PENDAHULUAN
Psoriasis adalah penyakit dengan penyebab autoimun, bersifat kronik dan
residif, yang ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan. Walaupun kondisi ini tidak
mengancam nyawa atau menyebabkan kematian, kondisi ini dapat menyebabkan
gangguan kosmetik, terlebih lagi mengingat bahwa perjalanannya bersifat menahun
dan residif. Psoriasis dapat menyerang perempuan maupun laki-laki dengan resiko
yang sama. Psoriasis dapat muncul pada usia kapan saja, akan tetapi posriasis jarang
ditemukan pada usia kurang dari 10 tahun. Kondisi ini lebih sering muncul pada usia
15-30 tahun.
Psoriasis merupakan salah satu peradangan kulit yang paling sering terjadi di
negara-negara barat dimana hampir 2% dari penduduknya pernah menderita psoriasis
selama masa hidupnya. Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi dibandingkan
penduduk kulit berwarna. Hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti
mengapa psoriasis bisa timbul. Pada kebanyakan kasus ada pengaruh yang kuat dari
faktor genetik, terutama bila penyakit mulai diderita pada awal remaja atau dewasa
muda, akan tetapi walaupun biasanya didapatkan adanya riwayat keluarga, seringkali
tidak didapatkan pola keturunan yang jelas pada penderita psoriasis. Terdapat tiga
faktor yang berperan dalam patogenesa psoriasis yaitu faktor genetik, faktor
imunologik dan berbagai faktor pencetus.
Proses penyakit ini merupakan gabungan dari hiperproliferasi epidermis dan
akumulasi sel-sel radang yang disertai pemendekan waktu transit epidermis
(epidermal turn over) dari yang normalnya sekitar 8-10 minggu (+311 jam) berubah
menjadi beberapa hari (+36 jam). Secara histopatologis gambaran utama dari kondisi
ini antara lain: (1) Epidermis yang menjadi sangat tebal atau akantosis, (2) Retensi
nukleus pada stratum korneum atau parakeratosis, (3) Peningkatan aktivitas mitosis
keratinosit, fibroblas dan sel endotel, (4) Adanya Microabsces of Munro berupa
akumulasi polimorf pada stratum korneum, serta (5) Pelebaran pembuluh kapiler pada
dermis bagian atas.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama
No. RM
Jenis Kelamin
Umur
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Suku
Status Marital
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
: Ny. S
:: Perempuan
: 31 tahun
: Islam
: SMA
: IRT
: Jawa
: Menikah
: Junjang
: 29 Juni 2015
Pasien merupakan ibu rumah tangga, tinggal dirumah bersama anak dan
suami. Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
Akhir-akhir ini pasien mengeluh banyak pikiran.
III.
Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Composmentis
TTV
: TD
: 120/80
Nadi
: 80 x
Respirasi : 24 x
Suhu
: 36,3
Kepala / Leher : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pembesaran
Thorax
Abdomen
kulit (+)
Ekstermitas
: Akral hangat, edema (-/-)
Genitalia
: tidak dilakukan pemeriksaan.
b. Status Dermatologis
Skuama
Plak Eritematosa
Lokasi
: Tangan kanan
Efloresensi : Plak eritematosa, ukuran 2-6 cm, multiple, teratur, sirkumskrip
disertai dengan skuama berlapis-lapis.
IV.
Pemeriksaan Penunjang
4
V. Resume
Seorang perempuan usia 31 tahun datang ke poliklinik penyakit kulit dan
kelamin RSUD Arjawinangun pada tanggal 29 Juni 2015 dengan keluhan, timbul
bercak-bercak kemerahan pada tangan sejak 3 minggu yang lalu. Bercak
kemerahan tersebut mulai timbul pada tangan pasien disertai skuama yang
berlapis-lapis. Kulit terasa kering dan terasa gatal sedang. Nyeri dan rasa baal
tidak dikeluhkan pasien. Pasien tidak demam sebelumnya. Pasien tidak memiliki
alergi makanan maupun obat-obatan. Pasien merupakan ibu rumah tangga,
tinggal dirumah bersama anak dan suami. Pasien tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol. Akhir-akhir ini pasien mengeluh banyak
pikiran.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan
secara umum dan pemeriksaan dermatologis. Pada status dermatologis,
efloresensi terdapat pada tangan kanan, tampak plak eritematosa, ukuran 2-6 cm,
multiple, teratur, sirkumskrip disertai dengan skuama berlapis-lapis.
VI.
Diagnosis Kerja
Psoriasis Vulgaris
VII.
Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik.
b.
Dermatofitosis.
c.
Sifilis psoriosiformis.
VIII. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
- Methotrexate 3 x 5 mg per minggu.
- Bethametasone cream di oles tipis pada lesi.
- Loratadine 2 x 10 mg jika gatal.
b. Non Medikamentosa
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
- Penggunaan sabun bayi untuk menjaga kelembaban kulit.
- Mencegah garukan atau gesekan.
- Cukup istirahat.
- Menghidari faktor pencetus.
a.
IX.
Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad fungtionam
Quo ad sanationam
: Ad bonam.
: Dubia ad bonam.
: Dubia ad bonam.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Psoriasis adalah penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa
bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang tebal berlapis-lapis
berwarna putih mengkilap serta transparan, disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz dan
Kobner, Psoriasis ini juga disebut dengan psoriasis vulgaris.
Epidemiologi
Bedasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada
akhir tahun 2006 didapatkan jumlah pasien kusta yang teregistrasi sebanyak 224.727
penderita. Dari data tersebut didapatkan jumlah pasien terbanyak dari benua asia
dengan jumlah pasien yang terdaftar sebanyak 116.663. Dan dari data didapatkan
india merupakan negara dengan jumlah penduduk terkena kusta terbanyak dengan
jumlah 82.901 penderita. Sementara indonesia pada tahun 2006 tercatat memiliki
jumlah penderita sebanyak 22.175 (WHO).
Diagnosa
Dagnosa ditegakkan jika ditemukan satu atau beberapa tanda kardinal; pasien
dari daerah endemik, lesi kulit karakteristik morbus Hansen dengan berkurang atau
hilangnya sensasi, terdapat pembesaran saraf perifer, ditemukannya M. leprae pada
kulit.
Diagnosis penyakit morbus Hansen didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis,
dan histopatologis. Di antara ketiganya, diagnosis secara klinislah yang terpenting
dan paling sederhana. Diagnosis klinik seseorang harus didasarkan hasil pemeriksaan
kelainan klinis seluruh tubuh orang tersebut. Sebaliknya jangan hanya didasarkan
pemeriksaan sebagian tubuh saja, sebab ada kemungkinan diagnosis klinis di wajah
berbeda dengan di tubuh, lengan, tungkai, dan sebagainya.bahkan pada satu lesi pun
dapat berbeda tipenya.
yang
meninggi,
nodus)
-
Kerusakan
saraf
PB
1-5 lesi
Hipopigmentasi/eritema,
Distribusi tidak simetris
Hilangnya sensasi yang jelas
MB
> 5 lesi
Distribusi
simetris
Hilangnya
kurang jelas
Banyak cabang saraf
lebih
sensasi
(menyebabkan hilangnya
sensasi/kelemahan
otot
yang
oleh
dipersarafi
SIFAT
LEPROMATOSA (LL)
BORDERLINE
MID
LEPROMATOSA
BORDERLINE
(BL)
(BB)
Lesi
-
Bentuk
Plakat,
Dome-
Papul, Nodus
shaped
(kubah),
punched out
Jumlah
Distribusi
Permukaan
Batas
Anastesia
dihitung.
Simetris
Hampir simetris
Asimetris
Halus berkilat
Halus berkilat
Agak
kasar, agak
berkilat
Tidak jelas
Agak jelas
Agak jelas
Tak jelas
Lebih jelas
Banyak
Agak banyak
Biasanya negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
BTA
-
Lesi kulit
Sekret hidung
Tes Lepromin
10
Diagnosis Banding
7.
Tinea korporis
Biasanya gatal, tidak terjadi hilangnya sensasi rasa, hasil pemeriksaan kerokan
8.
9.
hilangnya sensasi raba, kadang bersisik, dan terasa gatal jika berkeringat.
Tuberkulosis kutis
TBC kulit dapat menyerupai Morbus Hansen tipe tuberkuloid, memiliki dasar
imunologi yang sama dan sering tidak bisa dibedakan pola histologis. Namun,
10.
Penatalaksanaan
Prinsip - prinsip umum penatalaksanaan Morbus Hansen:
11. Memberantas perkembangan penyakit Morbus Hansen.
12. Mencegah dan mengobati reaksi.
13. Mengurangi resiko kerusakan saraf.
14. Mengobati komplikasi kerusakan saraf.
15. Merehabilitasi pasien ke masyarakat.
Medikamentosa
16. Pengobatan Morbus Hansen tipe MB pada anak (10-14 tahun) dalam bentuk Multi
Drug Treatment (MDT)
Dosis supervisi (Diminum didepan petugas kesehatan Sekali sebulan Hari ke
1) :
1 kapsul Rifampisin 300mg + 1 kapsul Rifampisin 150mg + 3 kapsul
11
17. Rifampisin
Digunakan dalam terapi kombinasi dengan obat lainnya; bekerja
menghambat bakteri DNA-dependent RNA polymerase, bersifat bakterisida
terhadap M leprae. Efek samping yang harus diperhatikan adalah
hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, flu-like syndrome, dan
erupsi kulit.
18. Dapson
Digunakan dalam terapi kombinasi. Bersifat bakterisida dan bakteriostatik
terhadap mikobakteri; mekanisme kerja menghambat pertumbuhan bakteri.
