Di atas semua yang diperbuat oleh orang-orang jahat itu, maka kita tegaskan
kepada musuh-musuh Islam dari timur dan barat, antek-antek dan para pengikut
mereka serta orang-orang bodoh mereka bahwa al-Khilafah yang telah memimpin dunia
berabad-abad adalah sudah diketahui dan tidak majhul, kuat menghadapi distorsi
bagaimanapun tipu daya dan konspirasi dilakukan.


Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaikbaik Pembalas tipu daya. (TQS al-Anfal [8]: 30)
Allah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa telah mendatangkan untuk khilafah satu partai
yang menghimpun orang-orang yang perdagangan dan jual beli tidak melalaikan mereka
dari mengingat Allah. Mereka melingkupi khilafah dengan pikiran, pendengaran dan
penglihatan mereka. Mereka telah menyiapkan segala persiapan yang dibutuhkan untuk
khilafah, mereka istinbath hukum-hukum dan konstitusinya, serta struktur
pemerintahan dan administrasinya. Mereka berjalan dalam upaya menegakkannya
denga meneladani sirah Rasulullah saw tanpa menyimpang sehelai rambut pun
Mereka dengan izin Allah merupakan pagar yang menghalangi kekaburan menempel
kepada khilafah. Mereka layaknya batu cadas yang dengan pertolongan Allah,
- 142 -

dengannya konspirasi-konspirasi kaum kafir, antek-antek dan para pengikkut mereka


pun dihancurkan. Mereka adalah para politisi yang memiliki kesadaran yang dengan
kekuatan Allah mereka membalikkan segala tipu daya musuh-musuh Islam dan kaum
Muslimin menjadi kebinasaan bagi muush-musuh itu.



Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya
sendiri. (TQS Fathir [35]: 43)

Saudara-saudara yang dimuliakan,


Sesungguhnya perkara al-Khilafah al-Islamiyah sungguh agung dan posisinya sungguh
sangat signifikan. Pendiriannya tidak akan sekadar menjadi berita yang menjadi bahan
ejekan media massa menyesatkan, akan tetapi dengan izin Allah akan menjadi gempa
menggema yang membalikkan neraca internasional dan mengubah wajah dan arah
sejarah Sesungguhnya Khilafah akan kembali berupa khilafah rasyidah yang mengikuti
manhaj kenabian sebagaimana yang disampaikan kabar gembiranya oleh Rasul saw.
Maka orang-orang yang menegakkannya, mereka seperti orang-orang yang menegakkan
khilafah rasyidah pertama, orang-orang yang bertakwa lagi bersih, mencintai umat dan
umat mencintai mereka, mereka mendoakan umat dan umat pun mendoakan mereka,
umat merasakan kebahagiaan bertemu dengan mereka dan mereka merasakan
kebahagiaan bertemu dengan umat bukannya keberadaan mereka di tengah umat
justru dibenci Begitulah, mereka adalah ashhbul khilfah mendatang yang mengikuti
manhaj kenabian. Allah akan memberikannya kepada orang yang memang layak
untuknya. Dan sungguh kita memohon kepada Allah agar kita termasuk orang-orang
yang layak itu dan termasuk orang-orang yang mengaturnya. Kita memohon kepada
Allah SWT agar memberi karunia kepada kita dengan tegaknya al-Khilafah ar-Rasyidah
yang mengikuti manhaj kenabian.


Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu (TQS alt-Tawbah
[9]: 111)
Janganlah Anda semua berputus asa dari rahmat Allah sehingga Allah tidak menyianyiakan untuk Anda wahai saudara-saudara yang dimuliakan, lelah yang telah Anda
persembahkan, Allah tidak menolak permohonan yang Anda pinta dari-Nya, Allah tidak
menggagalkan harapan yang Anda ajukan kepada-Nya. Maka tolonglah kita dengan
meningkatkan kesungguhan dan pemberian. Perlihatkan kepada Allah dari diri Anda
kebaikan niscaya Allah menambah kebaikan untuk Anda. Jangan sampai ucapan mainmain bisa memalingkan Anda dari perjuangan Anda yang penuh kesungguhan lagi jujur.

- 143 -

Wassalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.


3 Ramadhan 1435 H
1 Juli 2014 M
Selesai jabawan yang telah saya kirimkan sebelumnya.

Saya berharap jawaban ini mencukupi. Semoga Allah memberikan taufik kepada Anda
dan menolong Anda. Dan semoga Allah memberi menunjuki kami dan Anda kepada
perkara yang paling lurus.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
04 Ramadhan 1435 H
02 Juli 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_37540

- 144 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebok Beliau Fiqhiyah dan Fikriyah
1.

Taqlid Dan Meninggalkan Pendapat Seorang Mujtahid Kepada Mujtahid Lain


2.

Merealisasi Lebih Dari Satu Nilai dalam Satu Perbuatan


Kepada Hijazi Shaheen

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertama semoga Allah menerangi pandangan dan penglihatan Anda Dan semoga
Allah menguatkan tangan Anda dan menolong Anda.
Saya punya sejumlah pertanyaan penting tentang buku-buku Hizb. Dan saya adalah anak
hizb dan saya mohon kepada Allah agar jawaban Anda menyejukkan dada.
1.
Di dalam buku Nizhm al-Islm dinyatakan: dan seorang muqallid jika ia
bertaqlid kepada sebagian mujtahid tentang hukum satu kejadian dan beramal dengan
pendapat mujtahid tersebut tentang itu, maka setelah ia tidak boleh menarik diri
darinya dalam hukum tersebut (dan berpindah) kepada yang lain secara mutlaq.
Kata muthlaqan -secara mutlaq- di sini saya tidak melihat di dalamnya apa yang Anda
ajarkan kepada kita bahwa ketika kita mengetahui salah, maka kita tinggalkan dan kita
beralih kepada yang benar, lalu bagaimana jika saya bertaqlid kepada seorang syaikh
dan di kemudian hari saya tahu ia seorang fasik dan munafik, apakah saya tetap dalam
taqlid saya kepadanya? Apakah jika saya tahu bahwa mujtahid yang saya taqlidi ternyata
lemah, saya harus tetap pada taqlid saya itu? Apakah jika menjadi jelas bagi saya
misalnya bahwa orang yang darinya saya ambil pendapat masalah pengharaman satu
perkara tertentu ternyata dalam pengharaman itu ia berdalil dengan hadits yang dhaif
sekali apakah saya tetap pada pada apa yang saya ambil darinya?!
2.
Di dalam buku Nizhm al-Islm dinyatakan bahwa boleh seorang mujtahid
meninggalkan pendapatnya demi kemaslahatan kaum Muslimin seperti yang terjadi
pada Utsman pada saat dibaiat. Saya ingin tahu takhrij kisah ini, maka ketika saya kaji
saya tidak melihat penilaian shahih terhadapnya akan tetapi saya lihat bahwa itu tidak
shahih, lalu apakah ada riwayat lain yang shahih? Serta dalil ijmak sahabat atas bolehnya
taqlid jika Anda berkenan.
- 145 -

3.
Apakah dalam satu perbuatan, kita bisa merealisasi lebih dari satu nilai ataukah
tidak, misalnya seandainya saya belajar satu ilmu tertentu dan saya maksudkan untuk
mendapat ridha Allah dan raihan materi. Selesai.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertama, topik taqlid: sebelum menjawab pertanyaan Anda seputar kata muthlaqan
saya sebutkan dahulu hal berikut:
1.

Dalil-dalil bolehnya taqlid yaitu dari al-Kitab dan Ijmak Sahabat:

Dari al-Kitab adalah firman Allah SWT:


maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada
mengetahui. (TQS an-Nahl [16]: 43)
Jadi Allah SWT memerintahkan kepada orang yang tidak tahu agar bertanya kepada
orang yang lebih tahu darinya. Ayat tersebut lengkapnya berbunyi:

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri
wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui. (TQS an-Nahl [16]: 43)
Jadi datang kata fasal maka bertanyalah- bersifat umum. Artinya bertanyalah agar
kalian tahu bahwa Allah tidak mengutus kepada umat-umat terdahulu kecuai seorang
manusia. Jadi itu berkaitan dengan pengetahuan, bukan berkaitan dengan keimanan.
Dan ahlu adz-dzikri meski mereka yang diisyaratkan oleh ayat tersebut adalah ahlul
kitab, tetapi kata itu juga datang bersifat umum sehingga mencakup semua ahlu adzdzikri. Dan kaum Muslimin adalah ahlu adz-dzikri sebab al-Quran adalah dzikrun. Allah
SWT berfirman:




Dan Kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka (TQS an-Nahl [16]: 44)
Maka orang yang mengetahui hukum-hukum syariah adalah ahlu adz-dzikri baik mereka
mengetahui hal itu secara pengetahuan ijtihad atau pengetahuan talaqi (menerima

- 146 -

pengajaran). Dan seorang muqallid tidak lain ia bertanya tentang hukum syara pada
satu atau beberapa masalah.
Sedangkan ijmak sahabat, sungguh telah ada riwayat shahih dari Umar bahwa ia berkata
kepada Abu Bakar:


Kami berpandangan mengikuti pendapatmu
Dan telah shahih dari Umar bahwa jika ia tidak menemukan di dalam al-Quran dan asSunnah apa yang ia gunakan untuk memutuskan perkara jika kepadanya diajukan
persengketaan, maka ia melihat apakah ada keputusan Abu Bakar tentangnya. Jika
Umar menemukan bahwa Abu Bakar telah memutuskan tentang masalah itu maka
Umar memutuskan dengan keputusan Abu Bakar tersebut. Telah shahih dari Ibn Masud
ra., bahwa ia mengambil pendapat Umar ra. Yang demikian itu diketahui dan didengar
oleh para sahabat dalam berbagai kejadian dan tidak ada yang mengingkari, sehingga itu
merupakan ijmak sukuti. Demikian juga, topik baiat Utsman ra. berupa persetujuan
Ustman atas syarat bertaqlid kepada Abu Bakar dan Umar yang diminta oleh
Abdurrahman bin Awf, hal itu terjadi di depan para sahabat tanpa ada yang
mengingkari. Jadi itu merupakan ijmak sahabat tentang kebolehan taqlidnya mujtahid
kepada mujtahid lainnya, dan lebih-lebih lagi taqlidnya bukan mujtahid kepada mujtahid
(lebih boleh lagi).
2.
Kemudian setiap orang yang mengikuti orang lain adalah seorang muqallid. Jadi
yang menjadi patokan adalah mengikuti orang lain. Atas dasar itu, manusia itu dalam hal
pengetahuan hukum syara ada dua golongan: mujtahid dan muqallid, dan tidak ada
golongan ketiga. Sebab realita yang ada bahwa seseorang itu adakalanya mengambil
apa yang dihasilkan oleh ijtihadnya sendiri, atau mengambil hasil ijtihad orang lain. Dan
perkara yang ada tidak keluar dari dua keadaan ini. Dengan begitu, setiap orang yang
bukan mujtahid maka ia adalah seorang muqallid apapun jenisnya, baik muqallid itu
bukan seorang mujtahid sebagai orang mutabbi yakni bertaqlid kepada mujtahid seraya
mengetahui dalilnya, atau ia seorang ammiy, yakni bertaqlid kepada mujtahid tanpa
mengetahui dalilya, melainkan karena kepercayaannya di situ Dan seorang mujtahid
boleh bertaqlid kepada mujtahid lainnya dalam suatu masalah yang ia belum berijtihad
tentangnya, sehingga pada kondisi itu ia seorang muqallid pada masalah tersebut.
Sebab ijtihad itu adalah fardhu kifayah dan bukan fadhu ayn. Jika mujtahid itu telah
mengetahui hukum syara; dalam masalah tersebut maka tidak wajib bagi mujtahid itu
untuk berijtihad tentangnya, akan tetapi ia boleh berijtihad tentangnya. Ia juga boleh
bertaqlid kepada mujtahid lainnya dalam masalah ini.
3.
Jika seorang mujtahid berijtihad dalam satu permasalahan, maka ia tidak boleh
bertaqlid kepada mujtahid lain dalam hal yang menyalahi apa yang dihantarkan oleh
ijtihadnya. Tetapi ia tidak boleh meninggalkan zhannya atau meninggalkan beraktivitas
sesuai zhannya dalam masalah ini kecuali dalam empat kondisi:
- 147 -

Pertama, jika tampak bahwa dalil yang dijadikan sandaran dalam ijtihadnya adalah
dhaif, dan bahwa dalil mujtahid lain selain dia adalah lebih kuat dari dalilnya sendiri.
Pada kondisi ini ia wajib meninggalkan hukum yang dihantarkan oleh ijtihadnya seketika
itu dan mengambil hukum yang secara dalil lebih kuat.
Kedua, jika tampak baginya bahwa mujtahid yang lain lebih mampu mengaitkan atau
lebih banyak penelaahan atas fakta, dan lebih kuat pemahamannya terhadap dalil atau
lebih banyak penelaahannya terhadap dalil-dalil samiyah atau selain yang demikian, lalu
menjadi rajih dalam dirinya bahwa mujtahid lain itu lebih dekat kepada kebenaran
dalam memahami masalah tertentu atau dalam memahami masalah-masalah
sebagaimana mestinya, maka ia boleh meninggalkan hukum yang dihantarkan oleh
ijtihadnya dan bertaqlid kepada mujtahid lain itu.
Ketiga, Khalifah mengadopsi hukum yang berbeda dengan hukum yang dihantarkan oleh
ijtihadnya. Pada kondisi ini, ia wajb meninggalkan beramal dengan apa yang dihantarkan
oleh ijtihadnya dan ia wajib beramal sesuai hukum yang diadopsi oleh imam. Sebab
ijmak sahabat telah terakadkan bahwa amru al-imm yarfau al-khilf perintah imam
menghilangkan perbedaan- dan bahwa amruhu nfidzun al jam al-muslimn
perintah imam berlaku atas seluruh kaum muslimin-.
Keempat, disana ada pendapat yang diinginkan menghimpun kalimat kaum muslimin
untuk kemaslahatan kaum muslimin, Maka pada kondisi ini boleh bagi mujtahid
meninggalkan apa yang dihantarkan oleh ijtihadnya dan mengambil hukum yang
diinginkan menghimpun kalimat kaum muslimin itu. Hal itu seperti yang terjadi pada
Utsman.
4.
Seorang muqallid jika ia bertaqlid kepada sebagian mujtahid dalam hukum satu
kejadian dan beramal dengan pendapat mujtahid itu, maka ia tidak boleh menarik diri
dari hukum itu kepada yang lain kecuali dengan murajjih yang berkaitan dengan mencari
keridhaan Allah SWT. Diantara murajjih itu adalah:
Faktor pengetahuan dan pemahaman yang lebih. Al-Hakim telah mengeluarkan di dalam
al-Mustadrak dan ia berkata: ini adalah hadits shahih sanadnya tetapi keduanya (alBukhari dan Muslim) tidak mentakrijnya, dari Ibn Masud ra.: Nabi saw bersabda
kepadaku:

:


:
:

:
...
.

Ya Abdullah bin Masud. Aku katakan: labaika ya rasulullah, sebanyak tiga kalli.
Lalu beliau bersabda: apakaha engkau tahu siapakah manusia yang lebih tahu? Aku
katakan: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Beliau bersabda: sesungguhnya
manusia yang paling tahu adalah orang yang paling melihat kebenaran jika manusia
berselisih tentangnya
Atas dasar ini, seorang muqallid merajihkan orang yang ia tahu memiliki pengetahuan.
- 148 -

Kemudian faktor al-adlah pada diri orang yang ditaqlidi oleh muqallid dan yang
darinya muqallid itu mengambil pengetahuan Muqallid tidak boleh mengambil ilmu
syariy dari orang yang dikenal kefasikannya.
Kemudian faktor pengkaitan hukum dengan dalil. Seandainya seorang muqallid
bertaqlid kepada seorang alim tanpa mengetahui dalilnya kemudian dimudahkan
baginya mendapatkan ilmu dan belajar pengetahuan dalil-dalil mujtahid lain maka
muqallid itu boleh mengikuti hukum yang dikaitkan dengan dalil, dan meninggalkan
hukum yang sebelumnya ia ambil tanpa mengetahui dalilnya.
Ada banyak murajjih yang mutabar berbeda-beda sesuai perbedaan kondisi muqallid,
sehingga muqallid ammiy dalam mengambil hukum baginya cukup dengan
kepercayaannya dan ketenteramannya dengan pendapat seorang alim yang darinya ia
mengambil hukum. Begitulah, seorang muqallid boleh meninggalkan mujtahid yang ia
taqlidi dan beralih kepada mujtahid lain jika ia memiliki murajjih yang berkaitan dengan
mencari keridhaan Allah SWT. Yakni ia tidak bole beralih dari satu mujtahid kepada
mujtahid lain tanpa murajjih. Sebab ini berarti beralih pendapat mengikuti hawa nafsu
dan ini dilarang. Allah SWT berfirman:


Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu (TQS an-Nisa *4+: 135)
5.
Sekarang kita diskusikan pertanyaan Anda yaitu apa yang dinyatakan di Nizhm
al-Islm, dan seorang muqallid jika ia bertaqlid kepada sebagian mujtahid dalam hal
hukum satu kejadian dan ia beramal dengan pendapat mujtahid itu, maka setelah itu ia
tidak boleh menarik diri darinya dalam hal hukum tersebut secara mutlaq. Seolah-olah
dari itu Anda memahami bahwa seorang muqallid tidak boleh menarik diri dari hukum
itu kepada yang lain hingga hari kiamat. Hal itu dari kata muthlaqan secara mutlaq-!
Dan ini tidak benar. Seandainya Anda kembali kepada satu atau dua baris sebelumnya
niscaya Anda temukan sebagai berikut: atas dasar itu maka hukum syaranya adalah
yang diistinbath oleh mujtahid yang memiliki kelayakan berijtihad. Dan hukum itu bagi
mujtahid tersebut merupakan hukum Allah. Ia tidak boleh menyalahinya dan mengikuti
yang lain secara mutlaq. Demikian juga hukum itu bagi orang yang bertaqlid kepada
mujtahid tersebut, merupakan hukum Allah. Ia tidak boleh menyalahinya. Disini seperti
yang Anda lihat, disebutkan juga bagi mujtahid itu: ia tidak boleh menyalahinya dan
mengikuti yang lain secara mutlaq padahal pada halaman sebelumnya di buku yang
sama telah disebutkan sebagai berikut: seorang mukallaf jika memiliki kelayakan
(kemampuan) berijtihad secara penuh dalam satu masalah atau beberapa masalah atau
dalam seluruh masalah maka jika ia berijtihad dalam masalah itu dan ijtihadnya
mengantarkannya kepada hukum dalam masalah itu, maka semua telah sepakat bahwa
ia tidak boleh bertaqlid kepada mujtahid lain, dalam menyalahi apa yang diwajibkan
oleh zhann-nya dan ia tidak boleh meninggalkan zhann-nya kecuali dalam empat
kondisi Artinya kata tidak boleh secara mutlaq tidak menghalangi dari kata kecuali
dalam empat kondisi.
- 149 -

Begitulah, kata muthlaqan dari sisi ushul dan bahasa tidak menghalangi pambatasan
(taqyid). Ini semisal nash muthlaq. Jika ditaqyid maka yang muthlaq dibawa kepada
muqayyad. Misalnya, firman Allah SWT:



Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur),
maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.
(TQS al-Baqarah [2]: 196)
Di dalam ayat tersebut disebutkan shiym, shadaqah, nusuk -berpuasa, bersedekah
atau berkorban dalam bentuk nakirah mutsbitah indefinitive positif- dan itu
merupakan lafazh muthlaq. Dan itu telah ditaqyid dengan hadits yang membatasi puasa
itu dengan batasan tiga hari, membatasi sedekah dengan batasan tiga sha dan
membatasi berkurban dengan batasan seokor kambing.

Cukurlah kepalamu, dan beri makan satu firaq diantara enam orang miskin, atau
berpuasalah tiga hari, atau berkurbanlah. Ibn Abiy Najih berkata: atau sembelihlah
seekor kambing.
Yakni sembelihlah seekor kambing. Dan al-farqu adalah tiga sha. Diriwayatkan oleh
Muslim dari jalur Kaab bin Ujrah.
Contoh lain, Ibn Umar meriwayatkan:


Bahwa Rasulullah saw mewajibkan zakat fithrah dari ramadhan terhadap masyarakat,
satu sha kurma, atau satu sha jewawut, atas setiap orang merdeka atau hamba
sahaya, laki-laki atau perempuan, dari kaum muslimin. (Muttafaq alayh)
Kata shaan satu sha- adalah dalam bentuk nakirah mutsbitah indefinitive positifdan itu merupakan lafazh muthlaq. Dan itu telah ditaqyid dengan sha madinah dan
bukan sha mana saja, dengan hadits Rasul saw:




Timbangan adalah timbangan penduduk Mekah sedangkan takaran adalah takaran
penduduk Madinah. (HR Abu Dawud)

- 150 -

Dan sha yakni takaran yang disetujui oleh Rasul saw adalah sha penduduk Madinah,
yaitu lima sepertiga rithl (mengikuti rithl Baghdad lama). Ini adalah sha Nabi saw seperti
yang dikatakan oleh Malik dan penduduk Hijaz. Dan takaran itu hari ini untuk gandum
setara 2,176 kilogram.
Begitulah, kata muthlaqan secara mutlaq- tidak menghalangi taqyid. Dan ini jelas di
dalam Nizhm al-Islm, dan juga pada halaman dimana Anda kutip darinya pertanyaan
Anda. Ia telah menjelaskan bahwa seorang mujtahid boleh menarik diri dari
pendapatnya pada empat kondisi, padahal ia menyebutkan dan hukum itu baginya
merupakan hukum Allah, ia tidak boleh menyalahinya dan mengikuti yang lain secara
muthlaq. Begitulah mengenai muqallid. Hanya saja, bahwa murajjih yang
membolehkan muqallid meninggalkan pendapat yang ia ikuti berbeda dengan murajjih
seorang mujtahid. Seorang mujtahid difokuskan pada dalil-dalil dan keputusannya atas
dalil-dalil itu. Sedangkan murajjih untuk muqallid baik ia muqallid muttabi atau
muqallid ammiy adalah seperti yang telah kami sebutkan di atas.
Ringkasnya, bahwa secara muthlaq tidak boleh untuk seorang muqallid meninggalkan
pendapat mujtahid yang ia taqlidi tanpa hal yang mewajibkan. Sedangkan jika ada hal
yang mewajibkan maka ia boleh atau wajib sesuai murajjih meninggalkan pendapat
mujtahid yang ia taqlidi dan mengambil pendapat lain sesuai murajjih yang telah kami
jelaskan dan kondisi-kondisi yang telah kami sebutkan, baik itu berkaitan dengan
mujtahid atau berkaitan dengan muqallid. Hal itu karena kata muthlaqan secara
mutlaq- tidak menghalangi taqyid. Jadi itu seperti nash muthlaq yang mungkin ditaqyid.
Dan sekarang setelah menjawab Anda atas topik kata muthlaqan, saya ingin
mengarahkan perhatian Anda bahwa redaksi pertanyaan Anda tidak baik Anda bukan
bertanya tentang konotasi kata muthlaqan yang ada di dalam kalimat. Bukannya
begitu, tetapi Anda malah menetapkan maknanya seperti yang ada di pikiran Anda.
Tidak cukup dengan itu, bahkan Anda susul dengan pertanyaan taqririyah untuk
pembenaran- seolah-olah makna yang terlintas di pikiran Anda adalah benar. Lalu Anda
katakan di dalam pertanyaan: Kata muthlaqan -secara mutlaq- di sini saya tidak
melihat di dalamnya apa yang Anda ajarkan kepada kita bahwa ketika kita mengetahui
kita salah maka kita tinggalkan dan kita beralih kepada yang benar, lalu bagaimana jika
saya bertaqlid kepada seorang syaikh dan di kemudian hari saya tahu ia seorang fasik
dan munafik, apakah saya tetap dalam taqlid saya kepadanya? Apakah jika saya tahu
bahwa mujtahid yang saya taqlidi ternyata lemah saya tetap pada taqlid saya itu?
Apakah jika menjadi jelas bagi saya misalnya, bahwa orang yang darinya saya ambil
pendapat masalah pengharaman satu perkara tertentu ternyata dalam pengharaman
itu ia berdalil dengan hadits yang dhaif sekali apakah saya tetap pada pada apa yang
saya ambil darinya?! Bukankah Anda lihat bahwa redaksi pertanyaan begini tidak baik?
Semoga Allah merahmati Anda.
Kedua, topik Utsman melepaskan pendapatnya dan bertaqlid kepada Abu Bakar dan
Umar sesuai syarat yang diberikan oleh Abdurrahman bin Awf ra., di depan para
sahabat. Dan Utsman ra. menyetujuinya, tanpa ada pengingkaran dari para sahabat
- 151 -

