dengan menguraikannya kedalam dimensi dan elemen. Dengan menentukan perilaku yang
berhubungan dengan sebuah konsep, kita dapat mengukur variabel. Tentu saja, pertanyaan akan
mengundang respon pada beberapa skala yang dilekatkan padanya (seperti sangat sedikit atau
sangat banyak).
C. Apa yang Bukan Definisi Oprerasional
Sama pentingnya dengan memahami apa yang dimaksud dengan definisi operasional,
adalah mengingat apa yang bukan. Definisi operasional tidak menjelaskan korelasi konsep. Jelas
bahwa mendefinisikan sebuah konsep secara operasional tidak meliputi penguraian alasan, latar
belakang, konsekuensi, atau korelasi konsep. Sampai tingkat tertentu, hal tersebut menjelaskan
karakteristik yang dapat diamati dalam rangka mengukur konsep. Adalah penting untuk
mengingat hal ini, karena jika kita mengoperasionalkan konsep secara tidak tepat atau
mengacaukannya dengan konsep lain, kita tidak akan memperoleh ukuran yang valid dan
penelitian akan menjadi tidak ilmiah.
D. Tinjauan Definisi Operasional
Kita telah menelaah bagaimana mendefinisikan konsep secara operasional, membingkai,
dan mengajukan pertanyaan yang tepat untuk mengukur konsep. Definisi operasional adalah
perlu untuk mengukur konsep abstrak seperti hal-hal yang biasanya jatuh ke dalam wilayah
subjektif perasaan dan sikap. Suatu artikel akan memberitahu anda kapan ukuran tersebut dibuat,
oleh siapa dan berapa lama ukuran tersebut telah digunakan. Hanya instrument yang disusun
dengan baik, yang telah didefinisikan secara operasional dengan teliti, yang akan diterima dan
sering dipakai oleh para peneliti lain.
E. Skala
Skala adalah suatu instrument atau mekanisme untuk membedakan individu dalam hal
terkait variabel minat yang kita pelajari. Skala atau instrument bisa menjadi sesuatu yang mentah
dalam pengertian bahwa hal tersebut hanya akan mengategorikan individu secara luas pada
variabel tertentu, atau menjadi instrument yang disetel dengan baik yang akan membedakan
individu pada variabel dengan tingkat kerumitan yang bervariasi.
Ada empat tipe skala dasar: nominal, ordinal, interval, dan rasio. Tingkat kerumitan
dimana skala ditentukan dengan baik meningkat secara progresif seiring mereka bergerak dari
skala nominal ke rasio. Yaitu, informasi mengenai variabel bisa diperoleh secara lebih rinci jika
kita menggunakan skala interval atau rasio disbanding dua skala lainnya. Saat kalibrasi atau level
skala meningkat dalam hal kerumitannya, kekuatan skala pun meningkat. Dengan skala yang
lebih kuat, peningkatan analisis data yang rumit dapat dilakukan, pada gilirannya, berarti bahwa
jawaban yang lebih tepat bisa ditemukan untuk pertanyaan penelitian. Tetapi, variabel tertentu
lebih mudah diteliti dengan skala yang lebih kuat disbanding lainnya.
a) Skala Nominal
Skala nominal adalah skala yang memungkinkan peneliti untuk menempatkan
subjek pada kategori atau kelompok tertentu.
b) Skala Ordinal
Skala ordinal tidak hanya mengategorikan variabel-variabel untuk menunjukkan
perbedaan di antara berbagai kategori, tetapi juga mengurutkannya ke dalam beberapa
cara. Skala ini menyediakan lebih banyak informasi dibandingkan skala nominal. Tetapi,
perhatikan bahwa skala ordinal tidak member petunjuk apa pun mengenai besaran
(magnitude) perbedaan antar tingkat.
c) Skala Interval
Skala interval memungkinkan kita melakukan operasi aritmetika tertentu terhadap
data yang dikumpulkan dari responden. Sementara, skala nominal hanya memungkinkan
kita untuk membedakan kelompok secara kuantitatif dengan mengategorikannya kedalam
kumpulan yang saling eksklusif dan lengkap secara kolektif, skala ordinal untuk
mengurutkan tingkatan preferensi, skala interval memampukan kita mengukur jarak
antara setiap dua titik pada skala.
Jadi, skala interval menentuka perbedaan, urutan, dan kesamaan besaran perbedaan
dalam variabel. Karena itu, skala interval lebih kuat dibanding skala nominal dan ordinal,
dan bisa diukur tendensi sentralnya dengan rata-rata aritmetik. Ukuran dispersinya adalah
kisaran , standar deviasi, dan varians.
d) Skala Rasio
Skala rasio mengatasi kekurangan titik permulaan yang berubah-ubah pada skala
interval, yaitu skala rasio memiliki titik nol absolute, yang merupakan titik ukur yang
berarti. Jadi, skala rasio tidak hanya mengukur besaran perbedaan antartitik pada skala,
namun juga menunjukkan proporsi dalam perbedaan.
F. Tinjauan Skala
Empat skala yang dapat diterapkan pada pengukuran variabel adalah skala nominal,
ordinal, interval, dan rasio. Skala nominal menyoroti perbedaan dengan klasifikasi objek atau
orang kedalam kelompok, dan menyediakan informasi yang paling sedikit mengenai variabel.
