Anda di halaman 1dari 22

BAB I

Pendahuluan
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di mediastinum yaitu rongga imaginer di
antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah besar, trakea, timus,
kelenjar getah bening dan jaringan ikat.
Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat
menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa.
Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor
cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.
Di rumah sakit Cipto Mangunkusomo dari January 2007 sampai Desember 2008 terdapat 27
kasus tumor medastinum. Kebanyakan pasien didiagnosis tumor mediastinum pada usia di atas 40
tahun (56%) dan lebih dari separuh pasien berjenis kelamin laki-laki (67%). Dari 13 pasien (52%)
telah dipastikan bahwa 9 dari mereka memiliki riwayat merokok. Tiga gejala yang paling umum
ditemukan di antarnya batuk, terengah-engah dan terjadinya penurunan berat badan. Jenis histologi
yang paling umum dari tumor adalah thymoma (33%)

Refrat Efusi Pleura

Page 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru
serta pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua
lapis membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut
sebagai refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali
manuver pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis
dari rongga pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan
yang bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian, yakni
bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal. (1)
Setiap paru dipisahkan dari dinding thoraks dan struktur lain disekitarnya oleh
suatu kantung tertutup berdinding rangkap yaitu kantung pleura. Interior kantung pleura
dikenal sebagai rongga pleura. Dalam gambar, ukuran rongga pleura sangat diperbesar
untuk memudahkan visualisasi; pada kenyataannya, lapisan lapisan kantung pleura
berkontrak erat satu sama lain. Permukaan pleura mengeluarkan suatu cairan intrapleura
tipis, yang melumasi permukaan pleura selagi keduanya saling bergeser sewaktu
pergerakan nafas. (2)
Tekanan intrapleura merupakan tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini,
yang juga dikenal sebagai tekanan intrathoraks, adalah tekanan yang ditimbulkan diluar
paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah dari pada
tekanan atmosfer, rerata 756 mmHg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat
dengan menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik refrensi (yaitu, tekanan darah
sistolik 120 mmHg adalah 120 mmHg lebih besar dari tekanan atmosfer 760 mmHg atau
dalam kenyataan, 880mmHg), 756 mmHg kadang kadang disebut sebagai tekanan -4
mmHg. Namun, sebenarnya tidak ada tekanan negatif absolut. Tekanan -4 mmHg
menjadi negatif karena dibandingkan dengan tekanan atmosfer normal sebesar 760
mmHg. Untuk menghindari kebingungan, kita akan menggunakan nilai positif absolut
sepanjang pembahasan kita mengenai pernafasan. (2)
Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer atau
intra-alveolus karena tidak ada komunikasi langsung antara rongga pleura dengan
atmosfer atau paru. Karena kantung pleura adalah suatu kantung tertutup tanpa lubang,

Refrat Efusi Pleura

Page 2

maka udara tidak dapat masuk atau keluar meskipun mungkin dapat terdapat gradien
tekanan antara kantung pleura dan daerah sekitar. (2)
Rongga toraks lebih besar daripada paru yang tidak teregang karena dinding
thoraks tumbuh lebih cepat daripada paru sewaktu perkembangan. Namun, dua gaya
daya kohesif (rekat) cairan intrapleura dan gradien transmural menahan dinding thoraks
dan paru saling berdekatan, meregangkan paru untuk mengisi rongga thoraks yang lebih
besar. (2)
Daya Kohesif Cairan Intrapleura, molekul molekul air didalam cairan
intrapleura menahan tarikan yang memisahkan mereka karena molekul molekul ini
bersifat polar dan saling tarik. Daya rekat yang terbentuk di cairan intrapleura cenderung
menahan kedua permukaan pleura menyatu. Karena itu, cairan intrapleura dapat
dianggap sebagai lem antara bagian dalam dinding thoraks dan paru. Pernahkah anda
mencoba memisahkan kedua permukaan licin yang disatukan oleh suatu lapisan tipis
cairan, misalnya dua kaca obyek basah? Jika sudah, anda mengetahui bahwa kedua
permukaan bertindak seolah keduanya direkatkan oleh lapisan tipis air. Meskipun anda
dapat dengan mudah menggeser kaca obyek maju mundur relatif satu sama lain (seperti
cairan intrapleura yang mempermudah gerakan paru terhadap permukaan interior dinding
thoraks), anda dapat memisahkan kedua kaca obyek tersebut hanya dengan tenaga besar
karena molekul molekul di dalam cairan diantara kedua kaca menolak dipisahkan.
Hubungan ini ikut berperan dalam kenyataan bahwa perubahan dalam dimensi paru ;
yaitu, ketika thoraks mengembang, paru karena melekat ke dinding thoraks oleh daya
rekat cairan intrapleura ikut mengembang. Alasan lebih penting mengapa paru mengikuti
gerakan dinding dada adalah adanya gradien tekanan transmural yang terdapat di kedua
sisi dinding paru. (2)
Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antarmembran maupun
yang

mendukung

pemisahan

antarmembran.

