Anda di halaman 1dari 26

Hemoptisis

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hemoptisis atau batuk darah merupakan masalah kesehatan yang


berpotensi menyebabkan kematian karena sulit diprediksi tingkat keparahan dan
perkembangan klinisnya (Wibisono dan Alsagaff, 2010; Swidarmoko, 2010).
Hemoptisis dalam jumlah yang banyak (masif) termasuk kegawatan medis yang
harus mendapatkan penanganan intensif dengan terapi yang tepat. Selain dapat
mengganggu kestabilan hemodinamik akibat kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak, hemoptisis masif juga dapat mengganggu pertukaran gas di alveoli dan
menimbulkan komplikasi asfiksia yang tinggi angka mortalitasnya (Rasmin, 2009;
Swidarmoko, 2010). Meskipun angka kejadian hemoptisis masif hanya 5 15%
dari total kasus, hal ini harus selalu ditanggapi sebagai suatu kasus yang
mengancam jiwa dan memerlukan penanganan dan manajemen yang efektif (Sakr
dan Dutau, 2010).

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 1

Hemoptisis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Hemoptisis
1. Definisi
Hemoptisis (batuk darah) merupakan suatu gejala atau tanda dari
suatu penyakit infeksi. Secara umum, pengertian hemoptisis adalah
membatukkan darah dari paru atau ekspektorasi darah akibat perdarahan
pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui
saluran napas bawah laring (Davey, 2002; Rasin, 2009).
2. Etiologi dan Faktor Risiko
Sumber perdarahan hemoptisis dapat berasal dari sirkulasi pulmoner
atausirkulasi bronkial. Hempotisis masif sumber perdarahan umumnya berasal
dari sirkulasibronkial ( 95 % ). Sirkulasi pulmoner memperdarahi alveol dan
duktus alveol, sistemsirkulasi ini bertekanan rendah dengan dinding pembuluh
darah yang tipis. Sirkulasibronkial memperdarahi trakea, bronkus utama sampai
bronkiolus dan jaringan penunjangparu, esofagus, mediastinum posterior dan vasa
vasorum arteri pulmoner. Sirkulasibronkial ini terdiri dari arteri bronkialis dan
vena bronkialis. Asal anatomis perdarahanberbeda tiap proses patologik tertentu:
(a). bronkitis akibat pecahnya pembuluh darahsuperfisial di mukosa,(b) TB paru
akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kavitianeurisma
Rassmussen). atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner atauproses
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 2

Hemoptisis

erosif pada arteri bronkialis, (c) infeksi kronik akibat inflamasi sehingga
terjadipembesaran & proliferasi arteri bronchial misal : bronkiektasis, aspergilosis
atau fibrosiskistik,(d) kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh
sehingga mudah berdarah.
Penyebab batuk darah sangat beragam antara lain :
1. Infeksi : tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella), jamur, virus
2. Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik fibrosis,
emfisema bulosa
3. Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial, tumor metastasis
4. Kelainan hematologi : disfungsi trombosit, trombositopenia, disseminated
intravascular coagulation (DIC)
5. Kelainan jantung : mitral stenosis, endokarditis tricuspid
6. Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena,
aneurisma aorta
7. Trauma : jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak
8. Iatrogenik : akibat tindakan bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi swan-ganz,
limfangiografi
9. Kelainan sistemik : sindrom goodpasture, idiopathic pulmonary hemosiderosis,
systemic lupus erytematosus, vaskulitis (granulomatosis wagener, purpura
henoch schoenlein, sindrom chrug-strauss)
10. Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain
11. Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura, benda asing,
hemoptisis kriptogenik, amiloidosis
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 3

Hemoptisis

Ada banyak masalah potensial yang menjadi penyebab hemoptisis.


Berikut adalah etiologi hemoptisis berdasarkan frekuensinya (Web MD,
2013; Davey, 2002):
a.

Sangat sering (> 5%)


1) Bronkitis (akut atau kronis), merupakan penyebab utama tersering
dari hemoptisis, biasanya tidak mengancam jiwa.
2) Pneumonia
3) Tuberkulosis

b.

