Anda di halaman 1dari 90

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA USIA, JENIS KELAMIN, LAMA PERAWATAN,


DAN SKOR APACHE II TERHADAP INSIDENSI KASUS VENTILATOR
ASSOCIATED PNEUMONIAE DI ICU RSPAD GATOT SOEBROTO
PERIODE JANUARI 2012 DESEMBER 2012

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran

Farrah Erman
0910.211.107

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM
2013

PENGESAHAN DEKAN
Skripsi diajukan oleh :
Nama

: Farrah Erman

NRP

: 091.0211.107

Program Studi

: Sarjana Kedokteran

Judul Skripsi

: Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin, Lama Perawatan,


dan

Skor APACHE II Terhadap Insidensi Kasus

Ventilator Associated Pneumoniae di ICU RSPAD Gatot


Soebroto Periode Januari 2012 Desember 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Penguji dan Pembimbing serta telah
diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran pada Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas
Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Disetujui,

Nurfitri Bustamam SSi, MKes, MPd.Ked


Penguji Utama

dr. Imam Soekoesno Sp.P, Sp.KP

dr. Chairunan Hasbullah MARS

Pembimbing I

Pembimbing II
Mengesahkan,

Dr. Buddy H.W. Utoyo, MARS


Dekan Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal Ujian : 4 Maret 2013
2

PENGESAHAN
KETUA PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN

Skripsi diajukan oleh :


Nama

: Farrah Erman

NRP

: 091.0211.107

Program Studi

: Sarjana Kedokteran

Judul Skripsi

: Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin, Lama Perawatan,


dan

Skor APACHE II Terhadap Insidensi Kasus

Ventilator Associated Pneumoniae di ICU RSPAD Gatot


Soebroto Periode Januari 2012 Desember 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Penguji dan Pembimbing serta telah
diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran pada Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas
Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Disetujui,

Dr. Anisah, M.Pd.Ked


Ketua Program Studi Sarjana Kedokteran

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal Ujian : 4 Maret 2013

PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama

: Farrah Erman

NRP

: 091.0211.107

Tanggal

: 4 Maret 2013

Tanda Tangan

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Univesitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta,
saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

: Farrah Erman

NRP

: 091.0211.107

Fakultas

: Kedokteran

Program Studi

: Sarjana Kedokteran

Jenis Karya

: Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Hak Bebas Royalti
Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul :
HUBUNGAN

ANTARA

USIA,

JENIS

KELAMIN,

LAMA

PERAWATAN, DAN SKOR APACHE II TERHADAP INSIDENSI


KASUS VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIAE DI ICU RSPAD
GATOT SOEBROTO PERIODE JANUARI 2012 DESEMBER 2012
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 4 Maret 2013
Yang menyatakan,

(Farrah Erman)

PRAKATA
Puji syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi dengan judul HUBUNGAN
ANTARA USIA, JENIS KELAMIN, LAMA PERAWATAN, DAN SKOR
APACHE II TERHADAP INSIDENSI KASUS VENTILATOR ASSOCIATED
PNEUMONIA DI ICU RSPAD GATOT SOEBROTO PERIODE JANUARI
2012 DESEMBER 2012 dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini secara khusus saya ingin mengucapkan terima kasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada dr. Imam Soekoeno, Sp.P, Sp.KP
dan dr. Chairunan Hasbullah, MARS pembimbing yang telah memberikan
petunjuk, pengarahan dan nasehat yang sangat berharga didalam penyusunan
sampai dengan selesainya skripsi ini.
Selanjutnya tidak lupa penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
sedalam-dalamnya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, ketabahan, kesabaran,
serta kemudahan dalam pembuatan skripsi ini.
2. Erman Soehardjo, SH, MH dan Nafisah Hasan sebagai orang tua yang
selalu mendukung dan membantu dalam segala hal, serta memberikan
semangat, doa, dan kasih sayang.
3. Brigadir Jenderal TNI (Purn) dr. Buddy H.W. Utoyo, MARS selaku
dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Veteran Jakarta.
4. dr. Hartono selaku pembimbing lapangan, atas arahan dan masukan
dalam pengambilan data dan penelitian sampai penyusunan skripsi ini.
5. dr. Karina Yudithya yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi
ini.
6. Arby Pratama, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan
pengertiannya dalam penyusunan skripsi ini.
7. Semua dosen yang pernah mengajar Community Research Programme
mulai dari tingkat 1 sampai tingkat 4 sehingga penulis memperoleh ilmu
yang bermanfaat akan statistik dan penyusunan skripsi.

8. Sahabat-sahabat terdekat penulis yaitu Adita Bella Lastania, Nigeli


Tosaga Budianto, Rahmi Ramadhanti, Meranita Talentsa, Dwi Ardhini
dan Annisa Novarani atas keceriaan yang dibawa selama ini.
9.

Sahabat-sahabatku di kampus Kriski Regina Gaezani, Rissa Andhini,


Irene Dyah Djulianti, Reica Aprilyana, Debby Seresthia, Ahmad Alfi
Bashori, Evita, dan Shelly Naritri yang telah memberikan support dari
semester 1 sampai tersusunnya skripsi ini.

10. Teman-teman sejawat Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta


angkatan 2009 dan semua pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan
satu per satu.
Semoga semua pihak yang telah disebutkan diatas, maupun pihak yang tidak
bisa saya sebutkan namanya satu per satu mendapat anugrah yang berlimpah
dari ALLAH SWT atas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian yang telah dituangkan dalam
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap
skripsi ini dapat memberikan manfat bagi orang lain dalam melaksanakan
tugas sebagai tenaga kesehatan yang berkaitan dengan pulmonologi.
Jakarta, 2013

(Farrah Erman)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


DATA PRIBADI
Nama

: Farrah Erman

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat dan Tanggal Lahir

: Jakarta, 29 April 1992

Agama

: Islam

Kewarganegaraan

: Indonesia

Telp

: 021 84590964

No Hp

: 085695090002

Email

: farraherman@gmail.com

Alamat Rumah

: Jl. Ciherang No. 99A RT 005 RW 005


Sukatani Cimanggis Depok

KELUARGA
Orangtua
Ayah

: Erman Soehardjo, SH, MH

Ibu

: Nafisah Hasan

Saudara Kandung
Adik

: Miqdad Erman
Mizzi Maqdizi Erman

PENDIDIKAN FORMAL
2006 2009

Sekolah Menengah Atas Negeri 99 Cibubur Jakarta

2003 2006

Sekolah Menengah Pertama Negeri 147 Cibubur Jakarta

1999 2003

Sekolah Dasar Kartika XIII-I Cibubur Jakarta

1997 1999

Sekolah Dasar Negeri 06 Pagi Slipi Jakarta

1995 1997

Taman Kanak-kanak Yasporbi Slipi Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI
2001 2007

Anggota Pencak Silat Perisai Putih

2009 2010

Anggota Komisi A SMFK UPN Veteran Jakarta

2010 2011

Ketua SMFK UPN Veteran Jakarta

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN DEKAN .........................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN KA.PSSK ........................................................

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................................

iv

HALAMAN HAK CIPTA ...............................................................................

PRAKATA ......................................................................................................

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................

viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

ix

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xii

DAFTAR BAGAN .........................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xv

ABSTRACT ......................................................................................................

xvi

RINGKASAN ..................................................................................................

xviii

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang ..........................................................................................

I.2. Perumusan masalah ..................................................................................

I.3. Pertanyaan Penelitian ...............................................................................


I.4. Tujuan penelitian ......................................................................................

I.3.1. Tujuan Umum ............................................................................

I.3.2. Tujuan Khusus ...........................................................................

I.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................

I.4.1. Peneliti .......................................................................................

I.4.2. Instansi .......................................................................................

I.4.3. Masyarakat..................................................................................

I.4.4. Institusi Pendidikan ....................................................................

I.4.5. Penelitian Selanjutnya ...............................................................

BAB II LANDASAN TEORI


II.1. Landasan Teori ........................................................................................

II.1.1. Definisi Pneumonia ...................................................................

II.1.2. Klasifikasi Pneumonia...............................................................

II.1.3. Ventilator Associated Pneumoniae ...........................................

II.1.4. Anatomi dan Fisiologi Paru.......................................................

10

II.1.5. Mekanisme Pertahanan Paru .....................................................

12

II.1.6. Patogenesis ................................................................................

14

II.1.7. Faktor Resiko ............................................................................

17

II.1.8. Diagnosis ...................................................................................

19

II.1.9. Unit Perawatan Intensif (ICU) .................................................

22

II.1.10. Intubasi Endotrakeal ...............................................................

24

II.1.11. Skor APACHE II ....................................................................

25

II.1.11.1. Sejarah Perkembangan Skor APACHE ..........................

25

II.1.11.2. Penggunaan Skor APACHE II Sebagai Sistem


Skoring Berat Penyakit .......................................................

26

II.2. Kerangka Teori ........................................................................................

29

II.3. Kerangka Konsep ....................................................................................

30

II.4. Hipotesis ..................................................................................................

30

BAB III METODE PENELITIAN


III.1. Jenis Penelitian ......................................................................................

31

III.2. Lokasi Penelitian ....................................................................................

31

III.3. Subyek Penelitian ..................................................................................

31

III.3.1. Populasi ....................................................................................

31

III.3.2. Sampel Penelitian.....................................................................

31

III.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................

31

III.5. Besar Sampel ..........................................................................................

32

III.6. Cara Pemilihan Sampel ..........................................................................

32

III.7. Rancangan Penelitian .............................................................................

32

III.8. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................................

32

III.8.1. Variabel Dependen ..................................................................

32

III.8.2. Variabel Independen ...............................................................

32

III.9. Definisi Operasional Variabel ...............................................................

33

III.10. Instrumen Penelitian ............................................................................

34

III.11. Protokol Penelitian ...............................................................................

34

III.12. Analisis Data ........................................................................................

35

10

III.13. Pengolahan Data ..................................................................................

35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1. Gambaran Tempat Penelitian ................................................................

37

IV.1.1. Gambaran Umum RSPAD Gatot Soebroto .................................

37

IV.1. Hasil Analisis Univariat ........................................................................

38

IV.2. Hasil Analisis Bivariat ...........................................................................

41

IV.3. Pembahasan ...........................................................................................

43

BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan .............................................................................................

46

V.2. Saran .......................................................................................................

46

V.2.1. RSPAD Gatot Soebroto ............................................................

46

V.2.2 Penelitian Selanjutnya ...............................................................

46

V.3. Keterbatasan ............................................................................................

47

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

48

LAMPIRAN ...................................................................................................

51

11

DAFTAR TABEL
TABEL 1

Pola kuman dari sputum pasien di ruang rawat intensif RS


Persahabatan 2004 ..................................................................

TABEL 2

Patogen Penyebab VAP .........................................................

TABEL 3

Kriteria klinis untuk diagnosis Ventilator-associated


pneumoniae (VAP) .................................................................

20

TABEL 4

Perkiraan Angka Kematian ......................................................

27

TABEL 5

Klasifikasi Usia dalam skor APACHE II.................................

28

TABEL 6

Definisi Operasional ...............................................................

33

TABEL 7

Distribusi Usia Terhadap Insidensi Kasus VAP pada


Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto ............

TABEL 8

Distribusi Jenis Kelamin Terhadap Insidensi Kasus VAP


pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto ....

TABEL 9

38
38

Distribusi Lama Perawatan Terhadap Insidensi Kasus


VAP pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot
Soebroto ..................................................................................

TABEL 10

39

Distribusi Skor APACHE II Terhadap Insidensi Kasus


VAP pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot
Soebroto ..................................................................................

TABEL 11

Distribusi VAP pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD


Gatot Soebroto ........................................................................

TABEL 12

40

Hubungan Antara Usia Terhadap Insidensi Kasus VAP pada


Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto ............

TABEL 13

39

41

Hubungan Antara Jenis Kelamin Terhadap Insidensi Kasus


VAP pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot
Soebroto ..................................................................................

TABEL 14

41

Hubungan Antara Lama Perawatan Terhadap Insidensi Kasus


VAP pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot
Soebroto ..................................................................................

12

42

TABEL 15

Hubungan Antara Skor APACHE II Terhadap Insidensi


Kasus VAP pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot
Soebroto ..................................................................................

13

43

DAFTAR BAGAN
BAGAN 1

Patogenesis VAP ....................................................................

16

BAGAN 2

Kerangka Teori .......................................................................

30

BAGAN 3

Kerangka Konsep ....................................................................

31

BAGAN 4

Cara Kerja Penelitian ..............................................................

35

14

DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1

Surat Permohonan Izin Penelitian ...............................

51

LAMPIRAN 2

Surat Pemberian Izin Penelitian ..................................

52

LAMPIRAN 3

Skor APACHE II ........................................................

53

LAMPIRAN 4

Data Responden ..........................................................

54

LAMPIRAN 5

Analisis Univariat .......................................................

61

LAMPIRAN 6

Analisis Bivariat .........................................................