Faktor

yang

mendukung

kontak

antarmembran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer
di dalam alveolus (yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara
itu faktor yang mendukung terjadi pemisahan antarmembran adalah: (1) elastisitas
dinding toraks serta (2) elastisitas paru.4 Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga
iritasi terhadap membran ini dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding
torako-abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n.
frenikus).

Refrat Efusi Pleura

Page 3

Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh
sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak
0,3 ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl -1). Secara umum,
kapiler di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml
kg-1 jam-1. Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik
yang mampu mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg -1 jam-1. Dengan demikian rongga
pleura memiliki faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20
kali baru akan menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan
cairan pleura di rongga pleura sehingga muncul efusi pleura.

Refrat Efusi Pleura

Page 4

Gambar 2 adalah bentuk kompartmen pleuropulmoner yang tersimplifikasi. Terdapat lima


kompartmen, yakni mikrosirkulasi sistemik parietal, ruang interstisial parietal, rongga
pleura, intestisium paru, dan mikrosirkulasi visceral. Membran yang memisahkan adalah
kapiler endotelium, serta mesotel parietal dan visceral. Terdapat saluran limfatik yang
selain menampung kelebihan dari interstisial juga menampung keleibhan dari rongga
pleura (terdapat bukaan dari saluran limfatik pleura parietal ke rongga pleura yang disebut
sebagai stomata limfatik. Kepadatan stomata limfatik tergantung dari regio anatomis
pleura parietal itu sendiri. Sebagai contoh terdapat 100 stomata cm -2 di pleura parietal
interkostal, sedangkan terdapat 8.000 stomata cm-2 di daerah diafragma. Ukuran stomata
juga bervariasi dengan rerata 1 m (variasi antara 1 40 m)4.
Sama seperti proses transudasi cairan pada kapiler, berlaku pula hukum
Starling untuk menggambarkan aliran transudasi (Jv) antara dua kompartmen. Hukum ini
secara matematis dinyatakan sebagai berikut
Jv = Kf [(PH1 PH2) - (1 - 2)]
Kf merupakan koefisien filtrasi (yang tergantung kepada ukuran pori membran
pemisah antara dua kompartmen), PH dan berturut-turut adalah tekanan hidrostatik dan
koloidosmotik, serta merupakan koefisien refleksi (=1 menggambarkan radius dari zat
terlarut lebih besar dari pori sehingga zat terlarut tak akan mampu melewati pori,
sebaliknya =0 menggambarkan seluruh zat terlarut lebih kecil ukurannya dari pori yang
mengakibatkan aliran zat terlarut dapat berlangsung secara bebas).

Refrat Efusi Pleura

Page 5

Gambar 3 Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang menggambarkan


hipotesis tentang pembentukan serta drainase cairan pleura. Hipotesis ini terlalu
sederhana karena mengabaikan keberadan interstisial dan limfatik pleura; sedangkan (b)
merupakan teori yang saat ini diterima berdasarkan percobaan terhadap kelinci.
Filtrasi cairan pleura terjadi di plura parietal (bagian mikrokapiler sistemik) ke rongga
interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil mendorong cairan ini ke rongga
pleura.3 Nilai antara intersitisium parietal dengan rongga pleura relatif kecil (=0,3),
sehingga pergerakan protein terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan pleura
relatif rendah (1 g dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl-1)5.
Sementara itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura visceral
(sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada sebagian besar keadaan
rongga pleura dan interstisium pulmoner merupakan dua rongga yang secara fungsional
terpisah dan tidak saling berhubungan. Pada manusia pleura visceral lebih tebal
dibandingkan pleura parietal, sehingga permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya
relatif rendah. Saluran limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik
-10 cmH2O.
B. Definisi
Refrat Efusi Pleura

Page 6

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga
yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah
arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka
pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan
yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien
sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan
tumor terhadap organ sekitarnya.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting :
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5
dan bagian bawah sternum
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di depan
jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma dibelakang
jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
di antara mediastinum anterior dan posterior.

C. Epidemiologi
Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan umur penderita. Pada
anak-anak tumor mediastinum yang sering ditemukan berlokasi di mediastinum posterior
dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada orang dewasa lokasi tumor banyak ditemukan
di mediastinum anterior dengan jenis limfoma atau timoma.
Refrat Efusi Pleura

Page 7

Bacha dkk dari Perancis, melakukan pembedahan terhadap 89 pasien tumor mediastinum
dan terdiri dari 35 kasus timoma invasif, 12 karsinoma timik, 17 sel germinal, 16
limfoma, 3 tumor saraf, 3 karsinoma tiroid, 2 radiation induced sarcoma dan 1 kasus
mesotelioma mediastinum. Penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995
di New Mexico, USA mendapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang
diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit keganasan primer, jenis terbanyak adalah
limfoma 55%, sel germinal 16%, timoma 14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan jenis
lainnya 7%. Berdasarkan gender ditemukan perbedaan yang bermakna. Sembilan puluh
empat persen tumor sel germinal adalah laki-laki, 66% tumor saraf berjenis kelamin
perempuan, sedangkan jenis tumor lainnya 58% ditemukan pada laki-laki. Berdasarkan
umur, penderita limfoma dan timoma ditemukan pada penderita umur dekade ke-5, tumor
saraf pada dekade pertama, sedangkan sel germinal ditemukan pada umur dekade ke-2
sampai ke-4.Evaluasi selama 25 tahun terhadap 124 pasien tumor mediastinum
didapatkan umur tengah pasien adalah 35 tahun. Pasien yang datang dengan keluhan 66%
dan 90% dari kasus adalah tumor ganas dengan jenis terbanyak timoma yaitu 38 dari 124
(31%), sel germinal 29/124 (23%), limfoma 24/124 (19%) dan tumor saraf 15/124 (12%).
Empat puluh tujuh kasus dari 91 kasus mengalami kekambuhan (recurrence) setelah
reseksi komplet atau respons terhadap terapi, dengan masa tengah kekambuhan 10 bulan.
Marshal menganalisis 24 kasus tumor mediastinum yang dibedah di RS Persahabatan
tahun 2000 2001, mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan (70,8% dan
29,2%) dengan jenis terbanyak adalah timoma , 50% dari 24 penderita.
Timomammerupakan kasus terbanyak di mediastinum anterior, sedangkan limfoma dan
tumor saraf biasanya pada mediastinum medial dan posterior.
D. Klasifikasi
Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor atau
jenis histologisnya, seperti dikemukakan oleh Rosenberg

Refrat Efusi Pleura

Page 8

E. Patofisiologi
Terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein
dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan
tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar.(2)
Proses penumpukan cairan dalam pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila
proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi
empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks.(2)
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis
peritonium, hipoalbumin oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan,
atelektasis paru dan pneumotoraks.(2)
Efusi eksudatif terjadi bila ada proses radang yang menyebabkan permabilitas
kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat
atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis
eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkolosis dan dikenal
sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumoni, parasit
(amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma,
fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis
Refrat Efusi Pleura

Page 9

reumatoid, sarkoidosis, radang sebab lain sepertis pankreatitis, asbesitosis, pleurits


uremia dan akibat radiasi.(2)
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10 20 ml cairan dalam rongga pleura,
yang berfungsi untuk melicinkan kedua pleura pars visceralis dan parietalis yang saling
bergerak saat bernafas. Dalam keadaan normal juga terjadi filtrasi cairan ke dalam
rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorbsi oleh kapiler dan saluran
limfe

pleura

pars

visceralis

dengan

kecepatan

seimbang

dengan

kecepatan

pembentukannya. Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan pembentukan


cairan pleura akan menimbulkan penumpukan cairan pleura secara patologis didalam
rongga pleura. Mekanisme yang beruhubungan dengan terjadinya efusi pleura yakni;
1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik pada
sirkulasi kapiler
2. Penurunan tekanan pada kavum pleura
3. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses peradangan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga emfisema/piothoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura
dapat menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya
alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura. Proses ini
sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah yang terkena trauma
menjadi kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru (Halim et al, 2007).
Efusi pleura terjadi apabila produksi cairan pleura meningkat 30 kali dari normal
(melewati kapasitas maksimum ekskresinya) dan atau adanya gangguan absorbsinya.
Cairan Pleura :
1. Eksudat
2. Transudat
3. Chylus
Pada cairan pleura eksudat protein rasionya dengan plasma > 0,5 sedangkan lactat
dihidrogenase rasio > 0,6 sedangkan chylus warnanya putih seperti susu dan
mengandung banyak lemak. Eksudat disebabkan oleh karena adanya kerusakan pada
capillary bed di paru dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini biasanya didapatkan pada
keganasan, infeksi maupun inflamasi. Transudat bisa disebabkan karena tekanan
hidrostatik yang meningkat atau tekanan osmotik yang menurun. Keadaan ini didapatkan

Refrat Efusi Pleura

Page 10

karena kegagalan pemompaan jantung, kadar protein yan rendah atau vena cava superior
syndrom.

Absorbsi terhambat oleh karena


1.
2.
3.
4.

Obstruksi pada stomata


Gangguan kemampuan kontraksi saluran lymfe
Infiltrasi pada kelenjar getah bening
Kenaikan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran lymfe