Sering (1-4%)
1) Bronkiektasis
2) Kanker paru atau tumor paru non-maligna, terutama karsinoma
bronkus
3) Emboli paru
4) Hemoptisis palsu (mimisan, penyakit mulut, hematemesis).
Perdarahan hidung yang berat atau muntahan darah dari lambung
dapat menyebabkan masuknya darah ke trakea. Darah kemudian
dibatukkan dan muncul sebagai hemoptisis.

c.

Jarang (< 1%)


1) Gagal jantung kongestif, terutama karena stenosis mitral
2) Malformasi arteriovenosus pulmonar
3) Penggunaan antikoagulan

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 4

Hemoptisis

4) Kondisi

inflamasi

granulomatosis,

atau

microscopic

autoimun

(lupus,

polyangitis,

Wegeners

Churg-Strauss

syndrome)
5) Trauma, seperti pada luka tembakan atau kecelakaan.
Faktor risiko hemoptisis adalah riwayat merokok dan usia lebih
dari 40 tahun (Mason et al., 2010).
3. Patofisiologi
Asal anatomis perdarahan dan patofisiologi hemoptisis berbeda tiap
proses patologik tertentu (Rasin, 2009):
a.

Bronkitis akibat pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa.

b.

Tuberkulosis paru akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri


pulmoner (dinding kaviti aneurisma Rassmussen) atau akibat
pecahnya anastomosis bronkopulmoner atau proses erosif pada arteri
bronkialis.

c.

Infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran &


proliferasi arteri bronchial misal: bronkiektasis, aspergilosis atau
fibrosis kistik.

d.

Kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga


mudah berdarah.

4. Klasifikasi
Didasarkan dari perkiraan jumlah darah yang dibatukkan :

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 5

Hemoptisis

Bercak (Streaking). Darah bercampur dengan sputum hal yang sering


terjadi ,paling umum pada bronkitis. Volume darah kurang dari 15 2mL/24 jam.
Hemoptisis. Dipastikan ketika total volume darah yang dibatukkan 20600 mL didalam waktu 24 jam.Walaupun tidak spesifik untuk penyakit
tertentu,hal ini berarti perdarahan dari pembuluh darah lebih besar dan
biasanya karena kanker paru,pneumonia (necrotizing pneumonia), TB
atau emboli paru.
Hemoptisis Masif. Darah yang dibatukkan dalam waktu 24 jam lebih
dari 600 mL,biasanya karena kanker paru,kavitas TB atau
bronkiektasis.
Pseudohemoptisis. Batuk darah dari saluran napas bagian atas (diatas
laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini dapat
berupa perdarahan buatan (factitious). Perdarahan yang biasanya
karena luka disengaja dibulut,faring atau rongga hidung.(IPD)
Banyaknya jumlah batuk darah yang dikeluarkan sangat penting
diketahui untuk menentukan klasifikasi hemoptisis nonmasif atau masif.
a.

Batuk darah ringan apabila jumlah darah yang dikeluarkan kurang dari
25 ml/24 jam.

b.

Batuk darah sedang apabila jumlah darah 25-250 ml/24 jam.

c.

Batuk darah masif bila:

Batuk darah > 600 ml/24 jam dan dalam pengamatan batuk darah
tidak berhenti.

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 6

Hemoptisis

Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada
pemeriksaan hemoglobin < 10 gr% sedang batuk darah masih
berlangsung.

Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada
pemeriksaan hemoglobin >10 gr% dan pada pengamatan selama 48
jam

dengan

pengobatan

konservatif,

batuk

darah

masih

berlangsung.
Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari struktur saluran napas
bagian atas (di atas laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal)
atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious) (Marleen et al.,
2009).
5. Diagnosis Banding
Diagnosis

banding

penyebab

hemoptisis

sangat

banyak,

sebagaimana telah disebutkan dalam etiologi. Berikut ini penjelasan


mengenai penyebab hemoptisis tersering dan yang terjadi pada pasien
dalam kasus ini.
a. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya dilatasi dan distorsi bronkus lokal patologis dan berjalan
kronik, persisten, dan ireversibel. Kelainan tersebut disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi
elemen-elemen elastik, otot polos bronkus, tulang rawan, dan
pembuluh darah. Bronkus yang terkena pada umumnya adalah
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 7

