Anda di halaman 1dari 12

Modul 4

Ritme Tubuh dan Kondisi Mental


Ritme Biologis
Ritme biologis adalah fluktuasi periodik yang kurang lebih teratur dalam sistem
biologis kita; ritme ini mungkin memiliki implikasi psikologis, dan mungkin juga tidak.
Entrainment adalah sinkronisasi ritme biologis dengan indikasi eksternal, seperti fluktuasi
sinar matahari. Endogen dihasilkan dari dalam tubuh dan bukan oleh faktor eksternal.
Ritme sirkadian adalah sebuah ritme biologis dengan lama periode (dari puncak
hingga kembali ke puncak) sekitar 24 jam. Ritme sirkadian ditemukan pada tumbuhtumbuhan, hewan, serangga, dan juga manusia. Ritme ini menunjukkan proses adaptasi
dari organisme terhadap banyak perubahan yang terjadi karena rotasi bumi pada porosnya,
seperti perubahan cahaya, tekanan udara, dan temperatur. Ritme sirkadian dikendalikan
oleh jam biologis, yang terletak dalam sebuah bagian kecil di hipotalamus yang berbentuk
seperti tetes air yang isinya berupa kumpulan sel dan disebut sebagai suprachiasmatic
nucleus (SCN).
Jalur saraf dari reseptor-reseptor khusus yang terletak di belakang mata
mengantarkan informasi ke SCN dan memungkinkan SCN merespon perubahan cahaya
atau kegelapan sekitar. Kemudian SCN mengirimkan pesan membuat otak dan tubuh kita
beradaptasi dengan perubahan-perubahan ini. SCN mengatur fluktuasi tingkat hormon dan
cairan neurotransmiter dan kemudian keduanya menyediakan umpan balik yang
mempengaruhi kerja dan fungsi SCN. Contoh: malam hari salah satu hormon yang
dikendalikan oleh SCN, melatonin dilepaskan oleh kelenjar pineal yang terletak di bagian
dalam otak. Ketika tidur di ruang yang gelap, kadar melatonin meningkat, dan ketika bangun
di pagi hari di ruang yang cukup terang, kadar melatonin akan turun. Melatonin adalah
hormon yang dilepaskan oleh kelenjar pineal;yang berperan menjaga waktu biologis yang
sesuai dengan siklus gelap-terang. Melatonin juga digunakan untuk membantu orang-orang
dengan gangguan insomnia dan menyesuaikan siklus terjaga-tidur pada mereka yang buta,
yaitu mereka yang kekurangan persepsi mengenai cahaya ataupun mereka yang produksi
melatoninnya tidak normal.
Dalam keadaan normal, ritme-ritme yang diatur oleh SCN biasanya tersinkronisasi
satu sama lain. Meskipun puncak dari setiap ritme tidak bersamaan, namun seirama satu
sama lain. Bila kita mengetahui kapan sebuah ritme mencapai puncak, maka kita dapat
memprediksikan kapan puncak ritme lainnya. Saat rutinitas harian kita berubah, ritme

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

sirkadian kita mungkin tidak akan sejalan atau mengganggu ritme yang lainnya.
Desinkronisasi internal sering terjadi ketika kita terbang melewati beberapa zona waktu.
Pola tidur dan terjaga biasanya dapat menyesuaikan diri dengan cepat, tetapi siklus
temperatur dan hormon biasanya membutuhkan beberapa hari untuk kembali ke kondisi
normal. Kelelahan akibat perjalanan ini bisa mempengaruhi tingkat energi, keterampilan
mental, dan koordinasi motorik.
Desinkronisasi internal dapat terjadi pada para pekerja yang harus menyesuaikan diri
dengan jadwal kerja barunya. Hal ini ditandai dengan tingkat efisiensi yang menurun, sering
merasa lelah dan mudah terganggu. Lebih rentan terhadap kecelakaan kerja, dan
mengalami gangguan tidur maupun gangguan pencernaan. Ritme sirkadian dapat berbeda
antara satu individu dengan individu yang lain akibat adanya pengaruh perbedaan faktor
genetis. Ritme sirkadian dapat dipengaruhi oleh rasa sakit, stres, kelelahan, kegembiraan,
olahraga, obat-obatan, waktu makan, dan pengalaman biasa sehari-hari.