Apabila cairan eksudat berbau busuk kemungkinan penyebabnya adalah infeksi


bakteri anaerob. Apabila baunya seperti urine kemungkinan ada urinothoraks. Eksudat
yang kemareahan harus diperiksa hematokritnya dan bila > 50% kesimpulannya adalah
hemathoraks. Apabila hematokritnya kurang dari 1 % arti klinisnya tidak ada, sedangkan
apabila > 1% kemungkinana adalah keganasan, emboli paru, atau efusi pleura karena
trauma
Efusi cairan transudat terjadi karena penyakit lain bukan primer dari paru seperti
gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritonium. Hipoalbumin
oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, etelektasis paru dan
pneumothoraks (Halim et al,2007).
Supernatan cairan pleura harus diperiksa apabila ada kekeruhan, cairan seperti
susu, atau mengandung darah. Kekeruhan yang hilang setelah centrifuge disebabkan
adanya sel atau jaringan yang rusak. Apabila dengan centrifuge tetap keruh cairan
tersebut adalah kilothoraks atau pseudokilothoraks. Kilothoraks merupakan proses
penyakt akut, pleura tidak menebal, tidak didapatkan kristal kolesterol, serta kadar
trigliseridnya melebihi 110mg%. Pseudokilothoraks merupakan proses penyakit kronis,
pleura menebal, bisa didapatkan kristal kolesterol serta trigliserida pleura tidak
meningkat.(6)
Protein cairan pleura, peningkatan protein pada efusi pleura yang kadarnya sangat
bervariasi memang tidak dapat dipakai sebagai pedoman untuk diagnostik. Akan tetapi
apabila kadarnya melebihi 5g% kemungkinan tuberkulosa lebih besar. Kadar protein
yang kurang dari 0,5g% kemungkinan didapatkan urinothoraks, peritonial dialysis, atau
efusi pleura yang timbul oleh karena kesalah pemasangan intravascular catheter.(6)
Refrat Efusi Pleura

Page 11

Lactate Dehidrogenase (LDH) cairan pleura menggambarkan permiabilitas


membran yang bisa dipakai sebagai pedoman untuk melihat tingkat inflamasi dari
membran tersebut. Dengan kata lain LDH bisa dipakai sebagai sarana evaluasi aktifitas
penyakitnya. Meski demikian LDH tidak dapat digunakan sebagai pedoman diagnostik
penyebabnya.(6)
Glukosa cairan pleura, kadar glukosa yang rendah disebabkan karena adanya
penebalan pleura atau kenaikan metabolisme di cairan pleura. Kadar glukosa < 60mg%
bisa didapatkan pada efusi parapnemoni , keganasan, tuberkulosa, rheuma,
hematothoraks, paragonimiasis, atau churg straauss syndrome. Pada penderita
parapnemoni efusi pleura yang kadar glukosanya dibawah 40mg% harus dipasang tube
thorakostomi. Kebanyakan penderita rheuma kadar glukosa cairan pleuranya dibawah
30mg%. Akan tetapi pada penderita SLE kadar glukosa pleura lebih besar dari 90mg%.
Pada penderita dengan terdapat sel ganas dicairan pleura kadar glukosa pleura rendah,
biasanya terdapat sel ganas dicairan pleura (positif) dan atau hasil biopsi pleuranya
didapat sel ganas. Pada penderita tersebut biasanya mean survivalnya dibawah 2 bulan.
(6)
Amylase cairan pleura, berguna untuk mengetahui penyebab efusi pleura eksudat.
Peningkatan amylase didapatkan pada perforasi esophagus, penyakit pankreas, dan
keganasa. Peningkatan amylase terjadi 2 jam setelah adanya rupturnya esophagus.(6)
Didapatkan efusi pleura sampai 50% pada pankreatitis akut. Pada umumnya
gejala utama pankreatitis akut adalah sesak nafas dan nyeri pleura. Pada beberapa kasus
terjadi hubungan antara pseudokista di pankreas dengan rongga antar pleura sehingga
menimbulkan efusi pleura kronis tanpa gejala abdomen. Efusi pleura seperti itu sering
dianggap oleh karena malignansi. Kadar amylase bisa sangat tinggi yaitu >4000 IU/ml.
(6)
Sel darah putih dan hitung jenisnya pada cairan pleura, mempunyai makna
diagnostik yang terbatas. Apabila jumlah sel darah putihnya kurang dari 1000 /l
cairannya adalah transudat dan bila lebih biasanya cairannya eksudat. Apabila lebih dari
10.000 /l cairannya empyema dan efusi parapnemoni akan tetapi bisa juga didapatkan
pada pancreatitis, emboli paru serta penyakit kolagen pembuluh darah dan kadang bisa
didapat pada keganasan serta tuberkulosa. (6)