Hemoptisis

bronkus

kecil,

sedangkan

bronkus

besar

umumnya

jarang

(Rahmatullah, 2007).
b. Bronkitis
Bronkitis adalah inflamasi dari pembuluh bronkus yang
menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit pembuluh
dan menimbulkan sekresi dan cairan inflamasi.
Bronkitis akut adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena
infeksi virus yang melibatkan jalan napas yang besar. Bronkitis akut
pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari sampai
beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun
adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada
terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif
yang belangsung 3 bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut-turut.
Diagnosis bronkitis kronis biasanya terkait dengan riwayat merokok
(Marleen et al., 2009).
c. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium

tuberculosis

complex

yang

ditandai

dengan

pembentukan granuloa pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium


tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru atau berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.
Penyakit tuberkulosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 8

Hemoptisis

menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal,


tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah
pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun (PDPI, 2011).
d. Pneumonia
Secara

kinis

pneumonia

didefinisikan

sebagai

suatu

peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,


virus,

jamur,

parasit).

Pneumonia

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan


paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.
Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram
negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri
anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak
penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif (PDPI,
2003).

6. Diagnosis
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 9

Hemoptisis

Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar
bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis
sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis
darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari
epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari
penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.

1. Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk
mendapatkan data-data :
- Jumlah dan warna darah
- Lamanya perdarahan
- Batuknya produktif atau tidak
- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
- Sakit dada, substernal atau pleuritik
- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik,
posisibadan dan batuk
- Wheezing
- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 10

Hemoptisis

- Perokok berat dan telah berlangsung lama


- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
- Hematuria yang disertai dengan batuk darah. (5)
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan
petunjuk sebagai berikut :
Keadaan
1. Prodromal

Hemoptisis
Hematemesis
Rasa tidak enak di Mual,
stomach
tenggorokan,

2. Onset

batuk
Darah

ingin distress

dibatukkan, Darah

dapat disertai batuk

dimuntahkan
dapat

3.

Penampilan Berbuih

darah
4. Warna
5. Isi

Merah segar
Lekosit,

disertai

batuk
Tidak berbuih
Merah tua
Sisa makanan

mikroorganisme,
makrofag,
hemosiderin
6. Reaksi
Alkalis (pH tinggi)
Asam (pH rendah)
7.
Riwayat Menderita kelainan Gangguan
Penyakit
Dahulu
8. Anemi
9. Tinja

paru

lambung, kelainan

Kadang-kadang
Warna tinja normal

hepar
Selalu
Tinja

Guaiac test (-)

berwarna

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 11

bisa
hitam,

Hemoptisis

Guaiac test (-)


7. Pemeriksaan fisik
Ketidakstabilan sirkulasi dengan tanda hipotensi dan takikardi
merupakan suatu tanda darurat.Pada pemeriksaan fisik juga dapat dicari
gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari terjadinya batuk
darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap,
pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi. (5)
Pemeriksaan paru penuh dilakukan, terutama termasuk kecukupan
udara masuk dan keluar, simetri bunyi napas, dan adanya krepitasi,
rhonchi, stridor, dan mengi. Tanda-tanda konsolidasi (misalnya, egophony,
kusam untuk perkusi) harus dicari. Daerah serviks dan supraclavicular
harus diperiksa dan teraba untuk Limfadenopati (menyarankan kanker atau
TB).

kaki dan presacral daerah harus teraba untuk pitting edema (menyarankan
gagal jantung).
Pemeriksaan perut harus fokus pada tanda-tanda hepatik atau massa, yang
bisa menyarankan kanker atau hematemesis dari potensi esophageal
varices.
Kulit dan selaput lendir harus diperiksa untuk ecchymoses, petechiae,
telangiectasia, gingivitis, atau bukti perdarahan dari mukosa mulut atau
hidung. (6)
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 12

Hemoptisis

3.Pemeriksaan nasofaring
Untuk mencari sumber perdarahan dan pada hemoptisis masif untuk
memastikan bahwa saluran nafas masih paten. . (3)
4.Pemeriksaan jantung
Untuk mengevaluasi hipertensi paru akut (terdapat peninggian komponen
paru suara jantung kedua), kegagalan ventrikel kiri akut (adanya
summation gallop) atau penyakit katup jantung seperti stenosis
mitral.Endokarditis sebelah kanan dapat dideteksi dengan adanya bunyi
desiran karena insufisiensi trikuspid,sering pada penyalah guna obat
intravena,dan dapat menyebabkan hemoptisis karena emboli septik. . (3)
5.Pemeriksaan dinding dan rongga dada.
-Trauma dinding dada,mencari adanya memar parenkim paru atau laserasi
bronkial.
-Ronki setempat,berkurangnya suara napas dan perkusi redup menunjukan
adanya
Konsolidasi (disebabkan pneumonia,infark paru atau atelktasis pasca
obstruksi dari benda asing atau kanker paru) . (3)
-Pleura firction rub
-Kardiomegali kemungkinana edem paru kardiogenik.