Ritme Tidur
Nathaniel Kleitman dan Eugene Aserinsky (1995) meneliti pergerakan bola mata
melambat saat orang mulai tidur di malam hari, hasilnya adalah ternyata orang tidur
pergerakan matanya tidak lambat melainkan sangat cepat.
Rapid Eye Movement (REM) adalah periode tidur yang ditandai dengan pergerakana
mata, hilangnya kekuatan otot, dan mimpi yang tampak nyata. Periode REM muncul secara
bergantian dengan periode dimana pergerakan mata tidak sedemikian cepat, atau disebut
juga tidur non-REM (NREM), dalam siklus setiap 90 menit. Periode REM berlangsung
selama beberapa menit hingga satu jam, dengan rata-rata sekitar 20 menit. Ketika periode
ini dimulai, pola aktivitas elektrik dalam otak orang yang tidur berubah menjadi seperti orang
yang berada dalam keadaan bangun dan waspada penuh.
Ketika kita pertama naik ke tempat tidur, menutup mata dan melemaskan semua
otak, otak kita menghasilkan sekumpulan gelombang alfa. Pada pencatatan EEG,
gelombang alfa memiliki ritme yang lambat dan teratur dan amplitudo yang besar (tinggi).
Secara bertahap gelombang ini kemudian melambat dan kita masuk ke dalam empat (4)
tahap, yang masing-masing menunjukkan proses tidur yang lebih dalam dibandingkan
dengan sebelumnya:
Tahap 1. Gelombang otak menjadi kecil dan tidak beraturan, dna kita merasa bahwa kita
berada di ujung kesadaran, dalam keadaan tidur ringan. Bila dibangunkan pada saat ini, kita
dapat mengingat kembali fantasi-fantasi atau gambar-gambar visual yang kita lihat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

Tahap 2. Otak kita terkadang menghasilkan rentetan singkat gelombang yang cepat dan
memiliki puncak gelombang yang tinggi, yang biasa disebut sebagai sleep spindle.
Gangguan suara dalam dalam kadar kecil, mungkin tidak akan mengganggu tidur kita.
Tahap 3. Sebagai tambahan gelombang yang menjadi karakteristik tahap 2, otak kita
terkadang menghasilkan gelombang delta, yang sangat lambat dengan puncak yang cukup
tinggi. Pernafasan dan detak jantung melambat, otot-otot melemas dan mulai sulit
dibangunkan.
Tahap 4. Gelombang delta yang mengambil alih sebagian besar aktivitas, dan kita berada
dalam tidur yang dalam. Saat ini mungkin diperlukan gangguan yang kuat atau suara yang
sangat keras untuk membangunkan
Terjadinya rangkaian dari tahap-tahap ini berlangsung selama 30 sampai 45 menit.
Selanjutnya akan bergerak kembali ke tahap awal, dari tahap 4 ke tahap 3 kemudian ke
tahap 2 dan ke tahap 1. Pada titik ini, 70 hingga 90 menit sesudah mulainya tidur, sesuatu
yang khas mulai terjadi. Tahap 1 tidak berlangsung seperti tahap dimana kita berada dalam
keadaan terbangun dan merasa mengantuk, tetapi otak mulai menghasilkan sederet
panjang gelombang otak yang bergerak sangat cepat dan tidak teratur. Kecepatan detak
jantung ddaan tekanan darah meningkat, pernafasan semakin cepat dan tidak teratur, wajah
dan jari mungkin terdapat sedikit kejang. Pada saat bersamaan, sebagian otot penunjang
tulang menjadi lemas, mencegah otak kita yang aktif menghasilkan gerakan fisik. Kita
masuk ke dalam tahap REM.
Tidur REM sering disebut tidur yang paradoks karena otak berada dalam kondisi
sangat aktif sementara tubuh tidak aktif sama sekali. Pada saat ini terjadi mimpi-mimpi yang
jelas. Tidur terjadi untuk menyediakan waktu beristirahat, sehingga tubuh dapat membuang
semua zat limbah dari otot, memperbaiki sel, menyimpan atau mengembalikan energi,
memperkuat sstem kekebalan tubuh, atau mengembalikan kemampuan yang hilang dalam
satu hari.
Ketika kita tidak mendapatkan tidur yang cukup, badan kita bekerja dengan tidak
normal. Contoh: menurunnya kadar hormon yang dibutuhkan untuk perkembangan otot
normal dan fungsi sitem kekebalan tubuh (Leproult, Van Reeth, dkk., 1997). Pada sebuah
kasus, laki-laki 51 tahun mengalami kekurangan tidur. Setelah semakin merasakan lelah
yang amat sangat, dia terserang infeksi jantung dan meninggal. Hasil otopsi menunjukkan
bahwa dia telah kehilangan hampir semua saraf besar di dua (2) area dari talamus yang
berkaitan dengan tidur dan ritme sirkadian hormonal (Lugaresi dkk, 1986)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

