Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma,
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot rahim dan jaringan ikat di rahim. Mioma
uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dengan prevalensi yang
meningkat lebih dari 70% pada pemeriksaan patologi anatomi uterus. Di Indonesia mioma
uteri ditemukan 2,39%-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat dan paling
sering ditemukan pada wanita umur 35- 45 tahun (kurang lebih 25%) serta jarang terjadi
pada wanita 20 tahun dan pasca menopause.
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling
efektif masih belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma
uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun morbiditas yang
ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri dapat menyebabkan nyeri
perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan dapat menyebabkan infertilitas.
Berdasarkan hal diatas kami ingin mengangkat mioma uteri sebagai judul dalam makalah
yang akan kami buat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal diatas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana konsep penyakit pada gangguan sistem reproduksi mioma uteri?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada gangguan sistem reproduksi mioma uteri?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini, adalah:
1. Untuk mengidentifikasi konsep penyakit pada gangguan sistem reproduksi mioma uteri.
2. Untuk mengidentifikasi asuahan keperawatan pada gangguan sistem reproduksi mioma
uteri
1.4 Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini, adalah:
1. Untuk memahami konsep penyakit pada gangguan sistem reproduksi mioma uteri.
2. Untuk memahami asuahan keperawatan pada gangguan sistem reproduksi mioma uteri

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Mioma ialah suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos, seangkan untuk otot-otot
rahim isebut engan mioma uteri (Achadiat, 2004).
Mioma uteri dalah tumor jinak otot rahim, yang berdasarkan besar dan lokasinya dapat
memberikan gejala klinis (Manuaba, 2003).
Menurut Achadiat (2004) ada tiga kategori mioma pada rahim; mioma submukosa,
mioma intramural, mioma subserosa, yaitu:
1. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan prdarahan. Mioma submukosa umumnya diketahui dari tindakan kuretase,
dengan adanya benjolan waktu kurel dikenal sebagai currete bump dengan
pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita mengalami anemia dan
sepsis.
2. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi
tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan
mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma
terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentium tatum menjadi mioma intraligamenter.
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudia membebaskan diri dari uterus sehinga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik
sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
4. Mioma Parastitik
Keluar dari uterus disertai suplai darah tambahan, misalnya yang berasal dari
omentum. Mioma ini meluas hingga ke dalam ligamentum latum uterus atau dapat
menyebabkan hidroureter (Sinelair, 2009).
2

2.2 Etiologi
1. Faktor Terbentuknya Tumor
a. Faktor Internal
Terjadi kesalahan replikasi pada saat sel-sel yang mati diganti oleh yang baru.
Merupakan kesalah genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya
mengakibatkan kanker pada usia ini. Factor mutasi gen secara internal tidak dapat
dicegah.
b. Faktor Eksternal
Factor eksternal yang dapat merusak gen adalah virus, polusi udara, makanan, radiasi,
dan berasal dari bahan kimia yang ditambahkan pada makanan maupun bahan kimia
yang berasal dari polusi. Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan
racun, misalnya racun aflatoksin pada kacang-kacangan sangat erat hubunganya
dengan kanker hati.
2. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang
cepat selama masa kehamilan dan terapi estrogen. Mioma uteri akan mengecil saat
menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan
dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
3. Progesteron
Progesterone merupaka antagonis natural dari estrogen. Progesterone mengahambat
pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
4. Hormon Pertumbuan
Level hormone pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormone yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologic serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini,
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergik antar HPL dan estrogen.
5. Teori Mayer Dan Snoo, Rangsangan Sel Nest Oleh Estrogen (Manuaba,2001)