6. Laboratorium

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 13

Hemoptisis

-pemeriksaan

darah

tepi

lengkap.peningkatn

hb

dan

hematokir

menunjukan adanya
Kehilangan darah yang akut.
-Jumlah sel darah putih meninggi mendukung adanya infeksi.
-Trombositopenia menunjukan kemungkinan koagulopati,trombositosis
kemungkinan
Kanker paru.
-Pemeriksaan PT dan aPTT dicurigai bila adanya koagulopati atau pasien
menerima
Warfarin/heparin
-AGD bila pasien sesak dan sianosis
-Pemeriksaan dahak,pasien dengan darah bercampur dahal,pewarnaan
gram,BTA. (3)

8. Pemeriksaan penunjang
Diagnostik modalitas untuk mempelajari hemoptysis termasuk radiografi
dada (CXR), bronchoscopy, MDCT Angiography (MDCTA).
-Foto toraks akan menunjukan adanya massa paru,kavitas atau infiltrat
yang akan menjadi sumber perdarahan (3) pencitraan modalitas untuk
mengevaluasi pasien dengan hemoptysis.Ini cepat, murah, dan mudah
tersedia. CXR dapat membantu mengungkapkan fokus atau menyebar
keterlibatan paru-paru. CXR dapat mendeteksi mendasari parenchymal
dan kelainan pleura , seperti massa, radang paru-paru, penyakit paru-paru
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 14

Hemoptisis

kronis, kavitas dan alveolar opacities karena pendarahan alveolar kepekaan


CXR dalam konteks ini adalah tidak tinggi, hanya 50% positif hasil
diagnostik untuk CXR hemoptysis karena keganasan menunjukkan normal
CXR. Oleh karena itu, pada pasien keganasan diperlukan diagnostik
lainnya termasuk bronchoscopy dan /atau MDCTA. (1)
- Arteriografi bronkial selektif dilakukan bila bronkoskopi tidak dapat
menunjukan lokasi perdarahan. (3)

MDCTA
-

Merupakan highr resolution angiography


Kontras IV 350-400 mgl/ml dengan kecepatan 3.5-5m/s dengan spuit
18 ke vena antecubiti. (2)

DSA
-

Untuk menentukan lokasi dari hemoptisis


Sumber utama adalah arteri bronkial
Bagus untuk menidentifikasi pembuluh darah kecil (2)

-Bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan
demikian sumber perdarahan dapat diketahui. Tindakan bronkoskopi
merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi perdarahan,
maupun

persiapan

melakukannya

operasi,

merupakan

namun
pendapat

waktu
yang

yang
masih

tepat

untuk

kontroversial,

mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 15

Hemoptisis

menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat


perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan

Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :


1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
2. Batuk darah yang berulang ulang
3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Saluran napas dapat divisualisasi dengan menggunakan bronkoskop
kaku atau fiberoptik.
a. Bronkoskopi fiberoptik dengan anestesi topikal paling sering
digunakan karena fleksibel dan dapat menvisualisasikan bronki
subsegmental dan saluran napas sentral.kelemahan alat :diameter
tempat penghisap cairan kecil < 2 mm,jika perdarahannya besar
maka sistem ini tidak dapat mengevakuasi darah dengan cepat untuk
mempertahankan lensa ini tetap bersih ; benda asing tidak dapat
dipindahkan dengan alat ini.
b. Bronkoskopi kaku perlu dengan pasien dengan hemoptisis masif
dan ketika dicurigai terjadi aspirasi benda asing.kekurangan
menggunakan anestesi umum dan hanya saluran napas sentral yang
dapat divisualisasikan. (3)
Pada pasien yang aktif pendarahan, bronchoscopic visual ini sering
sangat terbatas. Darah di airway dicampur dengan ventilasi udara
biasanya membentuk gelembung yang mengganggu dan mendistorsi
Endoskopi

visual.