66

15

ABSTRACT

Farrah Erman. The Correlation Between Age, Sex, Duration of Treatment, and
APACHE II Score on Ventilator Associated Pneumoniae Case Incidence in the
Intensive Care Unit

of Gatot Soebroto Army Hospital on January 2012

December 2012 period. Supervised by dr. IMAM SOEKOESNO, Sp.P, Sp. KP


and dr. CHAIRUNAN HASBULLAH, MARS.
Ventilator associated pneumoniae is pneumonia that occurs more than 48 hours
after installation or use of endotracheal intubation and mechanical ventilation.
VAP is a common nosocomial infection in the intensive care unit (ICU).
Incidence of nosocomial pneumonia found in almost 25% of all cases of
infection in the ICU, and 90% occurred in the use of a mechanical ventilator.
The purpose of this study was to determine the relationship between age, sex,
duration of treatment, and the APACHE II score at ICU Gatot Subroto Army
Hospital from January 2012 - December 2012. This type of study is a descriptive
analytic. This study is cross-sectional study design. Number of respondents were
251 people. Data were analyzed using chi square test. Chi-square statistical test
using relevant software obtained the probability (p) score of the independent
variables tested were age (p: 0.024), gender (p: 0.071), duration of treatment (p:
0.005), and APACHE II score (p: 0.015) with a value of = 0.05. Thus it can be
concluded there is a relationship between age, duration of treatment, and
APACHE II score with the incidence of VAP, while there was no correlation
between sex with the incidence of VAP.
Keywords: Age, Sex, Duration of Treatment, APACHE II score, VAP
Bibliography : 34 (1985 2012)

16

ABSTRAK

FARRAH ERMAN. Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin, Lama Perawatan,


dan Skor APACHE II Terhadap Insidensi Kasus Ventilator Associated
Pneumoniae di ICU RSPAD Gatot Soebroto Periode januari 2012 Desember
2012. Dibimbing oleh dr. IMAM SOEKOESNO, Sp.P, Sp. KP dan dr.
CHAIRUNAN HASBULLAH, MARS.
Ventilator associated pneumoniae adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48
jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal dan atau penggunaan ventilasi
mekanik. VAP merupakan infeksi nosokomial yang sering terjadi di ruang rawat
intensif (ICU). Kejadian pneumonia nosokomial dijumpai pada hampir 25% dari
semua kasus infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada penggunaan ventilator
mekanik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara usia,
jenis kelamin, lama perawatan, dan skor APACHE II di ICU RSPAD Gatot
Soebroto periode Januari 2012 Desember 2012. Jenis penelitian adalah
deskriptif analitik. Rancangan penelitian cross sectional. Jumlah responden 251
orang. Data dianalisis menggunakan uji chi square. Uji statistik chi square
menggunakan perangkat lunak didapatkan probabilitas (p) pada variabel bebas
yang diuji adalah usia (p:0,024), jenis kelamin (p:0,071), lama perawatan
(p:0,005), dan skor APACHE II (p:0,015) dengan nilai = 0,05. Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan terdapat hubungan antara usia, lama
perawatan, dan skor APACHE II dengan kejadian VAP sedangkan tidak terdapat
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian VAP.
Kata kunci: Usia, Jenis Kelamin, Lama Perawatan, skor APACHE II, VAP
Kepustakaan : 34 (1985 2012)

17

RINGKASAN
FARRAH ERMAN. Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin, Lama Perawatan,
dan Skor APACHE II Terhadap Insidensi Kasus Ventilator Associated
Pneumoniae di ICU RSPAD Gatot Soebroto Periode januari 2012 Desember
2012. Dibimbing oleh dr. IMAM SOEKOESNO, Sp.P, Sp. KP dan dr.
CHAIRUNAN HASBULLAH, MARS.
Ventilator associated pneumoniae adalah pneumonia yang terjadi lebih dari
48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal dan atau penggunaan ventilasi
mekanik. VAP merupakan infeksi nosokomial yang sering terjadi di ruang rawat
intensif (ICU). Faktor risiko VAP diklasifikasikan menjadi 3, yaitu faktor risiko
terkait pejamu, terkait pengobatan, dan terkait infeksi. Usia dan jenis kelamin
merupakan faktor risiko terkait pejamu. Sedangkan penggunaan ventilator atau
intubasi endotrakeal merupakan faktor risiko terkait pengobatan. Lama
perawatan juga dapat menimbulkan risiko tersendiri terhadap infeksi
nosokomial. Karena dengan semakin lamanya perawatan meningkatkan waktu
transisi patogen. Skor APACHE II sendiri merupakan penghitungan berbagai
macam faktor risiko yang dimiliki oleh pasien sehingga dapat menentukan
beratnya penyakit yang dialami pasien saat ini sebagai salah satu faktor risiko
terkait pejamu.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Data yang digunakan adalah
data sekunder berupa rekam medis. Penelitian dilakukan di ICU RSPAD Gatot
Soebroto, populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang menggunakan
intubasi endotrakeal dan atau ventilasi mekanis periode Januari 2012
Desember 2012. Sedangkan sampel penelitian adalah pasien yang terdiagnosis
VAP yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik sampling dengan
sampel jenuh. Sampel penelitian berjumlah 251 pasien. Desain penelitian yang
digunakan adalah Cross Sectional.
Pada penelitian ini digunakan uji statistik chi square. Terdapat hubungan
yang bermakna antara faktor usia terhadap kejadian VAP dengan (p : 0,024),
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor jenis kelamin dengan
kejadian VAP (p : 0,071), terdapat hubungan yang bermakna antara faktor lama
18

perawatan dengan kejadian VAP (p : 0,005), terdapat hubungan yang bermakna


antara faktor skor APACHE II dengan kejadian VAP (p : 0,015). Untuk instansi
rumah sakit, yaitu RSPAD Gatot Soebroto diharapkan untuk meningkatkan
kesterilan alat-alat yang digunakan di ruang ICU untuk menurunkan faktor
terkait pengobatan diluar faktor dari pasien sendiri yang sulit untuk dihilangkan.
Serta sedapat mungkin menurunkan tingkat keparahan penyakit pasien melalui
penatalaksanaan yang tepat, guna menurunkan risiko terjadinya infeksi
nosokomial di rumah sakit.
Kata kunci: Usia, Jenis Kelamin, Lama Perawatan, skor APACHE II, VAP
Kepustakaan : 34 (1985 2012)

19

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ventilator-associated pneumoniae (VAP) merupakan infeksi nosokomial
yang sering terjadi pada pasien yang dirawat di ICU. VAP adalah pneumonia
yang terjadi pada pasien setelah intubasi endotrakeal terutama pada pasien yang
menggunakan ventilasi mekanis (Masterton et al., 2008; Vincent et al., 2010).
VAP berhubungan dengan meningkatnya angka kesakitan (morbidity),
angka kematian (mortality) dan biaya kesehatan. Pneumonia nosokomial terjadi
pada 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi 6-20
kali lebih tinggi pada pasien yang menggunakan alat bantu napas mekanis.
Kejadian pneumonia nosokomial dijumpai pada hampir 25% dari semua kasus
infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada penggunaan ventilator mekanik (Rahman,
2006). 19% pasien yang mendapat ventilasi mekanik di ruang rawat intensif
(ICU) di 19 rumah sakit di Belanda terkena VAP.
Risiko tertinggi terjadinya VAP adalah pada hari-hari awal perawatan di
rumah sakit, dan diperkirakan menjadi 3%/hari selama 5 hari pertama
penggunaan ventilasi mekanik, 2%/hari pada 5-10 hari penggunaan ventilasi
mekanik, dan 1%/hari pada hari sesudahnya (American Thoracic Society, 2005).
Angka kematian pada pneumonia nosokomial berkisar 20-50% (Garc a-Leoni et
al., 2010). Angka kematian ini meningkat pada pneumonia yang disebabkan
P.aeruginosa atau yang mengalami infeksi sekunder. Angka kematian pasien
pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan intensif meningkat 3-10
kali dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3 kali dibandingkan pasien
tanpa pneumonia, hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah
sakit. Rata-rata lama perawatan akan bertambah 7-9 hari akibat VAP (American
Thoracic Society, 2005).
Berdasarkan data Riskesdas 2007 prevalensi nasional pneumonia secara
umum di Indonesia menurut diagnosa dan gejala adalah 2,13% ( rentang 0,8% 5,6%). Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia
20

tidak diketahui disebabkan antara lain data nasional tidak tersedia dan data yang
ada hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah, serta
angkanya sangat bervariasi. Selain itu data yang ada dianggap belum
mencerminkan infeksi nosokomial karena tidak dilakukan foto toraks pada saat
pasien masuk ruang rawat intensif (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2005).
Penggunaan ventilator mekanis meningkatkan risiko terjadinya VAP
diakibatkan karena terbawanya mikroorganisme dari orofaring saat masuknya
tuba endotrakeal ke dalam trakea saat intubasi (Tablan et al., 2003). Intubasi
endotrakeal dapat menyebabkan mikroaspirasi akibat adanya sekret yang
berkumpul di bawah manset tuba. Adapun peralatan yang menjadi faktor risiko
VAP adalah termasuk selang endotrakeal, sirkuit ventilator, dan adanya selang
nasogastrik atau orogastrik (Augustyne, 2007).
Patogen penyebab pneumonia nosokomial dapat berbeda antara satu rumah
sakit dengan lainnya, bahkan antara ruang rawat biasa dengan ruang rawat
intensif di satu rumah sakit. Patogen yang umum menginfeksi pasien yang
menggunakan ventilasi mekanis di ruang rawat intensif yaitu bakteri Gram
negatif, seperti P. aeruginosa, Proteus sp, Acitenobacter sp, dan Staphylococcus
aureus. Patogen penyebab VAP bervariasi terkait banyak faktor, termasuk durasi
penggunaan ventilasi mekanis, lama perawatan di ICU, adanya komorbiditas
(penyakit paru, penyakit kardiovaskuler, imunosupresi), dan penggunaan
antibiotik sebelumnya (Vincent et al., 2010)
Usia adalah variabel terpenting dari faktor host karena mempengaruhi
imunitas dan perubahan daya tahan tubuh sehingga sangat mempengaruhi
tingkat kejadian penyakit. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko
terjadinya pneumonia nosokomial seiring dengan dengan meningkatnya usia
(Price dan Wilson, 2006).
Waktu merupakan variabel epidemiologi penting dan salah satu faktor
risiko untuk infeksi patogen spesifik dan prognosis pasien. Onset awal VAP
(antara 2 5 hari) biasanya mempunyai prognosis lebih baik dan patogen yang
lebih sedikit daripada VAP dengan onset yang lebih lama (>5 hari) yang
umumnya diakibatkan oleh patogen multi drug resistant (MDR) yang berkaitan

21

dengan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pasien (American


Thoracic Society, 2005).
APACHE adalah singkatan dari Acute Physiology and Chronic Health
Evaluation. Sistem skoring ini merupakan sistem klasifikasi berdasarkan
fisiologik untuk mengukur gradasi atau beratnya penyakit penderita gawat
(Knaus et al., 1985). Yang dipergunakan pada penelitian ini adalah skoring
APACHE II, dimana skoring ini merupakan penyederhanaan dari sistem skoring
sebelumnya, APACHE. Penilaian skor APACHE II dilakukan pada 24 jam
pertama saat pasien pertama kali dirawat. Semakin berat penyakit pasien dapat
meningkatkan angka kejadian VAP. Pneumonia termasuk kedalam penyakit
yang tercantum dalam uji validitas APACHE II (Rustamadji, 2000).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi patogen penyebab VAP ditambah
kurangnya data akan patogen penyebab VAP di Indonesia membuat peneliti
merasa perlu untuk melakukan penelitian terkait dengan insiden VAP terutama
di ruang rawat intensif (ICU) RSPAD Gatot Soebroto. Dengan tersedianya data
akan angka kejadian VAP akan memudahkan klinisi menyingkirkan faktorfaktor yang dapat menyebabkan VAP di kemudian hari.
I.2. Perumusan Masalah
Ventilator associated pneumoniae (VAP) merupakan infeksi nosokomial
yang paling sering terjadi di ruang rawat intensif (ICU). Penelitian yang
dilakukan sejumlah rumah sakit swasta dan pemerintah menunjukkan angka
yang bervariasi, ditambah lagi diagnosis yang dibuat belum menyertakan foto
toraks pada saat pasien masuk ruang rawat intensif sehingga hasil penelitian
belum dapat dikatakan infeksi nosokomial. Penelitian ini bertujuan untuk
mencari hubungan antara usia, jenis kelamin, lama perawatan, dan skor
APACHE II dalam kejadian ventilator associated pneumoniae di ruang rawat
intensif (ICU).
I.3. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah terdapat hubungan antara usia pasien dengan kejadian Ventilator associated
pneumoniae (VAP) di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode Januari 2012
Desember 2012?