Kisah ini yang Anda tanyakan merupakan perkara yang dinukilkan secara luas. Saya
sebutkan sebagian yang dinukilkan:
- Di kitab Ushl as-Sarkhasiy oleh Muhammad bin Ahmad bin Abiy Sahl Syamsu alAimmah as-Sarkhasiy (w. 483 H):
Kemudian Umar menjadikan perkara itu sebagai syura setelahnya diantara enam
orang. Lalu mereka sepakat atas pendapat bahwa perkara dalam menentukannya
diserahkan kepada Abdurrahman setelah Abdurrahman mengeluarkan dirinya sendiri
dari perkara itu. Lalu ia menyodorkan kepada Ali agar beramal dengan pendapat Abu
Bakar dan Umar, lalu Ali berkata: aku beramal dengan kitabullah dan sunnah rasulullah
kemudian aku berijtihad dengan pendapatku. Abdurrahman juga menyodorkan kepada
Utsman syarat ini dan Utsman rela dengannya maka ia diangkat selesai.
- Di dalam al-Bidyah wa an-Nihyah oleh Ibn Katsir dinyatakan berdirilah kepadaku ya
Ali. Ali pun berdiri kepadanya di bawah mimbar, lalu Abdurrahman mengambil tangan
Ali dan berkata: apakah engkau mau menerima baiatku di atas kitabullah dan sunnah
nabi-Nya saw dan perbuatan Abu Bakar dan Umar? Ali berkata: demi Allah tidak, akan
tetapi di atas kesungguhanku dan kemampuanku dari yang demikian selesai.
- Dinyatakan di dalam Trkh ar-Rusul wa al-Mulk oleh ath-Thabari: dan Abdurrahman
memanggil Ali, lalu ia berkata: atasmu perjanjian Allah dan mitsaq-Nya agar engkau
beramal dengan kitabullah dan sunnah rasul-Nya dan sirah dua khalifah sesudah beliau?
Ali berkata: saya berharap untuk berbuat dan bertindak sesuai kapasitas ilmuku dan
kemampuanku selesai.
- Kemudian bahwa itu merupakan perkara yang diketahu masyhur sampai pada mahadmahad kajian dewasa ini. Dinyatakan di Majalah al-Jmiah al-Islmiyyah Madinah
Munawarah kajian ilmiah 1323 H/2002 M sebagai berikut:
Abdurrahman bin Awf mengumpulkan kaum Muslimin di masjid kemudian ia
menyeru Ali. Dan Abdurrahman telah mendapat pendelegasian untuk memilih khalifah
dengan ketentuan kaum muslimin harus mengikuti dia dalam membaiat orang yang dia
baiat. Abdurrahman meletakkan tangannya di tangan Ali seraya berkata: kami
membaiat engkau di atas ketentuan agar engkau beramal dengan kitabullah dan sunnah
rasul-Nya dan ijtihad dua orang syaikh maksudnya adalah Abu Bakar dan Umar-,
tetapi Ali tidak setuju atas ijtihad dua syaikh. Dan Ali berkata: akan tetapi aku berijtihad
dengan pendapatku. Lalu Abdurrahman menyodorkan tangannya dan menyeru Utsman
ra dan Utsman menerima ijtihad dua syaikh. selesai.
Seperti yang Anda lihat, riwayat-riwayat ini disebutkan di kitab-kitab mutabar.
Seandainya hanya dinyatakan di Ushl as-Sarkhasiy niscaya mungkin untuk dijadikan
sandaran dan itu memberi pengertian bahwa Utsman melepaskan pendapatnya
- Di samping bahwa ada riwayat-riwayat shahih yang tidak menyebutkan bahwa
Abdurrahman bin Awf memulai dengan Ali dan bertanya kepadanya kemudian
setelahnya ia beralih kepada Utsman. Melainkan riwayat-riwayat itu mengatakan bahwa
Abdurrahman memulai dengan bertanya kepada Utsman tanpa bertanya kepada Ali.
- 152 -

Akan tetapi, riwayat-riwayat itu menyebutkan bahwa Abdurrahman bin Awf mengambil
tangan Utsman dan mensyaratkan padanya syarat itu lalu Utsman menerimanya di
depan para sahabat tanpa ada yang mengingkari. Jadi syarat itu ada di dalam semua
riwayat baik riwayat yang disitu Abdurrahman bin Awf memulai dengan Ali atau riwayatriwayat yang disitu Abdurrahman bin Awf langsung dengan Utsman radhiyallah anhum
ajmain:
Al-Bukhari telah mengeluarkan di dalam Shahih-nya:




...
...


:


... :
... :


... :


:
...




:" "

dari az-Zuhri bahwa Humaid bin Abdurrahman telah memberitahunya bahwa al-Miswar
bin Makhramah telah memberitahunya bahwa kelompok yang ditugasi oleh Umar telah
berkumpul dan bermusyawarah Hingga pada malam dimana kami pada paginya
membaiat Utsman, al-Miswar berkata: Abdurraman mengetuk pintuku setelah lewat
tengah malam, ia mengetuk pintu sampai aku bangun, lalu ia berkata: aku lihat engkau
tidur, demi Allah aku tidak bercelak pada malam-malam ini dengan banyak tidur Lalu
Abdurrahman berkata: panggilkan untukku Ali kemudian Abdurrahman berkata:
panggilkan untukku Utsman Ketika orang-orang shalat Shubuh ketika mereka
berkumpul, Abdurrahman membaca syahadat kemudian berkata: amma badu, ya Ali
sesungguhnya Aku telah mengkaji perkara orang-orang. Saya lihat mereka tidak
mengunggulkan Utsman dan engkau tidak menjadikan jalan untukmu. Lalu
Abdurrahman berkata kepada Utsman: aku membaiatmu diatas sunnah Allah dan
rasul-Nya dan dua khalifah setelah beliau. Lalu Abdurrahman membaiat Utsman dan
orang-orang dari kaum Muhajirin dan Anshar dan para amir pasukan dan kaum
Muslimin pun membaiat Utsman. Selesai.
- Abdurrazaq ash-Shananiy telah mengeluarkan di Mushannaf-nya, ia berkata:

: ...
... : :

: ... : ... : ... -


:


...
:

- 153 -

dari al-Miswar bin Makhramah ia berkata: Abdurrahman bin Awf mendatangiku


pada malam ketiga dari hari-hari syura, setelah lewat tengah malam sesuai kehendak
Allah, lalu ia mendapatiku sedang tidur maka ia berkata: bangunkan dia lalu mereka
membangunkanku, dan ia berkata: ingatlah aku lihat engkau tidur, demi Allah aku tidak
bercelak dengan banyak tidur sejak tiga hari ini pergilah, panggilkan untukku fulan dan
fulan orang-orang terdahulu dari Anshar kemudian Abdurrahman berkata:
panggilkan untukku Ali Kemudian ia berkata: panggilkan untukku Utsman
Kemudian ia berkata: amma badu, aku telah mengkaji (pandangan) orang-orang, dan
aku melihat bahwa mereka tidak mengunggulkan Utsman, sedangkan, ya Ali, engkau
tidak membuat untuk dirimu jalan, kemudian Abdurrahman berkata: atasmu ya
Utsman perjanjian Allah dan mitsaqnya dan dzimmahnya dan dizimmah rasul-Nya saw
agar engkau beramal dengan kitabullah dan sunnah nabi-Nya saw dan apa yang
dilakukan oleh dua khalifah sesudah beliau. Utsman pun berkata: baiklah. Maka
Abdurrahman menyalami Utsman dan membaiatnya, kemudian orang-orang pun
membaiatnya, kemudian Ali membaiat Ustman kemudian dia keluar Selesai.
Ringkasnya, bahwa penerimaan Utsman terhadap syarat berlepas diri dari pendapatnya
disebutkan di semua riwayat baik riwayat yang di dalamnya ada masalah, seperti yang
mereka kliam atau riwayat-riwayat shahih yang di dalamnya tidak ada masalah. Di
dalam semua riwayat itu dinyatakan bahwa Abdurrahman bin Awf mensyaratkan
terhadap Utsman dalam baiatnya dengan syarat beramal dengan apa yang diamalkan
oleh dua khalifah, dan Utsman ra. menyetujuinya. Artinya masalah yang terjadi pada
masa Utsman ia tidak berijtihad tentangnya akan tetapi ia bertaqlid kepada Abu Bakar
dan Umar dalam kasus itu jika kasus serupa telah terjadi pada masa Abu Bakar dan
Umar dan keduanya telah memutuskan hukum tentangnya. Itu adalah syarat bertaqlid
kepada Abu Bakar dan Umar pada kasus-kasus tertentu. Utsman ra menyetujui hal itu
tanpa ada pengingkaran dari para sahabat, sehingga hal itu merupakan ijmak.
Ketiga, masalah nilai.
Berkaitan dengan pertanyaan Anda tentang kenyataan Anda mempelajari ilmu tertentu
dan Anda maksudkan untuk meraih keridhaan Allah dan memperoleh raihan materi,
apakah Anda merealisasi dua nilai
Untuk mendapat pertanyaan ini, harus dijelaskan hal-hal berikut:
1.
Hukum asal dalam perbuatan adalah terikat (dengan hukum syara). Oleh karena
itu, setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia wajib sesuai dengan hukum syara
untuk perbuatan tersebut. Dalam masalah ibadah ia harus terikat dengan hal itu. Dalam
masalah muamalah dan perdagangan demikian juga. Juga dalam masalah akhlak,
menolong orang yang kesusahan dan sebagainya.
Artinya, yang wajib bagi seorang hamba adalah ia harus menyadari hubungannya
dengan Penciptanya ketika ia melakukan setiap perbuatan dan tentu saja,
- 154 -

keterikatannya dengan hukum syara, dengan izin Allah, untuknya ada pahala surga
dan keridhaan dari Allah adalah lebih besar.
2.
Nilai (al-qmah) adalah istilah yang memiliki makna. Yaitu maksud pelaku
perbuatan dari perbuatan. Yakni apa yang ingin ia realisasi dari perbuatannya. Maka
untuk setiap pelaku perbuatan harus memiliki maksud yang karenanya perbuatan itu
dilakukan. Maksud itu adalah nilai perbuatan. Oleh karena itu, merupakan keniscayaan
setiap perbuatan memiliki nilai yang oleh manusia diperhatikan realisasinya ketika
melakukan perbuatan, dan jika tidak maka perbuatan itu hanya sia-sia. Dan manusia itu
tidak selayaknya melakukan perbuatan yang sia-sia tanpa punya maksud. Akan tetapi ia
harus memperhatikan perealisasian nilai-nilai perbuatan yang perbuatan itu
dimaksudkan untuk merealisasinya. Ini adalah makna itsilah nilai (al-qmah).
3.
Dengan mengelaborasi realita seluruh perbuatan dan apa yang menonjol atasnya
berupa tujuan pelaku dari perbuatan itu maka jelaslah bahwa maksud dari semua
perbuatan itu dan yang menonjol atasnya adalah:
Ada kalanya berupa nilai materi, seperti aktivitas perdagangan, pertanian, industri dan
semacamnya. Maksud dari dilakukannya aktivitas-aktivits ini adalah mengadakan
faedah-faedah materiil darinya, yaitu keuntungan. Dan itu merupakan nilai yang
memiliki peranan di dalam kehidupan Ada kalanya nilai perbuatan itu adalah nilai
kemanusiaan seperti menyelamatkan orang yang tenggelam, menolong orang yang
kesusahan. Maksud darinya adalah menyelamatkan manusia tanpa memandang warna
kulitnya, kebangsaannya, agamanya atau anggaan-anggapan lain selain kemanusiaan
Ada kalanya nilai perbuatan itu berupa nilai moral seperti jujur, amanah, kasih sayang.
Maksud darinya adalah aspek moralitas tanpa memandang faedah-faedah dan tanpa
memandang aspek kemanusiaan. Sebab itu kadang kala berupa akhlak terhadap selain
manusia, semisal lemah lembut kepada hewan dan burung. Kadang dari aktivitas
moralistik itu justru terjadi kerugian materiil. Akan tetapi, realisasi nilai itu adalah wajib,
yaitu aspek moral Adakalanya nilai perbuatan itu berupa nilai ruhiyah seperti ibadah.
Maksud darinya bukanlah faedah materi, juga bukan aspek kemanusiaan, pun bukan
masalah-masalah moralisme, akan tetapi maksud darinya semata ibadah. Oleh karena
itu, yang diperhatikan adalah ilai ruhiyahnya semata tanpa memandang nilai-nilai
lainnya. Nilai-nilai ini tidak saling berlebih dan tidak sama secara zatnya. Sebab tidak ada
diantara nilai-nilai itu karaktristik-karakteristik yang bisa diambil sebagai kaedah untuk
menyamakannya dengan sebagian yang lain atau melebihkan sebagian atas sebagian
lainnya. Melainkan nilai itu adalah hasil yang dimaksudkan oleh manusia ketika
melakukan perbuatan. Oleh karena itu, tidak mungkin meletakkan nilai-nilai itu dalam
satu timbangan. Dan tidak mungkin diukur dengan standar-standar yang sama sebab itu
menyalahi, jika bukan malah bertentangan.
Akan tetapi, seluruh perbuatan yang merealisasi nilai materi, nilai kemanusiaan dan nilai
moral, semua itu di dalamnya seorang muslim wajib berpegang kepada hukum syara
untuk meraih keridhaan Allah SWT Artinya, bahwa ridha Allah dengan izin-Nya
terealisasi untuk seorang muslim yang berpegang teguh dengan hukum syara dalam
seluruh nilai.
- 155 -

4.
Atas dasar itu, pertanyaan Anda tentang mempelajari satu keahlian tertentu
misalnya untuk bekerja dan mendapatkan perolehan materi. Jadi Anda bermaksud
merealisasi nilai materi. Adapun keridhaan Allah SWT maka itu adalah hasil keterikatan
kepada hukum-hukum syara. Dan dengan izin Allah keridhaan Allah itu terealisasi dalam
setiap nilai, selama manusia melakukan perbuatan terikat dengan ketentuan Allah SWT.
Ini berkaitan dengan masalah hukum-hukum syara, bukan masalah nilai. Artinya, Anda
dengan berpegang kepada hukum syara, Anda meraih keridhaan Allah dalam nilai
materi, nilai ruhiyah, nilai moral dan nilai kemanusiaan
Berdasarkan hal itu, maka keridhaan Allah SWT bukan merupakan nilai yang terpisah
dari empat nilai itu. Akan tetapi, keridhaan Allah itu terealisasi dalam setiap nilai dari
empat nilai itu jika seorang hamba berpegang kepada hukum syara selama upayanya
untuk merealisasi nilai-nilai ini. Tampaknya, Anda menduga bahwa Anda mempelajari
keahlian tertentu untuk bekerja maka merealisasi nilai materi. Dan demikian juga Anda
dengan keterikatan kepada hukum syara dalam menuntut ilmu, Anda merealisasi
keridhaan Allah yang Anda anggap sebagai nilai ruhiyah. Masalahnya tidak demikian.
Akan tetapi, keridhaan Allah itu tidak khusus dengan nilai tertentu, akan tetapi
menyertai semua nilai selama seorang muslim dalam merealisasi nilai-nilai ini, dia
berpegang kepada hukum syara:

Jadi ridha Allah teralisasi dengan izin Allah SWT dalam kondisi keterikatan
kepada hukum syara untuk seorang pedagang dalam perdagangannya yang merealisasi
nilai materi

Ridha Allah dengan izin-Nya SWT terealisasi pada kondisi keterikatan kepada
hukum syara untuk orang yang menunaikan shalat dalam shalatnya yang merealisasi
nilai ruhiyah

Ridha Allah dengan izin-Nya SWT terealisasi pada kondisi keterikatan kepada
hukum syara untuk orang yang jujur dalam ucapannya yang merealisasi nilai moral

Ridha Allah dengan izin-Nya SWT terealisasi dalam kondisi keterikatan kepada
hukum syara ketika menolong orang kesusahan untuk merealisasi nilai kemanusiaan
Ringkasnya, Anda dengan belajar keahlian tertentu untuk bekerja adalah merealiasi nilai
materi, dan Anda membuat Allah SWT ridha selama Anda menuntut ilmu dengan
berpegang kepada hukum syara. Akan tetapi tidak dikatakan bahwa Anda dengan
belajar keahlian itu, Anda merealisasi nilai materi dan demikian juga sekaligus nilai
ruhiyah seperti Anda shalat dan berpuasa Nilai itu merupakan istilah dan diarahkan
kepada makna terminologis dan berhenti padanya.
Saya memohon kepada Allah agar jawaban ini mencukupi.

Saudaramu
- 156 -

Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah


10 Ramadhan 1435 H
08 Juli 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_37703

- 157 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fiqhiyun
Hak Khalifah Memberhentikan Muawin
Kepada Omar Almukhtar

Pertanyaan:
Dinyatakan di Muqaddimah ad-Dustr juz I pasal 36 D: tentang rincian bahwa Khalifah
memiliki hak memberhentikan Muawin sebagai analogi atas wakil kecuali jika
dinyatakan nas yang melarangnya dari memberhentikan Muawin pada kondisi-kondisi
khusus. Saya mohon penjelasan kondisi-kondisi khusus yang khalifah dilarang
memberhentikan Muawin? Semoga Anda diberkahi atas jawaban. Dan as-salamu
alaikum, dan semoga Anda senantiasa berada dalam penjagaannya. Selesai.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Teks yang dinyatakan di buku Muqaddimah ad-Dustr halaman 151 adalah: hanya
saja ketika Muawin tidak lain hanyalah mendapatkan kekuasaan dari khalifah, dan dia
dalam posisi wakil dari khalifah, maka khalifah memiliki hak memberhentikan Muawin
sebagai pengqiyasan atas wakil. Sebab al-muwakkil (orang yang mewakilkan) berhak
memberhentikan wakilnya, kecuali jika dinyatakan nas yang melarangnya dari
memberhentikannya pada kondisi-kondisi khusus selesai.
Ucapan kecuali jika dinyatakan nas yang melarangnya dari memberhentikannya pada
kondisi-kondisi khusus tidak kembali kepada Muawin akan tetapi kembali kepada wakil.
Jadi hukum asal pada akad wakalah bahwa wakalah itu merupakan akad jiz. Jadi almuwakkil dan al-wakl boleh membatalkannya kapan saja mereka ingin. Akan tetapi,
para fukaha menyebutkan kondisi-kondisi yang disitu akad menjadi lazim (mengikat)
sehingga tidak berhak bagi al-muwakkil untuk memberhentikan wakil, seperti wakil itu
menjadi wakil persengketaan. Ulama hanafiyah menyatakan bahwa jika wakalah itu
berkaitan dengan dengan hak pihak lain maka tidak boleh diberhentikan tanpa
keridhaan pemilik hak. Di sana ada kondisi-kondisi lain yang menyebutkan fukaha
dalam melarang wakil dari memberhentikan al-muwakkil-nya.
Begitulah, makna kalimat yang Anda tanyakan bukan yang Anda maksudkan. Sebab
maknanya adalah bahwa al-muwakkil berhak memberhentikan wakilnya kecuali jika
- 158 -

dinyatakan nas yang melarangnya dair memberhentikan wakilnya pada kondisi-kondisi


khusus. Ini tidak berlakum pada Muawin. Maka Muawin boleh diberhentikan oleh
khalifah selamanya dan tidak ada kondisi-kondisi khusus yang disitu Muawin itu tidak
boleh diberhentikan.
Kalimat yang disebutkan seperti ini sebab terjadi istidlal pada topik wakalah. Hukum asal
pada wakalah bahwa itu merupakan aqdun jizun yang disitu al-muwakkil boleh
memberhentikan wakil kecuali jika dinyatakan kondisi-kondisi khusus yang di dalamnya
al-muwakkil tidak boleh memberhentikan wakil. Muawin itu seperti wakil untuk
khalifah, jadi khalifah boleh memberhentikan Muawin sebagai pengqiyasan atas almuwakkil memberhentikan wakilnya mengikuti hukum asal tentang wakalah juga
berlaku bagi Muawin. Dan tidak ada kondisi-kondisi khusus pada Muawin. Jadi Muawin
boleh diberhentikan kapan saja.

Saudaramu
Atha Bin Khalil Abu ar-Rasytah
20 Ramadhan 1435 H
18 Juli 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_38008

- 159 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fiqhiyun
Penyerahan Jabatan Qadhi Hisbah Oleh Umar Kepada asy-Syifa ra
Dan Dalil Bolehnya Wanita Menjabat Qadhi
Kepada Hasan Shihadah

Pertanyaan:
Amir Hizbut Tahrir al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya memohon kepada Allah SWT agar melangsungkan pertolongan diatas kedua
tangan Anda. Saya ingin bertanya kepada Anda tentang kisah asy-Syifa yang diangkat
oleh Umar menjabat Qadhi Hisbah yang dinyatakan di buku Nizhm al-Ijtimiy, apakah
kita berdalil dengannya atas bolehnya wanita menjabat qadhi meski bahwa Ibn alArabi
dalam bukunya Ahkm al-Qurn juz iii halaman 482 mengatakan: melainkan itu
termasuk desas-desus orang yang membuat-buat hadits Semoga Allah memberikan
berkah kepada Anda dan memberikan manfaat kepada kami melalui Anda. Semoga
Allah menguatkan Anda dengan pertolongan dari sisi-Nya segera dan tidak ditunda.
Jawab:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Benar, ada pendapat-pendapat yang mengkritik riwayat pengangkatan asy-Syifa oleh
Umar ra. sSebagai qadhi hisbah Akan tetapi ada juga pendapat-pendapat lain yang
tidak mengritiknya Jadi masalahnya bergantung pada penerimaan terhadap
keshahihan sumber yang menyatakannya
Diantara sumber yang menyatakan riwayat ini adalah Abu Nuaim Ahmad bin Abdullah
bin Ahmad bin Ishhaq bin Musa bin Mahran al-Ashbahani (w. 430 H) dalam bukunya
Marifat*u+ ash-Shahbah. Di dalamnya dinyatakan sebagai berikut:
(Asy-Syifa binti Abdullah bin Hasyim bin Khalaf bin Abdu Syams bin Dhidad bin Abdullah
bin Qurthi bin Razah bin Adiy bin Kaab Ummu Sulaiman bin Abiy Hatsmah. Ia termasuk
wanta Adawiyah yang membaiat dan berhijrah. Rasulullah saw memerintahkannya
untuk mengajari Hafshah ruqyah semut. Umar bin al-Khaththab mengangkatnya untuk
menangani pasar. Dan kita tidak mengetahui wanita lain yang diangkat selain dia. Ia
seorang penulis dan pengajar.)
- 160 -

Abu Nuaim al-AShbahani dinyatakan tentannya di buku al-Alm oleh az-Zarkali sebagai
berikut:
(Abu Nuaim, 336-430 H/948-1038 M,
Ahmad bin Abdullah bin Ahmad al-Ashbahani, Abu Nuaim, seorang hafizh sejarahwan,
termasuk orang yang tsiqah dalam hafalan dan riwayat.
Lahir dan meninggal di Ashbahan. Diantara karyanya Hilyah alAwliy wa Thabaqt alAshfiy sudah dicetak, sepuluh juz; dan Marifat ash-Shahbah sebuah buku yang
besar, sebagiannya masih berupa manuskrif dalam dua jilid, dibacakan pada tahun 551
di perpustakaan Ahmad III di Thubiqbu Siraya Istanbul nomor 497 seperti yang ada di
memoar al-Mimuni - manuskrif. Juga Thabaqt al-Muhadditsn wa ar-Ruwt, Dalil anNubuwwah sudah dicetak, Dzikru Akhbr Ashbahn sudah dicetak dua jilid, asySyuar manuskrif) selesai.
Oleh karena itu, dimungkinkan untuk bersandar kepada riwayatnya tentang asy-Syifa
binti Abdullah Ummu Sulaiman bahwa Umar telah mengangkatnya atas masalah pasar,
yakni sebagai qadhi hisbah.
Meski demikian, dalil kebolehan jabatan qadhi untuk dijabat oleh wanita bukan dari
pengangkata Umar atas asy-Syifa saja. Akan tetapi sebenarnya nash-nash syariah
memperbolehkan hal itu. Dan sehingga jelas perkara ini maka saya sebutkan sebagai
berikut:
6.
Sesungguhnya nash-nash syariah jelas tentang bolehnya wanita melaksanakan
tugas peradilan (qadhi) untuk menyelesaikan persengketaan diantara masyarakat, dan
demikian juga peradilan hisbah. Sehingga jelas dalil-dalil dan kesesuaiannya terhadap
masalah wanita memegang tugas peradilan seperti yang baru saja kami sebutkan, saya
ulang beberapa perkara yang sudah saya jelaskan di laman ini. Hal itu untuk
memudahkan memahami nash-nash syariah dan mengistinbath hukum darinya:
a.
Ada uslub dalam bahasa arab yang disebut uslub at-taghlb, dan itu dikenal
dalam ushul fikih bagi siapa yang memiliki pengetahuan tentangnya. Uslub at-taghlb itu
yakni bahwa seruan itu jika menggunakan redaksi mudzakkar atau dengan redaksi lakilaki maka juga berlaku atas redaksi muannats secara at-taghlb, dan wanita tidak keluar
dari cakupannya kecuali dengan nash yang mengeluarkannya:
-

Misalnya, firman Allah SWT:


Wahai orang-orang yang beriman
Maka di dalamnya juga termasuk orang-orang beriman yang perempuan (mukminat)
meskipun ayat tersebut menggunakan redaksi mudzakkar, sebab tidak ada nash yang
mengeluarkan wanita dari hukum ini.
Contoh lain, apa yang dikeluarkan oleh imam al-Bukhari dari Abu Hurairah ra: Nabi saw
bersabda:
- 161 -





Laki-laki siapa saja yang memerdekakan seseorang budak muslim, niscaya Allah
menyelamatkannya dengan setiap organ hamba sahaya itu dari neraka.
Ini juga berlaku bagi wanita dengan uslub at-taghlb. Artinya wanita siapapun yang
memerdekakan seorang muslim sebab tidak ada nash yang mengeluarkan wanita dari
hukum ini.
Misal lain, hadits riwayat imam an-Nasai tentang zakat onta dari Abu Hurairah,
ia berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

:

:


...