Gumpalan

darah

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 16

besar

kadang-kadang

Hemoptisis

menempati airway merusak ventilasi, oksigenasi dan inspeksi.


Kadang-kadang visual sangat terbatas bahwa bronchoscopist
mungkin harus menghilangkan darah atau gumpalan darah
menggunakan kateter hisap (16-Perancis) yang besar atau cryoprobe
untuk memeriksa jalan napas memadai. Ketersediaan cryoprobe
fleksibel yang sesuai di dalam saluran bekerja bronchoscope ini
sangat berguna dalam menghilangkan bekuan darah yang besar,
yang menghalangi jalan napas pusat dan tidak dapat dihapus jika
tidak bronchoscope atau kateter hisap yang besar. Bronchoscopist
harus

mencari

endobronchial

lesi

yang

mungkin

sumber

pendarahan. Kadang-kadang, kehadiran gumpalan darah yang


tersebar dapat menyembunyikan sebuah lesi endobronchial kecil,
tetapi sebuah lesi kecil biasanya tidak akan penyebab hemoptysis
besar. Hal ini biasa untuk melihat endobronchial lesi atau massa
sebagai penyebab hemoptysis besar-besaran tanpa gejala yg
berhubungan dengan lesi. Suction sering diperlukan untuk menjaga
darah dari gumpalan dan untuk membersihkan lapangan. Jika
sumber

pendarahan

tidak

mudah

jelas

selama

inspeksi

bronchoscopic, aliquots 5-10 menit mL saline mencuci atau 10


sampai 15 menit mL lavages di setiap bronkus segmental atau
subsegmental mungkin bermanfaat dalam mengidentifikasi sumber
pendarahan. Jika cairan lavage kembali dari segmen bronkial terusmenerus berdarah, ada kemungkinan bahwa sumber pendarahan
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 17

Hemoptisis

telah ditemukan. Ketika sumber sepihak pendarahan diidentifikasi,


pasien dapat ditempatkan di posisi lateral DEKUBITUS dengan
pendarahan sisi bawah . (2)
-Embolisasi arteri bronkialis
Teknik ini adalah melakukan oklusi pembuluh darah yang
menjadi

sumber

perdarahan

dengan

embolisasi

transkateter.

Embolisasi ini dapat dilakukan pada arteri bronkialis dan sirkulasi


pulmoner. Teknik ini terutama dipilih untuk penderita dengan kelaina
paru bilateral, fungsi paru sisa yang minimal, menolak operasi
ataupun memiliki kontraindikasi tindakan operasi. Terapi ini dapat
diulang beberapa kali untuk mengontrol perdarahan. Embolisasi
memiliki angka keberhasilan dalam mengontrol perdarahan (jangka
pendek) antara 64-100% (Rasin, 2009; Marleen et al.,

9. Penanganan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang
masif.

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 18

Hemoptisis

Tujuan pokok terapi ialah :


1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran

terapi

yang

utama

adalah

memberikan

suport

kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang


merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
(4)

Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya pembekuan dalam


saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan
hemoptisis paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel.
Hemoptisis dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat
menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan
hipovolemik. (2)
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
- Terapi konservatif
- Terapi definitif atau pembedahan.
1. Terapi konservatif (2,3)
- Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring
(lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang
sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.
- Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
- Menekan batuk dengan kodein osfat 30-60 mg secara IM.(3)
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 19

Hemoptisis

- Mempertahankan tekanan darah segar dan plasma expander.Apabila dicurigai


terjadi koagulopati maka dapat diberikan plasma segar beku. (3)
- Dada dikompres dengan es, hal ini biasanya menenangkan penderita.
- Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis), misalnya
vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
- Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
- Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
- Pemberian oksigen.
Tindakan selanjutnya bila mungkin (4) :
- Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
- Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan
bronkoskopi.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan (5) :
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka
kematian pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi
18% dengan tindakan operasi.
c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya
hemoptoe yang berulang dapat dicegah.
Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut (2) :