Skala ordinal memberikan beberapa informasi tambahan dengan mengurutkan tingkatan kategori
skala nominal. Skala interval tidak hanya mengurutkan, namun juga memberi kita informasi
besaran perbedaan dalam variabel. Skala rasio tidak hanya menunjukkan besaran perbedaan,
tetapi juga proporsinya. Perkalian atau pembagian akan mempertahankan rasio tersebut. Saat kita
bergerak dari skala nominal ke rasio, kita memperoleh ketepatan yang semakin tinggi dalam
mengkuantifikasikan data, dan fleksibilitas yang lebih besar dalam menggunakan uji statistic
yang lebih canggih. Karena itu, kapanpun jika memungkinkan dan tepat, skala yang lebih tinggi
harus digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti.
G. Dimensi Internasional dari Definisi Operasional dan Penyusunan Skala
a) Definisi Operasional
Dalam melakukan penelitian transnasional, penting untuk mengingat bahwa variabel
tertentu memiliki arti dan konotasi berbeda dalam kebudayaan yang berbeda. Jadi, adalah sangat
bijaksana jika peneliti yang berasal dari sebuah Negara dengan bahasa yang berbeda mencari
bantuan dari sarjana local untuk mendefinisikan secara operasional konsep-konsep tertentu
ketika melakukan penelitian lintas budaya.
b) Penyusunan Skala
Sebagai bagian dari kepekaan terhadap definisi operasional konsep dalam kebudayaan
lain, persoalan penyusunan skala juga perlu mendapat perhatian dalam penelitian lintas budaya.
Kebudayaan yang berbeda bereaksi secara berbeda pada persoalan penyusunan skala.
Dengan demikian, dalam menentukan instrument untuk penelitian lintas budaya, kita harus
berhati-hati terhadap definisi operasional dan metode penyusunan skala yang digunakan.
Validitas atau kesahihan menunjukan pada kemampuan suatu instrumen (alat pengukur)
mengukur apa yang harus diukur, seseorang yang ingin mengukur tinggi harus memakai
meteran, mengukur berat dengan timbangan, meteran, timbangan merupakan alat ukur yang valid
dalah kasus tersebut. Dalam suatu penelitian yang melibatkan variabel/konsep yang tidak bisa
diukur secara langsung, maslah validitas menjadi tidak sederhana, di dalamnya juga menyangkut
penjabaran konsep dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun bagaimanapun
tidak sederhananya suatu instrumen penelitian harus valid agar hasilnya dapat dipercaya.
Menurut Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Menurut
Arikunto (1999) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes.
Menurut Nursalam (2003) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian validitas di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa validitas adalah suatu standar ukuran yang menunjukkan ketepatan dan
kesahihan suatu instrumen.
Menurut Arikunto (1999) suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa
yang hendak diukur. Tes memiliki validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan kriteria,
dalam arti memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria.
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur
yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan
gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan
yang sekecil- kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam
bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita
harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannnya valid, yaitu tepat
dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup
cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat
emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.
Demikian pula kita ingin mengetahui waktu tempuh yang diperlukan dalam perjalanan
dari satu kota ke kota lainnya, maka sebuah jam tangan biasa adalah cukup cermat dan karenanya
akan menghasikan pengukuran waktu yang valid. Akan tetapi, jam tangan yang sama tentu tidak
dapat memberikan hasil ukur yang valid mengenai waktu yang diperlukan seorang atlit pelari
cepat dalam menempuh jarak 100 meter dikarenakan dalam hal itu diperlukan alat ukur yang
dapat memberikan perbedaan satuan waktu terkecil sampai kepada pecahan detik
yaitu stopwatch.
Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan
tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan
atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang
dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati
keadaan sebenarnya.
B. Jenis-jenis Validitas
Menurut Sudijono (2009) terdapat berbagai jenis validitas, antara lain:
1. Pengujian Validitas Tes Secara Rasional
Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran,
validitas yang diperoleh dengan berpikir secara logis.
a. Validitas Isi (Content Validity)
Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen
mengukur isi (konsep) yang harus diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur
mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur.
Validitas isi dari suatu tes hasil belajar adalah validitas yang
diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelususran atau pengujian
terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Validitas isi
adalah yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil
belajar yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil
belajar peserta didik, isisnya telah dapat mewakili secara representatif
terhadap keseluruhan materi atau bahkan pelajaran yang seharusnya
diteskan (diujikan).=
Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi
bidang studi tersebut, pengukuran motivasi harus mampu mengukur
seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep motivasi, dan demikian juga
untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan validitas isi
terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia
berpendapat bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang
mirip
(reliabilitas
antar
penilai).
B. Reliabiltas dalam penelitian
1. Ketergantungan (dependability).
Konsep ketergantungan berkaitan erat dengan keterandalan. Hasil dari
pengujian awal diharapkan akan konsisten dengan pengujian-pengujian
berikutnya.
stabilitas.
Reliabilitas terwakili (representative reliability)
Mengacu
pada
keterandalan
masing-masing grup.
Menguji
apakah
berbeda-beda.
Reliabilitas seimbang (equivalence reliability)
Menerapkan banyak indikator yang dapat
semua konsepsi pengukuran.
dioperasionalisasikan
menggunakan
ke
dua
instrumen untuk mengukur konsep yang sama pada tingkat kesulitan yang sama.
Reliabilitas atau tidaknya pengujian akan ditentukan dari hubungan dua
skor instrumen,
atau
lebih
dikenal
dengan
hubungan
antara variabel