Anda di halaman 1dari 3

Terjadinya pernikahan dini tidak terlepas dari tradisi dan pandangan

masyarakat terhadap pernikahan dan keluarga. Tradisi pernikahan termasuk juga


usia
yang diharapkan untuk menikah dan bagaimana pemilihan istri tergantung pada
pandangan masyarakat terhadap sebuah keluarga yaitu mengenai peran,struktur,
pola
hidup dan tanggung jawab individu terhdap keluarganya. Alasan penyebab
terjadinya
pernikahan dini juga tergantung pda kondisi dan kehidupan sosial masyarakatnya.
Terdapat dua alasan utama terjadinya pernikahan dini, pertama, pernikahan dini
sebagai strategi untuk bertahan secara ekonomi. Kemiskinan adalah salah satu
factor
utama yang menjadi tiang pondasi munculnya pernikahan dini. Pernikahan dini
meningkat ketika tingkat kemiskinan juga meningkat. Penyebab kedua adalah untuk
melindungi anak gadisnya. Pernikahan adalah salah satu cara untuk memastikan
anak
perempuan mereka terlindungi sebagai sitri, melahirkan anak yang sah dimata
hokum
dan akan lebih aman jika memiliki suami yang dapat menjaga mereka secara
teratur
(UNICEF, 2005).

Perempuan muda dianggap sebagai beban ekonomi keluarga, oleh karena itu
pernikahan dini dianggap suatu solusi untuk melepaskan diri dari kemiskinan.
Pernikahan dini bertujuan untuk meningkatkan taraf ekonomi keluarganya dengan
mendapatkan mas kawin dari pihak laki-laki (Subiantoro, 2002). Pola perkawinan
masyarakat Indonesia sangat beragam, sesuai dengan budaya dan norma yang
berlaku
di masyarakat. Faktor budaya erat kaitannya dengan kebiasaan setempat. Di

Indonesia, masing-masing daerah memiliki adat kebiasaan, antara lain: pada


masyarakat Jawa, mereka lekas-lekas menikahkan anak gadisnya dengan alasan
malu
kalau anaknya dianggap perawan tua (Budioro, 1978).

Kondisi ekonomi yang buruk kadang-kadang menjadi pembenaran mengapa orang


tua yang hanya sebagian dari gelar pendidikan yang lebih rendah (misalnya sekolah
dasar) dengan menikahi putri mereka untuk membantu penghasilan keluarga
keuangan. Ini 'praktek pernikahan dini' secara teratur pergi di daerah pedesaan
yang
orang tergantung terutama pada sumber daya pertanian. Mereka sangat
membutuhkan
anggota keluarga yang dapat mendukung pekerjaan mereka di lapangan, dan satu
pilihan yang mereka dapat memperoleh adalah untuk menikah anak perempuan
mereka tanpa memperhitungkan usia.

Pada saat yang sama, di beberapa wilayah Indonesia, sesuai dari pernikahan
dini biasa bergaul dengan budaya tradisional yang praktek ini bertujuan untuk
menjaga keturunan keluarga. Para orang tua di daerah ini percaya bahwa jika
anakanak lebih lama untuk menikah maka garis keturunan nenek moyang akan
mati pergi
karena keturunan menikah dengan orang lain.
Pendidikan mempengaruhi kesuburan melalui penundaan usia kawin,
meningkatkan pengetahuan dan akses ke metode keluarga berencana yang efektif
dan
kemampuan pengambilan keputusan pada jumlah anak yang diperlukan.
Perempuan
yang berpendidikan kurang mungkin untuk menyusui daripada perempuan

berpendidikan tinggi yang mempengaruhi kesuburan dalam arah sebaliknya.


Variabel
lain yang telah menunjukkan efek campuran pada kesuburan adalah akses ke
media,
status ekonomi, status kerja, agama, dan etnis (Alemayehu, et.al, 2010).

Pendidikan mempengaruhi kesuburan melalui penundaan usia kawin,


meningkatkan pengetahuan dan akses ke metode keluarga berencana yang efektif
dan
kemampuan pengambilan keputusan pada jumlah anak yang diperlukan.
Perempuan
yang berpendidikan kurang mungkin untuk menyusui daripada perempuan
berpendidikan tinggi yang mempengaruhi kesuburan dalam arah sebaliknya.
Variabel
lain yang telah menunjukkan efek campuran pada kesuburan adalah akses ke
media,
status ekonomi, status kerja, agama, dan etnis (Alemayehu, et.al, 2010).

Anda mungkin juga menyukai