Anda di halaman 1dari 12

PLS-SEM DAN CB-SEM

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Structural Equation Modelling (SEM)

Oleh:
1. Wirda Rahayu
(140610120009)
2. Intan Fresti Putri
(140610120015)
3. Anne Rahmawati
(140610120037)
4. Siti Maesaroh
(140610120041)
5. Aprilia Kurniharsih
(140610120065)
6. Hilmi Tsuraya Zulfania (140610120075)
7. Elsa Saputri
(140610120083)
8. Riana Octomi Yuanas (140610120089)
9. Vita Julinda
(140610120105)
10.Annisa Lestari
(140610120119)
Kelas : A

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015

PLS-SEM dan CB-SEM

Terdapat dua pendekatan untuk mengestimasi hubungan pada model


persamaan struktural (Hair et al., 2010, Hair, Ringle, & Sarstedt, 2011; Hair et al.,
2012a). Salah satunya dikenal dengan pendekatan CB-SEM dan yang lainnya
dikenal dengan pendekatan PLS-SEM. Masing-masing digunakan sesuai pada
konteks

penelitian

yang

berbeda.

Untuk

menjawab

pertanyaan

kapan

menggunakan PLS-SEM atau CB-SEM, peneliti focus pada karakteristik dan


objektif yang membedakan kedua metode tersebut ( Hair et al., 2012b).
Estimasi pada PLS-SEM menggunakan Analisis Regresi Chi-Kuadrat dan CBSEM menggunakan Maximum Likelihood. PLS-SEM menggunakan data yang ada
untuk mengestimasi hubungan model dengan tujuan meminimumkan error terms
(variansi residual) dari konstruk endogen. PLS-SEM analisis SEM berbasis varians,
sedangkan CB-SEM berbasis kovarians. Hal tersebut sebagai alasan PLS-SEM
lebih cocok untuk tujuan penelitian bersifat ekploratif dan CB-SEM lebih cocok
untuk konfirmasi teori.
PLS-SEM mirip dengan regresi PLS tetapi tidak ekuivalen antara keduanya.
Regresi PLS didasarkan pada pendekatan regresi yang bersifat eksploratif,
hubungan linier multiple veriabel independen dan tunggal atau multiple variabel
dependen.
Ada

beberapa

menggunakan

PLS-SEM

pertimbangan
atau

tidak.

penting

ketika

Pertimbangan

memutuskan

mengarah

pada

untuk
dasar

karakteristik metode dan properti algoritma. PLS-SEM memiliki fitur penting yang
dihubungkan dengan karakteristik data dan metode yang digunakan. Terdapat 4
critical issue pada aplikasi PLS-SEM (Hair, Ringle, & Sarstedt, 2011; Hair et al.,
2012a; Hair et al., 2012b; Ringle, Sarstedt, & Straub, 2012) yaitu data, model
properties, algotitma PLS-SEM dan model evaluation issue.
PLS-SEM akan lebih effisien jika ukuran sampel kecil, model yang
kompleks, dan data tidak harus berasumsi distribusi normal. Selain itu, PLS-SEM
bisa menangani model pengukuran reflektif dan model pengukuran formatif.
Penjelasan lebih lanjut mengenai karakteristik PLS-SEM akan dijelaskan pada
Exhibit 1.5.

Exhibit 1.5 Karakteristik dari PLS-SEM


Karakteristik data
Ukuran Sampel

Ukuran sampel kecil


Umumnya mencapai nilai statistik tertinggi pada saat
ukuran sampelnya kecil
Ukuran sampel yang besar akan meningkatkan presisi
(konsistensi) dari estimasi parameter

Distribusi

Tanpa asumsi distribusi


PLS-SEM menggunakan metode non parametrik

Nilai yang hilang

Sangat berpengaruh selama nilai yang hilang masih pada


tingkat yang wajar
Menggunakan data metrik, pengukuran dengan kuasi-

Skala
Pengukuran

metrik (skala data ordinal) dan kode biner variabel (dengan


batasan-batasan tertentu)
Beberapa batasan digunakan untuk data kategori saat
mengukur variabel laten endogen
Karakteristik Model

Banyaknya item Mengukur satu atau lebih item


yang digunakan
pada

model

pengukuran.
Menggunakan model pengukuran reflektif dan formatif

Hubungan
antara konstruk
dengan
indikatornya
Model
kompleks

yang Menangani model yang memiliki banyak model structural


Semakin banyak indikator maka semakin mereduksi bias
pada PLS-SEM

Susunan model

Tidak terdapat hubungan causal loop dalam struktur model.