22

2. Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin pasien dengan kejadian Ventilator
associated pneumoniae (VAP) di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode Januari
Desember 2012?
3. Apakah terdapat hubungan antara lama rawat pasien dengan kejadian Ventilator
associated pneumoniae (VAP) di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode Januari
Desember 2012?
4. Apakah terdapat hubungan antara skor APACHE II pasien dengan kejadian
Ventilator associated pneumoniae (VAP) di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode
Januari Desember 2012?

I.4. Tujuan Penelitian


Sehubungan dengan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan
:
I.4. 1. Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, lama
perawatan, dan skor APACHE II pasien terhadap kejadian ventilator-associated
pneumoniae di ICU RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
I.4.2. Tujuan khusus
Mengetahui angka kejadian ventilator-associated pneumoniae (VAP) di ICU
RSPAD Gatot Soebroto selama periode Januari 2012 - Desember 2012
berdasarkan usia, jenis kelamin, lama perawatan, dan skor APACHE II.
I.5. Manfaat Penelitian
I.5.1. Bagi Peneliti
Sebagai syarat kelulusan sarjana kedokteran dan pengembangan minat
dalam bidang penyakit paru khususnya pada penyakit akibat infeksi di rumah
sakit.
I.5.2. Bagi Instansi
Bagi instansi terkait disini yaitu RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta adalah
memberikan gambaran mengenai kejadian ventilator associated pneumoniae
(VAP) dan data akurat yang mempunyai hubungan kuat dengan kejadian
ventilator associated pneumoniae (VAP) yang ditemukan di ruang rawat intensif
agar menjadi bahan masukan untuk mengevaluasi pelayanan yang telah

23

diberikan kepada pasien pengguna intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanis di


ruang rawat intensif dalam upaya menekan angka kejadian VAP.
I.5.3. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan responden khususnya
tentang infeksi pneumonia nosokomial di ruang rawat intensif.
I.5.4. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan yaitu Fakultas Kedokteran UPN Veteran
Jakarta agar dapat digunakan sebagai bahan diskusi dan acuan untuk
pengembangan penelitian.
I.5.5. Bagi Penelitian selanjutnya
Sebagai data awal atau pendukung bagi peneliti selanjutnya yang
membahas faktor risiko lain yang terkait terhadap kejadian pneumonia
nosokomial di ruang rawat intensif.

24

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Landasan Teori
II.1.1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah suatu peradangan parenkim paru yang berasal dari suatu
infeksi (Price dan Wilson, 2006). Pneumonia ditandai dengan peradangan dari
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Rahman, 2006).
Pneumonia sering dihadapi oleh perawat keperawatan kritis ketika infeksi
tersebut memperberat kondisi penyakit yang serius atau menyebabkan gawat
nafas (Morton et al., 2011).
II.1.2. Klasifikasi Pneumonia
Skema klasifikasi gabungan klinis yang saat ini digunakan secara umum
merupakan klasifikasi klinis gabungan dengan mengidentifikasi faktor resiko
seseorang saat pertama kali datang untuk pemeriksaan medis. Keuntungan dari
klasifikasi ini adalah dapat memandu dalam pemilihan perawatan awal yang
tepat, bahkan sebelum mikrobiologi penyebab pneumonia tersebut diketahui
sehingga memudahkan pengobatan.
Terdapat dua kategori pneumonia dalam skema ini: community-acquired
pneumoniae (pneumonia komunitas) dan hospital-acquired pneumoniae
(pneumonia nosokomial).
1) Community acquired pneumoniae

Community acquired pneumonia (CAP), disebut juga pneumonia


komunitas didefinisikan sebagai infeksi pada parenkim paru-paru yang
terjadi di luar rumah sakit ditandai dengan infeksi akut parenkim paru
diikuti dengan infltrat pada foto toraks, serta auskultasi sesuai dengan
pneumonia. Pasien tidak pernah dirawat atau berada di fasilitas kesehatan
lebih dari 14 hari sebelum timbul gejala (Kasper dan Fauci, 2008).
CAP merupakan bentuk pneumonia yang paling umum terjadi,
dan merupakan penyebab utama terhadap angka kematian akibat infeksi

25

menular terutama pada pasien usia lanjut dan immunocompromised. Dari


kepustakaan pneumonia komuniti (CAP) yang diderita oleh masyarakat
luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif. Namun, laporan dari
beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan
dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2005).
2) Hospital-acquired Pneumoniae

Hospital-acquired pneumoniae (HAP), juga disebut pneumonia


nosokomial, adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah
pasien masuk rumah sakit, tidak termasuk infeksi pada fase inkubasi saat
pasien masuk perawatan (American Thoracic Society, 2005). Ventilator
associated Pneumoniae (VAP) merupakan bentuk HAP lainnya yang
lebih spesifik dan sering ditemui di ICU.
II.1.3. Ventilator Associated Pneumoniae (VAP)
Ventilator associated pneumoniae (VAP) adalah pneumonia yang terjadi
lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal dan atau penggunaan
ventilasi mekanik (American Thoracic Society, 2005). Sedangkan Garc a-Leoni
et al, mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dimana terdapat gambaran
infiltrat baru dan menetap pada foto toraks disertai salah satu tanda yaitu, hasil
biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di
sputum maupun aspirasi trakea, kavitasi pada foto toraks, gejala pneumonia atau
terdapat dua dari tiga gejala berikut yaitu demam, leukositosis dan sekret trakeal
purulen.
VAP umum terjadi di unit perawatan intensif (ICU). VAP dikaitkan
dengan peningkatan morbiditas dan kematian, lama tinggal di rumah sakit, dan
biaya. Tingkat kematian yang timbul dari VAP adalah 27% dan mencapai 43%
saat agen penyebab adalah resisten antibiotik. Lama tinggal di unit perawatan
intensif meningkat sebesar 5 sampai 7 hari dan memperpanjang lama perawatan
di rumah sakit 2 sampai 3 kali lipat pada pasien dengan VAP sehingga
meningkatkan biaya perawatan VAP. (Augustyn, 2007).

26

VAP diklasifikasikan menjadi VAP awitan-dini dan VAP awitan-lanjut.


VAP awitan-dini terjadi pada 5 hari pertama saat pasien masuk ICU,
pemasangan intubasi trakea, dan pemakaian ventilator mekanis,. VAP awitanlanjut terjadi setelah 5 hari. Angka kejadian VAP adalah 5-10 kasus per 1000
pasien yang masuk rumah sakit, dan insidennya meningkat pada pasien yang
mendapat ventilasi mekanis (American Thoracic Society, 2005).
VAP mencakup kurang lebih 15% dari kejadian infeksi nosokomial serta
menyebabkan peningkatan biaya dan angka mortalitas. Angka kejadian
sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia tidak diketahui disebabkan
antara lain data nasional tidak tersedia dan data yang ada hanya berasal dari
beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya sangat bervariasi.
Tabel 1 : Pola kuman dari sputum pasien di ruang rawat intensif RS
Persahabatan 2004
Nama kuman

Jumlah

Persen

Klebsiella

40

24,5%

Pseudomonas

37

22,7%

Acinetobacter

21

12,8%

Klebsiella spp

18

11%

Pseudomonas spp

10

6,1%

Acinetobacter spp

10

6,1%

S. aureus

5,5%

E. coli

5,5%

P. aeruginosa

3%

Streptococcus spp

1,8%

Enterobacter spp

0,6%

Jumlah

163

100%

Dikutip dari (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2005)


VAP awitan-dini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme sensitif
antimikroba

seperti

Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp,

S.pneumoniae, H.influenza, S.aureus sensitif-metisilin. Sedangkan VAP awitanlanjut diakibatkan oleh P.aeruginosa, S.aureus resisten-metisilin, Acitenobacter
spp strain kuman yang merupakan kuman patogen yang multi drug resisten

27

(MDR) (Tablan et al., 2003). Namun organisme Gram-negatif yang sangat


resisten (Pseudomonas aeruginosa, Acitenobacter) dan S. aureus dapat juga
ditemukan pada pasien VAP awitan-dini yang memiliki faktor risiko terpajan
patogen ini.
VAP-awitan dini umumnya memiliki prognosis lebih baik karena
disebabkan oleh kuman yang masih sensitif terhadap antibiotika sedangkan
VAP-awitan lanjut memiliki prognosis yang lebih buruk karena disebabkan oleh
kuman patogen yang multi drug resistent (MDR).
Dari beberapa kepustakaan mencerminkan bahwa angka kejadian VAP
dinilai lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita. Namun, perbedaan
angka kejadian antara pria dan wanita dirasa tidak cukup signifikan (Gadani et
al., 2010).
Insidensi pneumonia di populasi berkisar 6,3 kasus per 100 pasien dalam
satu tahun dan pada VAP berkisar 1,74 per 1000 hari penggunaan ventilasi
mekanik.
Tabel 2 : Patogen Penyebab VAP
VAP Awitan Dini

VAP Awitan Lanjut

CDC 2006 - 2007

Streptococcus pneumonia

Pseudomonas aeruginosa

Staphylococcus aureus

Haemophilus influenza

Acinetobacter spp.

(24,4%)

Moraxella catarrhalis

Enterobacter spp.

Pseudomonas aeruginosa

Staphylococcus Resisten

(16,3%)

Metisilin aureus

Enterobacter spp. (8,4%)


Acinetobacter baumannii
(8,4%)
Klebsiella pneumoniae
(7,5%)
Escherichia coli (4,6%)
Candida spp (2,7%)
Klebsiella oxytoca (2,2%)
Staphylococcus Koagulase
negatif (1,3%)
lainnya (23,1%)

Dikutip dari (APIC, 2009)

28

II.1.4. Anatomi dan Fisiologi paru


Paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari alveoli.
Gelembung gelebung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Pada
lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah.
Paru terletak pada rongga dada, datarannya menghadap ke tengah rongga
dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru
atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru sendiri dibagi menjadi
dua, yakni paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru) :
a. Lobus superior pulmo dekstra
b. Lobus medial pulmo dekstra
c. Lobus inferior pulmo dekstra

Paru kiri, terdiri dari 2 lobus :


a. Lobus superior pulmo sinister
b. Lobus inferior pulmo sinister

Tiap-tiap lobus terdiri atas belahan-belahan yang lebih kecil bernama


segmen. Paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior dan 5 buah segment pada inferior. Paru kanan mempunyai 10 segmen
yaitu 5 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah segmen pada lobus mediali, dan
3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Diantara lobulus yang satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh-pembuluh darah, pembuluh getah bening dan
saraf-saraf. Dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam
lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang menjadi sangat banyak, cabang-cabang
ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2 0,3 mm.
1. Pernapasan Eksterna

Fungsi paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melalui paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui
hidung dan mulut, pada waktu pernapasan, oksigen masuk melalui trakea dan
bronkiolus ke alveoli, dan dapat erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris.
29

Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan


oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan di ambil oleh
hemoglobin sel darah merah dan di bawa ke jantung. Dari sini dipompa ke
dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru pada tekanan
oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh
oksigen.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau
pernapasan eksterna :
1) Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari
setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh
4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih
mudah berdifusi dari pada O2.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paruparu menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan lebih banyak
darah datang di paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2,
jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri
bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi yang
dengan demikian terjadi mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
2. Pernapasan Jaringan atau Pernapasan Interna

Darah

yang

telah

menjenuhkan

hemoglobinnya

dengan

oksigen

(oksihemoglobin), mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler,


dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari
hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima,
sebagai gantinya, hasil buangan oksigenasi, yaitu karbon dioksida. Perubahanperubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan
pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau pernapasan jaringan.

30

II.1.5. Mekanisme pertahanan paru


Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan terjadinya
infeksi saluran napas. Paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk mencegah
bakteri agar tidak masuk ke dalam paru. Oleh karena itu, meskipun pneumonia
merupakan penyakit yang relatif umum, pneumonia jarang terjadi pada orang
yang imunokompeten. Mekanisme pembersihan paru meliputi :
1) Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar :
a. Reepitelisasi saluran napas
b. Aliran lendir pada permukaan epitel
c.

Bakteri alamiah atau epithelial cell binding site analog

d.

Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)

e. Kompetisi mikroba setempat


f.

