15
FERTILITAS PENDUDUK
BAB I
PENDAHULUAN
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut
banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk
melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama
dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran
pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan
penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya
bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas,
berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan
jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda
kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak
dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi dalam
reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini disebut
infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang
tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa masyarakat
yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/
pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang
telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita
dikatakan subur jika wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas
(kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat melahirkan lebih dari
seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena kelahiran melibatkan dua orang
(suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang
meninggal). Seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu
orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah
melahirkan seorang anak, tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengukuran fertilitas memiliki dua macam pengukuran, yaitu pengukuran fertilitas
tahunan dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas tahunan (vital rates)
adalah mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu yang dihubungkan dengan jumlah
penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut. Sedangkan
pengukuran fertilitas kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh
seorang wanita hingga mengakhiri batas usia subur.
A. Ukuran-ukuran Fertilitas Tahunan
1. Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate)
Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap
1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dalam ukuran CBR, jumlah kelahiran tidak
dikaitkan secara langsung dengan penduduk wanita, melainkan dengan penduduk secara
keseluruhan.
CBR = x k
dimana:
CBR
= Tingkat Kelahiran Kasar
Pm = Penduduk pertengahan tahun
k
= Bilangan konstan yang biasanya 1.000
B
= Jumlah kelahiran pada tahun tertentu
Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni tidak memisahkan penduduk lakilaki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun ke atas.
Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar. Sedangkan kelebihan dalam penggunaan ukuran
CBR adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah
anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
2. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)
Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah kelahiran (lahir hidup)
per 1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun) pada tahun tertentu. Pada tingkat fertilitas kasar
masih terlalu kasar karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Tetapi pada tingkat fertilitas umum ini pada penyebutnya sudah tidak
menggunakan jumlah penduduk pada pertengahan tahun lagi, tetapi jumlah penduduk wanita
pertengahan tahun umur 15-49 tahun.
GFR = x k
atau
GFR = x k
dimana:
GFR
= Tingkat Fertilitas Umum
B
= Jumlah kelahiran
Pf (15-49)
= Jumlah penduduk wanita umur 15-49 tahun pada pertengahan tahun
k
= Bilangan konstanta yang bernilai 1.000
Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini tidak membedakan
kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai resiko
melahirkan yang sama besar dengan wanita yang berumur 25 tahun. Namun kelebihan dari
penggunaan ukuran ini ialah ukuran ini cermat daripada CBR karena hanya memasukkan
wanita yang berumur 15-49 tahun atau sebagai penduduk yang exposed to risk.
3. Tingkat Fertilitas menurut Umur (Age Specific Fertility Rate)
Diantara kelompok wanita reproduksi (15-49 tahun) terdapat variasi kemampuan
melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas wanita pada tiap-tiap kelompok umur.
Dengan mengetahui angka-angka ini dapat pula dilakukan perbandingan fertilitas antar
penduduk dari daerah yang berbeda.
ASFRi = x k
atau
ASFRi = x k
dimana:
ASFRi = Tingkat Fertilitas menurut Umur
Bi
Pfi
Urutan Kelahiran
Boi
= Jumlaha kelahiran urutan ke 1
Pf (15-49) = Jumlah wanita umur 15-49 pertengahan tahun
k
= Bilangan konstan bernilai 1.000
B. Ukuran-ukuran Fertilitas dan Reproduksi secara Kumulatif
1. Total Fertility Rate (TFR)
Tabel 1.1 Angka Fertilitas Total menurut Provinsi 1971, 1980, 1985, 1990,
1991, 1994, 1998, dan 1999
Provinsi
1971
1980
1985
1990
1991
1994
1998
1999
Nanggroe Aceh
Darussalam
4,79
3,76
3,3
2,78
2,69
Sumatera Utara
4,17
3,88
3,08
Sumatera Barat
6,18
3,6
3,19
2,94
2,87
Riau
5,94
n.a
3,1
2,85
2,77
Jambi
6,39
4,62
n.a
2,97
2,87
2,8
Sumatera Selatan
4,78
3,43
2,87
2,78
2,71
Bengkulu
n.a
3,45
2,83
2,77
Lampung
5,75
3,2
3,45
2,74
2,66
DKI Jakarta
3,99
3,25
2,14
1,9
Jawa Barat
3,17
2,61
2,55
Jawa Tengah
5,33
4,37
3,82
2,85
2,77
2,41
2,37
DI Yogyakarta
2,93
2,04
1,79
Jawa Timur
4,72
3,2
2,22
2,02
2,02
Bali
3,09
2,14
6,49
3,82
3,64
3,12
3,05
5,54
5,12
n.a
3,87
3,15
3,06
Kalimantan Barat
5,52
4,98
3,94
3,34
2,92
2,81
Kalimantan Tengah
5,87
n.a
2,31
2,86
2,81
Kalimantan Selatan
3,74
2,7
2,33
2,58
2,53
Kalimantan Timur
4,16
n.a
3,21
2,6
2,55
Sulawesi Utara
6,79
2,25
2,62
2,38
2,36
Sulawesi Tengah
6,53
5,9
n.a
3,08
2,78
2,72
Sulawesi Selatan
3,01
2,92
2,7
2,65
Sulawesi Tenggara
5,82
5,66
n.a
3,5
2,87
Maluku
5,61
n.a
3,7
2,92
2,82
Papua
n.a
3,15
3,03
2,96
INDONESIA
2,85
2,65
2,59
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 , Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994
Total Fertility Rate/ TFR adalah rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita
sampai akhir masa reproduksinya. Rumus perhitungan TFR yaitu sebagai berikut.
Keterangan :
TFR
ASFR
= Kelompok umur
Kebaikannya :
Merupakan ukuran untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung berdasarkan angka
kelahiran menurut kelompok umur.
2. Gross Reproduction Rate/ GRR
Angka yang menunjukkan rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh
seorang wanita selama masa hidupnya, dengan mengikuti pola fertilitas dan mortalitas yang
sama seperti ibunya. Dalam reit reproduksi kasar (GRR) tidak memperhitungkan unsur
kematian. Rumus perhitungan GRR yakni sebagai berikut.
atau
Keterangan :
GRR
= Angka Reproduksi Bruto
ASFR = Angka Fertilitas menurut Kelompok Umur
X
= Kelompok umur
F
= Penduduk perempuan
Kelemahannya :
Tidak memperhitungkan kemungkinan mati bayi wanita tersebut sebelum masa
reproduksinya.
3. Net Reproduction Rate/ NRR
Angka yang menunjukkan rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh
seorang wanita selama hidupnya dan akan tetap hidup sampai dapat menggantikan
kedudukan ibunya, dengan mengikuti pola fertilitas dan mortalitas yang sama seperti ibunya.
Ukuran reit reproduksi neto memperhitungkan pula unsur kematian. Adapun rumus
perhitungannya sebagai berikut.
Keterangan :
NRR
= Angka Reproduksi Neto
ASFR = Angka Fertilitas menurut kelompok umur
X
= kelompok umur
F
= penduduk perempuan
= rasio masih hidup sejak lahir hingga umur x
4. Child Woman Rate/ CWR
Perbandingan antara jumlah anak dibawah umur 5 tahun dengan wanita usia
reproduksi. Adapun rumus perhitungan CWR sebagai berikut.
Keterangan :
= Jumlah anak dibawah usia 5 tahun
= banyaknya wanita umur 15-49 tahun
Kelebihan pengukuran CWR adalah tidak usah membuat pertanyaan khusus untuk
mendapatkan data yang diperlukan, dan pengukuran ini berguna untuk indikasi fertilitas di
daerah kecil sebab di negara yang registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak
ditabulasikan untuk daerah yang kecil-kecil.
Kelemahannya yakni langsung dipengaruhi oleh kekurangan pelaporan tentang anak,
yang sering terjadi di negara sedang berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga
terjadi di kelompok ibunya namun secara relatif kekurangan pelaporan pada anak-anak jauh
lebih besar. Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, di mana tingkat mortalitas
anakm khususnya di bawah 1 tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR selalu
lebih kecil daripada tingkat fertilitas yang seharusnya dan CWR tidak memperhitungkan
distribusi umur dari penduduk wanita.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Menentukan Fertilitas
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas baik yang berupa
faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor demografi diantaranya
adalah struktur umur, umur perkawinan, lama perkawinan, paritas, distrupsi perkawinan dan
proporsi yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat berupa faktor sosial, ekonomi
maupun psikologi.
1. Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi. Sebelum disiplin
lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas sudah
lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi salah satu sub-bidang
sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya
merupakan analisis sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970)
telah mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada
hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul The Social structure and fertility: an analytic
framework (1956)2 Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis sosiologis tentang
fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas
melalui apa yang disebut sebagai variabel antara (intermediate variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi
fertilitas akan melalui variabel antara. Ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas,
yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut:
9)
Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi,
terdapat suatu penyimpangan sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang
normatif untuk mengatasi masalah ini
Jadi norma merupakan resep untuk membimbing serangkaian tingkah laku tertentu
pada berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi
tentang fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul Theories of fertility decline: a
reappraisal (1979).
Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus menurun di
beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabel-variabel pembangunan
makro seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model transisi
demografi klasik tetapi berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang
melek huruf serta berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat
yang penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori
sosiologi tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat bahwa
masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah normatif; jika kaum miskin
mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin
lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis daripada kaum kaya.
3. Teori Ekonomi tentang Fertilitas
Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori transisi demografis
yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan sosialekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu proses ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan perkawinan, senggama
terputus dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami istri yang tidak menginginkan
mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai banyak anak berarti
memikul beban ekonomis dan menghambat peningkatan kesejahteraan sosial dan material.
Bahkan sejak awal pertengahan abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal inilah yang
menyebabkan penurunan fertilitas di Eropa Barat dan Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat
dikatakan sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan teori ekonomi tentang
fertilitas. Menurut Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang menentukan
jumlah kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya, besarnya juga tergantung
pada berapa banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive). Tekanan yang utama
adalah bahwa cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang
Analisis ekonomi fertilitas yang dilakukan oleh Becker kemudian diikuti pula oleh beberapa
ahli lain seperti Paul T. Schultz, Mark Nerlove, Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam
tulisannya yang berjudul Economic growth and population: Perspective of the new home
economics6 Nerlove mengemukakan:
Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a) suatu fungsi
kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam arti komoditi fisik melainkan
berbagai kepuasan yang dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi produksi rumah
tangga; (c) suatu lingkungan pasar tenaga kerja yang menyediakan sarana untuk merubah
sumber-sumber daya rumah tangga menjadi komoditi pasar; dan (d) sejumlah keterbatasan
sumber-sumber daya rumah tangga yang terdiri dari harta warisan dan waktu yang tersedia
bagi setiap anggota rumah tangga untuk melakukan produksi rumah tangga dan
kegiatankegiatan pasar. Waktu yang tersedia dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal
ini tentunya termasuk juga sumberdaya manusia (human capital) yang diwariskan dan
investasi sumberdaya manusia dilakukan oleh suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah
laku generasi-generasi yang akan datang maupun untuk kepentingan tingkah laku sendiri
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak berkurang bila
pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga pelayanan anak berkaitan dengan
pelayanan komoditi lainnya meningkat jika pendapatan meningkat?
New household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih menyukai anakanak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit sehingga harga beli
meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu
(khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai hasil dari
suatu keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility
ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung dan tidak langsung,
keterbatasan sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara
berkaitan dengan pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas (jumlah dan
kualitas anak). Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait dengan income,
biaya (langsung maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis tentang konsep
demand for children and supply of children. Konsep demand for children dan supply of
children dikemukakan dalam kaitan menganalisis economic determinan factors dari fertilitas.
Bulatao mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak yang dinginkan.
Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu memliki anak
dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survey tentang jumlah keluarga
yang ideal atau diharapkan atau diinginkan. Pertanyaannya, apakah konsep demand for
children berlaku di negara berkembang. Apakah pasangan di negara berkembang dapat
memformulasikan jumlah anak yang dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan tidak dapat
memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka digunakan konsep latent
demand dimana jumlah anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka
ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for children dalam kaitan
membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi
(determined) oleh berbagai faktor seperti biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam
artikel tersebut Bulato membahas masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan,
selera) secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara
berkembang merupakan net supplier atau tidak. Sedang supply of children diartikan
sebagai banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak
berpisah/cerai pada suatu batas tertentu. Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan
kesempatan untuk bertahan hidup. Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran
alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima hal utama,
yaitu:
a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)
e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A. Easterlin. Menurut
Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu
seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap
keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh
karakteristik diatas. Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat
determinan ketiga (disamping dua determinan lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi
fertilitas) yaitu mengenai pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada
gilirannya tergantung pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi
dapat tetap hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan
sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat
maka terjadilah perubahan suplai anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan faktor-faktor
biologis lainnya. Demikian pula perubahan permintaan disebabkan oleh perubahan
pendapatan, harga dan selera. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai dalam suatu
masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya.
Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara berpendapatan rendah permintaan
mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat pengekangan biologis
terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan berlebihan (excess demand)
dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang benar-benar tidak menjalankan praktekpraktek pembatasan keluarga. Di pihak lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan
adalah rendah sedangkan kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai
berlebihan (over supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C. Caldwell juga
melakukan analisis fertilitas dengan pendekatan ekonomi sosiologis.
Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam masyarakat pratradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari segi ekonomi bersifat rasional dalam
kaitannya dengan tujuan ekonomi yang telah ditetapkan dalam masyarakat, dan dalam arti
luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan psikologis.
Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam arus kekayaan
netto (net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam pada regim demografis
pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa sifat hubungan ekonomi dalam
keluarga menentukan kestabilan atau ketidak-stabilan penduduk. Jadi pendekatannya lebih
menekankan pada dikenakannya tingkah laku fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti)
oleh suatu kelompok keluarga yang lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada oleh
norma-norma yang sudah diterima masyarakat. Seperti diamati oleh Caldwell, didalam
keluarga selalu terdapat tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau generasi)
terhadap kelompok atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan
manfaat individu. Selain teori yang disajikan dalam tulisan ini masih banyak teori lain yang
membahas fertilitas. Namun karena keterbatasan tempat tidak semua teori fertilitas dapat
disajikan dalam tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Becker, Gary S., An Economic Analysis of Fertility dalam Becker, Gary S., The Economic
Approach to Human Behaviour, The University of Chicago, 1976, pp. 171-194
Becker, Gary S., A Treatise on the Family, Harvard University Press, London, England, 1981
Davis, Kingsley & Judith Blake, Struktur Sosial dan Fertilitas (Social structure and fertility: an
analytical framework), Lembaga Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1974
Freedman, Ronald, Theories of fertility decline: a reappraisal in Philip M. Hauser (ed.), World
Lee, Ronald D. & Rodolfo A. Bulatao, The Demand for Children: A Critical Essay dalam Bulatao
& Lee (Ed.), Determinants of Fertility in Developing Countries Volume 1 Supply and
Demand for Children, Academic Press, 1983, London
Hatmadji, Sri Harjati. 2004. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2004. Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi UI Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta
Ida Bagoes Mantra. 2009. Demografi Umum. Edisi kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Nerlove, Mark, Economic growth and population: Perspective of the new home economics,
Agricultural Development Council, Inc, ADC Reprint Series, 1974 dikutip dari Robinson &
Harbison, Ibid, p.4
Population and development, Syracuse University Press, New York, 1979.
Said Rusli. 1986. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES
Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Masalah Kependudukan Di Negara Indonesia. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara
Robinson, Warren C. & Sarah F. Harbison, Menuju Teori Fertilitas Terpadu (Toward a unified
theory of fertility), Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1983
Diposkan 15th November 2011 oleh Agrittude
0
Tambahkan komentar
Agrittude
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
Nov
23
MAKALAH KEWIRAUSAHAAN
Gaya dan Konsistensi Kepemimpinan
I.
PENDAHULUAN
Dewasa ini, hampir setiap hari di Indonesia, kita menyaksikan nama-nama baru
bermunculan menjadi wirausaha-wirausaha junior. Sebaliknya, hampir setiap hari kita
saksikan wirausaha-wirausaha sering terlibat perkara-perkara hukum, bisnisnya
ditutup dan mereka kehilangan reputasi. Sebagian besar wirausaha Indonesia juga
bergulat dengan ketidakpastian dan semakin banyak yang hidup dalam kesulitan.
Banyak bisnis keluarga yang pecah karena lemahnya kepemimpinan dari para ahli
waris yang dituakan.
Sebaliknya, ada yang memiliki mimpi besar, tumbuh, dan berkembang tetapi
belum dibangun dengan kepemimpinan yang kuat. Sejarah kewirausahaan indonesia
pun ditindividui dengan kentalnya jiwa dagang, tetapi miskin kepemimpinan.
Sebagian besar usaha-usaha yang dibangun dengan jiwa dagang itu umumnya hancur
begitu memasuki generasi kedua atau ketiga.
Tanpa kepemimpinan, sukses dan entrepreunership akan membatasi mimpimimpi individu. Maxwell (1993) menindividuskan, dedikasi suci bisa membuat
individu sukses, tetapi rendahnya kemampuan leadership mengakibatkan efektivitas
usaha individu terbatas.
Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik, oleh sebab itu
permasalahan kepemimpinan merupakan topik yang menarik dan dapat dimulai dari
sudut mana saja bahkan dari waktu ke waktu menjadi perhatian manusia. Ada yang
berpendapat masalah kepemimpinan itu sama halnya dengan sejarah manusia,
kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihankelebihan, tetapi pada manusia di satu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk
memimpin. Disinilah timbulnya kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan.
Kalau ditelusuri lebih lanjut, betapa pentingnya pemimpin dan kepemimpinan
dalam suatu kelompok organisasi jika terjadi suatu konflik atau perselisihan antara
orang-orang dalam kelompok tersebut, maka organisasi mencari alternative
pemecahannya supaya terjamin keteraturan dan dapat ditaati bersama, dengan
demikian terbentuklah aturan-aturan, norma-norma atau kebijakan untuk ditaati agar
konflik tidak terulang lagi. Ketika itulah orang-orang mulai mengidentifikasikan
dirinya pada kelompok, dalam hal ini peranan pimpinan sangat dibutuhkan.
Melihat pentingnya sudut situasi dan waktu yang dipengaruhi oleh lingkungan
kerja organisasi, maka dipandang perlu pemimpin yang melihat kondisi dan
lingkungan berdasarkan gaya kepemimpinan yang diperannya. Para pemimpin yang
melihat situasi dalam mengembangkan karyawannya, dimana keterkaitan ini
menguntungkan bagi karyawan dengan adanya kesempatan mereka meningkatkan
prestasi kerja (kinerja) dapat didukung secara informal oleh pemimpin yang bersifat
melihat situasi kecenderungan karakteristik sifat dan tingkat prestasi karyawannya.
Memiliki sikap konsisten adalah ciri yang harus dimiliki oleh seorang leader.
Karena hanya dengan bersikap konsisten, maka individu bisa menjadi seorang
pemimpin yang dapat dipercaya dan dihormati oleh orang-orang yang dipimpin.
Konsisten adalah salah satu habit penting yang diharapkan karyawan dari seorang
pemimpin. Bagaimana caranya menjadi seorang pemimpin yang konsisten?
Pemimpin yang konsisten itu terletak pada perkataan serta perilakunya. Sehebat
apapun leadership skill seseorang, namun jika perkataan serta perilakunya tidak
II.
PEMBAHASAN
A. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku dirancang
untuk mengintegrasikan tujuan individu untuk mencapai tujuan. Setiap pemimpin
biasa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dengan yang lain,
dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan lebik baik atau lebih jelek dari gaya
kepemimpinan lainnya. Para penulis mencoba mengelompokkan gaya
kepemimpinan yang ada dengan menggunakan suatu dasar tertentu. Dasar yang
sering dipergunakan adalah tugas yang dirasakan harus dilakukan oleh pemimpin
harapkan diterima oleh pimpinan, kewajiban yang pimpinan harapkan diterima
oleh bawahan dan falsafah yang dianut pimpinan untuk pengembangan dan
pemenuhan harapan para bawahan.
Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah, tetapi, juga bukan
tidak mungkin. Kalau individu menyadari maju-mundurnya usaha yang individu
bangun sangat bergantung pada kekuatan kepemimpinan, maka mau tidak mau
individu harus mengembangkannya. Pemimpin mempunyai ciri-ciri yang berbeda
dengan seorang pengikut (follower). Ciri-ciri itu dapat dilihat pada tabel 1 dibawah
ini.
Follower
Beraksi (reaktif)
Leader
Berinisiatif
Manajer
Memelihara sistem yang ada, bekerja
dengan sistem
Patuh, disiplin, tidak memberi ruang
bagi kesalahan
Menghindari resiko
Orientasi di sini, hari ini, learning from
the past
Menciptakan pengikut dan bawahan
Dasarnya adalah
profesionalisme
kompetensi
dan
Luther King Jr. Adalah sosok yang tidak mau menyerah saat melawan tradisi
perbedaan warna kulit (segregasi) di Amerika Serikat.
Istilah visi sering dikaitkan dengan kepemimpinan karismatik. Akan
tetapi, kepemimpinan visioner melampaui karisma karena kemampuannya
menciptakan dan menyatakan visi yang realistis, layak dipercaya dan
menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tumbuh
dan memperbaiki situasi sekarang. Pemimpin visioner memiliki tiga sifat
yang berkaitan dengan efektivitas peran visioner mereka.
Ketrampilan pertama adalah kemampuannya dalam menjelaskan
visinya kepada oranglain melalui pidato-pidato yang memukau dan
memancing orang untuk bergabung. Visi yang paling baik pun tidak akan
berhasil apabila bukan seorang komunikator yang kuat. Dalam dunia bisnis
dikenal Herb Kelleher, CEO Southwest Airline yang berkomitmen penuh
pada pelayanan pelanggan. Dia tidak segan-segan ikut bekerja, bila perlu
membantu dalam proses administrasi kedatangan penumpang, mengangkut
koper atau melakukan apa aja untuk membuat pengalaman pelanggan lebih
menyenangkan.
Ketrampilan kedua yang dituntut dari pemimpin karisma adalah
kemampuannya mengungkap visi. Bukan hanya secara verbal melainkan
juga melalui perilaku. Ketrampilan ketiga adalah kemampuan unuk
memperluaskan dan menerapkan visi dalam berbagai konteks yang berbedabeda. Visi itu harus sama maknanya bagi orang dibagian akuntansi dengan
bagian produksi dan bagi karyawan yang ditempatkan di kantor-kantor
cabang maupun kantor pusat.
Kepemimpinan yang kharismatik memiliki karekteristik yang khas
yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh
pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Seorang pemimpin
yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut
meskipun para pengikutnya tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara
konkret mengapa orang tertentu dikagumi.
Mungkin pula seorang pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya
yang paternalistik, tetap ia tidak kehilangan daya demokratik atau
partisipatif.pemimpin yang tergolong kharismatik ini jumlahnya tidak besar
dan mungkin jumlah yang sedikit ini pulalah yang menyebabkan sehingga
tidak cukup data empiris yang dapat digunakan untuk menganalisis secara
ilmiah karakter pemimpin yang kharismatik.
e. Kepemimpinan Tim
Kepemimpinan tim dapat dibagi ke dalam empat peran. Pertama,
pemimpin tim adalah penghubung dengan pihak luar. Pihak luar dapat
mencakup manajemen yang lebih atas, tim internal lain, pelanggan, atau
pemasok. Pemimpin mewakili tim tersebut menghadapi konstituen lain,
mendapatkan sumber daya yang diperlukan, memperjelas pengharapan orang
lain terhadap tim itu, mengumpulkan informasi dari luar dan menyampaikan
informasi itu kepada anggota-anggota tim.
i. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan
masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat agraris.
Popularitas pemimpin yang paternalistik disebabkan oleh beberapa faktor
seperti:
1) Kuatnya ikatan primordial
2) Extended family system
3) Kehidupan masyarakat yang komunalistik
4) Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat
5) Masih dimungkinkannya hubungann pribadi yang intim antara seseorang
anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lain.
Persepsi seorang pemimpin paternalistik tentang peranannya dalam
kehidupan organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan pada
umumnya berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu beperan
sebagai bapak yang bersifat melindungi dan yang layak dijadikan sebagai
tempat bertanya dan memperoleh petunjuk. Legitimasi kepemimpinannya
dipandang sebagai hal yang wajar dan normal, dengan implikasi
organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil
keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan para bawahannya.
Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya
seorang pemimpin yang paternalistik mengutamakan kebersamaan. Artinya
pemimpin yang bersangkutan berusaha memperlakukan semua orang dan
semua satuan kerja yang terdapat didalam organisasi seadil dan serata
mungkin. Dimata seorang pemimpin yang paternalistik para bawahannya
belum dewasa dalam cara bertindak dan berfikir sehingga memerlukan
bimbingan dan tuntutan terus menerus. Konsekuensi dari perilaku seorang
pimpinan yang paternalistik demikian ialah para bawahannya tidakk
dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide dan saran.
