Anda di halaman 1dari 48

RANGKUMAN

WAWASAN KEMARITIMAN

LINGKUNGAN MARITIM
ILMU DAN TEKNOLOGI MARITIM
POTENSI DAN MITIGASI BENCANA DI LAUT

Dosen Pengampu : Suhadi, SKM M.Kes Dr

Dibuat Oleh :

ROSMINI
J1A120221

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2020
1. LINGKUNGAN MARITIM

Indonesia merupakan Negara Maritim yang memiliki beribu-ribu pulau dengan area
teritorial laut yang sangat luas. Daratan Indonesia seluas 1.904.569 km2 dan lautannya
seluas 3.288.683 km2 yang membentang sepanjang khatulistiwa dan terletak antara benua
Asia dan Australia. Hal tersebut menunjukkan bahwa wilayah laut lebih luas dari wilayah
daratan, terdapat 5 pulau besar dan ratusan pulau kecil lainnya, baik yang berpenghuni
maupun yang tidak berpenghuni. Sejatinya laut merupakan penghubung antara pulau
yang satu dengan yang lain. Bagi masyarakat yang berada di pesisir atau kepulauan yang
berjiwa Maritim diperlukan kepandaian dalam menaklukkan lautan luas serta pandai
mengarungi lautan dengan melakukan pelayaran ke berbagai daerah lainnya baik untuk
berdagang maupun untuk mencari ikan.

Pada hakekatnya jauh sebelum masyarakat Indonesia memperjuangkan hak-hak


kebebasan demi mencapai kemerdekaan dari imperialisme-imperialisme barat, pada
mulanya pengenalan dan penerapan sistem pelayaran dan perdagangan merupakan salah
satu mata pencaharian yang utama dan hingga saat ini terus mengalami perkembangan.
Masyarakat pesisir pada saat itu tidak hanya mampu mengarungi perairan Nusantara,
akan tetapi lebih dari itu seperti yang diketahui oleh penulis bahwa orang Indonesia telah
mampu berlayar sampai pada jarak terjauh seperti Madagaskar yang terletak di Samudera
Hindia. Keadaan geografis suatu daerah sangat berpengaruh terhadap kebudayaan suatu
masyarakat didaerah tersebut. Masyarakat yang bermukim didaerah pedalaman, akan
mengembangkan budaya agraris. Demikian pula dengan masyarakat yang bermukim di
daerah pesisir pantai dan daerah kepulauan yang tentu saja akan berbudaya kelautan
(maritim). Salah satu kelompok masyarakat pesisir Indonesia yang berpenghuni terdapat
di Daerah Mandar, Sulawesi Barat yang terletak diwilayah bagian timur Indonesia pulau
Sulawesi.

Sebagai suatu bangsa bahari yang memiliki wilayah laut yang luas dan dengan ribuan
pulau besar dan kecil yang tersebar di dalamnya, maka derajat keberhasilan bangsa
Indonesia juga ditentukan dalam memanfaatkan dan mengelola wilayah laut yang luas
tersebut.

A. EKOSISTEM DI LAUT
Ekosistem air laut merupakan salah satu jenis ekosistem di Bumi yang dikenal
juga dengan ekosistem bahari. Ekosistem air laut ini merupakan ekosistem yang
berada di perairan laut. Ekosistem air laut ini terdiri atas beberapa ekosistem lainnya
yakni ekosistem perairan dalam, ekosistem pantai pasir dangkal atau bitarol, dan
ekosistem pasang surut. Ekosistem air laut ini didominasi oleh perairan asin yang
sangat luas dan merupakan ekosistem yang menjadi tempat tinggal berbagai biota
laut, mulai dari hewan ber sel satu, mamalia, invertebrata, hingga tanaman- tanaman
laut seperti alga dan terumbu karang.

a. Ciri- ciri Ekosistem Air Laut


Ekosistem air laut mempunyai ciri khusus yang membedakannya dengan
ekosistem lainnya. Ciri- ciri ekosistem laut ini secara umum adalah sebagai berikut:
 Mempunyai variasi suhu, yakni perbedaan suhu antara bagian permukaan laut
dengan bagian dalam atau kedalaman air laut.
 Memiliki tingkat salinitas yang tinggi, yakni semakin mendekati garis
khatulistiwa maka salinitas semakin tinggi.
 Tidak terlalu dipengaruhi oleh keadaan iklim dan juga cuaca
 Didominasi oleh NaCI hingga mencapai 75%

b. Bagian- bagian Ekosistem Air Laut


Sebagai suatu ekosistem, ekosistem laut ini terdiri atas beberapa bagian. Secara
umum, bagian- bagian dari ekosistem air laut ini dilihat dari jarak dari pantai dan juga
kedalamannya. Dilihat dari sudut tersebut, ekosistem air laut dibedakan menjadi zona
litoral, zona neritik, dan juga zona oseanik.
1. Zona litoral
Zona litoral ini juga disebut sebagai zona pasang surut, yakni merupakan zona
yang paling atas atau paing dangkal dari lautan. Zona litoral ini merupakan zona
dari laut yang berbatasan langsung dengan daratan. zona litoral ini juga
merupakan zona yang terendam ketika air laut mengalami pasang, dan akan
terlihat seperti daratan ketika air laut surut. Di zona litoral ini, kita akan
menemukan banyak hewan atau sekelompok hewan, diantaranya adalah bintang
laut, udang, kepiting, bulu babi, hingga cacing laut.
2. Zona neritik
Zona yang kedua adalah zona neritik. Zona neritik ini disebut juga dengan
ekosistem pantai pasir dangkal. Zona neritik ini merupakan bagian dari laut yang 
mempunyai tingkat kedalaman sekitar 200 meter, sehingga masih dapat ditembus
oleh cahaya matahari hingga ke bagian dasar. zona neritik ini merupakan zona
yang banyak dihuni oleh berbagai jenis tumbuhan ganggang lalu atau rerumputan
laut dan juga berbagai jenis ikan. Do zona neritik ini kita akan menemukan suatu
ekosistem lainnya yang lebih kecil, yakni ekosistem terumbu karang, ekosistem
pantai batu, dan ekosistem pantai lumpur. Ketiga ekosistem tersebut disebut juga
sebagai jenis- jenis dari ekosistem pantai pasir dangkal atau zona neritik ini.
3. Zona oseanik
Dari kedua zonae sebelumnya, yakni zona litoral dan zona neritik, zona oseanik
merupakan zona yang paling dalam dari ekosistem air laut. Zona oseanik ini
merupakan wilayah ekosistem air laut yang lepas, yang mana kedalamannya
sangat dalam. Saking dalamnya, zona ini sampai terlihat gelap. Zona oseanik ini
dibedakan menjadi dua macam, yakni zona batial dan juga zona abisal. Zona
batial merupakan zona yang memiliki kedalaman sekitaran 200 hingga 2000
meter. Zona batial mempunyai keadaan yang remang- remang karena cahaya
matahari yang masuk hanya sidkit sekali, sehingga tanpak remang- remang. Di
zona batial ini kita tidak bisa menemukan produsen karena hanya dihuni oleh
nekton (sejenis organisme yang aktif berenang). Sementara zona abisal merupakan
zona yang memiliki kedalaman yang lebih jauh lagi yakni lebih dari 2000 meter.
Zona abisal ini merupakan zona yang sama sekali tidak dapat ditembus oleh
cahaya matahari. Zona abisal ini dihuni oleh binatang- binatang predator,
detrivitor atau pemakan sisa organisme, dan juga pengurai. Secara umum, air  di
zona oseanik ini tidak dapat bercampur dengan dengan air di permukaan air laut,
hal ini karena keduanya memiliki perbedaan suhu. Batas dari kedua bagian ini
dinamakan daerah termoklin.
Itulah bagian- bagian dari laut apabila dilihat dari tingkat kedalamannya. Lalu jika
dilihat berdasarkan intesitas cahaya matahari yang bisa masuk, ekosistem air laut
dibedakan atas zona- zona sebagai berikut:

1. Zona fotik, yakni merupakan zona yang mudah ditembus cahaya matahari dan
mempunyai kedalaman air kurang dari 200 meter. Di zona fotik ini kita akan
menemui organisme yang melakukan fotosintesis.
2. Zona twilight, yakni zona yang mempunyai kedalaman air antara 200 hngga 2000
meter. Di zona ini, cahaya matahari yang masuk hanya sedikit, oleh karena itu
bersifat remang- remang.
3. Zona afotik, merupakan zona yang tidak dapat ditembus cahaya matahari sama
sekali, yakni di kedalam lebih dari 2000 meter.
Kemudian berdasarkan wilayah permukaan secara vertikal, laut dibedakan atas bebera
zona berikut ini:
1. Epipelagik, yakni daerah yang berada di antra permukaan hingga kedalaman
sekitar 200 meter.
2. Mesopelagik, yakni daerah dengan kedalaman antara 200 hingga 1000 meter.
3. Batiopelagik, yakni daerah jerang benua yang mempunyai kedalaman 200 hingga
2500 meter.
4. Abisalpelagik, yakni daerah yag mempunyai kedalaman 4000 meter.
5. Hadal pelagik, yakni daerah laut yang paling dalam dimana kedalaman lebih dari
6000 meter..

c. Jenis-jenis Ekosistem Air Laut


Ekosistem air laut merupakan ekosistem yang beraneka ragam. Berikut ini adalah
macam- macam dari ekosistem air laut:
1. Ekosistem laut dalam. Ekosistem alut dalam ini terdapat di daerah laut paling
dalam atau palung laut. Ekossitem ini tidak dapat ditembus oleh cahaya matahari.
Organisme yang hidup di ekosistem ini adalah predator dan ikan yang dapat
memancaran cahayanya sendiri.
2. Ekosistem terumbu karang. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang jernih.
Banyak organisme yang hidup di ekosistem ini, antara lain adalah terumbu
karang, hewan spons, mollusca, bintang laut, ikan, dan juga ganggang. Ekosistem
terumbu karang ini mempunyai manfaat ekosistem terumbu karang bagi biota laut
dan manusia yang beraneka ragam.
3. Ekosistem estuari. Ekosistem ini berada di daerah percampuran air laut dengan air
sungai. Di ekosistem estuari ini terdapat ekosistem yang khas, yakni ekosistem
padang lamun dan ekosistem hutan mangrove.
4. Ekosistem pantai pasir. Ekosistem pantai pasir merupakan ekositem yang berada
di pesisir pantai dengan hamparan pasir. Tempat ini selalu terkena deburan ombak
dan cahaya matahari yang kuat pada siang harinya.
5. Ekosistem pantai batu. Ekosistem pantai batu ini merupakan ekosistem yang
meiliki banyak bongkahan batu yang besar maupun kecil. Banyak organisme yang
hidup di ekosistem ini, misalnya ganggang cokelat, kepiting, kerang, siput, dan
juga burung.

d. Manfaat Ekosistem Air Laut


Ekosistem laut merupakan ekosistem yang banyak memberikan manfaat bgai
kehidupan manusia. beberapa manfaat dari ekosistem air laut antara lain:
 Sebagai sumber makanan bagi manusia, baik hewani muapun nabati.
 Sebagai pengontrol iklim di dunia
 Sebagai pembengkit listrik tenaga angin, tenaga ombak, dan tenaga pasang
surut.
 Tempat rekreasi dan hiburan
 Tempat budidaya ikan, kerang mutiara, rumput laut, dan lainsebagainya.
 Tempat barang tambang berada
 Tempat penelitian dan juga riset
 Sumber air minum
 Jalur taransportasi.
 Mata pencaharian penduduk lokal.

e. Kerusakan Ekosistem Laut


Kerusakan ekosistem laut adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung
atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan hayatinya yang melampuai kriteria baku
kerusakan laut. Hal ini berarti bahwa perlu ditetapkan kriteria baku kerusakan laut
yang berfungsi sebagai tolak ukur untuk menentukan tingkat kerusakan laut. Selain itu
juga sangat berguna bagi penentuan status mutu laut. Karena sangat erat kaitannya
antara tingkat kerusakan laut dengan status mutu laut itu sendiri.
Sebagian besar wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya
sangat strategis. Perairan laut Indonesia selain dimanfaatkan sebagai sarana
perhubungan laut lokal maupun internasional, juga memiliki sumber daya laut yang
sangat kaya dan penting, antara lain sumber daya perikanan, terumbu karang, padang
lamun, mangrove dan pada daerah pesisir dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata
yang menarik.
Laut juga mempunyai arti penting bagi kehidupan makhluk hidup seperti manusia,
juga ikan, tumbuh-tumbuhan dan biota laut lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
sektor kelautan mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat ikut mendorong
pembangunan di masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu, laut yang
merupakan salah satu sumber daya alam, sangat perlu untuk dilindungi.

f. Penyebab Kerusakan Ekosistem Laut


Berdasarkan pembahasan diatas terdapat masalah-masalah yang ada pada
ekosistem laut yang disebabkan oleh manusia-manusia yang tidak memperdulikan dan
tidak menjaga kelestarian alam laut. Berikut merupakan faktor penyebab rusaknya
1. Terumbu karang yang hidup di dasar laut merupakan sebuah pemandangan yang
cukup indah. Banyak wisatawan melakukan penyelaman hanya untuk
melihatnya. Sayangnya, tidak sedikit dari mereka menyentuh bahkan membawa
pulang terumbu karang tersebut. Padahal, satu sentuhan saja dapat membunuh
terumbu karang.
2. Membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut.

3. Mungkin tidak banyak yang sadar, penggunaan pupuk dan pestisida buatan pada
lahan pertanian turut merusak terumbu karang di lautan. Karena meskipun jarak
pertanian dan bibir pantai sangat jauh, residu kimia dari pupuk dan pestisida
buatan pada akhirnya akan terbuang ke laut melalui air hujan yang jatuh di lahan
pertanian.

