WAWASAN KEMARITIMAN
LINGKUNGAN MARITIM
ILMU DAN TEKNOLOGI MARITIM
POTENSI DAN MITIGASI BENCANA DI LAUT
Dibuat Oleh :
ROSMINI
J1A120221
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2020
1. LINGKUNGAN MARITIM
Indonesia merupakan Negara Maritim yang memiliki beribu-ribu pulau dengan area
teritorial laut yang sangat luas. Daratan Indonesia seluas 1.904.569 km2 dan lautannya
seluas 3.288.683 km2 yang membentang sepanjang khatulistiwa dan terletak antara benua
Asia dan Australia. Hal tersebut menunjukkan bahwa wilayah laut lebih luas dari wilayah
daratan, terdapat 5 pulau besar dan ratusan pulau kecil lainnya, baik yang berpenghuni
maupun yang tidak berpenghuni. Sejatinya laut merupakan penghubung antara pulau
yang satu dengan yang lain. Bagi masyarakat yang berada di pesisir atau kepulauan yang
berjiwa Maritim diperlukan kepandaian dalam menaklukkan lautan luas serta pandai
mengarungi lautan dengan melakukan pelayaran ke berbagai daerah lainnya baik untuk
berdagang maupun untuk mencari ikan.
Sebagai suatu bangsa bahari yang memiliki wilayah laut yang luas dan dengan ribuan
pulau besar dan kecil yang tersebar di dalamnya, maka derajat keberhasilan bangsa
Indonesia juga ditentukan dalam memanfaatkan dan mengelola wilayah laut yang luas
tersebut.
A. EKOSISTEM DI LAUT
Ekosistem air laut merupakan salah satu jenis ekosistem di Bumi yang dikenal
juga dengan ekosistem bahari. Ekosistem air laut ini merupakan ekosistem yang
berada di perairan laut. Ekosistem air laut ini terdiri atas beberapa ekosistem lainnya
yakni ekosistem perairan dalam, ekosistem pantai pasir dangkal atau bitarol, dan
ekosistem pasang surut. Ekosistem air laut ini didominasi oleh perairan asin yang
sangat luas dan merupakan ekosistem yang menjadi tempat tinggal berbagai biota
laut, mulai dari hewan ber sel satu, mamalia, invertebrata, hingga tanaman- tanaman
laut seperti alga dan terumbu karang.
1. Zona fotik, yakni merupakan zona yang mudah ditembus cahaya matahari dan
mempunyai kedalaman air kurang dari 200 meter. Di zona fotik ini kita akan
menemui organisme yang melakukan fotosintesis.
2. Zona twilight, yakni zona yang mempunyai kedalaman air antara 200 hngga 2000
meter. Di zona ini, cahaya matahari yang masuk hanya sedikit, oleh karena itu
bersifat remang- remang.
3. Zona afotik, merupakan zona yang tidak dapat ditembus cahaya matahari sama
sekali, yakni di kedalam lebih dari 2000 meter.
Kemudian berdasarkan wilayah permukaan secara vertikal, laut dibedakan atas bebera
zona berikut ini:
1. Epipelagik, yakni daerah yang berada di antra permukaan hingga kedalaman
sekitar 200 meter.
2. Mesopelagik, yakni daerah dengan kedalaman antara 200 hingga 1000 meter.
3. Batiopelagik, yakni daerah jerang benua yang mempunyai kedalaman 200 hingga
2500 meter.
4. Abisalpelagik, yakni daerah yag mempunyai kedalaman 4000 meter.
5. Hadal pelagik, yakni daerah laut yang paling dalam dimana kedalaman lebih dari
6000 meter..
3. Mungkin tidak banyak yang sadar, penggunaan pupuk dan pestisida buatan pada
lahan pertanian turut merusak terumbu karang di lautan. Karena meskipun jarak
pertanian dan bibir pantai sangat jauh, residu kimia dari pupuk dan pestisida
buatan pada akhirnya akan terbuang ke laut melalui air hujan yang jatuh di lahan
pertanian.
4. Boros menggunakan air, karena semakin banyak air yang digunakan semakin
banyak pula limbah air yang dihasilkan dan akhirnya mengalir ke laut. Limbah air
tersebut biasanya sudah mengandung bahan kimia.
5. Terumbu karang merupakan tujuan wisata yang sangat diminati. Kapal akan lalu
lintas di perairan. Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan
merusak terumbu karang yang berada di bawahnya
7. Masih banyak yang menangkap ikan di laut dengan menggunakan bom dan racun
sianida. Ini sangat mematikan terumbu karang
8. Selain karena kegiatan manusia, kerusakan terumbu karang juga berasal dari
sesama mahkluk hidup di laut. Siput drupella salah satu predator bagi terumbu
karang.
