Anda di halaman 1dari 15

Makalah Fertilitas, mortalitas dan imigrasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Penduduk Indonesia adalah mereka yang tinggal di Indonesia pada saat
dilakukan sensus dalam kurun waktu minimal 6 bulan. Masalah kependudukan
merupakan masalah umum yang dimiliki oleh setiap negara di dunia ini. Secara
umum, masalah kependudukan di berbagai negara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
dalam hal kuantitas/jumlah penduduk dan kualitas penduduknya. Data tentang
kualitas dan kuantitas penduduk tersebut dapat diketahui melalui beberapa cara,
diantaranya melalui metode sensus, registrasi, dan survei penduduk.
Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan
distribusi yang tidak merata. Hal itu dibarengi dengan masalah lain yang lebih
spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini
dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi.. Hal itu diperkuat
dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih
diposisikan sebagai beban daripada modal pembangunan. Logika seperti itu secara
makro digunakan sebagai landasan kebijakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk Secara mikro hal itu juga digunakan untuk memberikan justifikasi
mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan pengaturan pembatasan jumlah anak.
Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah
kependudukan, dan treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk mencapai
sasaran kuantitatif. Hal ini sangat jelas dari target atau sasaran di awal program
keluarga berencana dilaksanakan di Indonesia yaitu menurunkan angka kelahiran total
(TFR) menjadi separuhnya sebelum tahun 2000. Oleh karena itu, tidaklah aneh
apabila program keluarga berencana di Indonesia lebih diwarnai oleh target-target
kuantitatif. Dari sisi ini tidak dapat diragukan lagi keberhasilannya.

1.2

RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu fertilitas ?
2. Apa itu mortalitas ?
3. Apa itu migrasi ?

1.3

TUJUAN
1. Mengetahui tentang fertilitas.
2. Mengetahui tentang mortalitas.
3. Mengetahui migrasi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1

2.1
Fertilitas
Pengertian Fertilitas
Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebenarnya dari penduduk (actual
reproduction performance). Atau jumlah kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang atau
sekelompok perempuan.
Kelahiran yang dimaksud disini hanya mencakup kelahiran hidup, jadi bayi yang
dilahirkan menunjukan tanda-tanda hidup meskipun hanya sebentar dan terlepas dari lamanya
bayi itu dikandung.
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang
nyata dari seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan
potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas.
Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya.
Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas
mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan,
seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya.
Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila
waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still
live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi
dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini
disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang
tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa
masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang
kuat terhadap wanita/ pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua
persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak
mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika wanita tersebut pernah
melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran
mortalitas (kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat
melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena
kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya
melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal). Seseorang yang meninggal pada
hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko
kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah melahirkan seorang anak, tidak
berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.
2.1.2

Ukuran-Ukuran Fertilitas Tahunan


1. Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate)
Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun
tertentu tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dalam ukuran CBR,
jumlah kelahiran tidak dikaitkan secara langsung dengan penduduk wanita,
melainkan dengan penduduk secara keseluruhan.

dimana:
CBR = Tingkat Kelahiran Kasar
Pm = Penduduk pertengahan tahun
k
= Bilangan konstan yang biasanya 1.000
B
= Jumlah kelahiran pada tahun tertentu
Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni tidak memisahkan
penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang
berumur 50 tahun ke atas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar. Sedangkan
kelebihan dalam penggunaan ukuran CBR adalah perhitungan ini sederhana,
karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
2.

Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)


Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah kelahiran
(lahir hidup) per 1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun) pada tahun tertentu.
Pada tingkat fertilitas kasar masih terlalu kasar karena membandingkan jumlah
kelahiran dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Tetapi pada tingkat
fertilitas umum ini pada penyebutnya sudah tidak menggunakan jumlah penduduk
pada pertengahan tahun lagi, tetapi jumlah penduduk wanita pertengahan tahun
umur 15-49 tahun.

dimana:
GFR
= Tingkat Fertilitas Umum
B
= Jumlah kelahiran
Pf (15-49) = Jumlah penduduk wanita umur 15-49 tahun pada pertengahan tahun
K
= Bilangan konstanta yang bernilai 1.000
Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini tidak membedakan
kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai
resiko melahirkan yang sama besar dengan wanita yang berumur 25 tahun.
Namun kelebihan dari penggunaan ukuran ini ialah ukuran ini cermat daripada
CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau sebagai
penduduk yang exposed to risk.