Sistem transport mukosilier

g. Refleks bersin dan batuk

Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan mekanisme


pertahanan melalui barrier anatomi dan mekanisme terhadap masuknya
mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong mikroorganisme
keluar dengan cara dibatukkan atau ditelan. Bila terjadi disfungsi silia seperti
pada Sindrome Kartagener's, pemakaian pipa nasogastrik dan pipa
nasotrakeal yang lama dapat mengganggu aliran sekret yang telah
terkontaminasi dengan bakteri patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi
infeksi nosokomial atau "Hospital Acquired Pneumonia".
2) Mekanisme pembersihan di Respiratory exchange airway :

a. Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan


b. Sistem kekebalan humoral lokal (IgG)
c. Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
d. Penarikan neutrofil
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan
paru (saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung
(10 % dari total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki
resiko untuk terjadi infeksi saluran napas atas yang berulang. Bakteri yang
sering mengadakan kolonisasi pada saluran napas atas sering mengeluarkan
enzim proteolitik dan merusak IgA. Bakteri gram negatif (P.aeroginosa,

31

E.colli, Serratia spp, Proteus spp, dan K.penumoniae) mempunyai


kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi dan kerusakan setiap komponen
pertahanan saluran napas atas menyebabkan kolonisasi bakteri patogen
sebagai fasilitas terjadinya infeksi saluran napas bawah.
3) Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotis

Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik,


mekanik, humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks
batuk dari glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari
orofaring. Bila terjadi gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi
saluran napas bagian bawah yang dalam keadaan normal steril. Tindakan
pemasangan pipa nasogastrik, alat trakeostomi memudahkan masuknya
bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah. Gangguan fungsi
mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran napas
bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus
dapat merusak gerakan silia.
4) Mekanisme pembersihan di "respiratory gas exchange airway" bronkiolus dan
alveol mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut :
a. Cairan yang melapisi alveol :
i. Surfaktan, suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa
komponen SP-A, SP-B, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat
fagositosis dan killing terhadap bakteri oleh makrofag.
ii. Aktifitas anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozym, iron binding protein.
b. IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)
c. Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama
berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi GNB, P.
aeruginosa)
d. Mediator biologi mempunyai kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas
termasuk C5a, produksi dari makrofag alveolar,sitokin, leukotrien.

II.1.6. Patogenesis
Mekanisme pertahanan tubuh dapat terganggu oleh beberapa faktor risiko.
Patogen paru dapat mencapai paru melalui empat rute (Mcphee dan Ganong,
2010):
1) Inhalasi langsung droplet infeksius

32

2) Aspirasi isi orofaring


3) Penyebaran langsung di sepanjang permukaan membran mukosa dari
saluran napas atas ke bawah
4) Penyebaran hematogen
Faktor yang mempengaruhi mekanisme pertahanan saluran nafas atas
(intubasi endotrakeal / nasogastric, nutrisi enteral) meningkatkan risiko aspirasi
dan mikroaspirasi. Endotracheal Tube (ETT) akan menjadi jalan masuk bakteri
secara langsung menuju saluran napas bagian bawah. Hal ini mengakibatkan
adanya bahaya antara saluran napas bagian atas dan trakea, yaitu terbukanya
saluran napas bagian atas menyebabkan tersedianya jalan masuk bakteri secara
langsung.
Karena terbukanya saluran napas atas akan terjadi penurunan kemampuan
tubuh untuk menyaring dan menghangatkan udara. Selain itu, refleks batuk
sering ditekan dan dikurangi dengan adanya pemasangan ETT dan gangguan
pada pertahanan silia mukosa saluran napas karena adanya cedera pada mukosa
pada saat intubasi dilakukan, sehingga menjadi tempat bakteri untuk kolonisasi
pada trakea. Keadaan ini menyebabkan peningkatan produksi dan sekresi sekret.
Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu
kolonisasi pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi sekret
dari jalan nafas atas dan bawah. Kolonisasi bakteri pada paru dapat disebabkan
oleh penyebaran organisme dari berbagai sumber, termasuk orofaring, rongga
sinus, nares, plak gigi, saluran pencernaan, kontak pasien, dan sirkuit ventilator.
Inhalasi bakteri dari salah satu sumber ini dapat menyebabkan timbulnya gejala,
dan akhirnya terjadi VAP. Kolonisasi lambung meningkatkan kolonisasi
retrograd di orofaring dan meningkatkan risiko pneumonia (Vincent et al.,
2010).
Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk
biofilm dalam saluran pernapasan. Mulai pada awal 12 jam setelah intubasi,
biofilm mengandung sejumlah besar bakteri yang dapat disebarluaskan ke dalam
paru melalui ventilator. Pada keadaan seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh
cairan ke dalam selang endotrakeal, suction, batuk, atau reposisi dari selang
endotrakeal.

33

Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran napas


bagian atas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas bagian atas dan
memberikan bakteri akses langsung ke saluran napas bagian bawah. Karena
saluran napas bagian atas kehilangan fungsi karena terpasang selang endotrakeal,
kemampuan tubuh untuk menyaring dan melembabkan udara mengalami
penurunan.
Selain itu, refleks batuk sering mengalami penurunan bahkan hilang akibat
pemasangan selang endotrakeal dan aktifitas mukosilier bisa terganggu karena
cedera mukosa selama intubasi. Selang endotrakeal menjadi tempat bagi bakteri
untuk melekat di trakea, keadaan ini dapat meningkatkan produksi dan sekresi
lendir lebih lanjut. Penurunan mekanisme pertahanan diri alami tersebut
meningkatkan kemungkinan kolonisasi bakteri dan aspirasi (Augustyn, 2007)

dikutip dari Hooser, D.T.V., 2002. Ventilator-Associated Pneumonia


(VAP) Best Practice Strategies for Caregivers.
Kolonisasi di orofaring dan lambung berperan penting pada patogenesis
pneumonia bakteri. Kolonisasi adalah keberadaan mikroorganisme lain selain
flora normal tanpa menunjukkan tanda infeksi klinis. Bakteri Gram-positif dan
anaerob normalnya hidup di orofaring, dan hipotesis menyatakan bahwa kedua
bakteri tersebut menempati area perlekatan bakteri di mukosa orofaring. Saat
flora normal orofaring musnah, area perlekatan tersebut rentan mengalami
kolonisasi bakteri patogen. Patogen Gram-negatif atau Gram-positif yang
34

berkolonisasi

di

orofaring

lebih

mudah

teraspirasi

ke

percabangan

trakeobronkus.

Bagan 1 : Patogenesis VAP


Rute

utama

bakteri

memasuki

paru

adalah

melalui

aspirasi

mikroorganisme dari orofaring. Aspirasi sering kali terjadi (>45%) pada individu
yang sehat ketika tidur. Risiko aspirasi yang signifikan dari segi klinis
meningkat pada pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran atau
disfagia, pada pasien yang terpasang slang endotrakea atau slang enteral, atau
pasien yang mendapat makan secara enteral. Sebagai contoh, aspirasi lebih
35

sering terjadi (>70%) dan lebih ekstensif pada pasien yag mengalami penurunan
tingkat kesadaran.
Kolonisasi orofaring dan trakeobronkial oleh bakteri Gram-negatif dimulai
saat adanya perlekatan mikroorganisme terhadap sel epitel inang. Perlekatan di
sebabkan multi faktor yang berhubungan dengan bakteri (adanya phili, silia,
kapsul, atau produksi elastase atau musinase), sel inang (permukaan protein dan
polisakarida) dan lingkungan (pH dan sekresi musin). Beberapa faktor seperti
malnutrisi dan pasca operasi dapat meningkatkan potensi perlekatan oleh bakteri
Gram-positif (Tablan et al., 2003).
II.1.7. Faktor risiko VAP
Sejumlah faktor risiko meningkatkan kemungkinan pneumonia melalui
satu dari beberapa mekanisme yang teridentifikasi pada model teoritis. Faktor
risiko untuk VAP dikelompokkan menjadi 3 kategori : faktor risiko terkaitpejamu, faktor risiko terkait-pengobatan, dan faktor risiko terkait-infeksi.
1. Faktor risiko terkait-pejamu
a. Pertambahan usia (> 65 tahun)
Pertambahan

usia

mencerminkan

proses

penuaan

tubuh

yang

mempengaruhi setiap komponen tubuh. Salah satunya pada usia lanjut,


sistem imun non spesifik dan spesifik mulai tidak efektif lagi sehingga
memudahkan terjadinya infeksi (Darmadi, 2008).
b. Perubahan tingkat kesadaran
c. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
d. Penyakit berat
e. Malnutrisi
Menurunkan immunoglobulin A dan gangguan terhadap fungsi
makrofag.
f. Syok
g. Trauma tumpul
h. Trauma kepala berat
i. Trauma dada
j. Merokok

36

Mengganggu transport mukosiliar dan sistem pertahanan selular dan


humoral.
k. Karang gigi
2. Faktor risiko terkait-pengobatan
a. Ventilasi mekanis
b. Reintubasi atau ekstubasi sendiri
c. Bronkoskopi
d. Slang nasogastrik
e. Adanya alat pemantau tekanan intrakranial (TIK)
f. Terapi antibiotik sebelumnya
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik
yang aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di
saluran pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan
penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran
pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora
normal di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat
pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan
menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi
bakteri gram negatif di orofaring.
g. Peningkatan pH lambung
h. Terapi penyekat reseptor histamin tipe 2 dan antasid
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri Gram negatif di lambung
karena asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh
bakteri yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H2 yang
mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri
gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai
pH netral 6,4 - 7,0.
i. Pemberian makan enteral
j. Pembedahan kepala
k. Pembedahan toraks atau abdomen atas
l. Posisi telentang

37

3. Faktor risiko terkait-infeksi


a. Mencuci tangan kurang bersih
b. Mengganti slang ventilator kurang dari 48 jam sekali
c. Peralatan terapi pernapasan
d. Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
e. Pasien dengan kuman multi drug resistance (MDR) tidak dirawat di ruang
isolasi
Faktor risiko kuman multi drug resistance (MDR) penyebab HAP dan VAP
(ATS/IDSA 2004)
a. Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
b. Dirawat di rumah sakit 5 hari
c. Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit
tersebut
d. Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi
e. Ada faktor risiko pneumonia nosokomial
f. Ada penyakit atau terapi yang bersifat imunosupresif
II.1.8. Diagnosis
Tidak ada manifestasi klinis tunggal yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis VAP. Radiologi toraks walaupun sensitif, namun tidak spesifik.
Metode yang digunakan untuk menegakkan diagnosis VAP masih menjadi
kontroversi dan belum ada metode yang menjadi gold standard. Guideline
terakhir yang di publikasikan adalah guideline dari Health and Science Policy
Committee of the American College of Chest Physicians. Guideline tersebut
menyebutkan bahwa episode VAP seharusnya dicurigai pada pasien yang
menerima intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik, jika dua atau lebih gejala
klinis berikut dijumpai:
1. Suhu lebih dari 380C atau kurang dari 360C.
2. Leukositosis atau leukopenia.
3. Sekresi trakea purulen.
4. Penurunan PaO2.

38

Berikut berupa tabel dari beberapa kriteria klinis untuk mendiagnosis


Ventilator-associated pneumoniae (VAP).
Tabel 3 : Kriteria klinis untuk diagnosis Ventilator-associated
pneumoniae (VAP) (Rea-Neto et al., 2008).
Johanson

Radiologi : Infiltrat menetap yang progresif dan baru


Demam >380C
Leukositosis atau leukopenia
Sekret purulen

Clinical

Temperatur

Pulmonary

0 = 36.50C 38.40C

Infection Score
(CPIS)

Oksigenasi (PaO2/FiO2)
0 = > 240 atau ARDS

1 = 38.5 C 38.9 C
0

2 = <240 dan tidak ARDS


0

2 = < 36 C atau > 39 C


Leukosit (cells/L)

Radiologi :

0 = 400011000

0 = tidak ada infiltrat

1 = < 4000 atau > 11000

1= Bercak atau infiltrat

2 = 50% band forms

difus
2 = Infiltrat terlokalisir

Sekret trakeal

Kultur aspirasi trakeal

0 = Tidak dijumpai sekret

1 = Ada sekret, tapi tidak

Kultur

bakteri

patogen jarang atau

purulen

tidak

2 =Sekret purulen

menerangi

kuantitas

atau

pertumbuhan
1

Kultur

bakteri

patogen sedang atau


kuantitas berat
2

Kultur

patogen

bakteri
sama,

terlihat Gram stain


Total skor > 6 menunjukkan VAP
ARDS = Acute Respiratory Distress Syndrome

39

Centers for

Radiologi :

Tanda/gejala/dan

Disease Control

Dua atau lebih dari serial foto

laboratorium.

and Prevention

rongent toraks paling tidak salah

Paling tidak salah satu dari

(CDC)

satu dari berikut:

berikut ini:

Infiltrat menetap yang progresif

dan baru

Konsolidasi

Ada kavitas

Demam(>380C) tanpa ada


sebab lainnya

Leukopenia(12,000
WBC/mL)

Untuk dewasa usia 70


tahun atau lebih, adanya
perubahan status mental
tanpa ada penyebab pasti
lainnya.

Dan paling tidak dua dari berikut ini:

Onset baru dari sputum yang purulen, atau perubahan dalam


karakter sputum, atau meningkatnya sekresi respiratori atau
meningkatnya kebutuhan akan suction.

Onset baru atau memburuknya batuk, atau sesak nafas, atau


takikardia.

Terdapat ronkhi atau suara nafas bronkial

Memburuknya pertukaran gas (Pa O2/fraksi dari oksigen inspirasi


[FiO2] 240, meningkatnya kebutuhan peralatan oksigen atau
meningkatnya kebutuhan ventilator mekanik

Kriteria mikrobiologis
Paling tidak satu dari berikut ini:

Pertumbuhan bakteri positif pada kultur darah yang tidak terkait


sumber infeksi lain.