Hanya terdapat model rekursif (hubungan timbal-balik)
Sifat Algoritma PLS-SEM

Objektif

Meminimalkan varians yang tidak dapat dijelaskan (contoh :


nilai R2)

Efisien

Menyatu setelah beberapa iterasi dengan solusi optimum

(bahkan dalam model yang kompleks atau dalam set data


yang besar), sehingga algoritmanya efisien
Skor Konstruk

Diperkirakan sebagai kombinasi linear dari indikatornya


Digunakan untuk tujuan prediktif
Dapat digunakan sebagai masukan untuk analisis
selanjutnya
Tidak terpengaruh oleh kekurangan data atau data tidak
lengkap

Estimasi

Hubungan

Model

Struktural

umumnya

ditaksir

terlalu

Parameter

rendah (PLS-SEM bias)


Hubungan Model Pengukuran adalah umumnya ditaksir
terlalu tinggi (PLS-SEM bias)
Konsisten pada umumnya
Tinggi tingkat kuasa uji
Model Evaluasi Masalah

Evaluasi

Model

Umum
Evaluasi

Model

Tidak ada kriteria uji kecocokan model secara umum.


Model

Pengukuran

pengukuran

menentukan

Reflektif

keandalan

beberapa criteria.
Model pengukuran

dan

formatif

yang

digunakan

penilaian
yang

validitas

digunakan

untuk
oleh
untuk

menentukan validitas penilaian, signifikansi dan relevansi


bobot indikator, kolinearitas indikator.
Evaluasi

Model

Kolinearitas antara set konstruk, signifikansi koefisien jalur,

Struktural

koefisien determinasi (R2), ukuran efek (f2), relevansi


prediktif (Q2 dan q2 ukuran efek).

Analisis
Tambahan

Analisis Matriks Dampak-Kinerja


Efek Mediasi
Model Komponen Hirarkis
Analisis Multigroup
Mengungkap dan menyelesaikan heterogenitas yang tidak

dapat diukur
Model Pengukuran Invarian
Efek Moderating

Hubungan causal loop antara variabel laten yaitu, ketika model adalah
non-recursive (tidak ada hubungan timbal balik. Karena PLS-SEM tidak memiliki

pengukuran kecocokan model global yang memadai, penggunaannya untuk


pengujian teori dan konfirmasi dibatasi. Studi simulasi menunjukkan bahwa
perbedaan antara estimasi CB-SEM dan estimasi PLS-SEM sangat kecil (misalnya,
Reinartz, Haenlein, & Henseler, 2009). Dengan demikian, secara ekstensif
dibahas PLS-SEM bias tidak relevan untuk sebagian besar aplikasi. Hasil untuk
CB-SEM dan PLS-SEM biasanya tidak berbeda banyak, dan estimasi PLS-SEM
dapat mewakili dengan baik hasil CB-SEM. Dalam kasus-kasus tertentu,
hubungan