Laki-laki siapapun yang memiliki onta tidak dia berikan haknya dalam najdah dan rislunya. Mereka berkata: ya Rasulullah apa najdah dan rislunya itu? Beliau bersabda:
dalam kemudahan dan kesusahannya, maka onta itu akan datang pada hari Kiamat
seperti keadaannya dahulu, gemuk dan kurusnya, lalu dia ditelentangkan di dasar lantai
dan hewan itu menginjakya dengan tungkai-tungkainya, jika datang hewan yang
terakhir maka diulang lagi dari yang pertama pada hari yang kadarnya lima puluh ribu
tahun sampai diputuskan diantara mausia sehingga ia melihat jalannya
Ini berlaku juga terhadap wanita dengan uslub at-taghlb jika ia tidak menzakati onta
yang dia miliki. Sebab tidak dinyatakan nash yang mengeluarkan wanita dari hukum ini.
-

Contoh lainnya lagi, firman Allah SWT:






Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya
kamu diberi rahmat. (TQS an-Nur [24]: 56)
Shalat, zakat dan taat kepada Rasul saw adalah fardhu terhadap laki-laki dan
perempuan. Sebab tidak ada nash yang mengeluarkan perempuan dari hukum ini.
-

Contoh lain, firman Allah SWT:




Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung. (TQS Ali Imran [3]: 104)
- 162 -

Aktivitas politik dalam suatu kutlah yang menyerukan Islam, memerintahkan yang
makruf dan melarang yang mungkar, hal itu mencakup laki-laki dan perempuan. Sebab
tidak ada nash yang mengeluarkan perempuan dari hukum ini.
Cotoh lainnya: imam al-Bukhari telah mengeluarkan di dalam Shahih-nya dari
Qatadah, dari Shalih Abu al-Khalil dari Abdullah bin al-Harits, ia memarfukannya kepada
Hakim bin Hizam ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

-
- :

Dua orang yang berjual beli (penjual dan pembeli) memiliki khiyar selama belum
berpisah, atau beliau bersabda hingga keduanya berpisah- dan jika ia jujur dan
menjelaskan (barangnya sebenar-benarnya) maka keduanya diberkahi dalam jual beli
mereka, dan jika keduanya menutupi dan berbohong maka dipupuslah keberkahan jual
beli keduanya.
Ini mencakup laki-laki dan perempua sebab tidak ada nash yang mengeluarkan
perempuan dari hukum ini.
b.
Akan tetapi, uslub at-taghlb ini tidak diterapkan jika dibatalkan oleh nash, yakni
jika dikhususkan dengan nash yang mengeluarkan perempuan dari keumumannya:
Contoh firman Allah SWT:




Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci. (TQS al-Baqarah [2]: 216)
Seruan disini menggunakan redaksi mudzakkar dan memberi pengertian fardhunya
jihad. Akan tetapi, di sini uslub at-taghlb tidak bisa digunakan. Jadi tidak dikatakan
bahwa ini mencakup perempuan dengan uslub at-taghlb dengan lafazh kutiba
alaikum al-qitl diwajibkan atas kamu berperang-. Sebab ini dibatalkan dengan nashnash lain yang menjadikan jihad itu fardhu atas laki-laki. Ibn Majah telah mengeluarkan
dari Habib bin Abi Amrah dari Aisyah binti Thalhah dari Aisyah ummul mukminin ra., ia
berkata: aku katakan:



:


:



ya Rasulullah wajib bagi perempuan jihad? Beliau bersabda: benar, wajib atas
mereka jihad, tidak ada perang di dalamnya: haji dan umrah.
Artinya jihad dengan makna perang tidak fardhu atas perempuan.

- 163 -

Contoh lain, firman Allah SWT:







Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (TQS al-Jumuah [62]: 9)
Nash ini memberi pengertian fardhunya shalat Jumat dan wajibnya berusaha untuknya
jika ada seruan (adzan). Di sini tidak diberlakukan uslub at-taghlb yakni tidak diterapkan
fardhu Jumat pada perempuan. Sebab dinyatakan nash yang mengkhususkan fardhu
Jumat untuk laki-laki saja dan mengeluarkan perempuan dari fardhu ini dikarenakan
sabda Rasulullah saw dalam riwayat yang dikeluarkan oleh al-Hakim di al-Mustadrak al
ash-Shahhayn dari Abu Musa dari Nabi saw, beliau bersabda:

Jumat adalah hak wajib atas setiap muslim dalam shalat jamaah, kecuali empat
golongan: hamba sahaya, perempuan, anak-anak atau orang yang sakit.
Al-Hakim berkata: ini hadits shahih menurut syarat asy-syaikhain dan disepakati oleh
adz-Dzahabi.
Contoh lain, firman Allah:



Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (TQS al-Maidah [5]: 45)
Ini merupakan seruan yang umum mencakup laki-laki dan perempuan, hingga meskipun
dinyatakan dengan redaksi mudzakkar. Hal itu sesuai uslub at-taghlb. Akan tetapi
keumuman ini dikhususkan untuk selain perempuan dalam hal pemerintahan. Imam alBukhari telah mengeluarkan dari Abu Bakrah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:


Tidak akan pernah beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan)
mereka kepada perempuan.
Berdasarkan hal itu, tidak boleh bagi perempuan menduduki jabatan pemerintahan
sebab wilyat[u] al-amri artinya pemerintahan. Dengan begitu, seorang perempuan
menjadi pemerintah, maka itu tidak boleh. Artinya, perempuan dikeluarkan dari nash
umum terkait dengan pemerintahan. Ini tidak berarti bahwa perempuan lebih rendah
- 164 -

pemahaman dan pemikirannya dari laki-laki, akan tetapi ini adalah hikmah yang
diketahui oleh Allah yang di dalamnya ada kebaikan untuk laki-laki dan perempuan
secara sama.
c.
Ada hadits-hadits yang menyeru laki-laki dan perempuan dengan berbagai
perkara, kemudian sebagiannya dikhususkan untuk laki-laki tanpa perempuan,
sedangkan perkara lainnya tetap mencakup laki-laki dan perempuan.
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan di dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah dari Nabi
saw, beliau bersabda:

Tujuh golongan yang dinaungi oleh Allah pada hari dimana tidak ada naungan selain
naungan-Nya: imam yang adil; seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada
Rabbnya; laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid; dua orang laki-laki yang saling
mencintai karena Allah bertemu dan berpisah karena Allah; seorang laki-laki yang diajak
(berzina) oleh seorang perempuan yang memiliki kedudukan dan kecantikan dan lakilaki itu berkata: aku takut kepada Allah; seorang laki-laki yang bersedekah, ia
sembunyikan sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan
kanannya; dan seorang laki-laki yang mengingat Allah di kala sendirian dan
berlinanglah air matanya.
Hadits ini dengan uslub at-taghlb berlaku atas perempuan terkait dengan lima dari
tujuh perkara yang tidak dibatalkan oleh nash-nash lain. Jadi berlaku atas pemudi yang
tumbuh dalam ibadah kepada Rabbnya dan dua orang perempuan yang saling
mencintai karena Allah seorang perempuan yang diajak oleh laki-laki seorang
perempuan yang bersedekah dan seorang perempuan yang mengingat Allah dikala
sendirian dan berlinanglah air matanya
Akan tetapi, uslub ini tidak berlaku atas imam yang adil dan laki-laki yang hatinya
terpaut pada masjid sebab keduanya dibatalkan oleh nash, yakni perempuan
dikeluarkan dalam dua kondisi ini dari hukum tersebut sebagai berikut:
Adapun imam yang adil, disini uslub at-taghlb tidak diamalkan sebab perempuan
tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan sebagaimana sabda Nabi saw dalam
hadits al-Bukhari dari Abu Bakrah, ia berkata: ketika sampai kepada Rasulullah saw
berita bahwa penduduk Persia telah mengangkat puteri Kisra sebagai raja, beliau
bersabda:


Tidak akan pernah beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan)
mereka kepada perempuan.
- 165 -

Wilayat[u] al-amri, yakni pemerintahan tidak boleh dari kalangan perempuan.


Sedangkan selain pemerintahan seperti peradilan, pemilihan khalifah, memilih dan
dipilih dalam majelis ummat dan jabatan-jabatan masyru lainnya yang tidak termasuk
pemerintahan maka boleh untuk perempuan Ini berarti, bahwa kalimat imam yang
adil tidak mencakup perempuan, sebab perempuan tidak menduduki jabatan
pemerintahan dikarenakan hikmah yang diketahui oleh Allah SWT.
Meskipun demikian, sebagian mufassir ada yang menakwilkan imam yang adil dengan
makna pemelihara yang adil, sehingga juga diterapkan terhadap perempuan sesuai nash
hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dari Abdullah bin Umar, ia berkata: aku
mendengar Rasulullah saw bersabda:

...

Setiap kalian adalah pemelihara, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungan jawab
atas yang diurusnya, seorang imam adalah pemelihara dan bertanggungjaab atas
rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemelihara dalam keluarganya dan dia
bertanggungjawab atas pemeliharaannya, dan seorang perempuan adalah pemelihara
di rumah suaminya dan bertanggungjawab atas pemeliharaannya
Akan tetapi, yang lebih rajih bahwa at-taghlb di sini tidak diamalkan dimana kata imam
yang adil dirajihkan dalam penguasa, sehingga tidak berlaku atas perempuan.
Adapun laki-laki yang hatinya terpaut pada masjid maka dibatalkan dengan nash yang
memberi pengertian bahwa shalat seorang perempuan di rumahnya lebih afdhal dari
shalatnya di masjid. Yang demikian itu karena hadits Rasulullah saw yang dikeluarkan
oleh imam Ahmad di dalam Musnad-nya dari Abdullah bin Suwaid al-Anshari, dari
bibinya Ummu Humaid isteri Abu Humaid as-Saidi bahwa ia datang kepada Nabi saw
dan berkata: ya Rasulullah, saya suka shalat bersama Anda. Nabi saw bersabda:

Aku sudah tahu bahwa engkau suka shalat bersamaku, tetapi shalatmu di rumahmu
lebih baik untukmu dari shalatmu di kamarmu, dan shalatmu di kamarmu lebih baik dari
shalatmu di dar-mu, dan shalatmu di dar-mu lebih baik untukmu dari shalatmu di masjid
kaummu dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik untukmu dari shalatmu di
masjidku.
Untuk sempurnanya faedah, saya sebutkan apa yang ada di dalam tafsir Fath al-Bari
oleh Ibn Hajar untuk hadits yang disebutkan itu, khususnya penutup tafsir hadits itu.
Berikut teksnya:

- 166 -

( penyebutan laki-laki dalam hadits ini tidak memiliki mafhum, akan tetapi perempuan
juga berserikat dengan mereka dalam apa yang disebutkan kecuai jika yang
dimaksudkan imam yang adil adalah imamah al-uzhma, dan jika tidak maka perempuan
mungkin masih di dalamnya dimana ia memiliki keluarga dan dia berlaku adil pada
mereka. Dan dikeluarkan juga (dari apa yang disebutkan dalam hadits) itu, mulazamah
masjid sebab shalat perempuan di rumahnya lebih afdhal dari di masjid. Sedangkan
selain itu maka berserikatnya perempuan di dalamnya terjadi selesai.
Atas dasar itu, maka hadits tujuh itu juga berlaku atas perempuan kecuali terkait dengan
imam yang adil dan laki-laki yang hatinya terpaut pada masjid. Keduanya tidak berlaku
atas perempuan sebab uslub at-taghlb dalam kedua kondisi tersebut dibatalkan oleh
nash.
7.
Dan sekarang saya sebutkan nash-nash yang berkaitan dengan peradilan agar
kita lihat jika itu mencakup laki-laki dan perempuan, atau ternyata dikhususkan pada
laki-laki saja tanpa perempuan:
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, ia
berkata; Abu Bakrah menulis kepada anak laki-lakinya, yang ada di Sijistan, bahwa aku
mendengar Nabi saw bersabda:

Janganlah seorang hakim memutuskan perkara diantara dua pihak sementara dia
sedang marah.
Al-Hakim mengeluarkan di al-Mustadrak al ash-Shahihayn dari Abdullah bin
Buraidah dari bapaknya dari Nabi saw, beliau bersabda:





:

.

:


Qadhi itu ada tiga golongan; dua golongan qadhi di neraka dan satu golongan qadhi di
surga. Qadhi yang mengetahui kebenaran lalu ia memutuskan dengannya maka dia di
surga. Sementara qadhi yang mengetahui kebenaran lalu ia berlaku keji secara sengaja
maka dia di neraka, dan qadhi yang memutuskan perkara tanpa pengetahuan maka ia
di neraka.
Al-Hakim berkata: ini hadits shahih sanadnya tetapi keduanya tidak mentakhrijnya, dan
ia memiliki pendukung dengan sanad-sanad shahih menurut syarat Muslim.
Ath-Thabarani telah mengeluarkan di Mujam al-Kabir dari Ibn Buraidah dari
bapaknya, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:









- 167 -

Qadhi itu ada tiga golongan: dua golongan qadhi di neraka dan satu golongan di surga,
Qadhi yang memutuskan dengan tidak benar dan dia tahu maka dia di neraka, qadhi
yang memutuskan sementara ia tidak mengetahui lalu mencelakakan hak-hak manusia,
maka dia di neraka, dan qadhi yang memutuskan dengan kebenaran maka dia di surga.
At-Tirmidzi telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Ibn Buraidah dari
bapaknya bahwa Nabi saw bersabda:






Qadhi ada tiga golongan: dua qadhi di neraka dan satu qadhi di surga. Orang (qadhi)
yang memutuskan dengan selain kebenaran dan dia mengetahui hal itu maka dia di
neraka, qadhi yang tidak mengetahui lalu mencelakakan hak-hak manusia maka dia di
neraka, dan qadhi yang memutuskan dengan benar maka yang demikian berada di
surga.
Ibn Majah telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Ibn Buraidah dari
bapakya dari Rasulullah saw, beliau bersabda:



Qadhi ada tiga golongan: dua di neraka dan satu di surga. Orang yang mengetahui
kebenaran lalu ia memutuskan dengannya maka dia di surga, orang yang memutuskan
untuk manusia di atas kebodohan maka dia di neraka, dan orang yang berbuat jahat
dalam memutuskan maka dia di neraka.
Al-Bazar telah mengeluarkan di dalam Musnad-nya dari Ibn Buraidah dari
bapaknya ra., bahwa Nabi saw bersabda:





Qadhi ada tiga golongan: dua di neraka dan satu di surga. Qadhi yang memutuskan
dengan jahat maka dia di neraka, qadhi yang memutuskan tanpa ilmu maka dia di
neraka, dan qadhi yang memutuskan dengan kebenaran maka dia di surga.
Mamar bin Rasyid telah mengeluarkan di dalam Jmi-nya dari Abdurrazaq, ia
berkata: Mamar telah memberitahu aku dari Qatadah bahwa Ali berkata:



:


- 168 -

Qadhi ada tiga: qadhi yang berijtihad lalu keliru maka dia di neraka, qadhi yang
melihat kebenaran lalu dia memutuskan dengan selainnya maka dia di neraka, dan
qadhi yang berijtihad dan benar maka dia di surga.
Dengan memperhatikan hadits-hadits ini kita temukan semuanya menggunakan redaksi
mudzakkar atau dengan lafazh laki-laki, maka dia mencakup laki-laki dan perempuan
kecuali perempuan dikeluarkan darinya dengan nash shahih, sementara tidak ada
pengkhususan untuk hadits-hadits ini dengan laki-laki saja, sebagaimana wilayat[u] alamri pemerintahan yang dikhususkan dengan laki-laki saja. Oleh karena itu, hukum
tersebut mencakup laki-laki dan perempuan. Jadi boleh bagi perempuan menjadi qadhi
untuk memutuskan persengketaan diantara manusia atau dalam posisi qadhi hisbah.
Adapun qadhi mazhalim yang memeriksa pemberhentian penguasa maka itu mengikuti
ketidakbolehan perempuan menjabat pemerintahan. Oleh karena itu, perempuan tidak
boleh untuk menjabat qadhi mazhalim, yakni qadhi yang memiliki wewenang
memeriksa tentang pemberhentian penguasa jika ada yang mengharuskan
pemberhentiannya.
Semua itu menunjukkan dengan jelas bolehnya perempuan menduduki jabatan qadhi
qadhi biasa dan qadhi hisbah. Perkara itu boleh untuk laki-laki dan juga untuk
perempuan.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
26 Ramadhan 1435 H
24 Juli 2014 M
https://www.facebook.com/Ata.abualrashtah/posts/315115781989839:0

- 169 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha` bin Khalil Abu ar-Rasytah Atas Pertanyaan
di Akun Facebook Beliau Fiqhyiun
Jawaban Pertanyaan: Zakat Barang Perdagangan
Kepada Imad M. Saad

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Semoga Allah memuliakan Anda
dengan Islam dan memuliakan Islam melalui tangan Anda. Saya berdoa kepada Allah
agar menjadi bagian dari orang yang membaiat Anda dengan khilafah yang mengikuti
manhaj kenabian. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Saya punya pertanyaan tentang zakat, zakat barang dagangan atau zakat harta. Apakah
boleh dikeluarkan seluruhnya atau sebagiannya sebelum berlalu haulnya dan apakah
haul menjadi syarat untuk mengeluarkannya?
Semoga Allah menolong Anda di dalam apa yang disitu ada kebaikan untuk Islam dan
kaum Muslimin di dunia dan akhirat.
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Jawab:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Berlalunya satu haul adalah syarat dalam sebab zakat nishab. Jadi jika terealisasi
syarat yakni berlalu satu haul atas sebab yakni nishab, tanpa berkurang, maka telah
wajib zakat. Akan tetapi seandainya zakat itu dikeluarkan sebelum wajibnya maka
pengeluaran ini boleh berdasarkan dalil-dalil syara yang dinyatakan tentangnya:
-

Al-Baihaqi telah mengeluarkan di dalam Sunan al-Kubra dari Ali:

Bahwa al-Abbas ra. bertanya kepada Rasulullah saw tentang penyegeraan shadaqah
sebelum berlalu haul maka Rasul saw mengizinkan untuknya dalam (melakukan) hal
itu.

- 170 -

Ad-Daraquthni telah mengeluarkan di dalam Sunan-nya dari Hujrin al-Adawi dari


Ali, ia berkata: Rasulullah saw bersabda kepada Umar:



Kami telah mengambil dari al-Abbas zakat tahun ini pada tahun pertama (lalu).
Ad-Daraquthni telah mengeluarkan dari Musa bin Thalhah dari Thalhah bahwa
Nabi saw bersabda:






Ya Umar tidakkah engkau tahu bahwa pamannya seorang laki-laki itu adalah saudara
sekandung bapaknya? Sungguh jika kami memerlukan harta maka kami percepat dari
al-Abbas shadaqah hartanya untuk dua tahun.
Mereka berbeda pendapat tentang al-Hakam dalam isnadnya, dan yang benar dari alHasan bin Muslim secara mursal.
Berdasarkan hal itu maka penyegeraan pengeluaran zakat sebelum wajibnya adalah
perkara yang boleh.
Perlu diketahui, kebanyakan ulama mengatakan demikian.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
11 Syawal 1435 H
07 Agustus 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_38626

- 171 -

Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fiqhiyun
Perlakuan Terhadap Non Muslim Dalam Perkara Makanan dan Pakaian Menurut
Agama Mereka
Kepada Adnan Khan
Pertanyaan:
Salaams Sheikh
My question is on an article in the Constitution. In article 7, clause 4 or clause D from
the English translation of the second edition 2010, it is stated: The non-Muslims will be
treated in matters related to foodstuffs and clothing according to their faith and within
the scope of what the Shari'ah rules permit. My question is related to clothing.
Will Non-Muslim women be allowed to wear any clothing as long as it covers the bodies
and is modest, such as long dresses or trousers and a shirt? Or will they be required to
wear Khimar and Jilbaab like the Muslim women?
How was the non-Muslim women's dress was dealt with throughout Islamic history? i.e.
were they allowed ot wear what they wanted or was the Islamic dress enforced upon
them.
May allah reward you
From your Brother Adnan from the UK

(Pertanyaan saya tentang Masyru ad-Dustur pasal 7 ayat 4 atau D edisi terjemahan
bahasa Inggris edisi II tahun 2010. Disitu dinyatakan: non Muslim akan diperlakukan
dalam perkara makanan dan pakaian menurut agama mereka dalam cakupan apa yang
diperbolehkan oleh hukum syara. Pertanyaan saya adalah tentang pakaian, apakah
untuk wanita non muslim diperbolehkan mengenakan pakaian dengan syarat menutupi
tubuh mereka dan tidak menarik perhatian seperti pakaian panjang atau celana panjang
dengan baju, ataukah diminta dari mereka untuk mengenakan jilbab dan kerudung
seperti wanita Muslim. Dan bagaimana pengaturan pakaian wanita non muslim dalam
sejarah Islam? Apakah diperkenankan mereka mengenakan apa yang mereka inginkan
atau mereka dipaksa mengenakan pakaian islami?
Saya memohon kepada Allah agar memberi balasan yang lebih baik kepada Anda.

- 172 -

Saudaramu Adnan Khan dari Inggris.


Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ayat D dari pasal 7 yang Anda tanyakan, teksnya adalah: non muslim diperlakukan
dalam perkara makanan dan pakaian menurut agama mereka dalam cakupan apa yang
diperbolehkan oleh hukum-hukum syariah. Anda menanyakan tentang pakaian.
Jawabannya adalah:
Point yang disebutkan itu telah menentukan dua batasan untuk pakaian:
Batasan pertama, menurut agama mereka. Jadi diperkenankan untuk mereka pakaian
sesuai agama mereka. Dan pakaian sesuai agama mereka adalah pakaian agamawan
mereka dan agamawati mereka, yakni pakaian rahib dan pendeta dan pakaian rahib
wanita. Ini adalah pakaian yang disetujui dalam agama mereka. Maka laki-laki dan
wanita mereka boleh mengenakan pakaian ini. Ini berkaitan dengan batasan pertama.
Adapun batasan kedua apa yang diperbolehkan oleh hukum-hukum syara. Yaitu
hukum-hukum kehidupan umum yang mencakup seluruh rakyat, baik Muslim maupun
non Muslim, untuk laki-laki dan wanita.

Jadi pengecualian adalah untuk pakaian sesuai agama mereka.