Pertumbuhan positif di kultur dan lapang pleural

Kultur kuantitatif positif >104

dari bronchoalveolar lavage

(BAL) , 103 dari sikatan bronkus

Lebih dari 5% sel ditemukan bakteri intraseluler melalui


pemeriksaan mikroskopik pewarnaan Gram bronchoalveolar
lavage (BAL)

Gambaran histopatologis menunjukkan pneumonia

40

Sementara itu American Thoracic Society (ATS), kriteria pneumonia


nosokomial berat adalah:
1) Dirawat di ruang rawat intensif
2) Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2
> 35 % untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3) Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar
atau kaviti dari infiltrat paru
4) Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi
dan atau disfungsi organ yaitu :
a. Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
b. Memerlukan vasopresor > 4 jam
c. Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
d. Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
Diagnosis VAP di ICU RSPAD Gatot Soebroto ditegakkan berdasarkan
kriteria klinis Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) dengan pemeriksaan
kultur sputum.
II.1.9. Unit Perawatan Intensif (ICU)
Unit perawatan intensif adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam
rumah sakit yang memiliki staf khusus dan peralatan khusus yang ditujukan
untuk menanggulangi penderita gawat karena penyakit, trauma atau komplikasikomplikasi. Infeksi nosokomial dan kematian di unit perawatan intensif
prevalensinya lebih tinggi dibanding tempat lainnya di rumah sakit. Penyakit
yang mendasari, gangguan mekanisme pertahanan tubuh, alat invasif,
pengobatan imunosupresif, penggunaan antibiotik, dan kolonisasi dengan kuman
yang resisten, menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi nosokomial.
Lebih dari 20% infeksi nosokomial terjadi di ICU. Terdapat beberapa
faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial di ICU. Beberapa di
antaranya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pertahanan tubuh
pasien. Sistem pertahanan tubuh pasien yang dirawat di ICU dapat terganggu
karena adanya penyakit yang mendasari atau akibat intervensi medis yang
dialami pasien. Selain itu beratnya penyakit pasien yang dirawat di ICU, luas

41

ruangan yang relatif kecil dengan pasien berpenyakit lebih berat serta jumlah
tenaga medis yang relatif sedikit dibanding jumlah pasien memungkinkan
terjadinya infeksi secara kontak langsung orang ke orang.
Semua pasien yang dirawat di ICU pasti akan menggunakan minimal satu,
atau bahkan beberapa alat kedokteran yang bersifat invasif dan akan
menyebabkan bagian tubuh pasien yang seharusnya steril terpajan ke lingkungan
luar. Keberadaan alat-alat kedokteran ini dihubungkan dengan infeksi
nosokomial, masing-masing dengan kecenderungan menyebabkan jenis infeksi
tertentu. Selain itu penggunaan H2-blocker atau antasida akan menurunkan
tingkat keasaman lambung yang merupakan pertahanan alami tubuh dan
mempermudah terjadinya kolonisasi flora enterik. Mekanisme pembersihan
organ-organ berongga tubuh juga dapat terganggu oleh adanya intubasi
endotrakeal, intubasi nasofaring, atau kateter urin.
Terdapat tujuh faktor risiko independen terjadinya infeksi nosokomial di
ICU, empat di antaranya berhubungan dengan penggunaan alat kedokteran
invasif. Ketujuh faktor risiko tersebut adalah penggunaan kateter vena sentral,
penggunaan kateter arteri pulmonar, penggunaan kateter urin, penggunaan
ventilator mekanik, pemberian profilaksis ulkus peptikum, adanya trauma saat
masuk rumah sakit dan lamanya perawatan di ICU. Faktor yang disebutkan
terakhir adalah yang paling mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial.
Dikatakan terdapat hubungan linear antara lama perawatan dan insidens infeksi
nosokomial di ICU.
Seperti telah disebutkan di atas, penyakit yang mendasari dapat
mengganggu sistem imun pasien. Contohnya pasien dengan keganasan akan
cenderung memiliki respon imun yang abnormal sebagai akibat dari penyakit
atau terapi yang dijalaninya menurunkan jumah sel fagosit. Pasien ICU yang
berusia sangat tua atau sangat muda juga cenderung mengalami gangguan
respon imun dan karenanya memiliki risiko yang lebih tinggi terkena infeksi
nosokomial.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit pada pasien
yang dirawat di rumah sakit oleh karena sebab penyakit lain selain infeksi yang
didapat di rumah sakit (World Health Organization, 2002)

42

Batasan infeksi nosokomial menyangkut dua hal pokok, yaitu (Darmadi,


2008) :
1) Penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah
sakit.
2) Adanya transmisi mikroba patogen ke penderita yang sedang dalam
proses asuhan keperawatan tersebut.
II.1.10. Intubasi Endotrakeal
Intubasi endotrakeal adalah suatu teknik memasukkan suatu alat berupa
pipa ke dalam saluran pernafasan bagian atas. Tujuan dilakukannya intubasi
endotrakeal untuk mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas, mengendalikan
oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya aspirasi lambung pada keadaan
tidak sadar, tidak ada refleks batuk ataupun kondisi lambung penuh, sarana gas
anestesi menuju langsung ke trakea, membersihkan saluran trakeobronkial.

Pipa endotrakeal digunakan untuk menghantarkan gas anestesi langsung ke


trakea dan memfasilitasi ventilasi dan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat
bantu pernapasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan
ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.
Pipa endotrakeal terbuat dari plastik Polyvinyl Chlorida yang merupakan
cetakan dari bentukan jalan nafas. Bahan dari ETT harus bersifat radioopaq
untuk mengetahui posisi ujung distal ke karina dan transparan agar dapat dilihat
sekresi atau aliran udara yang dibuktikan oleh adanya pengembungan uap air
pada lumen pipa selama ekshalasi. Pipa Murphy memiliki lubang (Murphy eye)

43

untuk menurunkan resiko oklusi bagian bawah pipa yang berbatas langsung
dengan carina atau trakea.
Faktor dari pipa endotrakeal seperti ukuran pipa endotrakeal, desain pipa
endotrakeal, desain kaf pipa endotrakeal, tekanan intrakaf, lubrikasi pipa
endotrakeal, zat aditif bahan pembuat pipa endotrakeal, pasien batuk saat masih
memakai pipa endotrakeal, suctioning faring yang berlebihan selama ekstubasi,
dan insersi pipa lambung (NGT).
II.1.11. Skor APACHE II
II.1.11.1. Sejarah Perkembangan Skor APACHE
Pertama berkembang pada tahun 1981 di George Washington University
Medical Centre, sistem skoring Acute Physiology Chronic Health Evaluation
(APACHE) telah didemonstrasikan untuk membuktikan keakuratan dan
pengukuran yang memungkinkan terhadap beratnya penyakit pada pasien-pasien
criticall ill. Sistem skoring APACHE yang pertama (APACHE I) mengandung
34 variabel, nilai variabel terburuk dicatat dan dinilai dalam 32 jam pertama
masuk ICU dan hasil akhir didapati sebagai skor fisiologik akut.
APACHE II merupakan suatu sistem klasifikasi perbaikan dari
APACHE, dimana dasar dari perkembangan APACHE adalah hipotesis bahwa
dasar dari suatu penyakit dapat diukur secara kuantitatif dari derajat
abnormalitas beberapa variabel fisiologis. APACHE II dipublikasikan tahun
1985 (Knaus et al., 1985). Variabel fisiologik yang jarang diperiksa dihilangkan
sehingga tinggal 12 variabel fisiologik dan yang sudah dapat diperoleh dalam
waktu 24 jam saat masuk rumah sakit. Skor maksimal APACHE II
meningkatkan resiko kematian, dimana setiap kenaikan 1 skor menyebabkan
kenaikan angka kematian sebanyak 2%.

Skor APACHE II ini akan lebih

bermakna apabila dilakukan pada waktu-waktu awal saat pasien masuk unit
gawat darurat atau ICU, sehingga hasil skoring akan semakin menunjang untuk
pengambilan keputusan tata laksana.
Versi yang ketiga, APACHE III, telah mengevaluasi secara prospektif
terhadap 17440 pasien yang masuk di 40 ICU rumah sakit di Amerika Serikat
pada tahun 1988 1989. Sistem variabel yang termasuk dalam skoring

44

APACHE III yaitu berdasarkan pencatatan nilai variabel terburuk dalam 24 jam
pertama pasien masuk ICU, skor berkisar 0 - 299 terhadap 17 variabel fisiologik,
Glasgow Coma Score (GCS), untuk nilai skor usia dan tujuh kondisi komorbid
penyakit kronik. Skor APACHE III adalah skor untuk menilai beratnya penyakit
critical ill di ICU yang dikalkulasikan terhadap variabel-variabel usia pasien,
adanya kondisi komorbid penyakit, investigasi laboratorium dan fisiologik yang
terburuk dalam 24 jam pertama masuk ICU.
APACHE IV adalah standar sistem penilaian terbaru untuk menilai tingkat
keparahan penyakit dan prognosis di ICU dan variabel baru telah ditambahkan
seperti ventilasi mekanik, trombolisis, dampak obat penenang pada Skala Coma
Glasgow, PaO2: FiO2, dan penyakit-spesifik.
II.1.11.2. Penggunaan Skor APACHE II Sebagai Sistem Skoring Berat
Penyakit
Skor APACHE II mencatat nilai variabel terburuk dalam 24 jam pertama
masuk ICU terhadap 12 variabel fisiologik, usia, status pembedahan
(pembedahan emergensi / elektif, bukan pembedahan), status riwayat penyakit
sebelumnya yang menerangkan penyebab masuknya ke ICU, yang dianalisa
secara model regresi multipel logistik yang ditransformasikan skornya untuk
memprediksi kemungkinan kematian. Jumlah skor maksimum adalah 71.
Sistem skoring ini berkembang dengan cepat digunakan luas di seluruh
dunia. Telah banyak digunakan dalam bidang administrasi, perencanaan,
quality assurance, membandingkan diantara ICU bahkan membandingkan
terhadap grup- grup uji klinik.
Pentingnya penggunaan skor APACHE II adalah mendapatkan hasil akhir
prognosis yang lebih akurat dengan menganalisa dan mengukur beratnya
penyakit pasien-pasien yang dirawat di ICU.
Alasan penggunaan skor APACHE II dibandingkan dengan skor lainnya
adalah hasil dari skor APACHE II objektif , penggunaannya mudah dengan
menggunakan data rumah sakit yang banyak tersedia, hasil terpercaya untuk
banyak diagnosis penyakit, diindikasikan untuk menilai keparahan penyakit, dan
tidak tergantung atas pengobatan.

45

Karakteristik dari sistem skoring prognosis mengandung nilai-nilai angka


untuk menjelaskan beratnya penyakit pasien. Skor-skor nilai angka tersebut lalu
dideskripsikan melalui suatu formula matematika sebagai prediksi kematian.
Cara penghitungan prognosis berdasarkan skor APACHE II adalah :
Logit = -3,517+( Apache II) * 0,146 Predicted Death Rate =eLogit/(1+eLogit)
Tabel 4 : Perkiraan Angka Kematian (Hartono, 2009).
Skor APACHE II

Perkiraan Angka Kematian

0-5

2.3%

6 10

4.3%

11 - 15

8.6%

16 - 20

16.4%

21 25

28.6%

26 - 30

56.4%

31+

70%

1. Skor fisiologi akut terdiri dari :


a. Tingkat kesadaran yang ditentukan dengan menggunakan GCS
(Glasgow Coma Scale) dan skornya dihitung dengan 15
dikurangi GCS.
b. Temperatur rektal dengan rentang skor 0-4.
c. Tekanan nadi / MAP (Mean Arterial Pressure) dengan rentang
skor 0-4.
d. Frekuensi denyut jantung dengan rentang skor 0-4.
e. Frekuensi pernapasan dengan rentang skor 0-4.
f. Kadar hematokrit dengan rentang skor 0-4.
g. Jumlah leukosit dengan rentang skor 0-4.
h. Kadar natrium serum dengan rentang skor 0-4.
i. Kadar kalium serum dengan rentang skor 0-4.
j. Kadar kreatinin serum dengan rentang skor 0-8.
k. Keasaman / pH darah atau tekanan parsial CO2 (Pa CO2)
dengan rentang skor 0-4.

46

l. Tekanan parsial O2 (PaO2) darah dengan rentang skor 0-4.


Penentuan masing-masing skor dapat dilihat dalam lampiran.
2. Skor umur terdiri dari :
Tabel 5 : Klasifikasi Usia dalam skor APACHE II
USIA (Dalam Tahun)

NILAI

44

45 54

55 64

65 74

75

3. Skor penyakit kronik penyerta (komorbid)


a. Penyakit Hepar
Sirosis, hipertensi portal, gagal hepar, ensefalopati, koma
Hepatikum.
b. Sistem Kardiovaskuler
Dekompensasi kordis kelas IV.
c. Sistem Respirasi
Obstruksi kronik, restriksi kronik, hipertensi pulmonal,
hipoksia, hiperkapnia.
d. Sistem Ginjal
Gagal ginjal kronik yang perlu hemodialisis
e. Immunocompromised
Penderita mendapat terapi yang menekan daya tahan tubuh
misalnya

imunosupresan,

kemoterapi,

radiasi,

steroid,

leukemia, limfoma, AIDS dalam waktu 8 bulan sebelum


dirawat.
Bila didapatkan salah satu di antaranya maka diberi nilai 5.