model

struktural

atau

pengukuran

dari

konstruk

atau

ketika

penekanannya lebih pada eksplorasi dari konfirmasi, PLS-SEM adalah alternatif


yang menarik untuk CB-SEM.
Selanjutnya, ketika asumsi CB-SEM dilanggar berkaitan dengan normalitas
distribusi, ukuran sampel minimum, dan maksimum kompleksitas model, atau
anomali metodologis terkait, terjadi di proses estimasi model, PLS-SEM adalah
metodologi alternatif yang baik untuk menguji teori. Dengan demikian, peneliti
harus mempertimbangkan dengan baik ketika memutuskan analisis yang tepat
mau menggunakan CB-SEM atau PLS-SEM untuk penilaian model struktural.
Seperti yang bisa dilihat, PLS-SEM tidak dianjurkan sebagai alternatif
universal CB-SEM. Kedua metode berbeda dari sudut pandang statistik, sehingga
tak satu pun dari teknik umumnya unggul dari yang lain dan tak satu pun dari
mereka adalah sesuai untuk semua situasi. Secara umum, kekuatan PLS-SEM
merupakan kelemahan CB-SEM, dan sebaliknya. Sesuatu yang penting bahwa
ketika peneliti memahami aplikasi yang berbeda, kemudian masing-masing
pendekatan itu dikembangkan sesuai kegunaannya. Peneliti perlu menerapkan
teknik SEM yang paling sesuai dengan karakteristik tujuan penelitian, data
mereka, dan setup Model (lihat Roldan dan Sanchez-Franco [2012]).

Karakteristik Data
Persyaratan Ukuran Sampel Minimum
Karakteristik data seperti ukuran sampel minimum, non-normal data, dan
skala pengukuran (yaitu, penggunaan jenis skala yang berbeda) adalah salah
satu alasan yang paling sering disebutkan untuk menerapkan PLS-SEM (Rambut
et al, 2012b.; Henseler et al., 2009).

Exhibit 1.6 Rules of Thumb dalam Memilih Antara PLS-SEM dan CB-SEM
PLS SEM

Tujuan PLS adalah untuk memprediksi konstruk yang merupakan target


utama dalam model atau mengidentifikasi konstruk yang paling berpengaruh

dalam model.
Konstruk yang diukur secara formatif adalah bagian dari model struktural.
Pengukuran

formatif

dapat

digunakan

juga

pada

CB-SEM,

tetapi

membutuhkan modifikasi dalam spesifikasi konstruk (konstruk harus sudah

termasuk indikator formatif dan reflektif untuk memenuhi identifikasi).


Model struktural kompleks (terdapat banyak konstruk dan indikator).
Ukuran sampelnya kecil dan tidak berdistribusi normal.
Mengguakan skor variabel laten dalam analisisnya.

CB-SEM

Tujuannya untuk menguji teori, mengonfirmasi teori, atau membandingkan

teori.
Eror membutuhkan spesifikasi tambahan (mis. Kovarians)
Model struktural mempunyai hubungan non-recursive
Penelitiannya membutuhkan kriteria goodness of fit.
Ukuran

sampel

kecil

sering

dijadikan

alasan

yang

salah

untuk

menggunakan PLS-SEM. Hasil misinterpretasi ini kadang membuat publik menjadi


skeptis terhadap penggunaan metode PLS-SEM. Kompleksnya model struktural
mempunyai sedikit pengaruh terhadap ukuran sampel. Hal ini dikarenakan
algoritma PLS-SEM tidak menghitung seluruh hubungan di dalam model secara
bersamaan, tetapi menggunakan regresi OLS untuk menaksir regresi Parsial.
Ukuran sampel di PLS secara mendasar dibangun dari regresi OLS.
Dalam penelitian sebelumnya seperti penelitian Renarzt (2009) yang telah
menerapkan
kesimpulan

metode
bahwa

PLS-SEM
hasilnya

dengan

baik

dan

ukuran

sampel

mengindikasikan

kecil

didapatkan

bahwa

PLS-SEM

merupakan pilihan yang baik ketika ukuran sampelnya kecil. PLS-SEM juga
mempunyai tingkatan kuasa uji statistik yang lebih tinggi daripada CB-SEM
Pada 10 times rule menyatakan bahwa ukuran sampel setidaknya harus
lebih besar dari 10 kali banyak anak panah terbanyak yang menunjukkan
hubungan antara variabel laten ( konstruk) dengan indikatornya. Namun, perlu
diketahui