10. Penangkapan ikan hias dengan menggunakan bahan beracun. Mengakibatkan ikan
pingsan, mematikan karang dan biota avertebrata.
11. Penangkapan ikan dengan bahan peledak Mematikan ikan tanpa dikriminasi,
karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang
Laut kita mengandung banyak sumber daya yang beragam baik yang dapat
diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan
plasma nutfah lainnya atau pun sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti
minyak dan gas bumi, barang tambang, mineral, serta energi kelautan seperti
gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) yang sedang giat
dikembangkan saat ini.
Terdapat 7,5% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia
berada di Indonesia. Kurang lebih 24 juta hektar perairan laut dangkal Indonesia
cocok untuk usaha budi daya laut (marine culture) ikan kerapu, kakap, baronang,
kerang mutiara, dan biota laut lainnya yang bernilai ekonomis tinggi dengan potensi
produksi 47 ton/tahun.
Selain itu lahan pesisir (coastal land) yang sesuai untuk usaha budidaya
tambak udang, bandeng, kerapu, kepiting, rajungan, rumput laut, dan biota perairan
lainnya diperkirakan 1,2 juta hektar dengan potensi produksi sebesar 5 juta per tahun.
Hampir 70% produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir
dan laut.
Selain itu, Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati laut pada tingkatan
genetik, spesies, maupun ekosistem tertinggi di dunia. Akan tetapi, saat ini baru 4 juta
ton kekayaan laut Indonesia yang dimanfaatkan. Jika kita telusuri kembali sebenarnya
masih banyak potensi kekayaan laut yang dimiliki Indonesia.
Prakiraan nilai ekonomi potensi dan kekayaan laut Indonesia yang telah
dihitung para pakar dan lembaga terkait dalam setahun mencapai 149,94 miliar dollar
AS atau sekitar Rp 14.994 triliun.
Potensi ekonomi kekayaan laut tersebut meliputi perikanan senilai 31,94
miliar dollar AS, wilayah pesisir lestari 56 miliar dollar AS, bioteknologi laut total 40
miliar dollar AS, wisata bahari 2 miliar dollar AS, minyak bumi sebesar 6,64 miliar
dollar AS dan transportasi laut sebesar 20 miliar dollar AS.
Ilmu dan teknologi maritim adalah ilmu yang mempelajari tentang keseluruhan sarana
untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kelangsungan dan juga kenyamanan
hidup hidup manusia. Yang dipakai dalam bidang kelautan khususnya berhubungan
dengan pelayaran(nvigasi) serta berfokus pada kegiatan ekonomi.
a. Potensi maritim
Kekayaan sumber daya alam hayati perairan Indonesia memiliki 27,2% dari
seluruh species flora dan fauna yang terdapat di dunia, yang meliputi 12 %
mammalia, 23,8% ampibia, 31,8% reptilian, 44,7% ikan, 40% mollusca, dan 8,6%
rumput laut9 selain itu ada lagi sumber daya minyak lepas pantai, sumber daya gas
bumi, sumber daya pasir laut, dll. Bila dikelompokkan secara spesifik, maka
Indonesia memiliki empat sumber daya kelautan yang dapat menjadi modal besar
dalam mensejahterakan rakyatnya, antara lain
Sumber daya alam terbarukan (reneable resources); Yang antara lain meliputi
sumber daya perikanan, hutan mangrove, terumbu karang, rumput laut, padang
lamun, dan senyawa-senyawa bioaktif (bioaktif substances dan natural products)
sebagai bahan baku industri farmasi, konsmetik, makanan dan minuman, dan
industri lainnya.
Sumber daya alam tak terbarukan (non reneable resources); Antara lain minyak
dan gas bumi, timah, bauksit, bijih besi, mangan, fosfor dan bahan tambang serta
mineral lainnya.
Energi Kelautan Termasuk kedalam kategori energi kelautan ini adalah energi
gelombang, pasang surut, arus laut, dan OTEC (Ocean Thermal Energy
Conversion).
Jasa-jasa lingkungan Kelautan; Berupa fungsi laut sebagai media transportasi dan
komunikasi, keindahan alam untuk rekresi dan pariwisata, penelitian dan
pendidikan, pertahanan dan keamanan, pengatur iklim (climate relugulator), dan
system penunjang kehidupan (life-supporting systems).