Refrat Efusi Pleura

Page 12

Hitung jenis sel darah putih lebih berarti dibanding dengan jumlah sel darah putih
pada cairan pleura. Kelainan aku yaitu pnemoni, emboli paru, pancreatitis, abses
abdomen dan tb paru tahap awal akan menunjukan PMN yang dominan, sedangkan pada
kelainan kronis misal tb paru akan menunjukan mononuclear sel yang dominan.
Eusinofil > 10% lebih sering disebabkan oleh karena radang akut tapi tidak bisa
menyingkirkan adanya proses tb paru atau keganasan. Sebagian besar cairan pleura
dengan banyak eusinofil biasanya juga didapat darah atau udara. Apabila pada
pemeriksaan awal tidak diapat darah atau udara. Apabila pada pemeriksaan awal tidak
didapat eusinofil tapi pada pemeriksaan berikutnya menjadi banyak, kemungkinan oleh
adanya minimal pnemothoraks.(6)
Darah di cairan pleura biasanya dikaitkan dengan adanya eusinofil pleura. Pada
hemotoraks oleh karena trauma eusinofil didapatkan pada minggu ke 2. Keadaan tersebut
disebabkan oleh karena produksi IL 5 oleh CD 4+ sel T di rongga pleura. Eusinofil di
cairan pleura oleh karena hemothoraks ada hubungan dengan eusinofil darah. Cairan
pleura mengandung darah yang timbul oleh karena emboli paru sangat banyak
mengandung eusinofil.(6)
Penyebab lain dari eusinofil di pleura adalah asbesitosis (52%), reaksi obat
nitrofurantoin, atau dantrolene, paragonimiasis (khas disertai glukosa rendah, pH rendah
dan LDH tinggi), serta Churg Strauss Syndrome.(6)
Mesothel jarang sekali didapat pada efusi pleura oleh karena tb hanya 1 dari 65
penderita didapat 1 mesothel dalam 1000 sel. Mesothel juga jarang didapat pada keadaan
pleura ditutup oleh fibrin misal pada parapnemoni.(6)
Apabila lebih dari 50 % sel darah putihnya adalah limfosit penyebabnya adalah tb
(94% dari 94 kasus). Apabila didapat limfosit lebih dari 50% sel diagnosa tb bisa
dipastikan dengan biopsi pleura. Membedakan limfosit T dan limfosit B di pleura tidak
banyak mempunyai arti diagnositk sebab biasanya cairan pleura sel limfositnya T 70%,
limfosit B 10% dan sel nul 20%. Hanya pada chronic lymphocytic leukemia atau
lymphoma mempunyai arti diagnostik oleh karena pada keduanya tipe selnya sama.(6)
Sitologi pada Cairan Pleura, dilakukan apabila pemeriksaan lain tetap tidak bisa
menegakan diagnostik. Sekali pemeriksaan pada keganasan akan mendapatkan sel ganas
pada 60% kasus sedang apabila pemeriksaannya diulang beberapa kali meningkat hingga
Refrat Efusi Pleura

Page 13

90%. Pada malignant pleural efusion didapatkan 40 87% penyebab keganasan angka
ini dipengaruhi oleh tipe sel. Hodgkin disease hanya 25% positif.(6)
Sel ganas tidak hanya didapatkan pada efusi pleura, pada tumor paru stadium 1
yang dilakukan lavage rongga pleura 14%nya didapatkan sel ganas. Hal ini memperjelas
survival rate yang rendah pada opreasi tumor paru stadium rendah.

F. Manifestasi Klinis
a) Gejala utama
Gejala gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru
terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak nafas, berupa rasa penuh
didada atau dispneu. Rasa nyeri biasanya timbul akibat efusi yang banyak, berupa
nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejala seperti demam, mengigil,
dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebris
(tuberkolosis) banyak keringat, batuk, dan banyak dahak
b) Pemeriksaan fisik
o Inspeksi : pengembangan paru menurun, tampak sakit, dan tampak cembung
kearah efusi
o Palpasi : penurunan fremitus taktil dan vokal
o Perkusi : pekak pada perkusi
o Auskultasi : penurunan bunyi nafas
Apabila terjadi inflamasi, maka terjadi friksi iga. Apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi nafas
bronkus (Ward et al 2007)
Pemeriksaan fisik secara duduk dan berbaring akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernafasan, fremitus melemah (taktil dan vocal). Pada perkusi didapatkan
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan akan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu)
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong ke mediastinum ke sisi lain, pada saat
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
G. Diagnostik
1. Anamnesis
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat
dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi
Refrat Efusi Pleura

Page 14

peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur


mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan
atau invasi ke struktur mediastinum.
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,
- batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea
dan/atau bronkus utama,
- disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
- sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum
yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,
- suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis
diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
- nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem
syaraf.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran
dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya.
Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa
keadaan klinis lain, misalnya:
- miastenia gravis mungkin menandakan timoma
- limfadenopati mungkin menandakan limfoma
H. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks polos posteroanterior (PA) sering tidak dapat mendeteksi tumor yang
kecil karena superposisi dengan organ lain yang ada di mediastinum. Jika tumor sangat
besar kadang juga menjadi sulit menentukan lokasi asal tumor, sedangkan foto toraks PA
dan lateral pada tumor dengan ukuran sedang dapat menunjukkan lokasi tumor di
mediastinum. CT Scan adalah alat diagnostik bantu yang bukan hanya dapat mendeteksi
lokasi tumor tetapi dapat memperkirakan jenis tumor tersebut. Untuk timoma gambaran
makroskopik tumor melalui CT Scan juga dibutuhkan untuk penentuan staging penyakit.
Teratoma dipastikan bila ditemukan massa dengan berbagai jenis jaringan di dalamnya.
Pemeriksaan imaging lain, seperti ekokardiografi, esofagografi dan MRI kadang
dibutuhkan bukan hanya untuk diagnostik

tetapi juga penatalaksanaan yang akan

diberikan. Bronkoskopi tidak dianjurkan untuk pengambilan bahan pemeriksaan jenis


histopatologik sel tumor tetapi dilakukan untuk melihat kelainan intrabronkus yang
biasanya terlihat pada tumor paru, sedangkan pada tumor mediastinum biasanya melihat
stenosis akibat kompresi. Untuk semua penderita yang akan mengalami pembedahan
bronkoskopi dapat membantu ahli bedah untuk memperkirakan lokasi dan luas tindakan
Refrat Efusi Pleura