Leproult dkk (1997) mengatakan bahwa kekurangan tidur yang kronis dapat
meningkatkan hormon stres kortisol, yang dapat merusak atau menggangu selsel otak yang
dibutuhkan untuk pembelajaran dan ingatan. Selain itu, sel-sel otak yang baru dapat gagal
berkembang atau dapat juga tumbuh secara abnormal (Guzman-Marin dkk., 2005). Mungkin
sebagai dampak dari kerusakan itu adalah terganggunya fleksibilitas mental, atensi, dan
kreativitas. Setelah beberapa hari berada dalam keadaan terjaga terus menerus, biasanya
seseorang akan mulai mengalami halusinasi dan delusi (Dement, 1978).
Menurut National Sleep Foundation sekitar 10% dari para dewasa diganggu oleh
insomnia kronis, yaitu kesulitan untuk merasa mengantuk atau tetap tertidur. Insomnia dapat
terjadi karena kecemasan dan kekhawatiran, masalah psikologis, hot flashes selama
menopause, artritis, dan bekerja atau belajar secara tidak teratur dan dalam kondisi yang
terlalu menuntut.
Penyebab lain dari rasa kantuk di siang hari adalah sleep apnea, yaitu suatu
gangguan di mana proses bernapas berhenti sejenak saat tidur, menyebabkan orang
tersebut tersedak dan sesak napas, lalu terbangun sesaat.
Sleep apnea memiliki beberapa penyebab, diantaranya terhalangnya jalan udara
hingga kegagalan otak untuk mengatur pernafasan dengan tepat, hal ini dapat
menyebabkan seseorang mengalami tekanan darah yang tinggi dan detak jantung yang
tidak teratur.
Narkolepsi adalah suatu gangguan tidur berupa serangan rasa kantuk tiba-tiba dan
tidak terduga pada siang hari yang membuat seseorang langsung masuk ke dalam tahap
REM.Narkolepsi kemungkinan disebabkan oleh menurunnya fungsi dari sejumlah saraf
dalam hipotalamus, yang bisa disebabkan oleh malfungsi kekebalan tubuh atau
abnormalitas genetis (Lin, Hungs, & Mingot, 2001; Mieda dkk., 2004).
Tidur sangat dibutuhkan untuk konsolidasi, yaitu sebuah proses dimana terjadi
perubahan sinapsis yang membuat ingatan yang baru saja disimpan menjadi lebih bertahan
lama dan stabil (Sickgold, 1995).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