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 20

Hemoptisis

1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan
dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g
%, sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan
dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari
segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi.Pasien dengan perkiraan volume
expirasi paksa waktu 1 detik paska operasi <800 ml tidak dapat mentolirir
pneumonektomi. (3)
Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode
yang mungkin digunakan adalah (5) :
- Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi
serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah.
Masukkan larutan NaCl fisiologis pada suhu 4C sebanyak 50 cc,
diberikan selama 30-60 detik. Cairan ini kemudian dihisap dengan
suction.
- Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang
8,5 mm.
B. Hemoptisis ringan
1.Terapi dasar.pasien istirahat total dengan posisi paru yang mngalami
perdarahan

berada di bawah.Reflek batuk ditekan dengan kodein

fosfat 30-60 mg IM setiap 4-6 jam selama 24 jam


Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 21

Hemoptisis

2.Terapi spesifik.Pengobatan dasar terhadap penyakit yang menyertai. (3)

10. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptisis, yaitu
ditentukan oleh tiga faktor (5) :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke
dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.

2.9 Prognosis
Pada hemoptisis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita
mengalami hemoptisis yang rekuren.
Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor yang
menentukan prognosis :
1. Tingkatan hemoptisis : hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai
prognosis yang lebih baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan
untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan
penderita.
Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam
Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 22

Hemoptisis

Daftar Pustaka
Alsagaff H, Mukty A. 2002. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga
Press
Bidwell JL, Pachner RW. 2005. Hemoptysis: Diagnosis and management. Am
Fam Physician; 72(7):1253-60
Davey P. 2002. Sesak napas, batuk, dan hemoptisis, dalam: At a glance medicine.
Jakarta, Erlangga Medical Series; pp: 23
Marleen FS, Swidarmoko B, Rogayah R, Pandelaki J. 2009. Embolisasi arteri
bronkial

pada

hemoptisis.

http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Refserlyt.pdf - diunduh pada Juni


2013
Mason RJ, Broaddus VC, Martin TR, King TE, Schraufnagel DE, Murray JF,
Nadel JA. 2010. Murray & Nadels textbook of respiratory medicine. 5th Ed.
USA: Elsevier
ORegan AW. 2004. Baums Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition. Editor
James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. pp:
255-274
PAPDI. 2006. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna
U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan
medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 23

Hemoptisis

PDPI. 2003. Pneumonia komuniti: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di


Indonesia
PDPI. 2011. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia.
Pitoyo CW. 2006. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I,Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid
II,edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Rahmatullah. 2007. Ilmu penyakit dalam: Bronkiektasis. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Rasmin

M.

2009.

Hemoptisis.

http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HEMOPTISIS%20editorial.pdf
diunduh Juni 2013
Web

MD.

2013.

Coughing

up

blood

(hemoptysis).

http://www.webmd.com/lung/coughing-up-blood - diunduh Juni 2013


Dweik RA, Stoller JK. Role of bronchoscopy in massive hemoptysis. Clin Chest
Med.
1992;20:80-105
Florees RJ. Sandur S. Massive Hemoptysis. Hospital Physician. 2006;37-43
Arif N. Batuk darah dalam pulmonologi klinik. Bagian pulmonologi FKUI;
Jakarta :
1992, 179-183
Wihastuti R, Maria, Situmeang T, Yunus F. Profil penderita batuk darah yang
berobat ke

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 24

Hemoptisis

bagian paru RSUP Persahabatan Jakarta. J Respir Indo 1999;19:54-9


Eddy JB. Clinical assesment and management of massive hemoptysis. Crit Care
Med
2000 ; 28 (5) : 1642 7 6.http//www.pulmonologychannel. com/hemoptysis
/treatment
/shtml 7.http//www. endonurse.com/articles/07/aprfeat5.html

1. http://journals.lww.com/bronchology/Fulltext/2002/01000/Managing_a_Pa
tient_with_Hemoptysis.13.aspx
2. www.dirjournal.org/sayilar/69/buyuk/299-309.pdf
3. Sudoyo, Aru W. 2007. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed.4. Jakarta:
Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
4. Woodley M. Whelan A. 1995. Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical
Therapeutics). Andi offset. Yogyakarta.
5. Rab T. 1996. Prinsip Gawat Paru. ed.2. Jakarta. EGC.
6. https://www.merckmanuals.com/professional/pulmonarydisorders/symptoms-of-pulmonary-disorders/hemoptysis

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 25

Hemoptisis

Kepaniteraan Ilmu penyakit Dalam


Rumah Sakit Sulianti Saroso
Periode 13 April 2015 20 Juni 2015Page 26

Anda mungkin juga menyukai