2.3 Patofisiologi

Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan lambat laun
membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun semacam pseudekapsula
atau simpai semu yang mengelilingi tumor di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma,
akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam
korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding
depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga menekan dan mendorong
kandung kencing ke atas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi.
Tetapi masalah akan timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri
yang menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu
4

masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan
sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh
lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan
perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan volume cairan
2.4 Tanda dan Gejala
1. Perdarahan Tidak Normal
a. Hiper menorea, perdarahan banyak saat menstruasi, karena:
1) Meluasnya permukaan endomtrium dalam proses menstruasi
2) Gangguan kontraksi otot rahim
3) Perdarahan berkepanjangan
Akibat perdarahan penderita dapat mengeluh anemis kekurangan darah, pusing, cepat
lelah, dan mudah terjadi infeksi (Manuaba, 2001).
2. Penekanan rahim yang membesar
a. Terasa berat di abdomen bagian bawah
b. Sukar miksi atau defekasi
c. Terasa nyeri karena tertekannya urat saraf
3. Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Kehamilan
a. Kehamilan dapat mengalami keguguran
b. Persalinan prematuritas
c. Gangguan saat persalinan
d. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan interfertilitas
e. Kala ketiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan
2.5 Periksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi vaginal bertujuan mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang anatomi
alat kelamin bagian dalam (Ida, 2009).
2. Hiteroskopi
Pemeriksaan histeroskopi aalh pemeriksaan dengan memasukkan alat optic ke dalam
rahim untuk mendapatkan keterangan tentang mulut saluran telur dalam rahim (normal,
edema, tersumbat oleh kelainan dalam rahim), lapisan dalam rahim (situasi umum lapisan
dalam rahim karena pengaruh hormone, polip atau mioma dalam rahim), dan keterangan
lain yang diperlukan. (Ida, 2009).
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk membedakan adenimoa dari mioma (Sinelair, 2009)
4. Darah Lengkap dan Urine Lengkap
5. D/K (dilatasi dan kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk menyingkirkan
kemungkinan patologi lain pada rahim (hyperplasia atau adenokarsinoma endomentrium)
(Achadiat, 2004).
2.6 Penatalaksanaan
1. Pengobatan
5

Pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang


baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah
mengurangi ukuran mioma dengan jalan menguragi produksi estrogen dari ovarium.
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi
vaskularisasi pada tumor, sehingga akan memuahkan tindakan pembedahan. Terapi
hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesterone akan
mengurangi gejala perdarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri.
2. Operasi Pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians
and Gynecologist (AOCG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM)
adalah:
a. Perdarahan uterus yang tiak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomktomi atau histerektomi, yaitu:
a. Miomektomi
Pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi
dilakukan paa wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak
ingin dilakukan histerektomi. Tindakan miomektomi dapat dilakukan ngan
laparatomi, histerektomi, maupun dengan laparoskopi.
Pada laparatomi, dilakukan insisi pada abdomen untuk mengangkat mioa dari
uterus. Pada miomektomi secara hiteroskopi dilakukan terhadap mioma
submukosum yang terletak pada kavum uteri. Miomektomi juga dapat dilakukan
dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri
dapat diangkat dengan mudah dengan laparoskopi. Mioma subserosum yang
terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan teknik ini.
b. Histerektomi
Pengangkatan uterus yang umumnya adalah tindakan terpilih. Histerktomi
dijalankan apabila didapati keluhan menorraghia, metrorrhagia, keluhan obstruksi
pada traktus uranirius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Tindakan histrektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparatomi), vaginal dan
pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerktomi perabominal dapat dilakukan dengan 2 ara yaitu total abdominal
hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal hysterectomy (STAH). STAH
dilakukan untuk menghindari resiko yang lebih besar seperti perdarahan yang
banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rectum.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, secara umum histerektomi
vaginal hampir seluruhnya merupakan prosdur operasi ekstraperitoneal dimana
6

peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul
paa usus dapat diminimalisir.
2.7 Komplikasi
Bahaya mioma terhadap kehamilan:
1. Gangguan terhadap tumbuh kembang janin dalam rahim dan dapat menimbulkan abortus,
persalinan prematurutas IUGR, dan kelainan letak janin dalam rahim.
2. Inpartu dapat menimbulkan gangguan kotraksi, atau terjadi gangguan perjalanan
persalinan normal sehingga memerlukan tindakan operasi.
3. Postpartum dapat terjadi:
a. Atona uteri dan perdarahan
b. Red degenerasi, karena gangguan dari aliran darah vena yang menimbulkan keadaan
akut abdomen dan memerlukan tindakan operasi (Manuaba, 2003).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian
1. Data biografi pasien
2. Riwayat kesehatan saat ini, meliputi : perdarahan banyak saat menstruasi, terasa berat di
abdomen bagian bawah, sukar BAK & BAB, perut terasa nyeri (dismenore atau karena
tertekannya saraf), keguguran, persalinan prematuritas, gangguan saat persalinan,
tertutupnya saluran indung telur menimbulkan interfertilitas, kala ketiga terjadi gangguan
pelepasan plasenta dan perdarahan
3. Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi : penyakit yang pernah dialami, riwayat alergi,
imunisasi, kebiasaan merokok,minum kopi, obat-obatan dan alkohol, pernah mengalami
pembedahan comtohnya miomektomi atau tidak, pernah dilakukan kuretas atau tidak.
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Pemeriksaan fisik umum dan keluhan yang dialami. Untuk pasien dengan kanker servik,
pemeriksaan fisik dan pengkajian keluhan lebih spesifik ke arah pengkajian obstretri dan
ginekologi, meliputi :
a. Riwayat kehamilan, meliputi : gangguan kehamilan, proses persalinan, lama
persalinan, tempat persalinan, masalah persalinan, masalah nifas serta laktasi, masalah
bayi dan keadaan anak saat ini.
b. Riwayat menstruasi
Adakah gangguan menstruasi: dismenore, methorhagi, menoragi
c. Riwayat hormonal
Apakah pasien mengkonsumsi obat hormonal atau tidak, sehingga ada peningkatan
etsrogen
7

d. Pemeriksaan genetalia
e. Pemeriksaan payudara
f. Riwayat operasi ginekologi
g. Usia menarche
h. Menopause
6. Aspek psikososial meliputi : pola pikir, persepsi diri, suasana hati, hubungan/komunikasi,
kebiasaan seksual, pertahanan koping, sistem nilai dan kepercayaan dan tingkat
perkembangan.
7. Data laboratorium dan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain
8. Terapi medis yang diberikan

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (kanker serviks) dan agen injuri fisik
(jika dilakukan terapi pembedahan).
2. PK : Anemia.
3. Cemas b.d krisis situasional (histerektomi atau kemoterapi), ancaman terhadap konsep diri,
perubahan dalam status kesehatan, stres.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis (status hipermatebolik berkenaan dengan kanker) dan faktor psikososial.
5. Gangguan eliminasi fekal : Konstipasi b.d menurunnya mobilitas intestinal.
6. Retensi urin b.d penekanan yang keras pada uretra.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit;
keterbatasan kognitif (dilihat dari tingkat pendidikan); misinterpretasi dengan informasi
yang diberikan ; dan tidak familiar dengan sumber informasi.
8. Resiko infeksi dengan faktor resiko ketidakadekuatan

pertahanan

sekunder;

ketidakadekuatan pertahanan imun tubuh; imunosupresi (kemoterapi), dan prosedur


invasi.

3.3 Rencana Keperawatan


No
1.

Diagnosa
Keperawatan
DX 1

Perencanaan
Tujuan
Setelah

dilakukan

pemberian

asuhan

1.

