Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL PENGAJUAN SKRIPSI

ANALISIS KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI ASEAN (AGREEMENT ON


TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION)

Disusun Oleh :
Dwi Putri Anggraini
16071016

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................................
A.
B.
C.
D.

LATAR BELAKANG.......................................................................................................
PERUMUSAN MASALAH.............................................................................................
TUJUAN PENELITIAN...................................................................................................
KEGUNAAN PENELITIAN............................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN..............................................................................................


A. KERANGKA MASALAH................................................................................................
B. OPERASIONAL KONSEP DAN TEORI........................................................................
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kebakaran hutan Indonesia dan kabut asap yang dihasilkan merupakan isu lingkungan yang
menjadi pusat perhatian negara anggota ASEAN, terutama negara yang letaknya
bersebelahan dengan Indonesia. Pasalnya kabut asap yang merupakan hasil dari kebakaran
hutan tersebut menyebar hingga ke negara-negara tetangga Indonesia. Menimbulkan dampak
buruk yang tidak sedikit dan meresahkan bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga negara lain
terutama bagi negara Malaysia dan Singapura yang letaknya sangat dekat dengan Indonesia
di sektor ekonomim sosial dan lain-lain. Contohnya saja mulai dari pernapasan yang
terganggu, jarak pandang yang terhalang oleh kabut, penundaan penerbangan pesawat
terbang jurusan tertentu, sampai terhambatnya produktivitas masyarakat.
Sebenarnya kebakaran hutan di Indonesia telah terjadi dalam beberapa periode. Di mulai dari
tahun 1982 sampai 1983, kebakaran terjadi di daerah Kalimantan Timur dan menghabiskan
lahan sebesar 210.000 km. Penyebab kebakaran adalah karena dua faktor. Faktor pertama
yaitu adanya kebijakan pengelolaan hutan pada masa Presiden Suharto sedangkan faktor
kedua adalah iklim El-Nino. Meningkatnya produksi kayu di Indonesia dan kebijakan
pemerintah yang menjadikan hampir seluruh kawasan sebagai hak pengusaan hutan
mengakibatkan kebakan terjadi. Iklim El-Nino kembali menjadi penyebab kebakaran hebat
hutan Indonesia pada tahun 1997 sampai 1998. Beberapa hutan di daerah Indonesia di daerah
Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi dan Sumatra mengalami kebakaran yang cukup
hebat.Indonesia diperkirakan telah kehilangan kawasan hutannya sebesar 10 juta hektar.
Tahun 2005 sampai 2007 merupakan tahun terjadinya kebakaran hutan terbesar untuk yang
kedua kalinya. Akibat insiden ini Indonesia kehilangan lahan sebesar 65.167,1 Ha yang
tersebar di berbagai provinsi yaitu, Kalimantan Tengah sebesar 1.865,10 Ha, Jambi sebesar
3.797 Ha, Lampung sebesar 700 Ha, dan Sumatera Selatan sebesar 58.805 Ha.
Pada bulan Januari sampai Juli tahun 2011 kebakaran hutan terjadi. Sebesar 71% kawasan
yang perkebunan masyarakat mengalami kebakaran. Sedangkan sebesar 23% kawasan hutan
terbakar karena ulah dari para perambah hutan. Tercatat pada sepanjang tahun 2011 lahan

seluas 10.142,56 hektare mengalami kebakaran, dengan rincian kawasan lahan seluas
7.112,90 hektare dan kawasan hutan seluas 3.029 hektare.

B. PERUMUSAN MASALAH
Untuk menghindari dampak yang semakin memburuk dari kebakaran hutan dan lahan serta
kabut asap lintas batas negara, maka negara anggota ASEAN mulai menyepakati sebuah
kerangaka kerjasama yaitu Strategic Plan Of Action on Environment 1999-2004

