Anda di halaman 1dari 11

BATASAN WILAYAH PASANG

SURUT
A. TUJUAN

Mahasiswa dapat memahami bagaimana terjadinya pasang surut dan daerah yang
terjadinya pasang surut.

Mahasiswa mengetahui faktor faktor dan zona dimana terjadi pasang surut maupun
yang non pasang surut.

B. PENDAHULUAN
Pasang surut atau pasut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya
tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh
benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil
(Dronkers, 1964).Faktor non astronomi yang mempengaruhi pasut terutama di perairan semi
tertutup (teluk) antara lain adalah bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan (Bishop,
1984).
Dari semua benda angkasa yang mempengaruhi proses pembentukan pasang surut
air laut, matahari dan bulan yang sangat berpengaruh melalui tiga gerakan utama yang
menentukan keadaan paras laut di bumi ini. Ketiga gerakan itu adalah :
1. Revolusi bulan terhadap bumi, dimana orbitnya berbentuk elips dan periode yang
diperlukan untuk menyelesaikan revolusi itu adalah 29,5 hari untuk menyelesaikan
revolusinya.
2. Revolusi bumi terhadap matahari dengan orbitnya berbentuk elips dan periode yang
diperlukan untuk itu adalah 365,25 hari.
3. Perputaran bumi terhadap sumbunya sendiri dan waktu yang diperlukan untuk gerakan
ini adalah 24 jam. (Ongkosongo, 1989).

Zona laut merupakan wilayah laut yang dibedakan berdasarkan batas atau kriteria
tertentu sesuai perjanjian yang diatur secara internasional. Zona laut dapat dibedakan menjadi :
1) Zona Pesisir
Berdasarkan kedalamannya zona pesisir dapat dibedakan menjadi 4 wilayah
(zona) yaitu:

Zona Lithoral, adalah wilayah pantai atau pesisir atau shore. Di wilayah ini
pada saat air pasang tergenang air dan pada saat air laut surut berubah menjadi
daratan. Oleh karena itu wilayah ini sering disebut juga wilayah pasang surut.

Zona Neritic (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga
kedalaman 150 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari sehingga
wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun
tumbuhan-tumbuhan, contoh Jaut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka dan laut-laut
disekitar kepulauan Riau.

Zona Bathyal (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman
antara 150 hingga 1800 meter. Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari, oleh
karena itu kehidupan organismenya tidak sebanyak yang terdapat di zona meritic.

Zona Abysal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki
kedalaman lebih dari 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada
tumbuh-tumbuhan, jenis hewan yang hidup di wilayah ini sangat terbatas.

Pembagian zona intertidal berdasarkan materi penyusun perairan :


1. Tipe pantai berbatu, pantai ini terbentuk dari berbagai ukuran batu granit tempat ombak pecah,
umumnya pantai berbatu terdapat bersama sama atau berseling dengan pantai berdinding batu.
Kawasan ini paling padat mikro organismenya, dan mempunyai keragaman fauna maupun flora
yang paling besar. Tipe pantai ini banyak di temui diselatan jawa, nusa tenggara dan Maluku
2. Tipe pantai berpasir, tipe pantai ini dapat di temui di daerah yang jauh dari pengaruh sungai besar,
atau dipulau kecil yang terpencil. Makro organisme yang hidup disini tidak sepadat dengan pantai
yang berbatu, dan karena kondisi lingkungannya organisme yang ada cenderung menguburkan
dirinya kedalam substrat. Kawasan ini lebih banyak dimamfaatkan manusia untuk berbagai
aktivitas rekreasi.
3. Tipe pantai berlumpur, perbedaan antara tipe pantai ini dengan tipe panti sebelumnya terletak
pada ukuran butir sedimen (substrat). Tipe pantai berlumpur mempunyai ukuran butiran paling
halus. Pantai berlembur terbentuk disekitar muara- muara sungai, dan umumnya berasosiasi
dengan estuaria. Tebal endapan lumpurnya dapat mencapai

1 m atau lebih. Pada pantai

berlumpur yang amat lembek, sedikit fauna maupun flora yang hidup disana. Perbedaan yang lain
adalah gelombang yang tiba di pantai, dimana aktivas gelombangnya sangat kecil, sedangkan
untuk patai yang lain sebaliknya.