Adapun selain pakaian agama mereka maka diberlakukan atasnya hukum-hukum


syara dalam kehidupan umum. Dan ini untuk laki-laki dan wanita.

Pakaian ini dijelaskan secara rinci di Nizham al-Ijtimaiy. Dan itu berlaku atas seluruh
individu rakyat, Muslim dan non Muslim. Dan tidak dikecualikan untuk non Muslim
kecuali pakaian sesuai agama mereka seperti yang telah kami sebutkan di atas.
Sedangkan selain itu maka wajib menutup aurat dan tidak bertabarruj, dan mengenakan
jilbab dan kerudung. Dan karena celana panjang termasuk tabarruj maka tidak boleh
bagi wanita mengenakannya di kehidupan umum, hingga meski itu menutup aurat.
Adapun tentang fakta sejarah maka sepanjang masa Khilafah, para wanita baik
Muslimah maupun non Muslimah, mereka mengenakan jilbab, yakni pakaian yang luas
di atas pakaian dalam dan mereka menutupi kepala mereka. Sebagian kampung yang
disitu ada wanita Muslimah dan non Muslimah, pakaian mereka tidak bisa dibedakan
hingga setelah hancurnya Khilafah. Pengaruh hal itu masih ada sampai pada batas
tertentu. Seandainya Anda tanya wanita yang berusia lanjut di atas tujuh puluh tahun
dan delapan puluh niscaya mereka mengatakan kepada Anda tentang kesaksian mereka
untuk sebagian kampung di Palestina bagaimana mereka melihat para wanita Nashrani
dan Muslimah dalam pakaian yang serupa di kampung-kampung itu.
Saya berharap hal itu telah mencukupi sebagia jawaban atas pertanyaan Anda.
Saudaramu
- 173 -

Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah


22 Syawal 1435 H
18 Agustus 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_38908

- 174 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Tanah Sahabat Tamim ad-Dari ra.
Kepada Mohamad Sukker

Pertanyaan:
Kita tahu bahwa sayyiduna Muhammad saw memberikan kepada sahabat yang mulia
Tamim ad-Dari tanah di al-Khalil yang dikenal dengan tanah al-maskbiyah sekarang.
Kami mengalami kerancuan mengklaisifikasikan tanah tersebut apakah termasuk tanah
usyriyah atau tanah kharajiyah. Perlu diketahui bahwa penilaian tanah usyriyah di
dalam kitab al-Amwl di dalamnya tidak terdapat bahwa tanah yang diberikan untuk
seseorang menjadi tanah usyriyah. Melainkan pemberian itu bisa terjadi pada tanah
usyriyah dan tanah kharajiyah. Akan tetapi sebagian syabab memiliki pengetahuan
bahwa tanah Tamim ad-Dari adalah tanah usyriyah. Apakah ucapan ini memiliki sanad
tertentu yang tidak disebutkan di dalam kitab al-Amwl? Semoga Allah memberikan
balasan semua kebaikan kepada Anda atas apa yang Anda lakukan untuk kami dan
seluruh kaum Muslimin. Dan semoga Allah menghiasai kedua mata Anda dan mata
seluruh kaum Muslimin dengan kemenangan dan peneguhan kekuasaan di bawah alKhilafah yang mengkikuti manhaj kenabian dalam waktu dekat, atas izin Allah.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Benar, bahwa topik tanah yang diberikan oleh Rasul saw kepada Tamim ad-Dari sebelum
penbebasannya tidak dirinci di dalam al-Amwl. Akan tetapi disebutkan di dalamnya
jenis jenis-jenis tanah usyriyah. Akan tetapi dinyatakan lebih rinci secara jelas di asySyakhshiyyah juz II bab Ardhu al-Usyr wa al-Kharj wa ash-Shulh -Tanah al-Usyr dan alKharaj dan ash-Shulh- halaman 235-237. Dalam penjelasan jenis-jenis tanah usyriyah
dinyatakan:
sedangkan tanah al-usyr adalah tanah yang darinya diambil usyr
(sepersepuluh/10%), atau setengah usyr (seperduapuluh/5%) sebagai zakat dari apa
yang dihasilkannya, maka itu adalah tanah usyriyah. Disebut demikian tidak lain
dinisbatkan kepada al-usyr yang diambil dari hasil tanah tersebut sebagai zakatnya.
Dan itu mencakup semua tanah yang penduduknya masuk Islam sejak awal seperti
tanah Madinah al-Munawarah dan Indonesia
- 175 -

Sebagaimana tanah al-usyr juga mencakup seluruh jazirah arab, baik penduduknya
masuk Islam seperti Madinah atau dibebaskan melalui peperangan seperti Mekah
Dan dikaitkan dengan tanah -usyr dan menjadi tanah usyriyah adalah setiap tanah yang
dibebaskan oleh kaum Muslimin dengan kekuatan senjata dan dibagikan oleh imam
diantara para prajurit yang berperang, seperti tanah Khaybar atau disetujui oleh imam
sebagai bagian dari tanah usyriyah
Demikian juga, dikaitkan dengan tanah al-usyr dan menjadi tanah usyriyah, pemberianpemberian yang diberikan oleh imam kepada orang dari tanah-tanah yang dibebaskan
melalui kekuatan
Demikian juga apa yang diberikan oleh imam dari tanah yang belum dibebaskan, setelah
dibebaskan oleh Allah atas kaum Mukminin, dan menjadi pemberian untuk orang yang
diberi. Hal itu seperti pemberian Rasul saw kepada Tamim ad-Dari tanah Habra, Habrun,
al-Marhun, dan Uyun di al-Khalil (Hebron). Sebab Tamim ad-Dari ketika menjadi utusan
kepada Rasul saw bersama jamaahnya, ia meminta dari Rasul saw agar memberinya
tempat-tempat itu jika Allah membebaskannya atas kaum Muslimin, dan Rasul
memberikannya kepadanya. Rasul menulis surat untuknya atas hal itu. Dan Umar
termasuk orang yang menyaksikan surat itu. Ketika Allah membebaskannya atas kaum
Muslimin pada masa Umar, Tamim memintanya dari Umar dan Umar pun
menyerahkannya kepada Tamim sebagai pemenuhan atas pemberian Rasulullah saw
selesai.
Jadi tanah yang diberikan oleh Rasul saw kepada Tamim ad-Dari ra adalah tanah
usyriyah. Hal itu telah ditetapkan di dalam riwayat-riwayat tentang masalah ini: Abu
Ahmad Humaid bin Mukhlid bin Qutaibah bin Abdullah al-Khurasani yang dikenal
dengan Ibn Zanjawayh (w. 251 H) di dalam kitab al-Amwl telah mengeluarkan dari azZuhri dan Tsawr bin Yazid dari Rasyid bin Saad, keduanya berkata: Tamim ad-Dari dan
dia adalah Tamim bin Aws seorang dari Lahmin, ia berdiri lalu berkata: ya Rasulullah
saw saya punya tetangga dari Romawi di Palestina mereka memiliki kampung
dinamakan Habra dan yang lain dikatakan Bait Uyun, jika Allah membebaskan Syam
atas Anda maka berikanlah keduanya untukku. Maka Rasul saw bersabda: keduanya
untukmu. Tamim ad-Dari berkata: tuliskanlah surat untukku dalam hal itu. Maka
Rasul menulis: dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini
adalah surat dari Muhammad Rasulullah untuk Tamim bin Aws ad-Dari bahwa untuknya
kampung Habra dan Bait Uyun Dan Abu Ubaid juga mengeluarkan semisalnya di alAmwl dan Abu Yusuf di al-Kharj.
Saya harap jawaban ini telah menjadi jelas dan memadai, dengan izin Allah.
Saudaramu
Atha bin Khalil A bu ar-Rasytah

- 176 -

28 Syawal 1435 H
24 Agustus 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_39054

- 177 -


Silsilah Jawaban sy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan Di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan Seputar: ash-Shaghir dan al-Kabir
Kepada Abu Abdullah Khalaf

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Syaikhuna al-jalil, saya punya pertanyan seputar ungkapan di buku ash-Syakhshiyyah juz
I halaman 46, dan masuk neraka orang yang dikehendaki Allah dari kaum Muslimin
yang lebih berat dosa-dosa besar mereka (kabiruhum) dan keburukan-keburukan
mereka (sayyituhum) atas dosa-dosa kecil mereka (shaghiruhum) dan kebaikankebaikan mereka (hasantuhum). Apa maksud dosa-dosa kecil (ash-shaghir)? Dan
kenapa diletakkan bersama kebaikan-kebaikan (hasant) jika makna shaghir adalah
dosa-dosa? Perlu diketahui bahwa saya bukan anggota Hizb dikarenakan tidak adanya
aktivitas Hizb di daerah kami.
Jawaban:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Ash-shaghir adalah dosa-dosa yang dijatuhi hukuman ringan. Sedangkan al-kabir
adalah dosa-dosa yang dijatuhi hukuman keras Misal:
Kebohongan atau kedustaan (al-kadzbu) adalah haram Akan tetapi seandainya Anda
berkata kepada anak Anda: kesinilah aku beri sesuatu yang ada di tanganku. Dan
ketika anak itu datang tetapi tidak ada sesuatu di tangan Anda untuk Anda berikan
kepadnaya. Maka Anda dengan begitu telah berbohong. Dan ini adalah kemaksiyatan
akan tetapi pengaruhnya ringan. Jadi itu termasuk ash-shaghir. Imam Ahmad telah
mengeluarkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda:

Siapa saja yang berkata kepada anak-anak: kesinilah ini untukmu kemudian ia tidak
memberinya maka itu merupakan kebohongan kadzbatun-

- 178 -

Akan tetapi seandainya komandan pasukan mengirim Anda untuk menelisik musuh di
balik gunung, lalu Anda datang mengatakan kepadanya bahwa di balik gunung tidak ada
musuh sedangkan musuh itu benar-benar ada di balik gunung, maka Anda telah
berbohong dan itu merupakan kemaksiyatan, akan tetapi pengaruhnya besar dan
dosanya besar serta hukumannya besar. Jadi itu dihitung bagian dari al-kabir
Begitulah.
Adapun kenapa diletakkan dosa-dosa kecil bersama kebaikan (hasant), maka itu
diletakkan bersama kebaikan (hasant) dengan makna bahwa ash-shaghir dan alhasant itu berada dalam timbangan yang sama. Akan tetapi, ini adalah uslub dalam
bahasa arab dan itu adalah uslub al-muqbalah. Jadi Anda menyebutkan dua jenis dan
Anda ikuti dengan dua jenis dimana jenis ketiga berlawanan dengan jenis pertama dan
jenis keempat berlawanan dengan jenis kedua. Misalnya firman Allah SWT:


dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam
kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (TQS Saba *34]: 24)
Dan begitulah: wa inn berlawanan dengan laala hudan, dan iyykum
berlawanan dengan f dhallin mubn. Dan tidak berarti bahwa wa inn wa iyykum
serupa dan dalam satu timbangan, dan hudan aw f dhallin mubnin adalah serupa
dan berada dalam satu timbangan. Akan tetapi seperti yang kami katakan, yang pertama
berlawanan dengan yang ketiga dan yang kedua berlawanan dengan yang keempat
Begitulah, maknanya dengan uslub al-muqbalah untuk kalimat lebih berat dosa-dosa
besar mereka (kabiruhum) dan keburukan mereka (sayyituhum) atas dosa-dosa kecil
mereka (shaghairuhum) dan atas kebaikan mereka (hasantuhum) maknanya adalah
lebih berat dosa-dosa besar mereka (kabiruhum) atas dosa-dosa kecil mereka
(shaghiruhum) dan lebih berat keburukan mereka (sayyituhum) atas kebaikan
mereka (hasantuhum). Dan dosa-dosa kecil mereka (shaghiruhum) dan kebaikan
mereka (hasantuhum) berada di satu timbangan dan serupa. Sebagai penegasan atas
hal itu huruf jar al diulang sebelum ash-shaghir dan sebelum al-hasant untuk
menjelaskan bahwa keduanya adalah dua jenis yang berbeda, dan tidak hanya
dicukupkan dengan huruf jar al-athaf huruf wwu sehingga dikatakan al
shaghirihim wa hasantihim. Akan tetapi, untuk menghilangkan kerancuan maka
dikatakan al shaghirihim wa al hasantihim.
Adapun penutup pertanyaan Anda perlu diketahui saya bukan anggota Hizb karena
tidak ada aktivits Hizb di daerah kami, maka jika engkau ingin mengemban kebaikan
yang kami serukan, maka Anda kami bisa membantu Anda jika Anda ingin
Dan penutup, saya ucapkan salam kepada Anda dan saya doakan kebaikan untuk Anda.

- 179 -

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
7 Dzulqadah 1435 H
2 September 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_39311

- 180 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Ijmak Sahabat Penjelasan Untuk Nash Yang Mujmal
Kepada Abu al-walid asy-Syami

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Semoga Allah menolong Anda dan
memberi taufik kepada Anda kepada apa yang Dia kehendaki Saya punya pertanyaan
yaitu: dinyatakan di dalam asy-Syakhshiyyah juz iii halaman 269 pada bab al-bayn
(penjelasan), teksnya sebagai berikut: al-bayn (penjelasan) itu kadang kala dalam
bentuk kalam dari Allah dan Rasul, dan kadang kala dalam bentuk perbuatan dari Rasul.
Pertanyaannya, tidak disebutkan ijmak sahabat di dalam al-bayn (penjelasan) itu, lalu
apakah ijmak sahabat merupakan bayn (penjelasan) untuk nash yang mujmal, dan
apakah al-Khilafah dan hukum-hukumnya yang dilaksanakan dan dijelaskan oleh para
sahabat merupakan bayn (penjelasan) untuk kemujmalan



Dan putuskanlah perkara diantara mereka dengan apa yan telah Allah turunkan
Saya mohon penjelasan? Dan assalamu alaikum.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Apa yang dinyatakan di dalam asy-Syakhshiyyah juz iii adalah: al-bayn (penjelasan) itu
kadang kala dalam bentuk kalam dari Allah dan Rasul, dan kadang kala dalam bentuk
perbuatan dari Rasul . Teks ini mencakup ijmak, sebab ijmak mengungkapkan dalil
dari as-sunnah yang sudah diketahui bersama oleh para sahabat. Ketika diajukan satu
masalah, mereka mengatakan hukumnya tanpa mereka meriwayatkan hadits, sebab
hadits itu sudah diketahui luas oleh mereka. Misalnya, diajukan kepada mereka warisan
kakek bersama anak laki-laki, yakni seseorang mati meninggalkan anak laki-laki dan
kakek, berapa warisan untuk kakek? Lalu para sahabat berijmak bahwa kakek mewarisi
seperenam. Ini artinya bahwa mereka mendengar dari Rasulullah saw hadits tentang hal
itu. Dan karena mereka sama-sama mengetahuinya, mereka menyebutkan hukum
- 181 -

tersebut tanpa menyebutkan dalilnya. Karena itu, dikatakan bahwa ijmak sahabat itu
mengungkapkan (adanya) dalil, artinya mengungkapkan (adanya) hadits Rasulullah saw
yang tidak diriwayatkan oleh para sahabat akan tetapi mereka langsung menyebutkan
hukumnya.
Begitulah, teks yang disebutkan di dalam asy-Syakhshiyyah itu mencakup ijmak secara
tersirat sebab ijmak itu mengungkapkan (adanya) hadits Rasulullah saw. Di dalam asySyaikhshiyyah juz iii pada bab Ijmak halaman 295 dikatakan sebagai berikut:
Keempat: sesungguhnya ijmak sahabat kembali (merujuk) kepada nash syariy itu
sendiri. Mereka (para sahabat) tidak berijmak atas satu hukum kecuali mereka memiliki
dalil syariy, berupa ucapan Rasul saw, perbuatan beliau atau taqrir (persetujuan) beliau,
yang mereka jadikan sandaran. Sehingga ijmak mereka itu mengungkapkan (adanya)
dalil Sebab para sahabat tidak berijmak atas sesuatu kecuali mereka memiliki dalil
syariy atas yang demikian itu (namun) tidak mereka riwayatkan. Sehingga ijmak sahabat
merupakan dalil syari dengan sifatnya yang mengungkapkan (adanya) dalil selesai.
Dari sini, jelaslah jawaban pertanyaan Anda yang terakhir Benar apa yang dinyatakan
berupa ijmak sahabat ridhwanullah alaihim dalam topik al-Khilafah merupakan
penjelasan terhadap apa yang dinyatakan di dalam al-Quran al-Karim berupa ayat-ayat
pemerintahan.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
14 Dzulqadah 1435 H
09 September 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_39477

- 182 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fiqhiyun
Hukum Rikaz
Kepada Abu Khathab al-Maqdisi

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Semoga Allah senantiasa menjaga
Anda. Saya ingin meminta penjelasan:
Kenapa rikaz ditempatkan di bab al-Kharaj dan tidak ditempatkan di bab az-Zakat. Dan
apakah diambil khumus untuk rikaz itu ketika mencapai nishab?
Semoga Allah mencurahkan barakah kepada Anda dalam upaya-upaya Anda.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Imam al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan dari Ibn Syihab dari Said bin alMusayyib dan dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah ra: bahwa
Rasulullah saw bersabda:



Dan di dalam rikaz ada al-khumus (seperlima)
Rikaz adalah harta yang terpendam sejak lama atau bahan tambang yang terbatas
Maka siapa saja yang menemukan rikaz itu di dalam tanah atau bangunan miliknya
maka ia memilikinya. Dan siapa saja yang menemukan rikaz atau tambang terbatas itu di
tanah atau bangunan milik orang lain maka rikaz atau tambang yang ditemukan itu milik
pemilik tanah atau pemilik bangunan itu, dan bukan milik orang yang menemukan rikaz
atau tambang itu Dan wajib dibayarkan al-khumus (seperlima)-nya semata karena
adanya rikaz tersebut dan pembayarannya ke baitul mal tidak boleh ditunda.
Adapun apakah al-khumus itu zakat atau merupakan fayi kepemilikan negara maka
jawabannya adalah: bahwa rikaz itu bukan zakat akan tetapi merupakan fayi. Diantara
dalil hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Ubaid dari Mujalid dari asy-Syabi:
bahwa ada seorang laki-laki menemukan seribu dinar tertimbun di luar Madinah. Lalu
- 183 -

ia membawanya kepada Umar bin al-Khathab. Umar mengambil darinya al-khumus


(seperlima) dua ratus dinar dan menyerahkan sisanya kepada laki-laki itu. Umar
membagi dua ratus dinar itu kepada kaum Muslimin yang hadir sampai ia menyisakan
sesuatu darinya, lalu Umar berkata: dimana pemilik dinar-dinar itu? Maka orang itu
berdiri kepada Umar. Umar berkata kepadanya: ambil dinar-dinar ini, ini untukmu.
Dari hadits asy-Syabi tersebut jelas bahwa kadar yang diambil oleh Umar dari orang
yang menemukan rikaz tidak lain adalah al-khumus (seperlima) saja, dan bahwa empat
perlima sisanya dikembalikan kepada orang yang menemukan rikaz itu. Jelas bahwa alkhumus (seperlima) yang diambil itu bukan zakat, melainkan kedudukannya sama
dengan fayi. Sebab seandainya itu adalah zakat niscaya Umar membelanjakannya di
pembelanjaan zakat. Dan niscaya Umar tidak memberikannya kepada orang yang
menemukan rikaz tersebut sebab ia adalah orang kaya dan zakat tidak halal untuk orang
kaya.
Oleh karena itu, berapapun nilai rikaz tersebut, empat perlimanya milik orang yang
menemukannya, sedangkan al-khumus (seperlima)nya milik baitul mal. Dan itu tidak
bergantung pada nishab sebab rikaz itu bukan zakat. Maka baik nilai rikaz itu mencapai
nishab atau dibawah nishab, maka wajib dibayarkan al-khumus (seperlima) darinya
untuk baitul mal kaum Muslimin. Dan pada waktu sekarang dimana tidak ada baitul mal
kaum Muslimin maka orang yang menemukan rikaz itu membelanjakan al-khumus
tersebut pada berbagai kemaslahatan kaum Muslimin atau orang-orang diantara kaum
Muslimin yang memerlukan Orang yang menemukan rikaz itu hendaknya melakukan
apa yang ia pandang lebih baik.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
23 Dzulqadah 1435 H
18 September 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_39738

- 184 -

Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebok Beliau Fiqhiyun
Jawaban Pertanyaan: Hadits-Hadits Yang Dinyatakan di Buku-Buku Para Imam Fukaha
Kepada Alauddin Abdullah

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Di dalam buku asy-Syaikhshiyah juz III tentang hadits hasan setelah pembagian hadits
menjadi dua jenis, dinyatakan sebagai berikut yaitu bagian kedua: perawinya termasuk
orang yang masyhur dengan kejujuran dan amanah, hanya saja tidak sampai pada
derajat perawi shahih dikarenakan dia masih kurang dari para perawi shahih. Hadits
hasan dijadikan hujjah seperti halnya hadits shahih tanpa ada perbedaan. Hadits-hadits
yang dinyatakan di buku-buku para imam dan murid-murid mereka dan para ulama dan
fukaha yang lain dinilai termasuk hadits hasan dan bisa dijadikan hujjah sebab mereka
menyatakannya sebagai dalil atas hukum atau mereka mengistinbath suatu hukum dari
hadits itu, maka itu adalah hadits hasan, baik dinyatakan di buku-bukum ushul fikih atau
fikih, dengan syarat itu termasuk buku mutabar seperti al-Mabsth, al-Umm, alMudawanah al-Kubr dan semisalnya, bukan seperti buku-buku al-Bajuriy, asy-Syanhuri
dan seperti keduanya. Sedangkan hadits-hadits yang dinyatakan di dalam buku-buku
tafsir maka tidak diperhatikan dan tidak bisa dijadikan hujjah hingga meski mufassir
tersebut adalah seorang imam mujtahid. Hal itu karena hadits itu dinyatakan untuk
menafsirkan ayat bukan untuk mengistinbath hukum. Ada perbedaan diantara kedua hal
itu. Dan karena biasanya para mufassir tidak konsern dengan pendalaman hadits-hadits
yang mereka jadikan argumentasi. Karena itu, hadits-hadits ini tidak dijadikan pegangan
hanya karena dinyatakan di buku-buku tafsir, seperti halnya hadits yang dinyatakan di
buku-buku fikih milik para imam dan ulama. Akan tetapi harus dilakukan pembahasan
atas hadits itu meski dengan jalan taqlid dengan bertanya kepada ahli hadits atau
merujuk ke buku yang termasuk buku-buku mutabar. Selesai.
Pertanyaanya: bagaimana kita sampai pada kesimpulan bahwa apa yang dijadikan dalil
oleh para fukaha atau ulama ushul di dalam induk buku-buku fikih atau ushul itu bisa
dinilai termasuk hadits hasan? Apakah kepercayaan (tsiqah) kita dengan ilmu dan
kedudukan mereka cukup untuk menjadikan apa yang mereka jadikan hujjah itu benar
dinisbatkan kepada Rasulullah saw, padahal kita tahu bahwa para ulama besar itu
berbeda-beda tingkatan mereka dalam hal ilmu hadits?
- 185 -