4. Boros  menggunakan air, karena semakin banyak air yang digunakan semakin
banyak pula limbah air yang dihasilkan dan akhirnya mengalir ke laut. Limbah air
tersebut biasanya sudah mengandung bahan kimia.
5. Terumbu karang merupakan tujuan wisata yang sangat diminati. Kapal akan lalu
lintas di perairan. Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan
merusak terumbu karang yang berada di bawahnya

6. Penambangan pasir atau bebatuan di laut dan pembangunan pemukiman di pesisir


turut merusak kehidupan terumbu karang. Limbah dan polusi dari aktifitas
masyarakat di pesisir secara tidak langsung berimbas pada kehidupan terumbu
karang. Selain itu, sangat banyak yang pengambilan karang untuk bahan bangunan
dan hiasan akuarium.

7. Masih banyak yang menangkap ikan di laut dengan menggunakan bom dan racun
sianida. Ini sangat mematikan terumbu karang

8. Selain karena kegiatan manusia, kerusakan terumbu karang juga berasal dari
sesama mahkluk hidup di laut. Siput drupella salah satu predator bagi terumbu
karang.

9. Pengerukan di sekitar terum-bu karang Meningkatnya kekeruhan yang meng-


ganggu pertumbuhan karang.

10. Penangkapan ikan hias dengan menggunakan bahan beracun. Mengakibatkan ikan
pingsan, mematikan karang dan biota avertebrata.

11. Penangkapan ikan dengan bahan peledak Mematikan ikan tanpa dikriminasi,
karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang

g. Cara Mengatasi Kerusakan Ekosistem Laut


Cara mengatasi kerusakan di lingkungan laut, sebenarnya ada dalam diri manusia
itu sendiri tergantung dari kemauan mereka mau atau tidaknya seseorang melakukan
hal tersebut. Diantaranya:
 Meningkatkan pendayagunaan potensi laut dan dasar laut
Peningkatan pendayagunaan potensi yang ada di lingkungan laut, baik luar
maupun dalam laut. Misalnya dalam pendayagunaan lingkungan laut sebagai
pariwisata,budidaya rumput laut, maupun budidaya ikan. Dimana dalam
peningkatan ini peran pemerintah juga harus diikut sertakan dalam proses
pendayagunan laut ini, seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang
Repubik Indonsia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
yaitu dalam BAB IV Pasal 8 Ayat 1 dan Pasal 9 Ayat 1 dan Ayat 2.
 Meningkatkan harkat dan taraf hidup nelayan
Penangkapan ikan sebagai cara mencari nafkah para nelayan ataupun untuk
indutri perikanan dapat diperbolehkan. Asal cadangan ikan yang mereka
tangkap tidak dalam keadaan punah, sedangkan untuk ikan yang belum
mencapai besar tertentu, harus dilepaskan kembali ke dalam laut, yang teah
diatur dalam Undang-Undang Repubik Indonsia Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan yaitu dalam BAB III Pasal 5 dan Pasal 6.
 Mengembangkan potensi industri kelautan
Pengendalian pencemaran oleh indutri, hendaknya bersifat bahwa jumlah
bahan yang mengakibatkan polusi tidak harus berbahaya dan tidak
mengganggu keberadaan biota laut. Oleh karena itu, buangan limbah sebelum
dialirkanke sungai ataupun perairan perlu teknik pengolahan imbah seuai bata
yang ditentukan. Hasil ampah yang berasal dari kegiatan manusia harus di
kurangi dan didorong untuk mendaur ulang kotoran maupun limbah lain.
Bahkan, kalau perlu melarang pembuangan semua limbah ke lingkungan laut.
 Mempertahankan daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan laut.
Penanggulangan kerusakan tersebut,diharapkan warga yang ada di daerah
pesisir laut untuk dapat mempertahankan aset-aset yang terdapat dalam
lingkungan laut tersebut, menyadari akan kepentingan laut dan ekosistemnya
yaitu sebagai sumber hayati, meletarikan kemampuan alam untuk menjadikan
sumber mata pencaharian penduduk sekitar laut sehingga menadikan suatu
kesejahteraan masyarakatnya

B. PEMANFAATAN LINGKUNGAN MARITIM


Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa pemanfaatan sumber daya pesisir
dan pemanfaatan lingkungan alam tersebut, memiliki makna yang sangatstrategis
karena dengan itu, masyarakat nelayan memenuhi kebutuhanekonominya, di samping
kebutuhan sosial, budaya dan biologis lainnya. Haltersebut memang sesuai dengan
prinsip alamai yang dimiliki oleh manusia, yaknidi samping rangsangan dan dorongan
untuk memanfaatkan lingkungan alamsebesar-besarnya guna memenuhi sejumlah
kebutuhan, baik kebutuhan dasar(biologis) maupun kebutuhan psikologis dan
kebutuhan social

a. Kekayaan Laut Indonesia


Tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia adalah lautan. Di
dalamnya terdapat lebih dari 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km
yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Banyak sekali
kekayaan laut yang dimiliki negara kita.

Laut kita mengandung banyak sumber daya yang beragam baik yang dapat
diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan
plasma nutfah lainnya atau pun sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti
minyak dan gas bumi, barang tambang, mineral, serta energi kelautan seperti
gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) yang sedang giat
dikembangkan saat ini.
Terdapat 7,5% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia
berada di Indonesia. Kurang lebih 24 juta hektar perairan laut dangkal Indonesia
cocok untuk usaha budi daya laut (marine culture) ikan kerapu, kakap, baronang,
kerang mutiara, dan biota laut lainnya yang bernilai ekonomis tinggi dengan potensi
produksi 47 ton/tahun.
Selain itu lahan pesisir (coastal land) yang sesuai untuk usaha budidaya
tambak udang, bandeng, kerapu, kepiting, rajungan, rumput laut, dan biota perairan
lainnya diperkirakan 1,2 juta hektar dengan potensi produksi sebesar 5 juta per tahun.
Hampir 70% produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir
dan laut.
Selain itu, Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati laut pada tingkatan
genetik, spesies, maupun ekosistem tertinggi di dunia. Akan tetapi, saat ini baru 4 juta
ton kekayaan laut Indonesia yang dimanfaatkan. Jika kita telusuri kembali sebenarnya
masih banyak potensi kekayaan laut yang dimiliki Indonesia.
Prakiraan nilai ekonomi potensi dan kekayaan laut Indonesia yang telah
dihitung para pakar dan lembaga terkait dalam setahun mencapai 149,94 miliar dollar
AS atau sekitar Rp 14.994 triliun.
Potensi ekonomi kekayaan laut tersebut meliputi perikanan senilai 31,94
miliar dollar AS, wilayah pesisir lestari 56 miliar dollar AS, bioteknologi laut total 40
miliar dollar AS,  wisata bahari 2 miliar dollar AS, minyak bumi sebesar 6,64 miliar
dollar AS dan transportasi laut sebesar 20 miliar dollar AS.

b. Masalah-masalah yang di hadapi dalam Pemanfaatan Kekayaan Laut


Dengan kekayaan laut yang melimpah ini, sayangnya belum termanfaatkan
secara optimal. Sumber daya kelautan yang begitu melimpah ini hanya dipandang
“sebelah mata”, Kalaupun ada kegiataan pemanfaatan sumber daya kelautan, maka
dilakukan kurang profesional dan ekstraktif, kurang mengindahakan aspek
kelestariannya. Bangsa Indonesia kurang siap dalam menghadapi segala konsekuensi
jati dirinya sebagai bangsa nusantara atau negara kepulauan terbesar di dunia karena
tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang sepadan dalam mengelola
kekayaannya.
Di satu sisi Indonesia memposisikan diri sebagai negara kepulauan dengan
kekayaan lautnya yang melimpah, tetapi di sisi lain Indonesia juga memposisikan diri
secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani yang masih berada
di bawah garis kemiskinan, sedangkan dalam industri modern, negara kita kalah
bersaing dengan negara lain. Semua ini berdampak juga terhadap sektor industri
kelautan sehingga menimbulkan banyak masalah berkaitan dengan pemanfaatan
kekayaan laut. Diantaranya para nelayan Indonesia masih miskin dan tertinggal dalam
perkembangan teknologi kelautan. Kemiskinan dan kemiskinan yang menyelimuti
mereka karena sistem yang sangat menekan seperti pembelian perlengkapan untuk
menangkap ikan yang masih harus lewat rentenir karena jika melalui Bank, prosesnya
yang berbelit-belit dan terlalu birokrasi. Juga dengan produksi industri kelautan yang
keadaannya setali tiga uang, terlihat dari rendahnya peranan industri domestik seperti
nelayan.
Selain itu, banyak nelayan asing yang mencuri ikan di wilayah perairan kita, tiap
tahunnya jutaan ton ikan di perairan kita dicuri oleh nelayan asing yang rata-rata
peralatan tangkapan ikan mereka jauh lebih canggih dibandingkan para nelayan
tradisional kita. Kerugian yang diderita negara kita mencapai Rp 18 trilyun-Rp36
trilyun tiap tahunnya. Hal ini memang kurang bisa dicegah oleh TNI AL sebagai
lembaga yang berwenang dalam mengamankan wilayah laut Indonesia, karena seperti
kita ketahui keadaan alut sista (alat utama sistem senjata) seperti kapal perang yang
dimiliki TNI AL jauh dari mencukupi. Untuk mengamankan seluruh wilayah perairan
Indonesia yang mencapai 5,8 km2, TNI AL setidaknya harus memiliki 500 unit kapal
perang berbagai jenis. Memang jika kita menengok kembali sejarah, di zaman
Presiden Soekarno Angkatan Laut kita pernah menjadi keempat terbesar di dunia
setelah Amerika Serikat, Uni Soviet,dan Iran. Akan tetapi semuanya hanya bersifat
sementara karena tidak dibangun atas kemampuan sendiri, namun karena bantuan Uni
Soviet dalam rangka permainan geopolitik.
Sebenarnya apa yang salah dari pengelolaan laut Indonesia. Ada beberapa faktor
yang menyebabkan pemanfaatan laut sebagai potensi bangsa yang dahsyat itu
terabaikan di antaranya yaitu lemah pengamanan, lemah pengawasan, dan lemah
koordinasi dari negara. Sebenarnya Indonesia memiliki Maritime Surveillance System
(sistem pengamatan maritim) pada sebuah institusi militer yang domainnya memang
laut.
Maritime Surveillance System dititikberatkan pada pembangunan stasiun radar
pantai dan pemasangan peralatan surveillance di kapal patroli, untuk kemudian data-
data hasil pengamatan dari peralatan yang terpasang tersebut dikirim ke pusat data
melalui media komunikasi data tertentu untuk ditampilkan sebagai monitoring dan
untuk diolah lebih lanjut. Karena itu, sistem ini lebih cenderung berlaku sebagai alat
bantu penegakan keamanan di laut, meski sangat mungkin dikembangkan lebih lanjut
sebagai alat bantu pertahanan.

c. Upaya Pemanfaatan kekayaan Laut Indonesia


Pemerintah hendaknya harus bekerja lebih keras dalam mencari penyelesaian
masalah ini agar eksplorasi serta pemanfaatan kekayaan laut kita dapat dilaksanakan
secara optimal dan terarah. Negara kita perlu mempunyai kebijakan kelautan yang
jelas dan bervisi ke depan karena menyangkut geopolitik dan kebijakan-kebijakan
dasar tentang pengelolaan sumber daya kelautan. Kebijakan mengenai berbagai
terobosan untuk mendayagunakan sumber daya kelautan secara optimal dan lestari
sebagai keunggulan kompetitif bangsa.
Mengingat potensi sumber daya laut yang kita miliki sangat besar, maka
kekayaan laut ini harus menjadi keunggualan kompetitif Indonesia, yang dapat
menghantarkan bangsa kita menuju bangsa yang adil, makmur, dan mandiri. Memang
untuk mewujudkan cita-cita tersebut perlu adanya koordinasi berbagai pihak dan
dukungan dari masyarakat. Seyogyanya harus ada perubahan paradigma
pembangunan nasional di masyarakat kita dari land-based development menjadi ocen-
based development. Pembangunan di darat harus disinergikan dan diintegrasikan
secara proporsional dengan pembangunan sosial-ekonomi di laut. Perlu adanya
peningkatan produksi kelautan kita dengan cara memberikan penyuluhan kepada para
nelayan, pemberian kredit ringan guna membeli perlengkapan untuk menangkap ikan
yang lebih memadai, serta pembangunan pelabuhan laut yang besar guna
bersasndarnya kapal-kapal ikan yang lebih besar.
Peningkatan produksi juga meliputi sektor bioteknologi perairan, mulai dari
proses produksi (penangkapan ikan dan budidaya), penanganan dan pengolahan hasil,
serta pemasarannya. Selain itu, harus ada perhatian terhadap sektor wisata bahari
dengan adanya perbaikan mencakup penguatan dan pengembangan obyek wisata
bahari dan pantai, pelayanan, pengemasan serta promosi yang gencar dan efektif.
Dengan berbagai kebijakan kelautan yang ditempuh ini, diharapkan adanya
pembangunan kelautan yang sinergis dan terarah serta menyeluruh, sehingga tidak
mustahil dengan pemanfaatan kekayan laut yang optimal akan menumbuhkan
pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia menuju Indonesia yang adil, makmur, dan mandiri.
Dibutuhkan kesinergisan dari banyak pihak (institusi) yang memiliki
kewajiban dan tanggung jawab dalam pengembangan kelautan. Baik secara langsung
maupun tidak langsung, agar manajemen pengelolaan laut ini dapat berhasil dengan
optimal.
Institusi tersebut di antaranya DKP, Departemen Perhubungan khususnya
Dirjen Perhubungan Laut, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla),
Departemen Tenaga Kerja, Departemen Kehutanan, Departemen Pariwisata dan
Budaya, Departemen Perdagangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,
Ditjen Bea Cukai, Pelindo, TNI AL, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaaan, dan
sebagainya.

d. Pemanfaatan Kekayaan Laut Untuk Ketahanan Ekonomi Indonesia


Ketahanan ekonomi adalah merupakan suatu kondisi dinamis kehidupan
perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, kekuatan nasional dalam
meghadapi serta mengatasi segala tantangan dan dinamika perekonomian baik yang
datang dari dalam maupun luar negara Indonesia, dan secara langsung maupun tidak
langsung menjamin kelangsungan dan penigkatan perekonomian bangsa dan negara
republik Indonesia yang telah diatur berdasarkan UUD 1945.
Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian
bangsa yang mampu memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis,
menciptakan kemandirian ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi, dan
mewujudkan perekonomian rakyat yang secara adil dan merata. Dengan demikian,
pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya ketahanan ekonomi melalui
suatu iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi,
tersedianya barang dan jasa, terpeliharanya fungsi lingkungan hidup serta
menigkatnya daya saing dalam lingkup perekonomian global.
Potensi bidang kelautan cukup besar meliputi sektor  perikanan, pelayaran,
pariwisata bahari, perkapalan,  jasa pelabuhan serta sumberdaya mineral bawah laut.
Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi kelautan akan tetapi
diperlukan keterpaduan kebijakan publik di bidang kelautan. Karena sektor kelautan
menjadi potensi yang sangat strategis untuk didorong sebagai mainstream
pembangunan perekonomian nasional.
Kekayaan sumberdaya pesisir dikuasai oleh Negara untuk dikelola sedemikian
rupa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, memberikan manfaat bagi generasi
sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Ironisnya,
sebagian besar tingkat kesejahteraan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir
justru menempati strata ekonomi yang paling rendah bila dibandingkan dengan
masyarakat darat lainnya. Dengan upaya peningkatan SDM masyarakat pesisir
(nelayan) maka perekonomian akan meningkat, sehingga ketahanan ekonomi akan
semakin baik.
Melihat semakin besarnya peran ekonomi kelautan (marine economy) dalam
pembangunan nasional maka diperlukan adanya agenda kebijakan bidang kelautan
dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan bercirikan nusantara
yang sejalan dengan amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005- 2025, yakni misi mewujudkan Indonesia
sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan makmur yang berbasis
kepentingan nasional sebagaimana tersirat dalam misi ketujuh undang-undang
tersebut.
Misi tersebut setidaknya memiliki 3 (tiga) agenda ke depan yang harus segera
dilakukan: Pertama, membuat payung hukum Kebijakan Kelautan Nasional (National
Ocean Policy) untuk arah pembangunan nasional sektor kelautan; Kedua,
menyiapkan roadmap  penggunaan dan pemanfaatan (sumberdaya kelautan) yang
didedikasikan untuk kepentingan nasional dan bermuara pada peningkatan
kesejahteraan rakyat dalam Kebijakan Ekonomi Kelautan Nasional (National Ocean
Economic Policy); dan ketiga, adalah Tata Kelola kelautan yang baik (Ocean
Governance) sebagai panduan atau code of conduct dalam pengelolaan kelautan
secara holistik.
Jika Indonesia berhasil memanfaatkan kekayaan laut yang dimilikinya dengan
optimal dan terarah, maka keadaan ekonomi indoesia akan semakin baik, sehingga
ketahanan ekonomi nasional akan terwujud.

e. Jenis-Jenis Sumber Daya Laut


Secara umum, sumberdaya kelautan terdiri atas sumberdaya dapat pulih
(renewable resources), sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources), dan
jasa-jasa lingkungan kelautan (environmental services).
1. Sumber Daya Dapat Pulih
Indonesia  dianugerahi dengan laut yang begitu luas, sehingga sumberdaya ikan di
dalamnya juga beraneka ragam. Potensi lestari ikan laut sebesar 6,2 juta ton, terdiri
ikan pelagis besar (975,05 ribu ton), ikan pelagis kegil (3.235,50 ribu ton), ikan
demersal (1.786,35 ribu ton), ikan karang konsumsi (63,99 ribu ton), udang peneid
(74,00 ribu ton), lobster (4,80 ribu ton), dan cumi-cumi (28,25 ribu ton). Potensi
sumberdaya perikanan ini tersebar dalam sembilan wilayah pengelolaan. Masing-
masing (1) Selat Malaka, (2) Laut Cina Selatan, (3) Laut Jawa, (4) Selat Makasar dan
Laut Flores, (5) Laut Banda, (6) Laut Seram sampai Teluk Tomini, (7) Laut Sulawesi
dan Samudera Pasifik, (8) Laut Arafura dan (9) Samudera Hindia (Aziz, dkk, 1998).
Apabila potensi perikanan laut ini dikelola secara serius diperkirakan akan
memberikan sumbangan devisa sebesar US$ 10 milyar per tahun mulai tahun 2003.
Sampai pada tahun 1998, produksi perikanan laut Indonesia baru mencapai
3.616.140 ton, atau sekitar 58,5 persen dari total potensi lestari sumberdaya perikanan
laut yang kita miliki. Dengan demikian masih terdapat 41 persen potensi yang tidak
termanfaatkan atau sekitar 2,6 juta ton per tahun. Peluang pengembangan industri
perikanan baik dalam skala kecil (perairan nusantara) maupun skala besar (ZEEI dan
samudera) dapat dikelompokkan sebagai berikut:
 Ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, marlin, tongkol, tenggiri dan cucut
dapat ditangkap di perairan nusantara dan samudera terutama di perairan Laut
Banda, Laut Seram sampai Teluk Tomini, Laut Arafura dan Samudera Hindia
yang memiliki peluang pengembangan secara lestari sekitar 321.766 ton per
tahun.
 Ikan pelagis kecil seperti ikan layang, selar, tembang, lemuru, dan kembung
dapat ditangkap di perairan nusantara antara lain di perairan Laut Cina
Selatan, Selat Makasar dan Laut Flores, Laut Banda, Laut Seram sampai Teluk
Tomini, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, Laut Arafura dan Samudera
Hindia. Peluang pengembangan perikanan ikan pelagis kecil secara lestari
masih sekitar 1.715 ribu ton per tahun.
 Ikan karang konsumsi seperti kerapu, kakap, lancam, beronang dan ekor
kuning berpeluang dikembangkan di sekitar perairan Selat Makasar dan Laut
Flores, Laut Banda, dan Laut Seram sampai Teluk Tomini dengan potensi
lestari sekitar 31.355 ton per tahun.
 Kelompok lobster seperti udang karang dan barong berpeluang dikembangkan
di perairan Laut Cina Selatan, Laut Banda, dan Laut Seram sampai Teluk
Tomini, dengan potensi sekitar 2.400 ton per tahun.
Kawasan pesisir dan laut Indonesia yang beriklim tropis, banyak ditumbuhi hutan
mangrove, terumbu karang, padang lamun (seagrass), dan rumput laut (seaweed).
Dengan kondisi pantai yang landai, kawasan pesisir Indonesia memiliki potensi
budidaya pantai (tambak) sekitar 830.200 ha yang tersebar di seluruh wilayah tanah
air dan baru dimanfaatkan untuk budidaya (ikan bandeng dan udang windu) sekitar
356.308 ha (Ditjen Perikanan 1998). Jika kita dapat mengusahakan tambak seluas
500.000 ha dengan target produksi 4 ton per ha per tahun, maka dapat diproduksi
udang sebesar 2 juta ton per tahun.
Dengan harga ekspor yang berlaku saat ini (US$ 10 per kilogram) maka
didapatkan devisa sebesar 20 milyar dolar per tahun. Kondisi perairan yang teduh dan
jernih karena terlindung dari pulau-pulau dan teluk juga memiliki potensi
pengembangan budidaya laut untuk berbagai jenis ikan (kerapu, kakap, beronang, dan
lain-lain), kerang-kerang dan rumput laut, yaitu masing-masing 3,1 juta ha, 971.000
ha, dan 26.700 ha. Sementara itu, potensi produksi budidaya ikan dan kerang serta
rumput laut adalah 46.000 ton per tahun dan 482.400 ton per tahun.
Dari keseluruhan potensi produk budidaya laut tersebut, sampai saat ini hanya
sekitar 35 persen yang sudah direalisasikan. Potensi sumberdaya hayati (perikanan)
laut lainnya yang dapat dikembangkan adalah ekstrasi senyawa-senyawa bioaktif
(natural products), seperti squalence, omega-3, phycocolloids, biopolymers, dan
sebagainya dari microalgae (fitoplankton), macroalgae (rumput laut),
mikroorganisme, dan invertebrata untuk keperluan industri makanan sehat (healthy
food), farmasi, kosmetik, dan industri berbasis bioteknologi lainnya.
Padahal bila dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki potensi
keanekaragaman hayati laut yang jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia, pada
tahun 1994 sudah meraup devisa dari industri bioteknologi kelautan sebesar 40 milyar
dolar (Bank Dunia dan Cida,1995).
2. Sumber Daya Tidak Dapat Pulih
Sumberdaya alam lainnya yang terkadung dalam laut kita adalah terdapatnya
berbagai jenis bahan mineral, minyak bumi dan gas. Menurut Deputi Bidang
Pengembangan Kekayaan Alam, BPPT dari 60 cekungan minyak yang terkandung
dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut.
Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti
sebagian, sedangkan 29 belum terjamah
Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 milyar barel
setara minyak, namun baru 16,7 milyar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5 milyar
barel di antaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89,5 milyar barel
berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu
diperkirakan 57,3 milyar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya
atau sekitar 32,8 milyar barel terdapat di laut dalam.
Energi non konvensional adalah sumberdaya kelautan non hayati tetapi dapat
diperbaharui juga memiliki potensi untuk dikembangkan di kawasan pesisir dan
lautan Indonesia. Keberadaan potensi ini di masa yang akan datang semakin
signifikan manakala energi yang bersumber dari BBM (bahan bakar minyak) semakin
menepis. Jenis energi ini yang berpeluang dikembangkan adalah ocean thermal
energy conversion (OTEC), energi kinetik dari gelombang, pasang surut dan arus,
konversi energi dari perbedaan salinitas.
2. ILMU DAN TEKNOLOGI MARITIM

Ilmu dan teknologi maritim adalah ilmu yang mempelajari tentang keseluruhan sarana
untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kelangsungan dan juga kenyamanan
hidup hidup manusia. Yang dipakai dalam bidang kelautan khususnya berhubungan
dengan pelayaran(nvigasi) serta berfokus pada kegiatan ekonomi.

A. PENGENALAN TEKNOLOGI MARITIM


Laut merupakan sumber kehidupan manusia selain daratan dan udara.
Khususnya di Indonesia, perairan laut Indonesia mencapai 2/3 bagian. Manfaat laut
bermacam-macam, yaitu sebagai sarana transportasi, pertahanan keamanan, sumber
energi, pertambangan, perikanan dan protein hasil laut lainnya, obat-obatan dan
makanan, serta pariwisata dan lain sebagainya. Dari situ pandangan tentang laut
menjadi terbuka, bahwa laut juga menarik untuk dimanfaatkan dan dipelajari.
Oseanografi juga disebut oseanologi atau ilmu kelautan, adalah cabang ilmu
Bumi yang mempelajari samudra atau lautan. Ilmu ini mencakup berbagai topik
seperti organisme laut dan dinamika ekosistem; arus samudra, gelombang, dan
dinamika cairan geofisika; tektonik lempeng dan geologi dasar laut, dan arus berbagai
zat kimia dan fisika di dalam lautan dan perbatasannya. Topik-topik yang beragam ini
menggambarkan berbagai macam disiplin ilmu yang digabungkan para oseanograf
untuk mempelajari lautan dunia dan memahami proses di dalamnya, yaitu biologi,
kimia, meteorologi, fisika, dan geografi.
Sedangkan Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-
barang yang diperlukan bagi kelangsungan, dan kenyamanan hidup manusia. Teknik
kelautan adalah cabang ilmu teknik atau rekayasa yang
mempelajari bangunan dan struktur yang berhubungan dengan laut. Teknik kelautan
perkembangan teknik sipil yang dikhususkan untuk mempelajari struktur-struktur
yang berada di daerah garis pantai (coast line) maupun daerah lepas pantai (offshore),
termasuk anjungan lepas pantai.
Perbedaan teknik maritim dan teknologi maritim (kelautan). Teknik kelautan
pada dasarnya mempelajari tentang rekayasa pada bidang Offshore ( Lepas pantai )
dan pantai. Khususnya pelajari tentang pemanfaatan serta pengelolaan laut untuk
sarana dan prasarana transportasi laut , seperti pelabuhan, dermaga, kapal dan lain
sebagainya serta mempelajari sumber daya, seperti pencemaran laut, erosi dan lain
sebagainya. Adapun akar dari teknik kelautan yaitu berdasar pada mekanika,
dinamika fluida, geologi, bangunan lepas pantai, dan fasilitas-fasilitas yang ada di
pelabuhan seperti dermaga. Sedangkan Teknologi Kelautan pada dasarnya adalah
ilmu yang mepelajari rekayasa yang ditujukan untuk memanfaatkan laut seperti media
transportasi dan sumber daya dan ruang. Teknologi kelautan ini merupakan turunan
dari teknik perkapalan.

a. Teknologi maritim (kelautan) di Indonesia


Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan banyak berbatasan dengan
berbagai negara di sekitarnya merupakan lokasi yang sangat rawan akan konflik
perbatasan. Terlebih indonesia merupakan wilayah strategis yang  terletak dekat
dengan beberapa titik jalaur pelayaran dunia, salah satunya adalah selat malaka, yang
merupakan urat nadi perekonomian yang menjadi tangung jawab tiga negara yaitu
adalah indonesia, Singapura, dan Malaysia. Potensi besar yang dimiliki selat malaka
sebenarnya sama pentinnya denan Terusan Suez dan terusan Panama, karena selat
Malaka membentuk jalur pelayaran terusan anara Samudra Hindia dan Samudera
Pasifik serta penghubung tiga dari negara-negara penduduk terbesar seperti India,
Indonesia dan Cina. Di samping itu potensi besar lainnya adalah sebanyak 1200 kapal
melintasi selat malaka setiap harinya, 22 kapal super ultra large dengan mengangkut
antara sperlima dan seperempat perdanganan laut dunia. Potensi besar ini seharusnya
menjadi sebuah perhatian pemerintah dalam meningkatkan pertahanan laut indonesia.
Disamping Selat Malaka, Konflik Laut Cina Selatan merupakan isu hangat
dan memerlukan penyelesaian secara komperhensif dengan melibatkan berbagai pihak
terkait. Makin pentingnya posisi indonesia dengan meningkatnya volume
perdagangan merupakan sebuah potensi besar yang seharusnya mampu di dukung
dengan kekuatan maritim yang memadai. Ini merupakan sebuah realita jika sampai
saat ini indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi besar dalam jalur
perdangangan di asia maupun di dunia. Tentunya hal ini membutuhkan strategi dalam
menjaga keamanan dan perbatasan  indonesia melihat potensi besar yang dimiliki
indonesia. Diplomasi Indonesia akan lebih efektif jika didukung dengan kekuatan
militer yang handal dan memadai. Pasalnya kedepan konflik perbatasan yang terjadi
kian meningkat hal ini di sampaikan oleh Kasal  Laksamana  TNI Marsetio.
Sebuah pemaduan unsur antara kekuatan militer dan diplomasi guna
mengamankan kepentingan nasional merupakan kepentingan primer yang seharusnya
mampu di sadari oleh berbagai pihak yang berperan saat ini. Penggunaan kekuatan
Angkatan Laut dalam masa damai dan perang adalah praktik yang lumrah. Inilah yang
dikenal dengan istilah gun boat (diplomasi kapal perang) dan selanjutnya muncul
istilah naval diplomacy. Melihat hal ini keterbutuhan akan teknologi pertahanan
merupakan sesuatu yang dijadikan sebuah prioritas melihat keterbutuhan kedepan
yang sangat mendesak. Tentunya kedepan indonesia harus meningkatkan kekuatan
pertahanan yang saat ini dimiliki, harapannya indonesia bukan hanya menambahkan
kuantitas Alusista sebagai penjaga pertahanan pertama, namun mamapu
meningkatkan kwalitas Alusista kedepannya. Dengan upaya membangun industri
pertahanan negara yang maksimal harapannya ketergantungan terhadap asing dan
hobi membeli peralatanbekas kedepannya mampu diminimalisir.
Melihat keterbutuhan yang sangat medesak tentang Alusista, angin segar pun
datang dengan di tetapkannya Undang-undang Industri Pertahanan Negara (IPH).
Sebuah harapan besar dalam bidang pertahanan diharapkan bukan hanya menjadi
sebuah retorika semata melainkan menjadi sebuah hal inplementatif yang mampu
menjadikan indonesia menjadi negara yang lebih bermartabat dalam permasalan
keamanan dan pertahanan. Melihat grafik APDN tentang Alusista terlihat kian
membaik dari yang sebelumnya 72,54 Triliun pada tahun 2012 saat ini menjadi 77
triliun pada tahun 2013 harapannya anggaran ini mampu terserap semuanya untuk
meningkatkan Alusista Indonesia kedepannya. Walaupun secara kasat mata anggaran
indonesia cukup tinggi namun, jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga
yang mempunyai wilayah lebih kecil ternyata indonesia memiliki anggaran jauh lebih
kecil dari negara-negara tersebut, menurut International Institute or Strategic
Studies (IISS), Singapura pada 2011 memiliki pengeluaran sebesar US$9,66 miliar
untuk belanja Alusista. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat ari negara tetangga
lainnya seperti Thailand (US$5,52 miliar), (Malaysia (US$4,54 miliar), dan Vietnam
(US$2,66 miliar). Hal ini menunjukkan bahwa negara sekelas singapura menjadikan
Alusista sebagai sebuah priritas yang layak di perhatikan. Sebagai negara kepulauan
yang memiliki garis pantai 54.700 km, hal ini menjadi evaluasi besar jika indonesia
menjadikan pertahanan sebagai prioritas kelas dua kedepannya.
Jika kita menegok tentang pertahanan laut indonesia saat ini kita bisa melihat
bahwa sampai saat ini indonesia hanya memiliki dua kapal selam, terlebih lagi jika
kita melihat bagaimana kondisi pertahanan laut lainnya dari kapal-kapal yang dimiliki
TNI AL saat ini kurang lebih 148 kapal perang berbagai kelas dan jenis 2 kapal layar
tiang tinggi, kapal patroli yang panjangnya kurang dari 36 meter yang biasa disebut
KAL atau kapal angkatan laut yang berjumlah 317 unit. Kemudian dari beberapa
kapal tersebut ternyata adalah kapal ex Jerman dan kapal peninggalan perang dunia
kedua. Tentunya melihat tersebut kondisi kapal sudah di pastikan tidak dalam kondisi
maksimal.Disamping itu untuk memantau kondisi perairan indonesia memiliki 15
stasiun yang di kendalikan oleh Bakormala (Badan Kordinasi Keamanan Laut
Republik Indonesia), diantaranya Rescue Coordinating Centre (RCC) yang terletak di
Ttanjung Balai Karimun, Maritime Rescue Coordinating Centre (MRCC) Batam,
RCC Natuna, RCC Sambas, GS Bangka Belitung, RCC Bali, RCC Tarakan, RCC
Kupang, MRCC Ambon, RCC Jayapura, RCC Tual, RCC Merauke, (Ground Station)
GS MRCC Bitung dan Puskodal Jakarta. Dengan menggabungkan kekuaan
pertahanan laut yang ada dari segi peralatan tempur dan IT tentunya hal tersebut harus
senantiasa di tingkatkan untuk mendapatkan kekuatan pertahanan dan keamanan laut
yang kuat. Karena saat ini pertahanan dan keamanan merupakan hal yang sangat
mendesak untuk terus senantiasa di tingkatkan.
Harapan besar dengan ditingkatkannya anggaran pertahanan indonesia
kedepan indonesia akan mampu meningkatkan kekuatan pertahanan yang dimiliki
saat ini. Hal tersebut tentunya akan menjadi sebuah pendukung berbagai diplomasi
yang terjadi pada wilayah konflik antara indonesia dan negara sekitarnya. Dengan
meningkatnya kondisi pertahanan laut indonesia tentunya akan membuat indonesia
menjadi lebih bermartabat di mata negara tetangga.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka kemudahan untuk
menjalankan kehidupan sehari-hari pun sudah bukan hal yang mustahil lagi. Hal ini
termasuk juga ke dalam penerapan teknologi untuk hal-hal yang bermanfaat seperti
menjaga kelestarian lingkungan hidup khususnya di laut. Pencemaran laut telah
menjadi masalah yang tak kunjung selesai. Plastik misalnya, banyak membunuh
hewan-hewan laut seperti ikan, burung hingga penyu. Binatang-binatang malang ini
mengira platik sebagai makanan, hingga tak ragu untuk menelannya.
Tak hanya plastik, sampah-sampah yang tak dapat terurai oleh alam seperti
besi, styrofoam, limbah kimia beracun sampai tumpahan minyak turut mengotori laut.
Di Indonesia, masalah semakin bertambah ketika batu bara yang diangkut kapal
tongkang mencecerkan biji batu bara ke lautan
 MicroplasticAnna Du
Anna Du merupakan siswa kelas enam sekolah dasar yang berhasil
menciptakan alat penjelajah bawah laut untuk mencari plastik-plastik yang ada di
sana. Mesin ini nantinya bisa mendeteksi microplastic dan mengumpulkannya.
 The Seabin Project
Proyek ini menciptakan tempat sampah bawah laut yang cara kerjanya adalah
menyaring air laut sedemikian rupa dan menangkap sampah-sampah yang terbawa
bersama dengan air laut tersebut. Nantinya, air laut akan dikeluarkan kembali
namun sampah akan tetap tersaring di dalam tempat sampah ini. Alat ini nantinya
tidak hanya terbatas untuk menangkap sampah plastik saja namun juga sampah
kaleng hingga pecahan kapal.
 SeaVax Robotic Ship
Proyek ini jika dilihat secara sederhana mungkin mirip dengan The Seabin
Project. Namun, ternyata SeaVax merupakan alat yang sangat kompleks. Robot
ini nantinya akan menyedot sampah-sampah yang berada di laut dengan moncong
penyedotnya. Alat ini diperkirakan mampu mengambil sampah hingga 150 ton.

B. POTENSI DAN TANTANGAN RISET MARITIM


Pembahasan mengenai wilayah laut tidak akan dapat dipisahkan dengan
wilayah pesisir. Wilayah Pesisir sebagai suatu daerah peralihan antara Ekosistem
darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut adalah merupakan
wilayah yang saat ini pengaturannya berada dan sejalan dengan kelautan. Pemerintah
kita menetapkan ruang lingkup wilayah pesisir ini meliputi 12 mil laut dari garis
pangkal ke arah laut dan 100 meter dari pasang tertinggi ke arah daratan. Meskipun
demikian sampai saat ini belum satupun Undang-undang memberikan definisi yang
jelas mengenai batasan wilayah pesisir. Hal ini dikarenan pendefinisian wilayah
pesisir menurut beberapa pakar terutama dari bidang ilmu sosial berpendapat bahwa
wilayah pesisir juga tidak dapat dipisahkan dari permasalahan sosial-ekonomi
masyarakat pesisir. Karena fakta dilapangan banyak pemukiman nelayan berada jauh
ke arah daratan dari laut dan pengaruh laut tidak langsung sampai ke rumah mereka,
namun secara tidak langsung kehidupan seharihari mereka sangat bergantung dan
dipengaruhi oleh produksi laut.
Lain pesisir lain pula halnya dengan lautan, Laut adalah keseluruhan
rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi. Definisi ini hanya bersifat
fisik semata. Laut menurut definisi hukum adalah keseluruhan air laut yang
berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi. Sehingga sebagai sebuah
negara kepulauan laut dan pesisir merupakan satu kesatuan yang saling
bertergantungan satu sama lainnya, dan dengan ciri karakter dan ciri khas kekayaan
alam yang saling melengkapi.

a. Potensi maritim
Kekayaan sumber daya alam hayati perairan Indonesia memiliki 27,2% dari
seluruh species flora dan fauna yang terdapat di dunia, yang meliputi 12 %
mammalia, 23,8% ampibia, 31,8% reptilian, 44,7% ikan, 40% mollusca, dan 8,6%
rumput laut9 selain itu ada lagi sumber daya minyak lepas pantai, sumber daya gas
bumi, sumber daya pasir laut, dll. Bila dikelompokkan secara spesifik, maka
Indonesia memiliki empat sumber daya kelautan yang dapat menjadi modal besar
dalam mensejahterakan rakyatnya, antara lain
 Sumber daya alam terbarukan (reneable resources); Yang antara lain meliputi
sumber daya perikanan, hutan mangrove, terumbu karang, rumput laut, padang
lamun, dan senyawa-senyawa bioaktif (bioaktif substances dan natural products)
sebagai bahan baku industri farmasi, konsmetik, makanan dan minuman, dan
industri lainnya.
 Sumber daya alam tak terbarukan (non reneable resources); Antara lain minyak
dan gas bumi, timah, bauksit, bijih besi, mangan, fosfor dan bahan tambang serta
mineral lainnya.
 Energi Kelautan Termasuk kedalam kategori energi kelautan ini adalah energi
gelombang, pasang surut, arus laut, dan OTEC (Ocean Thermal Energy
Conversion).
 Jasa-jasa lingkungan Kelautan; Berupa fungsi laut sebagai media transportasi dan
komunikasi, keindahan alam untuk rekresi dan pariwisata, penelitian dan
pendidikan, pertahanan dan keamanan, pengatur iklim (climate relugulator), dan
system penunjang kehidupan (life-supporting systems).
Potensi ekonomi ini menjadi lebih bermakna dan bernilai strategis, seiring dengan
pergeseran pusat kegiatan ekonomi dunia sejak akhir abad ke -20 dari poros Atlantik
ke poros Asia-Pasifik. Hampir 70% total perdagangan dunia berlangsnung diantara
negaranegara Asia Pasifik, dan sekitar 75% dari barang-barang yang
diperdagangkannya ditransportasikan melalui laut, terutama Selat Malaka, Selat
Lombok, Selat Makassar, dan laut-laut Indonesia lainnya dengan nilai sekitar US$
1.300 trilyun setiap tahunnya. Sehubungan dengan letak Indonesia yang secara
geoekonomi dan geopolitik sangat strategis, yakni diapit oleh Samudra Pasifik dan
Samudra Hindia serta oleh Benua Asia dan Australia, maka seharusnyalah bangsa
Indonesia yang paling mendapatkan keuntungan yang besar dari posisi kelautan
global.
Keuntungan lainnya yang dimiliki oleh negara kepulauan adalah, masyarakat dan
pemerintahnya masih diberikan hak pengelolaan dan memanfaatkan Laut Lepas
sebagai sebuah common heritage mankind (laut adalah milik bersama semua umat)
selama sebuah negara itu mampu dan mau memanfaatkannya sesuai dengan kapasitas
dan daya dukung lingkungan laut itu sendiri.