2. Empat Gaya Kepemimpinan yang Efektif
a. Eksekutif (Executif)
Gaya Executif mempunyai perhatian yang banyak terhadap tugas-tugas
pekerjaan dan hubungan kerja. Manajager seperti ini berfungsi sebagai
motivator yang baik dan mau menetapkan produktifitas yang tinggi.
b. Pembangun (developer)
Gaya pembangun ini lebih mempunyai perhatian yang penuh terhadap
hubungan kerja,sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas perkerjaan adalah
minim.
c. Otokrat penuh kebajikan (benevolent autocrat)
Gaya kepemimpinan ini melakukan perhatian yang maksimum
terhadap pekerjaan(tugas-tugas) dan perhatian terhadap hubungan kerja yang
minimum sekali tetapi berusaha agar menjaga perasaan bawahannya. Gaya
ini sangat sesuai dengan pernyataan seorang manajer (penyelia) tersebut
yaitu "para bawahan sungguh-sungguh menginginkan saudara memberikan
disiplin. Mereka tidak akan hormat pada saudara kecuali saudara
memberikan disiplin kepada mereka dan cara terbaik untuk melakukan hal
itu adalah close control". Secara langsung sikap perhatian yang maksimun
berupa sikap disiplin terhadap tugas tugas bawahannya akan memberikan
efektifitas dan juga memberikan rasa hormat bawahan terhadap seorang
manajer (penyelia).
d. Birokrat (Bureaucrat)
Gaya
kepemimpinan
ini
melakukan
perhatian
terhadap
pekerjaan(tugas-tugas) dan perhatian terhadap hubungan kerja dengan cara
mengutaman sebuah birokrasi terhadap masing-masing bawahan untuk
mencapai suatu efektifitas tujuan pekerjaan masing-masing.
3. Empat gaya kepemimpinan yang tidak efektif
a. Kompromis (compromiser)
Gaya kompromi ini menitikberatkan perhatian kepada tugas dan
hubungan berdasarkan situasi kompromi.
b. Misionaris (missionary)
Manajer seperti ini menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan, dengan
kata lain memberikan perhatian besar pada orang-orang dan hubungan kerja
tetapi sedikit perhatian terhadap tugas dan perilaku yang sesuai.
c. Otokrat (autokrat)
Pemimpin tipe seperti ini akan memberikan perhatian yang banyak
terhadap tugas dan sedikit perhatian terhadap hubungan kerja dengan
perilaku yang tidak sesuai. Dalam kata lain gaya seperti ini lah yang tidak
disukai seorang bawahan dimana pernyataan penyelia yaitu "Hal lain
seharusnya dipikirkan seorang penyelia adalah konsistensi. Perubahan gaya
kepemimpinan,saya pikir ,merupakan hal jelek. Para bawahan akan lebih
menyukai penyelia yang keras sepanjang waktu daripada seorang lunak
(linent) satu menit dan keras atau ketat(hard-noses) dua menit berikutnya".
Sebuah konsistensi perhatian yang sesuai yang harus dilakukan oleh penyelia
atau manager sebagai pemimpin.
d. Pelarian (deserter)
Manajer yang memili gaya kepemimpinan seperti ini sama sekali tidak
memperdulikan tugas dan tanggung jawab.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan
a. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi yang dapat
digunakan didalamnya. Efektivitas sebuah organisasi dipengaruhi oleh
tingkat kompleksitas dan formalitas struktur serta sistem kewenangan dalam
pengambilan keputusan. Teknologi yang digunakan berkaitan erat dengan
Menengah
(K3)
Mampu
Tapi
Tak Mau
(K2)
Tak Mampu
Tapi
Mau
Rendah (K1)
Tak Mampu
Dan
Tak Mau
HUBUNGAN
TINGKAHLAKU PIMPINAN
K2=
Menjual
K3 = Partisipasi
K4= Pendelegasian Tugas
K1
=
Memerinta
h
Tinggi
Rendah
PENUGASAN
K4
Mampu
Dan
Mau
K3
Mampu
Tetapi
Tidak mau
K2
Tidak mampu
Tetapi mau
K1
Tidak mampu
Dan tidak mau
Sukses seorang pemimpin ditentukan oleh pilihan-pilihan dan tindakantindakan yang ia ambil dalam menyikapi dan menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi organisasi. Pilihan dan tindakan itu diambil berdasarkan nilai-nilai
moral dan etis yang ia yakini. Sukses seorang pemimpin sangat diwarnai oleh
karakter dari si pemimpin. Bahkan saya berani mengatakan esensi dasar sukses
kepemimpinan adalah karakter-karakter utama yang dimiliki si pemimpin.
Character is the foundation for leader's all true success.
Karakter kepemimpinan menurut Andri Wongso adalah sebagai "kualitas
personal dari seorang pemimpin yang terbentuk melalui akumulasi tindakantindakan yang mengacu kepada nilai-nilai moralitas dan etik" yang diyakini oleh
seorang pemimpin. Karakter tak cukup dibentuk melalui ucapan-ucapan. Karakter
terbentuk melalui ucapan, pikiran, dan tindakan riil yang akhirnya menentukan
siapa si pemimpin itu sesungguhnya ("who he is").
Pemimpin hebat selalu memiliki kualitas karater yang baik dan kuat.
Pemimpin yang memiliki kualitas karakter baik dan kuat yaitu pemimpin yang
berpikir, bersikap, dan bertindak mengikuti nilai-nilai inti universal yang baik
seperti seperti kejujuran, keterpercayaan, tanggung-jawab, kepedulian kepada
negara, dan lain-lain. Berikut beberapa tokoh dunia yang dijadikan contoh sebagai
sosok yang memiliki karakter kepemimpinan.
1. Mother Teresa misalnya memiliki karakter yang kuat sebagai pemimpin yang
peduli, empati, dan kasih pada orang lain . Martin Luther King dikenal memiliki
karakter kuat sebagai pemimpin yang memiliki keteguhan dalam memegang
prinsip. Tokoh kulit hitam ini juga memiliki keberanian luar biasa dalam
menghadapi tantangan berat yang harus dihadapi. Jack Welch adalah pemimpin
berkarakter karena memiliki kemampuan dalam mengambil keputusankeputusan berat dan pelik. Sementara Steve Jobs memiliki kepemimpinan yang
unik karena ide-idenya yang inovatif dan kemampuannya melihat tren masa
depan.
2. Richard Nixon gagal menjadi pemimpin yang baik karena tidak memiliki
kejujuran pada rakyatnya yang berakibat dia dilengserkan dari kursi
kepresidenan. Para pemimpin lembaga-lembaga keuangan bergengsi seperti
AIG, Lehman Brothers, juga Enron, Worldcom gagal mengemban tanggungjawab kepemimpinan karena tamak dan hanya mementingkan diri sendiri tanpa
peduli kepentingan lingkungan di sekitarnya.
Seorang pakar yang menyebutkan "character is values in action". Artinya,
karakter adalah nilai-nilai yang mewujud dalam bentuk tindakan-tindakan riil
sehari-hari. Intinya, ungkapan ini ingin menegaskan bahwa karakter terbentuk
hanya jika nilai-nilai yang diyakini si pemimpin "bermuara" pada tindakan-
tindakan, tak cukup hanya sampai di pola pikir atau ucapan-ucapan. Dalam
kurun waktu yang panjang tindakan-tindakan itu membentuk kebiasaan yang
kemudian menjadi ciri khas dan keunikan seorang pemimpin.
Pemimpin berkarakter selalu punya identitas kuat dan mulia. Bahkan kata
"character" berasal dari bahasa Yunani yang makna lugas "enduring, lasting,
atau indelible mark." Kata kuncinya adalah "mark" atau ciri. Karena itu karakter
bisa juga diartikan sebagai ciri-ciri khusus yang membedakan seseorang dengan
orang lain. Nilai-nilai, pikiran, ucapan, dan tindakan seorang pemimpin
akhirnya akan membentuk ciri dan identitasnya di mata para followers.
3. Dimensi penting lain dari karakter kepemimpinan adalah konsistensi. Lawrence
Pervin, seorang psikolog mendefinisikan karakter sebagai: "a disposition to
express behavior in consistent patterns of functions across a range of situations."
Karakter dicerminkan oleh perilaku dan tindakan konsisten yang dilakukan
seseorang tak peduli situasi seperti apa yang ia hadapi. Dalam situasi apapun,
baik maupun buruk, pemimpin berkarakter akan selalu mempraktekkan nilainilai yang ia yakini.
Pemimpin berkarakter tak mengenal yang namanya aji mumpung. Ketika ia
menempati posisi jabatan yang basah bukan berarti kemudian ia bisa melakukan
korupsi seenaknya. Ketika nilai-nilai kejujuran dan etika ia pegang, maka tak
peduli bagaimana posisinya, basah maupun kering, ia tak akan melakukan korupsi.
William Penn, filsuf dan pendiri Negara Bagian Pennsylvania, menggambarkan
dengan sangat pas konsistensi ini dengan ungkapan: "What is wrong is wrong,
even if everyone is doing it. Right is still right, even if no one else is doing it."