Potensi ekonomi ini menjadi lebih bermakna dan bernilai strategis, seiring dengan
pergeseran pusat kegiatan ekonomi dunia sejak akhir abad ke -20 dari poros Atlantik
ke poros Asia-Pasifik. Hampir 70% total perdagangan dunia berlangsnung diantara
negaranegara Asia Pasifik, dan sekitar 75% dari barang-barang yang
diperdagangkannya ditransportasikan melalui laut, terutama Selat Malaka, Selat
Lombok, Selat Makassar, dan laut-laut Indonesia lainnya dengan nilai sekitar US$
1.300 trilyun setiap tahunnya. Sehubungan dengan letak Indonesia yang secara
geoekonomi dan geopolitik sangat strategis, yakni diapit oleh Samudra Pasifik dan
Samudra Hindia serta oleh Benua Asia dan Australia, maka seharusnyalah bangsa
Indonesia yang paling mendapatkan keuntungan yang besar dari posisi kelautan
global.
Keuntungan lainnya yang dimiliki oleh negara kepulauan adalah, masyarakat dan
pemerintahnya masih diberikan hak pengelolaan dan memanfaatkan Laut Lepas
sebagai sebuah common heritage mankind (laut adalah milik bersama semua umat)
selama sebuah negara itu mampu dan mau memanfaatkannya sesuai dengan kapasitas
dan daya dukung lingkungan laut itu sendiri.
Arti penting dalam penentuan wilayah pengelolaan ini penting, karena dengan
adanya pembagian pengelolaan wilayah pesisir dan laut maka aka mudah dimintakan
pertanggujawaban dari setiap daerah yang berwenang atas setiap inci wilayah yang
dimanfaatkan dan dikelolanya. Undang-undang pengelolaan wilayah pesisir
memberikan batasan Ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil sebagai landasan hukum pemerintah NKRI mengelola wilayah pesisirnya
memberikan batasan yang lebih spesifik tentang ruang lingkup pengelolaan WPPPK,
meliputi Wilayah Pesisir, yakni ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di
daratan dan ruang daratan yang masih terasa pengaruh lautnya, serta Pulau-Pulau
Kecil dan perairan sekitarnya yang merupakan satu kesatuan dan mempunyai potensi
cukup besar yang pemanfaatannya berbasis sumber daya, lingkungan, dan
masyarakat.
Dari penjelasan diatas dapatlah ditarik suatu benang merah pengelolaan wilayah
pesisir Indonesia, dimana dalam menyelenggarakan pengelolaan wilayah laut dan
pesisirnya pasca otonomi daerah dan disentralisasi, telah diserahkan ke daerah sebagai
ujung tombak pembangunan wilayah laut beserta wilayah pesisir sebagai salah satu
rantai penunjang ekosistem laut.
Kesiapan Pemerintah Daerah Tantangan bagi pemerintah daerah di Indonesia
terutama yang provinsi yang berbentuk kepulauan seperti Kepulauan Riau adalah
bagaimana daerah Kabupaten dan provinsi mempersiapkan master plan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir mereka. Mulai dari wilayah yang terdiri dari pulau-pulau,
berada dikawasan perbatasan negara sampai dengan besarnya potensi pencemaran dan
perusakan lingkungan laut yang nantinya akan berdampak kepada wilayah pesisir
sebagai satu kesatuan ekosistem wilayah laut. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Proses yang utama dan pertama dalam pengelolaa wilaya peseisir
adalah bagaimana daerah mulai melakukan perencaan yang mana ujung tombak
dalam pengelolaan pesisir adalah tahapan perencanaan yang dimulai dari tingkayt
kabui[paten dan kota, kemudian naik ke tingkat provinsi sampai menjadi suatu
perencanaan tingkat nasional. Amanat Undang-undang dalam melakukan pengelolaan
wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil adalah mengamanatkan setiap daerah
mulai dari kabupaten merncanakan setiap sudut wilayahnya mulai dari pesisir sampai
ke ruang lautnya. Setiap kabupaten dan Provinsi mesti sudah membuat rancangan tata
ruang wilayah pesisir, laut dan pulau-pulaunya
Hal ini sesuai dengan konsep otonomi, dimana daerahlah yang lebih mengenal
potensi dan kondisi geografis, sosial budaya sampai dengan perekonomian
masyarakatnya. Dengan adanya amanat UUPWPPPK tentang perencaan pengelolaan
wilayah pesisir (yang didalamnya termasuk juga wilayah laut dan pulau-pulau kecil/
terluar) yang diserahkan kepada setiap daerah, menjadikan ini sebagai tantangan dan
cabaran bagi pemerintah daerah sebagai pejabat pelaksana, pejabat legislatif sebagai
penentu dan pembuat peraturan sampai dengan pengusaha dan masyarakat daerah,
mestilah bersama-sama mencari tahu apa yang menjadi potensi wilayah mereka, apa
produk unggulan dari wilayahnya sampai dengan bagaimana menyelaraskan laju
pertumbuhan ekonomi dengan budaya adat istiadat masyarakat tempatan. Sudah
saatnya daerah lebih kreatif dalam mencari potensi sumber daya alamnya sendiri di
bidang kelautan, bagi kabupaten dan Provinsi yang diperbatasan sudah mesti
menerapkan perencanaan terpadu antara daerah dan pusat, mengingat sebagian dari
daerahnya adalah merupakan pintu gerbang negara dengan negara lain.