Dunia Mimpi
Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran,
pikiran, perasaan, atau indra-indra lain dalam tidur, terutama saat tidur yang disertai gerakan
mata yang cepat (rapid eye movement/REM sleep).
Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi dalam dunia nyata, dan di luar kuasa
pemimpi. Perkecualiannya adalah dalam mimpi yang disebut lucid dreaming. Dalam mimpi
demikian, pemimpi menyadari bahwa dia sedang bermimpi saat mimpi tersebut masih
berlangsung, dan terkadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya serta
mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut.
Pemimpi juga dapat merasakan emosi ketika bermimpi, misalnya emosi takut dalam
mimpi buruk. Ilmu yang mempelajari mimpi disebut oneirologi.
Setiap budaya memiliki teori masing-masing mengenai mimpi. Dalam beberapa
budaya, mimpi dipercaya terjadi ketika roh atau jiwa meninggalkan tubuh fisik untuk
berpetualang menjelajah dunia atau berbicara dengan para dewa. Pada budaya lainnya,
mimpi dianggap sebagai pengungkapan masa yang akan datang.
Para peneliti percaya bahwa setiap orang bermimpi, dna bahkan kebanyakan orang
yang mengatakan tidak pernah bermimpi, pasti dapat melaporkan terjadinya mimpi saat ia
dibangunkan pada tidur REM. Ada beberapa kasus yang sangat langka dari beberapa orang
yang tampaknya sama sekali tidak pernah bermimpi, kebanyakan dari individu ini
mengalami gangguan atau cedera pada otak (pagel, 2003; Solms, 1997).
Dalam mimpi, pusat perhatian kita adalah diri kita sendiri, walaupun terkadang
kejadian di luar diri, sepert bunyi sirine yang melengking dapat mempengaruhi isi miimpi.
Ketika mimpi berlangsung, mimpi tersebut dapat terlihat sangat hidup dan jelas namun
dapat juga terlihat samar-samar.
Walaupun kebanyakan dari kita menyadari mengenai tubuh kita atau di mana kita
berada saat mimpi, beberapa orang mengatakan bahwa mereka terkadang memiliki lucid
dream, di mana mereka mengetahui bahwa mereka sedang bermimpi dan seolah-olah
mereka sadar akan hal tersebut (laBergee, 1986; La Bergee & Levitan, 1995).
Ada empat (4) teori yang menjelaskan mengenai mimpi, yaitu:
1. Psikoanalisis
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

2. Berfokus pada masalah (problem-focused approach)


3. Kognitif
4. Aktivasi-Sintesis
1. Psikoanalisa
Sigmund Freud menganalisis mimpi-mimpi dari pasiennya dan beberapa mimpinya
sendiri, kemudian menyimpulkan bahwa fantasi-fantasi yang kita alami di malam hari
memberikan gagasan atau penjelasan mengenai keinginan, motif-motif, dan konflik-konflik
yang sering kali tidak kita sadari- sebuah jalan emas menuju ketidaksadaran. Dalam mimpi
kita dapat mengekspresikan semua hasrat dan keinginan terpendam, yang seringkali
merupakan sesuatu yang terkait dengan seksualitas dan kekerasan.
Setiap mimpi memiliki makna, tidak peduli seberapa aneh gambaran yang terlihat
dalam mimpi itu. Tetapi bila sebuah pesan dalam mimpi menimbulkan kecemasan, bagian
rasional dari pikiran harus menyingkirkan atau mengubahnya. Kalau tidak, mimpi dapat
masuk ke dalam kesadaran dan membangunkan si pemimpi tadi.
2. Berfokus pada masalah
Mimpi merefeksikan hal-hal dalam kehidupan kita yang pada saat itu terus menerus
memenuhi pikiran, seperti masalah atau urusan kita mengenai hubungan dengan kekasih,
pekerjaan, aktivitas seks, ataupun kesehatan (Hall, 1953; Cartwright, 1977).Simbol-simbol
dan metafora dalam mimpi tidak menutupi makna sesungguhnya, mereka malah
menyatakannya. Mimpi cenderung menggambarkan isi yang terkait dengan keadaan
seseorang pada saat ini (Domhoff, 1996). Peristiwa traumatis juga dapat mempengaruhi
mimpi seseorang. Mimpi tidak hanya merefleksikan kecemasan utama kita saat ini, namun
juga memberikan kesempatan bagi kita untuk mengatasinya (Barrett, 2001; Cartwright,
1990, 1996).
3. Pendekatan Kognitif
Mimpi menekankan perhatian kita saat ini, tetapi tidak menyatakan pemecahan
masalah selama kita tidur. Mimpi merupakan modifikasi dari aktivitas kognitif yang terjadi
saat kita terbangun.Kita membangun simulasi yang masuk akal dari dunia nyata,
menggunakan jenis ingatan, pengetahuan, metafora, dan anggapan-anggapan mengenai
dunia yang sama seperti yang kita lakukan ketika kita tidak sedang tidur (Domhoff, 2003,
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