b. Tantangan Pengelolaan Wilayah Pesisir


Ditinjau dari sudut Pandang Peraturan Perundangan Pengelolaan wilayah laut
ditinjau dari sudut peraturan perundang-undangan Indonesia sebenarnya telah
disinggung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, menjelaskan bahwa Daerah yang
memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di
wilayah laut dan mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah
dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan .Pasca
reformasi dan era otonomi, pengelolaan sumber daya kelautan dikembalikan ke
daerah dengan tujuan dasar bahwa daerahlah yang lebih memahami dan mengetahui
karakteristik dan keunikan wilayah laut termasuk pesisir pantai daerah mereka.
Untuk itulah dalam rangka memenuhi kebutuhan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil termasuk perairan diantaranya telah pula dikeluarkan Undang-
Undang nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (UUPWPPPK) sebagai lex spesialis pemanfaatan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil. Pasal 1 ayat 4 UUPWPPPK memberikan batasan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai sumber daya hayati, sumber daya nonhayati;
sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan,
terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati
meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur
laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa
keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan
kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir.
Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut termasuk
sepanjang pesisir diantaranya itu dapat meliputi:
a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b. pengaturan administratif;
c. pengaturan tata ruang;
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Mengenai pembagian batasan pengelolaan wilayah pesisir dan laut antara
daerah kabupaten, Provinsi dan Pusat adalah :
 Kewenangan Provinsi; Maksimal paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur
dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan,
Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat)
mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut dibagi sama
jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua)
provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari
wilayah kewenangan provinsi dimaksud.
 Kewenangan Kabupaten; Pembagian pengelolaan laut kepada kabupaten
meliputi 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk
kabupaten/kota
 Kewengan Pusat; Meskipun di dalam peraturan pemerintah daerah tidak
menyatakan secara tegas mengenai batasan wilayah pengelolaan laut oleh
pemerintah pusat namun didalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan Pasal 10 ayat 12 Undang-undang Nomor 2004
tentang Pemerintahan Daerah, menjelaskan wilayah yang menyangkut bidang
pertahanan dan keamanan serta fiskal merupakan tanggungjawab negara,
sehingga dalam hal ini wilayah laut yang melebihi 12mil laut dan/atau yang
kurang dari 12 mil laut tetapi merupakan kawasan strategis nasional maka
akan ada koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam
pengelolaannya.

Arti penting dalam penentuan wilayah pengelolaan ini penting, karena dengan
adanya pembagian pengelolaan wilayah pesisir dan laut maka aka mudah dimintakan
pertanggujawaban dari setiap daerah yang berwenang atas setiap inci wilayah yang
dimanfaatkan dan dikelolanya. Undang-undang pengelolaan wilayah pesisir
memberikan batasan Ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil sebagai landasan hukum pemerintah NKRI mengelola wilayah pesisirnya
memberikan batasan yang lebih spesifik tentang ruang lingkup pengelolaan WPPPK,
meliputi Wilayah Pesisir, yakni ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di
daratan dan ruang daratan yang masih terasa pengaruh lautnya, serta Pulau-Pulau
Kecil dan perairan sekitarnya yang merupakan satu kesatuan dan mempunyai potensi
cukup besar yang pemanfaatannya berbasis sumber daya, lingkungan, dan
masyarakat.
Dari penjelasan diatas dapatlah ditarik suatu benang merah pengelolaan wilayah
pesisir Indonesia, dimana dalam menyelenggarakan pengelolaan wilayah laut dan
pesisirnya pasca otonomi daerah dan disentralisasi, telah diserahkan ke daerah sebagai
ujung tombak pembangunan wilayah laut beserta wilayah pesisir sebagai salah satu
rantai penunjang ekosistem laut.
Kesiapan Pemerintah Daerah Tantangan bagi pemerintah daerah di Indonesia
terutama yang provinsi yang berbentuk kepulauan seperti Kepulauan Riau adalah
bagaimana daerah Kabupaten dan provinsi mempersiapkan master plan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir mereka. Mulai dari wilayah yang terdiri dari pulau-pulau,
berada dikawasan perbatasan negara sampai dengan besarnya potensi pencemaran dan
perusakan lingkungan laut yang nantinya akan berdampak kepada wilayah pesisir
sebagai satu kesatuan ekosistem wilayah laut. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Proses yang utama dan pertama dalam pengelolaa wilaya peseisir
adalah bagaimana daerah mulai melakukan perencaan yang mana ujung tombak
dalam pengelolaan pesisir adalah tahapan perencanaan yang dimulai dari tingkayt
kabui[paten dan kota, kemudian naik ke tingkat provinsi sampai menjadi suatu
perencanaan tingkat nasional. Amanat Undang-undang dalam melakukan pengelolaan
wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil adalah mengamanatkan setiap daerah
mulai dari kabupaten merncanakan setiap sudut wilayahnya mulai dari pesisir sampai
ke ruang lautnya. Setiap kabupaten dan Provinsi mesti sudah membuat rancangan tata
ruang wilayah pesisir, laut dan pulau-pulaunya
Hal ini sesuai dengan konsep otonomi, dimana daerahlah yang lebih mengenal
potensi dan kondisi geografis, sosial budaya sampai dengan perekonomian
masyarakatnya. Dengan adanya amanat UUPWPPPK tentang perencaan pengelolaan
wilayah pesisir (yang didalamnya termasuk juga wilayah laut dan pulau-pulau kecil/
terluar) yang diserahkan kepada setiap daerah, menjadikan ini sebagai tantangan dan
cabaran bagi pemerintah daerah sebagai pejabat pelaksana, pejabat legislatif sebagai
penentu dan pembuat peraturan sampai dengan pengusaha dan masyarakat daerah,
mestilah bersama-sama mencari tahu apa yang menjadi potensi wilayah mereka, apa
produk unggulan dari wilayahnya sampai dengan bagaimana menyelaraskan laju
pertumbuhan ekonomi dengan budaya adat istiadat masyarakat tempatan. Sudah
saatnya daerah lebih kreatif dalam mencari potensi sumber daya alamnya sendiri di
bidang kelautan, bagi kabupaten dan Provinsi yang diperbatasan sudah mesti
menerapkan perencanaan terpadu antara daerah dan pusat, mengingat sebagian dari
daerahnya adalah merupakan pintu gerbang negara dengan negara lain.
Perencanaan merupakan sebuah batu pondasi bagi proses pembangunan kelautan
dikemudian hari, karena bila perencaan pengelolaan kelautan tidak terencana dengan
baik dampaknya akan terasa dikemudian hari dimana masyarakatlah (terutama
masyarakat nelayan dan pesisir) yang akan merasakan dampak yang utama. Peran
serta pemerintah daerah dalam hal mempersiapkan masyarakat pesisir saat ini dapat
juga dengan aktif dan benar-benar melaksanakan program PEMP (Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir). Masyarakat yang pasif mesti didorong dan dibantu
melalui program ini. Dengan program ini masyarakat akan mendapat pengarahan,
bantuan modal serta program– program yang konkrit seperti bantuan bbm subsidi bagi
masyarakat nelayan, kedai-kedai masyarakat pesisir, sampai dengan mendirikan
koperasi bagi para nelayan.

c. Kalangan akademisi dan lembaga sosial kemasyarakatan


Selain itu, sesuai peraturan perundangan bila telah diundangkan maka semua
masyarakat dianggap tahu, sedangkan masyarakat yang hidup dipesisir banyak yang
tidak mengetahui keberadaan peraturan perundang-undangan bahkan tidak
mengetahui programprogram yang telah dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah
untuk mereka. Disinilah diperlukan bantuan kalangan akademisi, para terpelajar dan
LSM yang konsen terhadap kepentingan masyarakat pesisir membantu turun
kelapangan mensosialisasikan program dan peraturan pemerintah baik tingkat pusat
dan daerah yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masyarakat tempatan.
Masyarakat pesisir terutama tokoh masyarakat mesti mengetahui apa saja yang
menjadi hak dan kewajiban mereka.
Pada saat mereka sudah mengetahui hak dan kewajiban mereka maka masyarakat
yang sudah sadar hukum tersebut akan dapat benar-benar menjadi sosial kontrol dan
berperan serta dalam program kerja pemerintah. Sehingga antara berbagai macam
program yang telah direncanakan dan juga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik
dengan harapan dapat meminimalisir terjadinya benturan kepentingan pemerintah dan
kepentingan masyarakat tempatan yang memang menggantungkan hidupnya dan
perekonomiannya dari hasil sumberdaya kelautan, bahkan lebih jauh agar dapat
terjalin sinergi antara keduanya sehingga seluruh kepentingan dapat terwadahi demi
kebaikan semua kalangan.

d. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Pengelolaan wilayah laut tidak akan lepas dari pengetahuan dan teknologi,
bagaimana mungkin masyarakat pesisir terutama para nelayan mampu meningkatkan
daya tangkap perikanan serta ekosistem laut lainnya seperti mangrove, budidaya
terumbu karang, sampai dengan budidaya tumbuhan laut lainnya seperti budidaya
rumput laut. Semuanya itu memerlukan keahlian dan keahlian dan teknologi dalam
proses pelaksanaannya. Selain itu masyarakat juga mesti cerdas dan tahu akan potensi
pencemaran dan perusakan lingkungan pesisir, terutama bagi kawasankawasan pesisir
yang telah tercemar dan rusak semua memerlukan teknologi dalam upaya pemulihan.

e. Bantuan Modal
Modal merupakan alasan yang utama bagi masyarakat pesisir terutama nelayan
tradicional untuk naik peringkat menjadi nelayan modern yang mampu menggunakan
teknologi agar tidak cala bersaing dengan nelayan-nelayan di luar negeri. Bantuan
modal diharapkan tidak hanya datang dari pemrintah saja namun mesti bersama-sama
dengan dunia usaha. Bila kelima hal diatas telah terpenuhi maka langkah terakhir
yang mesti dilaksanakan ádalah managemen pengelolaan yang baik dan benar.
Dimana semua pihak mampu menjalankan peran dan tugasnya masingmasing
sehingga akan tercipta suatu sistem yang terpadu antara seluruh unsur-unsur yang
terkait