Namanya konsistensi, maka kita tak akan bisa mengidentifikasi karakter
seorang pemimpin dengan hanya sekali saja mendengar ucapannya, sekali saja
memahami pikiran, atau sekali saja melihat tindakannya. Karakter pemimpin baru
bisa dikenali setelah kita merasakan kepemimpinannya ratusan bahkan ribuan kali
dalam kurun waktu yang panjang. Mungkin seseorang pemimpin bisa
menyembunyikan karakternya dalam waktu seminggu atau sebulan di awal
kepemimpinannya, namun pada akhirnya karakter itu akan gamblang di mata anak
buahnya setelah ia memimpin setahun, tiga tahun, atau lima tahun.
Karakter pemimpin tercermin dari akumulasi ucapan, pikiran, dan tindakan
yang akan konsisten polanya dalam kurun waktu panjang. Di awal kepemimpinan
Anda bisa mengatakan bahwa Anda adalah pemimpin yang egaliter, demokratis,
dan selalu mendengar aspirasi dari anak buah. Namun dari interaksi dengan anak
buah (di rapat-rapat, dalam pidato-pidato, dari praktek kepemimpinan yang
dijalankan) ujung-ujungnya akan ketahuan "potret" Anda yang sesungguhnya,
apakah betul demokratis atau justru sebaliknya. Potret itu adalah karakter Anda
sebagai pemimpin. Potret itu jujur, tidak bisa bohong, tidak bisa mengelabuhi, tak
bisa dipalsukan.
III.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2000. Analisis Teori Regresi : Teori Kasus dan Solusi. Yogyakarta : BPFE
Ali, Muhammad. 1987. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung :
Angkasa
Anonim. 2012. Tiga Karakteristik Kepemimpinan Kompetensi, Konsistensi dan
Karakter. http://penerapansistemmanajemen.wordpress.com/2012/10/08/tigakarakteristik-kepemimpinan-kompetensi-konsistensi-dan-karakter/. Di akses
pada tanggal 13 Oktober 2012
Anonim.
2012.
Jenis
dan
Macam
Gaya
Kepemimpinan.
http://organisasi.org/jenis_dan_macam_gaya_kepemimpinan_pemimpin_klas
ik_otoriter_demokratis_dan_bebas_manajemen_sumber_daya_manusia.
akses pada tanggal 13 Oktober 2012
Di
Endah.
2011.
Salah
Satu
Ciri
Seorang
Pemimpin.
http://managementdaily.co.id/journal/index/category/leadership_corp_culture
/320/10 Di akses pada tangga 12 Oktober 2012
Laksmi, Asri Riani. Dkk. 2005. Dasar-dasar Kewirausahaan. Surakarta : UNS Press
White, B.Joseph. 2007. The Nature of Leadership. New York: AMACOM
Widyatmini. 1991. Pengantar Organisasi & Metode. Depok: Gunadarma
Yuswohady. 2012. AW, Andrie Wongso - Action & Wisdom Motivation Training
-Pemimpin
Berkarakter.
http://www.andriewongso.com/artikel/viewarticleprint.php?idartikel=5355.
Di akses pada tanggal 12 Oktober 2012
Diposkan 23rd November 2013 oleh Agrittude
0
Tambahkan komentar
2.
Nov
15
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga Berencana
Usia antara 15-49 tahun merupakan usia subur bagi seseorang wanita karena
pada rentang usia tersebut kemungkinan wanita melahirkan anak cukup besar.
Salah satu cara untuk menekan laju penduduk adalah melalui program Keluarga
Berencana (KB). Fertilitas memiliki pengukuran, dimana angka fertilitas menurut
golongan umur dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan angka kelahiran kasar
karena tingkat kesuburan pada setiap golongan umur tidak sama hingga gambaran
kelahiran menjadi lebih teliti. Perhitungan angka fertilitas menurut golongan umur
biasanya dilakukan dengan interval 5 tahun hingga bila wanita dianggap berusia
subur terletak antara umur 15-49 tahun, akan diperoleh sebanyak 7 golongan umur.
Dengan demikian dapat disusun menjadi distribusi frekuensi pada setiap golongan
umur. Dari distribusi frekuensi tersebut, dapat diketahui pada golongan umur
berapa yang mempunyai tingkat kesuburan tertinggi. Hal ini penting untuk
menentukan prioritas program keluarga berencana.
KB dirumuskan sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan
keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Menurut para ulama (di kutip dari media
online BKKBN) KB di sini mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl
(pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya tanzim al nasl bukan tahdid al nasl
(pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqath al-haml
wa al ijhadl) maka KB tidak dilarang. Meski secara teoritis telah banyak fatwa
ulama yang membolehkan KB dalam arti tanzim al nasl tetapi tetap harus
memperhatikan jenis dan cara kerja alat atau metode kontrasepsi yang akan
digunakan untuk ber-KB.
Peserta keluarga berencana adalah pasangan usia subur dimana salah satu
atau dua orang dari pasangan tersebut menggunakan salah satu atau alat
kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun
non-program. Pasangan usia subur memiliki batasan umur yang digunakan adalah
1544tahun dan bukan 15-49tahun. Hal ini tidak berarti berbeda dengan
Masyarakat tentu lebih merasa bahagia dan sejahtera bukan karena tingkat
fertilitas secara nasional telah turun dari keadaan masa lalu, tetapi dirinya sendiri,
yaitu setiap keluarga bisa merasakan bahwa dengan adanya program KB yang
melayani dirinya dengan baik, sebagai suatu keluarga yang tadinya tidak
mengetahui apapun juga tentang program ini, sekarang bisa mengambil manfaat
sebaik-baiknya. Kebahagiaan pribadi inilah yang kiranya jarang muncul ke
permukaan karena setiap rakyat jelata yang beruntung biasanya bukan masuk
dalam tatanan berita nasional, tetapi diam dan tenang saja sebagai bagian dari
mayoritas diam yang jumlahnya jutaan keluarga.
Walaupun pertumbuhan yang pesat dan penggunaan paksaan untuk
mengikuti program keluarga berencana (KB) dapat dianggap sebagai bagian dari
penyebab turunnya tingkat fertilitas, ada penyebab lainnya termasuk meningkatnya
jumlah perempuan yang melek huruf, perbaikan kesehatan anak, dan kesempatan
kerja yang lebih besar bagi kaum perempuan.
C. Teori Pendukung Penggunaan Alat Kontrasepsi dalam Keluarga Berencana
Teori Bongaarts mengatakan bahwa penentu fertilitas adalah proporsi wanita
kawin 15-19 tahun, pemakaian kontrasepsi, aborsi, kemandulan, frekuensi
hubungan seksual, selibat permanen dan mortalitas janin. Kemudian menurut
Kingsley Davis dan Judith Blake yakni penurunan fertilitas diakibatkan oleh
adanya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi salah satunya adalah
dengan pemakaian alat kontrasepsi. Palmore dan Bulatao, dengan teori
Contraceptive Choice berpendapat bahwa dengan menggunakan alat kontrasepsi
dapat menjarangkan atau membatasi kelahiran.
Pada teori Malthus dan Neo-Malthus juga dijelaskan penggunaan alat
kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran. Menurut Malthus, pembatasan
pertumbuhan penduduk dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, salah satunya
dengan melakukan vice restraint (pengurangan kelahiran) yakni melalui
penggunaan
sebagainya.
alat-alat
kontrasepsi,
pengguguran
kandungan
dan
lain-lain
salah
satu
pendukung
terbentuknya
program-program
dalam
Keterangan :
YEP = Indeks Yearly effective protection
PUS = Pasangan Usia Subur
Apabila diketahui data mengenai tingkat fertilitas suatu daerah sebelum
program KB (baik total fertility rate = TFR atau crude birth rate = CBR), maka
untuk memperkirakan angaka fertilitas untuk suatu daerah pada saat sekarang
dapat dipergunakan perumusan sebagai berikut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. BKKBN Tetap Menggratiskan Alkon Bagi Keluarga Miskin.
http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php/rubrik/detail/402 diposting pada
2004-03-31 pukul 16:33:00
Anonim. 2011. Fertilitas.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23173/4/chapter%20II.pdf di
akses pada tgl 18 oktober 2011 pukul 20.22 WIB
Anonim. 2011. KB Itu Mengatur Keturunan.
http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php/rubrik/detail/443 diposting pada 200802-24 pukul 12:07
BKKBN. 2007. Analisis dan Evaluasi Dampak Program KB Terhadap Fertilitas dan
Aspek Kependudukan di Indonesia Tahun 2006. Direktorat Analisis dan
Evaluasi Program. Jakarta
Brown, Lester R. Kembali di Simpang Jalan (Masalah Kependudukan dengan Sumber
Daya Alam. Yayasan Obor Indonesia.
Kartoyo, Azwini. 2004. Dasar-dasar Demografi (Keluarga Berencana). Edisi 2004.
Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta
Tambahkan komentar
3.