Dan bagaimana kita memahami ucapan imam asy-Syafii dan imam-imam lainnya: jika
hadits itu shahih maka campakkan ucapan (pendapat)ku? Seolah-olah disini ada isyarat
untuk membahas apa yang beliau ucapkan dan melakukan tahqiq dan pendalaman
tentangnya? Apakah cukup dinyatakannya hadits itu di salah satu induk buku fikih dan
ushul yang mutamadah, ataukah dipersyaratkan hadits itu dinyatakan di sejumlah
buku? Jika di sejumlah buku, tidakkah perlu ada standar lain, bukan hanya dinyatakan di
sejumlah buku satu mazhab tetapi dinyatakan di induk-induk buku muktamadah di lebih
dari satu mazhab?
Semoga Allah senantiasa menolong Anda.
Abu Hanifah
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Jika seorang ulama atau mujtahid beristidlal dengan suatu hadits maka hadits tersebut
dalam pandangannya haruslah layak untuk digunakan beristidlal dari sisi penisbatan
hadits tersebut kepada Rasulullah saw. Sebab ia mengistinbath hukum syara dari hadits
tersebut. Tidak terbayang, ulama atau mujtahid tadi beristidlal dengan hadits itu
sementara dalam pandangannya hadits itu gugur dari posisinya yang layak untuk
dijadikan hujjah. Jadi istidlalnya para imam dengan suatu hadits, khususnya para imam
dahulu, dan istidlalnya fukaha besar dengan suatu hadits, membuat kita merasa
tenteram untuk berhujah dengan hadits itu sebagaimana mereka berhujah dengan
hadits itu. Dan kita posisikan hadits tersebut sebagai hadits hasan. Hal itu karena
percaya (tsiqah) dengan keilmuan dan ketakwaan mereka. Ini tidak berarti menerima
semua hadits yang dinyatakan di buku-buku fikih atau buku-buku ushul. Kadang kala kita
menghukumi satu hadits yang disebutkan di buku-buku para imam dan tampak jelas
bagi kita kedhaifannya sesuai ushul kita maka kita tidak mengambilnya. Akan tetapi
kadang kita menghukumi satu hadits yang dinyatakan di dalam kitab hadits lalu tampak
jelas bagi kita bahwa hadits itu dhaif maka kita tidak berhujjah dengannya.
Akan tetapi penerimaan suatu hadits dan penolakannya memiliki ilmu dan ushulnya
sendiri. Di dalam buku asy-Syakhshiyah juz I pada bab al-Hadts al-Maqbl wa al-Hadts
al-Mardd Hadits Yang Diterima dan Hadits Yang Ditolak- dinyatakan sebagai berikut:
(Dari pengklasifikasian hadits menurut para ahli hadits menjadi hadits shahih, hasan dan
dhaif, jelaslah bahwa hadits shahih dan hadits hasan yang bisa dijadikan hujjah,
sedangkan hadits dhaif tidak bisa dijadikan hujjah. Yang menjadikan suatu hadits
diterima atau ditolak adalah kajian tentang sanad, perawi dan matan. Jika dari sanad itu
tidak diilangkan seorang perawi yang penghilangannya menyebabkan perawi yang
dihilangkan itu tidak bisa ditetapkan adil, dan perawi itu tidak dicacat, serta matannya
tidak lemah dan tidak menyalahi sebagian al-Quran atau as-sunnah mutawatirah atau
ijmak yang qathiy, maka hadits tersebut dalam kondisi ini menjadi diterima dan
diamalkan serta dijadikan sebagai dalil syara, baik apakah hadits itu hadits shahih atau
- 186 -

hasan. Adapun hadits itu tidak memiliki sifat-sifat tersebut maka hadits itu ditolak dan
tidak dijadikan dalil
Tidak boleh dibuat-buat dalam menolak hadits selama mungkin menerima hadits itu
sesuai ketentuan sanad, perawi dan matan. Apalagi jika kebanyakan ulama
menerimanya dan para fukaha umumnya mengamalkannya maka lebih diutamakan
diterima, meskipun tidak memenuhi syarat-syarat shahih sebab itu masuk dalam hadits
hasan. Sebagaimana tidak boleh dibuat-buat dalam menolak hadits, demikian juga tidak
boleh terlalu gampang (permisif) dalam hal hadits sehingga menerima hadits mardud
(yang tertolak) karena sanad, perawi atau matan) selesai.
Dan di dalam buku yang sama pad abab Itibr al-Hadts Dallan f al-Ahkm asySyariyyah Penilaian Hadits Sebagai Dalil dalam Hukum-Hukum Syara- dinyatakan
sebagai berikut:
( Hanya saja khabar ahad yang sah untuk menjadi dalil atas suatu hukum syara adalah
hadits shahih dan hadits hasan. Sedangkan hadits dhaif maka tidak layak menjadi dalil
syara secara mutlak. Setiap orang yang berdalil dengan hadits dhaif tidak bisa dinilai
bahwa ia berdalil dengan dalil syariy. Hanya saja, penilaian suatu hadits sebagai shahih
atau hasan itu melainkan menurut orang yang berdalil dengannya jika ia memiliki
keahlian (kelayakan) untuk mengetahui hadits tersebut, bukan menurut seluruh
muhaditsin. Hal itu karena ada para perawi yang dinilai tsiqah menurut sebagian
muhaditsin dan sebaliknya dinilai tidak tsiqah menurut sebagian yang lain. Atau ada
perawi yang dinilai sebagai perawi majhul (tidak dikenal) menurut sebagian muhaditsin
dan sebaliknya dinilai sebagai perawi marf (yang dikenal) menurut sebagian
muhaditsin lainnya. Juga ada hadits-hadits yang tidak shahih dari satu jalur tetapi shahih
dari jalur lainnya. Ada jalur-jalur yang tidak shahih menurut sebagian, tetapi dinilai
shahih menurut sebagian yang lain. Ada hadits-hadits yang tidak dinilai (dianggap)
menurut sebagian muhaditsin dan mereka nilai cacat, tetapi dinilai mutabar oleh yang
lain dan mereka berhujah dengannya. Ada hadits-hadits yang dicacat oleh sebagian ahli
hadits, tetapi sebaliknya diterima oleh umumnya para fukaha dan mereka berhujah
dengannya. Sebagaimana tidak boleh tergesa-gesa dalam menerima hadits tanpa
mengkaji tentang keshahihannya, demikian juga tidak boleh bersegera mencacat suatu
hadits dan menolaknya semata karena salah seorang muhaditsin mencacat hadits itu
dalam hal perawinya, dikarenakan adanya kemungkinan hadits itu maqbul (diterima)
menurut perawi yang lain, dikarenakan kemungkinan hadits itu dijadikan hujjah oleh
para imam dan umumnya para fukaha. Jadi wajib hati-hati (tidak tergesa-gesa) dan
berpikir keras dalam hal hadits itu sebelum melangkah maju untuk menilainya cacat
atau menolaknya. Dan siapa yang meneliti para perawi hadits-hadits niscaya ia
menemukan adanya banyak perbedaan dalam hal itu diantara para muhaditsin. Contohcontoh atas yang demikian itu banyak sekali.
Misalnya, Abu Dawud meriwayatkan dari Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya,
ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

- 187 -



Kaum muslimin itu sederajat darah mereka, mereka memenuhi dzimmah orang dari
mereka yang paling bawah (status dan jumlah), mereka memenuh perlindungan orang
terjauh dari mereka, mereka ibarat satu tangan atas selain mereka, (ghanimah) orang
yang kuat dikembalikan kepada orang lemah mereka dan ghanimah orang yang
bergegas dikembalikan kepada orang yang duduk.
Perawi hadits ini Amru bin Syuaib, dan Amru bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya,
tentangnya ada banyak pendapat yang sudah masyhur. Meski demikian banyak fukaha
berhujjah dengan haditsnya dan sebaliknya yang lain menolaknya) selesai.
Begitulah, hadits yang diamalkan oleh para fukaha mutabar dan ulama ushul dinilai
termasuk hadits hasan. Penilaian hadits yang dinyatakan di buku-buku fukaha mutabar
dan ulama ushul sebagai hadits hasan tidak mengharuskan hadits itu dinyatakan di
banyak kitab. Jadi cukup dinyatakan dengan kadar yang memberikan ketenteraman
tentang keshahihan istidlal dengan hadits itu. Akan tetapi, dinyatakannya di banyak
kitab dan berbagai mazhab makin menambah ketenteraman untuk berhujah
dengannya.
Adapun ucapan imam asy-Syafiiy maka itu adalah benar. Ini tidak bertentangan dengan
apa yang kami katakan. Kami menilai hadits yang darinya para ulama mutabar
mengistinbath hukum syara, kami nilai sebagai hadits hasan. Akan tetapi, ini jika tidak
ada hadits shahih yang lebih kuat dari hadits itu. Jika tidak maka kami menghukumi dalildalil sesuai ushul yang diikuti dari sisi menjama diantara dalil-dalil dan tarjih diantara
dalil-dalil itu sebagaimana yang sudah maruf (diketahui) pada bab-bab ushul fikih.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
28 Dzulqadah 1435 H
23 September 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_39877

- 188 -

Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fiqhiyun
Jawaban Pertanyaan:
Penyewaan as-Saniyah dan Hukum Muzaraah
Kepada M Wasam al-Andalusi

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertanyaan tentang penyewaan as-Saniyah (tanah dan peralatan irigasi dan lainnya).
Saya saudaramu Wasam al-Andalusi dari Tunisia
Di dalam kitab Nizhm al-Iqtishd f al-Islm pada halaman 139 dinyatakan sebagai
berikut: pemilik tanah tidak boleh menyewakan tanahnya untuk pertanian sama sekali,
baik ia pemilik fisik tanah itu dan manfaatnya sekaligus atau pemilik manfaatnya saja
Pada halaman 140 dinyatakan: sedangkan penyewaan Rasul untuk tanah Khaybar atas
separo hasilnya, maka itu tidak termasuk dalam bab ini. Sebab tanah Khaybar adalah
pepohonan dan bukan tanah malas (tanah tanpa tumbuh-tumbuhan) Jadi masalah
penyewaan tanah untuk pertanian hukumnya jelas. Manath hukumnya adalah tanah
yang dikhususkan untuk pertanian. Dan manath hukum tersebut berbeda berkaitan
dengan tanah khaybar dimana tanah yang ditumbuhi pepohonan (asy-syajar)
kepemilikannya kembali kepada pemiliknya, dan asy-syajar (pepohonan) itu bukan
tanah meski di sana ada tanah maka itu mengikuti asy-syajar
Adapun as-saniyah pada kami adalah tanah yang disitu ada peralatan irigasi atau
pengairan seperti sumur atau embung (penampung air) atau saluran irigasi yang
dibangun negara untuk para petani dengan imbalan dan saluran untuk mengalirkan air
ke pertanian (seperti irigasi tetes drip irigation-). Dan bisa saja di situ juga ada rumah,
istal atau kandang hewan, rumah berpengatur udara, sarana pengobatan dan lainnya
yang termasuk sarana prasarana pertanian yang diperlukan oleh petani dan yang
berkaitan dengan tanah.
Pertanyaannya:

- 189 -

1. Apakah bisa dikatakan bahwa manath hukum (tanah) berubah pada kondisi assaniyah dimana akhirnya menjadi tanah yang disitu ada peralatan irigasi yang menjadi
ikutannya dan bukan lagi tanah malas (tanah tanpa tumbuh-tumbuhan)?
2. Jika tanah itu tidak dikhususkan untuk produksi pertanian seperti untuk produksi
tanaman hias atau nursery atau peternakan apakah manath hukumnya juga berbeda?
3. Apakah boleh dalam kondisi-kondisi ini menyewakan tanah tersebut?
Wassalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
1.
Sebenarnya makna malas adalah bahwa tanah itu tanah pertanian yakni
dikhususkan untuk pertanian akan tetapi tidak ditanami. Penyewaan tanah untuk
pertanian ini adalah haram. Diantara dalilnya adalah:
Rafi bin Khudaiz meriwayatkan, ia berkata:


:
: :
.

:
Kami melakukan mukhabarah pada masa Rasulullah saw, lalu Rafi bin Khudaiz
menyebutkan bahwa beberapa pamannya mendatanginya dan berkata: Rasulullah saw
melarang kami dari satu perkara yang dahulu bermanfaat untuk kami, tetapi ketaatan
kepada Rasulullah saw lebih bermanfaat untuk kami. Rafi berkata: kami katakan: apa
itu? Ia (Pamannya) berkata: Rasulullah saw bersabda: siapa saja yang punya tanah
hendaknya ia tanami atau agar ditanami saudaranya dan jangan ia sewakan dengan
sepertiga, jangan pula seperempat dan jangan pula dengan makanan tertentu. (HR
Abu Dawud)
Mukhabarah itu adalah muzaraah.
2.
Adapun jika bukan malas artinya tanah itu ditanami dengan pepohonan yang
memerlukan perawatan maka penyewaannya dalam kondisi ini disebut musaqah, dan
itu boleh, hingga meski diantara pohon-pohon itu ada luasan kecil yang digunakan untuk
pertanian (bercocok tanam). Sebab pada kondisi ini pertanian itu mengikuti pepohonan.
Perawatan pohon adalah yang asasnya. Diantara dalil kebolehan musaqah adalah:
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Nafi bahwa Abdullah bin Umar ra
memberitahunya:

- 190 -



...

Nabi saw mempekerjakan (penduduk) Khaybar dengan (imbalan) separo apa yang
dihasilkan berupa buah tsamar) dan pertanian (zarun). Beliau memberi isteri-isterinya
seratus wasaq dimana delapan puluh wasaq berupa Kurma dan dua puluh wasaq
berupa Jewawut
Tanah Khaybar itu tanah pepohonan dan diantara pepohonan itu ada tanah kosong yang
digunakan untuk pertanian (bercocok tanam). Ini jelas dari hadits tersebut delapan
puluh wasaq kurma dan dua puluh wasaq jewawut. Jadi asy-syajar (pepohonan)
adalah yang lebih dominan. Maka Rasul saw mempekerjakan penduduk Khaybar dengan
upah tertentu. Artinya Beliau saw memperbolehkan penyewaan tanah Khaybar itu
sebab tanah itu ditumbuhi pepohonan (asy-syajar) dan itu yang disebut musaqah yakni
perawatan pohon
3.
Adapun jika tanah itu dikhususkan untuk pertanian dan di situ ada apa yang di
kalangan Anda disebut as-saniyah yang secara lebih rinci seperti yang Anda sebutkan
yakni tanah yang disitu ada peralatan irigasi atau pengarian seperti sumur, saluran
irigasi, beberapa bangunan seperti rumah, istal kuda, kandang ternak dan sisa tanah
lainnya ditanami) maka penyewaannya untuk pertanian tidak boleh, dan adanya saluran
irigasi dan atau bangunan di situ tidak berpengaruh. Sebab tanah itu dihitung sebagai
tanah malas selama tidak ditanami.
Dan tampaknya, perkara yang membuat Anda rancu adalah makna malas, dimana
Anda menduga bahwa tanah malas itu adalah tanah yang tidak ada peralatan di situ
Padahal tanah malas disini berarti tidak ditanami. Begitulah, tanah yang tidak
ditanami dihitung malas hingga meski disitu ada rumah, selama penyewaannya untuk
pertaniannya (bercocok tanam).
4.
Sedangkan penyewaan tanah bukan untuk produksi pertanian yakni bukan untuk
bercocok tanam (pertanian) maka boleh. Tidak ada apa-apa disitu sebab yang haram
adalah muzaraah. Jika penyewaan itu untuk bangunan workshop tempat kerja
manufakturing, atau tanah itu digunakan untuk instalasi mobil, atau untuk pertokoan,
atau untuk peternakan, semua itu adalah boleh, tidak ada keharaman di dalamnya
sebab itu bukan muzaraah. Bisa juga dimasukkan dalam hal itu, penyewaan tanah untuk
produksi tanaman hias atau nursery jika tanaman itu tidak ditanam di tanah yang
disewa, akan tetapi di tanam di polybag dan botol khusus. Dan ini yang maruf dari
nursery dan farm tanaman hias seperti mawar dimana tanah hanya digunakan sebagai
tempat meletakkan polybag atau kotak tempat/media tanam dan tanaman hias ditanam
di polybag atau kotak itu bukan ditanam langsung di tanah. Pada kondisi ini, penyewaan
tanah tersebut tidak haram sebab hal itu bukan muzaraah sehingga tidak berlaku
atasnya dalil-dalil keharaman muzaraah, akan tetapi hal itu masuk di bawah dalil-dalil
penyewaan.
- 191 -

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
04 Dzulhijjah 1435 H
28 September 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_40062

- 192 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fikriyun
Jawaban Pertanyaan: Apakah Perjuangan Penegakan Daulah Islamiyah Terbatas
Hanya Atas Negeri Arab Saja?
Kepada Malik Murad
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya memohon kepada Allah agar memberi Anda taufik dan menganugerahi
pertolongan terealisir melalui tangan Anda, ya Amir kami, pada waktu dekat dan segera
in syaa Allah dan Dia Maha Kuasa atas hal itu. Dan kami bersaksi kepada Allah bahwa
Anda adalah penerus yang baik untuk pendahulu yang baik
Di dalam buku Mafhm Hizbut Tahrr halaman 79 dinyatakan: dan mengemban
dakwah islamiyah dan perjuangan politik di jalannya itu melainkan ada di masyarakat
yang ditentukan oleh Hizb sebagai wilayah gerak (majal)-nya.
Dan Hizbut Tahrir menilai masyarakat di dunia islami semuanya merupakan masyarakat
yang satu sebab agenda semuanya adalah agenda yang satu yaitu agenda Islam. Akan
tetapi, Hizb menjadikan titik awal (nuqthah al-ibtida) adalah negeri-negeri Arab,
sebagai bagian dari negeri Islam. Hizb berpandangan bahwa tegaknya daulah Islam di
negeri Arab sebagai cikal bakal daulah Islamiyah adalah langkah yang alami dalam hal
itu.
Juga dinyatakan di dalam buku at-Takattul al-Hizbiy halaman 7: karena itu maka
sesuatu yang alami, daulah islamiyah itu didirikan di negeri arab agar menjadi cikal bakal
daulah Islamiyah yang akan mencakup seluruh negeri Islam. Namun juga merupakan
keharusan mengirimkan dakwah ke seluruh negeri islam. Dan dimulainya perjuangan itu
di negeri arab bukan bermakna bahwa Hizb tidak berjuang di selain negeri arab sebelum
sempurna penyatuannya di dalam daulah Islamiyah. Akan tetapi, Hizb berjuang di negeri
arab untuk menegakkan daulah islamiyah, kemudian daulah tersebut berikutnya
berkembang di sekitarnya tanpa memandang apakah itu negeri arab atau non arab.
Apakah dari teks-teks ini bisa dipahami bahwa degara-negara yang dijadikan target yang
disitu kita berjuang untuk menegakkan al-Khilafah adalah nagara-negara arab saja,
sedangkan negara-negara lainnya selain negara arab maka disitu kita berjuang dengan
tujuan dakwah bukan dengan tujuan menegakkan daulah Islamiyah disitu? Khususnya
bahwa di buku tersebut disebutkan bahwa cikal bakal daulah islamiyah yang akan
datang dalam waktu dekat dengan izin Allah harus ada di negara arab pertama-tama
kemudian menyebar ke negeri-negeri Islam seluruhnya.

- 193 -

Saya mohon dijelaskan kepada kami maksud teks-teks tersebut secara persis. Saya
mengalami kerancuan dalam memahaminya. Semoga Allah memberkan berkah pada
Anda Amir kami dan semoga Allah memberikan kemenangan melalui tangan Anda .
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Dari dua teks yang dikutip dari dua buku tersebut Mafhm dan at-Takattul tidak
dipahami bahwa perjuangan menegakkan daulah terbatas di negeri arab saja. Dua teks
itu hanya menyebutkan bahwa ini adalah yang alami saja. Jadi pada asalnya bahwa
daulah itu tegak di negeri arab bukan di yang lain. Hal itu sebab bahasa arab adalah
bahasa Islam. Dan bahasa arab itu penting untuk memahami Islam dan untuk berijtihad
di dalamnya. Oleh karena itu maka yang lebih utama dan lebih dekat, daulah itu tegak di
negeri-negeri arab yang berbicara dengan bahasa arab. Akan tetapi ini bisa saja tidak
terealisir sehingga daulah justru tegak di selain negeri arab. Sebab dunia islam
semuanya adalah tempat yang layak untuk tegak daulah al-Khilafah di situ, meski negeri
arab lebih utama. Dan Hizb tidak membatasi perjuangannya untuk menegakan daulah di
negeri arab saja, akan tetapi Hizb berjuang di selain negeri arab untuk menegakkan
daulah di situ.
Hanya saja, Hizb berdiri di negeri arab dan mulai berjuang di sana. Dan wilayah
perjuangan (majal) Hizb di awal ada di negeri arab dimana Hizb ada dan berjuang. Akan
tetapi, ketika dakwah meluas ke luar negeri arab dan Hizb memiliki jumlah besar di luar
dunia arab, maka Hizb memperluas wilayah perjuangannya dan mulai berjuang untuk
tegaknya al-Khilafah di negeri-negeri Islam baik itu negeri arab atau bukan negeri arab.
Jika terealisir sesuatu yang alami maka itu akan di negeri arab, dan segala puji hanya
bagi Allah. Dan jika itu terealisir di negeri Islam lain, maka demikian juga segala puji
hanya bagi Allah.



Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. (TQS al-Qashash
[28]: 68)
Dan Allah adalah pihak untuk meminta pertolongan.
Saudaramu Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
20 Dzulhijjah 1435 H
14 Oktober 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_40540
- 194 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fikhiyah
Jawaban Pertanyaan: Harta Riba Pasca Berdirinya al-Khilafah
Kepada Safir al-Khilafah

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Pertanyaan dari buku Ajihazah al-Hukmi wa al-Idrah berkaitan dengan harta riba pasca
berdirinya daulah al-Khilafah dengan memberi modalnya saja kepada pemiliknya...
Pertanyaannya: apa yang akan dilakukan dengan harta riba tersebut? Apakah boleh
negara mengambilnya dan menginvestasikannya? Apakah uang yang dihasilkan dari riba
seperti surat berharga adalah haram zatnya atau kembali kepada perbuatan?
Jawaban:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
1.
Jawaban pertanyaan Anda apa yang akan dilakukan dengan harta riba....
Jawaban ini ada di buku al-Amwal f Dawlah al-Khilfah. Telah dijelaskan tatacara
pengelolaan negara terhadap harta yang diperoleh dengan jalan tidak legal (tidak
syariy) semisal harta ghulul, riba dan judi... Di dalam buku tersebut dinyatakan pada
bab: Ml al-ghull min al-hukkm wa muwazhafi ad-dawlah wa ml al-kasbi ghayr almasyru wa ml al-gharamt halaman 111-112 sebagai berikut:
Apa saja yang berlalu termasuk apa yang diperoleh oleh para wali, amil, pegawai
negara, dengan jalan ilegal (tidak masyru) menjadi pemasukan baitul mal. Dikaitkan
dengan itu apa yang termasuk bagian dari pemasukan baitul mal adalah setiap harta
yang diperoleh individu melalui jalan yang dilarang secara syariy atau pengembangan
kepemilikan dengan jalan tidak syariy itu. Sebab itu menjadi perolehan yang haram dan
tidak boleh dimiliki.
Maka siapa saja yang memperoleh sesuatu dari jalan riba maka itu haram dan bukan dia
miliki sebab Allah telah mengharamkan riba dan mengharamkan pengembangan harta
dengan jalan riba. Allah SWT berfirman:

- 195 -







Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. (TQS al-Baqarah [2]: 275)
Allah SWT juga berfirman:

*



Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (TQS al-Baqarah
[2]: 278-279)
Harta riba wajib dikembalikan kepada pemiliknya yang dari mereka harta riba itu
dimakan jika mereka diketahui. Jika mereka tidak diketahui maka harta riba itu
dikeluarkan dan ditempatkan di Baitul Mal. Ini disamping sanksi syariy yang dijatuhkan
terhadap orang-orang yang bertransaksi dengan riba yang makan riba, yang memberi
riba, yang menuliskannya dan dua orang saksinya. Sebagaimana di dalam hadits yang
mulia:


:



Rasulullah saw melaknat orang yang makan riba, yang memberi riba, yang menulisnya
dan dua orang saksinya dan Beliau bersabda: mereka sama (HR Muslim dari Jabir)
Dan siapa saja yang memperoleh harta dari jalan judi maka perolehannya adalah haram
dan bukan dia miliki serta dikembalikan kepada pemiliknya. Jika pemiliknya tidak
diketahui maka harta itu dikeluarkan dan ditempatkan di baitul mal. Ini disamping sanksi
syariy terhadap orang yang bermuamalah dengan perjudian baik ia menang atau kalah.
- 196 -

Sebab pengembangan kepemilikan dari jalan perjudian secara syariy adalah tidak boleh.
Jadi judi itu diharamkan. Allah SWT berfirman:






Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian
di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu). (TQS al-Maidah [5]: 91)
2.
Adapun bagian kedua dari pertanyaan seputar keharaman harta riba bersifat
zatnya atau karena perbuatan... Maka jawabannya adalah bahwa harta yang diperoleh
dengan aktivitas yang tidak syariy bukan haram karena zatnya, akan tetapi yang haram
adalah karena perolehan atau pengembangannya. Sedangkan zat harta tersebut maka
tidak haram. Jadi siapa yang memperoleh dinar dengan menjual khamr atau riba
misalnya, maka dinar-dinar tersebut tidak menjadi haram karena zatnya, akan tetapi
keharaman itu adalah pada tatacara perolehan atau pengembangannya. Oleh karena itu
ia tidak memilik harta yang dia peroleh dengan cara haram itu. Sedangkan zatnya maka
tidak menjadi haram. Oleh karena itu harta tersebut diletakkan di baitul mal kaum
Muslimin dan dibelanjakan pada urusan-urusan kaum Muslimin. Tidak dikecualikan dari
hal itu kecuali harta yang zatnya haram seperti babi dan khamr, maka itu adalah hartaharta haram karena zatnya.