C. RISET LAUT ILEGAL

a. Ilegal Kapal Asing


Potensi dan kekayaan alam Indonesia yang luar biasa, wilayah nusantara
menjadi surga riset ilegal kapal asing. Tujuannya tidak lain adalah untuk kepentingan
perusahaan, lembaga atau negara yang ingin menguasai bumi khatulistiwa. Banyak
data dan potensi sumber daya alam dicuri karena ketidaktahuan dan ketidakpedulian
bangsa ini. Sejak era reformasi, survei dan pemetaan laut yang dilakukan pihak asing
semakin marak terjadi. Mulai dari kedok kerjasama institusi pemerintah dengan pihak
asing, sampai dengan yang jelas-jelas ilegal alias tidak memiliki izin dari pemerintah
Indonesia.Kegiatan tersebut tanpa sadar membawa konsekuensi bocornya data negara
yang seharusnya dirahasiakan.  Informasi tentang medan laut dapat digunakan pihak
asing untuk menentukan taktik dan strategi militer, jika mereka ingin menguasai
wilayah Indonesia.Sebenarnya negara telah memiliki peraturan kerjasama
internasional di bidang penelitian dan pengembangan, dengan adanya PP (Peraturan
Pemerintah) No  41 tahun 2006,  tentang perizinan kegiatan penelitian dan
pengembangan oleh pihak asing di Indonesia. Peraturan pemerintah ini menetapkan
ketentuan, persyaratan, kewajiban dan larangan yang harus ditaati lembaga atau
peneliti asing, mitra serta lembaga penjamin kegiatan penelitian.  Peraturan tersebut
harus dilaksanakan pemerintah untuk melindungi masyarakat, bangsa dan negara dari
kemungkinan kerugian yang ditimbulkan penelitian pihak asing.Seluruh penelitian
harus mendapat izin dari lembaga penanggung jawab, yaitu Kementerian Riset dan
Teknologi, melalui tim yang dibentuk Sekretariat Perizinan Peneliti Asing (TKPIPA).
Tim ini merupakan pokja interdept yang anggotanya terdiri dari Kementerian Luar
Negeri, Kementerian Pertahanan, Mabes POLRI, BIN, LIPI, BPPT, serta kementerian
lain yang disesuaikan dengan misi riset.
Selain itu, kapal survei asing yang akan digunakan di Indonesia juga harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan Kementerian Pertahanan. Karena kapal riset
asing bukan sekadar lewat, tetapi membawa data informasi kondisi laut Indonesia.
Jika tidak berhati-hati data laut Indonesia bisa berpindah tangan.
Namun, pemerintah sendiri tidak konsekuen menjalankan peraturan tersebut.
Kondisi ini diperparah dengan terjadinya benturan antar peraturan yang ada. Sebagai
contoh, Undang-undang No 22 tahun 2001 yang mengatur tentang minyak dan gas.
Aturan ini memberikan peluang bagi pihak asing untuk melakukan kegiatan survei
dan pemetaan lepas pantai dengan cara mudah, yaitu cukup  memperoleh izin dari
Dirjen Migas tanpa koordinasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti yang
diatur peraturan sebelumnya. Padahal, sudah sangat jelas bahwa penggunaan peneliti
dan kapal asing harus mendapat persetujuan Security Clearance dari pihak
Kementerian Pertahanan.
Birokrasi yang rumit serta panjangnya waktu untuk proses perizinan inilah
yang menjadi bahan pertimbangan bagi para pelaku (mitra kerja dan lembaga
penjamin di Indonesia) pemenang tender mencari jalan pintas dengan cara mengambil
celah-celah hukum agar survei laut tetap “legal”, tanpa melewati prosedur. Hal ini
terjadi, karena bagi mereka yang dipikirkan adalah benefit yang harus diperoleh.
Memotong jalur birokrasi berarti menghemat waktu dan biaya yang harus
dikeluarkan.Perusahan penjamin PT.HIE misalnya, mitra pelaksana kegiatan survei
migas lepas pantai asing yang beralamat di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan ini
lebih senang memuluskan kegiatan survei melalui perizinan dari Dirjen Migas
dibandingkan melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Padahal untuk urusan
survei laut yang menggunakan tenaga ahli asing dan kapal asing diwajibkan
mendapatkan pertimbangan dari tim yang berada di bawah Kemenristek  sebelum
akhirnya memperoleh persetujuan Security Clearance dari Kemenhan.
Lalu, benarkah proses perizinan di Direktorat Wilayah Pertahanan Kemenhan
memerlukan waktu lama seperti yang dikeluhkan para agen pelaksana kegiatan?
Seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, untuk mengurus
SC (Security Clearance) di Kemhan hanya butuh waktu paling lama tiga hari jika
semua persyaratan seperti Diplomatic Clearance dari Kemenlu, PKKA (Permohonan
Keagenan Kapal Asing) dari Kemenhub, kemudahan Khusus Bermukim (Dahsuskim)
dari Imigrasi Kemenhukham serta persetujuan dari Sekretariat Perizinan peneliti
Asing Kemenristek  telah lengkap.Bukti inilah yang menunjukkan pihak  mana yang
seharusnya diwaspadai melihat peluang  besar bocornya informasi data laut
Indonesia.Disebutkan sumber, bahwa kapal-kapal seismik (kapal riset) bisa sangat
leluasa menyapu bersih informasi dasar laut Indonesia. Datanya pun langsung dikirim
via satelit ke negara di mana perusahaan tersebut  memenangi tender.Apalagi fakta
menunjukkan sejak dulu Indonesia memegang peranan penting dalam jalur
perdagangan dunia. Semakin meningkatnya ketergantungan dunia akan laut, perairan
Indonesia menjadi incaran penguasaan negara asing, terutama negara yang industrinya
sangat tergantung pada minyak bumi dan transportasi lautMeningkatnya kebutuhan
minyak bumi dibuktikan dengan semakin intensifnya survei seismik asing guna
mencari wilayah-wilayah baru potensi minyak dan gas di dasar laut Indonesia.
Wilayah nusantara  pun menjadi terbuka dari segala arah dan rentan terhadap
perkembangan lingkungan, baik global, regional maupun nasional.Mengutip apa yang
pernah ditulis oseanolog Prof Illahude, keunikan dan kompleksitas perairan Indonesia
telah menjadi daya tarik para peneliti asing dari berbagai negara. Hampir semua tipe
dasar topografi ditemukan di Indonesia, seperti continental shelves, continental ,
insular slope, basin laut dalam, palung dan relung.

b. Illegal Fishing di Perairan Indonesia


Penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan asing
yang memasuki wilayah perairan Indonesia secara ilegal (illegal fishing) mengalami
peningkatan dalam beberapa tahun. Dengan hanya 24 unit Kapal Pengawas yang
dapat dioperasikan, dengan jumlah hari operasi 100-180 hari/tahun, didukung
oleh sarana pemantauan yang hanya berupa Vessel Monitoring System, serta informasi
yang disampaikan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS), berhasil
ditangkap kapal-kapal pelaku IUU Fishing, baik Kapal Ikan Indonesia (KII) maupun
Kapal Ikan Asing (KIA). Berdasarkan data lima tahun terakhir di atas terungkap
bahwa aktivitas pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal ikan asing di perairan
Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perairan di sekitar Kalimantan
Barat menjadi salah satu tempat paling menarik bagi kapal ikan asing untuk
melakukan kegiatan illegal fishing. Kegiatan illegal fishing banyak dilakukan di ZEEI
Laut Cina Selatan dan juga di sekitar perairan Kalimantan Barat sendiri. Kapal ikan
asing tersebut umumnya berasal dari Thailand, Vietnam, Malaysia, Kamboja,
Myanmar, dan beberapa dari RRC.23 Kasus pencurian ikan membawa kerugian
materiil yang sangat besar bagi Kalimantan Barat. Dalam satu tahun, daerah ini
diprediksi merugi hingga 5 triliun rupiah.
Illegal fishing juga menjadi persoalan serius di sekitar perairan Kepulauan
Riau. Kepulauan Riau berada di antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dan Selat
Karimata, memiliki 2.408 Pulau besar dan kecil, dan luas wilayahnya secara
keseluruhan adalah sebesar 252.601 Km2, sebanyak 95% dari luas wilayah tersebut
merupakan lautan dan sisanya sebanyak 5% merupakan wilayah darat. Karena
berbatasan langsungdengan -negara tetangga maka Kepulauan Riau yang memiliki
perairan kaya akan ikan merupakan tempat yang paling strategis bagi terjadinya
illegal fishing. Pelanggaran kegiatan perikanan banyak terjadi di Laut Natuna dan
ZEEI di Laut Cina Selatan, di mana pelakunya umumnya adalah kapal ikan asing
yang berasal dari Vietnam, Thailand, RRC, dan Myanmar, sedangkan di Selat Malaka
dilakukan nelayan Malaysia (karena secara khusus bersinggungan dengan persoalan
batas laut wilayah yang belum selesai antara Indonesia dan Malaysia). Maluku juga
menjadi salah satu daerah lain di Indonesia yang menghadapi persoalan serius terkait
dengan aktivitas illegal fishing. Sebagai bagian dari wilayah timur Indonesia yang
memiliki luas wilayah 712.479,65 km2, di mana 92,4% dari luas wilayah tersebut
merupakan perairan, menjadikan perairan Maluku kaya akan sumber daya perikanan
sekaligus rawan akan aksi illegal fishing.27 Laut Banda, Laut Aru, dan Laut Arafura
merupakan golden fishing ground yang selalu menjadi rebutan perusahaan perikanan
baik nasional maupun mancanegara. Oleh karena itu, pada kawasan perairan ini selalu
terjadi berbagai bentuk kegiatan ilegal, termasuk illegal fishing.
Illegal fishing yang terjadi di perairan Indonesia tersebut merupakan
transnational crime karena pelakunya adalah orang asing atau orang Indonesia tetapi
melibatkan pihak asing dibelakangnya.31 Kegiatan perikanan illegal tersebut biasanya
beroperasi di wilayah perbatasan dan perairan internasional.
Untuk Perairan Timur Indonesia meliputi: a) Perairan Papua (Sorong, Teluk,
Bintuni, Fakfak, Kaimana, Merauke, Perairan Arafuru); b) Laut Maluku, Laut
Halmahera; c) Perairan Tual; d) Laut Sulawesi; e) Samudra Pasifik; f) Perairan
Indonesia-Australia; g) Perairan Kalimantan Timur.
Untuk Perairan Barat Indonesia meliputi: a) Perairan Kalimantan bagian
Utara, daerah Laut Cina Selatan; b) Perairan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD); c)
Selat Malaka;d) Sumatera Utara (Perairan Pandan, Teluk Sibolga); e) Selat Karimata;
Perairan Pulau Tambelan (Perairan antara Riau dan Kalimantan Barat); f) Laut
Natuna (Perairan Laut China Selatan); g) Perairan Pulau Gosong Niger (Kalimantan
Barat).

c. Penyebab Terjadinya Illegal Fishing


Berdasarkan wawancara dengan berbagai pihak,33 diperoleh keterangan
penyebab terjadinya kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia, antara lain, adalah:
1. Terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan;
2. Terbatasnya dana untuk operasional pengawasan;
3. Terbatasnya tenaga polisi perikanan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS);
4. Masih terbatasnya kemampuan nelayan Indonesia dalam memanfaatkan potensi
perikanan di perairan Indonesia, terutama ZEE;
5. Kebutuhan sumber bahan baku di negara pelaku illegal fishing sudah menipis
akibat praktik industrialisasi kapal penangkapnya sehingga daya tumbuh ikan tidak
sebanding dengan jumlah yang ditangkap, dan sebagai akibatnya, mereka melakukan
ekspansi hingga ke wilayah Indonesia;
6. Kemampuan memantau setiap gerak kapal patroli pengawasan di laut dapat
diketahui oleh kapal ikan asing karena alat komunikasi yang canggih, sehingga hasil
operasi tidak optimal.
Luasnya wilayah dan jauhnya letak pengadilan perikanan dengan locus delicti illegal
fishing juga menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya illegal fishing.
Dikarenakan persoalan jarak terkadang perkara tidak terselesaikan tepat waktu dan
kerugian negara pun tidak dapat diselamatkan. Dengan banyaknya kasus yang tidak
terselesaikan para pelaku pun kemudian menganggap sepele hal tersebut

d. Penanganan Illegal Fishing secara internal dan bilateral


Secara internal, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah yang lebih
konkret dalam menanggulangi kegiatan illegal fishing, antara lain, dengan menambah
jumlah, memperkuat kapasitas dan melengkapi fasilitas teknologi armada kapal
patroli pengawas perairan dan memperbanyak kapal penangkap ikan dengan ukuran di
atas 30 GT, berikut kelengkapan teknologi mutakhir, agar lebih mampu menjangkau
wilayah pengelolaan ZEE Indonesia sekaligus menandai kehadiran Indonesia secara
konsisten (continuous presence) sebagai hak pengelolaan (sovereign rights) secara
efektif dalam menjaga perairan eksklusifnya. Penegakan hukum (law enforcement)
yang tegas juga harus diterapkan secara sungguh-sungguh oleh aparat Indonesia
terhadap setiap pelanggar wilayah perairan Indonesia dan pelaku illegal fishing.
Meski peraturan perundangundangan dibenahi serta sarana dan prasarana dilengkapi,
tanpa diikuti penegakan hukum yang tegas dan juga pembenahan mental aparat
penegak hukum, maka mustahil permasalahan illegal fishing dapat terselesaikan.
Secara bilateral, Indonesia perlu meminta komitmen kuat dari negaranegara
tetangganya di kawasan Asia Tenggara (terutama Thailand, Vietnam, Filipina, dan
Malaysia) untuk mengatasi illegal fishing secara bersama-sama dan bersungguh-
sungguh, antara lain dengan membuat kesepakatan untuk melakukan patroli bersama
di perairan perbatasan secara terkoordinasi dan berkala yang dilakukan oleh unsur-
unsur keamanan non-militer (semacam coast guard). Upaya penanganan kegiatan-
kegiatan ilegal lintas negara, termasuk illegal fishing, lazimnya dilakukan oleh aparat
keamanan non-kombatan (nonmiliter), karena pelaku tindak kejahatan ini bukan
kekuatan militer suatu negara dan tindak kejahatannya pun ditujukan biasanya untuk
memperoleh keuntungan materi/ekonomi. Di banyak negara, upaya menjaga
keamanan dan mengatasi kegiatan ilegal di wilayah perairan dilakukan oleh Coast
Guard. Kelembagaan Coast Guard inilah yang harus dibangun dan dikembangkan
oleh Indonesia dan negara-negara di kawasan, sehingga negara-negara di kawasan
memiliki kesamaan lembaga penanggung jawab keamanan perairan, dan hal ini akan
memudahkan bagi mereka untuk bekerja sama dan berkoordinasi dalam
mengamankan perairan nasionalnya dari kegiatan-kegiatan ilegal lintas batas,
termasuk illegal fishing. Hal lain yang juga penting untuk dilakukan oleh negara-
negara di kawasan, termasuk Indonesia, adalah melakukan sosialisasi mengenai
ketentuan hukum internasional terkait batas wilayah negara dan perikanan beserta
sanksinya terutama kepada nelayan-nelayan tradisional yang dianggap tidak
memahami ketentuan-ketentuan itu.

3. POTENSI DAN MITIGASI BENCANA DI LAUT

Dibalik Panaroma laut Indonesia yang sangat indah, ternyata bumi khatulistiwa ini
menyimpan potensi bencana alam yang sangat besar. Wilayah Nusantara dihimpit
lempengan, serta dikelilingi Ring of Fire, ratusan gunung berapi. Melihat kesuburan dan
ketentraman ibu pertiwi, sulit rasanya menerima kenyataan bahwa wilayah yang kaya sumber
daya alam ini, bak “surga dunia di atas tungku neraka”. Ledakan gunung berapi, gempa bumi
dan tsunami mengancam.
Topografi dan struktur geologi Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku Utara, Papua
hingga Sulawesi Utara memperlihatkan bukti keberadaan lempeng bumi dan patahan serta
154 gunung berapi aktif. Bahkan, Jakarta yang dinilai wilayah aman pernah dilanda empat
kali gempa bumi besar pada periode tiga abad terakhir.