Intervensi
Rasional
Kaji secara komphrehensif tentang 1. Mengetahui lokasi,

keperawatan selama x 24 jam, diharapkan

nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, karakteristik, durasi, frekuensi,

respon nyeri pasien dapat terkontrol dengan

durasi,

kriteria hasil sebagai berikut :

intensitas/beratnya nyeri, dan faktor- nyeri dan factor factor pencetus

1. Klien mampu mengenal faktor-faktor


penyebab

nyeri,

beratnya

ringannya

faktor pencetus.
2.
observasi isyarat-isyarat

dalam, relaksasi dan distraksi


3. Klien melaporkan gejala-gejala kepada
tim kesehatan
4. Klien mampu mengontrol nyeri
5. Ekspresi wajah klien rileks
6. Klien melaporkan adanya penurunan

sosial.
3.
Kolaborasi

DX 2

3. untuk mengurangi rasa nyeri

pemberian

analgetik

seperti: penyebab, berapa lama terjadi,

nyeri
5. untuk mengurangi nyeri klien
dengan tindakan mandiri

yang dapat menimbulkan nyeri

dan tindakan pencegahan


5.
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti: relaksasi, guided

(skala nyeri: 4 sampai 6) hingga nyeri

2.

verbal nyeri secara dini

sesuai dengan anjuran.


6. untuk mengurangi rangsangan
4.
Berikan informasi tentang nyeri,

tingkat nyeri dalam rentang sedang


ringan (skala nyeri : 1 sampai 3)

2. unuk mngetahui tanda tanda

nasfu makan, aktitas dan hubungan pengetahuan tentang penyebab

tindakan

pertolongan non-analgetik, seperti napas

kualitas, kualitas, intensitas/ beratnya

dan non verbal dari ketidaknyamanan, klien


meliputi ekspresi wajah, pola tidur, 4. untuk memberikan

nyeri, durasi nyeri, frekuensi dan letak


bagian tubuh yang nyeri
2. Klien mampu melakukan

frekuensi,

imagery, terapi musik, dan distraksi)


Anjurkan
klien
untuk

6.

meningkatkan tidur/istirahat
1.
Pantau tanda-tanda anemia yang terjadi 1. untuk mengetahui tanda tanda
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Monitor hasil pemeriksaan lab untuk
anemia secara dini

selama

......x

24

jam,

perawat

dapat

meminimalkan komplikasi anemia yang


terjadi dengan kriteria hasil:

pemeriksaan kadar Hb, RBC, Hct


2. sebagai data penunjang
3. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi

penegak diagnose dan untuk

makanan yang seimbang, terutama mengetahui secara pasti tanda


makanan tinggi kalori dan tinggi anemia

1. Konjungtiva merah muda


protein.
2. Capilary refille 2 detik
4. Kolaborasi pemberian suplemen besi
3. Mukosa mulut merah muda
4. Kadar Hb dbn (wanita dewasa: 12-14
tambahan, vitamin dan mineral sesuai
g/dl), RBC dbn (wanita dewasa: 3,80indikasi
5,80 x 10 /uL) dan Hct dbn (wanita 5. Kolaborasi pemberian transfusi darah
5

dewasa : 37,0-47,0%)

3. untuk membantu
mempercepat proses
penyembuhan luka dan
mencegah perdarahan
4. untuk mencegah dini

terjadinya anemia
sesuai kebutuhan
6. Monitor efek samping dan respon 5. untuk mengganti darah yang

pasien setelah dilakukan transfusi darah

hilang ketika terjadi perdarahan


6. untuk mencegah terjadinya
komlikasi dan mengetahui

3.

DX 3

Setelah dilakukan asuhan keperawatann 1. Jelaskan seluruh prosedur tindakan

keefektifan transfuse
1. untuk menambah wawasan

kepada pasien selama ... x 24 jam,

kepada pasien dan perasaan yang dan mengurangi rasa cemas

diharapkan pasien dapat mengkontrol cemas

mungkin muncul pada saat melakukan yang mungkin muncul

dengan kriteria hasil sebagai berikut:


1. Klien mampu mencari informasi tentang
hal-hal yang dapat dilakukan untuk

2. meningkatkan pengetahuan

tindakan.
2. Berikan informasi tentang diagnosa, dan proses penyembuhan klien
prognosis

dan

tindakan

dengan

3. untuk membantu mengurangi


rasa cemas klien

4. untuk meningkatkan
komunikasi yang baik.
menurunkan kecemasan
3. Dorong pasien untuk menyampaikan ketenangan klien
2. Klien melaporkan kepada perawat
tentang isi perasaannya.
penurunan kecemasan
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
3. Klien mampu menggunakan teknik
ibadah dan berdoa.
10

relaksasi untuk menurunkan cemas


4. Klien
mampu
mempertahankan
hubungan social, dan konsentrasi
4.

DX 4

Setelah dilakukan asuhan keperawatann 1. Anjurkan pasien untuk meningkatkan 1. untuk meningkatkan daya
kepada pasien selama ... x 24 jam,
diharapkan status nutrisi meliputi intake
makanan dan minuman membaik dengan
kriteria hasil sebagai berikut:

intake Fe, protein, karbohidrat, dan tahan tubuh

2. untuk mencegah konstipasi

vitamin C.
3. untuk menambah wawasan
2. Berikan diet yang mengandung tinggi
dalam pemenuhan nutrisi

serat.
4. untuk menambah nafsu makan
3. Berikan informasi tentang kebutuhan

1. Tidak ada tanda tanda malnutrisi


nutrisi pasien.
2. Tidak terjadi penurunan berat badan 4. Berikan lingkungan yang nyaman dan
yang berarti
bersih selama makan.
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan

klien
5. agar tidak mengurangi nafsu
makan klien
6. untuk memenuhi kebuthan
nutrisi klien

tidak selama jam makan.


6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah nutrisi yang sesuai
dengan keadaan pasien.
5.

DX 5

keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi.


2. Monitor warna, konsistensi, jumlah dan
kepada pasien selama .x 24 jam,
waktu buang air besar.
diharapkan pasien tidak mengalamai 3. Konsultasikan dengan dokter tentang
gangguan dalam buang air besar, dengan
pemberian
laksatif,
enema
dan
Setelah

dilakukan

kriteria hasil:

asuhan

pengobatan.
1. Pasien kembali ke pola dan normal dari 4. Berikan cairan yang adekuat.

1. untuk mengetahui dini tanda


tanda terjadinya konstipasi
2. untuk terjadinya konstipasi
3. untuk mengatasi masalah klien
yang mungkin timbul
4. untuk mencegah terjadinya
konstipasi

11

fungsi bowel.
2. Terjadi perubahan pola hidup untuk
menurunkan factor penyebab konstipasi.
6.

DX 6

Setelah

dilakukan

asuhan

keperawaran 1. Jelaskan

selama ...x24 jam, pasien tidak mengalami


inkontinensia urin, dengan kriteria hasil:

prosedur

dan

rasional 1. untuk menambah wawasan

mengurangi rasa cemas klien


intervensi kateterisasi.
2. Jaga teknik aseptik dalam melakukan 2. untuk mencegah terjadinya

kateterisasi.
1. Pasien mampu memprekdisikan pola 3. Monitor intake dan output.
eliminasi urin
2. Pasien
mampu
memulai
dan

infeksi
3. untuk mengetahui keefektifan
kateterisasi

memghentikan aliran urin


3. Tidak adanya tanda-tanda infeksi
7.

DX 7

Setelah dilakukan asuhan keperawatann 1. Kaji pengalaman klien dan tingkat 1. untuk mengetahui sejauh
kepada pasien selama ... x 24 jam,

pengetahuan klien tentang prosedur mana pengetahuan klien

terhadap penyakitnya
yang akan dilakukan.
2. untuk menambah wawasan
2. Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
1. Klien mengenal nama penyakit, proses 3. Instruksikan klien utnuk berpartisipasi
dan mengurangi ansietas
3. untuk meningkatkan dan
penyakit, faktor penyebab atau faktor
selama prosedur/perawatan.

diharapkan klien dapat:

pencetus, tanda

dan

gejala,

cara 4. Ajarkan tehnik koping seperti relaksasi

keterampilan dalam proses

meminimalkan perkembangan penyakit,

penyembuhan

komplikasi penyakit dan cara mencegah

4.

komplikasi
2. Klien mengetahui prosedur perawatan,

untuk

mengurangi

efek

dari

prosedur yang dilakukan.

tujuan perawatan dan manfaat tindakan.