Antrobus, 1991, 2000; Foulkes, 1999). Isi mimpi dapat mencakup pikiran-pikiran, konsepkonsep dan skenario yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan masalah
sehari-hari kita. Dalam pandangan kognitif, otak melakukan aktivitas kerja yang sejenis
dengan kerja yang dilakukan saat kita terjaga. Beberapa bagian dari korteks serebral yang
terlihat aktif saat kita terlibat dalam proses persepsi dan kognitif sangat aktif pada saat kita
bermimpi. Bedanya, bahwa saat tidur kita terlepas dari proses input sensorik dan umpan
balik dari dunia maupun pergerakan tubuh; satu-satunya input yang masuk ke otak adalah
output dari otak itu sendiri.

4. Teori Aktivasi-Sintesis
J. Allan Hobson (1988, 1990) mengatakan bahwa mimpi bukan merupakan anakanak dari otak yang diam melainkan merupakan hasil dari neuron-neuron bagian bawah
otak (pons) yang bekerja secara spontan selama tidur REM.
Sinyal-sinyal yang berasal dari pons tidak memiliki makna psikologis sendiri. Tetapi
korteks kemudian mencoba untuk membuatnya menjadi bermakna, dengan mensintesiskan
atau mengintegrasikan sinyal-sinyal ini dengan pengetahuan dan ingatan-ingatan yang
sudah ada untuk menghasilkan intepretasi yang logis.
Batang otak menentukan respon-respon bagian yang bertanggung jawab atas halhal emosional dan visual pada otak. Pada saat yang bersamaan, area otak yang mengatur
pikiran logis dan sensasi dari dunia luar tertutup. Perubahan ini menjelaskan fakta mengapa
mimpi seringkali membangkitkan respon-respon emosional, halusinasi, dan tidak logis.
Mengevalusi Teori Mimpi

Teori

Tujuan Mimpi

Psikoanalisa Mengekspresikan keinginan, pikiran, dan


konflik yang tak disadari

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Kelemahan

Intepretasi sering kali terlalu jauh; tidak


ada cara yang dapat diandalkan untuk
mengintepretasikan makna
terpendam

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

Berfokus
pada
masalah

Mengekspresikan kecemasan yang sedang Beberapa ahli teori merasa skeptis


dirasakan pada kehidupan terjaga dan/
akan kemampuan mengatasi masalah
atau mengatasi masalah atau kecemasan saat tidur
saat ini

Kognitif

Sama seperti kehidupan di saat kita terjaga-Beberapa pernyataan spesifik masih


untuk mengekspresikan kecemasan dan
harus dibuktikan
minat

AktivasiSintesis

Tidak ada; mimpi terjadi karena sinyal acak Tidak menjelaskan mimpi yang logis,
dari batang otak, meskipun interpretasi dari berupa cerita atau mimpi non-REM
korteks terhadap sinyal-sinyal ini dapat
merefleksikan kecemasan ataupun konflik