A. POTENSI BENCANA ALAM DI LAUT


Indonesia selain memiliki kekayaan sumber daya alam pesisir yang melimpah,
juga memiliki potensi bencana alam yang sangat tinggi (Dahuri,1996). Pantai Utara
(pantura) dan pantai selatan (pansela) pulau Jawa yang memiliki potensi perikanan,
minyak dan gas bumi serta bentang alam yang menarik juga memiliki potensi bencana
alam antara lain, gempabumi, tsunami, gelombang pasang, banjir, abrasi, akresi,
intrusi air laut, dan angin kencang (Bapeda Prov. Jabar, 2007). Seluruh bencana alam
tersebut mengancam masyarakat yang bermukim dan menggantungkan hidupnya di
pesisir, dan berdampak buruk bagi ekosistem pesisir. Oleh karena itu identifikasi
potensi bencana alam disamping potensi sumberdaya alam merupakan salah satu
aspek penting dalam pertimbangan perumusan kebijakan pengembangan wilayah.

1. Gempa dan Tsunami


Gempa vulkanik disebabkan letusan gunung berapi, baik yang berada di
daratan maupun di bawah permukaan laut. Sumber gempa vulkanik mudah
diketahui berdasarkan peta gunung berapi, daerah yang terguncang dan efek
kerusakan yang ditimbulkan. Gempa yang paling sering terjadi justru tektonik.
Gempa ini bisa terjadi hingga puluhan ribu kali dan lebih kuat dari gempa
vulkanik. Gempa tektonik disebabkan pergeseran lempeng tektonik (tectonic
plate) pada kerak (crust) bumi, khususnya pergerakan sepanjang retakan-retakan
(faults) dan patahan (cracks) lempeng tektonik. Ring of Fire map teori pergeseran
lempeng tektonik atau hanyutan benua (continental drift) atau penyebaran dasar
laut (sea-floor spreading) merupakan teori geofisika paling modern tentang
perilaku kerak bumi yang mampu menjelaskan secara rinci sebab gempa tektonik.
Teori ini mendasarkan pada kenyataan bahwa kerak bumi merupakan
sekumpulan lempengan padat dan berat yang mengambang di atas lapisan bumi
cair, dan lunak seperti lumpur beku. Formasi bebatuan dan karang pada kerak
bumi dibentuk dari dasar kerak dan berlangsung terus menerus sebagai efek
pelepasan panas inti bumi cair yang mendidih melalui selimut (mantel) bumi. Saat
formasi baru dibentuk, terjadi desakan yang menggeser lempengan, sehingga
terjadi keretakan dan benturan antar patahan lempeng. Melihat kenyataan tersebut
tidak ada jaminan bagi wilayah Indonesia bebas gempa mengingat semua lempeng
di bumi saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
Hal ini menjelaskan kenapa gempa besar saling beriringan dalam 3 tahun
terakhir di wilayah Asia dan Pasifik. Gempa besar di Aceh, Yogyakarta, Pakistan,
Mentawai, Taiwan, China, Haiti, Selendia Baru dan yang terbarun Jepang, yang
menyebabkan tsunami adalah bukti nyata keganasan alam. Sebagai gambaran dari
dahsyatnya bencana laut di Indonesia adalah sejarah ledakan Gunung Krakatau.
Menurut para peneliti di University of North Dakota, Amerika Serikat, ledakan
Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic
Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of
Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang
terekam dalam sejarah. Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung
dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya
mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di
dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan,
Australia dan Selandia Baru. Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung
Perbuwatan, serta sebagian Gunung Rakata, di mana setengah kerucutnya hilang,
membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Gelombang tsunami
setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir
pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran
bawah laut.
Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295
kampung mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang pantai barat
Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan, Ujung Kulon serta Sumatera
bagian selatan. Di Ujung kulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat.
Keesokan harinya sampai beberapa hari kernudian, penduduk Jakarta dan
Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang
ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika
Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.
Tragedi terdahsyat yang paling banyak memakan korban jiwa dalam sejarah
bencana alam di Indonesia dan dunia adalah tsunami di Aceh. Peristiwa itu terjadi
pada 26 Desember 2004. Air pasang diawali gempa besar pukul 7:58:53 WIB.
Kejadian berawal dari gempa tektonik yang berpusat di bujur 3.316° N95.854° E,
koordinat 3.316° N 95.854° E kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh, di
kedalam 10 kilometer bawah laut. Gempa berkekuatan 9,3 menurut skala richter
itu merupakan gempa bumiterdahsya dalam kurun waktu 40 tahun terakhiryang
menghantam Aceh, Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia,
Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika.
Gempa yang mengakibatkan tsunami setinggi 9 meter tersebut menyebabkan
sekitar 230.000 orang tewas di delapan negara. Bencana ini merupakan kematian
terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand merupakan
negara dengan jumlah korban terbesar.
Wilayah Indonesia secara geografis terletak pada pertemuan empat lempeng
tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik, di bagian selatan dan timur terdapat sabuk vulkanik (volcanic
arc) yang memanjang dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Kondisi
ini memiliki potensi tinggi terhadap bencana, seperti letusan gunung berapi,
gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor. Indonesia yang merupakan
bagian dari rangkaian Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik merupakan
daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung. Cakupan wilayah
cincin api ini Sepanjan8 40.000 km dengan bentuk seperti tapal kuda. Tak heran,
81 persen gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang wilayah ini. Daerah gempa
berikutnya (5-6 persen dari seluruh gempa dan 17 persen dari gempa terbesar)
adalah sabuk Alpide yang membentang dari Jawa,Sumatera, Himalaya,
Mediterania hingga Atlantika Gempa yang disebabkan patahan lapisan tanah dan
letusan gunung merupakan rangkaian cerita dari kondisi alam nusantara.
Terbentuknya patahan "besar" di Sumatera misalnya, bermula jutaan tahun
lampau saat Lempeng (Samudra) Hindia-Australia menabrak secara menyerong
bagian barat Sumatera yang menjadi bagian dari Lempeng (Benua) Eurasia.
Tabrakan menyerong ini memicu munculnya dua komponen gaya. Komponen
pertama bersifat tegak Iurus, menyeret ujung Lempeng Hindia masuk ke bawah
Lempeng Sumatera. Batas kedua lempeng ini sampai kedalaman 40 kilometer
umumnya mempunyai sifat regas, dan di beberapa tempat terekat kuat. Suatu saat,
tekanan yang terhimpun tak sanggup lagi ditahan sehingga menghasilkan gempa
bumi yang berpusat di sekitar zona penunjaman atau zona subduksi. Setelah itu,
bidang kontak akan merekat lagi sampai suatu saat kembali terjadi gempa bumi
besar. Gempa di zona inilah yang kerap memicu terjadinya tsunami, sebagaimana
terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004.386 9 Perspelrtif Menuju Masa Depan
Maritim Indonesia
Adapun komponen kedua berupa gaya horizontal yang sejajar arah palung
menyerei bagian barat pulau ini ke arah barat laut. Gaya inilah yang menciptakan
retakan memanjang sejajar batas lempeng, yang kemudian dikenal sebagai
Patahan Besar Sumatera. Geolog Katili dalam The Great Sumateran Fault (1967)
menyebutkan, retakan ini terbentuk pada periode Miosen Tengah atau sekitar 13
juta tahun lalu. Lempeng Bumi di bagian barat Patahan Sumatera ini senantiasa
bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan 10 milimeter per tahun sampai 30
mm per tahun. Sebagaimana di zona subduksi, bidang Patahan Sumatera sampai
pada kedalaman 10-20 km terkunci erat sehingga terjadi akumulasi tekanan. Suatu
saat, tekanan yang terkumpul semakin besar sehingga bidang kontak di zona
patahan tidak kuat lagi menahan sehingga pecah. Batuan di kanan-kirinya
melenting dengan kuat sehingga terjadi gempa bumi besar. Setelah gempa, bidang
patahan akan kembali merekat dan terkunci lagi, hingga mengumpulkan tekanan
elastik sampai suatu hari nanti terğadi kembali gempa bumi besar.
Pusat gempa di Patahan Sumatera pada umumnya dangkal dan dekat dengan
permukiman. Dampak energi yang dilepas dirasakan sangat keras dan biasanya
sangat merusak. Apalagi gempa bumi di zona patahan selalu disertai gerakan
horizontal yang menyebabkan retaknyatanah yang akan merobohkan bangunan di
atas permukaan.
Topografi di sepanjang zona patahan yang dikepung Bukit Barisan juga bisa
memicu tanah longsor. Adapun lapisan tanah yang dilapisi abu vulkanik semakin
memperkuat efek guncangan gempa. Beberapa tempat di Patahan Besar Sumatera
merupakan zona lemah yang ditembus magma dari dalam bumi. Getaran gempa
bumi bisa menyebabkan air permukaan bersentuhan dengan magma. Karena itu,
pada saat gempa bumi, kerap terjadi letupan uap (letupanfreatik) yang dapat
diikuti munculnya gas beracun, sebagaimana terjadi di Suoh, Lampung, pada
1933. Pakar Gempa LIPL, Danny Hilman mengemukakan, melihat kondisi
wilayah ndonesia yang rawan gempa hingga kini belum ada teknologi yang bisa
memperkirakan gempa. Sehingga, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap isu-
isu terjadinya gempa. Bisa saja mereka mengklaim bisa meramal gempa dengan
berbagai cara. Tapi, buktinya belum ada teknik atau metode meramal gempa yang
diakui secara ilmiah. Namun, seorang ilmuan bernama Dr RJ Roberts, dalam
situsnya Livescience, mengklaim bahwa timnya berhasil memprediksi gempa di
Hawaii, pada 20 Oktober 2011 lalu, dengan akurasi 90 persen. Tak hanya
kekuatan gempa, prediksi situs tersebutjuga mencantumkan prediksi hari dan
lokasi gempa. Misalnya, ramalan gempa di wilayah Utara Sumatera, diprediksi
sekitar 500 kilometer dari Medan.
Diprediksi gempa dengan magnitud 4,5 sampai 6,5 SR, terjadi sekitar 20
Desember 2011, kurang lebih tiga hari sebelum atau sesudah. Namun, Roberts
menolak membuka metodologi ramalan gempa yang diciptakannya, dengan alasan
khawatir jadi korban pencurian kekayaan intelektual. Dia mengklaim, latar
belakangnya sebagai entomolog (ahli yang mempelajari dinamika populasi
serangga), membuatnya menjadi ahli pola dasar lempeng. Tim Bencana
Katastropik Purba yang dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan
Sosial dan Bencana, Iwan Sumule mengatakan, meski gempa tak bisa diramalkarı
kapan datang timnya bisa menggunakan data sejarah untuk melakukan mitigasi
bencana. Gempa-gempa besar biasanya memiliki perulangan yang konsisten,
misalnya 200 tahun sekali. Sehingga wilayah yang diketahui permah diguncang
gempa, harus bersiap menghadapi kemungkinan pengulangan gempa.
Fakta Menarik
 Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi, dan 130 di antaranya
gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan
tidak terlihat dari permukaan. Negera ini juga menjadi tempat pertemuan dua
rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire ).
 Letusan gunung terdahsyat di dunia adalah Gunung Tambora, yang terletak di
Pulau Sumbawa. Gunung ini meletus pada April 1815 dengan skala tujuh pada
Volcanic Explosivity Index (VEI). Tambora menjadi letusan terbesar sejak
letusan danau Taupo pada 181. Letusan gunung ini terdengar hingga pulau
Sumatera (lebih dari 2.000 km) yang menyebabkan kematian tidak kurang dari
71.000 orang dengan 11.000-12.000 di antaranya tewas seketika. Lebih dari
itu, letusan gunung Tambora menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun
berikutnya ( 1816 ) sering disebut sebagai tahun tanpa musim panas, karena
perubahan drastis akibat debu yang dihasilkan letusan Tambora. Alhasil,
banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang
menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-18.
 Para ilmuwan menemukan katak ternyata dapat memperkirakan gempa bumi.
Pada 2009, katak-katak di L'Aquila, Italia menghilang dari kolam setempat,
tiga hari sebelum gempa besar. Para peneliti dalam laporan yang diterbitkan di
Jurnal Internasional (untuk Penelitian Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat)
mengatakan, batu-batu di kerak bumi mengeluarkan partikel bermuatan,
sebelum gempa. Hal ini mempengaruhi air. Para ilmuwan memperkirakan
katak dapat mendeteksi perubahan ini sebelum lempeng tektonik bergeser.