Saudaramu Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah


26 Dzulhijjah 1435 H
20 Oktober 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_40717

- 197 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fikriyah
Jawaban pertanyaan: Pengaruh Fisikal Doa
Kepada Abu Abdillah Khalaf
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Ya Syaikh yang dimuliakan. Bada
tahiyyah. Saya ingin Anda membantu saya menemukan barang berharga saya yang
hilang dalam masalah doa Di dalam al-Quran al-Karim dinyatakan bahwa Allah SWT
menjawab doa orang yang meminta kepadanya. Dan as-sunnah menjelaskan kepada
kita bahwa jawaban atau pemenuhan doa itu kadang kala bersifat segera atau
belakangan atau dengan sesuatu yang lebih afdhal di dunia atau di akhirat. Hizb
menjelaskan di dalam buku Mafhm Hizbut Tahrir bahwa doa itu merealisasi nilai
ruhiyah akan tetapi pengaruh dan hasilnya tidak terindera yakni pahala. Pertanyaan
saya, bagaimana bisa dibatasi pengaruh doa pada pahala saja sementara Allah kadang
menjawab doa itu di dunia?!
Jawab:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Tampak bahwa Anda mengisyaratkan kepada apa yang dinyatakan di buku Mafhm
halaman 57 dan 58. Dan tampak bahwa topik tersebut telah mengalami kerancuan bagi
Anda . Masalah tersebut sebenarnya sebagai berikut:
Apa yang dinyatakan tentang doa di dua halaman itu bahwa doa itu merealisasi hasilhasil yang tidak terindera pahala, adalah pada konteks pembahasan kondisi tertentu,
yaitu kenyataan nash-nash syariy telah menjelaskan metode penerapan suatu masalah
lalu kita tidak menggunakannya akan tetapi kita mencukupkan diri dengan doa saja.
Buku tersebut memberikan contoh berupa jihad dan doa terhadap penaklukan benteng
atau perang melawan musuh
Adapun pada selain kondisi terebut maka doa itu kadang darinya dihasilkan hasil-hasil
yang terindera, dengan izin Allah, disamping pahala. Hal itu sebagaimana yang
dijelaskan dalam hadits Rasul saw yang dinyatakan di dalam pertanyaan.
Supaya masalah tersebut jelas, maka saya paparkan apa yang dinyatakan di halaman 57
dan 58 buku Mafhm Hizbut Tahrir:
1.
Di awal halaman 57 dinyatakan: dan siapa yang mendalami masalah perbuatanperbuatan yang ditunjukkan oleh hukum-hukum syara berkaitan dengan thariqah, ia
- 198 -

akan mendapati bahwa thariqah itu adalah perbuatan-perbuatan fisikal yang merealisasi
hasil-hasil yang terindera dan bukan perbuatan-perbuatan yang merealisasi hasil-hasil
yang tidak terindera selesai.
Ini benar. Dengan mengelaborasi dalil-dalil jelaslah bahwa perbuatan-perbuatan
thariqah itu merealisasi hasil-hasil yang terindera.
2.
Kemudian setelah teks itu dilanjutkan, buku tersebut mengaitkan dengan doa
dan jihad pada kondisi penaklukan benteng atau kota atau perang melawan musuh.
Maka buku tersebut berpandangan bahwa hanya doa saja, bukanlah merupakan
thariqah dan bahwa jihad adalah thariqah pada kondisi ini. Hal itu sesuai dalil-dalil yang
ada
Di dalam Mafhm dinyatakan: misalnya doa adalah perbuatan yang merealisasi nilai
ruhiyah. Sedangkan jihad merupakan perbuatan fisikal yang merealisasi nilai ruhiyah.
Akan tetapi, doa meski merupakan perbuatan fisikal, ia merealisasi hasil yang tidak
terindera yaitu pahala, dan meski maksud orang yang berdoa itu adalah terealisasinya
nilai ruhiyah. Berbeda dengan jihad. Jihad adalah perang melawan musuh. Dan itu
merupakan perbuatan fisikal yang merealisasi hasil yang terindera yaitu takluknya
benteng atau kota atau tewasnya musuh dan lain sebagainya, meski maksud seorang
mujahid adalah merealisasi nilai ruhiyah
Jadi perbandingan disini adalah antara doa dan jihad pada masalah perang melawan
musuh atau penaklukan benteng
Maka jika dilakukan doa saja maka itu merealisasi hasil yang tidak terindera yaitu
pahala. Hal itu karena thariqah yang dinyatakan dalam kondisi ini adalah jihad dan
bukannya doa. Jadi topiknya adalah perbandingan antara doa jika digunakan sendirian
dalam masalah tersebut tanpa menggunakan thariqah yang dijelaskan untuk masalah
ini.
Tidak boleh dilakukan generalisasi kondisi ini dengan menjadikan doa pada kondisikondisi lain tidak memiliki pengaruh pada hasil-hasil yang terindera, melainkan hanya
merealisasi pahala! Sebab yang dinyatakan di paragraf sebelumnya berkaitan dengan
masalah yang memiliki thariqah dalam syara dimana thariqah itu tidak diambil,
melainkan diambil doa saja sebagai gantinya. Maka doa memiliki hasil yang tidak
terindera yaitu pahala.
Tampaknya bahwa kerancuan itu datang dari kalimat yang dinyatakan di dalam contoh
yang dipaparkan. Dinyatakan akan tetapi doa meski merupakan perbuatan fisikal maka
doa itu merealisasi hasil yang tidak terindera yaitu pahala Lalu kalimat itu diduga
berlaku umum, yakni bahwa doa dalam semua kondisi tidak merealisasi kecuali hasil
yang tidak terindera pahala. Sementara konteks contoh tersebut adalah dalam kondisi
tertentu, yaitu penggunaan doa saja dalam penaklukan benteng atau mengalahkan
musuh tanpa mengambil thariqah yang dinyatakan oleh nash yaitu jihad.
3.
Sedangkan doa disertai mengambil sebab-sebab maka ia memiliki pengaruh
pada hasil-hasil. Seperti itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat
- 199 -

ridhwanullah alayhim. Rasulullah saw menyiapkan pasukan dan masuk ke kemah dan
berdoa. Kaum Muslimin di perang al-Qadisiah menyiapkan berbagai persiapan untuk
menyeberangi sungai dan Saad bin Abiy Waqash menghadap Allah SWT dan berdoa
Begitulah kaum Mukminin ash-shadiqun mereka menyiapkan berbagai persiapan dan
bersegera berdoa. Jadi orang yang berupaya mencari rizki ia sungguh-sungguh
melakukannya dan dia juga berdoa. Seorang pelajar ia bersungguh-sungguh belajar dan
dia juga berdoa kepada Allah SWT agar berhasil. Dan yang demikian itu memiliki
pengaruh pada hasil-hasilnya, dengan izin Allah.
Di dalam buku Mafhm pada akhir halaman 58: hanya saja wajib diketahui bahwa
meskipun perbuatan yang ditunjukkan oleh thariqah merupakan perbuatan fisikal yang
memiliki hasil-hasil yang bisa diindera, akan tetapi perbuatan itu harus dilakukan
mengikuti perintah-perintah dan larangan-larangan Allah SWT. Dan dari pelaksanaannya
sesuai perintah dan larangan Allah SWT itu harus dimaksudkan untuk meraih keridhaan
Allah SWT. Sebagaimana juga seorang Muslim itu harus didominasi oleh kesadarannya
terhadap hubungan dengan Allah SWT sehingga ia bertaqarrub kepada-Nya dengan
menunaikan shalat, berdoa, membaca al-Quran dan semacamnya. Dan seorang Muslim
juga wajib meyakini bahwa pertolongan itu berasal dari sisi Allah SWT. Oleh karena itu,
harus ada ketakwaan yang tertancap di dalam dada untuk menerapkan hukum-hukum
Allah, harus ada doa, harus ada dzikir (ingat) kepada Allah dan harus ada kelanggengan
hubungan dengan Allah ketika melakukan semua perbuatan. Jelas dari situ pentingnya
mengaitkan doa dengan mengambil sebab-sebab dalam seluruh perbuatan seorang
Mukmin. Urgensitas hal itu makin penting dengan diulanginya kata l budda (harus ada)
untuk menunjukkan sangat pentingnya mengaitkan seluruh perbuatan dengan doa dan
kelanggengan hubungan dengan Allah
4.
Penggunaan doa disertai mengambil sebab-sebab, seperti yang kami katakan,
adalah yang ditempuh oleh Rasul saw dan para sahabat beliau ridhwanullah alayhim
dan kaum Mukminin. Keduanya jika dikaitkan maka keduanya memiliki pengaruh pada
hasil-hasil, dengan izin Allah. Dan penggunaan keduanya bersama-sama tidak menyalahi
thariqah Islam. Akan tetapi yang menyalahi adalah membatasi pada doa saja tanpa
mengambil thariqah untuk menerapkan pemikiran Islam yang dijelaskan oleh nash-nash.
Di dalam buku Mafhm di akhir halaman 57 dan awal halaman 58 dinyatakan: oleh
karena itu harus diingkari dengan penuh keingkaran, menjadikan semua perbuatan yang
dengannya diinginkan penerapan ide Islam sebagai perbuatan-perbuatan yang
merealisasi hasil yang tidak terindera dan yang demikian itu menyalahi thariqah Islam
Yakni bahwa yang menyalahi thariqah Islam adalah keberadaan seluruh perbuatan
yang dengannya diinginkan penerapan ide Islam, sebagai perbuatan yang merealisasi
hasil-hasil yang tidak terindera. Adapun sebagiannya merealisasi hasil-hasil yang tidak
terindera doa pada kondisi tertentu bersama dengan perbuatan-perbuatan yang
merealisasi hasil-hasil yang terindera persiapan fisikal, maka ini merupakan perkara
yang dinyatakan dan penting, dan itu tidak menyalahi thariqah Islam.
5.

Begitulah, apa yang ada di buku Mafhm tentang doa adalah dalam dua kondisi:
- 200 -

Pertama, dinyatakan doa semata dalam penerapan ide dimana doa bukan thariqah
penerapan ide itu, melainkan nash-nash menyatakan thariqah lain untuk menerapkan
ide tersebut. Seperti doa saja pada kondisi memerangi musuh. Yaitu kita berdiri di
depan benteng untuk menaklukkannya tanpa persiapan pasukan untuk berperang, akan
tetapi dengan dosa saja. Pada kondisi ini doa tidak bisa merealisasi selain hasil-hasil
yang tidak terindera pahala.
Kedua, doa dikaitkan dengan sebab-sebab. Ini adalah perkara yang harus dan niscaya.
Pada kondisi ini dimana keduanya yaitu doa dan mengambil sebab bersama-sama
berpengaruh pada hasil-hasil, dengan izin Allah.
Di buku Mafhm tentang doa, tidak dinyatakan sedikitpun pada kondisi lain. Akan
tetapi kondisi lain itu dicakup oleh hadits yang bersifat umum yang dikeluarkan oleh
Ahmad di Musnad-nya: dari Abu al-Mutawakkil dari Abu Said bahwa Nabi saw
bersabda:

:

:
:

Tidaklah seorang Muslim berdoa dengan doa yang di dalamnya tidak ada dosa, tidak
ada pemutusan silaturrahim, kecuali Allah memberinya dengan doanya itu salah satu
dari tiga hal: disegerakan untuknya doanya; atau disimpan untuk dia di akhirat, atau
dialihkan darinya keburukan semisalnya Mereka (para sahabat) berkata: kalau begitu
kami perbanyak. Rasul saw bersbada: Alla lebih banyak (balasannya).
Allah SWT menjawab orang yang berdoa meminta kepadanya dengan satu dari tiga
kemungkinan, dan diantaranya: disegerakan untuknya doanya. Dan ini adalah hasil
yang terindera.
6.
Atas dasar itu maka ada hasil-hasil terindera yang mungkin untuk doa pada
selain kondisi yang disebutkan di Mafhm. Dimana hadits tersebut menyebutkan satu
dari tiga kemungkinan itu adalah disegerakan untuknya di dunia dan ini adalah hasil
terindera Allah SWT telah memberi karunia kepada hamba-hamba-Nya di dalam ayatayat-Nya bahwa Allah SWT menjawab doa orang yang dalam kesulitan jika dia berdoa.
Allah jadikan pemenuhan ini pada posisi bukti bahwa tiada Tuhan selain Allah. Jelas dari
semua itu bahwa ijabah/pemenuhan doa kepada orang yang dalam kesulitan disini
adalah di dunia. Kata al-mudhthar (orang yang dalam kesulitan) merupakan sifat yang
memberikan pemahaman mencari keperluan di dunia. Jadi pemenuhan tersebut kadang
kala terindera, dengan izin Allah. Allah SWT berfirman:




Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia
berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu
(manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?
Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). (TQS an-Naml [27]: 62)
- 201 -

Allah SWT telah memerintahkan


memenuhi/menjawabnya.

untuk

berdoa

dan

Allah

berjanji

akan




Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. (TQS Ghafir [40]: 60)
Rasulullah saw menjelaskan pemenuhan/jawaban ini bahwa itu adalah satu dari tiga
kondisi dan diantaranya adalah hasil yang terindera dan tentu saja itu adalah
terealisasinya hasil-hasil, baik terindera atau tak terindera. Semua itu terjadi dengan izin
Allah SWT.
Ringkasnya:

Apa yang dinyatakan di Mafhm adalah:

a. Thariqah perbuatan merealisasi hasil-hasil yang terindera.


b. Pengaitan antara doa saja dan jihad pada topik penaklukan benteng atau perang
melawan musuh Maka doa disini tidak mengantarkan kepada hasil yang terindera,
akan tetapi hanya pahala. Jadi doa saja bukan merupakan thariqah menaklukkan
benteng atau memerangi musuh
c. Seluruh perbuatan yang dengannya diinginkan penerapan ide Islam tidak boleh
berupa perbuatan yang mengantarkan kepada hasil-hasil tak terindera, akan tetapi
mungkin berupa campuran dari perbuatan-perbuatan yang merealisasi hasil-hasil
terindera dengan perbuatan-perbuatan yang merealisasi hasil-hasil tak terindera
seperti menyiapkan pasukan untuk berperang disertai doa kepada Allah SWT
memohon kemenangan.
d. Doa merupakan perkara yang penting untuk seorang Muslim selama ia melakukan
perbuatan-perbuatan thariqah Sebagaimana dahulu Rasulullah saw dan para
sahabat ridhwanullah alayhim.

Ini apa yang dinyatakan di Mafhm tentang kondisi yang hasilnya tidak lebih dari
pahala. Yakni pada kondisi penggunaan doa saja untuk masalah tertentu seperti
masalah penaklukan benteng dan tidak mengambil thariqah yang telah dijelaskan
oleh nash-nash syariy untuk masalah tersebut dan di sini thariqah itu (penaklukan
benteng) adalah jihad.

Adapun kondisi-kondisi lainnya maka itu berada di bawah cakupan hadits Rasul saw
yang bersifat umum:

- 202 -

:

:
:

Tidaklah seorang Muslim berdoa dengan doa yang di dalamnya tidak ada dosa, tidak
ada pemutusan silaturrahim, kecuali Allah memberinya dengan doanya itu salah satu
dari tiga hal: disegerakan untuknya doanya; atau disimpan untuk dia di akhirat, atau
dialihkan darinya keburukan semisalnya Mereka (para sahabat) berkata: kalau begitu
kami perbanyak. Rasul saw bersbada: Alla lebih banyak (balasannya). (HR Ahmad di
Musnadnya)
Dan dari situ jelas bahwa Allah SWT kadang merealisasi keperluan orang yang berdoa itu
di dunia, dan itu terindera; atau dipalingkan dari orang yang berdoa itu keburukan
semisalnya di dunia dan ini juga terindera; atau disimpan untuknya di Hari Kiamat yaitu
pahala yang merupakan hasil tak terindera.
Dan Allah SWT memiliki karunia yang agung. Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Dia memuliakan hambanya dengan pahala doa hingga meskipun Allah memenuhi
permohonan itu di dunia. Maka segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
1 Muharram 1436 H
25 Oktober 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_40860

- 203 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fikhiyah
Jawaban Pertanyaan: Dalil-Dalil Tafshili Tentang Hukum Zakat Barang Dagangan
Kepada Bilal Abu Munshar

Pertanyaan:
Sungguh menyenangkan seandainya Anda sebutkan kepada kami hadits yang memberi
pengertian bahwa barang dagangan adalah termasuk jenis yang atasnya harus
dibayarkan zakat. Atau bahwa itu dimasukkan dalam jenis zakat melalui pendapat dan
ijtihad?
Jawaban:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Zakat barang dagangan tidak dimasukkan dalam zakat melalui pendapat dan ijtihad,
akan tetapi tentangnya ada dalil-dalil tafshili yang dijelaskan di buku al-Amwl f Dawlah
al-Khilfah pada halaman 164. Disitu dinyatakan:
(Barang dagangan adalah segala hal selain uang yang diperdagangkan, diperjual belikan
dengan maskud mendapatkan keuntungan, berupa makanan, pakaian, furnitur, barang
manufaktur, hewan, mineral tambang, tanah, bangunan dan lainnya yang diperjual
belikan.
Barang yang diperjual belikan didalamnya wajib zakat, tanpa ada perbedaan pendapat
diantara para sahabat. Dari Samurah bin Jundub, ia berkata:

Amma badu, sesungguhnya Rasulullah saw memerintahkan kami untuk mengeluarkan


shadaqah (zakat) dari apa yang kami siapkan untuk dijual (HR Abu Dawud)
Dan dari Abu Dzar dari Nabi saw, beliau bersabda:


Dan di dalam pakaian ada shadaqah (zakat) (HR ad-Daraquthni dan al-Baihaqi)

- 204 -

Al-bazzu adalah pakaian dan gamis yang diperdagangkan. Dan Abu Ubaid telah
meriwayatkan dari Abi Amrah bin Hamas dari bapaknya, ia berkata:

: .

: :

Umar bin al-Khathab melewatiku, lalu ia berkata: ya Hamas, tunaikan zakat


hartamu. Maka aku katakan: aku tidak punya harta kecuali tempat anak panah dan
kulit. Maka Umar berkata: hitunglah nilainya kemudian tunaikan zakatnya.
Dan dari Abdurrahman bin Abdul Qariy, ia berkata:



Aku menjadi petugas Baitul Mal pada masa Umar bin al-Khathab, maka ia
mengeluarkan pemberian ia kumpulkan harta para pedagang, kemudian ia
menghitungnya, baik yang ada di tempat itu atau yang tidak ada di tempat itu,
kemudian ia mengambil zakat dari harta yang ada di tempat itu atas harta yang ada
dan yang tidak ada di tempat itu (HR Abu Ubaid).
Ibn Umar juga meriwayatkan yang demikian. Ia berkata:


Apa saja berupa papan atau pakaian yang ingin diperdagangkan, maka di dalamnya
ada (kewajiban) zakat
Selesai.

Saudaramu Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah


06 Muharram 1436
30 Oktober 2014
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_40999

- 205 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fikhiyah
Jawaban Pertanyaan: Obyek Beban Taklif Pada Zakat Harta Milik Anak Kecil dan Orang
Gila
Kepada Hamzeh Shihadeh

Pertanyaan:
Assalamu alaikum. Di kitab Ushul Fiqh ada kalimat sebagai berikut: (tidak dikatakan
bahwa Allah SWT mewajibkan zakat, berbagai nafkah, dan jaminan (dhamanah)
terhadap anak kecil dan orang gila sehingga jika begitu berarti ia seorang mukallaf,
sebab ia dibebani dengan sebagian hukum. Tidak dikatakan demikian. Sebab berbagai
kewajiban ini bukan berkaitan dengan perbuatan anak kecil dan orang gila itu, akan
tetapi berkaitan dengan hartanya dan dzimmahnya. Dan hartanya dan dzimmahnya
adalah obyek taklif. Dengan ketentuan bahwa diangkatnya pena itu dibatasi dengan
ghayah secara sharih: hatt yablugha hingga ia baligh-, hatt yafqa sampai ia
waras-. Jadi itu memberi pengertian penetapan illat. Dan illatnya adalah masih kecil
dan hilangnya akal. Dan ini tidak ada hubungannya dalam harta dan dzimmah, sehingga
keduanya tidak dikecualikan). Pertanyaannya: apa artinya bahwa hartanya dan
dzimmahnya merupakan obyek taklif (mahal at-taklf)?
Jawaban:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Teks yang Anda sebutkan di pertanyaan Anda telah bercampur kalimatnya sehingga
tidak lagi jelas. Dan itu seperti halnya yang ada di buku asy-Syakhshiyyah juz III halaman
35 adalah sebagai berikut:
(Tidak dikatakan bahwa Allah mewajibkan zakat, berbagai nafkah dan dhamanah,
terhadap anak kecil dan orang gila, sehingga jika begitu artinya ia seorang mukallaf
sebab ia dibebani beberapa hukum. Tidak dikatakan demikian. Sebab berbagai
kewajiban ini bukan berkaitan dengan perbuatan anak kecil dan orang gila itu. Akan
tetapi, itu berkaitan dengan harta dan dzimmahnya. Harta dan dzimmahnya merupakan
obyek taklif. Apalagi bahwa diangkatnya pena itu dibatasi dengan ghayah secara sharih:
hatt yablugha hingga ia baligh-, hatt yafqa hingga ia waras-, dan itu memberi
pengertian penetapan illat. Dan illatnya adalah masih kecil dan hilangnya akal. Dan ini
tidak ada hubungannya pada harta dan dzimmah sehingga tidak dikecualikan) selesai.