3.

Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age Specific Fertility Rate)


Diantara kelompok wanita reproduksi (15-49 tahun) terdapat variasi
kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas wanita pada
tiap-tiap kelompok umur. Dengan mengetahui angka-angka ini dapat pula
dilakukan perbandingan fertilitas antar penduduk dari daerah yang berbeda.
ASFRi = x k
dimana:
ASFRi
= Tingkat Fertilitas menurut Umur
Bi
= Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i
Pfi
= Jumlah wanita kelompok umur i pada pertengahan tahun
k
= Angka konstanta, yaitu 1.000
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan beberapa masalah (terkait
dengan SDM) sebagai berikut :
1. Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam
hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan ketimbang aspek
intelektual.
2. Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat
tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukan korelasi
negatif dengan tingkat kesejahteraan penduduknya.
3. Jika ASFR 20-24 terus meningkat maka akan berdampak kepada investasi
SDM yang semakin menurun.
Adapun kelebihan dari penggunaan ukuran ASFR antara lain :
1. Ukuran lebih cermat dari GFR karena sudah membagi penduduk yang
exposed to risk ke dalam berbagai kelompok umur.
2. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisa perbedaan fertilitas (current
fertility) menurut berbagai karakteristik wanita.
3. Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas menurut kohor.
4. ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi
selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).
Namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa kelemahan
diantaranya yaitu:
1. Ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya kelahiran
untuk tiap kelompok umur sedangkan data tersebut belum tentu ada di tiap
negara/daerah, terutama negara yang sedang berkembang. Jadi pada
kenyataannya sukar sekali mendapatkan ukuran ASFR.
2. Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49
tahun.

4.

2.1.3

Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific Fertility Rate)
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk mengukur
tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang istri menambah
kelahiran tergantung pada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri
mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu
dan juga umur anak yang masih hidup.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dan Menentukan Fertilitas

Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas baik yang
berupa faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor demografi
diantaranya adalah struktur umur, umur perkawinan, lama perkawinan, paritas,
distrupsi perkawinan dan proporsi yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat
berupa faktor sosial, ekonomi maupun psikologi.
1. Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi.
Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian
sosiologis tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama
kependudukan menjadi salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa
kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis
sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah
mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada
hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul The Social structure and fertility: an
analytic framework (1956)2 Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis
sosiologis tentang fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi fertilitas melalui apa yang disebut sebagai variabel antara
(intermediate variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi fertilitas akan melalui variabel antara. Ada 11 variabel antara
yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga
tahap proses reproduksi sebagai berikut:

Intermediate Variables Of Fertility


Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercouse
variables) adalah
a. Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin:
1. Umur mulai hubungan kelamin
2. Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan
hubungan kelamin
3. Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan
kelamin:
a) Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
b) Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami meninggal dunia
b. Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
1. Abstinensi sukarela
2. Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)
3. Frekuensi hubungan seksual
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception
variables):
1. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
tidak disengaja
2. Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi:
a) Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia
b) Menggunakan cara-cara lain
3. Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation


variables)
1. Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
2. Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja
Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua
masyarakat.Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positif dan
negatifnya sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak
dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai positif terhadap fertilitas.
Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak ada pengguguran. Dengan
demikian ketidak-adaan variabel tersebut juga suatu masyarakat masing-masing
variabel bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya
tergantung kepada neraca netto dari nilai semua variabel.
2. Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap
fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu
masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma
yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel
antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya keluarga dan
variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi
yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake
menjadi variabel antara yang menghubungkan antara norma-norma fertilitas
yang sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki
(outcome). Ia mengemukakan bahwa norma fertilitas yang sudah mapan
diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang dinginkan seseorang.
Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang dominan. Secara umum
Freedman mengatakan bahwa:
Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota suatu
masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali dan
membawa konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung menciptakan suatu
cara penyelesaian normatif terhadap masalah tersebut. Cara penyelesaian ini
merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah laku dalam suatu situasi
tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat
mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan
norma tersebut baik melalui ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty) yang
implisit dan eksplisit. ... Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh sepasang
suami isteri itu merupakan masalah yang sangat universal dan penting bagi
setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu penyimpangan sosiologis apabila
tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk mengatasi masalah
ini
Jadi norma merupakan resep untuk membimbing serangkaian tingkah laku
tertentu pada berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam
teori sosiologi tentang fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul Theories of
fertility decline: a reappraisal (1979).
Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus
menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabelvariabel pembangunan makro seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana
dikemukakan oleh model transisi demografi klasik tetapi berubahnya motivasi

fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf serta berkembangnya


jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan
merupakan syarat yang penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang
paling ekstrim dari suatu teori sosiologi tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh
Judith Blake. Ia berpendapat bahwa masalah ekonomi adalah masalah sekunder
bukan masalah normatif; jika kaum miskin mempunyai anak lebih banyak
daripada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin lebih kuat
dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis daripada kaum kaya.
3. Teori Ekonomi tentang Fertilitas
Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori
transisi demografis yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan
diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu
proses ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan perkawinan,
senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami istri
yang tidak menginginkan mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa
mempunyai banyak anak berarti memikul beban ekonomis dan menghambat
peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal pertengahan
abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal inilah yang menyebabkan
penurunan fertilitas di Eropa Barat dan Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat
dikatakan sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan teori ekonomi
tentang fertilitas. Menurut Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang menentukan
jumlah kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya, besarnya juga
tergantung pada berapa banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive).
Tekanan yang utama adalah bahwa cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang
dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-perhitungan kasar
mengenai jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan perhitungan
perhitungan yang demikian ini tergantung pada keseimbangan antara kepuasan
atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran anak, baik
berupa uang maupun psikis. Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu (a) kegunaan
yang diperoleh dari anak sebagai suatu barang konsumsi misalnya sebagai
sumber hiburan bagi orang tua; (b) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai
suatu sarana produksi, yakni, dalam beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk
melakukan suatu pekerjaan tertentu dan menambah pendapatan keluarga; dan (c)
kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari
tua maupun sebaliknya.
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek kegunaannya
(utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah memberikan kepuasaan,
dapat memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi
serta merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan.
Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai
anak tersebut. Biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya
langsung dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya
yang dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang
dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak
langsung adalah kesempatan yang hilang karena adanya tambahan seoarang anak.

Misalnya, seoarang ibu tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak,
kehilangan penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang tua
yang mempunyai tanggungan keluarga besar (Leibenstein, 1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang
tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini
berarti biayanya naik. Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas
dilakukan oleh Gary S. Becker dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu An
Economic Analysis of Fertility.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai
barang konsumsi (a consumption good, consumers durable) yang memberikan
suatu kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak
merupakan sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi
fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak dan selera.
Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan permintaan terhadap
anak.
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan terbitanya
buku A Treatise on the Family. Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi
fertilitas tersebut kemudian membentuk teori baru yang disebut sebagai ekonomi
rumah tangga (household economics). Analisis ekonomi fertilitas yang dilakukan
oleh Becker kemudian diikuti pula oleh beberapa ahli lain seperti Paul T. Schultz,
Mark Nerlove, Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam tulisannya yang
berjudulEconomic growth and population: Perspective of the new home
economics6 Nerlove mengemukakan:
Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a) suatu fungsi
kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam arti komoditi fisik
melainkan berbagai kepuasan yang dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi
produksi rumah tangga; (c) suatu lingkungan pasar tenaga kerja yang
menyediakan sarana untuk merubah sumber-sumber daya rumah tangga menjadi
komoditi pasar; dan (d) sejumlah keterbatasan sumber-sumber daya rumah
tangga yang terdiri dari harta warisan dan waktu yang tersedia bagi setiap
anggota rumah tangga untuk melakukan produksi rumah tangga dan
kegiatankegiatan pasar. Waktu yang tersedia dapat berbeda-beda kualitasnya,
dan dalam hal ini tentunya termasuk juga sumberdaya manusia (human capital)
yang diwariskan dan investasi sumberdaya manusia dilakukan oleh suatu
generasi baik untuk kepentingan tingkah laku generasi-generasi yang akan
datang maupun untuk kepentingan tingkah laku sendiri
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak
berkurang bila pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga
pelayanan anak berkaitan dengan pelayanan komoditi lainnya meningkat jika
pendapatan meningkat?
New household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih
menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya
sedikit sehingga harga beli meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan
meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang digunakan
untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai
hasil dari suatu keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk
memaksimalkan fungsi utility ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada
biaya langsung dan tidak langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Topik-topik
yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan pilihan-pilihan

ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas anak).


Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait denganincome, biaya
(langsung maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis
tentangkonsep demand for children and supply of children. Konsep demand for
children dan supply of children dikemukakan dalam kaitan menganalisiseconomic
determinan factors dari fertilitas. Bulatao mengartikan konsepdemand for
children sebagai jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah
adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survey tentang
jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau diinginkan. Pertanyaannya,
apakah konsep demand for children berlaku di negara berkembang. Apakah
pasangan di negara berkembang dapat memformulasikan jumlah anak yang
dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan tidak dapat memformulasikan jumlah
anak yang dinginkan secara tegas maka digunakan konsep latent demanddimana
jumlah anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for
childrendalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut
Bulatao,demand for children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti
biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato
membahas masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera) secara
lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara
berkembang merupakan net supplier atau tidak. Sedang supply of
children diartikan sebagai banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu
pasangan jika mereka tidak berpisah/cerai pada suatu batas tertentu. Supply
tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk bertahan
hidup.Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami (natural
fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima
hal utama, yaitu:
a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)
e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A.
Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh
karakteristik latar belakang individu seperti agama, pendidikan, tempat tinggal,
jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan
sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas. Easterlin juga
mengemukakan perlunya menambah seperangkat determinan ketiga (disamping
dua determinan lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu
mengenai pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya
tergantung pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi
dapat tetap hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis,
dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila
pendapatan meningkat maka terjadilah perubahan suplai anak karena perbaikan
gizi, kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula perubahan
permintaan disebabkan oleh perubahan pendapatan, harga dan selera. Pada

suatu saat tertentu, kemampuan suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi
permintaan atau sebaliknya.
Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara berpendapatan rendah
permintaan mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat
pengekangan biologis terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu
permintaan berlebihan (excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar
orang yang benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga.
Di pihak lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan adalah rendah
sedangkan kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai
berlebihan (over supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C.
Caldwell juga melakukan analisis fertilitas dengan pendekatan ekonomi
sosiologis.
Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam masyarakat
pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari segi ekonomi bersifat
rasional dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi yang telah ditetapkan dalam
masyarakat, dan dalam arti luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan
psikologis.
Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam arus
kekayaan netto (net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam
pada regim demografis pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan
bahwa sifat hubungan ekonomi dalam keluarga menentukan kestabilan atau
ketidak-stabilan penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan pada
dikenakannya tingkah laku fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh
suatu kelompok keluarga yang lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada
oleh norma-norma yang sudah diterima masyarakat. Seperti diamati oleh
Caldwell, didalam keluarga selalu terdapat tingkat eksploitasi yang besar oleh
suatu kelompok (atau generasi) terhadap kelompok atau generasi lainnya,
sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat individu. Selain teori
yang disajikan dalam tulisan ini masih banyak teori lain yang membahas fertilitas.
Namun karena keterbatasan tempat tidak semua teori fertilitas dapat disajikan
dalam tulisan ini.

2.2
2.2.1

Mortalitas
Pengertian Mortalitas
Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda
kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Still
birth dan keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah
kematian (naik turunnya) di tiap daerah tidaklah sama, tergantung pada berbagai
macam faktor keadaan. Besar kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk
atau indikator bagi tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu
wilayah.
Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian mortalitas adalah:
1. Neo-natal death adalah kematian yang terjadi pada bayi yang belum berumur
satu bulan.

2.
3.
4.
2.2.2

Lahir mati (still birth) atau yang sering disebut kematian janin (fetal death)
adalah kematian sebelum dikeluarkannya secara lengkap bayi dari ibunya pada
saat dilahurkan tanpa melihat lamanya dalam kandungan.
Post neo-natal adalah kematian anak yang berumur antara satu bulan sampai
dengan kurang dari satu tahun.
Infant death (kematian bayi) adalah kematian anak sebelum mencapai umur satu
tahun.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mortalitas