2. Banjir
Awal tahun 2020 hujan deras mengguyur kawasan Jabodetabek dan
sekitarnya. Hujan deras ini terjadi sejak malam hingga pagi yang
menyebabkan genangan air bahkan banjir. Walaupun sudah banyak wilayah
banjir yang sudah surut, masih akan ada puncak hujan hingga pertengahan
Februari mendatang. Problem banjir secara garis besar disebabkan oleh keadaan
alam dan ulah campur tangan manusia, sehingga dalam pemecahannya tidak
hanya dihadapkan pada masalah-masalah teknis saja tetapi juga oleh masalah-
masalah yang berhubungan dengan kepadatan penduduk yang melampaui batas.
Yang dimaksud dengan gejala alam adalah karena umumnya kota-kota pantai
terletak di pantai berupa dataran yang cukup landai dan dilalui oleh sungai-sungai
dan ketika pasang sebagian di bawah permukaan air laut, disamping juga
dikarenakan curah hujan yang cukup tinggi. Fenomena kenaikan paras mula air
laut (sea level rise) juga merupakan sebab yang mengakibatkan peningkatan
frekuensi dan intensitas banjir. Hal terscbut dikarenakan oleh pembendungan
akibat kenaikan paras air laut serta bertambahnya intensitas curah hujan karena
pemanasan global. Mengenai ulah campur tangan manusia (anthropogenic)
disebabkan karena pengembangan kota yang sangat cepat akan tetapi belum
sempat atau mampu membangun sarana drainase, adanya bangunan-bangunan liar
di dalam sungai, sampah yang dibuang di saluran dan sungai yang mengganggu
aliran sungai, penggundulan di daerah hulu dan perkembangan kota di daerah hulu
yang menyebabkan kurangnya daya resap tanah di daerah tersebut yang pada
gilirannya akan meningkatkan aliran permukaan (surface run-off) berupa banjir.
Adanya reklamasi pantai di daerah rawa-rawa di wilayah pesisir akan
mengakibatkan hilangnya fungsi sebagai daerah tampungan sehingga
memperbesar aliran permukaan. Reklamasi juga akan mengakibatkan aliran
sungai makin lambat. Karena kecepatan berkurang maka laju sedimentasi di
muara akan bertambah yang berarti mengurangi luas tampang basah sungai di
muara. Pendangkalan muara akan menimbulkan efek pembendungan yang cukup
signifikan pada gilirannya akan yang meningkatkan frekuensi banjir karena
kapasitas tampan sungai yang terlampaui oleh debit sungai. Penggunaan air tanah
yang berlebihan mengakibabkan land subsidence (penurunan tanah) sehingga
memperbesar potensi banjir. Berbagai masalah yang diakibatkan oleh banjir antara
lain hilangnya rumah infrastruktur dan sebagainya, hilangnya produksi pertanian,
hilangnya produksi tambak, perubahan habitat pesisir, peningkatan erosi dan
peningkatan sedimentasi. Daerah pesisir rawan banjir di Indonesia meliputi
Jakarta, pantura, jawa, lampung, palembang, aceh, sumatera barat, manado,
minahasa, dan pulau sumbawa.
3. Erosi
Problem erosi di Indonesia telah mencapai tahapan kritis, karena banyak lahan
yang bernilai ekonomis yang hilang akibat erosi. Erosi pantai di Indonesia dapat
diakibatkan oleh proses alami, aktivitas manusia ataupun kombinasi keduanya.
Akibat aktifitas manusia misalnya pembangunan perlabuhan, reklamasi pantai
(untuk permukiman, pelabuhan udara, dan industri). Namun demikian penyebab
utamanya adalah gerakan gelombang pada pantai terbuka, seperti pantai selatan
Jawa, Selatan Bali dan beberapa areal Kepulauan Sunda. Disamping itu, karena
keterkaitan ekosistem, maka perubahan hidrologis dan oseanografis juga dapat
mengakibatkan erosi kawasan pesisir. Terdapat 17 propinsi dan 68 lokasi pantai
yang mengalami erosi di Indonesia yang memerlukan perhatian dan penanganan
segera. Erosi pantai tergantung pada kondisi angkutan sedimen pada lokasi
tersebut, yang dipengaruhi: angin, gelombang, arus, pasang surut, sedimen, dan
kejadian lainnya, serta adanya gangguan yang diakibatkan oleh ulah manusia yang
mungkin berupa konstruksi bangunan pada pantai, dan penambangan pasir pada
pantai tersebut. Peristiwa erosi ini tentunya tidak perlu dipersoalkan sejauh belum
bagi masalah menimbulkan kepentingan manusia. Namun apabila peristiwa
tersebut menimbulkan gangguan dan kerusakan terhadap lingkungan di
sekitarnya, maka diperlukan usaha-usaha penanganan berupa perlindungan dan
kegiatan-kegiatan lainnya.

4. Abrasi
Abrasi adalah penyebutan untuk menggambarkan keadaan pengikisan tanah
pada daerah pantai atau pesisir. Kondisi tersebut terjadi sebagai akibat dari
gelombang atau ombak dan arus laut yang bersifat destruktif. Pengikisan daerah
pantai atau abrasi akan mengakibatkan terjadinya pengurangan daerah daratan
pantai. Umumnya pengurangan daerah pantai dimulai dari area yang paling dekat
dengan air laut, sebab area ini menjadi sasaran utama dari pengikisan. Abrasi tidak
dapat dibiarkan begitu saja, karena jika terjadi secara terus-menerus akan
menggerogoti bagian pantai dan pada akhirnya menyebabkan air laut
menggenangi beberapa area di wilayah pesisir.
Tergenangnya area pantai menimbulkan berbagai dampak, karena area yang
tergenang bisa jadi merupakan tempat pemukiman penduduk dan wilayah
pertokoan di pinggir pantai. Kondisi abrasi juga akan mengganggu aktivitas
ekonomi masyarakat yang memiliki mata pencaharian yang berhubungan dengan
kawasan pantai.

Dampak yang diberikan yaitu:

 Penyusutan area pantai


Penyusutan area pantai adalah dampak abrasi yang paling nyata. Gelombang
dan arus laut yang kuat akan menimbulkan hantaman keras pada wilayah
pantai, serta menggerus batuan dan tanah. Akibatnya, bebatuan dan tanah
berpisah secara perlahan dari wilayah daratan dan kemudian tergenang oleh
air. Bagi sektor pariwisata, tentu abrasi juga menimbulkan kerugian. Kondisi
ini mengancam kelangsungan hidup penduduk yang tinggal di sekitar pantai
dan penduduk yang membuka usaha di kawasan pantai.

 Rusaknya hutan bakau di sekitar daerah pantai


Selain sebagai habitat flora dan fauna, hutan bakau memiliki manfaat dan
tujuan untuk mengurangi risiko terjadinya abrasi pantai. Namun, hutan bakau
tidak akan berfungsi jika kondisi abrasi sudah tidak dapat dikendalikan lagi.
Terutama saat musim badai dan disertai dengan kondisi keseimbangan
ekosistem laut yang telah rusak.

 Hilangnya habitat flora dan fauna


Area pantai yang terkikis oleh gelombang laut akan mengakibatkan bermacam
jenis ikan kehilangan habitat. Pada akhirnya, ikan akan mencari tempat lain
untuk hidup dan berkumpul.

B. MITIGASI BENCANA DI LAUT


Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana)
1. Mitigasi Tsunami
Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi
kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang
tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat.
Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang mengurangi atau menghilangkan
resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia
dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh
segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.
Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat
diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan
menerapkan teknik peringatan bahaya, dan mempersiapkan daerah yang terancam
untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting
tersebut:
1) penilaian bahaya (hazard assessment),
2) peringatan (warning), dan
3) persiapan (preparedness) adalah unsur utama model mitigasi.
Unsur kunci lainnya yang tidak terlibat langsung dalam mitigasi tetapi sangat
mendukung adalah penelitian yang terkait (tsunami-related research).
Langkah-langkah mitigasinya:
1)  Menerbitkan peta wilayah rawan bencana
2) Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangandi wilayah rawan
bencana
3) Mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana
4) Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada masyarakat di wilayah
rawan bencana
5) Mengadaka penyuluhan atas upaya peningkatan kewaspadaan masyarakat di
wilayah rawan bencana
6) Menyiapkan tempat penampungan sementara di jalur-jalur evakuasi jika terjadi
bencana
7)  Memindahkan masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana ke tempat
yang aman
8) Membuat banguna untuk mengurangi dampak bencana
9) Membentuk pos-pos siaga bencana
Penerapan teknologi informasi terhadap tanda-tanda bencana alam
1.  Radio komunikasi
Radio komunikasi adalah pilihan mutlak untuk komunikasi di tingkat
lokal,terutama bagi satuan tugas pelaksana penaggulangn bencana alam dan
penangana pengungsi. Alat ini minimal telah tersebar di seluruh wilayah rawan
bencana.
2. Telepon
Melalui telepon , semua pihak dapat berbagi informasi dan komunikasi dengan
mudah karena hampir semua masyarakat mempunyai telepon
3. Pengeras suara
Pengeras suara merupakan pilihan untuk mengkomunikasikan kondisi
kerawanan bencana alam dalamcakupan wilayah yang sangat terbatas
4. Kentongan
Kentongan adalah alat komunikasi tradisional yang cukup akrab dengan
kehidupan masyarakat di berbagai pelosok dikawasa di indonesia. Isi pesan yang
disampaikan melalui tanda kentongan hendaknya singkat dan bermakna. Seperti
bunyi kentongan yang berbeda memiliki arti yang berbeda juga.
Menghindari Dampak Tsunami
a.  Sebelum terjadinya tsunami
 Mengenali apa yang disebut tsunami
 Memastikan struktur dan letak rumah
 Jika tinggal atau berada di pantai, segera menjauhi pantai
 Jika terjadi getaran atau gempa bumi, segera menjauhi pantai
 Selalu sedia alat komunikasi
b. Saat terjadi tsunami
Bila berada di dalam ruangan, segera keluar untuk menyelamatkan diri
 Berlari menjauhi pantai
 Berlari ke tempat yang aman atau tempat lebih tinggi
c.  Sesudah terjadi tsunami
Periksa jika ada keluarga yang hilang ataupun yang terluka
 Minta pertolongan jika ada keluarga yang yang hilang atau terluka
 Jangan berjalan di sekitar daerah tsunami atau pantai, karena kemungkinan
terjadi bahaya susulan
2. Mitigasi Bencana Banjir
Upaya memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian akibat banjir, tindakan yang
perlu dilakukan:
1.Kenali Penyebab Banjir
- Curah hujan tinggi.
- Permukaan tanah lebih rendah dibanding permukaan air laut.
- Terletak di suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keluar
sempit.
- Banyak permukiman yang dibangun di dataran sepanjang sungai.
- Aliran sungai tidak lancar karena banyaknya sampah serta bangunan di pinggir
sungai.
- Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai.
2. Tindakan untuk Mengurangi Dampak Banjir
- Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan.
- Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini di bagian sungai yang sering
menimbulkan banjir.
- Tidak membangun rumah dan permukiman di bantaran sungai.
- Tidak membuang sampah ke dalam sungai dan rutin mengadakan program
pengerukan sungai.
- Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut.
- Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan, dibarengi
pengurangan aktivitas di bagian sungai rawan banjir.
3. Yang Harus Dilakukan Sebelum Terjadi Banjir
- Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat, membersihkan lingkungan
sekitar, terutama di saluran air atau selokan, dari timbunan sampah.
- Tentukan lokasi posko banjir yang tepat untuk mengungsi, lengkap dengan fasilitas
dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan aparat
terkait dan pengurus RT/RW.
- Bersama pengurus RT/RW, segera bentuk tim penanggulangan banjir di tingkat
warga, salah satunya mengangkat penanggung jawab posko banjir.
- Koordinasikan melalui RT/RW, dewan kelurahan setempat, dan LSM untuk
pengadaan tali, tambang, perahu karet, dan pelampung guna evakuasi.
- Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan mencari
informasi, meminta bantuan, atau melakukan konfirmasi.
- Simak informasi terkini melalui TV, radio, atau peringatan tim warga tentang curah
hujan dan kondisi air.
- Lengkapi diri dengan peralatan keselamatan, antara lain radio baterai, senter, korek
gas, dan lilin.
- Siapkan bahan makanan mudah saji dan persediaan air bersih.
- Siapkan obat-obatan darurat.
- Amankan dokumen penting.
4. Yang Harus Dilakukan Saat Banjir
- Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran
listrik di wilayah yang terkena bencana.
- Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih
memungkinkan untuk diseberangi.
- Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir, serta
segera amankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi.
- Jika air terus meninggi, hubungi instansi terkait.
5. Yang Harus Dilakukan Setelah Banjir
- Secepatnya membersihkan rumah, terutama bagian lantai, lalu gunakan antiseptik
untuk membunuh kuman.
- Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang
sering mewabah setelah kejadian banjir.
- Waspadai kemungkinan binatang berbisa atau binatang penyebar penyakit.
- Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan.

3. Mitigasi Bencana Erosi


1. Sebelum Terjadi Bencana Longsor
Sebelum terjadinya longsor, hal yang dapat dilakukan berupa kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan terhadap longsor, yaitu sebagai berikut.
 Tidak membangun rumah di daerah rawan longsor
 Melakukan penanaman pohon-pohon pada daerah-daerah miring yang
memiliki akar kuat, seperti bambu dan, lamtoro
 Membangun tembok penahan atau batu-batu (bronjong) lereng yang
rawan longsor.
 Penyuluhan menghindari daerah rawan longsor
 Tidak merusak hutan dengan cara menebang pohon.
 Membuat terasering pada lahan miring
 Waspada gejala tanah longsor (retakan, penurunan tanah) terutama di
musim hujan.
2. Sedang Terjadi Bencana
Kegiatan yang dapat dilakukan ketika sedang terjadi longsor, yaitu sebagai
berikut:
 Segera menyelamatkan diri dengan keluar rumah jika terjadi hujan besar
 Jika ada suara gemuruh setelah hujan besar, segera menghindar

3. Setelah Terjadi Longsor


Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang ditujukan agar kehidupan masyarakat
kembali normal.
 Menyelamatkan korban secepatnya ke daerah yang lebih aman
 Menyelamatkan harta benda yang masih dapat diselamatkan
 Menyiapkan tempat penampungan sementara seperti tenda-tenda
 Menyediakan dapur umum
 Menyediakan air bersih dan sarana kesehatan
 Mengerahkan tim penyelamat jika ada yang masih tertimbun longsor
 Memberikan obat-obatan kepada korban yang luka
 Segera menggali timbunan longsor seperti yang menimbun rumah dan
jalan raya
 Memperbaiki infrastruktur
 Merelokasi warga ke tempat yang lebih aman
 Melaporkan kerusakan dan kerugian harta benda kepada pihak berwenang
 Tanami kembali daerah yang bekas longsor atau daerah di sekitarnya
untuk menghindari erosi yang telah merusak lapisan tanah
 Perhatikan terjadinya longsor susulan
 Mematuhi instrksi dari pemerintah

Anda mungkin juga menyukai