Hipnosis
Hipnosis adalah sebuah prosedur dimana seorang praktisi mensugestikan
perubahan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau perilaku dari subjek (Kirsch&Lynn,
1995). Orang yang terhipnotis mencoba mengubah proses kognisinya sejalan dengan
dengan sugesti yang ditanamkan oleh penghipnotis (Nash&Nadon, 1997).
Hipnosis/hipnotis (Bahasa Inggris: hypnosis) adalah proses psikologis alami yang
"melompati" proses berpikir kritis dan membentuk satu jenis pikiran dan persepsi tertentu
Karakteristik Hipnosis
Berdasarkan sejumlah penelitian laboratoruim yang terkontrol dan studi klinis, sebagian
peneliti menyepakati hal-hal berikut (Kirsch&Lynn, 1995; Nash&Nadon, 1997):
1. Reaksi hipnosis lebih tergantung pada usaha dan kualitas orang yang sedang
dihipnosis dibandingkan dengan keterampilan penghipnosis
2. Orang yang terhipnosis tidak dapat dipaksa melakukan hal yang bertentangan
dengan keinginan mereka sendiri
3. Tindakan-tindakan yang dilakukan dibawah pengaruh hipnosis dapat juga dilakukan
oleh orang yang termotivasi, tanpa harus menggunakan hipnosis

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

4. Hipnosis tidak meningkatkan ketepatan ingatan


5. Hipnosis tidak menghasilkan pengulangan kembali pengalaman kejadian di masa
lalu
6. Sugesti hipnosis telah digunakan secara efektif untuk banyak tujuan psikologis atau
medis
Teori Hipnosis
Beberapa teori hipnosis berusaha mendeskripsikan gejala ini dalam kaitannya dengan
aktivitas otak sedangkan beberapa teori lainnya lebih berfokus pada pengalaman
fenomenologisnya. Terdapat perbedaan fundamental dalam teori hipnosis, yaitu antara
"keadaan" (state) dan "non-keadaan" (non-state). Penganut teori "keadaan" meyakini bahwa
keadaan kesadaran yang berubah adalah bagian pokok dari hipnosis, sementara penganut
teori "non-keadaan" percaya bahwa proses psikologis biasa, seperti perhatian terpusat dan
pengharapan, sudah cukup untuk menerangkan gejala ini. Definisi yang tepat dari apa yang
merupakan keadaan kesadaran yang berubah masih menjadi bahan perdebatan. Meskipun
banyak orang yang dihipnosis mendeskripsikan pengalaman mereka sebagai "berubah",
sulit untuk menggunakan istilah ini tanpa ada definisi yang jelas terlebih dahulu.
[Teori Keadaan Alfa dan Theta
Melalui data yang dikumpulkan dari Electroencephalography (EEG), diidentifikasikan dari
impuls elektrik yang dipancarkan oleh otak ada empat macam frekuensi pola gelombang
otak yang pokok. Keadaan Beta (waspada/bekerja) didefinisikan sebagai 14-32 putaran per
detik / cycles per second (CPS), keadaan Alfa (santai/relax) sebagai 7-14 CPS, keadaan
Theta (mengantuk) sebagai 4-7 CPS, dan keadaan Delta (tidur/bermimpi/tidur pulas) kirakira 3-5 CPS.
Satu definisi fisiologis dari keadaan hipnotis adalah bahwa tingkat gelombang otak yang
diperlukan untuk mengatasi masalah seperti berhenti merokok, penanganan masalah berat
badan, pengurangan fobia, peningkatan kemampuan olah raga, dll adalah keadaan alfa.
Keadaan alfa pada umumnya diasosiasikan dengan menutup mata, relaksasi, dan
melamun.
Definisi fisiologis lain menyebutkan bahwa keadaan theta diperlukan untuk perubahan
therapeutic (berhubungan dengan pengobatan). Keadaan theta dikaitkan dengan hipnosis
untuk pembedahan, hipnoanestesia (penggunaan hipnosis untuk mematirasakan rasa sakit),

