Anda di halaman 1dari 6

BAB I

LATAR BELAKANG
1.1 DIAGNOSIS KOMUNITAS
Kedokteran komunitas

(community medicine)

adalah cabang kedokteran yang

memusatkan perhatian kepada kesehatan anggota-anggota komunitas, dengan menekankan


diagnosis dini

penyakit, memperhatikan faktor-faktor yang membahayakan (hazard)

kesehatan yang berasal dari lingkungan dan pekerjaan, serta pencegahan penyakit pada
komunitas (The Free Dictionary, 2010). Kedokteran komunitas memberikan perhatian tidak
hanya kepada anggota komunitas yang sakit tetapi juga anggota komunitas yang sehat. Sebab
tujuan utama kedokteran komunitas adalah mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan
anggota-anggota komunitas. Karena menekankan upaya pencegahan penyakit, maka
kedokteran komunitas kadang-kadang disebut juga kedokteran pencegahan (preventive
medicine).

Kedokteran komunitas

memberikan pelayanan komprehensif dari preventif,

promotif, kuratif hingga rehabilitatif.


Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam kedokteran komunitas ialah diagnosis
komunitas. Diagnosis komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu
masalah dengan cara pengumpulan data di masyarakat (lapangan). Dengan demikian kegiatan
diagnosis komunitas dilakukan dalam bentuk survey.
TUJUAN DIAGNOSA KOMUNITAS

Menentukan masalah kesehatan yang ada dalam suatu komunitas atau masyarakat

Menentukan sumber daya yang ada untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut

Menetukan intervensi pemecahan terhadap masalah komunitas.

LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSA KOMUNITAS

Menentukan area masalah kesehatan

Menentukan instrument pengumpulan data

Mengumpulkan data

Menganalisis data

Menyusun intervensi pemecahan masalah

Melaksanakan intervensi pemecahan masalah

1.2 PRILAKU MEROKOK


Fenomena merokok di kalangan ramaja usia sekolah bukan pemandangan asing lagi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan,
sebelum tahun 1995 prevalensi remaja terhadap rokok hanya tujuh persen. Pada 2010 naik
menjadi 19 persen. 54,1 persen orang di atas usia 15 tahun merokok dan 43,3 persen dari
jumlah keseluruhan perokok mulai merokok pada rentang usia 14-19 tahun. Jumlah perokok
usia remaja di Indonesia terus meningkat. Secara keseluruhan, Indonesia menempati
peringkat lima di dunia sebagai jumlah perokok terbanyak di bawah China, AS, Jepang, dan
Rusia.
Hasil riset Lembaga Menanggulangi Masalah Rokok (Republika 1998) melaporkan
bahwa anak-anak di Indonesia sudah ada yang memulai pada usia 9 tahun. Smet (1994)
mengatakan bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara 11-13 tahun
dan mereka umumnya merokok sebelum usia 18 tahun. Hampir sebagian memahami akibatakibat yang berbahaya dari merokok tetapi mengapa mereka tidak mencoba menghindari
prilaku tersebut?
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi prilaku merokok pada remaja. Secara umum
Kurt Lewn, bahwa prilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Faktorfaktor dari dalam diri remaja dapat dilihat dari kajian perkembangan remaja. Remaja mulai
merokok dikatakan oleh Erikson(Gatchel, 1989) berkaitan dengan krisi aspek psikososial
yang dialami pada masa perkembangannya, yaitu mencari jati diri. Di sisi lain, saat
mengkonsumsi rokok, gejala-gejala yang mungkinterjadi adalah batuk-batuk, lidah terasa
getir dan perut mual. Namun, para pemula mengabaikan perasaan tersebut berlanjut menjadi
kebiasaan dan akhirnya menjadi ketergantungan. Gejala ini dapat dijelaskan dari konsep
tobacco dependency(ketergantungan rokok). Artinya, prilaku merokok merupakan prilaku
yang menyrnangkan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan
sifat nikotin adalah adiktif, jika dihentikan tiba-tiba akan menimbulkan stress.
Pada dasarnya prilaku merokok adalah prilaku yang dipelajari, hal ini berarti ada pihakpihak yang berpengaruh besar dalam bersosialisasi. Konsep sosialisasi pertama berkembang
dari sosiologi dan psikologi sosial merupakan suatu proses transmisi nilai-nilai, sikap ataupun
prilaku dari generasi ke generasi(durkin,1995). Transmisi vertikal dilakukan oleh orangtua
dan transmisi horizontal dilakukan oleh teman sebaya.
1.3 PERTANYAN ILMIAH
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku merokok di kalangan remaja?
1.4 TUJUAN
a. Tujuan Umum
2