juga

latar

belakang

model

dan

karakteristik

data

untuk

mempertimbangkannya dalam pemilihan ukuran sampel minimum. Dan secara


spesifik, ukuran sampel yang dibutuhkan harus ditentukan oleh rata-rata dari
power analisis berdasarkan bagian model dengan jumlah prediktor terbanyak.
Rekomendasi Ukuran Sampel pada PLS-SEM untuk Statistical Power 80%
dapat dilihat pada exhibit 1.7. Misalnya: pada sebuah penelitian memiliki tiga
variabel laten, pada variabel laten pertama memiliki tiga indikator, variabel laten
kedua dengan lima indikator dan variabel laten ketiga memiliki tujuh indikator,
berarti jumlah tanda panah antara variabel konstruk dengan indikatornya yang
paling banyak adalah tujuh. Pada penelitian tersebut ditentukan taraf signifikan
5% dengan minimum R2 sebesar 0.75 makan ukuran sampel minimumnya adalah
41 sampel.
Exhibit 1.7 Rekomendasi Ukuran Sampel pada PLS-SEM untuk
Statistical Power 80%
Jumlah
1%
Minimum R2

maksimum
tanda panah
pada variabel

Taraf Signifikansi
5%
Minimum R2

10%
Minimum R2

0.1

0.2

0.5

0.7

0.1

0.2

0.5

0.7

0.1

0.2

0.5

0.7

75

47

38

52

33

26

88

41

26

21

84

53

42

59

38

30

48

30

25

91

58

46

65

42

33

53

34

27

98

62

50

70

45

36

58

37

30

66

53

75

48

39

62

40

32

69

56

80

51

41

66

42

35

73

59

84

54

44

69

45

37

76

62

88

57

46

73

47

39

79 64
91 59 48
76 49
6
1
9
6
Sumber: Cohen, J. A power primer, Psychological bulletin, 112, 155-519.

41

konstruk
dengan
indikatornya
2
3
4
5
6
7
8
9
10

15
8
17
6
19
1
20
5
21

10

7
22

3
10

8
23

9
11

8
24

4
11

7
25

9
12

11
0
12
4
13
7
14
7
15
7
16
6
17
4
18
1
18

10
0
11
1
12
0
12
8
13
6
14
3
15
0
15

Distribusi Data dan Skala Pengukuran


Data hilang bisa ditanggulangi dengan menggunakan PLS-SEM dengan
batasan-batasan tertentu (contohnya kurang dari 5% data hilang per indikator),
treatment untuk data hilang seperti mean replacement (pergantian rata-rata, EM
(expectation maximization algorithm) dan nearest neighbor menunjukkan sedikit
perbedaan estimasi dengan PLS-SEM. Alternatifnya peneliti bisa mengambil
pilihan untuk menghapus semua observasi dengan data hilang tetapi dapat
menyebabkan penurunan variasi pada data dan bias ketika kelompok observasi
telah dihapus secara sistematis.
PLS-SEM

adalah

metode

yang

dapat

digunakan

ketika

data

tidak

berdistribusi normal. PLS-SEM lebih flexible, soft modeling, namun soft


maksudnya hanya untuk asumsi distribusi bukan untuk konsep, model atau
teknik estimasi. PLS-SEM adalah alat statistika yang menyediakan model estimasi
robust dengan data normal dan tidak normal.
Alghoritma PLS-SEM umumnya memerlukan data metrik untuk indikator
model pengukuran, tapi metode ini juga bekerja dengan baik untuk skala ordinal
dengan titik data berjarak sama dan dengan data biner. Penggunaan data biner
sering dijadikan variabel control kategori atau moderator dalam model PLS-SEM.
Singkatnya indikator dummy dapat termasuk dalam model PLS-SEM tetapi
membutuhkan perhatian khusus. Ketika menggunakan kedua metric dan dummy
variabel peneliti harus mempertimbangkan pran dummy variabl dalam model.
Exhibit 1.8 merangkum pertimbangan utama terkait dengan katrakteristik ini.
PLS-SEM sangat fleksibel dalam sifat modeling-nya. Algoritma dalam PLSSEM

mengharuskan semua model

menjadi rekursif yang berarti adanya

hubungan siklis atau hubungan timbal balik antara variabel laten yang
seharusnya tidak diperbolehkan dalam model struktural. Saat spesifikasi model,
dalam PLS-SEM tidak memerlukan asumsi distribusi, sedangkan dalam CB-SEM
hal tersebut harus terpenuhi. Kesulitan dalam model pengukuran adalah
modelnya yang kompleks yang berarti banyaknya variabel laten atau variabel
observed dalam model, hal ini akan sulit jika kita menggunakan CB-SEM.
Sebaliknya, PLS-SEM dapat digunakan dalam situasi tersebut, karena tidak
dibatasi oleh identifikasi dan masalah teknis lainnya.

Exhibit 1.8 Pertimbangan Data saat Menggunakan PLS-SEM


Secara garis besar, ukuran sampel minimum dalam PLS-SEM
(1) 10 kali jumlah terbesar indikator formatif yang digunakan untuk mengukur
satu konstruk atau
(2) 10 kali jumlah terbesar jalur struktural yang diarahkan.
Bagaimanapun peneliti harus mengikuti rekomendasi lain seperti yang disediakan
oleh Cohen (1992) bahwa kuasa uji dan ukuran sampel perlu diperhitungkan.
Dengan set data yang lebih besar (N = 250 +), hasil CB-SEM dan PLS-SEM
sangat mirip ketika jumlah yang sesuai dari variabel indikator (4+) yang
digunakan

untuk

mengukur

masing-masing

konstruk

(konsistensi

pada

umumnya).
PLS-SEM dapat menangani data yang sangat non-normal (mislnya, tingkat
kemiringan yang tinggi).
banyaknya nilai yang hilang dalam prosedur (misalnya, pengganti rata-rata,
penghapusan berpasangan, EM, dan hal-hal terkait lainnya) dapat digunakan
dengan masuk akal.
Tingkat data yang hilang (kurang dari 5% yang hilang per indikator) dengan
efek terbatas pada hasil analisis.
PLS-SEM bekerja dengan matrik, kuasi-matrik, dan kategoris (misalnya,
dummy-kode) skala data, meskipun dengan keterbatasan tertentu.
Dalam

SEM,

dipertimbangkan.

model

PLS-SEM

pengukuran
dapat

reflektif

dengan

mudah

dan

formatif

menangani

harus

keduanya,

sedangkan CB-SEM hanya menangani model pengukuran reflektif saja. Pada PLSSEM

perlu

pertimbangan

pendekatan

primer

ketika

hipotesis

model

menggunakan model pengukuran formatif. CB-SEM dapat mengakomodasi model


pengukuran formatif, tetapi harus mengikuti aturan spesifikasi yang berbeda
ketika tahap identifikasi model ( Diamatopoulos & Riefler, 2011). CB-SEM
memerlukan asumsi-asumsi khusus, sedangkan PLS-SEM tidak.
Kelemahan pada PLS-SEM yaitu akan timbul masalah ketika ada kolinieritas
yang tinggi antar variabel indikator pada model pengukuran formatif. PLS-SEM
dapat mengestimasi model yang kompleks, asalkan model tersebut didukung
oleh asumsi teoritis dan data yang cukup memadai dengan ukuran sampel
minimalnya. PLS-SEM juga dapat menangani single-item model pengukuran yaitu
dimana pada satu variabel laten hanya memiliki satu indikator.

Exhibit 1.9 Pertimbangan Model ketika Menggunakan PLS-SEM


Persyaratan-persyaratan model pengukuran untuk PLS-SEM sangat mudah
disesuaikan. PLS-SEM dapat menangani model pengukuran reflektif dan
formatif

beserta

single-item

model

pegukuran

tanpa

ada

tambahan

persyaratan atau batasan lainnya.