Tipe zona pasang surut rawa :

Zona 1 (air payau) : terdapat di bantaran hilir sungai mendekati muara sungai dengan laut.
Arah pengembangan dan pemamfaatnya adalah dengan bisa di olah menjadi air tawar dengan

sistem osmosis. Biasanya untuk pembudidayaan tambak khususnya tambak udang.


Zona 2 (air tawar) : terdapat di bagian tengah bantaran sungai. Dimanfaatkan untuk irigasi
pertanian : lahan disekitar air tawar di zona 2 memiliki kandungan alluvial sehingga cocok

juga untuk perkebunan.


Zona 3 (lebak / non pasang surut) : terdapat di bantaran daerah hulu sungai. Biasanya rawa
lebak digunakan juga untuk irigasi pertanian padi,kandungan di rawa unsur hara yang ada di
rawa lebak tinggi menjadikan rawa ini akan menghasilkan varietas unggul pada tanaman padi
yang ditanami pada rawa tersebut.

Secara vertikal kawasan pelagik dibagi berdasarkan daya tembus cahaya matahari ke
dalam kolom perairan air laut, yaitu :
1. Zona Fotik atau eufotik merupakan perairan pelagik yang masih mendapatkan cahaya
matahari. Batas bawah zona ini tergantung pada batas kedalaman tembus cahaya, dan
biasanya bervariasi berdasarkan tingkat kejernihan air. Umumnya batas bawah zona fotik
terletak pada kedalaman 100-150 meter. Istilah lain untuk zona fotik adalah
zona epipelagik, merupakan daerah tempat
2. Zona Afotik adalah zona yang tidak dapat ditembus cahaya matahari (selalu dalam
kegelapan), yang posisinya terdapat di bawah zona fotik.
Secara vertikal zona afotik pada kawasan pelagis dapat juga dibagi beberapa zona yaitu:
Zona mesopelagis merupakan bagian teratas zona afotik hingga kedalaman isoterm 10 C
yang terletak pada kedalaman 700 10 00m.
Zona batipelagis merupakan daerah yang terletak pada kedalaman dimana suhu perairan
berkisar antara 10oC dan 4oC atau pada kedalaman antara 700-1.000 meter dan 2000m
4000 meter.
Zona abisal pelagis merupakan daerah diatas daratan pasang surut laut yang mencapai
kedalaman 6000 meter.
Zona hadal pelagis, zona yang merupakan perairan terbuka dari palung laut dengan
kedalaman 6.000 10.000 meter.
Sedangkan pada zona vertikal dasar atau bentik di bagi atas :
Zona batial adalah daerah dasar yang mencakup lereng benua hingga mencapai
kedalaman 4.000 meter.

Zona abisal termasuk daratan abisal yang luasnya berada pada kedalaman 4.000 6.000
meter.
Zona hadal adalah zona bentik dan palung lautan dengan kedalaman antara6.000-10.000
meter, seperti Laut Banda yang memiliki kedalaman hingga mencapai 10.000 meter.
Zona bentik yang posisinya di bawah zona neritik pelagik pada paparan benua disebut
sublitoral atau zona paparan, karena mendapat cahaya, zona ini umumnya dihuni oleh organisme
dari berbagai komunitas seperti rumput laut, padang lamun, terumbu karang dan sebagainya.
Daerah peralihan pada zona sub-litoral adalah zona intertidal (litoral) dan estuarataua
intertidal atau zona litoral adalah daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi dan surut
terendah; daerah ini mewakili daerah peralihan dari kondisi lautan ke kondisi daratan (ecoton).
2) Zona Laut Indonesia
Sebagai negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada wilayah
daratannya, maka peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan
negara.

Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut
Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional
yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982. Berikut ini adalah gambar pembagian wilayah laut
menurut konvensi hukum laut PBB.
Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona laut Teritorial,
zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.

1. Zona Laut

Teritorial

Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah
laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu
kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara
tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut
yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal.
Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau.
Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi
mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah
permukaan laut. Pengumuman pemerintah tentang wilayah laut teritorial Indonesia dikeluarkan
tanggal 13 Desember 1957 yang terkenal dengan Deklarasi Djuanda dan kemudian diperkuat
dengan Undang-undang No.4 Prp. 1960.
2. Zona Landas Kontinen
Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan
lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia
terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen
Australia.
Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil
laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas
negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Sebagai contoh di selat
malaka, batas landasan kontinen berimpit dengan batas laut teritorial, karena jarak antara kedua
negara di tempat itu kurang dari 24 mil laut. Di selat Malaka sebelah utara, batas landas kontinen

antara Thailand, Malaysia, dan Indonesia bertemu di dekat titik yang berkoordinasi 98 BT dan 6
LU.
Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk
memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan
alur pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh
Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.
3. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur
dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama
dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan
pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan
prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi
eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis
yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai
batasnya. Pengumuman tentang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia tanggal 21 Maret 1980.

RAWA NON PASANG SURUT


Lahan rawa non pasang surut adalah lahan yang pada periode tertentu (minimal 1 bulan).
Daerah rawa non pasang surut merupakan daerah ekosistem yang sangat digenangi air dan airnya
dipengaruhi hujan. Daerah rawa non pasang surut merupakan daerah ekosistem yang sangat
beragam baik spasies atau temporal.
A.

Pengertian Rawa Non Pasang Surut


Rawa non pasang surut (lebak) merupakan tipe perairan spesifik yang mengalami

pergantian dari fase teresterial ke fase Aquatik, menyediakan sumber pakan dan tempat hidup
bagi berbagai jenis ikan air tawar.

Rawa non pasang surut merupakan kawasan rawa yang genangan airnya dipengaruhi air
hujan atau luapan sungai. Rawa non pasang surut biasanya berada di antara dua sungai besar di
dataran rendah. Berbeda dengan rawa pasang surut yang genangan airnya dipengaruhi pasang
surut air laut harian, rawa pasasng surut tergenang selama musim hujan dan berangsur-angsur
kering pada musim kemarau.
Ada tiga jenis rawa non pasang surut (lebak) berdasarkan tinggi dan lama genangan.
Lebak pematang atau dangkal, bila genangannya kurang dari 50 cm selama kurang dari 3
bulan; lebak tengahan, dengan genangan air antara 50 100 cm selama 3 6 bulan; dan lebak
dalam bila genangan airnya lebih dari 100 cm selama lebih dari 6 bulan. Kawasan lebak
dalam yang menghasilkan produksi ikan secara alami dikenal dengan istilah lebak lebung.

B.

Karakteristik Rawa Non Pasang Surut


Lahan rawa lebak tengahan tinggi permukaan airnya 50 cm 100 cm dan lama genangan

air 3 6 bulan. Lahan rawa non pasang surut atau rawa lebak dangkal umumnya mempunyai
tingkat kesuburan tanah yang tinggi, karena pengayaan endapan lumpur yang dibawa air sungai.
Jenis tanah rawa non pasang surut ini umumnya adalah tanah mineral dan gambut. Tanah
mineral bisa berasal dari endapan sungai sedangkan tanah gambut dilapangan bisa berupa lapisan
gambut utuh dan lapisan tanah gambut berselang-selang dengan lapisan tanah mineral. Tanah
mineral memiliki tekstur liat dengan tingkat kesuburan alami dan pH 4-5 dengan drainase
terhambat sedang.
Setiap tahun lahan rawa non pasang surut pada umumnya mendapat endapan lumpur dari
daerah yang lebih tinggi. Sehingga walaupun kesuburan tanahnya tergolong sedang tetapi
keragamannya sangat tinggi antar wilayah atau lokasi.