Resistensi terhadap dapson dapat terjadi primer maupun sekunder. Resistensi
sekunder terjadi oleh karena penggunaan Dapson sebagai monoterapi, dosis
yang terlalu rendah, minum obat tidak teratur, pengobatan yang terlalu lama,
setelah 4-24 tahun. Resistensi hanya terjadi pada Morbus Hansen tipe MB.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain nyeri kepala, erupsi obat,
anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropati perifer, sindrom Dapson,
hepatitis, hipoalbuminemia. Sindrom Dapson kadang muncul 6 minggu
setelah dimulainya terapi dengan dapson dan bermanifestasi sebagai
dermatitis, terkait dengan limfadenopati, hepatosplenomegali, demam dan
hepatitis, dan dapat berakibat fatal.
19. Klofazimin (Lamprene)
Digunakan dalam terapi kombinasi. Bersifat menghambat pertumbuhan
mikobakteri, mengikat rantai DNA mikobakteri. Memiliki sifat antimikroba
tetapi mekanisme aksi belum diketahui secara pasti. Klofazimin juga
mempunyai efek anti inflamasi yang berperan dalam penurunan frekuensi
dan keparahan ENL pada penderita Morbus Hansen tipe MB.
Efek sampingnya ialah warna kecoklatan pada kulit, dan warna kekuningan
pada sklera, sehingga mirip ikterus. Hal tersebut disebabkan klofazimin yang
merupakan
zat
warna
dan
dideposit
terutama
pada
sel
sistem
penurunan berat badan. Perubahan kulit akan menghilang setelah tiga bulan
obat dihentikan. Perubahan warna mulai berkurang terasa dalam enam bulan
dan kulit kembali ke warna normal pada akhir satu tahun setelah berhenti
penggunaan obat. Pasien yang resisten atau menolak mengkonsumsi
klofazimin dapat digantikan dengan Ofloksasin dan Miosiklin.
Pasien merupakan anak anak umur 14 tahun sehingga dosis obat MDT yang
diberikan adalah Rifampisin 450 mg/bulan (1 kapsul Rifampisin 300mg dan 1 kapsul
Rifampisin 150mg), Dapson 50 mg/bulan, Klofazimin 150 mg/bulan (3 kapsul
Klofazimin 50mg); dilanjutkan dengan 1 kapsul Klofazimin 50 mg, dan 1 tablet
Dapson 50mg.Terapi diberikan selama 12 bulan.
Prognosis
Prognosis pada Morbus Hansen tergantung pada tipe penyakit. Morbus Hansen
tipe LL mempunyai komplikasi jangka panjang. Pasien dapat mengalami kerusakan
saraf jangka panjang dan cacat. Prognosis juga tergantung pada akses pasien terhadap
terapi, kepatuhan pasien, dan inisiasi awal pengobatan. Jika tidak diobati Morbus
Hansen tipe LL dapat berakibat pada kematian.
Prognosis pada pasien ini,
Quo ad vitam : Ad bonam.
Pasien dalam pengobatan sehingga pasien dapat tetap hidup.
Quo ad fungtionam : Dubia ad malam.
Dikatakan dubia ad malam karena pasien ini mempunyai riwayat penyakit Morbus
Hansen yang cukup lama (8 bulan ) sebelum datang berobat ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin. Kerusakan saraf jangka panjang dapat terjadi
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam.
Jika pasien berobat dengan teratur dan tidak putus obat, kemungkinan sembuh dapat
terjadi.
13
DAFTAR PUSTAKA
therapy
in
leprosy:
Limitations
and
opportunities.
http://www.eijd.org/article.asp?
issn=00195154;year=2013;volume=58;issue=2;spage=93;epage=100;aulast
=Malathi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23780/2/Chapter%20II.pdf
http://www.lepra.org.uk/platforms/lepra/files/lr/Sept11/1619.pdf
14
James WD, Elston DM, Berger TG. Andrews Diseases of the Skin Clinical
Dermatology. Eleventh Edition. United States of America: Elsevier; 2011.
p. 343-344, 351-352.
Journal of Travel Medicine - The Difficulty in Diagnosis and Treatment of
Leprosy.http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.17088305.2010.00419
.x/pdf
Leprosy now: epidemiology, progress, challenges, and research gaps.
http://download.thelancet.com/pdfs/journals/laninf/PIIS1473309911700068
.pdf?id=baapX-P3wb6qX6sZ58bwu
Medscape Leprosy. http://emedicine.medscape.com/article/220455
Program
Pengendalian
Penyakit
Kusta
di
Indonesia.
http://pppl.depkes.go.id/berita?id=948
Twelve months fixed duration WHO multidrug therapy for multibacillary leprosy:
incidence
of
relapses
in
Agra
field
based
cohort
study.
http://icmr.nic.in/ijmr/2013/october/1011.pdf
WebMD
Leprosy.
http://www.webmd.com/skin-problems-and-
treatments/guide/leprosy-symptoms-treatments-history
WHO - Guide to Eliminate Leprosy as a Public Health Problem.
http://www.paho.org/hq/index.php?
option=com_docman&task=doc_view&gid=19771&Itemid=
WHO Leprosy Today. http://www.who.int/lep/en/
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA. Fitzpatricks Dermatology In
General Medicine. Volume 1 & 2 Seventh Edition. United States of
America: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p. 1787-1796.
15