12

8.

DX 8

Setelah dilakukan asuhan keperawatann 1. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga 1. untuk mencegah penularan
kepada pasien selama ... x 24 jam,
diharapkan

pasien

dapat

menjelaskan

penyakit
kesehatan individu.
2. Lakukan perawatan aseptic pada semua 2. untuk mencegah terjadinya

jalur IV.
kembali cara mengkontrol infeksi dengan 3. Lakukan teknik perawatan luka dengan
kriteria hasil sebagai berikut:
memperhatikan prinsip septik dan
1. Mampu
menerangkan
cara-cara
aseptik.
4. Kolaborasi pemberian terapi antibiotik.
penyebaran infeksi
2. Mampu menerangkan factor-faktor yang

infeksi
3. untuk mencegah terjadinya
infeksi
4. untuk mencegah terjadinya
infeksi

berkontribusi dengan penyebaran


3. Mampu menjelaskan aktivitas yang dapat
meningkatkan resistensi terhadap infeksi

13

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mioma uteri dalah tumor jinak otot rahim, yang berdasarkan besar dan lokasinya dapat
memberikan gejala klinis. Menurut Achadiat (2004) ada tiga kategori mioma pada rahim;
mioma submukosa, mioma intramural, mioma subserosa. Penyebab dari mioma uteri adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Factor Terbentuknya Tumor


Estrogen
Progesterone
Hormone pertumbuan
Teori Mayer Dan Snoo, Rangsangan Sel Nest Oleh Estrogen

Tanda gejala yang biasa muncul adalah; Perdarahan tidak normal; Penekanan rahim yang
membesar; Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan. Diagnos yang mungkin
muncul adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (kanker serviks) dan agen injuri
fisik (jika dilakukan terapi pembedahan).
2. PK : Anemia.
3. Cemas b.d krisis situasional (histerektomi atau kemoterapi), ancaman terhadap konsep
diri, perubahan dalam status kesehatan, stres.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis (status hipermatebolik berkenaan dengan kanker) dan faktor psikososial.
5. Gangguan eliminasi fekal : Konstipasi b.d menurunnya mobilitas intestinal.
6. Retensi urin b.d penekanan yang keras pada uretra.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit;
keterbatasan kognitif (dilihat dari tingkat pendidikan); misinterpretasi dengan
informasi yang diberikan ; dan tidak familiar dengan sumber informasi.
8. Resiko infeksi dengan faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder;
ketidakadekuatan pertahanan imun tubuh; imunosupresi (kemoterapi), dan prosedur
invasi.
4.2 Saran
Tenaga kesehatan seharusnya gencar dalam penyuluhan kesehatan, salah satunya adalah
mengenai masalah/penyakit kesehatan organ reproduksi wanita Mioma Uteri. Karena
dengan dilakukannya penyuluhan kesehatan mengenai masalah/penyakit kesehatan organ
reproduksi wanita, diharapkan angka kematian ibu dapat berkurang sehingga salah satu
indicator keberhasilan MDGS 2015 dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, Chrisdiono M. (2004). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta
Ida Ayu Chandranita Manuaba. (2009). Memahami Reeproduksi Wanita. Jakarta: EGC
14

Manuaba, Ida Bagus Gede. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Sinelair, Contance. (2009). Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC
Wilkinson, J M & Nancy R. A. (2009) Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda,
Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc Edisi 9. Jakarta: EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai