Anda di halaman 1dari 3

ILMU KESEHATAN JIWA

Konsulen : dr. Tumpak Saragih,Sp.Kj


Nama

: Roni Andre Syahputra Damanik,S.ked

Nim

: G1a214064

Apakah hubungan antara sakit kepala dengan depresi?


Pertama
orang yang hidup dengan kondisi penyakit migrain lebih berisiko
terhadap depresi, kecemasan dan gangguan psikologis lain karena Pasien migrain
sering merasa terpaksa mengubah jadwal kegiatan mereka, sering membatalkan
aktivitas sosial, pekerjaa dan berbagai rencana lainnya. Sebagai tambahan, karena
terlalu sering atau berat serangan migrain, pasien juga mulai mengalami perubahan
hubungan dengan anggota keluarga, teman dan rekan kerja. Akibatnya penderitaan
yang mengikuti migrain dapat membuat pasien migrain menarik diri secara sosial,
semakin memperumit kemampuan untuk menjaga kualitas hubungan. Pasien
Mengisolasi diri dari orang lain selama episode migrain merupakan faktor resiko dari
depresi. Perubahan dalam fungsi seksual, kesulitan konsentrasi, perubahan tidur
dan merasa tidak memiliki harapan, adalah hal yang tampak berulang kali yang
seluruhnya membuat seseorang merasa cemas dan depresi. Karena perasaan
depresi dapat menyebabkan isolasi lebih jauh dan bahkan menyebabkan
meningkatnya frekuensi sakit kepala.

Alasan kedua
mengapa penderita migrain memiliki kemungkinan tertinggi dari
depresi adalah karena keduanya, baik depresi maupun migrain, mengubah
komposisi kimiawi di dalam saraf otak, terutama neurotransmiter yang disebut
norepinephrine dan serotonin. Serotonin adalah sejenis komposisi kimia yang
diyakini memiliki peran penting dari pengaturan suasana hati dan rasa nyeri.
Penderita depresi dan migrain mengalami pengurangan tingkat serotonin di dalam
otak. Kerentanan dari sisi komposisi kimiawi membuat pasien depresi cenderung
mengalami migrain dan pasien migrain yang mengalami depresi. Tingkat serotonin
yang rendah juga dapat menyebabkan perubahan vaskular dan perubahan aliran
darah secara dramatis di dalam otak. Efek lain dari serotonin yang rendah adalah
lelah, penurunan gairah seks, gangguan tidur, dan kondisi nyeri yang kronis selain
sakit kepala.
Sistem limbik, yang sering disebut sebagai "otak emosional", ditemukan terkubur di
dalam otak besar. Sistem ini berisi thalamus, hypothalamus, amygdala, dan
hippocampus. Serotonin(5-HT) dan nor-epinefrin(NE) adalah neurotransmitter yang
berperan dalam proses nyeri maupun depresi, yang mengurus mood dan depresi
terletak di korteks prefrontal dan sistem limbik, sedangkan yang mengurus
painmodulating circuit terletak di amygdala, periaquaductal gray(PAG), dorsolateral
pontine tegmentum(DLPT), dan rostroventral medulla(RVM). Modulasi efek
serotonin di otak menunjukkan efek impulsif, modulasi sexual behaviour; appetite
dan agresi. Sedang NE sistem menunjukkan modulasi waspada, sosialisasi, energi,
dan motivasi.Kalau keduanya bersamaan maka ia akan memodulasi ansietas,
iritabilitas, nyeri,mood, emosi dan fungsi kognitif. Pada penderita depresi dijumpai
adanya defisit kadar serotonin dan norad renalin di otak.

Faktor neurotransmiter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin merupakan


dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
Norepinefrin hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara turunnya
regulasi reseptor B-adrenergik dan respon antidepresan secara klinis
memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi.Bukti-bukti
lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik dalam depresi, sejak
reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan penurunan jumlah norepinefrin
yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergik juga berlokasi di neuron
serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan. Dopamin juga
seringberhubungan dengan patofisiologi depresi .

Anda mungkin juga menyukai