Nov
15
FERTILITAS PENDUDUK
BAB I
PENDAHULUAN
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata
dari seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini
menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan
potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas.
Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya.
Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas
mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu
terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan,
seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya.
Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila
waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still
live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi
dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini
disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang
tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa
masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang
kuat terhadap wanita/ pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua
persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak
mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika wanita tersebut pernah
melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran
mortalitas (kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat
melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena
kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya
melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal). Seseorang yang meninggal pada
hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko
kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah melahirkan seorang anak, tidak
berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengukuran fertilitas memiliki dua macam pengukuran, yaitu pengukuran
fertilitas tahunan dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas tahunan
(vital rates) adalah mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu yang dihubungkan
dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun
tersebut. Sedangkan pengukuran fertilitas kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata
anak yang dilahirkan oleh seorang wanita hingga mengakhiri batas usia subur.
A. Ukuran-ukuran Fertilitas Tahunan
1. Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate)
Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada suatu
tahun tertentu tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dalam ukuran
CBR, jumlah kelahiran tidak dikaitkan secara langsung dengan penduduk
wanita, melainkan dengan penduduk secara keseluruhan.
CBR = x k
dimana:
CBR
= Tingkat Kelahiran Kasar
Pm = Penduduk pertengahan tahun
k
B
penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang
berumur 50 tahun ke atas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar. Sedangkan
kelebihan dalam penggunaan ukuran CBR adalah perhitungan ini sederhana,
karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
2. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)
Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah kelahiran
(lahir hidup) per 1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun) pada tahun tertentu.
Pada tingkat fertilitas kasar masih terlalu kasar karena membandingkan jumlah
kelahiran dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Tetapi pada tingkat
fertilitas umum ini pada penyebutnya sudah tidak menggunakan jumlah
penduduk pada pertengahan tahun lagi, tetapi jumlah penduduk wanita
pertengahan tahun umur 15-49 tahun.
GFR = x k
atau
GFR = x k
dimana:
GFR
B
Pf (15-49)
tahun
k
atau
ASFRi = x k
dimana:
ASFRi = Tingkat Fertilitas menurut Umur
Bi
Pfi
= Tingkat Fertilitas
1971
1980
1985
1990
1991
1994
1998
1999
Nanggroe Aceh
Darussalam
4,79
3,76
3,3
2,78
2,69
Sumatera Utara
4,17
3,88
3,08
Sumatera Barat
6,18
3,6
3,19
2,94
2,87
Riau
5,94
n.a
3,1
2,85
2,77
Jambi
6,39
4,62
n.a
2,97
2,87
2,8
Sumatera Selatan
4,78
3,43
2,87
2,78
2,71
Bengkulu
n.a
3,45
2,83
2,77
Lampung
5,75
3,2
3,45
2,74
2,66
DKI Jakarta
3,99
3,25
2,14
1,9
Jawa Barat
3,17
2,61
2,55
Jawa Tengah
5,33
4,37
3,82
2,85
2,77
2,41
2,37
DI Yogyakarta
2,93
2,04
1,79
Jawa Timur
4,72
3,2
2,22
2,02
2,02
Bali
3,09
2,14
6,49
3,82
3,64
3,12
3,05
5,54
5,12
n.a
3,87
3,15
3,06
Kalimantan Barat
5,52
4,98
3,94
3,34
2,92
2,81
Kalimantan Tengah
5,87
n.a
2,31
2,86
2,81
Kalimantan Selatan
3,74
2,7
2,33
2,58
2,53
Kalimantan Timur
4,16
n.a
3,21
2,6
2,55
Sulawesi Utara
6,79
2,25
2,62
2,38
2,36
Sulawesi Tengah
6,53
5,9
n.a
3,08
2,78
2,72
Sulawesi Selatan
3,01
2,92
2,7
2,65
Sulawesi Tenggara
5,82
5,66
n.a
3,5
2,87
Maluku
5,61
n.a
3,7
2,92
2,82
Papua
n.a
3,15
3,03
2,96
INDONESIA
2,85
2,65
2,59
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 , Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994
Total Fertility Rate/ TFR adalah rata-rata jumlah anak yang dilahirkan
seorang wanita sampai akhir masa reproduksinya. Rumus perhitungan TFR
yaitu sebagai berikut.
Keterangan :
TFR
ASFR
= Kelompok umur
Kebaikannya :
Merupakan ukuran untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung
berdasarkan angka kelahiran menurut kelompok umur.
2. Gross Reproduction Rate/ GRR
Angka yang menunjukkan rata-rata jumlah anak perempuan yang
dilahirkan oleh seorang wanita selama masa hidupnya, dengan mengikuti pola
fertilitas dan mortalitas yang sama seperti ibunya. Dalam reit reproduksi kasar
yang
sama
seperti
ibunya.
Ukuran
reit
reproduksi
neto
kekurangan pelaporan pada anak-anak jauh lebih besar. Selain itu juga
dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, di mana tingkat mortalitas anakm
khususnya di bawah 1 tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR
selalu lebih kecil daripada tingkat fertilitas yang seharusnya dan CWR tidak
memperhitungkan distribusi umur dari penduduk wanita.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Menentukan Fertilitas
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas baik yang
berupa faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor
demografi diantaranya adalah struktur umur, umur perkawinan, lama perkawinan,
paritas, distrupsi perkawinan dan proporsi yang kawin sedangkan faktor nondemografi dapat berupa faktor sosial, ekonomi maupun psikologi.
1. Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi.
Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian
sosiologis tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama
kependudukan menjadi salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa
kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis
sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah
mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada
hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul The Social structure and fertility: an
analytic framework (1956)2 Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan
analisis sosiologis tentang fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktorfaktor yang mempengaruhi fertilitas melalui apa yang disebut sebagai variabel
antara (intermediate variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi fertilitas akan melalui variabel antara. Ada 11 variabel antara
yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga
tahap proses reproduksi sebagai berikut:
variabel bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya
tergantung kepada neraca netto dari nilai semua variabel.
2. Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap
fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di
suatu masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi
norma-norma yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma
tentang variabel antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya
keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur
sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake
menjadi variabel antara yang menghubungkan antara norma-norma fertilitas
yang sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki
(outcome). Ia mengemukakan bahwa norma fertilitas yang sudah mapan
diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang dinginkan
seseorang. Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang dominan.
Secara umum Freedman mengatakan bahwa:
Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota suatu
masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali dan
membawa konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung menciptakan
suatu cara penyelesaian normatif terhadap masalah tersebut. Cara
penyelesaian ini merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah laku dalam
suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat
mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan
norma tersebut baik melalui ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty)
yang implisit dan eksplisit. ... Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh
sepasang suami isteri itu merupakan masalah yang sangat universal dan
penting bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu penyimpangan
sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk
mengatasi masalah ini
dikatakan sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan teori ekonomi
tentang fertilitas. Menurut Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang
menentukan jumlah kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya,
besarnya juga tergantung pada berapa banyak kelahiran yang dapat bertahan
hidup (survive). Tekanan yang utama adalah bahwa cara bertingkah laku itu
sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitunganperhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan
perhitungan perhitungan yang demikian ini tergantung pada keseimbangan
antara kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan
kelahiran anak, baik berupa uang maupun psikis. Ada tiga macam tipe
kegunaan yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu barang
konsumsi misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b) kegunaan yang
diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam beberapa hal
tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan
menambah pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak
sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya.
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek kegunaannya
(utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah memberikan kepuasaan,
dapat memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan
berproduksi serta merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa
depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari
mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat
dibedakan atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya
langsung adalah biaya yang dikeluarkan dalam memelihara anak seperti
memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri.
Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan yang hilang karena
adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu tidak dapat bekerja
lagi karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan selama masa hamil,
atau berkurangnya mobilitas orang tua yang mempunyai tanggungan keluarga
besar (Leibenstein, 1958).
Tambahkan komentar
4.
Oct
18
Langkah-Langkah dalam
Pengembangan Masyarakat
PENDAHULUAN
Pada hakekatnya, kegiatan pengembangan masyarakat adalah sebuah
pembangunan yang menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi kemajuan
kehidupan diberbagai bidang, yaitu kondisi yang memungkinkan terciptanya
partisipasi aktif masyarakat dan adanya kepercayaan penuh pada masyarakat untuk
memegang inisiatif tersebut. Pengembangan masyarakat memiliki tujuan yaitu
memajukan pada setiap aspek kehidupan masyarakat, baik ekonomi, sosial budaya
maupun aspek kehidupan lain sehingga tercapai kesejahteraan, selain itu juga untuk
membangun kehidupan manusia sebagai individu dan sebagai anggota komunitasnya
dengan cara mengembangkan pandangan, kemandirian, dedikasi terhadap tujuan
komunitas dan kerjasama.
Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu
ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya. Dalam praktek pengembangan
masyarakat yang dilakukan oleh banyak pihak, seringkali terbatas pada pemberdayaan
ekonomi
dalam
rangka
pengentasan
kemiskinan
(poverty
allevation)
atau
PEMBAHASAN
Dalam pengembangan masyarakat kita telah mengetahui prinsip-prinsip
pengembangan masyarakat, namun dari sekian puluh prinsip yang ada, pokok intinya
adalah partisipasi, kemandirian dan keswadayaan. Partisipasi diartikan bahwa setiap
program melibatkan masyarakat, baik fisik, ide, dan materi. Keterlibatan disini
memiliki makna keikutsertaan masyarakat secara fisikal dan mentalitas. Program
selalu berasal dan untuk pemenuhan masyarakat, sehingga yang merencanakan adalah
agen bersama masyarakat. Kemandirian artinya tujuan utama dari program untuk
mengentaskan masyarakat dengan dirinya sendiri, dan agen hanya sekedar memberi
stimulasi gagasan. Keswadayaan artinya bahwa setiap program harus dilakukan
dengan kemampuan diri sendiri, sehingga segala bentuk intervensi hanyalah sebagai
insentif saja.
dan anggota masyarakat untuk memperoleh fakta (Fact Finding) antara lain
kondisi fisik lokasi, sosial ekonomi, sumber pendapatan dan lingkungan. Pada saat
itu juga diungkapkan masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat dan
lingkungannya. Selanjutnya dirumuskan alternatif pemecahan masalah secara serta
penentuan prioritas-prioritas pemecahan masalah. Explanation PRA mungkin dapat
membantu untuk memperlancar proses ini.
2. Perencanaan program
Perencanaan program merupakan bagian dari pengembangan swadaya masyarakat
yang membahas dan memutuskan tentang tujuan, target, waktu, pembagian peran
dan tanggungjawab, sumber dana, sistem monitoring dan evaluasi yang semua
dipahami oleh anggota masyarakat. Planning PRA bisa membantu analisis
3.
mengetahui
penyimpangan
dan
penyebabnya.
Monitoring
adalah
Dilain pihak, Lippit (1961) dalam tulisannya tentang perubahan yang terencana
(planned change) merinci tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat ke dalam 7
(tujuh) kegiatan pokok sebagaimana dikemukakan Kevin (....) yaitu:
1) Penyadaran, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat
tentang keberadaannya, baik keberadaannya sebagai individu dan anggota
masyarakat, maupun kondisi lingkungannya yang menyangkut lingkungan fisik
atau teknis, sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Proses penyadaran seperti itulah
yang dimaksudkan oleh Freire (1976) sebagai tugas utama dari setiap kegiatan
pendidikan termasuk di dalamnya penyuluhan.
2) Menunjukkan adanya masalah, yaitu kondisi yang tidak diinginkan kaitannya
dengan: keadaan sumberdaya (alam, manusia, sarana prasarana, kelembagaan,
budaya, dan aksesibilitas), lingkungan fisik/teknis, sosial budaya, dan politis.
Termasuk dalam upaya menunjukkan masalah tersebut adalah faktor-faktor
penyebab terjadinya masalah, terutama yang menyangkut kelemahan internal dan
ancaman eksternalnya.
3) Membantu pemecahan masalah, sejak analisis akar masalah, analisis alternatif
pemecahan masalah, serta pilihan alternatif pemecahan terbaik yang dapat
dilakukan sesuai dengan kondisi internal (kekuatan, kelemahan) maupun kondisi
4)
yang terencana.
5) Melakukan pengujian dan demonstrasi, sebagai bagian dan implementasi
perubahan terencana yang berhasil dirumuskan. Kegiatan uji-coba dan demonstrasi
ini sangat diperlukan, karena tidak semua inovasi selalu cocok (secara: teknis,
ekonomis,
sosial
budaya,
dan
politik
atau
kebijakan)
dengan
kondisi
adat yang lain). Sesuai dengan perkembangan teknologi, produk dan media
publikasi yang digunakan perlu disesuaikan dengan karakteristik (calon) penerima
7)
manfaat penyuluhannya.
Melaksanakan pemberdayaan atau penguatan kapasitas, yaitu pemberian
kesempatan kepada kelompok lapisan bawah untuk bersuara dan menentukan
sendiri pilihan-pilihannya kaitannya dengan: aksesibilitas informasi, keterlibatan
dalam pemenuhan kebutuhan serta partisipasi dalam keseluruhan proses
pembangunan, bertanggung-gugat (akuntabilitas publik) dan penguatan kapasitas
lokal.
Tentang hal ini, Tim Delivery (2004) menawarkan tahapan-tahapan kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang dimulai dari proses seleksi lokasi sampai dengan
pemandirian masyarakat. Secara rinci masing-masing tahapan tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Tahap 1. Seleksi lokasi
2) Tahap 2. Sosialisasi pemberdayaan masyarakat
3) Tahap 3. Proses pemberdayaan masyarakat
a. Kajian keadaan pedesaan partisipatif
b. Pengembangan kelompok
c. Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan
d. Monitoring dan evaluasi partisipatif
4) Tahap 4. Pemandirian masyarakat
Adapun penjelasan tahap-tahap diatas sebagai berikut.
1. Seleksi Lokasi/ Wilayah
Seleksi wilayah dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh
lembaga, pihak-pihak terkait dan masyarakat. Penetapan kriteria penting agar
pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin, sehingga tujuan pemberdayaan
masyarakat akan tercapai seperti yang diharapkan.
2. Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat
Sosialisasi merupakan upaya
mengkomunikasikan
kegiatan
untuk
serta
menganalisa
keduanya,
baik
potensi
maupun
b.
c.
d.
d.
e.
f.
g.
DAFTAR PUSTAKA
A. Halim. 2005. Manajemen Pesantren. PT LKIS Pelangi Aksara.
Delivery.
2004.
Pemberdayaan
Masyarakat.
http://www.deliveri.org/guidelines/policy/pg_3/pg_3_sumary.htm. Dhakidae,
D. 1979. Teknologi. Prisma No.6 (Juni 1979):1
Freire, P. 1976. Extension or Communicating in Education for Critical
Consciousness. New York: Seaberg Press.
Mardikanto, T. 2010. Konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat. Cetakan 1. UNS
Press. Surakarta
Sri Kuntari. 2003. Metode Pengembangan Masyarakat Dua Arah. Departemen
Sosial RI Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta. Yogyakarta.
Sumaryadi, I, N. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Citra Utama
Tambahkan komentar
5.
Oct
18
melihat problem yang dihadapi masyarakat adalah sebuah permasalahan sosial yang
oleh karena itu pemecahannya mesti dilaksanakan dalam skala kehidupan sosial.
Disamping kedua prinsip dasar tersebut ada beberapa prinsip lain yang harus
terpenuhi dalam pengembangan masyarakat antara lain prinsip kebutuhan artinya
program pengembangan masyarakat harus didasarkan atas dan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Kebutuhan disini tidak hanya dipahami sebagai kebutuhan
fisik material namun juga non material. Oleh karena itu program pengembangan
masyarakat harus disusun bersama, baru kemudian dirumuskan pula metode materi
dan medianya. Dengan demikian seseorang tidak lagi terasing dengan masyarakat
sasaran. Konsep pengembangan masyarakat yang inilah yang ditawarkan sebagai
jawaban dan tuntunan kontekstualisasi pengembangan masyarakat.
Prinsip keterpaduan mencerminkan adanya upaya untuk memadukan seluruh
potensi dan sumber daya yang dimiliki masyarakat. Dalam konteks inilah
pengembangan masyarakat itu bukan monopoli sekelompok orang yang ahli atau
organisasi melainkan lebih luas dari itu, yaitu siapapun yang mempunyai komitmen
community development yang berpijak pada universalitas nilai-nilai sosial adalah
bagian dari seorang yang terjun dalam pengembangan masyarakat. Oleh karena itu,
pengembangan masyarakat itu bersifat lintas budaya dan lintas sektoral. Untuk itulah
intergrated or holistic strategy merupakan pilihan yang tepat dalam proses
pengembangan masyarakat model ini.
Selain prinsip-prinsip yang disebutkan pada kalimat sebelumnya, masih terdapat
prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan atau proses dalam pengembangan
masyarakat. Adapun prinsip-prinsip tersebut akan dibahas dalam bab pembahasan.
PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Pembangunan Masyarakat
Prinsip-prinsip pembangunan masyarakat akan menjadi ranah bagi
implementasi pembangunan masyarakat. Korelasi dari prinsip-prinsip tersebut
sangat diperlukan dalam upaya mewujudkan keberhasilan pembangunan
2.
spiritual.