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dengan prilaku merokok siswa di


SMK 39 Jakarta.
b. Tujuan Khusus
o Untuk mengetahui faktor pengetahuan dengan prilaku merokok siswa
o Untuk mengetahui faktor lingkungan teman sebaya dengan prilaku merokok siswa.
o Untuk mengetahui sikap orang tua terhadap prilaku merokok siswa
o Untuk mengetahui faktor psikologis dengan prilaku merokok siswa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
PENGERTIAN PRILAKU MEROKOK
Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam menanggapi
stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia yang dapat diamati adalah
perilaku merokok. Merokok merupakan hal yang biasa dilihat di berbagai tempat dan
kesempatan. Kebiasaan merokok dilakukan oleh orang dewasa dan ternyata telah merambah
juga ke dunia anak-anak. Pengertian Merokok menurut Sitepoe (2000) adalah membakar
tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan
pipa. Sedangkan Poerwadarminta (1995) mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok,
sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas.
Subanada (2004) menyatakan merokok adalah sebuah kebiasaan yang dapat memberikan
kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi
si perokok itu sendiri maupun orang-orang disekitarnya.
Armstrong (1990) mendefinisikan merokok adalah menghisap asap tembakau yang
dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Pendapat lain dari Levy
(1984) menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorng berupa
membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orangorang di sekitarnya.
Menurut Sumarno (Mulyadi, 2007) menjelaskan cara merokok yang lazim dibedakan
menjadi dua cara yaitu cara yang pertama dengan menghisap dan menelan asap rokok ke
dalam paru-paru kemudian dihembuskan. Cara yang kedua dilakukan dengan lebih moderat
yaitu hanya menghisap sampai mulut kemudian dihembuskan melalui mulut atau hidung.
Perilaku merokok merupakan salah satu kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan dan
menyebabkan ketergantunagn pada perokok.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah
suatu aktivitas membakar rokok dan kemudian menghisapnya dan menghembuskannya
keluar dan dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya serta
dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu sendiri maupun orang-orang
disekitarnya.
Levethal & Clearly dalam Cahyani dan dikutip kembali oleh Helmi bahwasanya
terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu:
1. Tahap Preparatory. Seseorang yang mendapatkan gambaran yang menyenangkan
mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan. Hal-hal
ini menimbulkan minat untuk merokok.
2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap seseorang meneruskan untuk
tetap mencoba-coba merokok.
3. Tahap becoming smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebnayak
empat batang perhari maka seseorang tersebut mempunyai kecenderungan menjadi
perokok.
4. Tahap maintenance of smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian
dari cara pegaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek
fisiologis yang menyenangkan.
TEORI LAWRENCE GREEN
Green menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa
kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes)
dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1) Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2) Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
4

3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
2.1 KERANGKA TEORI
Predisposition

Pengetahuan tentang rokok kurang


Kepuasan psikologis
Usia remaja (15-18 tahun)
Enabling

Prilaku

Fasilitas : rokok dijual bebas di


warung
Pengaruh iklan rokok

Merokok

Renforcing

Lingkungan teman sebaya


Sikap permitif orang tua

2.3 KERANGKA KONSEP

Kepuasan Psikologis

Prilaku
Lingkungan Teman Sebaya

Merokok

Sikap permitif Orangtua


2.4 DEFINISI OPERASIONAL
Variabel

Definisi

Cara Ukur

HasilUkur

Skala

Perilaku
merokok

Kepuasan

Aktifitas subjek yang berhubungan dengan Intensitas


perilaku merokoknya yang diukur melalui
waktu
intensitas waktu dan fungsi merokok dalam Fungsi
kehidupan sehari-hari.
merokok
Akibat atau efek yang diperoleh dari
merokok yang berupa keyakinan dan
perasaan yang menyenangkan yang
dirasakan oleh subjek.

Efek merokok
Perasaan
subjek

Lingkungan
teman sebaya

Sejauh mana subjek mempunyai teman


sebaya atau kelompok teman sebaya yang
merokok dan mempunyai penerimaan
positif terhadap perilaku merokok.

Pengaruh
teman

Sikap permitif
orang tua

Bagaimana penerimaan keluarga terhadap


perilaku merokok. Semakin tinggi skor
yang diperoleh subjek makin besar
kemungkinan pengaruh keluarga terhadap
pembentukan perilaku merokok.

psikologis

Anda mungkin juga menyukai