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

dan hipnoanalgesia (penggunaan hipnosis untuk mengurangi kepekaan terhadap rasa


sakit), di mana pembedahan lebih siap dilakukan dalam keadaan theta dan delta. Obat bius
(anestetik), zat penenang (sedatif) dan hipnosis mengacaukan keselarasan syaraf, yang
dianggap mendasari terjadinya gelombang theta, baik dalam manusia maupun binatang.
Teori Hipnosis yang lain
1.Teori Disosiasi
Ernest Hilgrad (1977, 1986) menyatakan bahwa hipnosis, seperti mimpi yang jelas
dan bahkan distraksi sederhana melibatkan disosiasi, yaitu terpisahnya kesadaran dimana
satu bagian pikiran bekerja sendiri dan terlepas dari kesadaran lainnya.
2. Pendekatan Sosiokognitif
K,irsch (1997); Sarbin (1991); Spanos (1991) menyatakan bahwa efek hipnosis
merupakan hasil interaksi antara pengaruh sosial yang dimiliki penghipnosis (sosio) dan
kemampuan, kepercayaan, serta harapan subjek (kognitif).
Konstruksionisme sosial / teori permainan peran
Teori ini beranggapan bahwa individu yang dihipnosis memainkan peran dan membiarkan
penghipnosis menciptakan realitas untuk mereka.
Umumnya, selama proses hipnosis orang menjadi lebih reseptif (mudah menerima) sugesti,
menyebabkan mereka berubah dalam cara merasakan, berpikir, dan berperilaku. Beberapa
psikolog seperti Robert Baker mengklaim bahwa apa yang kita sebut dengan hipnosis
sebenarnya adalah bentuk dari perilaku sosial yang dipelajari. Sementara psikolog seperti
Sarbin dan Spanos beranggapan bahwa subjek bermain peran dengan pengharapan sosial
yang kuat, subjek percaya bahwa mereka dalam keadaan terhipnosis, kemudian mereka
berperilaku dengan cara yang mereka bayangkan bagaimana seorang yang dihipnosis akan
berperilaku.
Obat-obatan penggugah kesadaran
Obat psikoaktif adalah senyawa yang dapat mengubah persepsi, suasana hati, pikiran,
ingatan, dan perilaku, dnegan cara mengubah zat-zat biokimia dalam tubuh.
1. Stimulan mempercepat ektivitas dalam sistem saraf pusat (nikotin, kafein,
amfetamin, hidroklorida)
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

2. Depresan memperlambat aktivitas dalam sistem saraf pusat (alkohol, obat


penenang, kelompok barbiturat)
3. Opiat meredakan rasa sakit (opium, morfin, heroin, obat-obat sintetis; metadhone)
4. Obat-obat psychedelic mengganggu pikiran yang normal (mescaline, salvia
divinorum, psilocybin)
Psikologi dari pengaruh obat
1. Faktor individu mencakup berat badan, metabolisme, tahap awal dari rangsangan
emosional, karakter kepribadian, dan toleransi fisik untuk obat tersebut.
2. Pengalaman dengan mencoba obat mengacu pada berapa kali seseorang telah
mengkonsumsinya.
3. Latar