C.

Pemanfaatan Rawa Non Pasang Surut

Pemanfaatan rawa non pasang surut sebagai sumber ikan sudah berlangsung sejak lama.
Aktivitas penangkapan ikan dilakukan pada akhir musim penghujan atau awal musim kemarau
sampai pada akhir musim kemarau. Pada musim penghujan di mana air sungai besar melimpah,
rawa non pasang surut akan terisi air dan ikan akan memasukinya. Ketika musim kemarau, air
kembali ke sungai besar. Pada saat itu di pintu masuk rawa non pasang surut dipasang jebakan
dan perburuan ikan di rawa non pasang surut dilakukan. Sampai sekarang pola penangkapan ikan
dengan sistem pemanfaatan rawa non pasang surut masih berlanjut dikelola secara tradisional,
oleh marga (Djausal, 1996) didalam ngoberengoh.
Potensi pertanian di lahan rawa lebak cukup luas dan beragam. Watak dan ekologi
masing-masing lokasi dan tipologi lahan rawa lebak merupakan faktor penentu dalam
penyusunan pola tanam dan jenis komoditas yang dibudidayakan. Pola tanam dan jenis
komoditas yang dikembangkan di lahan rawa lebak dapat didasarkan pada tipologi lahan.
Pada musim kemarau panjang semua sawah lebak, terutama rawa lebak dangkal dan rawa lebak
tengahan menjadi hamparan tanaman sayuran dan buah-buahan.
Selain padi, lahan rawa lebak juga juga umum ditanami palawija, sayur, dan buahbuahan. Pola tanam atau tumpang antara tanaman palawija, sayuran, atau buah-buahan umum
dilakukan petani pada lahan lebak dangkal dan tengahan dengan sistem surjan. Pada sistem
surjan tanaman palawija (jagung, kedelai, kacang nagara, dan atau umbi-umbian), sayuran
(tomat, cabai, kacang panjang), atau buah-buahan (semangka, labu kuning, ubi jalar, ubi alabio,
mangga rawa) ditanam di atas surjan (tembokan), sedangkan padi bagian tabukan (ledokan)
ditanami padi.
D. Masalah dan Kendala Pengembangan
Masalah utama pengembangan lahan rawa non pasang surut dalam bidang perikanan
adalah kondisi air yang fluktuatif serta masa berairnya yang tergolong cukup pendek sehingga
akan terjadi kekeringan sebelum mencapaipuncak musim kemarau.

Sedangkan untuk usaha pertanian adalah kondisi air yang fluktuatif dan sering tidak
terduga. Hidrotopografi yang beragam dan belum tertata dengan baik. Kebanjiran pada musim
hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
III. PENUTUP
Kesimpulan

Indonesia memiliki lahan rawa terluas, hal ini dapat dimanfaatkan karena lahan rawa
merupakan lahan alternatif untuk dikembangkan khususnya di bidang perikanan dan pertanian.
Lahan rawa memiliki potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan, hal ini dapat dilihat dari
sifat dan karakteristik lahan rawa yang merupakan lahan peralihan diantara sistem daratan
maupun sistem perairan, sepanjang tahun atau dalam waktu yang panjang dalam setahun selalu
tergenang air, permukaan air tanahnya dangkal, topografinya relatif datar, dan sebagian besar
lahan dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara
sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara daratan dan laut, atau
di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands) dan sungai/danau. Jenis tanah rawa
tadah hujan ini umumnya adalah tanah mineral dan gambut.

Masalah utama pengembangan lahan rawa non pasang surut dalam bidang perikanan
adalah kondisi air yang fluktuatif serta masa berairnya yang tergolong cukup pendek sehingga
akan terjadi kekeringan sebelum mencapaipuncak musim kemarau.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa harus dengan
pengelolaan yang baik dan secara hati-hati dari berbagai aspek untuk mendukung keberhasilan
pemanfaatan rawa

Anda mungkin juga menyukai