1. Pendidikan
Terdapat hubungan negatif antara tingkat pendidikan ibu dan kematian anak,
tetapi tinggi rendahnya pendidikan yang dibutuhkan untuk menurunkan mortalitas
secara berarti berbeda-beda dari satu budaya ke budaya lain.
Pendidikan memberi kepercayaan diri kepada wanita untuk mengambil
keputusan atas tanggung jawab wanita itu sendiri. Dalam hal ini ada 3 faktor yaitu :
a. Berkurangnya fatalisme dalam menghadapi kesehatan buruk yang menimpa
anak.
b. Kesanggupan yang lebih besar untuk menguasai dunia dalam mengetahui
adanya fasilitas kesehatan.
c. Perubahan perimbangan tradisional dalam hubungan keluarga yang
mengalihkan titik berat kekuasaan dari sesepuh kepada anak.
Analalisis khusus mengelompokkan ibu-ibu yang bisa baca tulis , serta yang
mengikuti sekolah baik formal maupun non formal terdapat angka kematian yang
berbeda.
2. Pendapatan
Pendapatan sangat penting dalam kaitannya dengan membayar pengeluaran
untuk kesehatan faktor pendapatan atau ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan
kondisi rumah saling berhubungan dalam mempengaruhi kematian bayi/anak.
Apabila salah satu indikator sosial ekonomi dihubungkan dengan tingkat
kematian bayi dan anak, ternyata terdapat hubungan yang negatif.
3. Kesehatan
Kesehatan berhubungan negatif terhadap angka kematian bayi, salah satu
upaya yang terus dilakukan adalah pembangunan kesehatan. Indikator yang
digunakan untuk menggambarkan pembangunan dan fasilitas kesehatan adalah
rasio tenaga medis dan para medis, terhadap jumlah penduduk.
4. Faktor Demografi
Yang dipilih adalah tingkat kelahiran, yaitu tingkat fertilitas total (TFR).
Apabila tertilitasnya rendah maka mortalitasnya juga akan rendah. Hubungan
posifit antara mortalitas bayi dan fertilitas ini timbal balik, keberhasilan
menurunkan salah satu faktor diantaranya akan mengakibatkan penurunan variabel
lain.

2.2.3

Cara Mengukur Kematian


1. Crude Death Rate (CDR)
Tingkat kematian kasar atau CDR adalah jumlah kematian penduduk tiap 1000
orang dalam waktu setahun.

Rumus:
CDR=D/Px1.000
Keterangan :
D=jumlah seluruh kematian
P=jumlah penduduk pada pertengahan tahun
1.000=bilangan konstanta
Tingkat kematian ini dapat digolongkan dalam kriteria sebagai berikut:
a. >18 Tinggi
b. 14-18 Sedang
c. 9-13 Rendah
2.

Age Spesific Death Rate (ASDR)


Tingkat kematian menurut kelompok umur tertentu atau ASDR adalah
banyaknya kematian yang terjadi pada penduduk dalam kelompok umur tertentu
per 1000 penduduk.
Rumus:
ASDR=Di/Pix1000
Keterangan:
Bi = banyaknya kematian dalam kelompok umur tertentu selama setahun
Pfi = banyaknya penduduk dalam kelompok umur tertentu yang sama pada
pertengahan tahun.
1.000=bilangan konstanta

3.

Infant Mortality Rate (IMR)


Tingkat kematian bayi adalah banyaknya kematian bayi (sebelum umur satu
tahun) yang terjadi pada kelahiran per 1000 bayi. Merupakan cara pengukuran
yang dipergunakan khusus untuk menentukan tingkat kematian bayi. IMR
biasanya dijadikan indikator dalam pengukuran kesejahteraan penduduk.
Rumus:
IMR=Db/Pbx1.000
Keterangan
:
D = jumlah kematian bayi sebelum umur satu tahun
P = jumlah kelahiran hidup dalam waktu yang sama
a.
b.
c.
d.

Kriteria penggolongan tingkat kematian bayi:


>125 Sangat Tinggi
75-125 Tinggi
35-75 Sedang
<35 Rendah
9

Bila tingkat kelahiran kasar sama dengan tingkat kematian kasar akan tercapai
pertambahan penduduk sebesar 0 % atau zero population growth. Yang berarti
keadaan kependudukan di daerah tersebut tercapai sebuah keseimbangan.

2.3
2.3.1

Migrasi
Pengertian Migrasi
Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah
perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang
bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun
internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas
penduduk permanen disebut migrasi. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu
tempat ke tempat lain dengan melewati batas negara atau batas administrasi dengan
tujuan untuk menetap.

2.3.2

Jenis-Jenis Migrasi
Migrasi dapat terjadi di dalam satu negara maupun antarnegara. Berdasarkan hal
tersebut, migrasi dapat dibagi atas dua golongan yaitu :
1. Migrasi Internasional, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara
lainnya. Migrasi internasional dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :
a. Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan
tujuan menetap. Orang yang melakukan imigrasi disebut imigran.
b. Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk dari suatu negara ke negara lain. Orang
yang melakukan emigrasi disebut emigran.
c. Remigrasi atau repatriasi, yaitu kembalinya imigran ke negara asalnya
2.