Page 15

yang akan dilakukan. Untuk mendapatkan jenis sel tumor sebaiknya dipilih teknik yang
sederhana, murah dan aman. Biopsi jarum halus (BJH) atau fine needle aspiration biopsy
(FNAB) pada massa superfisial adalah tindakan pilihan pertama. Sitologi cairan pleura
dan biopsi pleura dilakukan bila ditemukan efusi pleura. Biopsi transtorakal (TTB) tanpa
tuntunan fluoroskopi dapat dilakukan bila ukuran tumor besar dan lokasinya tidak berisi
banyak pembuluh darah. Kelemahan teknik ini adalah apabila jaringan tumor terdiri dari
berbagai jaringan seperti pada teratoma sering mendapatkan negatif palsu. Biopsi
transtorakal dengan tuntunan fluoroskopi atau CT Scan dapat menurunkan risiko terjadi
komplikasi seperti pneumotoraks, perdarahan dan false negative. Jika perlu, tindakan
invasif harus dilakukan, torakotomi eksplorasi dapat dilakukan untuk mencari jenis sel
tumor. Penilaian keuntungan dan kerugian tindakan FNAB atau mediastinoskopi masih
diperdebatkan.Kelompok yang setuju FNAB mengatakan teknik itu merupakan tindakan
yang sederhana, murah dan aman dan tidak membutuhkan anestesi umum pada saat
tindakan. Teknik Percutaneneous core needle biopsy (PCNB) untuk tumor mediastinum
memiliki sensitiviti 91,9% dan spesifisiti 90,3% dengan komplikasi pneumotoraks 11%
dan hemoptisi 1,6% dari 70 pasien.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah pembedahan
sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tumor mediastinum
jenis limfoma Hodgkin's maupun non Hondgkin's diobati sesuai dengan protokol untuk
limfoma dengan memperhatikan masalah respirasi elama dan setelah pengobatan.
Penatalaksanaan tumor mediastinum nonlimfoma secara umu adalah multimodality
meski sebagian besar membutuhkan tindakan bedah saja, karena resisten terhadap radiasi
dan kemoterapi tetapi banyak tumor jenis lain membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan
kemoterapi, sebagai terapi adjuvant atau neoadjuvan.
Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran
toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika mungkin
dengan body box. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus
dikonfirmasi dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2 darah arteri
harus >90%.
Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah:
Refrat Efusi Pleura

Page 16

Hb > 10 gr%
leukosit > 4.000/dl
trombosit > 100.000/dl
tampilan (performance status) > 70 Karnofsky
Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka radio
kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika keadaan tidak
mengizinkan, maka kombinasi radiasi dan kemoterapi diberikan secara bergantian
(alternating: radiasi diberikan di antara siklus kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi >
2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi lalu dilanjutkan dengan kemoterapi).
Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi terjadinya melosupresi dan
efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya.
A. Tumor Tinus
1. Klasifikasi histologis
a. Timoma (klasifikasi Muller Hermelink)
Tipe medular
Tipe campuran
Tipe kortikal predominan
Tipe kortikal
Karsinoma timik
Derajat rendah (Low grade)
Derajat tinggi (High grade)
b. Karsinoma timik dan Oat Cell Carcinoma
2. Staging berdasarkan sistem Masanoka
Stage 1 : Makroskopik berkapsul, secara Mikroskopik tidak tampak invasi ke kapsul
Stage II: Invasi secara makroskopik ke jaringan lemak sekitar pleura mediastinal atau
invasi ke kapsul secara mikroskopik
Stage III : Invasi secara makroskopik ke organ sekitarnya
Stage IV.A : Penyebaran ke pleura atau perikard
Stage IV.B : Metastasis limfogen atau hematogen

3. Penatalaksanaan Timoma
Stage 1 : Extended thymo thymecthomy (ETT) saja
Stage II : ETT, dilanjutkan dengan radiasi, untuk radiasi harus diperhatikan batas-batas
tumor seperti terlihat pada CT sebelum pembedahan
Stage III : ETT dan extended resection dilanjutkan radioterapi dan kemoterapi
Stage IV.A : Debulking dilanjutkan dengan kemoterapi dan radioterapi
Stage IV.B : kemoterapi dan radioterapi dilanjutkan dengan debulking

Refrat Efusi Pleura

Page 17

Penatalaksanaan timoma tipe medular stage IV.A dapat diberikan kemoradioterapi


adjuvant 2 siklus dilanjutkan radiasi 4000 cGy, diikuti debulking dan kemoterapi siklus
berikutnya. Penatalaksanaan timoma tipe medular stage IV.B bersifat paliatif, yaitu
kemoterapi dan radioterapi paliatif. Penatalaksanaan timoma tipe medular stage I - II
lebih dahulu dibedah, selanjutnya kemoterapi. Pada stage III diberikan kemo/radioterapi
neoadjuvant. Pada timoma tipe campuran, penatalaksanaan disesuaikan dengan tipe
histologik yang dominan.
4. Penatalaksanaan karsinoma timik
Penatalaksanaan untuk tumor ini adalah multi-modaliti sama dengan penatalaksanaan
untuk kanker di paru.