47

II.2. Kerangka Teori


Pasien terpasang ventilator mekanik

Terbukanya saluran napas atas dan trakea

Usia
Faktor Risiko
Terkait Pejamu

Jenis Kelamin
Derajat Berat Penyakit

Skor APACHE II

Faktor Risiko
Terkait
Pengobatan

Lama Perawatan

Kolonisasi Orofaring

Aspirasi

Bronkiolitis

Diagnosis
(CPIS)

VAP

Bronkopneumonia

Konsolidasi jaringan paru


Bagan 2 : Kerangka Teori
48

II.3. Kerangka Konsep


Berdasarkan uraian teori dalam rumusan masalah di atas, maka penulis
mengembangkan kerangka konsep sebagai berikut :
Kerangka konsep penelitian
Variabel Independen

Variabel Dependen

Usia

VAP

Jenis Kelamin

Lama Perawatan

Skor APACHE II

Bagan 3 : Kerangka Konsep


II.4. Hipotesis Penelitian
H1

: Terdapat hubungan antara usia pasien terhadap insidensi kasus


VAP di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode Januari 2012
Desember 2012.

H2

: Terdapat hubungan antara jenis kelamin pasien terhadap


insidensi kasus VAP di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode
Januari 2012 Desember 2012

H3

: Terdapat hubungan antara lama rawat terhadap insidensi VAP


di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode Januari 2012
Desember 2012.

H4

: Terdapat hubungan antara Skor APACHE II terhadap insidensi


kasus VAP di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode Januari 2012
Desember 2012.

49

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitik yaitu penelitian
yang bertujuan untuk menggambarkan hasil dari rekam medik untuk mengetahui
hubungan antara faktor usia, jenis kelamin, lama perawatan, dan skor APACHE
II terhadap insidensi ventilator associated pneumoniae di ICU RSPAD Gatot
Soebroto periode Januari 2012 Desember 2012, dengan pendekatan cross
sectional.
III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta instalasi
rawat intensif (ICU), waktu penelitian Februari 2013.
III.3. Subjek Penelitian
III.3.1. Populasi Penelitian
Populasi didefinisikan sebagai kelompok orang, kejadian atau segala
sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya (Sastroasmoro, 2011). Populasi penelitian ini adalah pasien yang
dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto yang menggunakan intubasi endotrakeal
dan atau ventilasi mekanik periode Januari 2012 Desember 2012 yang
berjumlah sebanyak 251 orang.
III.3.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Sastroasmoro,
2011). Sampel penelitian adalah semua pasien yang dirawat di ICU RSPAD
Gatot Soebroto yang menggunakan intubasi endotrakeal dan atau ventilasi
mekanik yang periode Januari 2012 Desember 2012.
III.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien menggunakan intubasi endotrakeal dan atau ventilasi
mekanik.
b. Usia lebih dari sama dengan 18 tahun.
c. Lama perawatan lebih dari sama dengan dua hari.
d. Dirawat selama periode Januari 2012 Desember 2012.

50

e. Pasien dengan rekam medis yang memenuhi variabel usia, jenis


kelamin, lama perawatan, dan skor APACHE II.
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien yang menggunakan intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik
karena indikasi pneumonia.
b. Pasien yang tidak memiliki catatan rekam medis lengkap yang
didalamnya mencakup variabel penelitian yang tertera di kriteria
inklusi.
c. Data rekam medis yang tidak terbaca.
III.5. Besar Sampel
Karena jumlah populasi sudah diketahui yakni sebanyak 251 orang, dan
sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi maka saya mengambil seluruh
populasi menjadi sampel.
III.6. Cara Pemilihan Sampel
Pada penelitian ini cara pemilihan sampel adalah dengan menggunakan
sampel jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
dijadikan sebagai sampel.
III.7. Rancangan Penelitian
Desain studi atau rancangan penelitian yang digunakan adalah cross
sectional, yang merupakan penelitian analitik observasional, dari mulai bulan
Januari 2012 Desember 2012, penelitian melakukan pengambilan data rekam
medik pasien yang dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto yang menggunakan
intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanis.
III.8. Identifikasi Variabel Penelitian
III.8.1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah ventilator associated
pneumoniae.
III.8.2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
lama perawatan, dan skor APACHE II.
51

III.9. Definisi Operasional Variabel


Tabel 6. Definisi Operasional
No

Variabel

Definisi

Alat Ukur Hasil ukur

Skala

1.

Usia

Rentang

Rekam

1.1840

Ordinal

yang Medik

Tahun

kehidupan
diukur

dengan

2. 41-60

tahun
2.

Jenis

Pensifatan atau

Rekam

Tahun
3. >60 Tahun
1. Pria

Kelamin

pembagian dua

Medik

2. Wanita

Nominal

jenis kelamin
manusia yang
ditentukan secara
biologis yang
melekat pada
jenis kelamin
tertentu
3.
4.

Lama

Lama dirawat

Rekam

1.2-5 hari

Perawatan

dalam hari

Medik

2. >5 hari

Skor

Sistem klasifikasi Rekam

APACHE II berdasarkan
fisiologik

5.

Medik

1. 0-15
3. 20-24

mengukur gradasi

4. 25-29

penyakit

5. >30

Ventilator-

penderita gawat.
Pneumonia
yang

Rekam

1.Ya

associated

terjadi lebih dari

medik

2.Tidak

pneumoniae

48 jam setelah

(VAP)

pemasangan
endotrakeal
(Dahlan, 2011).

52

Ordinal

2. 15-19

untuk

intubasi

Ordinal

Nominal

III.10. Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa observasi data
rekam medik pasien yang dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode
Januari 2012 Desember 2012 yang menggunakan intubasi endotrakeal atau
ventilasi mekanis.
III.11. Protokol Penelitian
Identifikasi dan perumusan masalah
Menentukan Tujuan, Lokasi, dan Waktu Penelitian penelitian

Rancangan Penelitian

Menentukan Populasi dan Sampel

Menentukan Definisi Operasional

Menentukan dan Menyusun Instrumen Pengumpulan Data

Pengambilan dan Pengolahan Data

Hasil dan Kesimpulan

Menyusun Laporan
Bagan 4. Cara Kerja Penelitian

53

III.12. Analisis Data


1. Analisis univariat
Digunakan untuk mendeskripsikan distribusi masing-masing variabel
yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan melihat pada distribusi
frekuensi.
2. Analisis bivariat
Digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat, yaitu masing-masing faktor resiko terhadap kejadian VAP
dengan menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95%
menggunakan data kategori (nominal dan ordinal) (Dahlan, 2011).
Rumus Chi Square (X2) :

Keterangan : X

: Chi Square (Kai


Kuadrat)

X =
2

( fo fe )

fe
ee
ee
Df = (k - 1)(b - 1)

fo

: Nilai Observasi

fe

: Nilai Harapan

Df

: Degree of freedom
(Derajat kebebasan)

: Jumlah kolom

: Jumlah baris

Keputusan Uji Chi Square, Ho ditolak apabila p < (0,05), artinya ada
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Ho
gagal ditolak / diterima apabila p > (0,05), artinya tidak ada hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen.
III.13. Pengolahan Data

b
: Jumlah Baris
Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan

software SPSS (Statistical Program for Sosial Science) versi 17,0. Dalam
prosesnya meliputi beberapa tahap sebagai berikut:
1. Editing

54

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi rekam medik apakah


sudah diisi dengan lengkap, jelas dan relevan dengan data yang dimiliki
rumah sakit.
2. Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan. Kegunaan coding adalah mempermudah peneliti pada saat
analisis data dan juga saat entry data.
3. Processing
Setelah data di coding maka langkah selanjutnya melakukan entry data dari
kuesioner ke dalam program komputer, salah satu paket program yang
digunakan adalah SPSS for Mac.
4. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah
ada kesalahan atau tidak.

55

BAB IV
HASIL PENELITIAN
IV.1 Gambaran Tempat Penelitian
IV.1.1. Gambaran Umum RSPAD Gatot Soebroto
Pada tahun 1819 rumah sakit ini bernama Garnisius / Buiten Hospital yang
selesai dibangun pada tahun 1836 dan merupakan cikal bakal Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, yang selain itu merupakan salah satu
unsur pelayanan Ditkesad dan menjadi salah satu kebanggaan TNI-AD. Pada 22
April 1985 mulai dilakukan penanaman tiang pancang pertama pembangunan
gedung poliklinik tahap dua termasuk di dalamnya departemen perawatan
intensif. Departemen perawatan intensif mampu melaksanakan perawatan secara
intensif karena di dukung oleh alat-alat canggih.
RSPAD Gatot Soebroto yang sekarang dikenal sebagai rumah sakit
modern. Selain itu memiliki fasilitas lengkap dan modern. Selain itu merupakan
Rumah Sakit Pusat rujukan bagi rumah sakit-rumah sakit Angkatan Darat yang
ada di Indonesia. RSPAD Gatot Soebroto adalah Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto yang mempunyai tugas pokok melaksanakan Dukungan
Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan Prajurit TNI dan Pegawai Negeri Sipil
Dephankam dan TNI yang masih berdinas aktif beserta keluarganya. Beralamat
di Jl. Abdul Rahman Saleh No. 24, Jakarta Pusat.

56

IV.2. Hasil Analisis Univariat


1. Usia
Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Usia Pasien ICU RSPAD Gatot
Soebroto yang Menggunakan Intubasi Endotrakeal
atau Ventilasi Mekanik
Usia

Frekuensi

Persen (%)

18 40

56

22,3

41 60

121

48,2

>60

74

29,5

Total

251

100

Berdasarkan tabel 7, didapatkan hasil distribusi frekuensi pasien


pengguna intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik di ICU RSPAD Gatot
Soebroto berusia 18 40 tahun berjumlah 56 orang dengan presentase 22,3%,
usia 41 60 tahun berjumlah 121 orang dengan presentase 48,2%, sedangkan
dengan usia >60 tahun berjumlah 74 orang dengan presentase 29,5%.
2. Jenis Kelamin
Tabel 8 : Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien ICU
RSPAD

Gatot

Soebroto

yang

Menggunakan

Intubasi Endotrakeal atau Ventilasi Mekanik

Frekuensi

Persen (%)

Pria

161

64,1

Wanita

90

35,9

Total

251

100

Jenis
Kelamin

57

Berdasarkan tabel 8, didapatkan hasil distribusi frekuensi pasien pengguna


intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik di ICU RSPAD Gatot Soebroto
dengan jenis kelamin pria berjumlah 161 orang dengan presentase 64,1%
sedangkan pada wanita berjumlah 90 orang dengan presentase 35,9%.
3. Lama Perawatan
Tabel 9 : Distribusi Frekuensi Lama Perawatan Pasien ICU
RSPAD Gatot Soebroto yang Menggunakan
Intubasi Endotrakeal atau Ventilasi Mekanik
Frekuensi

Persen (%)

2-5

151

60,2

>5

100

39,8

Total

251

100

Lama
Perawatan

Berdasarkan tabel 9, didapatkan hasil distribusi frekuensi pasien pengguna


intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik di ICU RSPAD Gatot Soebroto
dengan lama perawatan 2 5 hari berjumlah 151 orang dengan presentase 60,2%
sedangkan pada lama perawatan > 5 hari berjumlah 100 orang dengan presentase
39,8%.

58

4. Skor APACHE II
Tabel 10 : Distribusi Frekuensi Skor APACHE II Pasien ICU
RSPAD Gatot Soebroto yang Menggunakan
Intubasi Endotrakeal atau Ventilasi Mekanik
Frekuensi

Persen (%)

0 - 15

58

23,1

15 - 19

34

13,5

20 24

78

31,1

25 29

57

22,7

30

24

9,6

Total

251

100

Skor APACHE II

Berdasarkan tabel 10, didapatkan hasil distribusi frekuensi pasien


pengguna intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik di ICU RSPAD Gatot
Soebroto dengan skor APACHE II 0 15 berjumlah 58 orang dengan presentase
23,1%, skor APACHE II 15 19 berjumlah 34 orang dengan presentase 13,5%,
skor APACHE II 20 24 berjumlah 78 orang dengan presentase 31,1%, skor
APACHE II 25 29 berjumlah 57 orang dengan presentase 22,7%, sedangkan
pada skor APACHE II 30 berjumlah 24 orang dengan presentase 9,6%.