- 206 -

Maksud ucapan Beliau bahwa hartanya dan dzimmahnya adalah obyek taklif adalah
bahwa taklif itu bertautan dengan dzimmahnya dan hartanya dan terjadi pada
keduanya, sebaliknya tidak bertautan dengan perbuatan anak kecil dan tidak pula
dengan perbuatan orang gila itu. Jadi wajibnya zakat untuk orang yang baligh dan
berakal itu tidak hanya berkaitan dengan hartanya dan dzimmahnya saja, akan tetapi
juga berkaitan dengan perbuatannya, sehingga baginya wajib mengeluarkan zakat
hartanya yakni ia harus melakukan perbuatan mengeluarkan zakat. Jika ia tidak
melakukannya, ia berdosa. Akan tetapi anak kecil dan orang gila, bagi keduanya tidak
wajib melakukan perbuatan mengeluarkan zakat sebab keduanya ghayr mukallaf (bukan
mukallaf). Jadi syara tidak mewajibkan sesuatupun terhadapnya. Akan tetapi syara
hanya mewajibkan zakat pada hartanya dan dzimmahnya saja, sebab pada keduanya
terdapat harta dan dzimmah. Jadi disini kewajiban tersebut disematkan terhadap zakat
pada harta dan terhadap keharusan hal demikian pada dzimmah dan bukan disematkan
terhadap perbuatan keduanya (anak kecil dan orang gila) tersebut. Jadi keduanya bukan
mukallaf (dibebani) mengeluarkan zakat meski zakat itu wajib pada harta dan dzimmah
keduanya. Pihak yang mengeluarkan zakat harta keduanya adalah wali keduanya atau
orang yang menggantikan posisi wali keduanya. Dan jika anak kecil dan orang gila itu
tidak mengeluarkan zakat tersebut maka dia tidak berdosa sebab keduanya bukan
mukallaf. Akan tetapi dosa itu jika hal itu terjadi (tidak dikeluarkan zakat harta
keduanya) akan menimpa pengurus urusan anak kecil dan orang gila itu.
Saudaramu Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
12 Muharram 1436
05 November 2014
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_41139

- 207 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tatas
Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fikriyah
Jawaban Pertanyaan: Pendorong-Pendorong Pergolakan Antar Negara
Kepada Ahmad Fua Fuad

Pertanyaan:
Bismillhi ar-Rahmni ar-Rahm. Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu Di
dalam buku Mafhm Siysiyah pada topik Dawfi ash-Shir bayna ad-Duwal MotifMotif Pergolakan Antar Negara- halaman 54 paragraf pertama baris pertama
dinyatakan: pergolakan internasional sejak lahirnya sejarah hingga hari Kiamat tidak
akan keluar dari salah satu diantara dua motif: kadang berupa motif cinta kepeminpinan
dan kebanggan, dan kadang berupa motif mengejar keuntungan-keuntungan materi.
Kemudian di halaman yang sama pada paragraf sebelum terakhir baris 15 dinyatakan:
motif pergolakan antar negara yang paling berbahaya adalah motif imperialisme
dengan semua bentuknya. Pertanyaannya: pada paragraf pertama ada penentuan dan
pembatasan motif pergolakan antar negara dengan dua motif saja tidak ada yang ketiga,
yaitu ketika dikatakan pergolakan internasional tidak keluar dari satu dari dua motif.
Akan tetapi, pada paragraf kedua disebutkan motif ketiga yang tidak disebutkan di
paragraf pertama, yaitu imperialisme. Pertanyaannya dengan cara lain: apakah motif
pergolakan internasional itu ada dua atau tiga? Sebab orang yang membaca dua
paragraf itu memperhatikan adanya kontradiksi dan perbedaan diantara keduanya,
sebab bagaimana mungkin mengkompromikan diantara keduanya? Sebab seandainya
motif pergolakan internasional itu ada dua lalu kenapa disebutkan motif ketiga yang
baru yaitu imperialisme?
Jawab:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Tidak ada kontradiksi antara apa yang ada di buku Mafhm Siysiyah halaman 54 dalam
pengantarnya bahwa motif pergolakan internasional terbatas pada dua motif saja yaitu
motif cinta kepemimpinan dan kebanggaan dan motif mengejar keuntungan materi. Ini
tidak bertentangan dengan apa yang ada di halaman yang sama setelah ungkapan itu
bahwa motif imperialisme dengan semua bentuknya merupakan motif pergolakan
antara negara yang paling berbahaya. Hal itu dikarenakan motif imperialisme itu
terderivasi di bawah motif mengejar keuntungan materi. Sebab imperialisme adalah
motode ideologi kapitalisme dalam mencapai keuntungan-keuntungan dengan standar
- 208 -

mereka yaitu manfaat. Ini berarti bahwa imperialisme itu kembali (merujuk) kepada
motif yang disebutkan sebelumnya yaitu motif mengejar keuntungan-keuntungan
materi, dan imperialisme itu bukan motif yang baru selain kedua motif yang disebutkan
di awal halaman. Seandainya Anda mengkajinya secara mendalam niscaya Anda
menemukan bahwa buku tersebut juga menyebutkan perkara lain yang bisa diduga
sebagai motif yang lain tetapi teks itu merujukkannya ke motif cinta kepemimpinan
dan kebanggaan. Pada halaman yang sama disebutkan sebagai berikut:
(Adapun motif membatasi pertumbuhan kekuatan negara lain, seperti yang terjadi pada
negara-negara melawan Napoleon, dan seperti yang terjadi dengan negara-negara
melawan daulah islamiyah, dan seperti yang terjadi dengan negara-negara melawan
Jerman yang nazi, maka sesungguhnya itu masuk di dalam (motif) cinta kepemimpinan,
sebab itu adalah menghadapi kepemimpinan pihak lain) selesai.
Sebagaimana motif membatasi pertumbuhan kekuatan negara lain tidak dinilai sebagai
motif diluar dua motif yang disebutkan, maka demikian pula motif mengejar
keuntungan-keuntungan materi tidak dinilai sebagai motif yang keluar dari dua motif
yang disebutkan. Sebab dua motif itu adalah motif utama yang dibawahnya terderivasi
perkara-perkara lain yang punya hubungan.
Saudaramu Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
17 Muharram 1436
10/11/2014
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_41282

- 209 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fikriyun
Jawaban Pertanyaan: Makna al-Qudrah dalam Syarat-Syarat Iniqad al-Khilafah
Kepada Ntham Rd
Pertanyaan:
Bismillh ar-Rahmn ar-Rahm. Assalmu alaikum wa rahmatullh wa baraktuhu.
Saya punya pertanyaan: di buku asy-Syakhshiyyah juz II halaman 33 pada point ketujuh
untuk syarat Khalifah dinyatakan syarat al-qudrah (mampu) dan berikutnya dijelaskan
al-qudrah itu dan saya singkat saja dalam tulisan ini, sampai pada ungkapan berikut:
(demikian juga untuk terakadkannya al-khilafah tidak disyaratkan khalifah itu seorang
yang pemberani, atau termasuk orang yang memiliki pandangan yang mengarahkannya
kepada pemeliharaan urusan rakyat dan pengaturan berbagai kemaslahatan).
Pertanyaannya: bukankah hal itu termasuk bagian dari al-qudrah (kemampuan)?
Jawab:
Waalaikumussalam wa rahmatullh wa baraktuhu.
Sebenarnya apa yang dinyatakan di buku tersebut yaitu : (demikian juga untuk
terakadkannya al-khilafah tidak disyaratkan khalifah itu seorang yang pemberani, atau
termasuk orang yang memiliki pandangan yang mengarahkannya kepada pemeliharaan
urusan rakyat dan pengaturan berbagai kemaslahatan. Sebab tidak ada hadits shahih
dalam hal itu. Dan itu tidak terderivasi di bawah hukum syara yang menjadikan hal itu
sebagai syarat iniqad. Meski yang lebih afdhal adalah khalifah itu seorang yang
pemberani memiliki pandangan dan kejelian) selesai. Sebagaimana Anda ketahui, syarat
iniqad yakni bahwa umat seandainya memilih khalifah yang tidak memenuhi syaratsyarat iniqad maka khilafahnya adalah batil Dan dengan menelaah kedua perkara
yang Anda sebutkan, maka jelaslah bahwa keduanya bukan bagian dari syarat-syarat
iniqad. Dengan makna bahwa umat seandainya memilih seorang khalifah yang tidak
memenuhi keduanya maka khilafahnya tidak batal sebab dalil-dalil syara tidak
menunjukkan hal itu. Akan tetapi, keduanya merupakan syarat afdhaliyah. Artinya
bahwa yang lebih afdhal umat memperhatikan kedua syarat tersebut ketika memilih
seorang khalifah, sehingga umat akan memperhatikan untuk memilih orang yang
padanya terpenuhi syarat-syarat iniqad dan memenuhi sebanyak mungkin syarat-syarat
afdhaliyah. Maka ini lebih afdhal dan lebih lurus.
Adapun al-qudrah (kemampuan) maka itu termasuk syarat iniqad. Berarti bawa khalifah
itu haruslah seorang yang mampu melakukan tugas-tugas khilafah, tanpa dibatasi al- 210 -

qudrah itu dengan sesuatu tertentu. Semua yang berpengaruh dalam al-qudrah
(kemampuan) untuk melaksanakan tugas-tugas khilafah dalam bentuk pengaruh
menghilangkan, maka dinilai merusak syarat al-qudrah. Hal itu sebab aktivitas khalifah
adalah menerapkan hukum-hukum syara. Dan ini menuntut adanya kemampuan (alqudrah) untuk melangsungkan aktivitas-aktivitas sendiri atau memonitor aktivitasaktivitas sendiri jika ia membebani orang lain untuk melaksanakan aktivitas itu. Jika ia
orang yang tidak mampu atas yang demikian maka ia tidak bisa memenuhi akad alkhilafah yang dinisbatkan terhadap pribadinya untuk menerapkan hukum-hukum syara.
Dan dalam hal itu cukuplah terpenuhinya syarat-syarat iniqad dan diantaranya adalah
al-qudrah (kemampuan). Jika hilang maka akad al-Khilafah akan terus shahih. Misalnya,
khalifah terkena penyakit hilang ingatan, atau masuknya dalam kondisi rekoveri dalam
waktu yang lama, atau penyakit semacam itu dimana penyakit itu bersamanya dalam
jangka waktu lama yang berpengaruh pada keselamatan pemerintahan di negara,
sehingga bersama penyakit itu khalifah tidak mungkin melangsungkan sendiri aktivitasaktivitas atau memonitor sendiri aktivitas-aktivitas jika ia membebani orang lain untuk
melaksanakannya Mahkamah Mazhalim melakukan langkah-langkah untuk
menegaskan ketidakmampuan itu dan berikutnya mengeluarkan keputusan yang
diperlukan untuk mendeklarasikan kosongnya posisi jabatan al-khilafah
Adapun tidak terpenuhinya syarat-syarat afdhaliyah maka tidak membatalkan akad alkhilafah. Khalifah itu seorang yang pemberani sangat ahli dalam seni dan cara berperang
atau dia orang orang ahli lulusan jenjang tertinggi universitas Semua itu bukan syarat
iniqad sehingga tidak membatalkan akad al-khilafah. Sebab tidak ada dalil syariy
atasnya. Dan karena semisal syarat ini tidak berpengaruh pada pelaksanaan aktivitas alkhilafah dalam bentuk pengaruh yang menegasikan. Juga karena khalifah itu jika perkara
keberanian yang sesuai itu dituntut pada sebagian perkara seperti perang misalnya,
maka khalifah mungkin saja meminta bantuan sebagian orang yang memiliki keberanian
dalam perkara ini. Demikian pula jika suatu perkara menuntut pandangan lulusan
perguruan tinggi maka khalifah mungkin saja merujuk kepada semisal mereka itu
diantara rakyat. Meski demikian, seperti yang kami katakan barusan maka yang lebih
utama adalah umat memilih khalifah yang menguasai syarat-syarat iniqad dan syaratsyarat afdhaliyah. Akan tetapi, seandainya umat memilih orang yang menguasai syaratsyarat iniqad saja dan tidak menguasai syarat-syarat afdhaliyah maka khilafahnya tetap
sah selama terpenuhi syarat-syarat iniqad, sebab dalil-dalil syara yang shahih memberi
pengertian demikian.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
27 Muharram 1436 H
20 November 2014 M

- 211 -

http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_41556


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau
Jawaban Pertanyaan: Berutang dari Negara Asing
Kepada Ahmad Sa Saad

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullh wa baraktuhu.
Syaikhuna, semoga Allah memuliakan engkau dengan Islam dan semoga Allah
memuliakan Islam dengan engkau dan saya berdoa kepada Allah agar menjadi bagian
dari orang yang membaiat engkau dengan khilafah ala minhaj an-nubuwwah,
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu Saya punya pertanyaan seputar
masalah berutang dari negara asing dan institusi-institusi keuangan internasional
Pertanyaannya: kapan berutang itu boleh dan apa syarat-syarat yang karenanya boleh
berutang? Apakah ada perbedaan jika negara itu negara muahadah atau negara
harbiyah??? Semoga Allah menolong engkau untuk apa yang di dalamnya ada kebaikan
bagi Islam dan kaum Muslimin di dunia dan akhirat. Wassalmualaikum wa rahmatullh
wa baraktuhu.
Jawab:
Waalaikumussalm wa rahmatullh wa baraktuhu.
Tampaknya terjadi kerancuan pada Anda apa yang dinyatakan di al-Amwl f Dawlah alKhilfah adapun berutang dari negara asing dan institusi-institusi keuangan
internasional, maka itu secara syariy tidak boleh. Sebab berutang darinya tidak terjadi
kecuali dengan bunga ribawi. Dan jika tidak maka dengan syarat-syarat tertentu.
Seolah-olah Anda menduga bahwa ungkapan tersebut memberi pengertian bahwa
disitu ada syarat-syarat yang dengannya boleh berutang dari negara asing dan institusiinstitusi keuangan internasional, lalu Anda bertanyan tentang syarat-syarat tersebut.
Sementara masalahnya tidak demikian. Akan tetapi, ungkapan itu memberi pengertian
bahwa berutang dari negara-negara asing dan institusi-institusi keuangan internasional
adalah tidak boleh dikarenakan dua sebab: di dalamnya ada bunga ribawi dan di
dalamnya ada syarat-syarat. Dan karena berutang itu begitu maka tidak boleh. Buku alAmwl menjelaskan masalah tersebut di paragraf sisanya. Disitu dinyatakan:
- 212 -

(Bunga ribawi adalah haram secara syariy, baik untuk individu atau negara. Dan syaratsyarat tersebut menjadikan negara-negara dan institusi-institusi kreditor itu memiliki
kekuasaan terhadap kaum Muslimin dan membuat kehendak kaum Muslimin dan
tindakan-tindakan (kebijakan-kebijakan) mereka tergadai dengan kehendak negaranegara dan institusi-institusi yang memberi utang itu. Dan yang demikian itu secara
syariy adalah tidak boleh. Utang internasional itu termasuk musibah paling berbahaya
atas negeri Islam dan termasuk sebab-sebab pemaksaan kontrol kaum kafir terhadap
negeri-negeri kaum Muslimin. Dan umat mengalami derita panjang karena akibatnya.
Oleh karena itu, utang internasional itu tidak boleh bagi khalifah untuk merujuknya guna
menutupi belanja atas pos-pos ini.)
Atas dasar itu, maka berutang dari negara-negara asing sesuai penjelasan di atas adalah
tidak boleh. Adapun pertanyaan sisanya seputar negara asing itu jika dalam kondisi
perang atau terikat perjanjian, maka masalah itu sebagai berikut:
Sesuai kaedah-kaedah utang internasional saat ini maka berutang itu tidak akan kosong
dari pelanggaran-pelanggaran syara riba dan syarat-syarat yang menyalahi syariah.
Atas dasar itu maka tidak boleh berutang dari negara asing, baik apakah negara asing itu
negara yang sedang memerangi kita (daulah muhribah) atau negara yang terikat
perjanjian (dawlah muhadah) menurut perjanjian-perjanjian internasional saat ini.

Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
5 Shafar 1436 H
27 November 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_41754

- 213 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir
Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau Fikriyun
Jawaban Pertanyaan: Makna Manthiqul Ihsas dan Ihsasul Fikriy
Kepada Dhuha Ghufron

Pertanyaan:
Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Yang terhormat al-alim syaikhuna
al-amir Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah: saya punya pertanyaan problematik di dalam
buku at-Takattul al-Hizbiy. Disitu dinyatakan kata mukhlishan dalam kalimat: sampai
seandainya ia ingin untuk tidak menjadi mukhlis, ia tidak kuasa atas yang demikian.
Lalu apa artinya? Demikian juga saya mohon penjelasan makna manthiq al-ihss dan
ihss al-fikriy.
Terima kasih banyak dan semoga Allah membalas Anda yang lebih baik dengan alKhilafah pada masa Anda dan Anda menjadi imam kami, amin.
Muhammad Dhuha dari Indonesia. Wassalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Jawab:
Wa alaikumussalam wa rahmatullh wa barakatuhu.
Tampaknya Anda maksudkan dengan pertanyaan Anda adalah teks berikut dari buku atTakattul al-Hizbiy halaman 25-26:
(Dan yang demikian itu bahwa penginderaan yang mengantarkan kepada pemikiran di
dalam Hizb, pemikiran ini di tengah umat bersinar diantara berbagai pemikiran dan
menjadi salah satu dari pemikiran-pemikiran di tengah umat itu. Pada awalnya paling
lemah sebab paling akhir kelahirannya dan paling baru keberadaannya. Pemikiran ini
belum mengkristal sama sekali. Belum ada suasana untuknya. Akan tetapi, dikarenakan
pemikiran itu hasil manthiq al-ihss, yakni pemahaman hasil dari kesadaran yang
bersifat penginderaan (al-idrk al-hissiy), maka ia mewujudkan penginderaan bersifat
pemikiran (ihsas al-fikriy) yakni mewujudkan penginderaan yang jelas hasil pemikiran
yang mendalam. Maka tentu saja- ia menyinari orang yang bertabiat dengannya dan
menjadikannya seorang yang mukhlis, sampai seandainya ia ingin untuk tidak menjadi
seorang yang mukhlis, ia tidak kuasa atas yang demikian) selesai.
Dan pertanyaan Anda pun tentang makna manthiqul ihsas dan ihsasul fikriy serta
kenapa pemikiran ini menjadikan pengembannya seorang yan mukhlis.
- 214 -

Bagian besar dari pertanyaan Anda itu ada jawabannya di buku Mafhm Hizbut Tahrir.
Di dalamnya dijelaskan makna manthiq al-ihss dan makna ihss al-fikriy. Di buku
Mafhm halaman 58-59 dinyatakan sebagai berikut:
(Tidak boleh sama sekali memisahkan perbuatan dari pemikiran atau dari tujuan
tertentu atau dari iman. Sungguh di dalam pemisahan ini betapapun kecil- ada bahaya
terhadap perbuatan itu sendiri, terhadap hasil-hasilnya dan kelangsungannya. Oleh
karena itu maka tujuan tertentu itu harus menjadi pemahaman yang jelas bagi setiap
orang yang berusaha berbuat hingga ia memulainya.
Dan merupakan keniscayaan manthiq al-ihss merupakan asas. Yakni hendaknya
pemahaman dan pemikiran itu keduanya merupakan hasil dari penginderaan bukan dari
semata asumsi-asumsi untuk masalah-masalah khayali. Dan hendaknya penginderaan
terhadap fakta itu berpengaruh di dalam otak, bersama informasi awal ia mewujudkan
gerakan otak yang berupa pemikiran. Inilah yang merealisasi kedalaman dalam berpikir
dan merealisasi hasil dalam perbuatan. Manthiq al-ihss mengantarkan kepada ihss alfikriy yakni kepada penginderaan yang dikuatkan oleh pemikiran yang ada pada diri
manusia. Karena itu, penginderaan para pengemban dakwah misalnya, setelah
pemahamannya adalah lebih kuat dari penginderaan mereka sebelum itu) selesai.
Sesungguhnya manthiq al-ihss itu berarti seseorang mengambil pemikiran setelah
penginderaannya secara langsung terhadap fakta dan menelaahnya, bukan melalui jalan
talaqqiy (menerima) dan talqin (pengajaran/instruksi) yang tidak dipastikan
kebenarannya. Dan tentu saja itu bukan dari jalan asumsi-asumsi untuk masalahmasalah khayali. Jadi manthiq al-ihss berarti pemikiran yang bersandar pada
penginderaan secara langsung. Manthiq al-ihss lebih kuat dan lebih kokoh dari yang
lain sebab berhubungan dengan penginderaan secara langsung. Kesadaran seeorang
tentang sejauh mana kemerosotan dan keterbelakangan yang menimpa Afrika, yang dia
peroleh melalui informasi yang ia terima, kesadarannya itu berbeda jauh dari
kesadarannya terhadap kemerosotan ini, pada saat ia melakukan kunjungan ke Afrika
dan menelaah langsung fakta di sana dan melalui penelahaan itu ia sampai kepada
kesimpulan terhadap Afrika sebagai terbelakang dan mundur.
Adapun ihss al-fikriy (penginderaan intelektual) maka itu kebalikan ihss ash-sharf
(penginderaan murni ), yaitu ia mengindera fakta tanpa memiliki pemikiran yang
berkaitan dengan fakta ini. Jika pada dirinya ada pemikrian dan ia mengindera fakta
tersebut setelah pemikiran itu sampai kepadanya, maka penginderaannya dan
pemahamannya terhadap fakta tersebut tanpa diragukan lagi adalah lebih kuat dan
lebih kokoh dari penginderaannya yang murni yakni penginderaannya sebelum adanya
pemikrian tersebut. Jadi sampainya penginderaan setelah adanya pemikiran berkaitan
dengannya disebut ihss al-fikriy. Misalnya, persepsi seseorang terhadap fakta Afrika
setelah pengetahuannya tentang makna kemerosotan dan pemahamannya tentang
perbedaan antara kemerosotan dan kebangkitan, adalah lebih kuat dari persepsinya
terhadap fakta Afrika sebelum ia mengetahui secara intelektual (pemikiran) atas makna
kemerosotan dan kebangkitan tersebut. Penginderaannya tentang betapa
mengerikannya eksploitasi Barat kafir terhadap Afrika dan perampokan Barat terhadap
- 215 -

kekayaan Afrika menjadi lebih kuat setelah ia mengetahui secara pemikiran mengenai
politik negara-negara Barat terhadap Afrika, penginderaannya itu lebih kuat dari
penginderaannya tentang eksploitasi tersebut sebelum adanya pengetahuan ini. Oleh
karena itu, syabab Hizbut Tahrir di Afrika mengindera merosotnya masyarakat di sana
dan betapa mengerikannya eksploitasi negeri mereka. Penginderaan mereka jauh lebih
banyak dari orang lain karena pemahaman mereka terhadap makna kemerosotan dan
penelaahan mereka terhadap politik negara-negara imperialis terhadap negeri mereka
dan pengetahuan mereka terhadap kerakusan negara-negara ini. Sedangkan orang lain
maka penginderaan mereka terhadap hal itu adalah lebih lemah, bahkan sebagian dari
mereka tidak memperhatikannya.
Pemikiran transformatif yang dicapai oleh partai ideologis terjadi melalui manthiq alihss yang mengantarkan kepada hasil-hasil yang benar dan jujur. Darinya lahir ihss alfikriy yang menjadikan pengembannya memandang fakta dan menginderanya secara
benar dan jujur. Oleh karena itu maka pemikiran ini tanpa diragukan lagi mewujudkan
pemahaman-pemahaman yang benar pada pemiliknya. Dia tidak berhenti pada batas
informasi-informasi teoritik. Jadi pengemban pemikiran ini memahami hakikat-hakikat
perkara. Maka ia tidak mampu kecuali menjadi orang yang mukhlis dan jujur seperti
pemikiran yang ia emban. Ia tidak mampu menipu dirinya sendiri dan membisikinya
bahwa faktanya berbeda dengan apa yang ia lihat. Akan tetapi ia memandang fakta
menurut hakikatnya. Ia mengetahui solusi menurut hakikatnya. Sehingga ia tidak kuasa
kecuali menjadi seorang yang mukhlis, selama ia adalah pengemban pemikiran ini.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
15 Shafar 1436 H
07 Desember 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_41993

- 216 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah Atas Pertanyaan di
Akun Facebook Beliau Fiqhiyun
Jawaban Pertanyaan: Penjelasan Makna Tabarruj
Kepada Ranood Zagl

Pertanyaan:
Syaikhuna yang dimuliakan. Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Saya telah membaca apa yang Anda tulis mengenai pemakaian celana panjang di depan
kerabat dan bahwa itu tidak syariy akan tetapi Anda tidak menyertainya dengan dalil
Hanya saja, Anda mengatakan bahwa itu termasuk tabarruj. Sebagaimana yang kita
pelajari bahwa makna tabarruj adalah semua hal yang menarik pandangan. Dan bisa
saja pandangan masyarakat untuk tabarruj itu berbeda-beda dari satu negeri ke negeri
lainnya. Celana panjang seperti yang saya ketahui di kehidupan sosial kami yang khusus
diantara kerabat menjadi sesuatu yang tidak menarik pandangan. Sebab masyarakat di
kehidupan khusus memakai pakaian gamis panjang dan celana panjang. Celana panjang
itu tidak menarik pandangan sebab semua orang seperti kami. Dan masyarakat tempat
kami hiduplah yang menentukan pandangannya untuk pakaian tersebut apakah di
dalamnya ada tabarruj atau tidak, yakni apakah menarik pandangan atau tidak. Jadi saya
mohon penjelasan dari Anda
Dan semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan dan semoga Allah menolong Anda
dan mendukung Anda dengan ahlu nushrah-Nya.
Jawab:
Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Tabarruj secara bahasa adalah wanita menampakkan perhiasan dan kecantikannya
kepada laki-laki. Di dalam Lisn al-Arab dikatakan: (dan at-tabarruj: menampakkan
perhiasan kepada manusia asing dan tabarruj itu tercela. Sedangkan kepada suami maka
tidak). Dan di dalam al-Qms al-Muhth dikatakan: (dia perempuan- bertabarruj: dia perempuan- menampakkan perhiasannya kepada laki-laki). Di dalam Mukhtr ashShihh dikatakan: (dan at-tabarruj: wanita menampakkan perhiasannya dan
kecantikannya kepada laki-laki). Dan di dalam Maqys al-Lughah dikatakan: [(baraja)
al-b wa ar-r wa al-jm punya dua asal: salah satunya al-burj dan azh-zhuhr, dan
darinya at-tabarruj, yaitu wanita menampakkan kecantikan-kecantikannya). Dan dari
kata izhhr (menampakkan) dan dari kata al-burz wa azh-zhuhr dipahami bahwa
keadaan perhiasan itu menarik pandangan seakan-akan ia perempuan- 217 -

menonjolkannya untuk laki-laki. Dan makna syariy tidak berbeda dengan yang
demikian. Allah SWT berfirman:



Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. (TQS an-Nur [24]: 31)
Jadi janganlah seorang wanita menggerakkan kakinya dengan keras terhadap tanah
sementara dia berjalan supaya keluar suara dari gelang kaki sehingga laki-laki tahu
bahwa wanita tersebut memakai perhiasan di pergelangan kakinya di bawah pakaian.
Semua ini berarti bahwa tabarruj itu secara bahasa dan syariy adalah perhiasan yang
menarik pandangan/perhatian.
Dengan menerapkan makna ini terhadap pakaian celana panjang (pantalon) di
kehidupan khusus di depan kerabat yang bukan mahram ketika mereka datang ke
rumah sebagai bentuk shilaturrahim seperti mengucapkan selamat kepada kerabat
mereka pada kondisi-kondisi yang dibenarkan oleh syara semisal hari raya Jika
pakaian itu tanpa gamis panjang di atasnya yang menutupi celah (selangkangan) celana
di atas kedua paha, maka hal itu menarik pandangan (perhatian). Seorang wanita yang
mengenakan celana panjang dan celah (selangkangan) atasnya di atas kedua paha
tampak maka itu menarik pandangan (perhatian). Sedangkan jika ada gamis yang
menutupi celah (selangkangan) atas dari celana di atas kedua paha dan semacam itu
maka tidak menarik pandangan (perhatian) kecuali pada kondisi yang tidak biasa
Bukan suatu keharusan didatangkan nash yang menyebutkan bahwa memakai celana di
kehidupan khusus di depan kerabat yang bukan mahram adalah tabarruj. Akan tetapi
dalil-dalil diatasnya menyebutkan realita tabarruj itu apa dan ini berlaku (sesuai)
terhadap celana panjang dan blus tanpa gamis yang menutupi celah (selangkangan)
celana panjang di atas kedua paha dan semacam itu. Karena itu di dalam jawab soal
dinyatakan sebagai berikut: (dan memakai celana adalah tabarruj. Oleh karena itu
wanita tidak boleh muncul dengan celana panjang di depan kerabat yang bukan
mahram ketika mereka datang untuk shilaturrahim atau memberikan ucapan selamat
hari raya) selesai. Jadi jawaban itu adalah tentang memakai celana panjang dan blus,
yakni muncul tanpa ditutup dengan gamis. Dan bisa jadi jawaban itu telah rancu bagi
sebagian akhwat sehingga sebagian dari mereka bertanya tentang topik tersebut untuk
memperjelasnya lalu saya kirimkan jawaban sebagai berikut:
(Sesungguhnya apa yang dilansir di situs Hizb seputar memakai celana panjang di dalam
rumah di depan kerabat yang bukan mahram, dan bahwa itu dinilai sebagai tabarruj
sehingga tidak boleh di depan mereka Jawaban ini adalah jika celana panjang itu
terbuka, artinya celana panjang dan blus. Jadi celana panjang itu tampak. Pada kondisi
demikian maka itu termasuk tabarruj. Sehingga tidak boleh memakainya di dalam
rumah di depan kerabat yang bukan mahram ketika kunjungan mereka ke rumah untuk
shilaturrahim pada hari-hari raya misalnya. Sedangkan jika di atas celana panjang itu ada
- 218 -

rok yang tidak menarik pandangan (perhatian), menutupi celana panjang itu atau
menutupi sebagian besar darinya maka tidak merupakan tabarruj di rumah wanita itu
di depan kerabat yang bukan mahram ketika kunjungan mereka ke rumah untuk
shilaturrahim di hari-hari raya ) selesai.
Dan jelas dari pertanyaan tersebut bahwa pemilik pertanyaan itu tidak menelaah
jawaban ini.
Dan tentu saja, jawaban itu adalah di dalam rumah, dan bukan di kehidupan umum.
Sebab pakaian kehidupan umum sudah maruf di mana di dalamnya harus terpenuhi
tiga hal: menutupi aurat, tidak tabarruj dan mengenakan jilbab syariy. Masalah ini telah
kami rinci di jawaban yang lainnya.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
22 Shafar 1436 H
14 Desember 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_42161

- 219 -


Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah atas Pertanyaan di
Akun Facebook Beliau Fiqhiyun
Jawaban Pertanyaan: Penjelasan Mafhum al-Fitnah
Kepada Nbiha Essam

Pertanyaan:
Sayyidi, di depan ucapan Anda tidak adakah dari Anda orang cerdas yang
menghancurkan para ruwaibidhah itu dan mengembalikan sirah kaum Anshar dan
menolong kami untuk menegakkan pemerintahan Islam, Khilafah Rasyidah yang
mengikuti manhaj kenabian? Saya ingin mengisyaratkan kepada hadits nabawi yang
di dalamnya Rasul saw bersabda:

: :









:




Jika kalian melihat manusia, perjanjian-perjanjian mereka telah dilanggar, amanahamanah mereka telah sedikit, dan mereka begini Nabi saw menjalinkan antara jari
jemari beliau. Dia (Abdullah bin Amru bin al-Ash) berkata: lalu aku berdiri kepada
Beliau dan aku katakan: bagaimana saya berbuat pada saat demikian, semoga Allah
menjadikanku tebusanmu? Beliau bersabda: berpeganglah pada (tetaplah berdiam di)
rumahmu, kendalikan lisanmu, ambillah apa yang engkau ketahui kemakrufannya,
tinggalkan apa yang engkau ingkari, dan engkau harus mengurus urusan dirimu sendiri
dan tinggalkanlah urusan masyarakat umum.
Seolah-olah disitu ada kontradiksi antara apa yang diperintahkan oleh Rasul saw dan
apa yang Anda serukan kepada kami. Semoga Allah memberikan berkahnya kepada
Anda.
Jawab:
Apa yang Anda sebutkan lengkapnya ada di riwayat Abu Dawud di dalam Sunan-nya
sebagai berikut:
Harun ibn Abdillah telah menceritakan kepada kami, al-Fadhl bin Dukain telah
menceritakan kepada kami, Yunus bin Abi Ishaq telah menceritakan kepada dari Hilal bin
Khabab Abi al-Ala, ia berkata: Ikrimah telah menceritakan kepada kami, Abdullah bin
- 220 -

Amru bin al-Ash telah menceritakan kepada kami, ia berkata: sementara kami ada di
sekeliling Rasulullah saat beliau menyebutkan al-fitnah dan beliau bersabda:

: :









:




Jika kalian melihat manusia, perjanjian-perjanjian mereka telah dilanggar, amanahamanah mereka telah sedikit, dan mereka begini Nabi saw menjalinkan antara jari
jemari beliau. Dia (Abdullah bin Amru bin al-Ash) berkata: lalu aku berdiri kepada
Beliau dan aku katakan: bagaimana saya berbuat pada saat demikian, semoga Allah
menjadikanku tebusanmu? Beliau bersabda: berpeganglah pada (tetaplah berdiam di)
rumahmu, kendalikan lisanmu, ambillah apa yang engkau ketahui kemakrufannya,
tinggalkan apa yang engkau ingkari, dan engkau harus mengurus urusan dirimu sendiri
dan tinggalkanlah urusan masyarakat umum.
Selesai.
Hadits ini dan yang lainnya diantara hadits-hadits fitnah yang bermacam-macam
menyatakan tentang kondisi bercampurnya kebenaran dan kebatilan sehingga yang haq
itu tidak diketahui Maka siapa saja yang baginya telah rancu suatu perkara maka
hukum syara baginya hendaklah ia menetapi rumahnya sampai menjadi jelas kebenaran
dari kebatilan dan pada saat itu (sudah jelas baginya kebenaran dari kebatilan) ia harus
berjalan bersama kebenaran.
Siapapun yang menelaah apa yang dinyatakan di dalam hadits tersebut baik makna dan
konotasi, maka perkara tersebut menjadi jelas untuknya dengan sangat jelas
Perhatikan kalimat (mereka begini) dan penjelasan perawi apa yang diisyaratkan Rasul
saw dengan ungkapan (dan beliau menjalinkan jari jemari beliau) yakni mencampurkan
(menjalinkan) antara jari jemari kedua tangan beliau adalah isyarat kepada kondisi
sebagian dari mereka berombak pada sebagian yang lain dan perkaranya telah rancu
bagi mereka dan semua ini menunjukkan bercampurnya kebenaran dan kebatilan dan
tidak ada perbedaan antara sebagian dari kebenaran dan kebatilan itu. Pada kondisi ini
seperti yang barusan kami katakan hukum syara berkaitan dengannya adalah duduk
sampai menjadi jelas kebenaran dari kebatilan dan pada saat itu ia harus berjalan
bersama kebenaran.
Berdiri bersama kebenaran, baik apakah itu dalam bentuk amar makruf atau nahyu
mungkar atau menolong orang yang dizalimi atau berjuang serius dan sungguh-sungguh
dalam mencari nushrah dari ahlu al-quwwah untuk menegakkan daulah islamiyah pada
kondisi daulah islamiyah itu tidak ada merupakan perkara yang diwajibkan oleh dalildalil syara, diantaranya:
1.

Tentang amar makruf dan nahyu mungkar, diantaranya:

Allah SWT berfirman:

- 221 -





Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung. (TQS Ali Imran [3]: 104)






Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (TQS Ali
Imran [3]: 110)
Imam Ahmad telah mengeluarkan dari Abdullah bin Amru (ia berkata): aku telah
mendengar Rasulullah saw bersabda:


:
Jika kalian melihat umatku takut kepada orang zalim untuk berkata kepadanya:
sungguh engkau orang yang zalim, maka ada dan tidak adanya mereka sama saja.
Abu Dawud telah mengeluarkan, Abu Bakar berkata setelah ia memuji Allah SWT: kami
telah mendengar Nabiyullah saw bersabda:




Sesungguhnya manusia itu jika mereka melihat orang yang zalim dan mereka tidak
menindaknya maka hampir-hampir Allah akan menimpakan sanksi terhadap mereka
semuanya.

At-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Hudzaifah ra dari Nabi saw, Beliau bersabda:



Demi Zat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian memerintahkan
yang makruf, dan sungguh kalian melarang dari yang mungkar, atau Allah akan
mengirimkan terhadap kalian sanksi dari sisi-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya
dan Dia tidak menjawab doa kalian.
At-Tirmidzi dan Abu Dawud juga telah mengeluarkan dari Ibn masud ra, ia berkata:
Rasulullah saw telah bersabda:
- 222 -



Sekali-kali tidak, demi Allah sungguh kalian memerintahkan yang makruf dan sungguh
kalian melarang yang mungkar, dan sungguh kalian menindak orang yang zalim, dan
sungguh kalian menariknya di atas kebenaran dan sungguh kalian membatasinya di
atas kebenaran, atau niscaya Allah membuat hati sebagian kalian membenci sebagian
yang lain, kemudian sungguh Dia melaknat kalian sebagaimana Dia melaknat mereka
(Bani Israel).
Abu Dawud dan at-Tirmisdzi telah mengeluarkan dari Abu Said al-Khudzri dari Nabi saw,
beliau bersabda:




Jihad yang paling afdhal adalah (mengatakan) kalimat yang adil di depan penguasa
yang zalim.
Dalam riwayat an-Nasai dari Abu Abdillah Thariq bin Syihad al-Bajali al-Ahmasiy ra
darinya: bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi saw sementara beliau
telah meletakkan kaki beliau di atas sekedup: jihad apakah yang paling afdhal? Beliau
menjawab:


(mengatakan) Kalimat kebenaran di depan penguasa yang zalim.
2.

Tentang menolong orang yang dizalimi:

Allah SWT berfirman:




Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka
kamu wajib memberikan pertolongan (TQS al-Anfal [8]: 72)
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan di dalam Shahih-nya dari Abdullah bin
Umar ra. bahwa Rasulullah saw bersabda:

...

Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, ia tidak menzaliminya dan tidak
menyerahkannya kepada musuh dan siapa saja yang mengentaskan satu kesusahan

- 223 -

dari seorang muslim niscaya Allah mengentaskan darinya satu kesusahan dari
kesusahan-kesusahan hari Kiamat.
Imam al-Bukhari juga telah mengeluarkan dari Anas ra, ia berkata: Rasulullah saw telah
bersabda:

:
:






Tolonglah saudaramu yang zalim atau yang dizalimi! Mereka berkata: ya Rasulullah,
ini kami menolong orang yang dizalimi, lalu bagaimana kami menolong orang yang
zalim? Beliau bersabda: engkau cegah dan hentikan dia.
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari al-Bara bin Azib ra, ia berkata:


...

Nabi saw memerintahkan kita tujuh perkara, menolong orang yang dizalimi.
3.
Kemudian tentang thalab an-nushrah dari ahlul quwwah untuk menegakkan
daulah islamiyah pada kondisi tidak adanya daulah islamiyah itu, diantaranya:
Ibn Hisyam telah mengeluarkan di dalam Srah Ibn Hisym, ia berkata: Ibn Ishaq
berkata: Rasulullah saw menawarkan dirinya di musim-musim haji, jika datang
musim-musim itu, kepada kabilah-kabilah, beliau menyeru mereka kepada Allah dan
memberitahu mereka bahwa beliau adalah Nabi yang diutus, dan meminta mereka agar
membenarkan beliau dan melindungi beliau sampai beliau menjelaskan untuk mereka
apa yang dengannya beliau diutus oleh Allah selesai.
Abu al-Fatah telah mengeluarkan, Fathuddin di Uyn al-Atsar berkata: dan Qasim ibn
Tsabit menyebutkan dari Ali bin Abiy Thalib tentang keluarnya dia dan Abu Bakar
bersama Rasulullah saw Abu Bakar berkata: siapakah kaum itu? Mereka berkata:
dari Syaiban bin Tsalabah. Lalu Abu Bakar menoleh kepada Rasulullah saw dan
berkata: demi bapak dan ibuku, mereka adalah orang-orang terbaik di kaum mereka,
dan di antara mereka ada Mafruq bin Amru, Hani bin Qabishah, Mutsanna bin Haritsah
dan an-Numan bin Syuraik maka Abu Bakar berkata:





:

:


...





...
:



...
:
... :

- 224 -





...




...

atau apakah telah sampai kepada kalian tentang laki-laki ini. Mafruq berkata: telah
sampai kepada kami bahwa ia menyebutkan demikian, lalu kepada apa engkau menyeru
wahai saudara Quraisy? Lalu Rasulullah saw maju dan berkata: aku menyeru kepada
kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa aku
adalah utusan Allah dan agar engkau melindungiku dan menolongku Lalu Hani
berkata dan seolah-olah ia ingin menyertakan dalam ucapan itu al-Mutsanna bin
Haritsah, maka ia berkata: ini Mutsanna bin Haritsah, syaikh kami dan penentu
keputusan perang kami. Lalu al-Mutsanna berkata: aku telah mendengar ucapanmu
wahai saudara Quraisy dan kami tidak lain berada di dua Shir al-Yamamah dan asSamamah. Rasulullah saw bersabda: apa dua Shir ini? al-Mutsanna berkata: sungai
Kisra dan mata air arab dan kami tidak lain tinggal diatas perjanjian yang diambil oleh
Kisra terhadap kami agar kami tidak membuat masalah dan tidak mendukung orang
yang membuat masalah dan jika engkau suka kami melindungi dan menolongmu dari
apa yang mengikuti mata air arab maka kami lakukan. Maka Rasulullah saw bersabda:
engkau tidak buruk dalam menolak karena engkau menjelaskan dalam kejujuran, dan
sesungguhnya agama Allah tidak akan ditolong kecuali oleh orang yang melingkupi dari
semua sisinya selesai.
Begitulah, Rasulullah saw mencari pertolongan ahlul quwwah dari kabilah-kabilah agar
mereka masuk Islam dan menolong Beliau saw untuk menegakkan hukum Allah diantara
mereka tetapi mereka tidak menjawab permintaan Beliau sampai Allah
menghendakinya Rasul mengutus Mushab ke Madinah dan kaum Anshar pun
menjawab dan mereka membaiat Rasul saw dengan Baiat Aqabah kedua, kemudian
beliau hijrah ke Madinah dan menegakkan daulah di sana
Ibn Hisyam menyebutkan di dalam as-Srah, ia berkata: Ibn Ishaq berkata: kemudian
Mushab bin Umair kembali ke Mekah, dan siapa saja dari kaum Anshar diantara kaum
Muslimin yang ingin keluar ia pun keluar ke musim bersama orang-orang yang berhaji
dari para pengikut kesyirikan, sampai mereka tiba di Mekah, lalu mereka berjanji
dengan Rasulullah saw di Aqabah di pertengahan hari Tasyriq, Allah SWT menghendaki
dengan mereka apa yang Dia kehendaki berupa kemuliaan-Nya, pertolongan untuk nabiNya, memuliakan Islam dan pemeluknya dan menghinakan kesyirikan dan pengikutnya
Dia berkata: maka kami keluar kami menanyakan Rasulullah saw Dia berkata: lalu
kami masuk ke masjid dan ternyata al-Abbas sedang duduk dan Rasulullah saw duduk
bersamanya lalu kami mengucapkan salam kemudian kami duduk kepada Beliau Kaab
berkata: kemudian kami keluar menunaikan haji dan kami berjanji kepada Rasulullah
saw (bertemu) di al-Aqabah di pertengahan hari Tasyriq. Dia berkata: ketika kami
telah selesai menunaikan haji, dan pada malam kami berjanji bertemu dengan
Rasulullah saw Dia berkata: maka kami tidur bersama kaum kami di rombongan
kami sampai ketika telah berlalu sepertiga malam kami keluar dari rombongan kami ke
tempat janji pertemuan dengan Rasulullah saw, kami mengendap-endap secara
sembunyi-sembunyi sampai kami bertemu di celah di bukit al-Aqabah dan kami
- 225 -

berjumlah 73 laki-laki dan bersama kami ada dua orang perempuan dari kami: Nusaibah
bintu Kaab, ummu Umarah salah seorang wanita Bani Mazin bin an-Najar, dan Asma
binti Amru bin Adi bin Nabiy salah seorang wanita Bani Salimah dan dia adalah Ummu
Mani
Dia berkata: lalu Rasulullah saw berbicara, beliau membaca al-Quran, berdoa kepada
Allah dan memotivasi dalam Islam, kemudian beliau bersabda: aku terima baiat kalian
atas kalian melindungiku dari apa yang darinya kalian lindungi wanita dan anak-anak
kalian. Dia berkata: lalu al-Bara bin Marur menjabat tangan beliau, kemudian dia
berkata: benar, demi Zat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran (sebagai
nabi), sungguh kami melindungi engkau dari apa-apa yang darinya kami lindungi
keluarga kami, maka terimalah baiat kami ya Rasulullah dan kami demi Allah adalah
anak-anak perang dan ahli strategi, kami warisi dari para pemuka dan tokoh-tokoh
kami Kemudian Rasulullah saw bersabda: aku bagian dari kalian, dan kalian bagian
dariku. Aku perangi orang yang kalian perangi dan aku berdamai dengan orang yang
kalian berdamai denganya
Mereka berkata: lalu apa untuk kami dengan hal itu ya Rasulullah jika kami
memenuhi yang demikian? Beliau bersabda: surga. Mereka berkata: ulurkan
tanganmu. Maka beliau mengulurkan tangan Beliau dan mereka pun membaiat beliau.
Dia berkata: kemudian Rasulullah saw bersabda: kembalilah ke rombongan kalian.
Dia berkata: maka al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah berkata kepada beliau: demi
Allah yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran: jika engkau mau kami
perangi penduduk Mina besok dengan pedang-pedang kami? Dia berkata: maka
Rasulullah saw bersabda: kita belum diperintahkan yang demikian, akan tetapi
kembalilah ke rombongan kalian
Al-Baihaqi telah mengeluarkan di Dalil an-Nubuwwah, ia berkata: (al-Hasan bin
Muhammad bin Ishaq telah memberitahu kami dari Ibn az-Zubair: Muhammad bin
Muslim, bahwa Jabir bin Abdullah al-Anshari telah menceritakan kepadanya maka
kami berjanji di celah al-Aqabah lalu kami berkumpul di situ dari satu orang dan dua
orang sampai kami berkumpul semua di sisi beliau. Lalu kami katakan: ya Rasulullah!
Atas apa kami membaiat engkau? Beliau bersabda: baiatlah aku atas mendengar dan
menaati dalam kondisi giat dan malas, membelanjakan nafkah pada keadaan sulit dan
mudah, dan untuk memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar, dan untuk
kalian katakan kebenaran di jalan Allah tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela, dan untuk kalian menolongku jika aku datang kepada kalian Yatsrib, kalian
melindungiku dari apa yang darinya kalian lindungi diri kalian, isteri dan anak-anak
kalian dan untuk kalian surga Maka kami berdiri kepada beliau dan kami membaiat
beliau seorang-seorang, beliau mengambil atas kami syarat beliau dan beliau memberi
kami atas yang demikian itu surga selesai.
Semua dalil-dalil ini, dan dalil-dalil lain yang semacamnya, mewajibkan untuk tidak
duduk, akan tetapi duduk itu hanya pada kondisi banyak fitnah ketika seseorang tidak
mengetahui kebenaran dari kebatilan. Jika ia mengetahui kebenaran dari kebatilan
maka yang wajib baginya adalah dia mengatakan kebenaran, memerintahkan yang
- 226 -

makruf dan melarang yang mungkar, menolong orang yang dizalimi, mencari
pertolongan (nushrah) ahlul quwwah untuk menegakkan daulah islamiyah al-Khilafah arRasyidah dengan metode yang syariy jika al-Khilafah itu tidak ada. Ini adalah perkara
yang wajib dan duduk darinya ada dosa yang besar. Seandainya seorang muslim apalagi
orang-orang shalih duduk dari menolong kebenaran yang tampak dan jelas dan mereka
hanya menetapi rumah mereka niscaya kerusakan akan tampak nyata dan para pelaku
maksiyat dan orang-orang yang menyerukan kebatilan akan berani lancang dan
mengendalikan nasib manusia. Terlebih lagi, duduk dalam kondisi ini menyalahi nashnash syariy yang mewajibkan untuk menolong kebenaran sebagaimana yang telah kami
jelaskan di atas
Inilah makna hadits yang mulia yang Anda tanyakan. Yakni maknanya tentang fitnah
ketika tidak jelas kebenaran dari kebatilan... Lalu dimana hal ini wahai penanya yang
mulia dari ucapan kami: (sungguh kami menyampaikan seruan kepada tentara kaum
Muslimin: apakah tidak ada diantara Anda laki-laki cerdas yang mengingkari para
penguasa itu atas pengkhianatan mereka kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum
Mukminin? Tidak adakah dari Anda laki-laki cerdas yang memiliki ghirah atas
agamanya dan kehormatan agamanya sehingga dia berdiri menghadang musuh-musuh
Allah memutus tali temali kemaksiyatan mereka? Tidak adakah dari Anda laki-laki
cerdas yang menghancurkan para ruwaibidhah itu, mengembalikan sirah kaum Anshar,
lalu ia menolong kami untuk menegakkan pemerintahan Islam, Khilafah Rasyidah yang
mengikuti manhaj kenabian?) selesai. Kebenaran di dalamnya adalah jelas dan
gamblang. Dan itu adalah seruan untuk menolong agama Allah, menegakkan hukum
Allah, memotong makar orang-orang kafir, mengingkari orang yang mengkhianati Allah,
Rasul-Nya dan kaum Mukminin Hal itu bukanlah seruan kepada fitnah, bukan seruan
untuk berpartisipasi di dalam fitnah, akan tetapi hal itu adalah seruan kebenaran yang
jelas, tidak ada dua oran pun yang berbeda pendapat dalam perkara itu dan tidak ada
dua domba yang saling beradu tanduk di dalamnya. Lalu dimana kontradiksinya dengan
hadits Rasulullah saw ! Apakah menyeru kaum Muslimin untuk mengambil kitab Allah
SWT dan sunnah Rasulullah saw, menindak orang-orang zalim dan orang-orang kafir,
memenuhi seruan untuk menolong agama, apakah seruan demikian mungkin untuk
berkontradiksi dengan apa yang ada di dalam hadits Nabi saw?!
Perhatikan dan renungkanlah baik-baik perkara ini semoga Allah merahmati Anda
Semoga Allah memberi kita semua taufik kepada kemuliaan Islam dan kaum Muslimin.
Saudaramu
Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
04 Rabiul Awal 1436 H
26 Desember 2014 M
http://www.hizb-ut-tahrir.info/info/index.php/contents/entry_42435
- 227 -

Anda mungkin juga menyukai