belakang

lingkungan

mengacu

pada

konteks

dimana

seseorang

menggunakan obat-obatan.
4. Set mental mengacu pada ekspektasi seseorang terhadap pengaruh obat tersebut
dan alasan untuk mengkonsumsinya.
Dampak Psikologis dan Fisiologis dari Obat-obatan :
1.Stimulan mempercepat aktivitas dalam system syaraf pusat.
Obat yang termasuk dalam kelompok ini antara lain : nikotin, kafein, kokain,
amfetamin ( upper) dan hidroklorida. Dalam dosis sedang, kelompok obat stimulant
menghasilkan perasaan senang, percaya diri dan kegembiraan atau euphoria. Dalam dosis
besar, obat-obat ini membuat orang merasa cemas dan gugup. Dalam dosis yang sangat
besar obat-obat ini dapat menyebabkan kejang-kejang, gagal jantung dan kematian.
Amfetamin adalah obat sintesis yang dikonsumsi dalam bentuk pil, disuntik, dihisap
atau dihirup. Metamfetamin secara struktur mirip dengan amfetamin dan dikonsumsi
dengan cara yang sama pula. Amfetamin dan kokain membuat para penggunanya merasa
segar tapi tidak meningkatkan cadangan energi dalam tubuh. Rasa lelah, perasaan mudah
terganggu dan depresi dapat muncul ketika efek dari obat-obatan ini hilang.
2.Depresan memperlambat aktivitas dalam system syaraf pusat.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

Yang termasuk dalam jenis obat ini adalah alcohol, obat penenang, kelompok
barbiturate dan sebagian dari zat kimia yang umum dihirup oleh beberapa orang. Kelompok
obat depresan biasanya membuat seseorang merasa tenang, atau mengantuk, meredakan
kecemasan, rasa bersalah, tegangan-tegangan dan rasa malu. Dalam jumlah besar obat ini
menghasilkan ketidakpekaan terhadap rasa sakit dan sensasi lainnya. Seperti juga stimulan,
dalam jumlah besar obat ini dapat menyebabkan tidak teraturnya detak jantung, kejangkejang bahkan mengakibatkan kematian.
3.Opiat, meredakan rasa sakit.
Termasuk dalam kelompok ini adalah opium yang dihasilkan dari serbuk sari bunga
opium; morfin yang merupakan turunan dari opium; heroin senyawa turunan dari morfin dan
obat-obatan sintesis seperti methadone. Semuanya mengikuti kerja dari endofrin dan
memiliki efek yang sangat kuat terutama pada emosi seseorang. Ketika disuntikkan dalam
tubuh mereka menghasilkan rush- perasaan euphoria yang tiba-tiba. Obat-obatan ini juga
menurunkan kecemasan dan motivasi walaupun efeknya beraneka ragam.
4.Obat-obatan Psychedelic, mengganggu pikiran yang normal, seperti persepsi ruang dan
waktu.
Terkadang kelompok psychedelic ini menghasilkan halusinasi, terutama yang
bersifat visual. Beberapa jenis kelompok ini adalah lysergic acid diethylamide (LSD),
dibuat dalam laboratorium. Yang lainnya seperti mescaline (yang terbuat dari kaktus
peyote); Salvia divinorum (sebuah tanaman asli Meksiko) dan psilocybin (dari beberapa
jenis jamur tertentu) adalah senyawa-senyawa alamiah. Reaksi emosional terhadap
kelompok psychedelic bervariasi antara satu orang dengan orang lainnya dan dari waktu ke
waktu yang lain dalam individu yang sama. Sekali terbang mungkin bisa sedikit
menyenangkan atau tidak menyenangkan sebuah pengungkapan mistis atau malah mimpi
buruk.
Dampak Kokain pada Otak
Kokain

menghalangi

penyerapan

kembali

neurotransmitter

dopamine

dan

norepinefrin, oleh otak (reuptake) sehingga kadar dari senyawa ini meningkat. Hasilnya
adalah rangsangan yang berlebihan pada sirkuit otak tertentu dan perasaan euphoria tinggi
yang sesaat. Kemudian, ketika obat tersebut hilang pengaruhnya habisnya dopamine dapat
menyebabkan seseorang merasa sangat lelah menjadi sangat mengantuk dan depresif.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Sri Wulandari, S.Psi, Psi


PSIKOLOGI UMUM I

Anda mungkin juga menyukai