Konfrontasi terhadap ketimpangan struktural
Pembangunan masyarakat harus mampu merubah adanya ketimpangan kelas
maupun ketimpangan gender dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi
3.
4.
keluarga.
Keberlanjutan
Dua aspek penting dalam rangka mewujudkan keberlanjutan pembangunan
adalah
pentingnya
pembangunan
tersebut
memperhatikan
dimensi
dikedepankan.
Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan
menjadi
basis
utama
dalam
pembangunan
yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah kehidupan dalam
6.
komunitasnya.
Pembangunan personal dan politik
Pembangunan masyarakat pada hakekatnya perlu untuk menyeimbangkan
hubungan antara personal dan politik, individu dan struktur maupun personal
privat
dan
publik.
Persoalan-persoalan
dalam
masyarakat
seperti
8.
seharusnya
kemandirian komunitas.
Independen dari negara
Hal ini tidak berarti bahwa dukungan pemerintah tidak perlu diterima.
Dukungan
pemerintah
sangat
diperlukan
untuk
memulai
proses
memperhatikan
aspek
keseimbangan
lingkungan
agar
hasil
pembangunan
yang
bersifat
mekanistik.
Oleh
karena
itu,
anti
kekerasan
kedua-duanya
masyarakat
padahal
mempersyaratkan
untuk
adanya
menumbuhkan
desentralisasi
dan
demokrasi
pemerataan
tersebut
kekuasaan,
pada
memperhatikan
prinsip-prinsip
3 aspek
pendidikan
domain,
yaitu
orang
dewasa
achievement,
yang
power
dan
psikomotorik.
c) Action-Research adalah sebuah metode untuk menyadarkan masyarakat
terhadap potensi dan masalah yang ada pada masyarakat.
d) Participatory Action Research adalah metode penyadaran masyarakat
terhadap potensi dan masalah yang dimiliki yang menekankan pada
keikutsertaan masyarakat pada kegiatan yang dilaksanakan.
e) Why tree dan problem tree merupakan metode perencanaan dan evaluasi
yang mempergunakan struktur analisis jaringan seperti pohon. Teknik ini
antara lain problem tree, solution tree dan sebagainya.
Terdapat beberapa metoda pemberdayaan masyarakat yang digunakan sejak
lama. Antara lain adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1. Ragam Metoda Pemberdayaan Masyarakat
No.
Kelompok
Ragam Metoda
Keterangan
1.
Metoda
Tatap-muka
Individual
karya.
Pertemuan, Ceramah, diskusi, FGD, RRA,
Kelompok
Percakapan tak-
3.
langsung
Demonstrasi
Masal
Individual
Kelompok
Kelompok
4.
Barang cetakan
5.
Media-masa
baliho, dll
Surat kabar, tabloid, majalah.
Media cetak
Radio, tape-recorder.
TV, VCD, DVD.
Media lisan
Media
terproyeksi
6.
Kampanye
praktek, kegiatan RRA lebih banyak dilakukan oleh orang luar dengan tanpa
atau sedikit melibatkan masyarakat setempat. Meskipun sering dikatakan sebagai
teknik penelitian yang cepat dan kasar/kotor tetapi RRA dinilai masih lebih
baik dibanding teknik-teknik kuantitatif klasik.
Sebagai suatu teknik penilaian, RRA menggabungkan beberapa teknik yang
terdiri dari:
a) Review/telaahan data sekunder, termasuk peta wilayah dan pengamatan
lapang secara ringkas
Oservasi/pengamatan lapang secara langsung
Wawancara dengan informan kunci dan lokakarya
Pemetaan dan pembuatan diagram/grafik
Studi kasus, sejarah lokal, dan biografi
Kecenderungan-kecenderungan
Pembuatan kuesioner sederhana yang singkat
Pembuatan laporan lapang secara cepat
Untuk itu, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Efektivitas dan efisiensi, kaitannya dengan biaya, waktu, dengan perolehan
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
individu-individu (sekitar 10-30 orang) yang tidak saling mengenal dan oleh
seorang pemandu (moderator) diarahkan untuk mendiskusikan pemahaman dan
atau pengalamannya tentang sesuatu program atau kegiatan yang diikuti dan atau
dicermatinya.
Sebagai suatu metoda pengumpulan data, FGD dirancang dalam beberapa
tahapan, yaitu:
a) Perumusan kejelasan tujuan FGD, utamanya tentang isu-isu pokok yang akan
dipercakapkan, sesuai dengan tujuan kegiatannya.
b) Persiapan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan
c) Identifikasi dan pemilihan partisipan, yang terdiri dari para pemangku
kepentingan kegiatan terkait, dan atau narasumber yang berkompeten.
d) Persiapan ruangan diskusi, termasuk tata-suara, tata-letak, dan perlengkapan
diskusi (komputer dan LCD, papan-tulis, peta-singkap, kertas-plano, kertas
meta-plan, spidol berwarna, dll)
e) Pelaksanaan diskusi
f) Analisis data (hasil diskusi)
g) Penulisan laporan, termasuk lampiran tentang transkrip diskusi, rekaman
suara, foto, dll.
d) Difasilitasi oleh ahli dan stakeholders (bukan anggota kelompok belajar) yang
bertindak sebagai katalisator dan fasilitator dalam pengambil keputusan; dan
(jika diperlukan) mereka akan meneruskannya kepada pengambil keputusan
e) Pemimpin perubahan, dalam arti bahwa keputusan yang diambil melalui PLA
akan dijadikan acuan bagi perubahan-perubahan yang akan dilaksanakan oleh
masyarakat setempat
5) SL atau Sekolah Lapang (Farmers Field School)
Sebagai metoda pemberdayaan masyarakat, SL/FFs merupakan kegiatan
pertemuan berkala yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat pada hamparan
tertentu, yang diawali dengan membahas masalah yang sedang dihadapi,
kemudian diikuti dengan curah pendapat, berbagi pengalaman (sharing), tentang
alternatif dan pemilihan cara-cara pemecahan masalah yang paling efektif dan
efisien sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki.
6) Pelatihan Partisipatif
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat
harus
diawali
dengan
modul/lembar
persiapan
fasilitator
pada
setiap
pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat.
Berbeda dengan kegiatan pelatihan konvensional, pelatihan partisipatif
dirancang sebagai implementasi metoda pendidikan orang dewasa (POD), dengan
ciri utama:
a) Hubungan instruktur/fasilitator dengan peserta didik tidak lagi bersifat
vertikal tetapi bersifat lateral/horizontal
b) Lebih mengutamakan proses daripada hasil, dalam arti, keberhasilan pelatihan
tidak diukur dari seberapa banyak terjadi alih-pengetahuan, tetapi seberapa
jauh terjadi interaksi atau diskusi dan berbagi pengalaman (sharing) antara
sesama peserta maupun antara fasilitator dan pesertanya.
KESIMPULAN
Prinsip-prinsip
pembangunan
masyarakat
akan
menjadi
ranah
bagi
DAFTAR PUSTAKA
Ife, Jim. 1996. Community Development: Creating Community Alternatives Vision.
Analisysis and Practice. Melbourne. Longman.
Kenny, S. 1994. Developing Communities For The Future Development The
Australia. Australia : Nelson Australia Prelimited, Canbera.
Mardikanto, Totok. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Surakarta. UNS Press
Moh. Ali Aziz. 2005. Dakwah Pengembangan Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Tambahkan komentar
6.
Jul
23
Presipitasi
Presipitasi pada pembentukan hujan, salju dan hujan es (hail) yang berasal dari
kumpulan awan. Awan-awan tersebut bergerak mengelilingi dunia, yang diatur oleh
arus udara. Sebagai contoh, ketika awan-awan tersebut bergerak menuju pegunungan,
awan-awan tersebut menjadi dingin dan kemudian segera menjadi jenuh air yang
kemudian air tersebut jatuh sebagai hujan, salju dan hujan es (hail), tergantung pada
suhu udara sekitarnya.
Presipitasi merupakan peristiwa jatuhnya cairan (dapat berbentuk cair atau
beku) dari atmosfer ke permukaan bumi.
a. Presipitasi cair dapat berupa hujan dan embun
b. Presipitasi beku dapat berupa salju dan hujan es.
Semua bentuk hasil kondensasi uap air yang terkandung di atmosfer.
Kondensasi
Sifat hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama
satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat. Sifat
hujan dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu :
1. Atas Normal (A)
Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115 %
2. Normal (N)
Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya antara 85 % 115 %
3. Bawah Normal (BN)
Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya kurang dari 85 %
Tambahkan komentar
Memuat
Template Dynamic Views. Gambar template oleh chuwy. Diberdayakan oleh Blogger.