59

5. VAP
Tabel 11 : Distribusi Frekuensi Insidensi VAP di ICU RSPAD Gatot
Soebroto pada Pasien yang Menggunakan Intubasi
Endotrakeal atau Ventilasi Mekanik
Frekuensi

Persen (%)

Ya

128

51

Tidak

123

49

Total

251

100

VAP

Berdasarkan tabel 11, didapatkan hasil distribusi frekuensi insidensi VAP


pada pasien pengguna intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik di ICU
RSPAD Gatot Soebroto berjumlah 128 orang dengan presentase 51%,
sedangkan pasien yang tidak mengalami VAP berjumlah 123 orang dengan
presentase 49%.
IV.3. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan Antara Usia Terhadap Insidensi Kasus VAP pada Pasien
yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto.
Tabel 12 : Hubungan Antara Usia Terhadap Insidensi Kasus VAP
pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot
Soebroto.
VAP
Ya

Usia

Tidak

Total

18 40

N
19

%
33,9

N
37

%
66,1

N
56

%
100

41 60

68

56,2

53

43,8

121

100

> 60

41

55,4

33

44,6

74

100

128

51,0

123

49,0

251

100

Jumlah

60

PValue
0,015

Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui nilai signifikasi uji 0,015,


lebih kecil dari P value 0,05, oleh karena itu dapat diambil keputusan
untuk menolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara usia dengan kejadian VAP.
2. Hubungan Antara Jenis Kelamin Terhadap Insidensi Kasus VAP
pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto.
Tabel 13 : Hubungan Antara Jenis Kelamin Terhadap Insidensi
Kasus VAP pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD
Gatot Soebroto.
VAP
Jenis Kelamin

Ya

Tidak

P-

Total

Pria

81

50,3

80

49,7

161

100

Wanita

47

52,2

43

47,8

90

100

Jumlah

128

51,0

123

49,0

251

100

Value
0,771

Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui nilai signifikasi uji 0,771,


lebih besar dari P value 0,05, oleh karena itu dapat diambil keputusan
untuk menerima H0 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian VAP.

61

3. Hubungan Antara Lama Perawatan Terhadap Insidensi Kasus VAP


pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto.
Tabel 14 : Hubungan Antara Lama Perawatan Terhadap
Insidensi Kasus VAP pada Pasien yang Dirawat

VAP
Ya

Lama Perawatan

Tidak

Total

25

66

43,7

85

56,3

151

100

>5

62

62,0

38

38,0

100

100

Jumlah

128

51,0

123

49,0

251

100

P-Value

0,005

di ICU RSPAD Gatot Soebroto.


Berdasarkan tabel 14 dapat diketahui nilai signifikasi uji 0,005,
lebih kecil dari P value 0,05, oleh karena itu dapat diambil keputusan
untuk menolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara lama perawatan dengan kejadian VAP.

62

4. Hubungan Antara Skor APACHE II Terhadap Insidensi Kasus VAP


pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto.
Tabel 15 : Hubungan Antara Skor APACHE II Terhadap
Insidensi Kasus VAP pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD
Gatot Soebroto.
VAP
Skor

Ya

APACHE II

Tidak

Total

0 15

25

43,1

33

56,9

58

100

15 19

23

67,6

11

32,4

34

100

20 24

32

41,0

46

59,0

78

100

25 29

31

54,4

26

45,6

57

100

30

17

70,8

29,2

24

100

Jumlah

128

51,0

123

49,0

251

100

PValue
0,015

Berdasarkan tabel 15 dapat diketahui nilai signifikasi uji 0,015,


lebih kecil dari P value 0,05, oleh karena itu dapat diambil keputusan
untuk menolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara skor APACHE II dengan kejadian VAP.
IV.4. Pembahasan
1. Hubungan Antara Usia Terhadap Insidensi Kasus VAP pada Pasien
yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto Periode Januari 2012
Desember 2012.
Pengujian bivariat faktor usia dan hubungan terhadap kejadian
VAP, didapatkan nilai p < 0,05 (p = 0, 015), hal ini menjelaskan bahwa
usia memiliki hubungan yang bermakna dalam menimbulkan suatu
keadaan VAP. Faktor usia berperan terhadap insidensi VAP dikarenakan
seiring dengan pertambahan usia menyebabkan penurunan efisiensi
63

refleks batuk serta terjadi perubahan imunitas humoral dan fungsi imun
termediasi sel. Pertambahan usia juga mencerminkan penurunan nutrisi
sehingga semakin menurunkan respon seluler seperti proliferasi limfosit,
sintesis sitokin, dan juga respon antibodi (Baratawidjaja dan Rengganis,
2010).
2. Hubungan Antara Jenis Kelamin Terhadap Insidensi Kasus VAP
pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto Periode
Januari 2012 Desember 2012.
Pengujian bivariat faktor jenis kelamin dan hubungan terhadap
kejadian VAP, didapatkan nilai p > 0,05 (p = 0, 771), hal ini menjelaskan
bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang bermakna dalam
menimbulkan suatu keadaan VAP. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian oleh Gadani et al yang menunjukkan bahwa VAP lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Walaupun, perbedaan
angka kejadian dirasa tidak cukup signifikan.
Hormon androgen berpengaruh terhadap imun pria. Menurut
Baratawidjaja dan Rengganis, androgen bersifat imunosupresif, dan
karena androgen disekresikan secara menetap selama masa dewasa dan
tidak berfluktuatif sampai usia lanjut, angka kejadia infeksi lebih tinggi
pada pria terutama pria dewasa.
3. Hubungan Antara Lama Perawatan Terhadap Insidensi Kasus VAP
pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto Periode
Januari 2012 Desember 2012.
Pengujian bivariat faktor lama perawatan dan hubungan terhadap
kejadian VAP, didapatkan nilai p < 0,05 (p = 0, 005), hal ini menjelaskan
bahwa lama perawatan memiliki hubungan yang bermakna dalam
menimbulkan suatu keadaan VAP. Sesuai dengan American Thoraxic
Society yaitu risiko tertinggi terjadinya VAP adalah pada 5 hari pertama
perawatan.
Hal ini disebabkan karena terpaparnya saluran napas atas dengan
lingkungan ICU karena penggunaan intubasi endotrakeal atau ventilasi
mekanik menyebabkan mudahnya masuk patogen yang umumnya masih

64

sensitif antimikroba, juga disebabkan oleh penggunaan antimikroba


berspektrum luas yang diberikan pada pasien saat pertama dirawat di
ICU.
4. Hubungan Antara Skor APACHE II Terhadap Insidensi Kasus VAP
pada Pasien yang Dirawat di ICU RSPAD Gatot Soebroto Periode
Januari 2012 Desember 2012.
Pengujian bivariat faktor skor APACHE II dan hubungan
terhadap kejadian VAP, didapatkan nilai p < 0,05 (p = 0, 015), hal ini
menjelaskan bahwa skor APACHE II memiliki hubungan yang bermakna
dalam menimbulkan suatu keadaan VAP. Hal ini sesuai dengan Knaus et
al tentang penggunaan skor APACHE II dalam mengukur beratnya
penyakit pasien mulai dari 24 jam pertama saat dirawat di ICU.
Peningkatan skor mencerminkan perburukan kondisi pasien meliputi
penyakit sebelumnya dan usia yang keseluruhannya mencerminkan
kemampuan tubuh pasien saat ini dalam melakukan perlawanan terhadap
infeksi patogen yang masuk.

65

BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1) Angka kejadian VAP di ICU RSPAD Gatot Soebroto periode Januari
2012 Desember 2012 adalah 51%.
2) Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor resiko usia terhadap
kejadian VAP, dengan nilai p ; 0,015.
3) Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor resiko jenis
kelamin terhadap kejadian VAP, dengan nilai p ; 0,771.
4) Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor resiko lama perawatan
terhadap kejadian VAP, dengan nilai p ; 0,005.
5) Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor resiko skor APACHE II
terhadap kejadian VAP, dengan nilai p ; 0,015.
V.2. Saran
V.2.1. Bagi RSPAD Gatot Soebroto
1. Sebagai masukan kepada pihak rumah sakit dalam penyusunan kebijakan
untuk menanggulangi infeksi nosokomial.
2. Melakukan pencatatan data dengan lebih akurat agar dapat menjadi
bahan evaluasi perawatan di ruang ICU agar menjadi lebih baik.
3. Melakukan penatalaksanaan yang tepat pada pasien guna menurunkan
faktor risiko terkait pejamu yaitu beratnya penyakit saat ini.
V.2.2. Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Mencari angka prevalensi kejadian VAP pada pasien yang dirawat di
ruang intensif (ICU) rumah sakit lain sebagai pembanding hasil
penelitian di masa mendatang.
2. Melakukan penelitian terkait VAP dengan memasukkan faktor-faktor
resiko lain, seperti lama penggunaan intubasi endotrakeal atau ventilasi
mekanik.

66

3. Melakukan penelitian terkait dengan pola kuman penyebab VAP


dikarenakan minimnya data akan pola kuman pneumonia nosokomial di
Indonesia
4. Melakukan penelitian terkait VAP dengan desain penelitian kohort agar
mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat.
V.3. Keterbatasan Penelitian
1. Data yang penulis miliki tidak homogen, sehingga dapat mempengaruhi
hasil penelitian salah satunya adalah hasil analisis dari jenis kelamin
yang menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dengan insidensi
kasus VAP. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian lain yang
menunjukkan bahwa pria umumnya memiliki angka kejadian VAP yang
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita, walau angkanya tidak
signifikan.
2. Tidak dilakukannya kalibrasi alat di lingkup ICU sehingga memiliki
kemungkinan ketidakakuratan hasil pemeriksaan sehingga dapat
mempengaruhi hasil penelitian.

67

DAFTAR PUSTAKA
American Thoracic Society, 2005. Guidelines for the Management of Adults
with

Hospital-acquired,

Ventilator-associated,

and

Healthcare-

associated Pneumonia. ATS 171, 388416.


APIC, 2009. Guide to the Elimination of Ventilator-Associated Pneumonia.
APIC.
Augustyn, B., 2007. Ventilator-Associated Pneumonia: Risk Factors and
Prevention.
Baratawidjaja, K.G., Rengganis, I., 2010. Imunologi Dasar, 9th ed. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Bonten, M.J.M., Kollef, M.H., Hall, J.B., 2004. Risk Factor for VentilatorAssociated Pneumonia: From Epidemiology to Patient Management
11411149.
Bouadma, L., Deslandes, E., Lolom, I., Corre, B.L., Mourvillier, B., Regnier,
B., Porcher, R., Wolff, M., Lucet, J.-C., 2010. Long-Term Impact of a
Multifaceted Prevention Program on Ventilator-Associated Pneumonia
in a Medical Intensive Care Unit.
Brunner, Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Bedah, 8th ed. EGC,
Jakarta.
Dahlan, M.S., 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan; Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan
SPSS, Edisi 5, Evidence Based Medicine 1. Salemba Medika.
Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya.
Salemba Medika, Jakarta.
Gadani, H., Vyas, A., Kar, A.K., 2010. A study of ventilator-associated
pneumonia: Incidence, outcome, risk factors and measures to be taken
for prevention.
Garc a-Leoni, M.E., Moreno, S., Garc a-Garrote, F., Cercenado, E., 2010.
Ventilator-associated

pneumonia

individuals. 2010 876880.

68

in

long-term

ventilator-assisted

Gursel, G., Demirtas, S., 2006. Value of APACHE II, SOFA, and CPIS Scores
in Predicting Prognosis in Patiens with Ventilator=Associated
Pneumonia 503508.
Guyton, A.C., Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 11th ed. EGC,
Jakarta.
Hartono, 2009. Apache II Scores Workshop.
Hooser, D.T.V., 2002. Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) Best Practice
Strategies for Caregivers. Kimberly Clark.
Joseph, N.M., Sistla, S., Dutta, T.K., Badhe, A.S., Parija, S.C., 2010.
Ventilator-associated Pneumonia: A review.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A., 2010. Sinopsis Psikiatri; Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Binarupa Aksara, Tangerang.
Knaus, W.A., Draper, E.A., Wagner, D.P., Zimmerman, J.E., 1985. APACHE
II: a severity of disease classification system. No 10 volume 13.
Masterton, R.G., Galloway, A., French, G., 2008. Guidelines for the
management of hospital-acquired pneumonia in the UK: Report of the
Working Party on Hospital-Acquired Pneumonia of the British Society
for Antimicrobial Chemotherapy. JAC.
Mcphee, S.J., Ganong, W.F., 2010. Patofisiologi Penyakit; Pengantar Menuju
Kedokteran Klinis. EGC.
Mirsaeidi, M., Peyrani, P., Ramirez, J.A., 2009. Predicting Mortality in
Patients with Ventilator- Associated Pneumonia: The APACHE II Score
versus the New IBMP-10 Score.
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M., 2011. Keperawatan
Klinis; Pendekatan Asuhan Holistik, 8. EGC, Jakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2005. Pneumonia Nosokomial Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI, Jakarta.
Price, S.A., Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, 6. EGC, Jakarta.
Rab, T., 2007. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). P.T. ALUMNI,
Bandung.