Perencanaan merupakan sebuah batu pondasi bagi proses pembangunan kelautan
dikemudian hari, karena bila perencaan pengelolaan kelautan tidak terencana dengan
baik dampaknya akan terasa dikemudian hari dimana masyarakatlah (terutama
masyarakat nelayan dan pesisir) yang akan merasakan dampak yang utama. Peran
serta pemerintah daerah dalam hal mempersiapkan masyarakat pesisir saat ini dapat
juga dengan aktif dan benar-benar melaksanakan program PEMP (Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir). Masyarakat yang pasif mesti didorong dan dibantu
melalui program ini. Dengan program ini masyarakat akan mendapat pengarahan,
bantuan modal serta program– program yang konkrit seperti bantuan bbm subsidi bagi
masyarakat nelayan, kedai-kedai masyarakat pesisir, sampai dengan mendirikan
koperasi bagi para nelayan.
e. Bantuan Modal
Modal merupakan alasan yang utama bagi masyarakat pesisir terutama nelayan
tradicional untuk naik peringkat menjadi nelayan modern yang mampu menggunakan
teknologi agar tidak cala bersaing dengan nelayan-nelayan di luar negeri. Bantuan
modal diharapkan tidak hanya datang dari pemrintah saja namun mesti bersama-sama
dengan dunia usaha. Bila kelima hal diatas telah terpenuhi maka langkah terakhir
yang mesti dilaksanakan ádalah managemen pengelolaan yang baik dan benar.
Dimana semua pihak mampu menjalankan peran dan tugasnya masingmasing
sehingga akan tercipta suatu sistem yang terpadu antara seluruh unsur-unsur yang
terkait
Dibalik Panaroma laut Indonesia yang sangat indah, ternyata bumi khatulistiwa ini
menyimpan potensi bencana alam yang sangat besar. Wilayah Nusantara dihimpit
lempengan, serta dikelilingi Ring of Fire, ratusan gunung berapi. Melihat kesuburan dan
ketentraman ibu pertiwi, sulit rasanya menerima kenyataan bahwa wilayah yang kaya sumber
daya alam ini, bak “surga dunia di atas tungku neraka”. Ledakan gunung berapi, gempa bumi
dan tsunami mengancam.
Topografi dan struktur geologi Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku Utara, Papua
hingga Sulawesi Utara memperlihatkan bukti keberadaan lempeng bumi dan patahan serta
154 gunung berapi aktif. Bahkan, Jakarta yang dinilai wilayah aman pernah dilanda empat
kali gempa bumi besar pada periode tiga abad terakhir.
2. Banjir
Awal tahun 2020 hujan deras mengguyur kawasan Jabodetabek dan
sekitarnya. Hujan deras ini terjadi sejak malam hingga pagi yang
menyebabkan genangan air bahkan banjir. Walaupun sudah banyak wilayah
banjir yang sudah surut, masih akan ada puncak hujan hingga pertengahan
Februari mendatang. Problem banjir secara garis besar disebabkan oleh keadaan
alam dan ulah campur tangan manusia, sehingga dalam pemecahannya tidak
hanya dihadapkan pada masalah-masalah teknis saja tetapi juga oleh masalah-
masalah yang berhubungan dengan kepadatan penduduk yang melampaui batas.
Yang dimaksud dengan gejala alam adalah karena umumnya kota-kota pantai
terletak di pantai berupa dataran yang cukup landai dan dilalui oleh sungai-sungai
dan ketika pasang sebagian di bawah permukaan air laut, disamping juga
dikarenakan curah hujan yang cukup tinggi. Fenomena kenaikan paras mula air
laut (sea level rise) juga merupakan sebab yang mengakibatkan peningkatan
frekuensi dan intensitas banjir. Hal terscbut dikarenakan oleh pembendungan
akibat kenaikan paras air laut serta bertambahnya intensitas curah hujan karena
pemanasan global. Mengenai ulah campur tangan manusia (anthropogenic)
disebabkan karena pengembangan kota yang sangat cepat akan tetapi belum
sempat atau mampu membangun sarana drainase, adanya bangunan-bangunan liar
di dalam sungai, sampah yang dibuang di saluran dan sungai yang mengganggu
aliran sungai, penggundulan di daerah hulu dan perkembangan kota di daerah hulu
yang menyebabkan kurangnya daya resap tanah di daerah tersebut yang pada
gilirannya akan meningkatkan aliran permukaan (surface run-off) berupa banjir.