5. Penatalaksanaan karsinoid timik dan oat cell carcinoma


Penatalaksaan untuk tumor ini adalah pembedahan dan karena sering invasif maka
direkomendasikan radiasi pascabedah untuk kontrol lokal, tetapi karena tingginya kekerapan
metastasis

maka

kemoterapi

diharapkan

dapat

meningkatkan

angka

ketahanan

hidup.Kemoterapi yang diberikan hampir sama dengan kemoterapi untuk kanker paru jenis
karsinoma sel kecil (KPKSK), yakni antara lain sisplatin + etoposid sebanyak 6 siklus.
Oat cell carcinoma di mediastinum mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan dengan
oat cell carcinoma di paru. Pada setiap kasus timoma, sebelum bedah harus terlebih dahulu
dicari tanda miestenia gravis atau myestenic reaction. Apabila sebelum tindakan bedah
ditemukan maka dilakukan terlebih dahulu plasmaferesis dengan tujuan mencuci antibody
pada plasma darah penderita, paling cepat seminggu sebelum operasi. Kesan yang
menampakkan myesthenic reaction sebelum pembedahan harus terlebih dahulu diobati
sebagai miestenia gravis.
B. Tumor Sel Germinal
1. Klasifikasi histologi
I.
J.
K.
L.
M.
N.

Seminoma
Nonseminoma
- Karsinoma embrional
- Koriokarsinoma
- Yolk sac carcinoma
Teratoma

Refrat Efusi Pleura

Page 18

O. - Jinak (benign)
P. - Ganas (malignant)
Q. * Dengan unsur sel germinal
R.
* Dengan unsur nongerminal
S.
* Imatur
T.
U. 2. Penatalaksanaan seminoma
V. Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi dan kemoterapi. Tidak ada indikasi
bedah
W. untuk tumor jenis ini. Kemoterapi diberikan setelah radiasi selesai tetapi respons terapi
akan lebih
X. baik dengan cara kombinasi radio-kemoterapi. Bila ada kegawatan napas, radiasi
diberikan
Y. secara cito, dilanjutkan dengan kemoterapi sisplatin based.
Z.
AA. 3. Penatalaksanaan Tumor Medistinum Nonseminoma
AB. Tumor-tumor yang termasuk kedalam kelompok nonseminoma bersifat radioresisten,
sehingga
AC. tidak direkomendasikan untuk radiasi. Pilihan terapi adalah kemoterapi 6 siklus.
Evaluasi
AD. dilakukan setelah 3 - 4 siklus menggunakan petanda tumor b-HCG dan a-fetoprotein
serta foto
AE. toraks PA dan lateral, selanjutnya menurut algoritma
AF.
AG. 4. Penatalaksanaan Teratoma jinak
AH.
AI. Penatalaksanaan teratoma jinak adalah pembedahan, tanpa adjuvant. Pemeriksaan batas
AJ. reseksi harus menyeluruh, agar tidak ada tumor yang tertinggal dan kemungkinan akan
AK. berkembang menjadi ganas.
AL. 5. Penatalaksanaan Teratoma Ganas
AM. Karena teratoma ganas terkadang mengandung unsur lain maka terapi multimodaliti
(bedah +
AN. kemoterapi + radioterapi) memberikan hasil yang lebih baik. Pemilihan terapi
didasarkan pada
AO. unsur yang terkandung di dalamnya dan kondisi penderita. Penatalaksanaan teratoma
ganas
AP.dengan unsur germinal sama dengan penatalaksanaan seminoma.
AQ. Pada teratoma, perlu diingat beberapa hal penting:
AR. 1. Teratoma matur pada orang tua tidak selalu berarti jinak
AS. 2. Teratoma immatur pada anak-anak tidak selalu ganas
AT.3. Teratoma matur pada anak-anak sudah pasti jinak
AU. 4. Teratoma imatur pada orang tua sudah pasti ganas
AV.
AW. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma
AX. Di Indonesia
AY.
Refrat Efusi Pleura