Kompleksitas model biasanya tidak menjadi masalah pada PLS-SEM. PLS-SEM
tidak membatasi ketepatan data dengan ukuran sampel minimal dan
kompleksitas dari model strukturalnya.

CRITICAL THINKING QUESTION

1. Kapan

SEM

lebih

menguntungkan

untuk

memahami

hubungan

antar

variabel?
Jawab : SEM lebih menguntungkan untuk memahami hubungan antar variabel
ketika antar variabel memiliki hubungan sebab-akibat (kausalitas) yang
harus

dilandasi

teori.

Hubungan

sebab-akibat

(kausalitas)

adalah

perubahan dari suatu variable (penyebab) akan menghasilkan perubahan


pada variable lain (akibat).

2. Apa

yang

menjadi

pertimbangan

terpenting

dalam

memutuskan

penggunakan CB-SEM atau PLS-SEM?


Jawab : Pertimbangan terpenting dalam memutuskan penggunakan CB-SEM atau
PLS-SEM adalah dari karakteristik data, seperti ukuran sampel minimum,
distribusi data (berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal),
kompleksitas

model

dan

skala

pengukuran

serta

objektif

yang

membedakan kedua metode tersebut yaitu untuk ekplorasi atau konfirmasi


teori.

3. Dalam keadaan apa PLS-SEM lebih dipilih daripada CB-SEM?


Jawab : PLS-SEM lebih dipilih daripada CB-SEM ketika jumlah sampel kecil, data
tidak berdistribusi

normal,

untuk

memprediksi kontruk mana

yang

berpengaruh terhadap model, tujuan analisis hanya untuk eksplorasi data,


model pengukuran bisa formatif dan reflektif, modelnya lebih kompleks,
dan model strukturalnya terjadi hubungan timbal balik (rekursif).

4. Mengapa pemahaman teori penting saat memutuskan akan menggunakan


PLS-SEM atau CB-SEM?
Jawab : Pemahaman teori merupakan hal yang penting saat memutuskan akan
menggunakan PLS-SEM atau CB-SEM karena untuk menentukan metode
mana yang akan digunakan. Pada PLS-SEM untuk mengembangkan teori,

sedangkan CB-SEM digunakan untuk konfirmasi atau pengujian teori yang


sudah ada. PLS-SEM menggunakan data yang ada untuk mengestimasi
hubungan model dengan tujuan meminimumkan error terms (variansi
residual) dari konstruk endogen. PLS-SEM analisis SEM berbasis varians,
sedangkan CB-SEM berbasis kovarians. Hal tersebut sebagai alasan PLSSEM lebih cocok untuk tujuan penelitian bersifat ekploratif dan CB-SEM
lebih cocok untuk konfirmasi teori. Dan juga pemahaman teori ini
digunakan untuk mengetahui karakteristik data dan variabel-variabel yang
digunakan, serta hubungan antar variabel.

5. Mengapa

dalam

penelitian

yang

berkaitan

dengan

ilmu

sosial

lebih

mempertimbangkan menggunakan SEM daripada regresi multiple?


Jawab : Dalam penelitian yang berkaitan dengan sosial lebih mempertimbangkan
menggunakan SEM daripada regresi multiple karena dalam SEM, antar
variabelnya

memiliki

hubungan

sebab-akibat

(kausalitas),

dimana

hubungan kausalitas lebih banyak diaplikasikan dalam ilmu social. Dan


juga,

SEM

menjadi

suatu

teknik

analisis

yang

lebih

kuat

karena

mempertimbangkan pemodelan interaksi, nonlinieritas, variabel-variabel


bebas yang berkorelasi (correlated independen), kesalahan pengukuran,
gangguan kesalahan-kesalahan yang berkorelasi (correlated error terms),
beberapa variabel laten (multiple latent independen) dimana masingmasing diukur dengan menggunakan banyak indikator, dan satu atau dua
variabel tergantung laten yang juga masing-masing diukur dengan
beberapa indikator.

Anda mungkin juga menyukai