yang

disepakati pada tahun 1997 dan 1998. Tujuan dari kerjasama tersebut adalah untuk mengatasi
polusi kabut asap yang memasuki lintas batas negara yang dihasilkan dari kebaran hutan
negara anggota ASEAN dan wilayah Asia Tenggara. Hal ini tidak lepas dari bencana
kebakaran hutan di Indonesai yang memberikan dampak paling besar di Asia Tenggara.
Sebagai tindakan lanjut dari ASEAN maka terbentuklah sebuah forum dengan nama Haze
Technical Task Force (HTTF). Forum ini dibentuk pada September 1995 ketika diadakannya
pertemuan ASEAN yang keenam di Bali. Saat itu Indonesai diberikan amanah untuk menjadi
ketua dalam forum tersebut. Forum ini bertujuan untuk memusatkan segala kegiatan yang
berkaitan dengan segala upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan juga pencemaran
polusi kabut asap lintas batas di kawasan ASEAN.
Kerjasama tersebut berkembang menjadi semakin nyata dengan diadakannya perjanjian
ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang ditandatangani oleh
negara-negara anggota ASEAN. Perjanjian tersebut membahas menganai pencemaran kabut
asap lintas batas negara. Sejak 25 November 2003 perjanjian tersebut resmi berlaku dan telah
di tandatangani dan diratifikasi oleh delapan negara yaitu, Laos, Myanmar, Kamboja,
Malaysia, Vietnam, Singapura dan Thailand, menyusul Filipina pada tahun 2010 sebagai
negara kesembilan. Namun Indonesia hanya mendatangani perjanjian tersebut dan tidak
meratifikasinya.
Sudah hampir hampir sebelas tahun Indonesia tetap teguh untuk tidak meratifikasi perjanjian
AATHP. Baru pada tahun 16 September 2014 Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut. Apa
yang membuat kebijakan Indonesia berubah? Siapa saja aktor yang ikut terlibat dalam

perubahan kebijakan Indonesia dalam meratifikasi perjanjian tersebut? Apa saja kepentingan
masing-masing para aktor?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Menganalisis siapa saja aktor yang terlibat dalam pengambilan kebijakan Indonesia
meratifikasi Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATH)?
2. Apa saja yang mempengaruhi para aktor tersebut dalam mengambil kebijakan?
3. Bagaimana sikap para aktor yang terlibat sehingga dapat menghasilkan keputusan?
4. Apa saja kepentingan setiap aktor yang terlibat?
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan menambah pengetahuan mengenai
pengambilan kebijakan Indonesia meratifikasi Agreement On Transboundary Haze Pollution
(AATH).

BAB II
KERANGKA TEORI
A. KERANGKA PEMIKIRAN MASALAH

Negara Anggota
Agreement On
Transboundary Pollution

Indonesia

Bargaining Game

WWF dan NGO


Lingkungan Lainnya

Perusahaan Industri
kayu dan Kertas

Kebijakan Luar Negeri


Indonesia meratifikasi
perjanjian Agreement On
Transboundary Pollution

B. OPERASIONAL KONSEP DAN TEORI

1. Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional adalah kemampuan minumum negara untuk melindungi, dan
mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjuan
ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya
kerjasama atau konflik.
(Morgenthau, 1951)
Morgenthau menyatakan bahwa kepentingan nasional selalu mendahului dan diprioritaskan
negara dibanding kepentingan regional. Bertahannya suatu aliansi bukan karena ikatan moral
anatara negara anggota melainkan karena aliansi bermanfaat dan memberikan keuntungan
serta keamanan timbal balik bagi negara anggota. Kepentingan nasional merupakan tolak
ukur bagi para pengambil keputusan untuk menentukan tindakan. Karena itu setiap kebijakan
luar negeri adalah cerminan dari kepentingan nasional.

2. Teori Model Analisis


Untuk mengalisis kebijakan Indonesia meratifikasi Agreement On Transboundary Haze
Pollution (AATH), penulis menggunakan teori Graham T. Allison tentang tiga model
pembuatan keputusan politik luar negeri, yaitu:
a. Model 1: Aktor Rasional
Dalam model ini, politik luar negeri merupakan akibat dari aktor rasional yang sengaja
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Pembuatan kebijakan luar negeri merupakan
proses intelektual. Perilaku pemerintahnya diibaratkan sebagai individu yang rasional
sehingga bernalar dan berkoordinasi. Individu akan berusaha menetapkan pilihan dari
alternatif-alternatif yang ada. Unit analisis dari model ini adalah kebijakan yang diambil
pemerintah, sehingga pusat perhatiannya adalah:

1. Apa saja kepentingan nasional dan tujuan suatu negara.


2. Alternatif apa saja yang ada.
3. Perhitungan cost and benefit atas alternatif yang ada.
b. Model 2: Proses Organisasi
Dalam model ini, politik luar negeri digambarkan sebagai hasil kerja dari sebuah organisasi
besar yang mempunyai fungsi menurut suatu pola perilaku. Pembuatan kebijakan luar negeri
bukan lagi semata-mata dilakukan secara proses intelektual melainkan secara proses mekanis.
Pembuatan kebijakan merujuk pada keputusan yang telah diambil sebelumnya, prosedur yang
rutin dan pada peran yang ditetapkan bagi unit birokrasi tersebut. Pola perilaku ini disebut
standard operational procedure (SOP).
c. Model 3: Politik-Birokratik
Dalam model ini, politik luar negeri merupakan hasil dari proses interaksi, adaptasi dan
perpolitikan diantara aktor-aktor dan organisasi ini disebut proses sosial. Bargaining game
(permainan tawar-menawar) adalah asumsi utama dari model ini. bahwa dalam politik luar
negeri terjadi proses permainana tawar-menawar antara para aktor yang terlibat untuk
mendapatkan kepentingannya masing-masing.
Masing-masing aktor dalam model ini digambarkan sebagai individu yang bersikap rasional
dalam mencapai tujuan dan menetapkan pilihan diantara alternatif yang ada melalui proses
intelektual. Maka terjadilah permainan tawar-menawar antara para aktor. Dalam bargaining
game, tidak ada pemain yang dapat mendapatkan semua keinginannya, selalu ada pamrih
yang berbeda untuk setiap isu yang diperdebatkan. Dalam bargaining game yang harus
diketahui adalah:
a. Siapa saja aktor yang bermain.
b. Hal yang menentukan sikap masing-masing aktor.
c. Bagaimana sikap para aktor yang terlibat sehingga dapat menghasilkan keputusan .
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan model ketiga, yaitu politik-birokratik.
Dimana dalam pengambilan kebijakan Indonesia dalam ratifikasi Agreement On
Transboundary Haze Pollution (AATH) banyak aktor yang terlibat selain Indonesia dan

mereka mempunyai kepentingan masing-masing yang berbeda. Sehingga terjadi permainan


tawar-menawar (bargaining game) dan mempengaruhi keputusan Indonesia untuk
menandatangani perjanjian AATH padahal sebelumnya Indonesia enggan meratifikasi
perjanjian tersebut.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. TIPE PENELITIAN
Tipe penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tipe deskriftif, yaitu
menggambarkan, mencatat, menganalisis, serta menginterpretasikan kondisi-kondisi
atau peristiwa-peristiwa yang terkait dengan permasalahan dengan menguraikan.
Sehingga, penelitian ini kemudian diharapkan bisa memberikan penggambaran
mengenai kebijakan luar negeri Indonesia menyangkut ratifikasi ratifikasi Agreement
On Transboundary Haze Pollution (AATH). Siapa saja aktor yang bermain dan apa
saja kepentingan aktor tersebut.
B. JENIS DATA DAN SUMBER DATA
Jenis data yang akan dilakukan dalam metode penelitian ini adalah kualitatif dengan
sumber data dalam penelitian ini akan menggunakan dua jenis data, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dari peneliti dari website-website resmi
yang berhubungan dengan kebijakan luar negeri Indonesia menyangkut ratifikasi
ratifikasi Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATH). Sedangkan data
sekunder yaitu didapat dari literatur, artikel, jurnal, serta situs internet yang berkenaan
dengan permasalahan kebijakan luar negeri Indonesia menyangkut ratifikasi ratifikasi
Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATH).
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
cara studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan informasi dari sumber-sumber
cetak dan elektronik.
D. ANALISIS DATA
Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik analisis data kualitatif. Penulis akan menyimpulkan dan memberikan jawaban
atas fenomena di lapangan dari data-data yang diperoleh ke dalam bentuk sederhana.

DAFTAR PUSTAKA
Morgenthau, H. J. (1951). In Defense of the National Interest A Critical Examnination of
American Foreign Policy. New York: University Press of America.

Maseod, Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: displin dan metodologi. (Jakarta: LP3ES,
1990)
ASEAN

agreement

on

transboundary

haze

pollutions,

pada

http://www.aseansec.org/pdf/agr_haze.pdf diakses tanggal: 19 Maret 2015 pukul 20.00


WIB
Kepentingan Indonesia Tidak Meratifikasi ASEAN Agreement On Transboundary Haze
pollution

(AATHP)

Tahun

2002-2012,

pada

http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3225/Jurnal%20Imiah.
%20Agustia%20Putra%20(0901120048)%20Hubungan%20Internasional.pdf?
sequence=1 diakses tanggal: 19 Maret 2015 pukul 20.28 WIB

RI

Serahkan

Ratifikasi

Perjanjian

Kabut

Asap

ASEAN,

http://www.tempo.co/read/news/2015/01/20/206636266/RI-Serahkan-RatifikasiPerjanjian-Kabut-Asap-ASEAN. Diakses pada tanggal 20 Maret 2015

pada

Anda mungkin juga menyukai