Page 19

AZ. 9
BA. Penatalaksanaan Tumor Sel Germinal Nonseminoma Mediastinum
BB.
BC. C. Tumor Neurogenik
BD.
BE. 1. Klasifikasi Histologik
BF.Berasal dari saraf tepi (peripheral nerves)
BG. Neurofibroma
BH. Neurilemoma (Schwannoma)
BI. Neurosarkoma
BJ. Berasal dari ganglion simpatik (symphatetic ganglia)
BK. Ganglioneuroma
BL. Ganglioneuroblastoma
BM. Neuroblastoma
BN. Berasal dari jaringan paraganglionik
BO. Fakreomasitoma
BP. Kemodektoma (paraganglioma)
BQ. 2.
BR. Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik adalah pembedahan, kecuali
neuroblastoma.
BS.Tumor ini radisensitif sehingga pemberian kombinasi radio kemoterapi akan memberikan
hasil
BT.yang baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu diberikan kemoterapi
adjuvan, untuk
BU. mencegah rekurensi.
BV.
BW. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma
BX. Di Indonesia
BY.
BZ. 10
CA. D. Tumor Mesensimal dan Tumor Endokrin
CB.
CC. Tumor jenis ini jarang ditemukan sehingga penatalaksanaannya sangat spesifik.
CD. Catatan :
CE. Pada semua tindakan debulking, tumor mediastinum harus disiapkan pemasangan
stent trakeobronkial,
CF.uPrognosa
Tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat sembuh sendiri
setelah diberikan pengobatan adekuat terhadap penyakit dasarnya.

Refrat Efusi Pleura

Page 20

BAB III
Kesimpulan
Cairan antara pleura memang dibutuhkan agar meminimalisir gesekan antar pleura,
akan tetapi apabila cairan tersebut terakumulasi terlalu banyak dapat menimbulkan efusi
pleura. Efusi pleura terbanyak bersifat eksudat dan disebabkan oleh malignansi dan
tuberkulosis. Karakteristik efusi eksudatif adalah unilateral, melibatkan hemitoraks kanan
dan bersifat masif. Karakteristik efusi transudatif adalah bilateral, melibatkan hemitoraks
kanan dan bersifat tidak masif. Efusi pleura tuberkulosis mempunyai median LDH dan
protein cairan pleura serta rasio protein cairan pleura terhadap serum lebih tinggi tetapi
tidak berbeda bermakna dibandingkan efusi pleura ganas sedangkan efusi pleura ganas
memiliki median leukosit lebih tinggi. Gradien albumin EPG lebih tinggi dan berbeda
bermakna dibandingkan efusi TB.
Dalam menegakan diagnosis efusi pleura membutuhkan beberapa langkah, mulai dari
anamnesa, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa biasanya
pasien merasa sesak, dan sesak dirasa semakin memberat apabila pasien beraktifitas. Dari
pemeriksaan fisik biasanya didapatkan ketertinggalan nafas, suara redup pada saat perkusi
di daerah efusi pleura, dan suara nafas vesikuler yang melemah saat auskultasi. Dari
pemeriksaan penunjang kita dapat melihat gambaran efusi pleura (radiologi), selain itu
kita juga dapat mementukan etiologi dari efusi pleura (pemeriksaan cairan pleura).
Dalam tatalaksana efusi pleura biasa dilakukan pemasangan WSD, dengan
pemasangan alat tersebut cairan dalam pleura dapat dikeluarkan. Selain dikeluarkan
cairan dalam pleura juga dapat diperiksa untuk menegakan diagnosis efusi, agar dapat
mengarahkan kita pada tatalaksana yang akan kita ambil. Pemantauan setelah tindakan
juga dibutuhkan

karena

komplikasi

dari tindakan

pneumothoraks.

Refrat Efusi Pleura

Page 21

pemasangan WSD

adalah

Daftar pustaka
1. Witmer LM. Clinical anatomy of the pleural cavity & mediastinum. [Internet].
Cited: 2012 Nov 10. Available from: http://www.oucom.ohiou.edu/dbmswitmer/Downloads/Witmer-thorax.pdf
2. Sherwood Lauralee. Human Physiology : From Cells to Systems. Edisi 6 502
504. EGC : 2007
3. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi ke dua, EMS. Jakarta :
2008.
4. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
2329 2326. Jakarta : 2009.
5. BST Pleural Disease Guideline 2010.
6. Black Edward, Fowkes L, Lau Kelvin KW, Shah Nehal. A Cervical to
Investigating Pleural Disease.
7. Schleder Stephan dkk, Bedside Diagnosis of Pleural Effusion with Latest
Generation Hand-Carried Ultrasound Device in Intensive Patients
8. Hariadi Slamet, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit
Paru FK UNAIR RSUD DR SOETOMO. Surabaya. 2010.
9. Mardia Andi Iskandar. Efusi Pleura Transudat. Divisi Pulmologi dan Alergi
Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU RSUP. H. Adam Malik.
Medan
10. Khairani Rita, Syahruddin Elisna, Partakusuma Lia Gardenia. Karakteristik Efusi
Pleura di Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indo Vol. 32 No.3, Juli 2012
11. http://www.morphostlab.com/direktori-penyakit/respiratory-direktori-penyakit/asampai-e-respiratory-direktori-penyakit/pleura-effusion-efusi-pleurarespiratory.html
12. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-asuhankepe-5141-2babii.pdf
13. http://www.patient.co.uk/health/pleural-effusion
14. http://thorax.bmj.com/content/58/suppl_2/ii8.extract

Refrat Efusi Pleura

Page 22

Anda mungkin juga menyukai