69

Rahman, A.M., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 4th ed. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Rea-Neto, A., Youssef, N.C.M., Tuche, F., Brunkhorst, F., Ranieri, V.M.,
Reinhar, K., Sakr, Y., 2008. Diagnosis of ventilator-associated
pneumonia: a systematic review of the literature. BioMed Central.
Rustamadji, A.T., 2000. Sistem Skoring APACHE II Untuk Menentukan
Derajad Kegawatan Pneumonia. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Sastroasmoro, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, 4th ed.
Sagung Seto, Jakarta.
Tablan, O.C., Anderson, L.J., Besser, R., 2003. Guidelines For Preventing
Health-Care-Associated Pneumonia.
Vincent, J.-L., Barros, D. de S., Cianferoni, S., 2010. Diagnosis, Management
and Prevention of Ventilator-Associated Pneumonia: An Update.
Wiryana, M., 2007. Ventilator Associated Pneumonia. Bagian/SMF Ilmu
Anestesi dan Reanimasi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar 8 No 3.

70

LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian

71

Lampiran 2. Surat Pemberian Izin Penelitian

72

Lampiran 3. Skor APACHE II

73

Lampiran 4. Data Responden


No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

No
Rekam
Medis
385141
038591
247793
385853
385937
104459
363555
383997
271345
384094
384469
106688
386616
147432
277571
938021
377675
320721
386760
377141
105239
383182
387322
387328
319606
387407
366936
353870
358331
385893
388167
388160
327616
388280

Nama

Jenis
Kelamin

Pria Wanita
V
Wanita
Y S Pria
M Pria
H
Wanita
A Pria
R
Pria
I
Pria
E P Pria
S
Pria
O Pria
E
Pria
G U Pria
B S Pria
M
Wanita
H
Wanita
A S Pria
FB
Wanita
T
Wanita
W Pria
P
Pria
A
Wanita
T
Pria
M Pria
N
Wanita
K Pria
A
Wanita
N Pria
S
Pria
ER
Wanita
S
Pria
W
Wanita
H N Pria
G Pria
H Pria

Usia

Apache
Score

Lama
Perawatan

Diagnosa

21
54
55
49
46
59
47
22
81
41
31
50
39
56
51
79

17
22
26
29
15
27
24
11
28
18
31
23
6
11
29
20
18
31
23
36
22
20
18
23
14
11
12
28
33
22
28
19
27
29

4
8
2
6
20
4
4
3
9
6
11
10
9
2
5
6

NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP

54
58
68
40
27
41
51
60
38
71
51
73
80
71
46
41

74

3
2
29
1
1
3
1
16
2
8
14
3
4
4
9
7

35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74

388281
388172
388286
388815
396249
346581
385390
388810
387773
389087
389183
388945
388173
312356
385399
385940
387095
389492
345141
220595
349812
389594
339523
107021
389872
308117
187373
390354
388573
390383
187188
387569
390369
390547
386798
377772
390776
390847
308288
390861

M
S
N
D
BS
D
J
S
K
R
Z
C
S
R
S
M
H
S
L
O
AA
D
S
A
N
L
S
RD
B
E
A
M
O
A
Y
I
SD
Y
E
R

Pria
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Wanita
Pria
Wanita
Pria

52
64
30
47
59
57
38
64
38
35
76
87
64
60
48
49
49
66
51
31
75
70
49
75
28
66
71
23
71
55
48
29
85
53
35
22
35
47
43
22

75

15
14
19
18
21
23
12
16
40
46
19
33
22
20
26
28
28
32
26
25
27
9
23
21
13
16
31
21
28
33
14
28
31
12
11
41
30
23
23
18

10
6
6
3
4
1
4
4
3
2
11
7
15
5
3
16
4
5
7
6
6
5
6
2
7
2
5
5
2
3
3
3
3
2
2
1
10
10
13
10

NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP

75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114

391059
382304
391250
389971
389065
308288
382791
391898
391899
297803
390849
391478
391234
392134
342134
392285
392361
106916
640355
374102
364213
219935
392885
393004
314179
363604
359448
39354
215811
393461
393212
392608
392881
385100
392516
130060
393916
351544
394132
299292

TN
H
M
D
L
E
A
S
N
Y
S
T
C
S
F
T
S
AM
MS
O
A
IS
EI
N
K
D
P
DS
S
J
D
JM
B
DP
T
S
B
AS
DL
S

Pria
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Wanita
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita

50
61
76
49
51
43
58
60
35
33
66
65
55
43
43
60
21
73
43
68
19
77
50
63
52
65
70
85
45
54
51
52
48
40
65
93
68
47
61
35

76

24
25
28
17
15
30
24
24
12
14
21
27
29
22
18
12
18
10
24
31
22
22
28
24
24
29
34
30
19
32
14
24
24
21
16
20
18
22
20
18

20
4
3
2
4
17
3
55
9
2
1
18
1
6
6
4
18
3
8
8
3
10
9
9
9
4
11
9
13
7
6
3
2
2
3
9
3
2
2
2

NON VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
VAP

115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154

392699
394632
394649
392990
297496
391898
109501
103924
229818
392576
395211
395026
391728
385527
394632
395270
395797
278050
390502
394760
389374
350239
352663
267676
396101
110870
396532
060724
385790
370725
372420
397007
394900
394872
393949
278928
312877
050937
396689
397692

MS
M
T
TJ
MS
S
TS
M
S
R
P
TW
AM
H
M
AP
B
LM
W
TR
A
O
M
D
LR
K
U
R
S
A
M
D
D
E
Y
H
S
IF
S
SU

Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita

49
72
79
50
67
60
61
26
57
52
60
23
48
41
72
36
32
54
35
27
31
71
42
52
37
52
65
66
71
47
48
42
46
72
75
41
45
54
75

77

22
29
22
27
19
11
20
20
25
9
18
21
13
13
7
14
20
9
10
12
8
24
21
10
19
4
20
15
32
15
8
23
21
15
10
15
27
19
16
29

2
9
2
2
4
12
4
2
2
14
6
2
4
2
9
2
5
2
20
2
3
3
4
12
5
2
11
17
2
2
3
2
3
3
2
6
2
8
4
9

NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP

155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194

257839
396204
397437
351277
106264
368154
397164
393194
247814
346073
120361
397955
398211
396194
398593
386109
005354
394563
396387
177442
398037
378878
349871
399359
238228
399181
399192
340646
395444
287611
143721
400009
400018
399996
394414
396164
400412
389829
380981
400301

JA
AK
AS
M
M
AS
S
SJ
EM
WT
DM
S
AA
OR
S
S
J
S
W
A
R
A
H
S
M
Z
U
U
B
R
E
M
A
W
S
SS
U
D
A
Y

Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Wanita

47
88
45
62
55
55
82
43
36
39
86
40
43
50
67
52
61
48
49
60
47
60
38
50
47
66
59
70
49
49
72
38
37
47
41
49
53
88
57
48

78

26
29
14
22
24
20
25
23
24
22
16
20
8
27
23
25
27
14
29
27
25
22
25
22
23
15
24
22
27
22
25
9
33
25
12
27
33
25
6

2
21
5
16
10
3
6
8
2
4
5
8
2
6
6
2
5
2
4
4
4
4
2
3
6
2
8
17
2
2
3
20
24
2
2
2
2
19
3
2

NON VAP
VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP

195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234

111860
009282
120361
400680
400801
085464
401130
224980
099185
401410
400898
276477
401475
401480
354214
401709
401708
400635
362597
401696
358553
281567
402209
402229
373868
399604
402265
253517
402538
369235
398895
402401
401570
402704
402809
402819
355072
378410
375094
408147

A
S
DM
MZ
YA
E
B
S
A
F
J
K
S
BS
JS
P
D
S
MY
S
R
M
H
F
S
A
DE
SW
F
E
Y
R
BD
R
R
V
M
I
B
FW

Wanita
Wanita
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Wanita
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria

60
68
70
37
31
44
62
48
75
81
53
68
24
50
51
35
66
35
22
73
35
70
57
18
52
52
26
41
22
62
36
50
23
70
71
52
72
47
60
51

79

23
12
25
20
6
11
24
24
19
27
28
27
14
23
20
20
23
9
22
32
23
12
15
7
25
12
24
25
23
12
14
26
13
24
31
8
29
30
8
7

21
2
10
2
7
3
2
4
11
4
2
10
7
5
5
15
5
3
5
4
2
9
8
4
8
3
5
2
4
6
6
11
2
2
10
4
11
4
10
2

VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
VAP

235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251

331700
403307
398717
392937
403323
163348
039878
403258
403126
402226
401632
403744
403748
402224
019527
179453
118521

I
J
A
A
U
H
AS
EW
AM
S
W
S
F
AW
DK
MA
T

Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Wanita

55
40
69
51
44
64
59
46
74
26
49
42
74
19
59
72
49

80

26
25
12
13
13
25
23
11
27
26
20
8
21
22
25
11
24

10
2
3
3
8
2
4
5
3
3
11
7
9
9
2
2
3

VAP
NON VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
VAP
VAP
VAP
NON VAP
VAP
NON VAP
NON VAP

Lampiran 5. Analisis Univariat

Frequency

Valid

18-40
41-60
>60
Total

56
121
74
251

Usia
Percent
22.3
48.2
29.5
100.0

81

Valid Percent
22.3
48.2
29.5
100.0

Cumulative
Percent
22.3
70.5
100.0

Jenis Kelamin

Valid

Pria
Wanita
Total

Frequency
161
90
251

Percent
64.1
35.9
100.0

82

Valid Percent
64.1
35.9
100.0

Cumulative
Percent
64.1
100.0

Lama Perawatan

Valid

2-5
>5
Total

Frequency
151
100
251

Percent
60.2
39.8
100.0

83

Valid Percent
60.2
39.8
100.0

Cumulative
Percent
60.2
100.0

Apache Score

Valid

0 < 15
15 - 19
20 - 24
25 - 29
>= 30
Total

Frequency
58
34
78
57
24
251

Percent
23.1
13.5
31.1
22.7
9.6
100.0

84

Valid Percent
23.1
13.5
31.1
22.7
9.6
100.0

Cumulative
Percent
23.1
36.7
67.7
90.4
100.0

VAP

Valid

Terjadi
Tidak Terjadi
Total

Frequency
128
123
251

Percent
51.0
49.0
100.0

85

Valid Percent
51.0
49.0
100.0

Cumulative
Percent
51.0
100.0

Lampiran 6. Analisis Bivariat

18-40
Usia

41-60
>60

Total

Usia * VAP Crosstabulation


VAP
Terjadi
Tidak Terjadi
Count
19
37
% within VAP
14.8%
30.1%
Count
68
53
% within VAP
53.1%
43.1%
Count
41
33
% within VAP
32.0%
26.8%
Count
128
123
% within VAP
100.0%
100.0%

Chi-Square Tests
Value
df

Total
56
22.3%
121
48.2%
74
29.5%
251
100.0%

Asymp. Sig. (2sided)


2
.015
2
.014

Pearson Chi-Square
8.414a
Likelihood Ratio
8.521
Linear-by-Linear
5.090
1
.024
Association
N of Valid Cases
251
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 27.44.

86

Jenis Kelamin * VAP Crosstabulation


VAP
Terjadi Tidak Terjadi
81
80

Count
Pria
Jenis
Kelamin

Total

Total

% within
VAP
Count
Wanita % within
VAP
Count
% within
VAP

87

161

63.3%

65.0%

64.1%

47

43

90

36.7%

35.0%

35.9%

128

123

251

100.0%

100.0%

100.0%

Lama Perawatan * VAP Crosstabulation


VAP
Terjadi
Count
2-5
Lama
Perawatan
>5

Total

% within
VAP
Count
% within
VAP
Count
% within
VAP

Tidak
Terjadi

66

85

151

51.6%

69.1%

60.2%

62

38

100

48.4%

30.9%

39.8%

128

123

251

100.0%

88

Total

100.0% 100.0%

Apache Score * VAP Crosstabulation


VAP
Terjadi

0 < 15

15 - 19

Apache
Score

20 - 24

25 - 29

>= 30

Total

Count
Expected
Count
% within VAP
Count
Expected
Count
% within VAP
Count
Expected
Count
% within VAP
Count
Expected
Count
% within VAP
Count
Expected
Count
% within VAP
Count
Expected
Count
% within VAP

Total

Tidak
Terjadi

25

33

58

29.6

28.4

58.0

19.5%
23

26.8%
11

23.1%
34

17.3

16.7

34.0

18.0%
32

8.9%
46

13.5%
78

39.8

38.2

78.0

25.0%
31

37.4%
26

31.1%
57

29.1

27.9

57.0

24.2%
17

21.1%
7

22.7%
24

12.2

11.8

24.0

13.3%
128

5.7%
123

9.6%
251

128.0

123.0

251.0

100.0%

Chi-Square Tests
Value
df

100.0% 100.0%

Asymp. Sig. (2sided)


4
.015
4
.013

Pearson Chi-Square
12.362a
Likelihood Ratio
12.597
Linear-by-Linear
2.167
1
.141
Association
N of Valid Cases
251
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 11.76.
89

90

Anda mungkin juga menyukai