Adanya reklamasi pantai di daerah rawa-rawa di wilayah pesisir akan
mengakibatkan hilangnya fungsi sebagai daerah tampungan sehingga
memperbesar aliran permukaan. Reklamasi juga akan mengakibatkan aliran
sungai makin lambat. Karena kecepatan berkurang maka laju sedimentasi di
muara akan bertambah yang berarti mengurangi luas tampang basah sungai di
muara. Pendangkalan muara akan menimbulkan efek pembendungan yang cukup
signifikan pada gilirannya akan yang meningkatkan frekuensi banjir karena
kapasitas tampan sungai yang terlampaui oleh debit sungai. Penggunaan air tanah
yang berlebihan mengakibabkan land subsidence (penurunan tanah) sehingga
memperbesar potensi banjir. Berbagai masalah yang diakibatkan oleh banjir antara
lain hilangnya rumah infrastruktur dan sebagainya, hilangnya produksi pertanian,
hilangnya produksi tambak, perubahan habitat pesisir, peningkatan erosi dan
peningkatan sedimentasi. Daerah pesisir rawan banjir di Indonesia meliputi
Jakarta, pantura, jawa, lampung, palembang, aceh, sumatera barat, manado,
minahasa, dan pulau sumbawa.
3. Erosi
Problem erosi di Indonesia telah mencapai tahapan kritis, karena banyak lahan
yang bernilai ekonomis yang hilang akibat erosi. Erosi pantai di Indonesia dapat
diakibatkan oleh proses alami, aktivitas manusia ataupun kombinasi keduanya.
Akibat aktifitas manusia misalnya pembangunan perlabuhan, reklamasi pantai
(untuk permukiman, pelabuhan udara, dan industri). Namun demikian penyebab
utamanya adalah gerakan gelombang pada pantai terbuka, seperti pantai selatan
Jawa, Selatan Bali dan beberapa areal Kepulauan Sunda. Disamping itu, karena
keterkaitan ekosistem, maka perubahan hidrologis dan oseanografis juga dapat
mengakibatkan erosi kawasan pesisir. Terdapat 17 propinsi dan 68 lokasi pantai
yang mengalami erosi di Indonesia yang memerlukan perhatian dan penanganan
segera. Erosi pantai tergantung pada kondisi angkutan sedimen pada lokasi
tersebut, yang dipengaruhi: angin, gelombang, arus, pasang surut, sedimen, dan
kejadian lainnya, serta adanya gangguan yang diakibatkan oleh ulah manusia yang
mungkin berupa konstruksi bangunan pada pantai, dan penambangan pasir pada
pantai tersebut. Peristiwa erosi ini tentunya tidak perlu dipersoalkan sejauh belum
bagi masalah menimbulkan kepentingan manusia. Namun apabila peristiwa
tersebut menimbulkan gangguan dan kerusakan terhadap lingkungan di
sekitarnya, maka diperlukan usaha-usaha penanganan berupa perlindungan dan
kegiatan-kegiatan lainnya.
4. Abrasi
Abrasi adalah penyebutan untuk menggambarkan keadaan pengikisan tanah
pada daerah pantai atau pesisir. Kondisi tersebut terjadi sebagai akibat dari
gelombang atau ombak dan arus laut yang bersifat destruktif. Pengikisan daerah
pantai atau abrasi akan mengakibatkan terjadinya pengurangan daerah daratan
pantai. Umumnya pengurangan daerah pantai dimulai dari area yang paling dekat
dengan air laut, sebab area ini menjadi sasaran utama dari pengikisan. Abrasi tidak
dapat dibiarkan begitu saja, karena jika terjadi secara terus-menerus akan
menggerogoti bagian pantai dan pada akhirnya menyebabkan air laut
menggenangi beberapa area di wilayah pesisir.
Tergenangnya area pantai menimbulkan berbagai dampak, karena area yang
tergenang bisa jadi merupakan tempat pemukiman penduduk dan wilayah
pertokoan di pinggir pantai. Kondisi abrasi juga akan mengganggu aktivitas
ekonomi masyarakat yang memiliki mata pencaharian yang berhubungan dengan
kawasan pantai.