Migrasi Nasional atau Internal, yaitu perpindahan penduduk di dalam satu


negara. Migrasi nasional /internal terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut
:
a. Urbanisasi, yaitu perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan menetap.
Terjadinya urbanisasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sebagai
berikut :
a) Ingin mencari pekerjaan, karena di kota lebih banyak lapangan kerja dan
upahnya tinggi.
b) Ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
c) Ingin mencari pengalaman di kota.
d) Ingin lebih banyak mendapatkan hiburan dan sebagainya.
b. Transmigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari pulau yang padat penduduk ke
pulau yang jarang penduduknya di dalam wilayah republik Indonesia.
Transmigrasi pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 1905 oleh
pemerintah Belanda yang dikenal dengan nama kolonisasi. Berdasarkan
pelaksanaannya, transmigrasi di Indonesia dapat dibedakan atas :
a) Transmigrasi Umum, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan dan dibiayai
oleh pemerintah.
b) Transmigrasi Khusus, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan degan tujuan
tertentu, seperti penduduk yang terkena bencana alam dan daerah yang
terkena pembangunan proyek.

c)

Transmigrasi Spontan (swakarsa), yaitu transmigrasi yang dilakukan oleh


seseorang atas kemauan dan biaya sendiri.
d) Transmigrasi Lokal, yaitu transmigrasi dari suatu daerah ke daerah yang
lain dalam propinsi atau pulau yang sama.
c. Ruralisasi, yaitu perpindahan penduduk dari kota ke desa dengan tujuan
menetap. Ruralisasi merupakan kebalikan dari urbanisasi.
Selain jenis migrasi yang disebutkan di atas, terdapat jenis migrasi yang disebut
evakuasi. Evakuasi adalah perpindahan penduduk yang yang terjadi karena adanya
ancaman akibat bahaya perang, bencana alam dan sebagainya. Evakuasi dapat bersifat
nasional maupun internasional.

2.3.3

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Migrasi


Secara umum faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi, adalah sebagai
berikut :
1. Faktor ekonomi, yaitu ingin mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang
baru.
2. Faktor keselamatan, yaitu ingin menyelamatkan diri dari bencana alam seperti
tanah longsor, gempa bumi, banjir, gunung meletus dan bencana alam lainnya.
3. Faktor keamanan, yaitu migrasi yang terjadi akibat adanya gangguan keamanan
seperti peperangan, dan konflik antar kelompok.
4. Faktor politik, yaitu migrasi yang terjadi oleh adanya perbedaan politik di antara
warga masyarakat seperti RRC dan Uni Soviet (Rusia) yang berfaham komunis.
5. Faktor agama, yaitu migrasi yang terjadi karena perbedaan agama, misalnya
terjadi antara Pakistan dan India setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris.
6. Faktor kepentingan pembangunan, yaitu migrasi yang terjadi karena daerahnya
terkena proyek pembangunan seperti pembangunan bendungan untuk irigasi dan
PLTA.
7. Faktor pendidikan, yaitu migrasi yang terjadi karena ingin melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

BAB III
SIMPULAN
Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebenarnya dari penduduk (actual
reproduction performance). Atau jumlah kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang atau
sekelompok perempuan. Kelahiran yang dimaksud disini hanya mencakup kelahiran hidup,
jadi bayi yang dilahirkan menunjukan tanda-tanda hidup meskipun hanya sebentar dan
terlepas dari lamanya bayi itu dikandung.

Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya
bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas,
berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan
jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda
kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak
dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.
Menurut PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan
secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Still birth dan
keguguran tidak termasuk dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah kematian (naik
turunnya) di tiap daerah tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam faktor keadaan.
Besar kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator bagi tingkat
kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.
Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah
perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang
bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun internasional, dan
ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas penduduk permanen disebut
migrasi. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan
melewati batas negara atau batas administrasi dengan tujuan untuk menetap.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.edukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi
%20Pokok/view&id=80&uniq=892. Diakses pada tanggal 12 Mei 2012. Pukul 10.00
WIB.
http://rahma-kurnia.blogspot.com/2006/09/kematian-mortalitas.html. Posted by Rahma Kurnia @ 4:24 PM.
Diakses pada tanggal 12 Mei 2012. Pukul 10.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai